skenario 5 blok 5 fk uj 2015

27
1. Bagaimana keadaan anak tsb? Mengapa harus dilakukan RJP? Yang terjadi pada anak itu adalah syok. Syok adalah suatu keadaan di mana sistem kardiovaskuler tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai. Penyebab Syok antara lain: Perdarahan Dehidrasi Serangan jantung Gagal jantung Trauma atau cedera berat Infeksi Reaksi alergi Cedera tulang belakang Sindroma syok toksik 2. Bagaimana keadaan kegawatdaruratan itu? Penatalaksanaan? Keadaan kegawatdaruratan adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa seseorang. Penatalaksanaannya adalah menggunakan metode TRIAGE 1. TRIASE Definisi Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi. Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba ditempat kejadian dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. a. Metode triase Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Medical Emergency Triage Tag) atau START (Simple Triage And Rapid Treatment) Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritisasikan tindakan atas korban adalah yang dijumpai pada sistim METTAG. Prioritas tindakan dijelaskan sebagai : Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi.

description

skenario 5 ini tentang shock

Transcript of skenario 5 blok 5 fk uj 2015

Page 1: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

1. Bagaimana keadaan anak tsb? Mengapa harus dilakukan RJP?Yang terjadi pada anak itu adalah syok. Syok adalah suatu keadaan di mana sistem kardiovaskuler tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai.Penyebab Syok antara lain: Perdarahan Dehidrasi Serangan jantung Gagal jantung Trauma atau cedera berat Infeksi Reaksi alergi Cedera tulang belakang Sindroma syok toksik

2. Bagaimana keadaan kegawatdaruratan itu? Penatalaksanaan?Keadaan kegawatdaruratan adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa seseorang. Penatalaksanaannya adalah menggunakan metode TRIAGE1. TRIASE

DefinisiTriase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau

penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi. Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba ditempat kejadian dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase.

a. Metode triaseMetode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Medical Emergency Triage

Tag) atau START (Simple Triage And Rapid Treatment)Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritisasikan tindakan atas korban adalah yang

dijumpai pada sistim METTAG. Prioritas tindakan dijelaskan sebagai : Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin

diresusitasi. Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan tindakan dan transport

segera (gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat).

Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien dengan cedera yang dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat (cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher, serta luka bakar ringan).

Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas serta gawat darurat psikologis).

3. Apa beda RJP dan BLS?

Page 2: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

RJP (Resusitasi Jantung Paru) terdiri atas Basic Life Support (BLS), Advanced Life Support (ALS) dan Prolonged life support(PLS). Kemudian pembahasan mengenai Basic Life support itu terdiri atas pemberian napas bantuan menurut ABC yakni Airways atau jalan napas, Breathing atau pemberian napas, dan Compression atau tekanan pada dada untuk membangkitkan respon denyut jantung kembali.TUJUAN RESUSITASI1.  Memberikan ventilasi yang adekuat2.  Pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat – alat vital lainnya

Tujuan Bantuan hidup dasar adalah dengan cepat mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan. Pengalaman menunjukkan bahwa resusitasi jantung paru akan berhasil terutama pada keadaan “henti jantung” yang disaksikan (witnessed) dimana resusitasi segera dilakukan oleh orang yang berada di sekitar korban.

4. Indikasi kematian? Wajar/tidak wajar?Mati menurut UU No. 36/2009 pasal 117 adalah berhentinya secara permanen fungsi cardiorespirasi dan batang otaknya.Jenis kematian menurut kewajarannya:a. Wajar: Kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit yang sudah diketahui dan

dipantau sebelumnya.b. Tidak wajar: Kematian yang disebabkan oleh kecelakaan, pembunuhan, bunuh diri, dan

tidak diketahui penyebabnya.

5. Mengapa penyakit kardiovaskuler banyak di negara maju? Mengapa penderitanya banyak yg dewasa muda?Faktor risiko seseorang untuk menderita PJK ditentukan melalui interaksi dua atau lebih faktor risiko antara lain : 1. Faktor yang tidak dapat dikendalikan (nonmodifiable risk factors).

a. Keturunan b. Umur, makin tua risiko makin besar. c. Jenis kelamin, pria mempunyai risiko lebih tinggi dari pada wanita (wanita

risikonya meningkat sesudah menopouse) 2. Faktor yang dapat dikendalikan (modifiable risk factors)

a. Dyslipidaemia. b. Tekanan darah tinggi (hipertensi). c. Merokok d. Penyakit Diabates Mellituse. Stres f. Kelebihan berat badan dan obesitas.

4 mengapa suara ronki abnormal?

Page 3: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

Adalah bunyi gaduh yang dalam. Terdengar selama : ekspirasi.Penyebab : gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit akibat obstruksi napas. Obstruksi : sumbatan akibat sekresi, odema, atau tumor.Contoh : suara ngorok. Ronchi kering : suatu bunyi tambahan yang terdengar kontinyu terutama waktu ekspirasi disertai

adanya mucus/secret pada bronkus. Ada yang high pitch(menciut) misalnya pada asma dan low pitch oleh karena secret yang meningkat pada bronkus yang besar yang dapat juga terdengar waktu inspirasi.

Ronchi basah (krepitasi) : bunyi tambahan yang terdengar tidak kontinyu pada waktu inspirasi seperti bunyi ranting kering yang terbakar, disebabkan oleh secret di dalam alveoli atau bronkiolus. Ronki basah dapat halus, sedang, dan kasar. Ronki halus dan sedang dapat disebabkan cairan di alveoli misalnya pada pneumonia dan edema paru, sedangkan ronki kasar misalnya pada bronkiekstatis.

Perbedaan ronchi dan mengi.Mengi berasal dari bronki dan bronkiolus yang lebih kecil salurannya, terdengar bersuara tinggi dan bersiul. Biasanya terdengar jelas pada pasien asma.Ronchi berasal dari bronki dan bronkiolus yang lebih besar salurannya, mempunyai suara yang rendah, sonor. Biasanya terdengar jelas pada orang ngorok.

