Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan...

58
GREEN TAX SYSTEM DI SWEDIA : STRATEGI GÖRAN PERSSON MEMAKAI ISU LINGKUNGAN UNTUK MEMPERTAHANKAN KOALISI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Disusun Oleh : Nama : Assed Lussak NIM : 07 / 254231 / SP / 22233 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

Transcript of Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan...

Page 1: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

GREEN TAX SYSTEM DI SWEDIA : STRATEGI GÖRAN

PERSSON MEMAKAI ISU LINGKUNGAN UNTUK

MEMPERTAHANKAN KOALISI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Gadjah Mada

Disusun Oleh :

Nama : Assed Lussak

NIM : 07 / 254231 / SP / 22233

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2011

Page 2: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

ii

GREEN TAX SYSTEM DI SWEDIA : STRATEGI GÖRAN

PERSSON MEMAKAI ISU LINGKUNGAN UNTUK

MEMPERTAHANKAN KOALISI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Gadjah Mada

Disusun Oleh :

Nama : Assed Lussak

NIM : 07 / 254231 / SP / 22233

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing

Drs. Riza Noer Arfani, M.A.

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2011

Page 3: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

iii

Halaman Pengesahan

Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan di depan tim penguji Jurusan Ilmu Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 20 Januari 2011

Pukul : 10.00

Tempat : Ruang Sidang Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Tim Penguji

Ketua

Drs. Riza Noer Arfani, M.A.

Penguji I

Prof. Mohtar Mas’oed, Ph.D

Penguji II

Drs. Samsu Rizal Panggabean, M.Sc.

Page 4: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

iv

Surat Pernyataan Keaslian Skripsi

Page 5: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

v

Skripsi “Green Tax System di Swedia : Strategi Göran Persson Memakai Isu

Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi” ini aku persembahkan kepada :

Mami, Mas Bremi, dan Dek Heppi; yang selalu mendukung tiap pilihan dan langkah

yang kujalani, serta tak lelah berdoa agar Kristus memberikan yang terbaik

padaku……

Dengan ketulusan ucapan terima kasih kepada :

Mas Eric Hiariej, Mas Riza N. Arfani, Pak Samsu Rizal, dan Prof.Mohtar Mas’oed;

atas bimbingan, masukan, dan tertawaan selama pengerjaan skripsi ini……

Seluruh dosen dan asisten Jurusan Ilmu Hubungan Internasional yang mau diserap

ilmunya, serta Mas Edi Priyono; atas kesediaan mengenalku secara akademis

maupun personal……

Tanti Kosmiyati; atas kesediaan meluangkan waktu mencarikan berbagai bahan

mengenai (dan original dari) Swedia……

Lizta Permata, Nick S. Santiago, Bernadeta Firstiana, Rahardian Setiadi, Nicholaus

R.K., Adrian Permana, Sri Gusni, Yan Benedict, Steffi Stephanie, dan seluruh teman-

teman albatross; atas sharing dan dukungan sejak dulu, sekarang, dan nanti……

Septyanto Galan, Sirajudin Hasbi, M.Aditya Julianto, Dea Kurniawan, Azizah Al

Aziz, Davina Azalia, Malikha Fitriana, Maysa Ayu, Dhimas Iman, Adi Mulia

Pradana, Ryan Gilang, Christy Pravita, Chariez Gamareta, Mellia Hanum, Ari

Wardana, Maria Patricia, Dian Hapsari, Dimas Arya, Hafiz Imandaru, Benediktus

Priyo, Candra Hamdika, Azhar Irfansyah, Floweria, Ridho Jun, Agastya Aridian,

Muhammad Akbar, dan seluruh teman-teman HI-2007; atas obrolan, dukungan, dan

segala permainan kita di taman kanak-kanak Hubungan Internasional……

Aldo Prandana, Arin Sandrina, Ganes Nirwina, Renieta Dhaniati, Tasya Febi,

seluruh anggota Buddy 11/12 HI-2008 yang selalu tak bisa kuhapal nama-namanya,

Hardya Pranadipa, Hasto Siswanto, dan Devi Pebrianti; atas ke-riweuh-an kalian

selama ini……

Fauzia G. Cempaka, Mbak Ratih Surachman, Mbak Anggia Permata, Reynaldo

Krissancha, Bu Tuti Iba, Fembiarta Binar; atas peran kalian merecoki, mendoktrin,

dan mempengaruhi pilihan dalam hidupku......

Yogyakarta, Januari 2011

Assed Lussak

Page 6: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

vi

Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa atas segala limpahan

rahmat-Nya sehingga skripsi berjudul Green Tax System di Swedia : Strategi

Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi ini

dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini mencoba melihat bagaimana sebuah

kebijakan ternyata lebih dipengaruhi oleh prgamatisme politik dibanding idealisme

menyelesaikan masalah. Kasus Swedia kemudian dimunculkan sebagai informasi

berguna untuk mengawal perkembangan proses pengajuan RUU tentang pajak

karbon oleh pemerintah (Indonesia) kepada DPR.

Selanjutnya, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih pada

semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini; sejak pemunculan ide

awal hingga masa revisi pasca sidang. Dalam proses penyusunan skripsi, penulis

telah berupaya memenuhi seluruh kaidah-kaidah penulisan akademis yang ada.

Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan masih adanya beberapa kekurangan,

baik secara substansi maupun teknis penulisan. Oleh karena itu, segala saran dan

masukan dari semua pihak selalu diharapkan bagi perkembangan riset-riset

selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna dan memberi manfaat bagi

pihak-pihak yang membutuhkan dan berkepentingan. Terima kasih.

Yogyakarta, Januari 2011

Penulis

Page 7: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

vii

Abstrak Masalah perubahan iklim telah mencuat sebagai isu penting internasional

dewasa ini. Berbagai forum internasional telah diadakan untuk memaksa negara-negara mau memperhatikan permasalahan tersebut. Perdebatan kemudian muncul untuk menghasilkan instrumen terbaik mengatasi permasalahan tersebut. Banyak negara mencoba melakukan perdagangan karbon ataupun mencoba menciptakan teknologi baru. Akan tetapi, Swedia pada era Göran Persson, yang berasal dari Partai Sosialis Demokrat (PSD), kemudian justru berani memperkenalkan penerapan pajak progresif karbon dioksida dalam bentuk green tax system. Padahal pajak karbon telah terbukti memberikan delapan efek buruk bagi masyarakat, terutama efeknya mengurangi kapital masyarakat. Skripsi ini selanjutnya melihat mengapa pajak karbon dioksida dipilih sebagai kebijakan utama Swedia menghadapi isu perubahan iklim. Analisis komprehensif terutama diarahkan pada masa kepemimpinan PM Göran Persson yang penuh dinamika. Struktur, aktor, serta pembentukan isu politik selanjutnya akan menjadi tinjauan sangat penting hingga kebijakan ini dapat dipilih. Konsep Rezim Lingkungan (Carter Neil, 2007), Teori Pembentukan Koalisi (William Gamson, 2008), konsep norm cascade yang menghasilkan public awareness dan national issues (Marta Finnemore, 1998), serta prinsip redistribusi pajak (Suparmoko, 1997); digunakan guna menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Pajak karbon ternyata kemudian dipilih sebagai kebijakan utama Swedia dalam menghadapi perubahan iklim karena hal tersebut ternyata menjadi kunci keberhasilan pemerintah mempertahankan Koalisi Merah-Hijau. Munculnya isu ini di awal rencana koalisi, perdebatan selama bertahun-tahun, hingga kebijakan yang terus diperbaiki; membuat pajak karbon selalu menjadi pusaran kepentingan politik. Berbagai insentif di dalam koalisi mencakup bargaining pasal-pasal pajak karbon, kursi kementerian, pembentukan badan regulasi, hingga riset dan pengembangan kebijakan di tahun-tahun berikutnya. Pelajaran berharga lain dari struktur insentif pajak karbon adalah bagaimana Göran Persson melihat ancaman dan peluang politik Swedia, terutama yang berhubungan dengan PSD. Inilah yang menjadi dasar Persson menggunakan strategi defensive coalition melalui isu lingkungan. Sejak memunculkan Persson Plan hingga memegang jabatan perdana menteri, Göran Persson mampu mengolah isu dalam peta kekuatan politik Swedia untuk tetap menjaga superioritas Partai Sosial Demokrat.

Kata kunci : pajak karbon, Swedia, Persson, Koalisi Merah-Hijau

Page 8: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

viii

Abstract

Climate change comes out as an important international issue today. Various international forums have been held to force countries paying attention on these problems. Debates emerged are to find the best instrument to overcome these problems. Many countries try to do carbon trading or developing new technology. However, in Göran Persson, who came from the Social Democratic Party (SDP), era of Sweden, he dared to apply progressive carbon tax in the form of green tax system. Though a carbon tax has eight bad effects for society, especially in effect to reduce capital community; he still applied it. This thesis is further trying to find why carbon tax was chosen as the Sweden main policy facing climate change issue. Comprehensive analysis mainly will see Prime Minister Göran Persson dynamic government. The structure, actors, and political issues formation will then be important to review green-tax policy. Concept of Environmental Regime (Neil Carter, 2007), Theory of Coalition Formation (William Gamson, 2008), the concept of norm cascade that generate public awareness and national issues (Martha Finnemore, 1998), and the principle of tax redistribution (Suparmoko, 1997) are used to find the answer.

