Sinopsis_Ikhtisar Putusan MK (SINOPSIS)

909

Transcript of Sinopsis_Ikhtisar Putusan MK (SINOPSIS)

  • MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

    Sekretariat Jenderal dan KepaniteraanMahkamah Konstitusi Republik Indonesia

    2008

  • iIkhtisar Putusan MK 2003-2008

    IKHTISARPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 2003-2008

    TIDAK DIPERJUALBELIKAN

  • ii Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

  • iiiIkhtisar Putusan MK 2003-2008

    MAHKAMAH KONSTITUSIREPUBLIK INDONESIA

    IKHTISARPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 2003-2008

    PenerbitSekretariat Jenderal dan Kepaniteraan

    Mahkamah Konstitusi2008

    TIDAK DIPERJUALBELIKAN

  • iv Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    Tim Penyusun Sinopsis dan Kaidah HukumPutusan Mahkamah Konstitusi, serta Kompilasi Penafsiran

    Mahkamah Konstitusi terhadap UUD 1945 Tahun 2003 - 2008

    IkhtisarPutusan Mahkamah Konstitusi 2003 - 2008

    Jakarta; Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,xxvi + 882 hlm; 14,7 cm x 22.5 cm, Cet. Pertama, Agustus 2008

    ISBN : 978-602-8308-19-9

    Hak cipta dilindungi oleh Undang-UndangAll rights reserved

    Sekretariat Jenderal dan KepaniteraanMahkamah Konstitusi

    Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 , Jakarta PusatTelp. 021 . 2352 9000, Faks. 021 . 352 0177

    email: [email protected]

  • vIkhtisar Putusan MK 2003-2008

    DARI PENERBIT

    Berpijak pada Pasal 24 UUD 1945, Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kewenangan Mahkamah Konstitusi ditentukan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), yakni mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

    Selain itu, Mahkamah Kontitusi memiliki satu kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 juncto Pasal 10 ayat (2) UU MK, yakni memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kewajiban itu lebih dikenal sebagai kewajiban untuk memutus impeachment.

    Sejak berdirinya Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 hingga berakhirnya masa bakti hakim konstitusi periode 20032008 pada 15 Agustus 2008, Mahkamah Konstitusi telah melaksanakan tiga

  • vi Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    kewenangannya yakni menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Adapun untuk perkara pembubaran partai politik dan impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden, sampai saat ini Mahkamah Konstitusi belum memeriksa perkara itu karena belum ada perkara jenis tersebut yang diajukan.

    Sejalan dengan pelaksanaan kewenangan di atas, Mahkamah Konstitusi telah memeriksa dan memutus 205 perkara. Perincian perkara yang telah diperiksa dan diputus oleh Mahkamah Konstitusi terdiri dari 150 perkara pengujian undang-undang, 10 perkara sengketa kewenangan lembaga negara, dan 45 perkara perselisihan hasil pemilihan umum. Agar masyarakat dengan mudah dan cepat dapat memahami putusan Mahkamah Konstitusi dalam kurun waktu tersebut, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi memandang penting untuk menerbitkan buku yang memuat ikhtisar perkara-perkara di atas yang telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi.

    Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Bapak Ketua MK, Wakil Ketua dan Bapak-bapak Hakim Konstitusi periode 20032008 yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan buku Ikhtisar Putusan Mahkamah Konstitusi 20032008, serta memberikan kepercayaan kepada kami untuk menerbitkan buku ini. Seiring dengan itu, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun yang telah mendukung penyusunan buku ini dan teknis penerbitannya.

    Semoga buku ini dapat memberi manfaat dalam rangka memasyarakatkan putusan Mahkamah Konstitusi periode 20032008 agar pembaca memahami seutuhnya putusan Mahkamah Konstitusi.

    Jakarta, Agustus 2008Sekretaris Jenderal

    Mahkamah Konstitusi,

    Janedjri M. Gaffar

  • viiIkhtisar Putusan MK 2003-2008

    PENGANTAR

    MAHKAMAH KONSTITUSIREPUBLIK INDONESIA

    I

    Perubahan UUD 1945 mengubah secara mendasar ketatanegaraan Republik Indonesia. Dengan perubahan UUD 1945 tersebut tidak dikenal lagi istilah lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara. Semua lembaga negara memiliki kedudukan yang sejajar, baik lembaga legislatif, eksekutif, maupun lembaga yudikatif. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula memiliki kedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, dengan adanya perubahan UUD 1945 menjadi lembaga negara yang kedudukannya sejajar dengan lembaga-lembaga negara lainnya.

    Kesetaraan kedudukan lembaga negara tersebut memerlukan hadirnya lembaga negara baru yang memperkuat sistem checks and balances antarlembaga negara, sekaligus menyelesaikan apabila terjadi sengketa antarlembaga negara bersangkutan. Atas dasar itu muncul pemikiran untuk membentuk Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah melalui pembahasan mendalam, pada akhirnya pemikiran tersebut diakomodasi dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 yang disahkan MPR pada 9 November 2001.

    Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 yang dirumuskan dalam Perubahan Keempat UUD 1945, menyebutkan bahwa MK dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003, dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung. Memenuhi amanat Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 maka dibentuklah UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang disetujui bersama oleh DPR dan Pemerintah sekaligus diundangkan oleh

  • viii Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    Presiden Megawati Soekarnoputri pada 13 Agustus 2003.

    Tugas konstitusional yang diemban MK diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, yaitu mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Satu lagi kewajiban yang diemban oleh MK sebagaimana tercantum dalam Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 terkait dengan pemakzulan (impeachment), yakni memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    II

    Sejak pembentukannya hingga kini, tak terasa sudah lima tahun MK berdiri. Selama kurun waktu itu, MK telah melaksanakan tiga kewenangannya, yaitu menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Adapun kewenangan MK dalam hal memutus pembubaran partai politik serta kewajiban MK terkait pemakzulan (impeachment) Presiden dan/atau Wakil Presiden belum dilaksanakan oleh MK karena memang belum ada permohonan perkara yang bersangkutan.

    Memperhatikan kewenangan MK tersebut, lembaga negara ini memiliki peran strategis karena Putusan MK mengikat seluruh warga negara Indonesia dan penyelenggara negara. Itulah sebabnya Putusan MK perlu diketahui bahkan dipahami seutuhnya oleh masyarakat luas termasuk oleh penyelenggara negara. Berangkat dari hal itu, perlu disusun suatu sinopsis/ikhtisar Putusan MK hasil kerja Hakim Konstitusi Periode 2003-2008, yang disusun secara sederhana untuk memudahkan pembaca memahami Putusan MK dalam waktu singkat.

  • ixIkhtisar Putusan MK 2003-2008

    Buku Ikhtisar Putusan Mahkamah Konstitusi 2003-2008 ini memuat sinopsis/ikhtisar seluruh Putusan MK sejak dibentuknya lembaga negara ini pada 13 Agustus 2003 sampai dengan Putusan MK yang diucapkan pada 15 Agustus 2008 yang sekaligus mengakhiri periode Hakim Konstitusi 2003-2008.

    Semoga kehadiran buku ini dapat memberi manfaat bagi penyelenggara negara dan masyarakat dalam ikhtiar memahami Putusan MK sekaligus mendorong pemahaman terhadap fungsi MK dalam mengawal konstitusi demi mewujudkan negara Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis sekaligus negara demokrasi berdasar atas hukum.

    Jakarta, 15 Agustus 2008

    Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.

  • x Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

  • xiIkhtisar Putusan MK 2003-2008

    DAFTAR ISI

    Dari Penerbit ....................................................................................................... v

    Pengantar Ketua Mahkamah Konstitusi .................................................. vii

    Daftar Isi ............................................................................................................... xi

    IkhtisarPutusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003 .................................. 1 Putusan Perkara Nomor 001-021-022/PUU-I/2003

    tentang Ketentuan Unbunding dan PenguasaanNegara terhadap Cabang Produksi Listrik ............................. 3

    Putusan Perkara Nomor 002/PUU-I/2003tentang Privatisasi Minyak dan Gas Bumi .............................. 9

    Putusan Perkara Nomor 003/PUU-I/2003tentang Surat Utang Negara ......................................................... 15

    Putusan Perkara Nomor 004/PUU-I/2003tentang Syarat-Syarat Calon Hakim Agung danPembatasan Kewenangan Mahkamah KonstitusiMenguji Undang-Undang ............................................................... 21

    Putusan Perkara Nomor 005/PUU-I/2003tentang Pemberian Status Lembaga Negara danKewenangan Komisi Penyiaran Indonesia;Diskriminasi Perihal Jangkauan Siaran, Iklan,Keanggotaan Komisi Penyiaran Indonesia, PolitikSensor; serta Kebebasan dan Kemerdekaan Pers ............... 25

    Putusan Perkara Nomor 006/PUU-I/2003tentang Pembubaran KPKPN dan Peleburannyasebagai Bagian dari Fungsi KPK ................................................. 35

  • xii Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    Ketetapan Perkara Nomor 007/PUU-I/2003tentang Penarikan Kembali Pengujian Undang-UndangNomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum ............. 43

    Ketetapan Perkara Nomor 008/PUU-I/2003tentang Penarikan Kembali Pengujian Undang-UndangNomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik ...................... 45

    Putusan Perkara Nomor 009/PUU-I/2003tentang Kewenangan Daerah di Bidang Pertanahan ......... 47

    Putusan Perkara Nomor 010/PUU-I/2003tentang Konstitusionalitas Pemekaran Daerah ................... 53

    Putusan Perkara Nomor 011-017/PUU-I/2003tentang Larangan Menjadi Anggota DPR, DPD,DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kotabagi Bekas Anggota Organisasi TerlarangPartai Komunis Indonesia, termasuk OrganisasiMassanya, atau Orang yang Terlibat Langsungatau Tidak Langsung dalam G.30.S/PKIatau Organisasi Terlarang lainnya ............................................. 57

    Putusan Perkara Nomor 012/PUU-I/2003tentang Pembatasan Berserikat, PemboronganPekerjaan, dan PHK tanpa PPHI ................................................. 65