5 apakah syok itu?

Syok dan jenisnya1.1 Definisi syok

Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yanga dekuat organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti, perdarahan yang massif, trauma atau luka bakar berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol (syok septic), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respon imun (syok anafilaktik).

Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis.

1.2 Penyebab terjadinya syok

Adapun macam-macam  penyebab terjadinya syok adalah

Tabel 1.1 Penyebab syok

Jenis Syok Penyebab

Hipovolemik 1. Perdarahan

2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)

3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare,

muntah, obstruksi usus dan lain-lain

Kardiogenik1. Aritmia

Bradikardi / takikardi

Page 4: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

2. Gangguan fungsi miokard

· Infark miokard akut, terutama infark ventrikel kanan

· Penyakit jantung arteriosklerotik

· Miokardiopati

3. Gangguan mekanis

Regurgitasi mitral/aorta

Rupture septum interventrikular

Aneurisma ventrikel massif

Obstruksi:

Out flow : stenosis atrium

Inflow : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus

ObstruktifTension Pneumothorax

Tamponade jantung

Emboli ParuSeptik1.Infeksi bakteri gram negative,

misalnya:eschericia coli, klibselia pneumonia, enterobacter,serratia,proteus,danprovidential.2. Kokus gram positif,

misal:

stafilokokus, enterokokus, dan streptokokusNeurogenik

Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang belakang dan spinal syok (trauma

medulla spinalis dengan quadriflegia atau para

flegia)

Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan,

misal nyeri hebat

 Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya

penggunaan obat anestesi

 Rangsangan parasimpatis pada jantung yang

menyebabkan bradikardi jantung mendadak. Hal

ini terjadi pada orang yang pingan mendadak

akibat gangguan emosional

 

Anafilaksis

Antibiotic

Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol, polimixin,  ampoterisin B

Biologis

Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan  gamma globulin

Makanan

Telur, susu, dan udang/kepiting

Lain-lain

Gigitan binatang, anestesi local

Page 5: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

 

 

 

 

 

Bagaimana mengenali Berbagai macam jenis dari syok

Infromasi

DiagnosticHipovolemikKardiogenikNeurogenikSeptik

(Hyperdynamic

State)Gejala dan tandaPucat; kulit dingin,

Basah; takikardi;

Oliguri, hipotensi; peningkatan resistensi periferKulit basah, dingin; taki- dan bradiaritmia; oliguri; hipotensi; peningkatan resistensi periferKulit hangat, denyut jantung normal/rendah, normo/oliguri, hipotensi, penurunan resistensi periferDemam, kulit teraba hangat, takikardi, oliguri, hipotensi, penurunan resistensi perifer.Data laboratoriumHematokrit rendah ( fase akhir)Enzim jantung, EKGNormalHitung neutrofil, pengecatan gram, kultur

 

 

1.3 Patofisiologi syok secara umum

Faktor-faktor  yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:

1. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.

2. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan kapiler-kapiler

jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan, sistem vena akan mengumpulkan

darah dari jaringan dan mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang maka

dapat terjadi syok.

3. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah kecil, yaitu arteriole-

arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer meningkat, artinya

terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer rendah, berarti

terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan penurunan

tekanan darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami dilatasi sehingga

aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan turun.

 

Gambar2.1  Patofisiologi Syok (sumber: Kumar and Parrillo, 2001)

 

 

Gambar 2.3 Berbagai jenis umpan balik yang dapat menimbulkan per-kembangan syok.

Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).

Fase1 : kompensasi

Page 6: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu meningkatnya resistensi sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital ke organ vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah sistolik tetap normal sedangkan tekanan darah sistolik meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi menyempit).

Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara temporer dengan meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat peningkatan sekresi vasopressin dan renin – angiotensin – aldosteron yang akan mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan air dalam sirkulasi.

Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan dingin dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik.

Fase II : Dekompensasi.

Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung yang adekuat dan system sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yang buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara anaerobic yang tidak efisien. Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam-asam lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan terbentuknya asam karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2.

Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons terhadap katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya mekanisme energy dependent NaK-pump ditingkat selular, akibatnya integritas membrane sel terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria akan memburuk yang dapast berakhir dengan kerusakan sel. Lambatnya aliran darah dan kerusakan reaksi rantai kinin serta system koagulasi dapat memperburuk keadaan syok dengan timbulnya agregasi tombosit dan pembentukan trombos disertai tendensi perdarahan.

Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin, serotonin, sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1), xanthin, oxydase yang dapat membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediator oleh makrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress atau injury, pada keadan syok yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi arteriol dan peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat volume intravaskular yang kembali kejantung (venous return) semakin berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.

Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refilling bertambah lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran).

Fase III : Irreversible

Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus berlanjut, sehingga terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi system multi organ lainnya. Cadangan fosfat berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar, sintesa ATP yang baru hanya 2% / jam dengan demikian tubuh akan kehabisan energi. Kematian akan terjadi walaupun system sirkulasi dapat dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan tanda-tanda kegagalan system organ lain.

1.4 Diagnosis

Shock adalah diagnosis klinis, jadi tidak ada diagnosis bandingnya. Diagnosis bandingnya hanya terhadap penyebab dar shock. Diagnosis shock pada stadium dini sangat penting untuk berhasilnya suatu pengobatan, namun sering kali hal ini tidak mudah. Karena itu sangat penting adalah kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya shock pada penderita dengan resiko tinggi. Pada penderita pada resiko tersebut kita lakukan pemantauan yang lebih ketat sehingga dapat dilakukan tindakan yang lebih dini bila terdapat tanda-tanda shock.