Hence, Sweden chose carbon tax is because it becomes the key to maintain Red-Green Coalition. Issue emergence in the beginning of coalition, debate over years, until the policy improvement; make carbon tax has always been the vortex of political interests. Various incentives in the coalition then include carbon tax mechanism, cabinet seats, establishment of regulatory agencies, also policy research and development in subsequent years. Next, another valuable lesson from aforesaid carbon tax incentive structure is how Göran Persson able to see political threats and opportunities in Sweden, particularly related to SDP. He used defensive coalition strategies through environmental issues, shown by carbon tax establishment. Since the Persson Plan to his term of government, Göran Persson was able to process issues in political map to maintain Swedish Social Democratic Party superiority.

Keywords : green-tax system, Sweden, Persson, Red-Green Coalition

Page 9: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

ix

DAFTAR ISI Sampul Depan i Halaman Judul ii Halaman Pengesahan iii Surat Pernyataan Keaslian Skripsi iv Halaman Persembahan v Kata Pengantar vi Abstrak vii Abstract viii Daftar Isi ix BAB I : PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Kerangka Konseptual 3

BAB II : GREEN-TAX SYSTEM DI SWEDIA 9

A. Penanganan Masalah Iklim 9

1. Tindakan Negara-Negara Maju 9

2. Kebijakan Negara-Negara Skandinavia 10

B. Penerapan Green-Tax System (GTS) di Swedia 11

1. Dasar Penerapan 11

2. GTS dalam Bidang Pertambangan dan Industri 13

3. GTS dalam Sektor Household 14

4. GTS dalam Small and Medium Enterprises (SMEs) 15

5. Perkembangan Isu GTS 16

BAB III : KONSTELASI POLITIK DI SWEDIA 18

A. Platform Partai Politik di Swedia 18

1. Partai Sosial Demokrat (PSD) 18

Page 10: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

x

2. Left Party 21

3. Green Party 22

4. Partai Moderat 23

5. Partai Kristen Demokrat (PKD) 24

6. Centre Party 25

7. Partai Liberal 25

8. Partai-Partai Lainnya 26

B. Koalisi Partai Politik di Swedia 26

1. Revolusi Politik di Swedia 26

2. Koalisi Merah-Hijau (Merah-Hijau) 27

3. Alliance for Sweden (AFS) 28

C. Hubungan Antarkoalisi 29

BAB IV : GREEN-TAX SYSTEM SEBAGAI KUNCI KOALISI 31

A. Kekuatan Isu Lingkungan 31

B. Struktur Insentif GTS dalam Koalisi Merah-Hijau 32

C. Kepemimpinan Partai Sosial Demokrat (PSD) dalam Koalisi 39

D. Kestabilan Koalisi 40

BAB V : KESIMPULAN 43 REFERENSI 45

Page 11: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah perubahan iklim telah mencuat sebagai isu penting internasional

dewasa ini.1 Berbagai forum internasional telah diadakan untuk memaksa negara-

negara mau memperhatikan permasalahan tersebut. Pembicaraan mengenai

perubahan iklim selanjutnya tidak dapat dilepaskan dari topik karbon, yakni

mengapa menjadi penting untuk membicarakan karbon saat kita membahas

perubahan iklim. Pada dasarnya, perubahan iklim atau pemanasan global tersebut

terjadi akibat konsentrasi gas-gas yang rumah kaca, yang terus bertambah di udara.

Gas rumah kaca ini meliputi CO2 atau karbondikosida, NH4 atau metana, serta NO

atau nitrogen oksida. Namun, ketiga gas ini ternyata dapat terlepas apabila suatu

produksi karbon terjadi, yang memicu senyawa dengan gas-gas lain.

Karbondioksida sendiri dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas,

serta penggundulan dan pembakaran hutan. Selain itu, karbondioksida juga

dikeluarkan oleh akumulasi emisi penggunaan kendaraan bermotor. Sedangkan gas

metana dihasilkan dari proses agrikultur dan ekskresi hewan ternak yang tidak

diolah dengan baik. Kemudian penyumbang terakhir akumulasi karbon, yakni

nitrogen oksida, dihasilkan oleh kegiatan pemupukan dan penggunaan CFC.

Akumulasi berlebihan gas-gas tersebut telah menghalangi pemantulan sinar infra

merah kembali ke luar bumi yang selanjutnya berarti telah menciptakan

pemanasan global. Pemanasan global ini kemudian menjadi semakin parah dalam

selama empat dekade terakhir ini.

Berbagai perdebatan kemudian muncul untuk menghasilkan instrumen

terbaik mengatasi permasalahan tersebut. Banyak negara kemudian mencoba

1 World Health Organization. 2008. Issues in Health, Environment, and Sustainable Development : An Overview. Diunduh dari <http://www.who.int/mediacentre/events/IndicatorsChapter1.pdf> pada 8 Mei 2010

Page 12: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

2

melakukan perdagangan karbon ataupun mencoba menciptakan teknologi baru.2

Begitu pula dengan Swedia, negara ini sebelumnya lebih memilih menerapkan

aturan-aturan investasi ketat seperti syarat minimal sistem pengelolaan limbah.

Swedia seperti negara lain pun mencoba mencari alternatif teknologi lain, di

bidang industri dan otomotif, yang lebih ramah lingkungan. Pemerintah juga

melakukan pembatasan penggunaan kendaraan bermotor dan bahan bakar fosil

serta menerapkan aturan melarang penebangan hutan dan denda besar bagi

pelanggar aturan terkait lingkungan.

Dalam menangani perubahan iklim kemudian, hanya beberapa negara maju

seperti Jerman, Denmark, dan Swedia yang mulai menerapkan pajak karbon

dioksida dengan berbagai bentuk. Negara-negara maju lain terlihat enggan

menerapkan pajak karbon karena dikhawatirkan kebijakan tersebut akan semakin

menghambat laju pertumbuhan ekonomi. 3 Akan tetapi, Swedia pada era Göran

Persson, yang berasal dari Partai Sosialis Demokrat (PSD) kemudian justru berani

memperkenalkan penerapan pajak progresif karbon dioksida dalam bentuk green

tax system. Persson sendiri berasal dari Partai Sosialis Demokrat, yang secara

tradisional terkenal mendorong pertumbuhan ekonomi Swedia dengan

memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada.

Tentunya, terdapat alasan-alasan spesifik mengapa Göran Persson lebih

memilih penerapan pajak karbon dalam upaya mengatasi perubahan iklim.

Apalagi, penerapan pajak karbon ini dikenakan kepada seluruh level masyarakat;

dari industri dan pertambangan hingga masyarakat biasa yang menggunakan

kendaraan atau membuang sampah. Persson secara mengejutkan juga turut

meratifikasi European Environmental Tax Law and Policy, instrumen mengikat

Uni Eropa tentang petunjuk pemberlakuan pajak karbon. Dalam implemetasi green

2 CLGCC - University of Cambridge Programme for Sustainability Leadership. 2009. Copenhagen Communiqué tentang Perubahan Iklim. Diunduh dari <http://www.cpi.cam.ac.uk/pdf/Copen hagen%20Communique%20-%20Indonesian.pdf> pada 6 Mei 2010 3 N. Gregory Man. 2008. Smart Taxes: An Open Invitation to Join the Pigou Club. h.3

Page 13: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

3

tax system, PSD merangkul beberapa partai koalisi untuk memastikannya berjalan.

Selain Left Party, ia juga merangkul Green Party dalam pemerintahannya; bahkan

hingga masa kedua pemerintahan. Kebijakan progresif ini tentu menimbulkan

pertanyaan penting, yakni bagaimana seorang perdana menteri dari partai pro-

ekonomi mau mengakomodasi kebutuhan preservasi lingkungan. Sebuah

kebijakan yang berpotensi mengurangi kemampuan ekonomi Swedia. Kebijakan

yang juga dapat memberatkan kalangan buruh, yang mana secara tradisional

merupakan pendukung Partai Sosialis Demokrat dan Left Party. Kemampuan

Persson menjadikan kebijakan ini efektif terimplementasi, tentu harus dicatat

sebagai manuver politik yang sangat lihai.

B. Rumusan Masalah

Skripsi ini akan melihat mengapa pajak karbon dioksida dipilih sebagai

kebijakan utama Swedia menghadapi isu perubahan iklim. Analisis komprehensif

terutama diarahkan pada masa kepemimpinan PM Göran Persson yang penuh

dinamika. Struktur, aktor, serta pembentukan isu politik selanjutnya akan menjadi

tinjauan sangat penting hingga kebijakan ini dapat dipilih.

C. Kerangka Konseptual

Kondisi politik Swedia pasca 1990 telah membuat partai yang ingin

berkuasa harus selalu berkoalisi. Dalam kaitannya dengan Partai Sosial Demokrat

(PSD), Persson sebagai pemimpin partai harus berupaya merebut kembali

kekuasaan. Kekalahan pada pemilu 1990 telah mengakhiri seratus tahun dominasi

PSD di perpolitikan Swedia. Hingga pada akhirnya, PSD memanfaatkan isu

lingkungan untuk berkoalisi dengan Left Party dan Green Party. Kebijakan pajak

karbon, yang kemudian diapresiasi rakyat dan dunia internasional, menjadi buah

keberhasilan koalisi ini.