    Putusan Perkara Nomor 013/PUU-I/2003tentang Asas Retroaktif Dalam PemberantasanTindak Pidana Terorisme .............................................................. 71

    Putusan Perkara Nomor 014/PUU-I/2003tentang Tindakan Paksa Badan dan Penyanderaandalam Undang-Undang Susduk .................................................. 81

    Ketetapan Perkara Nomor 015/PUU-I/2003tentang Verifikasi Keabsahan Partai PolitikSebagai Badan Hukum .................................................................... 85

    Ketetapan Perkara Nomor 016/PUU-I/2003tentang Pengujian Terhadap Putusan PeninjauanKembali Mahkamah Agung ........................................................... 87

    Putusan Perkara Nomor 018/PUU-I/2003tentang Pemekaran Provinsi Papua .......................................... 89

    Putusan Perkara Nomor 019/PUU-I/2003tentang Pengangkatan Advokat, Perlindungan AtasProfesi Advokat, dan Pembatasan Organisasi Advokat ..... 95

  • xiiiIkhtisar Putusan MK 2003-2008

    Putusan Perkara Nomor 020/PUU-I/2003tentang Persyaratan Partai Politik; Pengawasan PartaiPolitik; dan Pengawasan Partai Politik oleh Pemerintah ..... 99

    Ketetapan Perkara Nomor 023/PUU-I/2003tentang Penarikan Kembali Permohonan PengujianUndang-Undang Nomor 31 Tahun 2002tentang Partai Politik ...................................................................... 103

    Putusan Perkara Nomor 024/PUU-I/2003tentang Sanksi Pidana Pencucian Uang ................................... 105

    IkhtisarPutusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2004 .............................. 107 Putusan Perkara Nomor 001/PUU-II/2004

    tentang Pelaksanaan Pemilu dan Syarat CalonPresiden/Wakil Presiden .............................................................. 109

    Putusan Perkara Nomor 002/PUU-II/2004tentang Sistem Pemilu dan Penentuan DaerahPemilihan Umum .............................................................................. 113

    Putusan Perkara Nomor 003/PUU-II/2004tentang Hasil Verifikasi Partai Politik ...................................... 119

    Putusan Perkara Nomor 004/PUU-II/2004tentang Kedudukan Pengadilan Pajak ..................................... 123

    Putusan Perkara Nomor 005/PUU-II/2004tentang Pelaksanaan Kesejahteraan Sosial ............................ 127

    Putusan Perkara Nomor 006/PUU-II/2004tentang Ancaman Pidana Dalam UU Advokat danHak Untuk Mendapat Bantuan Hukum ................................... 131

    Putusan Perkara Nomor 007/PUU-II/2004tentang Mekanisme Pengusulan Calon Presidendan Wakil Presiden Melalui Partai Politik .............................. 137

    Putusan Perkara Nomor 008/PUU-II/2004tentang Syarat Mampu Jasmani dan Rohanibagi Calon Presiden dan Wakil Presiden ................................ 141

    Putusan Perkara Nomor 009/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum CalonAnggota DPR Daerah Pemilihan Irian Jaya Barat,Pemilihan Kotamadya Jakarta Barat II KecamatanPalmerah, Depok II Kecamatan Cimanggis, Depok IV

  • xiv Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    Kecamatan Pancoran Mas, Kabupaten Rokan Hulu II, Kabupaten Kampar III, Kabupaten Sangihe Talaud III, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Sanggau I Kalimantan Barat, Maluku Utara, Kota Tangerang, Kabupaten Barito Timur ................................................................ 145

    Putusan Perkara Nomor 010-017/PHPU.A-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum AnggotaDewan Perwakilan Daerah (DPD) Peserta PemilihanUmum 2004 Untuk Daerah Pemilihan Provinsi Sumatera Selatan .............................................................................. 151

    Putusan Perkara Nomor 011/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum AnggotaDPRD Daerah Pemilihan Medan 2, Pasaman Barat 2, Nias 1, Nias 3, Bengkulu Selatan III, Bekasi IV Kecamatan Tambun Utara, Sambas 2, Kapuas Hulu 3, dan Calon Anggota DPR Daerah Pemilihan Papua ............. 157

    Putusan Perkara Nomor 012/PHPU.A-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum AnggotaDewan Perwakilan Daerah (DPD) Peserta Pemilihan Umum 2004 Untuk Daerah Pemilihan Provinsi Gorontalo ............ 161

    Putusan Perkara Nomor 013/PHPU.A-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum CalonAnggota DPD Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan ............. 163

    Putusan Perkara Nomor 014-027/PHPU.A-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum CalonAnggota DPD Provinsi Jawa Tengah .......................................... 165

    Putusan Perkara Nomor 015/PHPU.A-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004Untuk Calon Anggota DPR, DPRD, DPRD I dan DPRD IIdari Partai Nasional Banteng Kemerdekaan ......................... 169

    Putusan Perkara Nomor 016/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan UmumPerolehan Suara Partai Persatuan Pembangunan .............. 173

    Putusan Perkara Nomor 018-030/PHPU.A-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004Calon Anggota DPD Provinsi Sulawesi Utara ........................ 185

    Putusan Perkara Nomor 019/PHPU.A-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004Calon Anggota DPD Provinsi Nusa Tenggara Barat ............ 193

  • xvIkhtisar Putusan MK 2003-2008

    Putusan Perkara Nomor 020/PHPU.A-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004Calon Anggota DPD Provinsi Jambi ........................................... 195

    Putusan Perkara Nomor 021/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004dari Partai Demokrat ....................................................................... 197

    Putusan Perkara Nomor 022/PHPU.A-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004Calon Anggota DPD Provinsi Riau ............................................. 209

    Putusan Perkara Nomor 023/PHPU.C1-II/2004tentang Peselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004Calon Anggota DPRD Partai Buruh Sosial Demokrat ........ 211

    Putusan Perkara Nomor 024/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004Calon Anggota DPR dan DPRD Partai DemokrasiIndonesia Perjuangan ..................................................................... 219

    Putusan Perkara Nomor 025/PHPU.A-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004Calon Anggota DPD Provinsi Banten ....................................... 225

    Putusan Perkara Nomor 026/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004 Calon Anggota DPR dan DPRD Partai Sarikat Indonesia ................ 229

    Putusan Perkara Nomor 028/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004 Calon Anggota DPR, dan DPRD Partai Bintang Reformasi ........... 237

    Putusan Perkara Nomor 029/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004Anggota DPR dan DPRD Partai Patriot Pancasila ............... 247

    Putusan Perkara Nomor 031/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004 Calon Anggota DPR dan DPRD Partai Kebangkitan Bangsa ........ 257

    Putusan Perkara Nomor 032/PHPU-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilu 2004 Calon AnggotaDPD Provinsi DKI Jakarta .............................................................. 267

    Putusan Perkara Nomor 033/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004 CalonAnggota DPRD Partai Nasional Indonesia Marhaenisme.... 269

  • xvi Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    Putusan Perkara Nomor 034/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilu Calon Anggota DPR dan DPRD Daerah Nangroe Aceh Darussalam, Kabupaten Aceh Utara, Kota Bima, Provinsi Kalimantan Barat, Daerah Sumatera Utara, Daerah Sulawesi Tengah, Daerah Sumba Barat, Daerah Kabupaten Muaro Jambi, Daerah Sumatera Utara, Daerah Sulawesi Selatan, Daerah Provinsi Papua, Daerah Kabupaten Bekasi ............ 273

    Putusan Perkara Nomor 035/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004Calon Anggota DPRD Partai Karya Peduli Bangsa .............. 285

    Putusan Perkara Nomor 036/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilu 2004 Calon AnggotaDPR dan DPRD Partai Keadilan Sejahtera .............................. 295

    Putusan Perkara Nomor 037/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilu 2004 Calon Anggota DPR dan DPRD Partai Penegak Demokrasi Indonesia ...... 303

    Putusan Perkara Nomor 038/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilu 2004 Calon AnggotaDPR dan DPRD Partai Pelopor .................................................... 307

    Putusan Perkara Nomor 039/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil PemiluPartai Amanat Nasional ................................................................. 313

    Putusan Perkara Nomor 040/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilu 2004 Calon AnggotaDPRD Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia ................. 317

    Putusan Perkara Nomor 041/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilu 2004 AnggotaDPR dan DPRD Partai Persatuan Daerah ............................... 321

    Putusan Perkara Nomor 042/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilu 2004 Calon AnggotaDPRD Partai Merdeka ..................................................................... 325

    Putusan Perkara Nomor 043/PHPU.A-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilu 2004 Calon AnggotaDewan Perwakilan Daerah Sumatera Barat .......................... 329

    Putusan Perkara Nomor 044/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilu 2004 Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Sumatera Utara ........ 331

  • xviiIkhtisar Putusan MK 2003-2008

    Putusan Perkara Nomor 045/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilu 2004 Calon Anggota DPR dan DPRD Partai Bulan Bintang ....................................... 335

    Putusan Perkara Nomor 046/PHPU.A-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan UmumCalon Anggota DPD Provinsi DKI Jakarta ............................... 337

    Putusan Perkara Nomor 047/PHPU.A-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004Calon Anggota DPD Provinsi Sumatera Selatan ................... 341

    Putusan Perkara Nomor 048/PHPU.A-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilu 2004Calon Anggota DPD Provinsi Sulawesi Selatan .................... 343

    Putusan Perkara Nomor 049/PHPU.A-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilu 2004Calon Anggota DPD Provinsi Sulawesi Selatan .................... 345

    Putusan Perkara Nomor 050/PHPU.A-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004Calon Anggota DPD Provinsi Bengkulu ................................... 349

    Putusan Perkara Nomor 051/PHPU.A-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004Calon Anggota DPD Provinsi Jawa Barat ................................ 353

    Putusan Perkara Nomor 052/PHPU.C1-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004Calon Anggota DPR dan DPRD Partai PersatuanDemokrasi Kebangsaan .................................................................. 357