Diagnosis shock pada anak dan bayi kadang-kadang sulit, tanda-tanda shock berat dengan gejala yang jelas seperti nadi yang lemah atau tidak teraba, akral dingin dan sianosis mudah dikenali, tapi pad

Page 7: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

compensated shock dimana tekanan darah sentral masih dapat dipertahankan, seringkali diagnsosi renjatan shock sulit ditegakkan. Pengambilan anamnesa yang baik dan benar sangat penting untuk menegakkan diagnosis etiologis dari renjatan, seperti adanya muntah dan diare akan mengarahkan kita pada shock hipovolemik, trauma atau pasca operasi kemungkinan menjadi penyebab renjatan hipovolemik karena perdarahan. Pada neonatus panas pada ibu pada aktu melahirkan, ketuban pecah prematur (KPP), perdarahan intrapartum atau distress fetal dapat membantu memperkirakan penyebab renjatan pada bayi.

Manifestasi klinis tergantung pada:

–          Penyakit primer penyebab shock

–          Kecepatan dan jumlah cairan yang hilang

–          Lama nya syok serta kerusakan jaringan yang terjadi

–          Tipe dan stadium renjatan

 1.5 penatalaksanaan

1. Airway dan Breathing

1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.

2. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal

airway).

3. Berikan oksigen minimal 6 liter/menit

4. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau

ETT.

2. Pertahankan Sirkulasi

Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, dan produksi urin.

Cari dan Atasi Penyebab :

Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan untuk mempermudah

kembalinya darah ke jantung.

Setiap perdarahan segera dihentikan dan pernafasan penderita diperiksa.

Jika muntah, kepala dimiringkan ke satu sisi untuk mencegah terhirupnya muntahan.

Jangan diberikan apapun melalui mulut.

Tenaga kesehatan bisa memberikan bantuan pernafasan mekanis.

Obat-obatan diberikan secara intravena. Obat bius (narkotik), obat tidur dan obat penenang

biasanya tidak diberikan karena cenderung menurunkan tekanan darah.

Cairan diberikan melalui infus. Bila perlu, diberikan transfusi darah.

Cairan intravena dan transfusi darah mungkin tidak mempu mengatasi syok jika perdarahan atau

hilangnya cairan terlus berlanjut atau jika syok disebabkan oleh serangan jantung atau keadaan

lainnya yang tidak berhubungan dengan volume darah.

Untuk menambah aliran darah ke otak atau jantung bisa diberikan obat yang mengkerutkan

pembuluh darah. Pemberian obat ini dilakukan sesingkat mungkin karena bisa mengurangi aliran

darah ke jaringan.

Jika penyebabnya adalah aksi pompa jantung yang tidak memadai, dilakukan usaha untuk

memperbaiki kinerja jantung. Kelainan denyut dan irama jantung diperbaiki dan volume darah

ditingkatkan (bila perlu). Untuk memperlambat denyut jantung bisa diberikan atropin. Obat

lainnya bisa diberikan untuk memperbaiki kemampuan kontraksi otot jantung.

Pemberian Cairan :

Page 8: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah, kejang, akan

dioperasi/dibius dan yang akan mendapat trauma pada perut serta kepala (otak) karena bahaya

terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.

Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra.

Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam melakukan

resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel.

Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik

intravaskuler.

Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah cairan yang

hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada

perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik.

Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian

volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3-4 kali volume perdarahan

yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan

jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang

dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.

Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan.

Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan yang akan

membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk menghilangkan

nyeri.

Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada syok septik

biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan

alat canggih berupa pemasangan CVP, “Swan Ganz” kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah1.6       Komplikasi

SIRS, dapat terjadi bola syok tidak dikoreksi

Gagal ginjal akut (ATN)

Gagal hati

Ulserasi akibat stress

 

 

 

 

 

MACAM MACAM SYOK2.1  Syok Hipovolemik

Hipovolemik berarti berkurangnya volume intravaskuler. Sehingga syok hipovolemik berarti syok yang di sebabkan oleh berkurangnya volume intravaskuler. Di Indonesia shock pada anak paling sering disebabkan oleh gastroenteritis dan dehidrasi, dan shock perdarahan paling jarang, begitupun shock karena kehilangan plasma pada luka bakar dan shock karena translokasi cairan.

Patofisiologi

Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer dari syok. Namun secara umum bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan mengadakan respon untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada organ-organ vital melalui reflex neurohumoral. Integritas sirkulasi tergantung pada volume darah yang beredar, tonus pembuluh darah dan system pompa jantung. Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat menyebabkan terjadinya syok. Bila terjadi syok hipovolemik maka mekanisme kompensasi yang terjadi adalah melalui:

Page 9: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

1.Baroreseptor

Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tagangan dalam pembuluh darah. Bila terjadi penurunan tekanan darah maka rangsangan terhadap baroreseptor akan menurun, sehingga rangsangan yang dikirim baroreseptor ke pusat juga berkurang sehingga akan terjadi:

–          Penurunan rangsangan terhadap cardioinhibiotor centre

–          Penurunan hambatan terhadap pusat vasomotor

Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi vasokonstriksi dan takikardia. Baroreseptor ini terdapat di snus karotikus, arkus aorta, atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan dalam sirkulasi paru. Baroreseptor sinus karotikus merupakan baroreseptor perifer yang paling berperan dalam pengaturan tekanan darah.

1. Kemoreseptor

Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah menurun sampai 60mmHg, maka yang bekerja adalah kemoreseptor, yang terangsang bila terjadi hipoksia dan asidosis jaringan. Akibat rangsangan kemoreseptor ini adalah vasokonstriksi yang luas dan rangsangan pernafasan.

1. Cerebral ischkemic reseptor

Bila aliran darah ke otak menurun sampai <40mmHg maka akan terjadi sympathetic discharge massif. Respon dari reseptor di otak ini lebih kuat dari pada reseptor-reseptor perifer .