Page 14: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

4

Pertama, penting dilihat bagaimana sebuah sistem pajak menciptakan

sebuah stabilitas sosial politik di suatu negara. Kondisi tersebut tentu terkait erat

dengan ciri redistribusi –satu dari empat fungsi ideal perpajakan– dari pajak.

Distribusi pendapatan kemudian tergantung dari pemilikan faktor-faktor produksi,

termasuk permintaan dan penawaran. Dari sisi etika, maka pendistribusian kembali

pendapatan dari pihak kaya ke pihak miskin, yang dilihat sebagai suatu meknisme

trickle-down, adalah sangat baik. Pendistribusian ini akan menjadi benar hanya

jika mekanismenya diserahkan pada pemerintah, bukan kepada pihak orang kaya.

Hal ini didasarkan pada beberapa alasan (Suparmoko, 1997) : (1) Seperti diusulkan

Adam Smith, bahwa pemerintah perlu campur tangan dalam bidang keadilan

karena distribusi penghasilan yang lebih merata itu sangat diperlukan dan

dipandang baik atas dasar keadilan. Pendistribusian kembali pendapatan itu

sebaiknya ditangani oleh pemerintah. Hal ini karena manusia secara perorangan

kurang tertarik untuk mengusahakan keadilan dan seringkali tidak mampu untuk

merealisasikan usaha tersebut; berhubung ia hanya merupakan bagian kecil

masyarakat dan lebih suka melakukan free rider. (2) Bahwa dalam redistribusi

pendapatan terdapat unsur barang publik. Dalam hal ini, bukan redistribusi

pendapatan yang merupakan barang publik, namun akibat yang ditimbulkannya

mempunyai ciri sebagai barang publik. Adanya redistribusi pendapatan

menyebabkan golongan miskin mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi

serta sebagai akibatnya, tingkat kerusakan pada masyarakat dan kriminalitas akan

berkurang. (3) Alasan ketiga adalah alasan yang berhubungan dengan kekuatan

politik. Seringkali golongan kaya, walaupun jumlahnya tidak banyak, tetapi dapat

mempengaruhi jalannya politik di suatu negara. Oleh karena itu, untuk

menghindari adanya kemungkinan tersebut, pemerintah harus menciptakan suatu

distribusi pendapatan yang lebih merata. Dengan demikian, kebijakan pemerintah

tidak dikuasai atau dipengaruhi oleh kelompok yang berpendapatan tinggi.4

4 Siti Khadijah H, NST (Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera

Page 15: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

5

Paparan tersebut di atas berarti, pajak telah digunakan sebagai upaya untuk

mengatur alokasi pendapatan masyarakat. Dengan menarik pajak progresif, maka

pemerintah dapat mengalokasikan pendapatan pada upaya-upaya investasi yang

dapat dinikmati banyak orang. Dengan tersedianya banyak investasi, maka akan

timbul lapangan kerja yang lebih luas. Sehingga secara tidak langsung pemerintah

telah melakukan realokasi dan redistribusi pendapatan. Pada akhirnya, adanya

penarikan pajak secara tidak langsung telah membuka peluang bagi kemakmuran

masyarakat serta menjaga stabilitas dengan penciptaan lapangan kerja; suatu ciri

utama dari sebuah welfare state.

Analisis kemudian diarahkan pada bentuk koalisi ini, mengukur seberapa

kuat koalisi yang dibangun oleh PSD dengan memanfaatkan isu lingkungan. Partai

Sosial Demokrat sendiri sejak dulu berkeras menerapkan pajak progresif untuk

segala hal, dari pendapatan hingga tanah. Hal ini tentu sehubungan dengan cita-

cita PSD menjadikan Swedia sebagai welfare state5 . Di sisi lain, Green Party

merupakan partai yang ingin memperketat standar preservasi lingkungan di

Swedia, tanpa memperdulikan status sosial masyarakat. Di sisi berikutnya, Left

Party merupakan representasi kalangan sosialis Swedia untuk menjadikan negara

ini mengimplementasikan sosialisme murni, menghapus kepemilikan privat.

Dengan menerapkan green tax system, Persson sebenarnya harus menerapkan

pajak lebih tinggi pada kalangan buruh, pihak yang selama ini menjadi basis

dukungan PSD. Pajak karbon ini sendiri diusulkan oleh Green Party; untuk

diterapkan pada sektor industri, pertanian dan peternakan, penggunaan kendaraan

bermotor, hingga rumah tangga. Peningkatan pajak pada sektor-sektor ini tentu

secara tidak langsung mengurangi daya beli masyarakat terkait rasio pendapatan

Utara). 2002. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Produk Pertanian dan Dampaknya. h.3-4 5 Sistem yang dianut Swedia sering disebut sebagai Swedish welfare state, varian dari welfare state yang dikembangkan oleh negara-negara Skandinavia. Karakter utama negara dengan sistem ini adalah upaya memperbesar kelas menengah, pemerintah tidak mengendalikan sistem produksi tetapi mengenakan pajak untuk memeratakan kemakmuran, serta memastikan industri memiliki setting padat karya. (Johan Norberg. 2006. Swedish Models. h.2)

Page 16: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

6

maupun harga barang produksi. Hal ini berarti pula bahwa PSD harus melunakkan

sikapnya memacu ekonomi tanpa memperhatikan lingkungan. Selain itu, PSD

harus mengurangi keinginan Left Party untuk membawa negara menganut

sosialisme penuh hal tersebut akan menjauhkan Swedia dari prinsip Uni Eropa.

Namun ternyata, Persson mampu mengakomodasi semua kepentingan melalui

kebijakan green tax, yakni penerapan pajak karbon progresif. Seperti dikatakan

oleh Carter Neil (2007), pembentukan sebuah rezim yang mengatur tentang

lingkungan harus mampu mengakomodasi tuntutan semua pihak. Hal ini terutama

diperlukan saat sensitivitas isu lingkungan membenturkan kepentingan industri,

masyarakat yang memiliki tuntutan, serta aktivis atau kelompok pro lingkungan

berpengaruh.

Sehingga kemudian, Teori Pembentukan Koalisi6 akan digunakan untuk

melihat lebih dalam bagaimana Persson berusaha dan berhasil mengakomodasi

semua kepentingan. Akomodasi kepentingan melalui kebijakan pajak karbon ini

pula yang menjadikan koalisi mampu bertahan hingga skandal Tsunami Samudera

Hindia mengurangi secara drastis popularitas PSD. Distribution of resources,

payoff for each coalition, non-utilitarian strategy preferences, the effective

decision point, dan a minimal winning coalition; akan digunakan untuk melihat

tindakan Göran Persson mencoba mengakomodasi kepentingan semua pihak demi

koalisi.

Pertama, distribution of resources dan payoff for each coalition merupakan

analisis yang tidak dapat dipisahkan. Kedua analisis ini secara bersama-sama akan

memperlihatkan kompensasi apa yang diberikan dan diterima suatu partai dari

kebijakan green tax system. Konsesi terlebih harus diberikan oleh PSD kepada dua

anggota koalisis lainnya karena partai ini memiliki kekuatan di parlemen, lebih

besar daripada kekuatan gabungan kedua anggota lainnya. The effective decision

point selanjutnya membuat kebijakan Persson ini akan terus bertahan. Kebijakan

6 William A. Gamson. 2008. A Theory of Coalition Formation. h.373-382

Page 17: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

7

green tax system yang sedikit bertentangan dengan pola tradisional PSD,

menimbulkan kekhawatiran pada koalisi bahwa ia akan mengupayakan seminimal

mungkin penerapan ketat kebijakan. Namun beruntung, dua partai koalisi lain

memiliki kartu truf terkait komposisi partai dalam parlemen Swedia. Apabila

kedua partai ini keluar, maka PSD akan kehilangan kursi mayoritas, dan untuk

pertama kalinya sejak seratus tahun melepas kursi perdana menteri.

Terakhir, a minimal winning coalition terjadi secara otomatis terhadap

struktur koalisi Merah-Hijau. Terutama, struktur koalisi di parlemen Swedia

menjadikan PSD mampu mengendalikan partai-partai kecil lainnya. Seperti telah

dijelaskan sebelumnya, koalisi ini memiliki lawan kuat dari pihak Aliansi Swedia;

yang mana memiliki ideologi cukup kontras antara satu dengan lainnya. Dengan

mencoba defect pada kebijakan green tax system ini, maka suatu partai akan

menghadapi kerugian berupa isolasi parlemen. Hal ini mengingat dua koalisi partai

memiliki pandangan berseberangan sehingga saat satu pihak keluar dari koalisinya,

maka ia menjadi berhadapan dengan dua koalisi besar sekaligus.

Selain teori utama tersebut di atas, perlu diperjelas pula konsep public

awareness dan national issues, yang ternyata dapat mempengaruhi persepsi politik.