    Putusan Perkara Nomor 053/PUU-II/2004tentang Pemberian Hak Pengelolaan Atas Tanah ............... 359

    Putusan Perkara Nomor 054/PUU-II/2004tentang Calon Presiden dan Wakil Presiden Perseorangan ....363

    Putusan Perkara Nomor 055/PUU-II/2004tentang Pengadilan Pelanggaran Pemilu ................................ 367

    Putusan Perkara Nomor 056/PUU-II/2004tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, Dan Kota Batam .................... 371

    Putusan Perkara Nomor 057/PUU-II/2004tentang Mekanisme Pengusulan Calon Presiden

  • xviii Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    dan Wakil Presiden Melalui Partai Politik .............................. 373

    Putusan Perkara Nomor 061/PUU-II/2004tentang Gugatan Terhadap Putusan Perdamaian ............... 377

    Putusan Perkara Nomor 062/PHPU.B-II/2004tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2004Calon Presiden dan Wakil Presiden .......................................... 381

    Ketetapan Perkara Nomor 064/PUU-II/2004tentang Jangka Waktu Mengajukan PermohonanPerselisihan Hasil Pemilihan Umumdi Mahkamah Konstitusi ................................................................ 391

    Putusan Perkara Nomor 065/PUU-II/2004tentang Penerapan Asas Berlaku Surutdalam Kasus Pelanggaran Ham Berat ...................................... 393

    Putusan Perkara Nomor 066/PUU-II/2004tentang Pembatasan Untuk Membentuk OrganisasiIndustri dan Keberadaan Kadin ................................................. 397

    Putusan Perkara Nomor 067/PUU-II/2004tentang Pengawasan Advokat ...................................................... 409

    Putusan Perkara Nomor 068/SKLN-II/2004tentang Sengketa Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dengan Presiden Mengenai Pemilihan Anggota DPD ........ 415

    Putusan Perkara Nomor 069/PUU-II/2004tentang Asas Retroaktif Penanganan Korupsi Oleh KPK ..... 419

    Putusan Perkara Nomor 070/PUU-II/2004tentang Kewajiban Provinsi Induk TerhadapProvinsi Pemekaran ......................................................................... 423

    Putusan Perkara Nomor 072-073/PUU-II/2004tentang Independensi Dan Tanggungjawab KPUDdalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah ............ 427

    IkhtisarPutusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2005 .............................. 433 Putusan Perkara Nomor 071/PUU-II/2004 dan 001-002/PUU-III/2005

    tentang Ketentuan Pembatasan untuk Mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit dan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap PerusahaanAsuransi hanya oleh Menteri Keuangan ................................. 435

  • xixIkhtisar Putusan MK 2003-2008

    Putusan Perkara Nomor 003/PUU-III/2005tentang Ketentuan Peralihan tentang KegiatanPenambangan di Hutan Lindung ................................................ 439

    Putusan Perkara Nomor 004/PUU-III/2005tentang Kekuasaan Ketua Pengadilan dalamPelaksanaan Putusan ...................................................................... 445

    Putusan Perkara Nomor 005/PUU-III/2005tentang Persyaratan Memperoleh Kursi di DPRDuntuk Mengajukan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ....................................................................... 449

    Putusan Perkara Nomor 006/PUU-III/2005tentang Calon Perseorangan dalam PemilihanKepala Daerah .................................................................................... 455

    Putusan Perkara Nomor 007/PUU-III/2005tentang Hak Pemerintahan Daerah Untuk Ikut Mengembangkan Sistem Jaminan Sosial ................................ 461

    Putusan Perkara Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan 008/PUU-III/2005

    tentang Penguasaan Negara Atas Sumber Daya Air .......... 467

    Putusan Perkara Nomor 009-014/PUU-III/2005tentang Jabatan Notaris ................................................................. 473

    Putusan Perkara Nomor 010/PUU-III/2005tentang Syarat Perolehan Suara Partai Politik untuk Mencalonkan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ..... 485

    Putusan Perkara Nomor 011/PUU-III/2005tentang Pengalokasian Dana Pendidikan Secara BertahapKurang dari 20 persen dari APBN dan APBD ....................... 491

    Putusan Perkara Nomor 012/PUU-III/2005tentang Penetapan Alokasi Anggaran PendidikanTahun 2005 Kurang dari 20 Persen dariAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara ........................... 499

    Putusan Perkara Nomor 013/PUU-III/2005tentang Ketentuan tentang Pencantuman Kata Pengangkutan, Mengangkut, dan Alat Angkut dalamUU Kehutanan yang Berlaku bagi Kapal-kapal Pelayaran,serta Adanya Larangan dan Sanksi Pidana bagiAlat-alat Angkut yang Beroperasi di Lingkungan Hutan .... 505

  • xx Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    Putusan Perkara Nomor 015/PUU-III/2005tentang Tanggung Jawab Kurator Terhadap Kesalahan atau Kelalaiannya dalam Melaksanakan Tugas Pengurusan dan/atau Pemberesan yang Menyebabkan Kerugian Terhadap Harta Pailit .................... 509

    Putusan Perkara Nomor 016/PUU-III/2005tentang Pemekaran Dan Pembentukan DaerahKota Singkawang ............................................................................... 515

    Putusan Perkara Nomor 017/PUU-III/2005tentang Pengawasan Hakim ......................................................... 521

    Putusan Perkara Nomor 018/PUU-III/2005tentang Perlindungan Anak dalam Memilih Agama .......... 525

    Putusan Perkara Nomor 019-020/PUU-III/2005tentang Persyaratan Badan Hukum bagi Wakil PelaksanaPenempatan TKI Swasta di Luar Negeri ................................. 529

    Putusan Perkara Nomor 021/PUU-III/2005tentang Perampasan Hak Milik yang Digunakan untuk Kejahatan ................................................................................ 535

    Putusan Perkara Nomor 022/PUU-III/2005tentang Kekuasaan Presiden Memberikan Remisi ............. 541

    Ketetapan Perkara Nomor 023/PUU-III/2005tentang Penarikan Kembali Permohonan PengujianUU-MK dan Keputusan Gubernur Sumatera Selatan ......... 545

    Putusan Perkara Nomor 024/PUU-III/2005tentang Pemberhentian Sementara Kepala Daerah/Wakil Kepada Daerah tanpa Melalui Usulan DPRD ............ 547

    Ketetapan Perkara Nomor 25/SKLN-III/2005tentang Penarikan Perkara Sengketa Kewenangan Gubernur Provinsi Lampung Dengan DPRD Provinsi Lampung ....... 553

    Putusan Perkara Nomor 026/PUU-III/2005tentang Ketentuan Pengalokasian Dana PendidikanKurang dari 20 persen dalam APBN Tahun 2006 ............... 555

    IkhtisarPutusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2006 .............................. 561 Putusan Perkara Nomor 001/PUU-IV/2006

    tentang Pengujian Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Mengenai Hasil Pemilihan

  • xxiIkhtisar Putusan MK 2003-2008

    Kepala Daerah Depok ...................................................................... 563

    Putusan Perkara Nomor 002/SKLN-IV/2006tentang Sengketa Kewenangan mengenai Permohonan Peninjauan Kembali oleh KPUD Kota Depok ke Mahkamah Agung terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Negeri Bandung Nomor 01/Pilkada/2005/Pt.Bdg. .......................... 567

    Putusan Perkara Nomor 003/PUU-IV/2006tentang Perbuatan Melawan Hukum Materiildalam Tindak Pidana Korupsi ..................................................... 571

    Putusan Perkara Nomor 004/SKLN-IV/2006tentang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara Antara Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bekasi dengan Presiden RI, Menteri Dalam Negeri dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ............................................ 575

    Putusan Perkara Nomor 005/PUU-IV/2006tentang Pengawasan Komisi Yudisial terhadapHakim Agung dan Hakim Konstitusi ........................................ 579

    Putusan Perkara Nomor 006/PUU-IV/2006tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ........................ 585

    Putusan Perkara Nomor 007/PUU-IV/2006tentang Perlindungan Hukum dalam UU MA dan UU KY .... 589

    Putusan Perkara Nomor 008/PUU-IV/2006tentang Recalling Anggota DPR .................................................. 593

    Putusan Perkara Nomor 009/PUU-IV/2006tentang Ketentuan Peralihan Undang-Undang Advokat .... 603

    Putusan Perkara Nomor 010/PUU-IV/2006tentang Pengujian Undang-Undang KomisiPemberantasan Tindak Pidana Korupsi ................................. 607

    Putusan Perkara Nomor 011/PUU-IV/2006tentang Ketentuan Melakukan Banding di Pengadilan Pajak ...609

    Putusan Perkara Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006tentang Kekuasaan KPK Dan Keberadaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ................................................................... 613

    Putusan Perkara Nomor 013-022/PUU-IV/2006tentang Pasal Penghinaan Terhadap Presiden dan/atauWakil Presiden Republik Indonesia .......................................... 625

    Putusan Perkara Nomor 014/PUU-IV/2006tentang Wadah Tunggal Organisasi Advokat ........................ 629

  • xxii Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    Putusan Perkara Nomor 015/PUU-IV/2006tentang Pembentukan Wadah Tunggal Organisasi Advokat ...635

    Ketetapan Perkara Nomor 017/PUU-IV/2006tentang Penarikan Kembali PermohonanPengujian Undang-Undang Pemerintahan Daerah ............ 637

    Putusan Perkara Nomor 018/PUU-IV/2006tentang Konstitusionalitas Perintah Penahanan ................. 639

    Putusan Perkara Nomor 020/PUU-IV/2006tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ........................ 643

    Putusan Perkara Nomor 021/PUU-IV/2006tentang Badan Hukum Pendidikan ........................................... 647

    Putusan Perkara Nomor 023/PUU-IV/2006tentang Panitia Urusan Piutang Negara .................................. 651

    Putusan Perkara Nomor 024/PUU-IV/2006tentang Hak Politik Anggota Polri ............................................. 655

    Putusan Perkara Nomor 025/PUU-IV/2006tentang Sertifikasi Guru dan Dosen .......................................... 659