1. Reseptor humoral

Bila terjadi hipovolemik/ hipotensi maka tubuh akan mengeluarkan hormone-hormon stress seperti epinefrin, glucagon, dan kortisol yang merupakan hormone yang mempunyai efek kontra dengan insulin. Akibat dari pengeluaran dari hormone ini adalah terjadinya takikardia, vasokonstriksi dan hiperglikemi. Vasokonstriksi diharapkan akan meningkatkan tekanan darah perifer dan preload, isi sekuncup dan curah jantung. Sekresi ADH aleh hipofisee posteriosr juga meningkat sehingga pengeluaran air dari ginjal dapat dikurangi.

1. Retensi air da garam oleh ginjal

Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi pengeluaran rennin oleh apparatus yukstaglomerulus yang merubah angiotensin menjadi angiotensin I. angiotensin I ini oleh converting enzyme dirubah menjadi angiotensin II yang mempunyai sifat:

–          Vasokonstriksi kuat

–          Merangsang pengeluaran aldosteron sehingga meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus ginjal.

–          Menigkatkan sekresi vasopressin.

 

1. Autotransfusi

Autotransfusi adalah suatu mekanisme didalam tubuh untuk mempertahankan agar volume dan tekanan darah tetap stabil. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara jumlah cairan intravascular yang  keluar ke ekstravaskular atau sebaliknya. Hal ini tergantung pada keseimbangan antara tekanan hidrostatik intravascular akan menurun makan akan terjadi aliran cairan dari ekstra ke intravascular sehingga tekanan darah dapat dipertahankan. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya cairan, bila proses hilangnya cairan tubuh cepat maka proses ini tidak akan mampu menaikkan tekanan darah.

Akibat dari semua ini maka akan terjadi:

–          Vasokonstriksi yang luas

Page 10: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

Vasokonstriksi  yang paling kuat terjadi pada pembu;uh darah skeletal, splancnic dan kulit, sedang pada pembuluh darah otak dan koronaria tidak terjadi vasokonstriksi, nahkan aliran darah pada kelenjar adrenal meningkat sebagai usaha kompensasi tubuh utuk meningkatkan respon katekolamin pada syok. Vasokonstriksi ini menyebabkan suhu tubuh perifer menjadi dingin dan kulit menjadi pucat.

–          Sebagai akibat vasokonstriksi ini maka tekanan distolik akan meningkat pada fase awal, sehingga tekanan nadi menyempit, tetapi bila proses berlanjut ini tidak dapat dipertahankan dan tekanan datah akan semakin menurun sampai tidak teratur.

–          Takikardia

–          Iskemia jaringan akan menyebabkan metabolism anaerobic dan terjadi asidosis metabolic

–          Hipovolemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat sehingga keseimbangan pertukaran O2 dan Co2 kedalam pembuluh darah lama dan kaibatnya terjadi perbedaan yang besar antara tekanan O2 dan CO2 arteri danvena.

Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi kejaringan maka metabolisme menjadi metabolisme anaerobic yang tidak  efektif dan hanya menghasilkan 2 ATP dari setiap molekul glukosa. Pada metabolism oerobik dengan oksigen dan nutrisi yang cukup dengan pemecahan 1 molukel glukosa akan menghasilkan 36 ATP. Akibat dari metabolism anaerobic ini akan terjadi penumpukan asam laktat dan pada khirnya metabolism tidak akan mampu lagi menyediakan energy yang cukup untuk mempertahan homeostasis seluler, terjadi kerusakan popma ionic dinding sel, natrium masuk ke dalam sel dan kalium keluar sel sehingga terjadi akumulasi kalsium dalam sitosol, terjadi edema dan kematian sel. Pada akhirnya terjadi banyak kerusakan sel organ-organ tubuh atau terjadi kegagalan organ multiple dan renjatan yang ireversibel.

Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin.

Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.

Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus gastrointestinal.

Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.

Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle.

Manifestasi klinis

Page 11: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

Tergantung pada penyakit primer penyebab syok, kecepatan dan jumlah cairan yang hilang, lama renjatan serta kerusakan jaringan yang terjadi, tipe dan stadium renjatan. Secara klinis perjalanan renjatan dapat dibagi dalam 3 fase yaitu fase kompensasi, dekomensasi, dan ireversibel.

Tabel 3.2 Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik

Tanda klinis Kompensasi Dekompensasi I reversible

Blood loss ( %)

Sampai 2525 – 40> 40Heart rate

Takikardia +Takikardia ++Taki/bradikardiaTekanan Sistolik

NormalNormal/menurunTidak terukurNadi/volume

Normal/menurunMenurun +Menurun ++Capillary refill

 

Normal/meningkat

3-5 detikMeningkat > 5 detikMeningkat ++KulitDingin, pucatDingin/mottledDingin+/deadly palePernafasanTakipneuTakipneu +Sighing respiration KesadaranGelisahLethargi

bereaksiReaksi -/ hanya terhadap nyeri

 

Diagnosis

Pada pemeriksaan fisis perlu dibedakan hipovolemik akibat kehilangan cairan keluar tubuh seperti pada diare atau perpindahan cairan ke ruang interstitial seperti pada demam berdarah dengue atau sepsis. Anak dengan kehilangan cairan ke luar tubuh akan menunjukkan tanda klasik dehidrasi seperti ubun-ubun besar cekng, mata cekung, mucosa kering, turgor kulit turun, refill kapiler turun, karal dingin, dan penurunan status mental.

Anak dengan perpindahan cairan ke ruang interstitial menunnjukkan tanda gangguan perfusi seperti refill kapiler yang menurun, akral, dingin, dan penurunan status mental tanpa adanya tanda lain yang dijumpai pada anak dehidrasi. Tekanan darah akan menurun bila terjadi kehilangan cairan lebih dari 30%. Pada syok akibat perdarahan hipotensi biasanya terjadi bila kehilangan darah lebih dari 40% volume.

 

Table 3.3 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita

 

 

Pemeriksaan laobarotorium

Hemoglobin dan hematokrit

Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada DF atau diare dengan dehidrasi akatn terjadi haemokonsentrasi.