Pemikiran Martha Finnemore tentang norm cascade kemudian akan membantu

memberikan penjelasan bagaimana sebuah isu dapat menjadi topik penting dalam

perpolitikan. 7 Konsep tersebut akan memberikan bantuan analisis terhadap

perilaku partai-partai di Swedia. Kemunculan isu lingkungan di masa transisi PSD

menjadi titik kunci bagaimana green tax system mampu mengakomodasi

kepentingan semua partai koalisi. Indikator-indikator public awareness dan

national issues akan menunjukkan bagaimana pajak karbon yang lekat dengan isu

perubahan iklim dan preservasi lingkungan; memiliki kekuatan tersendiri di

perpolitikan Swedia, hingga Persson dapat mengeksploitasinya untuk

sustainability koalisi. Keberlanjutan bentuk koalisi ini juga dapat bertahan lama 7 Martha Finnemore & Kathryn Sikkink. 1998. International Norms and Political Change. h.887-917

Page 18: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

8

apabila mampu merespon dengan baik tuntutan dan isu-isu yang berkembang di

dalam masyarakat.

Page 19: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

9

BAB II

GREEN-TAX SYSTEM DI SWEDIA

A. Penanganan Masalah Iklim

1. Tindakan Negara-Negara Maju

Tuntutan akan penanganan perubahan iklim yang semakin menyasar

kepentingan ekonomi negara, telah membuat pemerintah di berbagai negara

berusaha menjembataninya. Standar-standar penanganan lingkungan kemudian

menjadi salah satu syarat diizinkannya sebuah produk untuk digunakan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencoba menangani isu perubahan iklim

dengan mengadakan United Nations Framework Convention on Climate

Change (UNFCCC) setiap dua tahun. Konferensi internasional ini secara

continuously mengupayakan skema penanganan perubahan iklim yang lebih

efektif. Salah satu hasil terpenting UNFCCC adalah Protokol Kyoto, yang

mengatur standar maksimum pengeluaran karbon dengan

memperbandingkannya dengan luas hutan yang dimiliki. Efek dari mekanisme

ini adalah terbatasnya jumlah karbon yang dapat dikeluarkan oleh negara

industri dengan wilayah sedikit (baca : Jepang dan Eropa)8. Negara-negara maju

selanjutnya enggan memenuhi protokol berikutnya, yakni membeli kuota

karbon dari negara-negara berkembang yang biasanya memiliki hutan lebih

banyak. Protokol ini dirasa oleh banyak negara maju sebagai beban ekonomi,

tanpa dampak nyata mengurangi laju perubahan iklim. Apalagi, standar persepsi

korupsi dan perambahan hutan negara maju yang rendah, menjadikan banyak

8 Sesuai dengan Artikel 3, 7, dan 8 Protokol Kyoto, negara peserta terbagi dalam annex keanggotaan. Setiap kelompok negara memiliki batasan emisi karbon yang harus dicapai dengan mempertimbangkan luas wilayah penyerap emisi serta emisi yang selama ini dikeluarkan. Luas wilayah penyerap ditambah dengan kemampuan reforestation memiliki perbandingan lurus dengan level maksimum emisi karbon yang harus dipatuhi.

Page 20: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

10

negara industri maju enggan mengalirkan uangnya pada negara-negara

berkembang9.

Sehingga kemudian, negara maju, terutama Eropa, berusaha

mengendalikan perubahan iklim melalui dua cara utama, yakni penemuan

teknologi ramah lingkungan dan pemberlakuan standar impor. Penemuan

teknologi ramah lingkungan mencakup pembangunan masif pembangkit listrik

tenaga turbin angin, pembatasan penjualan kendaraan bermotor, serta pelatihan

rancang bangun ramah lingkungan bagi para arsitek. Sedangkan standar impor

yang diberlakukan oleh Uni Eropa adalah dengan menolak semua produk

negara lain yang diindikasikan mengandung tindakan merusak lingkungan.

Produk-produk tersebut biasanya menyasar bahan-bahan ekstraksi, yang

digunakan sebagai bahan baku produksi10.

2. Kebijakan Negara-Negara Skandinavia

Negara-negara Skandinavia terkenal memiliki kebijakan berbeda

dibanding negara-negara Uni Eropa lainnya. Begitu pula pada kebijakan

penanganan perubahan iklim, Denmark, Swedia, dan Norwegia memilih

mekanisme pajak karbon sebagai upaya mengurangi pengeluaran karbon dan

metan, yang menjadi sumber masalah perubahan iklim. Ketiga negara ini

menafikan delapan efek buruk –merupakan istilah negara-negara maju lain yang

tidak setuju– pajak karbon. Delapan efek buruk yang didengungkan tersebut;

antara lain protes besar-besaran kalangan menengah dan bawah sebagai efek

kenaikan pajak, penerapannya yang sulit secara politik, serta sebagai

penghambat kemajuan ekonomi.

Skandinavia justru dengan mantap mengimplementasikan pajak karbon

di dalam negeri mereka. Ketiga negara ini bahkan tidak hanya menerapkan 9 John Vidal. 2010. United Nations Warned that Corruption is Undermining Grants to Stop Logging. Diunduh dari <http://www.guardian.co.uk/environment/2010/jul/04/united-nations-corruption-logg ing> pada 24 September 2010. 10 A World Growth Briefing. 2009. Environmental Protectionism: Forestry and Climate Change. h.2

Page 21: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

11

pajak karbon untuk kalangan industri, tetapi juga kendaraan bermotor dan

pertanian. Pajak progresif diterapkan di tiap tingkat, yang menjamin tetap

berlangsungnya kegiatan ekonomi. Penerapan pajak karbon kemudian ternyata

tidak menjatuhkan pemerintahan, seperti yang diramalkan banyak pengamat,

tetapi justru memperkuatnya. Pajak karbon pun telah memicu negara-negara di

kawasan ini mencari energi alternatif berbasis komunal, bukan riset mahal skala

nasional. Swedia, Denmark, dan Norwegia juga tetap mempertahankan diri

sebagai sebuah welfare-state; yang mana negara berkewajiban memeratakan

kemakmuran. Skandinavia selanjutnya mengusulkan pembentukan EU

Environment Tax di tahun 1995, yang coba menerapkan instrumen pajak karbon

bagi seluruh negara Eropa. Copenhagen Communiqué pun disusun oleh

Denmark bersama banyak perusahaan besar dunia untuk lebih mempromosikan

penerapan pajak karbon. Skandinavia ingin menunjukkan bagaimana pajak

karbon merupakan jembatan antara kemakmuran ekonomi dan preservasi

lingkungan.

B. Penerapan Green-Tax System (GTS) di Swedia

1. Dasar Penerapan

Swedia mulai menerapkan pajak karbon sejak pengesahan CO2 Act di

akhir tahun 1991 dan pembentukan Green Tax Commission (Komisi) di tahun

1992. Pajak karbon ini tahun 1991 ini merupakan revolusi radikal dari berbagai

pajak lingkungan sebelumnya, yang dimotori oleh Koalisi Merah-Hijau. Komisi

selanjutnya memiliki masa tugas lima tahun; yang harus memastikan pajak

karbon diterapkan dengan baik tanpa mengurangi pertumbuhan ekonomi dan

pemerataan pendapatan. Dua keyword terakhir merupakan ciri khas Swedia

sebagai sebuah welfare state yang (dirasa) harus tetap dipertahankan. Apalagi,

Koalisi Merah-Hijau yang dimotori oleh PSD berusaha mempertahankan sifat

Page 22: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

12

sosialisme Swedia; sifat yang kehilangan popularitas di dunia internasional

akibat runtuhnya Uni Soviet11.

Pajak karbon era 1991 di Swedia kemudian diarahkan untuk

membangun sektor perekonomian skala sedang dan menjamin kelas menengah

untuk dapat menikmati pertumbuhan ekonomi. Empat alasan mendasar

dikemukakan pemerintah berkuasa mengapa pajak perlu lebih menyasar para

emitor karbon, terutama sebagai skema redistribusi. Pertama, nominal pajak

karbon yang progresif memastikan kalangan industri membayar lebih besar

dibandingkan dengan wajib pajak. Akumulasi yang besar secara nasional

kemudian menjadi jaminan terjaganya lingkungan Swedia karena perusahaan

harus membayar dalam jumlah yang besar apabila tidak mengolah industrinya

secara pro lingkungan.

Kedua, fleksibiltas aturan lama membuat emitor karbon tidak serius

menangani isu perubahan iklim. Environment Law 1979 terbukti tidak mampu

mencegah terjadinya hujan asam di Swedia. Begitu juga aturan UE yang dilihat

Swedia sebagai “sulit secara politik” karena membutuhkan sinkronisasi

pemerintah dan industri; hal yang tidak perlu ada dalam skema Pajak Karbon

1991. Ketiga, prinsip keadilan dalam kehidupan Swedia terus dipegang

pemerintah, meski PSD sebagai motor penggerak koalisi tidak menguasai

mayoritas parlemen. Pemerintah berusaha tetap melaksanakan fungsi

redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi

yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Subsidi

maupun potongan pajak pada golongan tertentu menjadi ciri fungsi redistribusi

pajak di Swedia. Hal ini berguna untuk tetap menunjang legitimasi pemerintah

karena masyarakat Swedia telah sejak lama mengalami kemakmuran sebagai

efek sistem welfare state.

11 Justin Schwartz. 1991. A Future for Socialism in the USSR. h.1

Page 23: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

13

Hal terakhir sebagai dasar penerapan yakni kekuatan pajak sebagai

instrumen pemasukan negara. Seperti negara lain, Swedia tentu membutuhkan

pendapatan besar untuk memastikan jalannya negara. Standar kehidupan yang

tinggi di Swedia, membuat pemerintah harus pula memiliki cukup uang untuk

menjaganya, seperti pembangunan infrastruktur. Berbagai perusahaan otomotif

dan elektronik besar Eropa, yang secara statistik juga menjadi emitor karbon

yang besar, menjadi sasaran pajak progresif ini. Pemerintah Swedia memang

kemudian mendapat perlawanan dari sektor industri, namun dapat mengatasinya

setelah mekanisme potongan pajak pun diberikan pada industri besar.