    Putusan Perkara Nomor 026/PUU-IV/2006tentang Anggaran Pendidikan pada APBN 2007 ................. 663

    Putusan Perkara Nomor 027/SKLN-IV/2006tentang Sengketa Kewenangan Antara Ketua dan Wakil Ketua DPRD Poso Provinsi Sulawesi Tengah terhadap Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah ..................... 667

    Putusan Perkara Nomor 028-029/PUU-IV/2006tentang Pembatasan Usia TKI dalam Undang-Undang PPTKI .................................................................. 671

    Putusan Perkara Nomor 030/SKLN-IV/2006tentang Sengketa Kewenangan Antara Komisi Penyiaran Indonesia terhadap Presiden Republik Indonesia c.q. Menteri Komunikasi dan Informatika .............................. 675

    Putusan Perkara Nomor 031/PUU-IV/2006tentang Kewenangan Pengaturan Komisi Penyiaran Indonesia ........................................................................ 679

    IkhtisarPutusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2007 .............................. 683

  • xxiiiIkhtisar Putusan MK 2003-2008

    Putusan Perkara Nomor 1/PUU-V/2007tentang Tenggang Waktu Pengajuan Gugatanatas Keputusan Tata Usaha Negara ........................................... 685

    Putusan Perkara Nomor 2-3/PUU-V/2007tentang Hukuman Mati ................................................................... 687

    Putusan Perkara Nomor 4/PUU-V/2007tentang Pembatasan Jumlah Tempat Praktikdan Ancaman Pidana bagi Dokter ............................................. 693

    Putusan Perkara Nomor 5/PUU-V/2007tentang Calon Perseorangan Dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah .............................................. 701

    Putusan Perkara Nomor 6/PUU-V/2007tentang Kritik atau Pendapat Terhadap Pemerintahyang Dikualifikasikan sebagai Delik atau Tindak Pidana dalam KUHP ........................................................................................ 705

    Ketetapan Perkara Nomor 7/PUU-V/2007tentang Penarikan Kembali Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ....................................................................... 711

    Putusan Perkara Nomor 8/PUU-V/2007tentang Konstitusionalitas Undang-Undang Bank Indonesia ...713

    Ketetapan Perkara Nomor 9/PUU-V/2007tentang Penarikan Kembali PermohonanPengujian Undang-Undang Pemerintahan Daerah ............ 717

    Ketetapan Perkara Nomor 10/PUU-V/2007tentang Penarikan Kembali PermohonanPengujian Undang-Undang Kejaksaan ..................................... 719

    Putusan Perkara Nomor 11/PUU-V/2007tentang Pembatasan Luas Lahan Tanah Pertanian ............ 721

    Putusan Perkara Nomor 12/PUU-V/2007tentang Konstitusionalitas Pengaturan Poligami ................ 725

    Ketetapan Perkara Nomor 13/PUU-V/2007tentang Penarikan Kembali Permohonan PengujianUndang-Undang Pengadilan Hak Asasi Manusia ................ 727

    Putusan Perkara Nomor 14-17/PUU-V/2007tentang Persyaratan Tidak Pernah Dipidanauntuk Menduduki Jabatan Publik .............................................. 729

  • xxiv Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    Putusan Perkara Nomor 15/PUU-V/2007tentang Ketentuan Batas Usia Calon Kepala Daerahdan Wakil Kepala Daerah .............................................................. 737

    Putusan Perkara Nomor 16/PUU-V/2007tentang Ketentuan Electoral Threshold bagi Partai Politik Peserta Pemilihan Umum .................................. 743

    Putusan Perkara Nomor 18/PUU-V/2007tentang Keterlibatan DPR dalam Proses Pembentukan Pengadilan HAM AD HOC ................................. 749

    Putusan Perkara Nomor 19/PUU-V/2007tentang Persyaratan Calon Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ................................................................ 753

    Putusan Perkara Nomor 20/PUU-V/2007tentang Legal Standing Anggota DPR dalamPengujian Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi ............. 757

    Putusan Perkara Nomor 21-22/PUU-V/2007tentang Kekuasaan Negara dalam Kegiatan Penanaman Modal ............................................................................ 761

    Putusan Perkara Nomor 23/PUU-V/2007tentang Keputusan Pejabat Daerah Pembatasan Kasasi Terhadap Perkara TUN .................................................... 773

    Putusan Perkara Nomor 24/PUU-V/2007tentang Inkonstitusionalitas Pasal 49 Ayat (1)Undang-Undang Sistem Pendidikan NasionalBerkenaan dengan Gaji Pendidik ............................................... 777

    Putusan Perkara Nomor 25/PUU-V/2007tentang Penarikan Pengujian UU Partai PolitikMengenai Persyaratan Pembentukan Partai Politik .......... 781

    Putusan Perkara Nomor 26/SKLN-V/2007tentang Sengketa Kewenangan antara KIP Tingkat Kab. Aceh Tenggara dan DPR Kab. Aceh Tenggara ............. 783

    Putusan Perkara Nomor 27/PUU-V/2007tentang Ketentuan Larangan bagi Pejabat Publikuntuk Menjadi Pengurus KONI ................................................... 787

    Putusan Perkara Nomor 28/PUU-V/2007tentang Kewenangan Penyidikan oleh Kejaksaan .............. 791

    Putusan Perkara Nomor 29/PUU-V/2007tentang Ketentuan Sensor Film .................................................. 795

  • xxvIkhtisar Putusan MK 2003-2008

    Ketetapan Perkara Nomor 30/PUU-V/2007tentang Penarikan Kembali Pengujian Undang-UndangSistem Keolahragaan Nasional .................................................... 801

    Putusan Perkara Nomor 31/PUU-V/2007tentang Legalitas Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku ........................................................................... 803

    Ketetapan Perkara Nomor 32/SKLN-V/2007tentang Penarikan Kembali Permohonan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara antara KPU Provinsi Maluku Utara terhadap KPU ...................................... 807

    IkhtisarPutusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2008 .............................. 809 Putusan Perkara Nomor 1/SKLN-VI/2008

    tentang Sengketa Kewenangan antara Panitia Pengawas Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Morowali terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Morowali ....................................................................... 811

    Putusan Perkara Nomor 2/PUU-VI/2008tentang Kedudukan Pekerja Dalam Perusahaan Pailit yangBerada di Bawah Kreditor Separatis ........................................ 815

    Putusan Perkara Nomor 3/PUU-VI/2008tentang Kewenangan BPK Untuk Memeriksa Pengelolaandan Tanggung Jawab Keuangan Negara terhadap Informasi Pajak Atas Harta Benda Wajib Pajak ................... 819

    Putusan Perkara Nomor 4/PUU-VI/2008tentang Pembagian Wilayah Hasil PembentukanKabupaten Serdang Bedagai ........................................................ 827

    Ketetapan Perkara Nomor 5/PUU-VI/2008tentang Penarikan Kembali Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ...................................................... 831

    Putusan Perkara Nomor 6/PUU-VI/2008tentang Ketentuan Mengenai Pemindahan Ibukota Banggai Kepulauan dari Banggai Kepulauan ke Salakan sejak Berdirinya Kabupaten Banggai Kepulauan ................ 833

    Ketetapan Perkara Nomor 7/SKLN-VI/2008tentang Penarikan Kembali Permohonan Sengketa

  • xxvi Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    Kewenangan antara Bank Indonesia terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi ................................................................ 837

    Putusan Perkara Nomor 8/PUU-VI/2008tentang Pembatasan Syarat Pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Selama Dua Kali Masa Jabatan dalam Jabatan yang Sama .............................................................. 839

    Ketetapan Perkara Nomor 9/PUU-VI/2008tentang Penarikan Kembali Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 ...... 843

    Putusan Perkara Nomor 10/PUU-VI/2008tentang Syarat Domisili bagi Calon Anggota DPD ............... 845

    Putusan Perkara Nomor 11/PUU-VI/2008Tentang Konstitusionalitas Otonomi Daerah di Tingkat Provinsi pada Provinsi DKI Jakarta ..................... 849

    Putusan Perkara Nomor 12/PUU-VI/2008tentang Ketentuan Peralihan dalam UU Pemilu .................. 855

    Putusan Perkara Nomor 13/PUU-VI/2008tentang Inkonstitusionalitas Prosentase Anggaran Pendidikan dalam UU APBN-P Tahun 2008 .......................... 859

    Putusan Perkara Nomor 15/PUU-VI/2008tentang Syarat Tidak Pernah Dipidana bagi Calon Anggota DPR .......................................................................... 863

    Putusan Perkara Nomor 16/PUU-VI/2008tentang Ketentuan Pihak-Pihak yang Bersangkutan dapatMengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agungtidak Bertentangan dengan UUD 1945 .................................... 867

    Putusan Perkara Nomor 17/PUU-VI/2008tentang Inkonstitusionalitas Syarat Pengunduran Diri dari Jabatan bagi Calon Incumbent Peserta Pemilu Kepala Daerah .................................................................................... 871

    Putusan Perkara Nomor 19/PUU-VI/2008tentang Inkonstitusionalitas Kewenangan Pengadilan Agama Memeriksa Perkara antara Orang-Orang Beragama Islam ..................................................... 877

    Tim Penyusun ................................................................................................... 881

  • 1Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    MAHKAMAH KONSTITUSIREPUBLIK INDONESIA

    IKHTISAR

    PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

    2003

  • 2 Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

  • 3Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    MAHKAMAH KONSTITUSIREPUBLIK INDONESIA

    IKHTISAR PUTUSANPERKARA NOMOR 001-021-022/PUU-I/2003

    TENTANGKETENTUAN UNBUNDING DAN PENGUASAAN NEGARA

    TERHADAP CABANG PRODUKSI LISTRIK

    Pemohon : Perkara Nomor 001/PUU-I/2003 : 1. APHI (Asosiasi Penasehat Hukum dan Hak Asasi Manusia

    Indonesia; 2. PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia); 3. Yayasan 324 (Pemohon I).