Urin

Page 12: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

Produksi urin akan menuru, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin menigkat >1,020. Sering didapat adanya proteinuria

Pemeriksaan BGA

pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan vena.

Pemeriksaan elektrolit serum

Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita dengan asidosis

Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN dan serum kreatinin penting pada renjatan terutama

bila ada tanda-tanda gagal ginjal

Pemeriksaan faal hemostasis

Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer

 

Penatalaksanaan

1.   Bebaskan jalan nafas, oksigen (FiO2100%), kalau perlu bias diberiakan ventilator support.

2.   Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang 2-3 kali. Bila akses vena sulit pada anak balita dapat dilakukan akses intraosseous di pretibia. Pada renjatan berat pemberian cairan dapat mencapai > 60 ml/kg BB dalam 1 jam. Bila resusitasi cairan sudah mencapai 2-3 kali tapi respons belum adekuat, maka dipertimbangkan untuk intubasi dan bantuan ventilasi. Bila tetap hipotensi sebaiknya dipasang kateter tekanan vena sentral (CVP).

3.   Inotropik, indikasi : renjatan refrakter terhadap pemberian cairan, renjatan kardiogenik.

Dopamin   : 2-5 tg/kg BB/ menit.

Epinephrine : 0,1 µg/KgBB/menit iv, dosis bisa ditingkatkan bertahap sampai efek yang diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai 2-3 µg/kg BB/ men it.

Dobutamin : 5 µg/KgBB/menit iv, ditingkatkan bertahap sampai 20 µg/KgBB/menit iv.

Norepinephrine : 0,1 µg/KgBB/menit iv, dapat ditingkatkan sampai efek yang diharapkan.

4.   Kortikosteroid

Kortikosteroid yang diberikan adalah hydrocortison dengan dosis 50 mg/KgBB iv bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam secara continuous infusion.

 

Gambar 3.2 Bagan Penatalaksanaan Syok Hipovolemik.

Monitoring Komplikasi

–          Gagal ginjal akut

–          ARDS (acute respiratory distress syndrome/shock lung)

–          Depresi miokard-gagal jantung

–          Gangguan koagulasi/pembekuan

–          SSP dan Organ lain

Page 13: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat sensitif terhadap hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan berkepanjangan.

–          Renjatan ireversibel.

 

2.2 Shock kardiogenikSyok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, sepertiinfark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.Masalah yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung untuk berkontraksi. Tujuan utama    pengobatan      adalah  meningkatkan            curah jantung.Etiologi shock kardiogenik

Infark miokard akut dengan kerusakan otot jantung

Kerusakan katup jantung: stenosis mitral, insufisiensi mitral, stenosis katup aorta, insufisiensi

katup aorta

Gangguan irama jantung: atrial fibrilasi, ventrikular fibrilasi, ventrikular takhikardi

Gangguan sistem konduksi hantaran listrik jantung: atrioventrikular blok, sinoaurikular blok.Patofisiologi   Syok    KardiogenikSyok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan faal pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi kecil atau berhenti sama sekali. Secara mekanisme mungkin disebabkan oleh robeknya dinding ventrikel, regurgitasi oleh karena infark juga mengenai katub jantung, aritmia, atau disfungsi dari ventrikel kiri, kanan ataupun keduanya.Pada robeknya dinding ventrikel terjadi 3-6 hari sesudah infark diikuti dengan tamponade dan syok dan peninggian CVP serta tekanan baji pada arteri pulmonalis. Sedangkan regurgitasi dapat terjadi karena infark mengenai muskulus papilaris. Disfungsi dari ventrikel kanan dapat dilihat dari meningginya CVP sedangkan pada ventrikel kiri ditandai dengan edema paru.Kegagalan pompa jantung menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung (cardiac output) dan menyebabkan kegagalan perfusi ke jaringan, akibatnya berbagai organ mengalami kekurangan oksigen sementara terjadi kompensasi tubuh untuk mempertahankan pengaliran darah ke otak.

Gambar Mekanisme Syok Kardiogenik pada Infark Miokard

 

Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari kegagalan ventrikel kiri. Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri sehingga menyebabkan kongesti paru dan edema. Dengan menurunnya tekanan arteri sistemik, maka terjadi perangsangan baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan simpatoadrenal menimbulkan reflek vasokonstriksi, takikardi, dan peningkatan kontraktilitas untuk menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas akan terus meningkat melalui hukum starling melalui retensi natrium dan air. Jadi menurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan memulai respon kompensatorik yang meningkatkan beban akhir dan beban awal. Meskipun mekanisme ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan arteri darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokard justru buruk karena meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokard. Aliran darah koroner yang tidak memadai (terbukti dengan adanya infark) menyebabkan meningkatnya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen terhadap miokardium.

Syok kardiogenik dicirikan oleh lingkaran setan (vicious circle) dimana terjadi penurunan kontraktilitas miokardium (depression of myocardial contractility), biasanya karena iskemia, menyebabkan pengurangan cardiac output dan tekanan arteri (arterial pressure), dimana menghasilkan hipoperfusi miokardium dan iskemia lanjutan dan penurunan cardiac output.