2. GTS dalam Bidang Pertambangan dan Industri

Rezim pajak karbon baru di Swedia mengenakan pajak sebesar $ 100

per ton karbon yang dikeluarkan oleh sektor industri. Sektor industri yang

terkena tarif pajak ini mencakup seluruh usaha dengan penggunaan minyak,

batubara, gas alam, bahan bakar gas cair, bensin, atau bahan bakar penerbangan.

Sedangkan kalangan industri yang menggunakan bahan bakar organik, seperti

ethanol, metana, biofueles, atau gambut, dibebaskan dari pajak. Hal ini

disebabkan karena bahan bakar organik mengeluarkan kurang dari 0.25 SEK/kg

–satuan untuk mengukur banyaknya kadar karbon di tiap kilogram emisi.12

Namun pengenaan pajak tersebut di atas baru diterapkan secara penuh

pada masa kerja Green Tax Commision yang kedua. Kebijakan ini diambil

karena pemerintah ingin melihat terlebih dahulu efek pengenaan poajak

terhadap kinerja perusahaan, yang berpengaruh pada grafik pertumbuhan

ekonomi Swedia. Oleh karena itu, sejak 1991 hingga 1996, industri hanya

diharuskan membayar 50% dari pajak yang seharusnya. Walau begitu, protes

besar-besaran kalangan industri terjadi pada tahun tahun 1993 yang membuat

tingkat pajak untuk beberapa industri diturunkan menjadi hanya 25%. Industri 12 Runar Brännlund & Bengt Kriström. Energy and Environmental Taxation in Sweden: Some Experience from the Swedish Green Tax Commission. h.5

Page 24: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

14

yang mendapat pengurangan tarif pajak tersebut mencakup hortikultura

komersial, pertambangan, manufaktur, serta industri pulp dan kertas.

Pemerintah juga menetapkan saat itu juga bahwa khusus industri pertambangan,

level tarif pajak akan secara penuh dikenakan pada tahun 1997. Namun

ternyata, pemerintah menerima usulan Green Tax Commission untuk

menambah 25% tarif pajak, dibanding aturan awal, karena kalangan industri

tambang ternyata menghasilkan lebih dari 0,365 SEK/kg karbon13.

3. GTS dalam Sektor Household

Bagian terbesar dari konsumsi energi di sektor rumah tangga Swedia

adalah konsumsi transportasi dan pemanas ruangan. Selanjutnya, 10% karbon

yang dikeluarkan oleh masyarakat Swedia berasal emisi transportasi. 14

Sehingga kemudian, pemerintah mau tidak mau –akibat konsesi dengan Partai

Hijau– harus juga menerapkan pajak karbon pada sektor ini. Di sektor tersebut

pula, perdebatan kedua tentang pajak karbon berpusat. Oposisi menganggap

apabila pajak karbon diterapkan pada keperluan hidup sehari-hari, maka

masyarakat akan semakin dibebani pajak yang tinggi.

Pemerintah kemudian mengambil jalan tengah dengan asumsi bahwa

pajak progresif telah memastikan setiap kelas masyarakat mendapat pajak yang

tepat. Perilaku rumah tangga telah dianalisis pemerintah melalui sistem fungsi

permintaan barang publik, terutama terkait pemanas ruangan dan kendaraan

bermotor. Pajak karbon selanjutnya memberikan dua opsi kepada masyarakat

terkait kebutuhan hidup sehari-hari ini. Pertama, masyarakat tetap diizinkan

membeli pemanas ruangan dan kendaraan baru, namun mendapat pembatasan

membeli bahan bakar apabila tidak membayar pajak karbon sebagai bagian dari

13 Bengt Johansson & Swedish Environmental Protection Agency. 1998. Economic Instruments in Practice 1: Carbon Tax in Sweden. h.4 14 International Transport Forum. 2010. Key Transport and Greenhouse Gas Indicators: Information by Country. Diunduh dari <http://www.internationaltransportforum.org/jtrc/environment/CO2/Sweden CO2.pdf> pada 8 Oktober 2010.

Page 25: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

15

pertambahan nilai. Pilihan kedua, masyarakat tetap menggunakan peralatan

lama, yang kadang kurang efisien dalam pengolahan energi, dan tetap

diperbolehkan membeli bahan bakar tanpa batas; namun dikenai pajak berdasar

agregat total karbon yang dikeluarkan.

Dua skema pajak di atas ternyata tetap menghasilkan elastisitas minus,

yang berarti bahwa masyarakat mengalami pengurangan kapital akibat pajak

karbon ini. Kondisi ini pun telah memunculkan tantangan oposisi untuk

merubah skema pajak karbon di tahun 1995. Akan tetapi, pemerintah ternyata

tetap berpegang pada kebijakan ini dan menyediakan lebih banyak jenis

transportasi umum agar pengeluaran energi rumah tangga pun berkurang. Hal

inilah yang kemudian membuat pajak karbon tidak mendapatkan perlawanan

berarti dari masyarakat karena meski pajak karbon membuat pengeluaran rumah

tangga mereka meningkat, pemerintah berusaha mengurangi beban pengeluaran

di sektor lainnya.

4. GTS dalam Small and Medium Enterprises (SMEs)

GTS menyasar pula kalangan SMEs, dengan promosi pemerintah bahwa

kebijakan ini diterapkan sebagai instrumen untuk dapat meningkatkan efisiensi

energi. Kalangan SMEs di Swedia dihadapkan dengan pajak karbon yang jauh

lebih rendah dibanding kelompok industri besar, yakni sekitar 21 Euro/ton CO2

serta pajak listrik sebesar 0,55 Euro/MWh. Namun, kalangan SMEs diwajibkan

untuk membeli sertifikat listrik sesuai dengan proporsi penggunaan mereka.

Kondisi ini dianggap juga olah masyarakat sebagai kuota penggunaan listrik

(SEA, 2007).

Kebijakan pajak karbon juga secara eksplisit mewajibkan seluruh SMEs

untuk memiliki sertifikat sistem kelistrikan (ECS). Selain untuk mencegah

manipulasi sistem oleh perusahaan besar, ECS dimaksudkan sebagai instrumen

pendukung untuk meningkatkan listrik hemat biaya produksi pribadi dari

Page 26: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

16

sumber yang terbarukan. Sertifikat ini selanjutnya dapat dijual kepada pihak

lain apabila produksi energi masih tersisa. Program ini dimulai pada Desember

2005 dan akan berlangsung selama lima tahun pertama, untuk diperpanjang

kemudian di setiap periode. Di akhir periode pertama, SMEs yang mengikuti

program ini dan memenuhi kualifikasi Green Tax Commission akan menerima

pengembalian 100% dari pajak listrik yang harus dibayar.

5. Perkembangan Isu GTS

Isu utama yang muncul sepanjang penerapan GTS adalah pertanyaan

mengenai sektor mana saja yang dikenai pajak karbon. Apabila hanya

diterapkan pada industri besar, maka GTS dipertanyakan sebagai sebuah

kebijakan yang memihak salah satu kelompok. Namun, GTS akan menimbulkan

protes lebih luas apabila penerapannya dikenakan pada lebih banyak kelompok,

terutama kelas menengah. Apalagi, pajak karbon berkemungkinan mengurangi

posisi kompetitif produsen Swedia di pasar dunia akibat biaya produksi tinggi.

Pada akhirnya kemudian, pemerintah memasukkan instrumen kompensasi

dalam pajak karbon, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tentunya,

kompensasi ini untuk menutup kekurangan kebijakan GTS dengan

memperlihatkan kebaikan atau kebijakan positif di sektor lain.

Green-tax system ternyata membawa berbagai dilema, khususnya bagi

PSD yang ingin terus berkuasa. Masyarakat Swedia dalam perkembangannya,

terbukti mengalami efek ekuitas negatif dari pajak karbon. Ekuitas yang

dimaksud merupakan dampak ekonomi dari pajak karbon pada seluruh rumah

tangga karena kebutuhan mendasar sehari-hari pun terkena tarif pajak. Secara

makro, ekuitas tersebut mengurangi pertumbuhan ekonomi Swedia sebesar

0.6%. Pengeluaran rumah tangga untuk kegiatan harian seperti pemanas

ruangan dan kendaraan bermotor bertambah seiring dengan dikenakannya pajak

pada kedua hal itu. Belum lagi, GTS turut pula menaikkan harga bahan bakar

Page 27: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

17

fosil, yang menjadi bahan energi dua kebutuhan tersebut. Sehingga secara

langsung maupun tidak langsung, GTS akan menekan kondisi perekonomian

rumah tangga kelas menengah dan bawah. Himbauan pemerintah untuk

mengubah energi fosil menjadi terbarukan tentu bukanlah hal yang mudah bagi

rumah tangga biasa.