    Perkara Nomor 021/PUU-I/2003 : Ir. Ahmad Daryoko dan M. Yunan Lubis, S.H. [bertindak untuk dan

    atas nama PT. PLN (Pemohon II). Perkara Nomor 022/PUU-I/2003 : Ir. Januar Muin dan Ir. David Tombeng (Pemohon III).Jenis Perkara : Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenaga-

    listrikan (UU Ketenagalistrikan) terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

    Pokok Perkara : 1. Prosedur pembentukan UU Ketenagalistrikan tidak sesuai dengan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945;

    2. UU Ketenagalistrikan secara keseluruhan bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyangkut cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

    Amar Putusan : Menolak permohonan Pemohon I dalam pengujian formil; Mengabulkan permohonan Pemohon I, Pemohon II, dan

    Pemohon II dalam pengujian materil untuk seluruhnya.Tanggal Putusan : Rabu, 15 Desember 2004.

  • 4 Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    Ikhtisar Putusan :Para Pemohon mengajukan Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002

    tentang Ketenagalistrikan (UU Ketenagalistrikan). Sesuai dengan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan tersebut.

    Berkenaan dengan kedudukan hukum (legal standing), berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK, Pemohon I dalam perkara nomor 001/PUU-I/2003 adalah APHI, PBHI, dan Yayasan 324 yang dapat dikualifi kasikan sebagai badan hukum privat atau setidak-tidaknya perorangan warganegara Indonesia yang mendalilkan hal-hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya UU Ketenagalistrikan. Pemohon II dalam perkara nomor 021/PUU-I/2003 adalah Serikat Pekerja PT. PLN yang dapat dikualifi kasikan sebagai badan hukum privat atau setidak-tidaknya perorangan warganegara Indonesia yang mendalilkan hak-hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya UU Ketenagalistrikan. Pemohon III dalam perkara nomor 022/PUU-I/2003 Ir. Januar Muin dan Ir. David Tombeng yang dapat dikualifi kasikan sebagai perorangan warga negara Indonesia yang mendalilkan hak-hak konstitusionalnya juga dirugikan oleh berlakunya UU Ketenagalistrikan.

    Kerugian hak konstitusional para Pemohon tidak selalu bersifat aktual, tetapi bisa bersifat potensial. Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat bahwa Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon III mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan pengujian UU Ketenagalistrikan.

    Menyangkut pengujian formil, Pemohon I mendalilkan bahwa prosedur (tata cara) pembentukan UU Ketenagalistrikan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 yang diimplementasikan dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sehubungan dengan hal tersebut, alasan Pemohon I adalah prosedur pengesahan UU Ketenagalistrikan dalam Sidang Paripurna DPR tidak memenuhi kuorum karena tidak dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah Anggota DPR. Selain itu, masih ada perbedaan pendapat di antara para anggota dan fraksi-fraksi DPR.

    Akan tetapi, dalil Pemohon di atas dibantah oleh DPR dalam keterangan tertulisnya, yang dilampiri pula dengan Risalah Sidang Paripurna DPR tanggal 4 September 2002. Atas dasar itu, ternyata Pemohon tidak dapat membuktikan dalilnya. Oleh karena itu, permohonan Pemohon I tidak beralasan sehingga Mahkamah menolak permohonan Pemohon I dalam pengujian formil UU Ketenagalistrikan.

    Menyangkut pengujian materil, Pemohon I mendalilkan bahwa UU Ketenagalistrikan bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 karena telah mendorong privatisasi pengusahaan tenaga listrik sehingga merugikan hak konstitusional Pemohon I. Atas dasar itu, Pemohon I dalam petitumnya meminta agar UU Ketenagalistrikan dinyatakan

  • 5Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.Selanjutnya, Pemohon II mendalilkan bahwa Pasal 8 ayat (2), Pasal 16, Pasal

    17 ayat (3), dan Pasal 30 ayat (1) UU Ketenagalistrikan bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 karena telah mereduksi makna dikuasai oleh negara untuk cabang-cabang produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dalam konteks ini, kebijakan pemisahan usaha penyediaan tenaga listrik dengan sistim unbunding, yakni usaha pembangkitan, transmisi, distribusi, penjualan, agen penjualan, pengelola pasar, dan pengelola sistim tenaga listrik oleh badan usaha yang berbeda, serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hanya untuk usaha transmisi dan distribusi, merupakan upaya privatisasi pengusahaan tenaga listrik yang menjadikan tenaga listrik sebagai komoditas pasar. Hal ini tidak memberikan proteksi kepada mayoritas rakyat yang belum mampu menikmati listrik.

    Adapun Pemohon III mendalilkan bahwa beberapa aspek UU Ketenagalistrikan tidak sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, yakni :

    aspek kompetisi bebas yang tercantum dalam Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (3) UU Ketenagalistrikan meningkatkan krisis ketenagalistrikan di Indonesia sehingga semakin memberatkan konsumen listrik; aspek unbunding yang tercantum dalam Pasal 16 UU Ketenagalistrikan yang menentukan bahwa berbagai usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan secara terpisah oleh badan usaha yang berbeda, serta Pasal 29 ayat (1) ayat (2) yang menentukan bahwa pemegang ijin usaha Penyediaan Tenaga Listrik dilarang melakukan penggabungan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar dan persaingan usaha yang tidak sehat, kecuali yang mendorong efi siensi tetapi tidak menganggu kompetisi. Kebijakan unbunding tersebut mengakibatkan PLN harus unbundied menjadi beberapa jenis usaha, padahal PLN selama ini memiliki ijin yang terintegrasi secara vertikal;aspek penetapan harga jual yang diserahkan kepada kompetisi yang wajar dan sehat [vide Pasal 38 ayat (1) UU Ketenagalistrikan] tidak sejalan dengan makna Pasal 33 UUD 1945 yang berorientasi kepada kesejahteraan rakyat.Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menafsirkan makna dikuasai

    oleh negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 UUD 1945. Dalam konteks ini, pengertian dikuasai oleh negara itu mengandung pengertian yang lebih tinggi atau lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata. Konsepsi penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik di bidang politik (demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam pengertian kekuasaan tertinggi tersebut, tercakup pula pengertian kepemilikan publik oleh rakyat secara kolektif.

  • 6 Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    Dengan demikian, perkataan dikuasai oleh negara haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan berasal dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perijinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (concessie). Fungsi pengaturan oleh negara (regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama dengan Pemerintah, dan regulasi oleh Pemerintah (eksekutif). Fungsi pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham (share-holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan melalui mana negara c.q. Pemerintah mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara (toezichthoudensdaad) dilakukan oleh negara c.q. Pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat.

    Terkait dengan pengertian di muka, penguasaan dalam arti kepemilikan perdata (privat) yang bersumber dari konsepsi kepemilikan publik berkenaan dengan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak yang menurut ketentuan Pasal 33 ayat (2) dikuasai oleh negara, tergantung pada dinamika perkembangan kondisi masing-masing cabang produksi. Yang harus dikuasai oleh negara adalah cabang-cabang produksi yang dinilai penting bagi negara dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak, yaitu: (i) cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, (ii) penting bagi negara tetapi tidak menguasai hajat hidup orang banyak, atau (iii) tidak penting bagi negara tetapi menguasai hajat hidup orang banyak. Ketiganya harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, terpulang kepada Pemerintah bersama lembaga perwakilan rakyat untuk menilainya apa dan kapan suatu cabang produksi itu dinilai penting bagi negara dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak. Cabang produksi yang pada suatu waktu penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, pada waktu yang lain dapat berubah menjadi tidak penting lagi bagi negara dan tidak lagi menguasai hajat hidup orang banyak. Akan tetapi Mahkamah berwenang pula untuk melakukan penilaian dengan mengujinya terhadap UUD 1945 jika ternyata

  • 7Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    terdapat pihak yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena penilaian pembuat undang-undang tersebut.

    Berdasarkan uraian di atas, jikalau cabang produksi listrik sungguh-sungguh dinilai oleh Pemerintah bersama DPR telah tidak lagi penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak, maka dapat saja cabang itu diserahkan pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasannya kepada pasar. Namun, jikalau cabang produksi dimaksud masih penting bagi negara dan/atau masih menguasai hajat hidup orang banyak, maka negara c.q. Pemerintah tetap diharuskan menguasai cabang produksi yang bersangkutan dengan cara mengatur, mengurus, mengelola, dan mengawasinya agar sungguh-sungguh dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di dalam pengertian penguasaan itu tercakup pula pengertian kepemilikan perdata sebagai instrumen untuk mempertahankan tingkat penguasaan oleh negara c.q. Pemerintah dalam pengelolaan cabang produksi listrik dimaksud. Dengan demikian, konsepsi kepemilikan privat oleh negara atas saham dalam badan-badan usaha yang menyangkut cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak tidak dapat didikotomikan ataupun dialternatifkan dengan konsepsi pengaturan oleh negara. Keduanya tercakup dalam pengertian penguasaan oleh negara. Oleh sebab itu, negara tidak berwenang mengatur atau menentukan aturan yang melarang dirinya sendiri untuk memiliki saham dalam suatu badan usaha yang menyangkut cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak sebagai instrumen atau cara negara mempertahankan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan dimaksud untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

    Untuk menjamin prinsip efi siensi berkeadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945, yang menyatakan, perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efi siensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, maka penguasaan dalam arti pemilikan privat itu juga harus dipahami bersifat relatif dalam arti tidak mutlak selalu harus 100%, asalkan penguasaan oleh negara c.q. Pemerintah atas pengelolaan sumber-sumber kekayaan dimaksud tetap terpelihara sebagaimana mestinya. Meskipun Pemerintah hanya memiliki saham mayoritas relatif, asalkan tetap menentukan dalam proses pengambilan keputusan atas penentuan kebijakan dalam badan usaha yang bersangkutan, maka divestasi ataupun privatisasi atas kepemilikan saham Pemerintah dalam badan usaha milik negara yang bersangkutan tidak dapat dianggap bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Dengan demikian, Mahkamah berpendapat, ketentuan Pasal 33 UUD 1945 tidaklah menolak privatisasi, sepanjang privatisasi itu tidak meniadakan penguasaan negara c.q. Pemerintah untuk menjadi penentu utama kebijakan usaha dalam cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak. Pasal 33 UUD 1945 juga tidak menolak ide kompetisi di antara para pelaku usaha, sepanjang kompetisi itu tidak meniadakan penguasaan oleh negara