Page 14: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

Disfungsi miokardial sistolik mengurangi stroke volume; dan bersama dengan disfungsi diastolik, memicu peninggian tekananend-diastolic ventrikel kiri dan pulmonary capillary wedge pressure/PCWP (> 18 mmHg) seperti pada kongesti paru.Penurunan/pengurangan perfusi koroner memacu pemburukan iskemia, disfungsi miokardium progresif, dan spiral menurun yang cepat (rapid downward spiral), bilamana jika tidak diputus, seringkali menyebabkan kematian (Anurogo, 2009).Sindrom respon peradangan sistemik [systemic inflammatory response syndrome (SIRS)] dapat menyertai infark yang luas dan syok. Sitokin peradangan (inflammatory cytokines), inducible nitric oxide synthase (INOS), dan kelebihan nitric oxide danperoxynitrite dapat berkontribusi terhadap asal-usul (genesis) syok kardiogenik sebagaimana yang mereka lakukan terhadap bentuk lain syok. Asidosis laktat dari perfusi jaringan yang buruk dan hipoksemia dari edem paru (pulmonary edema) dapat sebagai hasil dari kegagalan pompa dan kemudian berkontribusi terhadap lingkaran setan ini dengan memburuknya iskemia miokardium dan hipotensi. Asidosis berat (pH < 7,25) mengurangi daya kemanjuran/efektivitas (efficacy) yang secara endogen dan eksogen telah diberi katekolamin (catecholamines) (Anurogo, 2009).Manifestasi klinis

Syok kardiogenik ditandai oleh hal-hal berikut :

Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg atau 30-60 mmHg dibawah batas bawah sebelumnya

Adanya bukti penurunan aliran darah  ke sistem organ-organ utama :

–          Keluaran urin < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar natrium dalam urin

–          Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingi dan lembab

–          Gangguan fungsi mental

Indeks jantung < 2,1 L/menit/m2

Bukti gagal jantung kiri dengan LVEDP/tekanan baji kapiler paru (PCWP) 18-21 mmHgMenurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan:

Keluhan Utama Syok Kardiogenik

– Oliguri (urin < 20 mL/jam).

–  Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).

–  Nyeri substernal seperti IMA.

Tanda Penting Syok Kardiogenik

1. Tensi turun < 80-90 mmHg.

2. Takipneu dan dalam.

3. Takikardi.

4. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.

5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.

6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.

7. Sianosis.

8. Diaforesis (mandi keringat).

9. Ekstremitas dingin.

10. Perubahan mental.Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik :

Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.

Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70 –

120 mmHg

Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi dengan

pemberian morfin.

Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.

Bila mungkin pasang CVP.

Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.

Page 15: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

Medikamentosa :1. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.2. Anti ansietas, bila cemas.3. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.4. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.5. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak adekuat.Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.6. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.7. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.8. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan  oksigenasi jaringan.9. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.3.3 Shock septicSepsis merupakan penyakit sistemik yang disebabkan oleh kuman-kuman atau bahan-bahan yang berasal dari atau dibuat oleh kuman-kuman. Organism yang paling sering menyebabkan shock septic dalah kuman gram negative. Tetapi shock juga bias disebabkn oleh kuman gram positif bahkan jamur, rickettsia dan bermacam-macam virus dapat menimbulkan shock yang sifatnya tidak banyak berbeda.Respon penderita terhadap pencetus yaitu masuknya kuman kedalam tubuh ditentukan oleh keadaan penderita sebelumnya.                        Kuman (pencetus)                                  neuroendokrin                       Reaksi penderita              kelainan metabolisme            status imunologi                                                                                                                                                                                                            keadaan host sebelumnya:                                                – status volume darah                                                – status nutrisi                                                – status kompetensi miokardFaktor-faktor tersebut dibawah memegang peranan:

1. 1.       Efek langsung yang disebabkan oleh kuman atau bahan-bahan terhadap system

kardiovaskuler.

2. 2.       Kekacauan system metabolism

3. 3.       Efek kardiovaskuler terhadap produk-produk yang timbul secara sekunder karena infeksi

antara lain: komplemen, koagulasi kalikrein dan bahan-bahan toksin.

4. 4.       Pelepasan bahan-bahan vasoaktif lain.

5. 5.       Mekanisme kompensasi penderita dan keadaan penderita sebelum terjadi sepsisEtiologiSyok sepsik dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70% (Pseudomonas auriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E. choli, Proteus). Infeksi bakteri gram positif 20-40% (Stafilokokus aureus, Stretokokus, Pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3% (Dengue Hemorrhagic Fever, Herpes viruses), protozoa (Malaria falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah Pseudomonas, disusul oleh Stapilokokus dan Pneumokokus. Syok sepsik yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus (Japardi, 2002). Syok septik sering terjadi pada:

1. Bayi baru lahir,

2. Usia diatas 50 tahun,

3. Penderita gangguan sistem kekebalan.

Table. Terminologi dan Definisi Sepsis

Sindrom respon inflamasi sistemik

(SIRS: systemic inflammatory respons syndrome) respon tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan berikut :

Page 16: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

–          suhu > 38o C

–          frekuensi jantung > 90 kali/menit

–          frekuensi nafas > 20 kali/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

–          leukosit darah > 12.000/ mm3, < 4000/mm3 atau stab > 10%

sepsis

keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS

sepsis berat

sepsis yang disertai dengan disfungsi rgan, hipoperfusi atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran.

Sepsis dengan hipotensi

Sepsis dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik >40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab hipotensi

Renjatan septic

Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.

 PatofisiologiTerjadinya syok septik dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral dan aktivasi cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding bakteri gram negatif dan endotoksinnya serta komponen dinding sel bakteri gram positif dapat mengaktifkan:

1. Sistem komplemen,

2. Membentuk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel monosit,

3. Faktor XII (Hageman faktor).Sistem komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil untuk saling mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan derivat asam arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal, sehingga memberikan efek vasoaktif lokal pada mikrovaskuler yang mengakibatkan terjadi kebocoran vaskuler. Di samping itu sistem komplemen yang sudah aktif dapat secara langsung menimbulkan meningkatnya efek kemotaksis, superoksida radikal, ensim lisosom. LBP-LPS monosit kompleks dapat mengaktifkan cytokines, kemudian cytokines akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel endotel akan mengaktifkan faktor jaringan PARASIT-INH-1. Sehingga dapat mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah danDisseminated Intravascular Coagulation (DIC). Cytokines dapat secara langsung menimbulkan demam, perobahan-perobahan metabolik dan perobahan hormonal.Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam teikot yang terdapat pada dinding bakteri gram positif. Faktor XII yang sudah aktif akan meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga terjadi DIC. Faktor XII yang sudah aktif akan mengubah prekallikrein menjadi kalikrein, kalikrein mengubah kininogen sehingga terjadi pelepasan hipotensive agentyang potensial bradikinin, bradikinin akan menyebabkan vasodiltasi pembuluh darah. Terjadinya kebocoran kapiler, akumulasi netrofil dan perubahan – perubahan metabolik, perubahan hormonal, vasodilatasi, DIC akan menimbulkan sindroma sepsis.Hipotensi respiratory distress syndrome, multiple organ failure akhirnya kematian.