Kebijakan pajak karbon juga membutuhkan kompensasi karena sektor

pertambangan dan industri, yang paling besar dikenai pajak, serta manufaktur

bersiap mengalihkan dukungan pada partai lain. Pemerintah harus bekerja keras

untuk membuktikan bahwa GTS benar-benar kebijakan berbasis riset yang

dapat dipertanggungjawabkan. Pemerintah juga harus membuat sektor

pertambangan, industri, dan manufaktur tetap mampu berproduksi karena inilah

sumber pendapatan Swedia.

Seperti dipaparkan sebelumnya, insentif pemerintah terlihat diberikan

pada pihak-pihak yang mampu mematuhi standar emisi. Insentif dimaksud

mencakup pemberian subsidi di sektor pengeluaran lain, pemotongan pajak,

maupun pengembalian pajak. Hal tersebut selanjutnya membuat kalangan

domestik tidak mempermasalahkan GTS. Masyarakat bahkan mendukung

berkembangnya kebijakan ini karena pengeluaran pajak tertutupi oleh

berkurangnya pengeluaran di sektor lain. Kembali, hal ini seiring dengan sifat

redistribusi pajak, yakni mengembalikan pendapatan pemerintah untuk

pelayanan publik, yang selalu dipegang pemerintahan Swedia.

Page 28: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

18

BAB III

KONSTELASI POLITIK DI SWEDIA

A. Platform Partai Politik di Swedia

1. Partai Sosial Demokrat (PSD)

Partai Sosial Demokrat merupakan partai politik tertua dan terbesar di

Swedia. Partai ini didirikan pada tahun 1889 hingga mengalami perpecahan

faksi di tahun 1917, menghasilkan Left Party yang masih berideologi sama.

Partai Sosial Demokrat menjadikan revisionisme Marxis sebagai pijakan utama,

yakni pengabungan ideologi sosialisme dengan demokrasi sosial. PSD menjadi

pendukung utama kebijakan penyediaan kesejahteraan sosial yang berasal dari

pajak progresif. Pandangan revisionisme juga membuat partai ini mendukung

ekonomi korporatis sosial, yang menciptakan jembatan sistem kemitraan sosial

antara modal dengan kepentingan tenaga kerja. Selain ide dasar di bidang

ekonomi tersebut, PSD juga menjadi pendukung kuat feminisme serta menolak

tindakan diskriminasi dan rasisme.

Pada era 1890-an, PSD dibentuk sebagai efek emansipasi kelas oleh

gerakan rakyat petani dan organisasi pekerja yang menembus struktur negara

dan membuka jalan bagi pemilu. Kedudukan raja yang melambangkan

kapitalisme akhirnya dapat dipertahankan setelah PSD sendiri mengalami

perpecahan akibat krisis internal partai di tahun 1917. partai ini Partai ini

mendapat tempat signifikan di dalam politik Swedia setelah mampu mengatasi

depresi besar 1929 serta resesi ekonomi akibat Perang Dunia II. Kebijakan

ekonomi PSD kemudian didefiniskan sebagai pengumpulan kapital untuk

pembangunan negara dan mengelolanya secara demokratis, dengan

mempertahankan jumlah dan kekuatan kelas menengahs ebagai basis ekonomi.

Sehingga kemudian memang, basis pendukung PSD adalah para pekerja

industri, petani, buruh, SMEs, dan kalangan intelektual. Pada masa berkuasa,

Page 29: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

19

PSD mencoba menciptakan kesetaraan ekonomi dan hak-hak politik, dengan

peningkatan kemakmuran kelas menengah.

Masih di bidang ekonomi, platform Partai Sosial Demokrat mencakup

perpajakan progresif, perdagangan yang adil, serta rendahnya pengangguran.

Untuk mencapai hal tersebut, sistem pengupahan terpusat diberlakukan yang

bertujuan memastikan efisiensi bisni tetap berjalan tanpa merugikan para

pekerja. Kegiatan tawar-menawar kemudian dilakukan dengan penghitungan

bisnis secara mendalam sehingga hasil yang didapat sesuai dengan kenyataan

proses produksi. Kebijakan yang dirintis sejak akhir Depresi Besar

tersebutmemperlihatkan hasilnya di era 1980-an. Pada era ini, Swedia

menempatkan diri sebagai salah satu negara terkaya di dunia, baik secara makro

ataupun mikro. Era 1980-an juga menjadi catatan khusus karena Uni Eropa

mulai memperhatikan layanan publik Swedia yang mampu menjangkau seluruh

masyarakat. Liberalisme ekonomi yang dipelopori oleh Inggris dan Amerika

Serikat turut pula dirasakan; namun tanpa menghilangkan kebijakan sosialisme

Swedia, yang dalam beberapa sisi masih mengenakan kontrol di beberapa

bidang. Lagi-lagi, kontrol yang dipakai oleh pemerintahan PSD adalah pajak

progresif dan sistem insentif untuk menjamin stabilitas pengeluaran publik.

Sedangkan di bidang politik luar negeri, PSD memastikan Swedia

berada di pihak netral. Hal ini turut mendorong keberhasilan Swedia menjadi

sebuah welfare-state, yang menggabungkan ide sosialisme dengan kapitalisme.

Netralitas ini pula yang membuat Swedia tetap diterima oleh AS dan Uni Eropa

sebagai sekutu meski berpaham sosialis. Bahkan ketika model Rehn-Meidner

diperkenalkan di akkhir 1980-an, Swedia kukuh untuk melaksanakan sosialisme

meskipun hal tersebut menghambat negara ini bergabung dalam blok Uni Eropa.

Model Rehn-Meidner merupakan proposal bagi pemerintah dari kalangan

industri untuk merevisi aturan pajak agar industri dapat lebih kompetitif di pasar

Eropa.

Page 30: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

20

Tak dapat dipungkiri kemudian, krisis ideologi menghantam Swedia

pada awal 1990-an. Kejatuhan Uni Soviet dan negara komunis lainnya

menimbulkan guncangan bagi PSD dan perpolitikan Swedia. Di saat yang

bersamaan, desakan kelompok industri dan pemilik modal semakin meningkat,

yakni paksaan agar pemerintah lebih melepaskan kontrol pada perekonomian.

Terkait perubahan paradigma ideologi tersebut, Partai Sosialis Demokrat (PSD)

ternyata juga harus kehilangan kekuasaan mayoritasnya pada pemilu tahun 1992.

Seperti diketahui, partai yang telah memegang kekuasaan selama seratus tahun

sebelumnya ini berhaluan sosialis. PSD bahkan menjadi anggota Partai

International untuk Sosialisme (SIMAK). Sehingga meski masih berhasil

menjadi pemenang pemilu, PSD terpaksa harus berkoalisi dengan parta-partai

lain untuk mampou membentuk pemerintahan. PSD dituntut untuk mampu

mengelola hubungan dengan partai lain apabila tetap ingin berkuasa. Tentunya,

kecenderungan bagi partai yang telah berkuasa lama, mereka tidak begitu saja

membiarkan kelompok lain menjadi partai pemerintah. Apalagi, pemilu 1992

ini juga menciptakan kondisi politik baru di Swedia yakni ketidakmampuan

sebuah partai untuk menjadi mayoritas mutlak. Baik partai pemenang yang

ingin menjadi pemerintah ataupun oposisi, harus menggandeng partai kecil lain

untuk lebih mampu bersuara di dalam parlemen.

Kekalahan PSD ini kemudian dijawab oleh Goran Persson, pemimpin

baru partai, dengan menghangatkan kembali ide-ide pajak progresif demi

kesejahteraan sosial. Slogan-slogan kemakmuran Swedia dengan sistem ini

kembali diperkenalkan. Hingga pada akhirnya, PSD mampu terus meningkatkan

perolehan suara partai hingga kekalahannya di tahun 2006 akibat skandal dana

bantuan. Keberhasilan PSD ini pun tercatat sebagai efek bertahannya Swedia

sebagai sebuah negara maju dan makmur dengan ketimpangan ekonomi yang

sangat rendah.

Page 31: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

21

2. Left Party

Left Party telah menjadi pemain dalam politik Swedia sejak ia didirkan

pada tahun 1917 dalam semangat revolusi Rusia. Kerusuhan banyak terjadi

dalam kota, antara buruh-militer dengan birokrat-aristrokrat. Kerusuhan

akhirnya dapat selesai di tahun 1919 saat liga pemuda partai ini mengambil alih

kepengurusan. Walau begitu, partai ini konsisten dengan ide sosialismenya,

menentang segala kepemilikan privat yang berlebihan serta menghendaki

adanya kesetaraan dalam politik. Hal ini dikarenakan, kalangan buruh tetap

menjadi elemen penting dalam partai ini, yang selalu menginginkan perbaikan

kondisi hidup. Pada era 1980-an, Left Party secara konsisten menolak

privatisasi, suatu hal yang banyak terjadi di negara-negara barat pada masa itu.

Partai ini juga menentang keanggotaan Uni Eropa karena dianggap mengurangi

independensi negara untuk mengatur dirinya. Partai ini juga menentang

pembangunan PLTN di Swedia, juga menuntut pemerintah berkuasa untuk

meningkatkan belanja publik demi kesejahteraan rakyat.

Krisis partai kemudian dimulai pada akhir 1980-an seiring dengan

lunturnya ide komunisme di Uni Soviet. Perpecahan internal mulai terjadi,

antara golongan komunis konservatif dengan sosialis demokrat. Kalangan

sosialis demokrat memandang bahwa Left Party harus menggeser ideologinya

jika tidak ingin kehilangan kursi di Parlemen. Belum lagi, serangan eksternal

pada ideologi komunis dan sosialis membuat citra partai ini terus berkurang.