  • 8 Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    yang mencakup kekuasaan untuk mengatur (regelendaad), mengurus (bestuursdaad), mengelola (beheersdaad), dan mengawasi (toezichthoudensdaad) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau yang mengusai hajat hidup orang banyak untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

    Dalam persidangan Mahkamah Konstitusi, terungkap fakta bahwa tenaga listrik merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga sesuai dengan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, maka cabang produksi tenaga listrik tersebut haruslah dikuasai oleh negara. Hal ini berarti tenaga listrik harus dikelola oleh negara melalui perusahaan negara yang didanai oleh pemerintah (negara) atau dengan melibatkan modal swasta nasional/asing dengan sistim kemitraan. Dengan demikian, hanya BUMN yang boleh mengelola usaha tenaga listrik, sedangkan perusahaan swasta nasional atau asing hanya ikut serta apabila diajak oleh BUMN. Sejalan dengan itu, pengelolaan tenaga listrik dapat dilakukan oleh PLN selama PLN masih mampu dan bisa lebih efi sien, namun jika tidak maka PLN dapat berbagi tugas dengan BUMN lain atau BUMD dengan PLN sebagai holding company.

    Berdasarkan pertimbangan di muka, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian dengan menyatakan Pasal 16, Pasal 17 ayat (3), serta Pasal 68 UU Ketenagalistrikan bertentangan dengan UUD 1945, sehingga pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Namun demikian, pasal-pasal tersebut merupakan jantung UU Ketenagalistrikan, padahal seluruh paradigma yang mendasari UU Ketenagalistrikan adalah kompetisi atau persaingan dalam pengelolaan listrik dengan sistim unbunding sebagaimana tercermin dalam konsideran menimbang huruf b dan huruf c UU Ketenagalistrikan. Itulah sebabnya, Mahkamah mengabulkan permohonan Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon III dalam pengujian materil untuk seluruhnya.

    Guna menghindari kekosongan hukum (rechtsvacuum), maka undang-undang yang lama di bidang ketenagalistrikan, yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1986 tentang Ketenagalistrikan berlaku kembali. Namun pembentuk undang-undang disarankan untuk menyiapkan RUU Ketenagalistrikan yang baru sesuai Pasal 33 UUD 1945.

    Oleh karena Mahkamah mengabulkan seluruh permohonan para Pemohon, maka Mahkamah pun menyatakan UU Ketenagalistrikan bertentangan dengan UUD 1945 sehingga UU Ketenagalistrikan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Selanjutnya, Mahkamah memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara.

  • 9Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    MAHKAMAH KONSTITUSIREPUBLIK INDONESIA

    IKHTISAR PUTUSANPERKARA NOMOR 002/PUU-I/2003

    TENTANGPRIVATISASI MINYAK DAN GAS BUMI

    Pemohon : 1. APHI / Asosiasi Penasehat Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (Pemohon I); 2. PBHI / Perhimpunan Bantuan Hukum dan hak Asasi Manusia Indonesia (Pemohon II); 3. Yayasan 324 (Pemohon III); 4. SNB / Solidaritas Nusa Bangsa (Pemohon IV); 5. SP KEP FSPSI Pertamina (Pemohon V); 6. Dr. Ir. Pandji R. Hadinoto, PE, M.H. (Pemohon VI).

    Jenis Perkara : Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi (UU Migas) terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

    Pokok Perkara : Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi dan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945.

    Amar Putusan : Menyatakan permohonan Pemohon VI tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard);

    Menolak permohonan para Pemohon dalam pengujian formil; Mengabulkan permohonan para Pemohon dalam pengujian

    materiil untuk sebagian.Tanggal Putusan : Selasa, 21 Desember 2004.Ikhtisar Putusan :

    Para Pemohon adalah LSM dan/atau kelompok masyarakat yang tumbuh dan berkembang secara swadaya, atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, yang bergerak, berminat dan didirikan atas dasar kepedulian untuk dapat memberikan perlindungan dan penegakan Keadilan, Hukum dan Hak Asasi Manusia, termasuk hak-hak pekerja di Indonesia.

  • 10 Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    Pemohon mengajukan pengujian formiil dan materiil terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi (UU Migas).

    Dalam pengujian formiil, Pemohon mendalilkan bahwa Prosedur Persetujuan RUU Minyak Dan Gas Bumi menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 bertentangan dengan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 jo. Pasal 33 ayat (2) huruf a dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD jo. Keputusan DPR R.I. Nomor 03A/DPR RI/1/2001-2002 tentang Peraturan Tata Tertib DPR R.I.

    Dalam pengujian materiil, Pemohon mendalilkan bahwa UU Migas bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 karena keberadaan UU Migas ternyata tidak menjalankan prinsip-prinsip perekonomian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 UUD 1945, sehingga akan berdampak pada kesulitan Pemerintah untuk menjamin kesejahteraan dan/atau kemakmuran seluruh rakyat Indonesia yang berujung pada ketidakpastian untuk mewujudkan hak konstitusional rakyat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.

    Dalam petitumnya, Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk memeriksa dan memutus Permohonan Pengujian dengan menyatakan menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian ini; menyatakan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945; menyatakan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi tidak mempunyai kekuatan mengikat; memerintahkan pencabutan pengundangan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi dalam Lembaran Negara R.I. dan Tambahan Lembaran Negara R.I. atau setidak-tidaknya memerintahkan pemuatan petitum ini dalam Lembaran Negara R.I. dan Tambahan Lembaran Negara R.I.

    Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pemohon I sampai dengan V, terlepas dari tidak dapat dibuktikannya apakah para Pemohon dimaksud berstatus sebagai badan hukum atau tidak, namun berdasarkan anggaran dasar masing-masing perkumpulan yang mengajukan permohonan ini (Pemohon I sampai dengan V) telah ternyata bahwa tujuan perkumpulan tersebut adalah untuk memperjuangkan kepentingan umum (public interests advocacy) yang di dalamnya tercakup substansi dalam permohonan a quo, Pemohon I sampai dengan V memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai Pemohon dalam permohonan a quo.

    Selanjutnya Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pemohon VI, DR. Ir. Pandji R. Hadinoto, PE., M.H. adalah Wakil Rektor II Universitas Kejuangan 45, tidak menerangkan dengan jelas kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya berkenaan dengan kualifi kasinya sebagai Pembantu Rektor II Universitas Kejuangan 45 akibat diberlakukannya Undang-Undang a quo, sehingga tidak tampak adanya hubungan kepentingan antara substansi permohonan dan kualifi kasi Pemohon yang bertindak atas

  • 11Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    nama Universitas Kejuangan 45, dan oleh karenanya Mahkamah berpendapat, terlepas dari adanya 2 (dua) Hakim Konstitusi yang berpendapat lain, Pemohon VI tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai Pemohon di hadapan Mahkamah dalam permohonan a quo.

    Guna membuktikan kebenaran dalil Pemohon tersebut Mahkamah Konstitusi telah memeriksa Risalah Rapat Paripurna Ke-17 DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2001-2002, bertanggal 23 Oktober 2001, yakni rapat paripurna yang mengesahkan RUU Minyak dan Gas Bumi menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam risalah dimaksud, dalil Pemohon yang menyebutkan ada 12 (dua belas) Anggota DPR yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap RUU Minyak dan Gas Bumi dengan mengajukan minderheidsnota terbukti benar (vide Risalah hal. 70-74). Namun, dalam risalah yang sama, Mahkamah juga menemukan fakta bahwa pada bagian akhir rapat paripurna dimaksud, tatkala seluruh fraksi telah menyampaikan Pendapat Akhir-nya dan pimpinan rapat (A.M. Fatwa) menanyakan apakah RUU a quo dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang, risalah mencatat bahwa seluruh Anggota DPR setuju tanpa ada lagi pernyataan keberatan atau tidak setuju, sehingga pimpinan rapat kemudian mempersilahkan wakil Pemerintah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, untuk menyampaikan sambutannya (vide Risalah hal. 158).

    Berdasarkan Risalah Sidang Paripurna tanggal 23 Oktober 2001 yang mengesahkan Rancangan Undang-undang Minyak dan Gas Bumi menjadi undang-undang, keterangan tertulis DPR maupun keterangan lisan yang disampaikan dalam persidangan, ternyata para Pemohon tidak dapat meyakinkan Mahkamah Konstitusi dalam membuktikan kebenaran dalil permohonannya, sehingga dengan demikian permohonan pengujian formil Pemohon terhadap Undang-Undang a quo harus ditolak.

    Sebelum memeriksa dalil para Pemohon dalam pengujian secara materiil, Mahkamah Konstitusi menjelaskan beberapa pengertian penting yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

    Pengertian dikuasai oleh negara haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan (bestuursdaad)

  • 12 Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    oleh negara dilakukan oleh Pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perijinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (consessie). Fungsi pengaturan oleh negara (regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama Pemerintah, dan regulasi oleh Pemerintah. Fungsi pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham (share-holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan, yang melaluinya Negara, c.q. Pemerintah, mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara (toezichthoudensdaad) dilakukan oleh Negara, c.q. Pemerintah, dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas sumber-sumber kekayaan dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besar kemakmuran seluruh rakyat.