 

Manifestasi Klinis

Karena terdapat banyak jenis syok septik, maka sulit untuk menggolongkan keadaan tersebut. Beberapa gejala antara lain:

1.   Demam tinggi

2.   Seringkali vasodilatasi nyata di seluruh tubuh, terutama pada jaringan yang terinfeksi.

Page 17: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

3.   Curah jantung yang tinggi pada sekitar separuh penderita, disebabkan oleh adanya vasodilatasi di jaringan yang terinfeksi dan oleh derajat metabolik yang tinggi dan vasodilatasi di tempat lain dalam tubuh, akibat dari rangsangan toksin bakteri terhadap metabolisme sel dan dari suhu tubuh yang tinggi.

4.   Melambatnya aliran darah, mungkin disebabkan oleh aglutinasi sel darah merah sebagai respons terhadap jaringan yang mengalami de-generasi.

5. Pembentukan bekuan kecil di daerah yang luas dalam tubuh, keadaan yang disebut koagulasi intravaskular menyebar. Hal ini juga menye-babkan faktor-faktor pembekuan menjadi habis terpakai sehingga timbul perdarahan di banyak jaringan, terutama dinding usus dan traktus intestinal.

Pada tahap dini dari syok septik, biasanya pasien tidak memperlihatkan tanda-tanda kolaps sirkulasi tetapi hanya tanda-tanda infeksi bakteri. Setelah infeksi menjadi lebih hebat, sistem sirkulasi biasanya ikut terlibat baik secara langsung ataupun sebagai akibat sekunder dari toksin bakteri. Akhirnya sampailah pada suatu titik di mana kerusakan sirkulasi menjadi progresif serupa dengan yang terjadi di seluruh jenis syok lainnya. Tahap akhir dari syok septik tidak banyak berbeda dengan tahap akhir syok hemoragik, meskipun faktor-faktor pencetusnya sangat berlainan pada kedua macam syok tersebut.

Diagnosis

Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.

Penatalaksanaan

1. Memberantas infeksi :

Meningitis, umur > 1 bulan

Ampiciline 300 – 400 mg/KgBB/hari dibagi 6 dosis

Chloramphenicol 100 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis

kombinasi  aminoglikosida dan derivat penisilinResiko tinggi infeksi gram negatif

untuk infeksi gram negatif aerob dan anaerobMoxalactam, cefotaxime, ceftazidime dan

cephalosporin generasi III

Jamur Candida dapat diberikan amphotericin B

Dosis 0.25 – 0.30 mg/KgBB/hari dalam waktu 3 – 6 jam

Dosis dapat dinaikkan perlahan-lahan

0.1 – 0.25 mg/KgBB sampai 0.5 – 1.0 mg/KgBB/  hari (maksimal 50 mg/hari) dan diberikan selama 10 – 14 hari

Pemakaian Antibiotik. Setelah diagnosa sepsis ditegakkan, antibiotik harus segera diberikan, dimana sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan tubuh, dan eksudat. Pemberian antibiotik tak perlu menunggu hasil kultur. Untuk pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana kuman masuk dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan terapi kombinasi untuk gram positif dan gram negatif. Indikasi terapi kombinasi yaitu:

Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui.

Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni.

Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen (pseudomonas aureginosa,

enterococcus).

1. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat :

1. Pemberian cairan & pengaturan keseimbangan asam basa :

Page 18: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

Ringer laktat 10 – 20 ml/KgBB/beberapa menit sampai 1 jam untuk memperbaiki volume cairan

intravaskuler

1. Kadar protein total 4.5 gr/100 ml dapat diberikan FFP

2. Tekanan vena sentral 5 – 6 cmH2O dengan hipotensi diberi cairan kristaloid lagi         10 – 20

ml/KgBB selama 10 menit

3. Tekanan vena sentral 6 – 10 cmH2O ® cairan kristaloid 5 – 10 ml/KgBB sampai tekanan vena

sentral mencapai 10 – 15 cmH2O

4. Transfusi darah bila Ht 3% untuk mempertahankan Ht antara 35 – 40 %

5. Sodium bikarbonat digunakan untuk koreksi gangguan asam basa.

Jika dalam keadaan darurat diberi 1 – 2 mEq/KgBB dengan kecepatan 1 mEq/kgBB/menit

1. Obat-obat vasoaktif ®bila curah jantung tetap rendah walaupun pemberian cairan sudah adekuat

atau bila ada edema paru diberikan:

Golongan xanthine (aminophyllin)

Glucagon

Cardiac glucocide, digitalis dan derivatnya

1. Golongan steroid yang diberikan :

Dexamethasone 1 – 3 mg/kgBB atau

Methyl prednisolon 30 mg/kgBB setiap 4-6 jam selama 72 jam

1. Ventilasi

Jalan nafas harus bebas

Oksigenasi yang adekuat

Bila ada tanda-tanda kegagalan pernafasan akut :

Hiperventilasi

Hipoksemia berat

Hiperkapnea

Bila terjadi “adult respiratory distress syndrome” ® PEEP dan ventilator mekanik

1. Pengobatan supportif

Nutrisi dengan tinggi kalori protein, dan pemberian mineral

Bila ada gagal ginjal dipertimbangkan dialisis peritoneal

Koreksi PIM dengan komponen darah (FFP atau trombosit)

 

 

3.4       Syok Anafilaksis

Adalah suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai dengan insufisiensi sirkulasi. Anafilaksis merupakan kondisi alergi di mana curah jantung dan tekanan arteri seringkali menurun dengan hebat.