Sebagai efek krisis ini, Left Party hanya mendapatkan 6.2% suara rakyat, turun

drastis dari periode sebelumnya yang mencapai 12%. Namun seiring

bergabungnya partai ini dalam koalisi pemerintah, suara yang didapatkan

kembali merangkak naik dan mampu kembali ke level 12% pada tahun 1998.

Selama krisis terjadi, gejolak telah membuat partai ini bergerak ke kanan.

Isu-isu yang diperjuangkan tidak lagi berupa kontrol negara atas seluruh bidang

kehidupan, suatu hal yang cukup usang dalam konstelasi global. Sejak

Page 32: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

22

bergabung dengan Koalisi Merah-Hijau di tahun 1991, Left Party memfokuskan

dirinya pada isu feminisme, pemerataan kesejahteraan, serta pendidikan bagi

semua orang. Ideologi ini sekaligus menjadi jembatan bagi ide-ide sosialisme,

yang memperhatikan kemakmuran mikro suatu negara, dengan keberhasilan

kapitalisme, yang lebih fokus pada peningkatan kemakmuran.

3. Green Party

Green Party merupakan sebuah partai politik yang didirikan pada tahun

1981 sebagai tindak lanjut adanya gerakan menentang tenaga nuklir dalam

referendum 1980. Partai ini memenangkan kursi di Parlemen untuk pertama

kalinya di tahun 1988, namun gagal lulus ambang batas 4%. Pasca revolusi

politik Swedia di awal 1990, Green Party berhasil mendapatkan suara sekitar

5% dan terus bertambah pada pemilu di tahun –tahun berikutnya. Saat ini, basis

utama pendukung partai berasal dari kalangan anak muda, perempuan, pekerja

perkotaan, dan masyarakat berpendidikan tinggi. Green Party memfokuskan diri

pada perlindungan binatang, alam, dan sistem ekologi bagi generasi di masa

yang akan datang. Partai ini cenderung imparsial, dengan keberpihakan pada

partai yang mendukung ide-ide pro lingkungan, baik di level Swedia maupun

Uni Eropa.

Di dalam negeri Swedia sendiri, Green Party mengangkat penghapusan

pembangkit listrik tenaga nuklir sebagai isu utama. Isu ini menimbulkan

kontroversi karena kalangan industri Swedia sangat bergantung pada

pembangkit listrik ini sebagai sumber energi yang murah. Green Party

kemudian turut serta dalam Koalisi Merah Hijau setelah bersepakat bahwa

pemerintah akan mendukung reformasi pajak terkait lingkungan. Green Party

kemudian mengusulkan suatu instrumen pajak tinggi yang akan memaksa

masyarakat menggunakan teknologi ramah lingkungan. Selain itu, partai ini

juga mengusulkan suatu pajak atau sanksi tegas bagi industri yang tidak

Page 33: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

23

memperhatikan konsep pembangunan berkelanjutan dalam kegiatan

produksinya. Hal ini diharapkan akan mengubah perilaku masyarakat Swedia

untuk bisa lebih menghargai lingkungan.

Sebagai partai pertama di Swedia yang mengadvokasi pelestarian

lingkungan, Green Party tergolong ketat dalam memilih partnernya. Partai ini

telah terbiasa menjadi pihak independen sehingga cenderung tidak peduli

apabila koalisi yang ditawarkan tidak memberikan paltform yang jelas. Green

Party kemudian memastikan diri akan mendukung Partai Sosial Demokrat

(PSD) hingga tahun 2030, proyeksi saat Swedia akan menghapuskan seluruh

instalasi nuklirnya. Memang, kekalahan Merah-Hijau di tahun 2006 sedikit

menghambat upaya tersebut; namun Green Party tetap setia karena Alliance for

Sweden justru menambah proyek PLTN serta mengurangi pajak bagi industri

dan sektor tambang. Sebagai oposisi kemudian, Green Party mencoba

menambah ideologi partainya dengan mendiversifikasi isu menjadi tidak hanya

soal lingkungan, tetapi juga masalah imigrasi, integritas pemerintahan, dan

kewirausahaan.

4. Partai Moderat

Partai Moderat merupakan partai yang memusatkan diri untuk

memperjuangkan hak politik liberal konservatif di Swedia. Partai ini didirikan

pada tahun 1904 oleh kelompok konservatif di parlemen Swedia, yang sempat

mengalami dua kali pergantian nama, yakni National Organization of the Right

(1938-1952) dan Partai Kanan (1952-1969). Meski kadang mengalami

pergeseran, partai ini menyatakan bahwa ideologi mereka berpusat pada

campuran liberalisme dan konservatisme, yang kemudian disebut konservatisme

liberal. Istilah liberalisme di Swedia -dan kebanyakan negara Eropa- tidak

diartikan sebagai progresif, seperti digunakan di Amerika Serikat, tetapi lebih

dekat dengan arti tradisional liberalisme klasik.

Page 34: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

24

Partai Moderat mendukung adanya pasar bebas dan kebebasan pribadi;

dan secara historis menjadi pendukung utama bagi kebijakan privatisasi,

deregulasi, pemotongan pajak, dan pengurangan tingkat pengeluaran sektor

publik. Selain itu, partai ini juga mendukung peraturan tegas terhadap kejahatan,

mempromosikan nilai-nilai kerja keras, serta peningkatan kualitas pendidikan.

Partai moderat juga menjadi poros utama kampanye keanggotaan Swedia dalam

Euro, yang ternyata ditolak rakyat melalui referendum.

5. Partai Kristen Demokrat (PKD)

Partai Kristen Demokrat didirikan pada tahun 1964, tetapi tidak

memasuki parlemen hingga tahun 1985, dengan suatu bentuk aliansi bersama

Centre Party. Empat fokus utama partai ini meliputi peningkatkan perawatan

lansia, perlindungan anak, pelonggaran aturan perusahaan bagi pekerja

berkeluarga, serta penurunan pajak untuk mendorong pertumbuhan dan

memberantas pengangguran. Sebelum Green Party muncul, partai ini menjadi

motor utama pendukung kebijakan pro lingkungan. Partai Kristen Demokrat

belum mendapatkan tempat berarti di perpolitikan Swedia hingga akhir 1980-an.

Setelah beberapa tokoh terkenal sayap kanan bergabung dalam partai ini

di tahun 1991, PKD mampu mendapatkan lebih dari 7% suara dalam pemilu

1993. Suara ini jauh lebih tinggi dibanding pemilu tahun 1981 yang hanya

memberikan 1.4% suara bagi PKD. Partai ini kemudian bergabung dengan

kalangan sayap kanan dalam koalisi Alliance for Sweden. Pada perkembangan

selanjutnya, partai ini berhasil memperoleh suara hingga 11% di tahun 1998,

kemudian tetap mempertahankan diri sebagai partai terbesar keempat di Swedia

pada tahun-tahun berikutnya.

Page 35: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

25

6. Centre Party

Centre Party merupakan sebuah partai politik moderat di Swedia yang

hubungan dekat dengan kaum pedesaan, namun mendukung peningkatan hak-

hak petani. Partai ini juga mengusulkan desentralisasi otoritas pemerintah,

terutama yang menyangkut penanganan ekonomi. Selan itu, Centre Party diisi

oleh orang-orang konservatif, yang berusaha membatasi imigran asing dan

menentang naturalisasi berlebihan. Pada era 1990-an, partai ini menjadi yang

paling pesat perkembangannya di wilayah perkotaan. Centre Party di tahun

2000 juga tercatat sebagai partai politik terkaya di dunia dengan pemasukan

saham sebesar 1.8 milyar Euro dari kelompok koran Centertidningar AB15.

7. Partai Liberal

Partai Liberal Swedia merupakan pendukung liberalisme sosial dan

menjadi bagian dari Alliance for Sweden dan saat ini menjadi partai keempat

terbesar di Riksdag. Ideologi resmi partai ini disebut dengan liberalisme sosial,

yang diterjemahkan sebagai komitmen ideologis untuk suatu ekonomi

campuran, berbasis pasar dan program kesejahteraan sosial. Nama lain platform

partai ini adalah tanggung jawab sosial tanpa sosialisme. Partai ini merupakan

pecahan dari Partai Sosial Demokrat (PSD), yang berpisah sejak tahun 1921

akibat perbedaan tajam di bidang pengaturan ekonomi. Partai Liberal menolak

upaya PSD yang menuntut nasionalisasi perusahaan swasta. Sejak saat itu,

Partai Liberal menjadi salah satu pilar sayap kanan dan menjaga kepemilikan

modal tidak diganggu oleh pemerintah.

Partai Liberal juga mendukung pengetatan anggaran pemerintah dan

mengurangi pengeluaran publik yang tidak perlu. Partai ini dikenal berorientasi

kebijakan pada pandangan Amerika Serikat dan Inggris. Para pemimpin partai

ini juga vokal mempengaruhi masyarakat agar Swedia mau masuk ke dalam Uni 15 Absolute Astronomy. 2008. Centre Party (Sweden). Diunduh dari <http://www.absolute astronomy.com/topics/ Centre_Party_%28Sweden%29> pada 5 Oktober 2010.