    Dalam kerangka pengertian yang demikian, penguasaan dalam arti kepemilikan perdata (privat) yang bersumber dari konsepsi kepemilikan publik berkenaan dengan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak yang menurut ketentuan Pasal 33 ayat (2) dikuasai oleh negara, tergantung pada dinamika perkembangan kondisi kekayaan masing-masing cabang produksi. Yang harus dikuasai oleh negara adalah jika: (i) cabang-cabang produksi itu penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak; atau (ii) penting bagi negara tetapi tidak menguasai hajat hidup orang banyak; atau (iii) tidak penting bagi negara tetapi menguasai hajat hidup orang banyak. Ketiganya harus dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, terpulang kepada Pemerintah bersama lembaga perwakilan rakyat untuk menilai apa dan kapan suatu cabang produksi itu dinilai penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak. Cabang produksi yang pada suatu waktu penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, pada waktu yang lain dapat berubah menjadi tidak penting bagi negara dan/atau tidak lagi menguasai hajat hidup orang banyak;

    Atas dasar kerangka pemikiran demikian, jikalau cabang produksi minyak dan gas bumi, yang adalah juga kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi Indonesia sebagaimana dimaksud oleh Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, oleh Pemerintah dan DPR dinilai telah tidak lagi penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak, maka dapat saja cabang-cabang produksi minyak dan gas bumi itu diserahkan pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasannya kepada pasar. Namun, jikalau cabang-cabang produksi dimaksud oleh Pemerintah dan DPR dinilai masih penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak, maka Negara, c.q. Pemerintah, tetap diharuskan menguasai cabang produksi yang bersangkutan dengan cara mengatur, mengurus, mengelola, dan mengawasinya agar sungguh-sungguh dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di dalam pengertian penguasaan itu tercakup pula pengertian kepemilikan perdata sebagai instrumen untuk mempertahankan tingkat

  • 13Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    penguasaan oleh Negara, c.q. Pemerintah, dalam pengelolaan cabang-cabang produksi minyak dan gas bumi dimaksud.

    Dengan demikian, konsepsi kepemilikan privat oleh negara atas saham dalam badan-badan usaha yang menyangkut cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak tidak dapat didikotomikan atau dialternatifkan dengan konsepsi pengaturan oleh negara. Keduanya bersifat kumulatif dan tercakup dalam pengertian penguasaan oleh negara. Oleh sebab itu, negara tidak berwenang mengatur atau menentukan aturan yang melarang dirinya sendiri untuk memiliki saham dalam suatu badan usaha yang menyangkut cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak sebagai instrumen atau cara negara mempertahankan penguasaan atas sumber-sumber kekayaan dimaksud untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

    Di samping itu, untuk menjamin prinsip efi siensi yang berkeadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan, perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efi siensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan dan kesatuan ekonomi nasional, maka penguasaan dalam arti kepemilikan privat itu juga harus dipahami bersifat relatif, dalam arti tidak mutlak harus 100 persen, asalkan penguasaan oleh Negara, c.q. Pemerintah, atas pengelolaan sumber-sumber kekayaan dimaksud tetap terpelihara sebagaimana mestinya. Meskipun Pemerintah hanya memiliki saham mayoritas relatif, asalkan tetap menentukan dalam proses pengambilan atas penentuan kebijakan badan usaha yang bersangkutan, maka divestasi ataupun privatisasi atas kepemilikan saham Pemerintah dalam badan usaha milik negara yang bersangkutan tidak dapat dianggap bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.

    Mahkamah berpendapat, ketentuan Pasal 33 UUD 1945 tidaklah menolak privatisasi, asalkan privatisasi itu tidak meniadakan penguasaan Negara, c.q. Pemerintah, untuk menjadi penentu utama kebijakan usaha dalam cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai orang banyak. Pasal 33 UUD 1945 juga tidak menolak ide kompetisi di antara para pelaku usaha, asalkan kompetisi itu tidak meniadakan penguasaan oleh negara yang mencakup kekuasaan untuk mengatur (regelendaad), mengurus (bestuursdaad), mengelola (beheersdaad), dan mengawasi (toezichthoudensdaad) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

    Hak menguasai negara dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 bukan berarti memiliki, tetapi negara sebagai organisasi diberi kewenangan yang darinya dimungkinkan timbulnya hak-hak, seperti hak pengelolaan, hak pengusahaan. Hak menguasai negara dalam hubungan dengan minyak dan gas bumi mencakup hak untuk mengatur dan menentukan status hukum pengelolaan dan pengusahaan atas minyak dan gas bumi. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, penguasaan negara diatur berkaitan

  • 14 Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    dengan penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang terdiri atas kegiatan usaha hulu dan usaha hilir. Sebagian kewenangan negara dalam pengelolaan dan pengusahaan minyak dan gas bumi dapat diserahkan kepada badan usaha dan bentuk usaha tetap, sedangkan pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha minyak dan gas bumi tetap ada pada Pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan atas minyak dan gas bumi.

    Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa dalil-dalil yang diajukan oleh para Pemohon tidak cukup beralasan, sehingga tidak terbukti pula Undang-Undang a quo secara keseluruhan bertentangan dengan UUD 1945. Karena substansi penguasaan oleh negara tampak cukup jelas dalam alur pikiran Undang-Undang a quo baik pada sektor hulu maupun hilir, kendatipun menurut Mahkamah masih ada hal-hal yang harus dipastikan jaminan penguasaan oleh negara tersebut. Hal tersebut berbeda dengan Undang-undang Ketenagalistrikan yang telah diuji oleh Mahkamah dengan Putusan Perkara Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 yang dibacakan pada tanggal 15 Desember 2004, yang alur pikir tentang prinsip penguasaan negara dimaksud tidak tampak dengan jelas penjabarannya dalam pasal-pasal Undang-Undang Ketenagalistrikan tersebut yang seharusnya menjadi acuan pertama dan utama sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Perbedaan alur pikir dimaksud tercermin dalam konsiderans Menimbang kedua undang-undang yang bersangkutan, yang kemudian dijabarkan dalam pasal-pasal kedua Undang-Undang a quo.

    Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa permohonan Pemohon VI tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard); menolak permohonan para Pemohon dalam pengujian formil; mengabulkan permohonan para Pemohon dalam pengujian materiil untuk sebagian, yakni Pasal 12 ayat (3) sepanjang mengenai kata-kata diberi wewenang, Pasal 22 ayat (1) sepanjang mengenai kata-kata paling banyak, dan Pasal 28 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; serta menolak permohonan para Pemohon selebihnya. Selanjutnya, Mahkamah memerintahkan agar Putusan Nomor 002/PUU-I/2003 ini dimuat dalam Berita Negara paling lambat 30 hari kerja sejak putusan ini diucapkan, yakni pada tanggal 21 Januari 2005.

  • 15Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    MAHKAMAH KONSTITUSIREPUBLIK INDONESIA

    IKHTISAR PUTUSANPERKARA NOMOR 003/PUU-I/2003

    TENTANGSURAT UTANG NEGARA

    Pemohon : 1. APHI / Asosiasi Penasehat Hukum Dan Hak Asasi Manusia Indonesia (Pemohon I); 2. PBHI / Perhimpunan Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Indonesia (Pemohon II); 3. Yayasan 324 (Pemohon III); 4. SNB / Solidaritas Nusa Bangsa (Pemohon IV); 5. LBH APIK (Pemohon V); 6. ICEL (Pemohon VI); 7. Solidaritas Buruh Maritim & Nelayan Indonesia / SBMNI (Pemohon VII); 8. Federasi Serikat Pekerja Mandiri /FSPM (Pemohon VIII); 9. Serikat Pekerja Tekstil Sandang & Kulit / SPTSK (Pemohon IX); 10. SBN (Pemohon X); 11. UPC (Pemohon XI).

    Jenis Perkara : Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

    Pokok Perkara : Pengujian Pasal 20 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara bertentangan dengan Penjelasan Pasal 33 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945.

    Amar Putusan : Menolak permohonan para Pemohon seluruhnya.Tanggal Putusan : Jumat, 29 Oktober 2004.Ikhtisar Putusan :

    Keberadaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, sebagaimana akan diuraikan dalam butir V telah dan akan merugikan kepentingan bangsa, Negara dan rakyat Indonesia (merugikan kepentingan publik). Oleh karenanya pengajuan permohonan pengujian ini adalah untuk memperjuangkan secara kolektif hak konstitusional dalam rangka membangun masyarakat, bangsa, dan Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28C ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 a quo, yang telah dan akan terhambat jika Undang-Undang Nomor 24 Tahun

  • 16 Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    2002 tentang Surat Utang Negara, yang merugikan kepentingan bangsa, Negara dan rakyat Indonesia (merugikan kepentingan publik), tetap diberlakukan.

    Pengajuan permohonan pengujian ini adalah untuk melaksanakan hak konstitusional berupa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan berdasar atas efi siensi berkeadilan, berkelanjutan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28 D ayat (1) jo. Pasal 33 ayat (1) dan (4) jo. Pembukaan alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945 a quo. Hak tersebut tidak akan terwujud jika Pasal 20 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara yang melanggar prinsip efi siensi berkeadilan, berkelanjutan dan dapat menyebabkan kebangkerutan negara Indonesia tetap diberlakukan.

    Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang dapat mengajukan permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 adalah pihak yang menganggap hak dan / atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:

    perorangan, warga Negara Indonesia;1. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan 2. perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;badan hukum publik atau privat;3. lembaga negara.4. Para Pemohon adalah warga masyarakat pembayar pajak (tax payers), sehingga

    dipandang memiliki kepentingan sesuai Pasal 51 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003. Hal dimaksud sesuai dengan adagium no taxation without participation dan sebaliknya no participation without tax, sehingga hak dan kepentingan mereka terpaut pula dengan pinjaman (loan) yang dibuat Negara cq. Pemerintah dengan pihak lain yang akan membebani warga negara sebagai pembayar pajak. Upaya pembayaran dan pelunasan utang negara antara lain berasal dari pemasukan pajak. Dalam kaitan dimaksud, Mahkamah berpendapat bahwa Pemohon a quo yang menganggap hak konstitusional mereka dirugikan dengan berlakunya Pasal 20 UU Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, dapat dibenarkan sehingga Pemohon a quo memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk berperkara di hadapan Mahkamah;

    Berdasarkan ketentuan Pasal 24 C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 jo Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, salah satu kewenangan Mahkamah adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Kemudian berdasarkan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 beserta Penjelasannya, undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 19 Oktober 1999, sedangkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 diundangkan pada tanggal 22 Oktober 2002

  • 17Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    dengan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 110. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Mahkamah berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan permohonan a quo.