Etiologi

1. Makanan : kacang, telur, susu, ikan laut, buah.

2. Allergen immunotherapy

3. Gigitan atau sengatan serangga

Page 19: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

4. Obat-obat : penicillin, sulpha, immunoglobin (IVIG), serum, NSAID

5. Latex

6. Vaksin

7. Exercise induce

8. Anafilaksis idiopatik : anafilaksis yang terjadi berulang tapa diketahui penyebabnya meskipun

sudah dilakukan evaluasi/observasi dan challenge test, diduga karena kelainan pada sel mast

yang menyebabkan pengeluaran histamine.Patofisiologi

Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang disebabkan oleh antigen khusus yang bereaksi dengan molekul IgE pada permukaan sel mast dan basofil yang menyebabkan pengeluaran segera beberapa mediator yang kuat. Satu efek utamanya adalah menyebabkan basofil dalam darah dan sel mast dalam jaringan prekapiler melepaskan histamin atau bahan seperti histamin. Histamin selanjutnya menyebabkan

(1)   Kenaikan kapasitas vaskular akibat dilatasi vena,

(2)   Dilatasi arteriol yang mengakibatkan tekanan arteri menjadi sangat menurun, dan

(3)   Kenaikan luar biasa pada permeabilitas kapiler dengan hilangnya cairan dan protein ke dalam ruang jaringan secara cepat. Hasil akhirnya merupakan suatu penurunan yang luar biasa pada aliran balik vena dan seringkali menimbulkan syok serius sehingga pasien meninggal dalam beberapa menit.

Mediator ini menyebabkan timbulnya gejala-gejala urtikaria, angioedema, spasme bronkus, spasme laring, meningkatnya permeabilitas pembuluh darah, vasodilatasi, dan nyeri/kolik abdomen.

Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan edem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang menurunkan ventilasi.

Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :

1. Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh

reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa,

saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresen-tasikan

antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang

menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi

Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor

permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.

2. Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama.

Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada

paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang

sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan

mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain

dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi

merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien

(LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly

formed mediators.

3. Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator

yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu.

Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya

menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas

Page 20: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

vaskuler dan bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek

bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit.

Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan

menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.

 

 

Manifestasi Klinis

Reaksi timbul dalam beberapa detik atau menit sesudah paparan allergen.

Gejala kardiovaskular    : hipotensi/renjatan

Gejala saluran nafas       : sekret hidung enter, hidung gatal, udema hipopharing/laring, gejala asma.

Kulit                               : pruritus, erithema, urtikaria dan angioedema.

Gejala Intestinal             : kolik abdomen, kadang-kadang disertai muntah dan diare.

Gejala SSP                     : pusing, sincope, gangguan kesadaran sampai koma.

Penatalaksanaan

1. Resusitasi (A B C)

2. Adrenalin 1%:0,01m1/kgBB diberikan intramuskular. Bila tidak ada perbaikan, diulang 10-15 menit

kemudian (maksimal 3 kali).

3. Infus RL/NaCL 0,9% atau cairan kolloid 20 ml/kg/10 menit bila dengan adrenalin belum

menunjukkan perbaikan perfusi jaringan.

4. Bronkodilator pada penderita yang menunjukkan gejala seperti asma.

Aminophylline intravena atau α adrenergic bronkodilator (albuterol, terbutalin) parenteral atau nebulizer.

1. Antihistamin :

–      Diphenhydramine 2 mg/kg BB i.m atau i.v atau 5 mg/kgBB per oral.

–      Chlortrimeton untuk gejala-gejala kulit seperti urtikaria, angioedema pruritus.

1. Kortikosteroid : Hydrocortisone 6- 8 mg/kg BB/ 6-8 jam

Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan refrakter, urtikaria persisten, atau angioedema yang masih menetap setelah fase akut teratasi.

3.5       Syok NeurogenikSyok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Syok neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cedera spinal, atau anestesi umum yang dalam).Etiologi

Penyebabnya antara lain :

1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).

2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang.

3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.

4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).

5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.Patofisiologi

Page 21: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel. Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional. Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop, syok neurogenik disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis descendens ke pembuluh darah yang mendilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya hipotensi dan bradikardia.

 

 

Penatalaksanaan

Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.

1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).

2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan masker.

Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube

dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan

endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga

dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-

otot respirasi.

3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan

kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-

500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan

urin output untuk menilai respon terhadap terapi.

4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif (adrenergik;

agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien).

5. Pemberian obat-obatan

Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan

norepinefrin. Jarang terjadi takikardi. Dosis  dopamine yang diberikan 2,5-20 mcg/kg/menit

Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor

terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan

tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya

diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi

perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan

bila tekanan darah sudah normal kembali. Dosis pemberian Norepinefrin 0,05-2 mcg/kg/menit.

Epinefrin : Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat

dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung

Page 22: skenario 5 blok 5 fk uj 2015

Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok

hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan

pada pasien syok neurogenik. Dosis pemberian Epinefrin 0,05-2 mcg/kg/menit.

Dobutamin : Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac

output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer. Dosis

pemberian dobutamin 2,5-10 mcg/kg/menit.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Anurogo, Dito. 2009. Segala hal tentang Syok Jantung dalam http://www.medicastore.com, diakses

tanggal 15 September 2010.

2. Azis AL, Dharmawati I, Kushartono. 2008. Renjatan Hipovolemi Pada Anak in: Pedoman Diagnosa

dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Buku 3. Rumah Sakit Umum Daerah dr.

Soetomo. Surabaya. Pp. 4-7.

3. Azis AL, Dharmawati I, Kushartono. 2008. Renjatan Anafilaksis in: Pedoman Diagnosa dan Terapi

Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Buku 3. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soetomo.

Surabaya. Pp. 8-9.

4. Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.

 

Page 23: skenario 5 blok 5 fk uj 2015