    Pengujian undang-undang yang dimohonkan Pemohon a quo adalah Pasal 20 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara yang dipandang bertentangan dengan Pasal 23, Pasal 33 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Dasar 1945 karena legalisasi utang-utang negara menurut Pasal 20 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 dimaksud diadakan bukan untuk kemakmuran rakyat dan tidak berdasarkan demokrasi ekonomi, sebagaimana dimaksud pasal-pasal Undang-Undang Dasar di atas.

    UU Nomor 24 Tahun 2002 adalah Undang-Undang tentang Surat Utang Negara, yang mengatur;

    Tujuan Penerbitan Surat Utang Negara,1. Kewenangan dan Kewajiban penerbitan Surat Utang Negara2. Pengelolaan Surat Utang Negara,3. Akuntabilitas dan transparansi dalam penatausahaan, pertanggungjawaban atas 4. pengelolaan Surat Utang Negara,Ketentuan Pidana terhadap pihak yang meniru atau memalsukan Surat Utang Negara 5. serta penerbitan Surat Utang Negara yang tidak sesuai dengan undang-undang.Selain hal-hal tersebut, dalam Undang-Undang a quo juga diatur ketentuan peralihan

    yaitu Pasal 20 yang menyatakan bahwa Surat Utang Negara atau Obligasi Negara yang telah diterbitkan oleh Pemerintah dalam rangka:

    program rekapitalisasi bank umum,1. pinjaman luar negeri dalam bentuk surat utang atau obligasi,2. pinjaman dalam negeri dalam bentuk surat utang,3. pembiayaan kredit program;4. Dengan adanya UU Nomor 24 Tahun 2002 maka negara, dalam hal ini Pemerintah

    tidak dapat secara sepihak dan dengan mudah menerbitkan Surat Utang Negara, karena harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan DPR, yang dalam persetujuan tersebut jumlah atau nilai Surat Utang Negara yang akan diterbitkan pun harus ditentukan. Persetujuan diberikan secara transparan karena dilakukan pada saat pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan demikian jelas bahwa lahirnya UU Nomor 24 Tahun 2002 dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23B, Pasal 23C, dan Pasal 23D UUD 1945;.UU Nomor 24 Tahun 2002 secara konstitusional lebih menjamin kepastian hukum dalam melaksanakan ketentuan UUD 1945 dibandingkan dengan praktik sebelumnya di mana Surat Utang Negara diatur dalam ketentuan yang tersebar dan tidak dalam bentuk undang-undang, yaitu: (1) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1978 tentang Pinjaman Luar Negeri dalam bentuk Surat Utang Negara atau obligasi yang memberi wewenang

  • 18 Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    kepada Menteri Keuangan mengeluarkan surat utang atau obligasi secara sepihak tanpa persetujuan DPR, dan (2) Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1998 tentang Pinjaman Dalam Negeri dalam bentuk surat utang, yang penerbitannya cukup dilakukan oleh Pemerintah tanpa persetujuan DPR, meskipun kewajiban yang timbul sebagai akibat diterbitkan surat utang dibebankan pada APBN.

    Penerbitan Surat Utang Negara ternyata berkaitan dengan pengelolaan anggaran. Hal dimaksud tercantum dalam Pasal 4 UU Nomor 24 Tahun 2002, karena tujuannya adalah untuk: (a) membiayai defi sit APBN, (b) menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antar arus kas penerimaan dan pengeluaran dari rekening kas negara dalam satu tahun anggaran, (c) mengelola portofolio utang negara. Persoalan-persoalan anggaran yang mungkin timbul dalam pengelolaan APBN akan dapat dibantu pemecahannya dengan dimungkinkannya negara menerbitkan Surat Utang Negara yang berarti negara akan dapat menjalankan kewajiban konstitusionalnya yang tercermin dalam kemampuan untuk menyediakan anggaran sebagaimana disusun dalam APBN.

    Dengan adanya keterkaitan antara pengelolaan anggaran dengan Surat Utang Negara, maka sudah seharusnya Surat Utang Negara diatur dalam undang-undang karena menyangkut hak DPR, dan kepastian hukum bagi pemegang Surat Utang Negara, karena Surat Utang Negara atau obligasi tersebut dapat diperdagangkan sebagai surat berharga. Penerbitan Surat Utang Negara merupakan salah satu instrumen bagi pengelolaan keuangan negara secara modern dengan tujuan yang dibatasi oleh Pasal 4 Undang-Undang a quo. Dengan demikian di samping sebagai sarana yang diperlukan bagi pengelolaan keuangan Negara, UU Nomor 24 Tahun 2002 telah memenuhi ketentuan konstitusional dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.

    UU Nomor 24 Tahun 2002 memuat Peraturan Peralihan pada Pasal 20 yang substansinya menyatakan sah tetap berlaku sampai dengan jatuh tempo surat utang atau obligasi Negara yang telah diterbitkan oleh Pemerintah dalam rangka;

    program rekapitalisasi bank umum,1. pinjaman luar negeri dalam bentuk surat utang atau obligasi,2. pinjaman dalam negeri dalam bentuk surat utang,3. pembiayaan kredit program.4. Penjelasan pasal a quo menyatakan bahwa surat utang atau obligasi Negara yang

    dinyatakan sah atau tetap berlaku adalah surat utang atau obligasi Negara yang telah diterbitkan berdasarkan:

    Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1998 tentang Rekapitalisasi Bank Umum,1. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1978 tentang Pinjaman Luar Negeri dalam 2. Bentuk Surat Utang atau Obligasi,Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan terhadap Kewajiban 3. Bank Umum, Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1998 tentang Pinjaman Dalam Negeri Dalam Bentuk Surat Utang, Keputusan Presiden Nomor 120 Tahun 1998 tentang Penerbitan Jaminan Bank Indonesia, serta Penerbitan Jaminan Bank

  • 19Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    oleh Bank Pesero dan Bank Pembangunan Daerah untuk Pinjaman Luar Negeri, Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat,Keputusan Presiden Nomor 176 Tahun 1999 tentang Penerbitan Surat Utang 4. Pemerintah dalam Rangka Pembiayaan Kredit Program.Surat Utang Negara yang diterbitkan dalam rangka Bantuan Likuiditas Bank

    Indonesia dapat ditukar dengan surat utang lainnya dengan ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) yang disepakati Pemerintah dan Bank Indonesia setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

    Surat Utang Negara atau obligasi yang diterbitkan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 20 Undang-Undang a quo dapat dibedakan dalam:1. Surat Utang Negara atau obligasi yang penerbitannya berkaitan langsung dengan

    usaha untuk mempercepat pemulihan ekonomi sebagai dampak krisis moneter 1997,

    2. Surat Utang Negara atau obligasi yang penerbitannya tidak berhubungan dengan usaha untuk mempercepat pemulihan ekonomi sebagai dampak krisis moneter 1997.Surat Utang Negara yang diterbitkan dalam usaha untuk mempercepat pemulihan

    ekonomi akibat dampak krisis moneter 1997 dalam kenyataannya digunakan untuk mengatasi krisis perbankan yang sangat parah menerima dampak krisis moneter. Lemahnya pengelolaan perbankan sebelum krisis menyebabkan banyak bank yang tidak cukup liquid pada masa krisis sehingga tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat terjadi penarikan dana secara besar-besaran oleh masyarakat. Kepercayaan masyarakat menjadi sangat turun terhadap dunia perbankan bahkan dapat dikatakan hampir hilang sama sekali. Hal tersebut akan mempunyai akibat yang sangat parah pada dunia perekonomian pada umumnya.

    Untuk mengatasinya telah ditempuh kebijakan darurat berupa rekapitalisasi bank umum dan kebijakan lainnya dalam sektor perbankan. Kebijakan tersebut memang ternyata menjadi beban negara, terlebih pula dengan terjadinya banyak penyimpangan dan pelanggaran dalam pelaksanaan rekapitalisasi yang kian membebani negara. Namun demikian, penyimpangan dan pelanggaran tersebut bukan termasuk lingkup pelanggaran konstitusi, sehingga dengan demikian Mahkamah berpendapat tidak ada pertentangan (tegenstelling) antara pasal dimaksud dengan pasal-pasal konstitusi.

    Penting bagi negara untuk membayar kembali kewajiban yang ditimbulkan oleh kebijakannya, karena hal tersebut menyangkut kredibilitas Pemerintah yang akan mempunyai pengaruh pada jangka panjang apabila Pemerintah memandang perlu untuk menerbitkan Surat Utang Negara, di samping negara juga harus memenuhi kewajiban perdatanya guna menjamin kepastian hukum atas kebijakan yang dilakukan pada masa lalu, meskipun hal tersebut sangat membebani.

  • 20 Ikhtisar Putusan MK 2003-2008

    Terhadap penerbitan Surat Utang Negara yang tidak berhubungan langsung dengan kebijakan untuk pemulihan ekonomi akibat krisis moneter, adalah hal yang wajar dan bahkan wajib dilakukan. Negara telah menikmati hasil dari diterbitkannya Surat Utang Negara untuk membiayai keperluannya, dan jika jatuh tempo wajar untuk membayar kembali kewajibannya. Sebagai subjek hukum yang beritikad baik (ter goeder trouw) maka negara harus melaksanakan kewajibannya dengan baik sesuai dengan norma hukum yang berlaku, sehingga dengan demikian cita negara hukum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar dapat diperlihatkan secara nyata dalam pergaulan antar bangsa.

    Dengan perkataan lain, walaupun UU Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara tidak mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perjanjian pinjaman (loan agreement) bilateral maupun multilateral yang dibuat oleh Pemerintah dengan pihak lain namun penerbitan surat utang atau obligasi negara oleh Negara c.q. Pemerintah merupakan tindak lanjut dan konsekuensi logis dari