Page 36: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

26

Eropa . Sehingga sampai saat ini, Partai Liberal dikenal sebagai partai paling

pro Eropa di perpolitikan Swedia. Namun kampanye 1993 dan 1995 tetap gagal

membuat masyarakat Swedia mau bergabung ke dalam Eropa, baik sistem

moneternya maupun Uni Eropa.

8. Partai-Partai Lainnya

Selain partai-partai tersebut di atas, beberapa partai lain mewarnai

konstelasi politik di Swedia. Partai-partai ini merupakan partai yang tidak

mencapai threshold 4% secara nasional, tetapi memiliki kursi di tingkat lokal.

Ideologi partai-partai kecil ini biasanya bersifat pragmatis, tergantung pada

keinginan masyarakat lokal di wilayah mereka. Kadangkala, partai-partai kecil

yang ada berfungsi juga sebagai kepanjangan tangan partai besar, agar lebih

terlihat dekat dengan masyarakat Swedia. Partai kecil yang cukup terkenal

antara lain Partai Feminis, Junilistan, dan Demokrat Swedia.

B. Koalisi Partai Politik di Swedia

1. Revolusi Politik di Swedia

Konstelasi politik Swedia mengalami perubahan drastis sejak Perang

Dingin berakhir. Kondisi ini tentunya terkait dengan konsep welfare state

Swedia yang memang cenderung sosialis. Walaupun mendukung kapitalisme,

Swedia masih memegang prinsip bahwa kesejahteraan yang merata adalah

tujuan utama negara, dan negara bertanggung jawab mewujudkan hal tersebut.

Seperti banyak negara lain di dunia kemudian, konsep sosialisme kehilangan

pendukung sesaat pasca runtuhnya Uni Soviet. Perpolitikan di berbagai negara

selanjutnya dipenuhi oleh ide-ide liberalisme dan kapitalisme. Dua pemikiran

ini dianggap sebagai pemenang Perang Dingin, sehingga harus diadopsi sebagai

ideologi negara yang ingin bergerak maju.

Page 37: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

27

Terkait perubahan paradigma ideologi tersebut, Partai Sosialis Demokrat

(PSD) ternyata juga harus kehilangan kekuasaan mayoritasnya pada pemilu

tahun 1992. Seperti diketahui, partai yang telah memegang kekuasaan selama

seratus tahun sebelumnya ini berhaluan sosialis. PSD bahkan menjadi anggota

Partai International untuk Sosialisme (SIMAK). Sehingga pemerintahan yang

terbentuk kemudian, mengharuskan PSD sebagai pemenang mayoritas untuk

mau berkoalisi dengan parta-partai lain. PSD dituntut untuk mampu mengelola

hubungan dengan partai lain apabila tetap ingin berkuasa. Tentunya,

kecenderungan bagi partai yang telah berkuasa lama, mereka tidak begitu saja

membiarkan kelompok lain menjadi partai pemerintah. Selain itu, Pemilu 1992

ini juga menciptakan kondisi politik baru di Swedia yakni ketidakmampuan

sebuah partai untuk menjadi mayoritas mutlak. Baik partai pemenang yang

ingin menjadi pemerintah ataupun oposisi, harus menggandeng partai kecil lain

untuk lebih mampu bersuara di dalam parlemen.

2. Koalisi Merah-Hijau (Merah-Hijau)

Koalisi pemerintahan yang kemudian terbentuk memberi nama dirinya

Koalisi Merah-Hijau. Koalisi ini dipimpin oleh PSD sebagai partai pemenang

pertama, dengan anggota koalisi Left Party dan Green Party. Koalisi ini

mendapatkan namanya karena sifat sosialisme PSD dan Left Party yang

bersedia berkoalisi dengan Green Party. Koalisi Merah-Hijau menguasai

parlemen dengan 191 kursi, memastikan kemampuan meredam suara oposisi16.

Koalisi ini sendiri dinilai sebagai kesatuan aneh mengingat sifat ketiga partai

yang bertentangan satu sama lain.

Partai Sosial Demokrat sejak dulu berkeras menerapkan pajak progresif

untuk segala hal, dari pendapatan hingga tanah. Hal ini tentu sehubungan

16 Pascal Del Wit, Erol Kulahci, & Cédric Van De Walle. 2004. The Europarties Organisation and Influence. h.315

Page 38: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

28

dengan cita-cita PSD menjadikan Swedia sebagai welfare state17. Partai ini juga

sering memilih memacu pertumbuhan ekonomi dibanding memperhatikan

masalah lingkungan. Di sisi lain, Green Party merupakan partai yang ingin

memperketat standar preservasi lingkungan di Swedia, tanpa memperdulikan

status sosial masyarakat. Green Party beranggapan, seluruh level masyarakat

yang menghasilkan karbon harus mendapatkan pajak yang sesuai. Padahal,

pajak pada era kepemimpinan PSD ditujukan untuk meratakan pendapatan

masyarakat, sebagai subsidi silang dari kalangan atas pada kalangan menengah.

Kemudian berada di sisi berikutnya, Left Party merupakan representasi

kalangan sosialis Swedia untuk menjadikan negara ini mengimplementasikan

sosialisme murni, yang menghapus kepemilikan privat. Tentu hal ini sedikit

bertentangan dengan prinsip PSD yang mempertahankan kepemilikan privat.

Sistem welfare state Swedia pun tidak menempatkan negara sebagai penguasa

segala sumber daya, tetapi hanya sebagai pengatur dan pengarah, agar seluruh

rakyat mendapatkan kemakmuran. Perbedaan prinsip ketiga partai itulah yang

dilihat banyak pihak sebenarnya sulit untuk disatukan. Sehingga kemudian,

keberhasilan PSD sebagai pembentuk koalisi akan penting ditilik; guna

memberikan gambaran akan insentif dan sikap apa yang harus ada dalam suatu

koalisi.

3. Alliance for Sweden (AFS)

Koalisi oposisi terdiri dari Moderate Party, Centre Party, Liberal

People's Party, dan Christian Democrat. Koalisi ini ingin menerapkan sistem

liberalisme penuh di Swedia dan menggeser peran pemerintah untuk hanya

17 Sistem yang dianut Swedia sering disebut sebagai Swedish welfare state, varian dari welfare state yang dikembangkan oleh negara-negara Skandinavia. Karakter utama negara dengan sistem ini adalah upaya memperbesar kelas menengah, pemerintah tidak mengendalikan sistem produksi tetapi mengenakan pajak untuk memeratakan kemakmuran, serta memastikan industri memiliki setting padat karya. (Johan Norberg. 2006. Swedish Models. h.2)

Page 39: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

29

sebagai watch dog. Kelompok ini juga sangat mendukung kebebasan

kepemilikian privat, hal yang menjadi antipati sebuah welfare state.

Salah satu conton kebijakan yang selalu diusulkan –dan tercapai pasca

kemenangan koalisi ini di tahun 2006– adalah pemotongan pajak bagi kalangan

pemilik industri berat dan ekstraksi tambang. Alliance for Sweden beranggapan

bahwa Swedia harus mengikuti tren ideologi yang ada, terutama pasca

masuknya negara ini ke Uni Eropa. Koalisi ini memandang bahwa sistem

welfare state Swedia harus direorientasi, mengingat kalangan pekerja Swedia

telah pula berkurang.

Alliance for Sweden kemudian mencoba menghapus banyak kebijakan

koalisi sebelumnya, sebagai upaya untuk semakin mengurangi pengaruh politik

PSD di Swedia. Koalisi ini mencabut larangan penggunaan nuklir sebagai

sumber energi listrik, yang pada masa sebelumnya dipandang menimbulkan

kerusakan lingkungan besar. Koalisi ini juga menghilangkan pajak pembelian

barang dan apartemen mewah, yang dulu digunakan sebagai subsidi silang bagi

kalangan menengah Swedia.

C. Hubungan Antarkoalisi

Hubungan kedua koalisi ini selalu diwarnai oleh rivalitas satu sama lain.

Masing-masing koalisi berusaha mengegolkan atau menjegal koalisi lain. Hal ini

tentu berhubungan dengan latar belakang koalisi yang memang sangat berbeda

satu sama lain. Kedua koalisi mencoba memanfaatkan segala celah untuk berusaha

mengalahkan partai lainnya. Pertentangan ini muncul sejak pemilu 1992, dengan

kondisi seperti telah dipaparkan sebelumnya. Beragam kebijakan Koalisi Merah-

Hijau sering coba dijegal oleh koalisi lain; yang beruntung karena dalam sistem

parlementer Swedia, koalisi pemerintah hanya membutuhkan mayoritas tipis untuk

mengesahkan sebuah kebijakan. Alliance for Sweden akhirnya berhasil mengambil

Page 40: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

30

alih pemerintahan pada tahun 2004, setelah Koalisi Merah-Hijau diwarnai banyak

skandal terkait Tsunami Hindia.

Sehubungan dengan pajak karbon, kebijakan ini ternyata telah

menimbulkan pertentangan antar koalisi semakin besar. Instrumen yang berkutat

pada penerapan pajak tinggi ini banyak ditentang koalisi oposisi. Hal ini terlihat

nyata saat Alliance for Sweden berhasil mengambil alih pemerintahan. Koalisi ini

langsung menurunkan tingkat pajak karbon secara drastis serta secara terang-

terangan ingin menghapus warisan welfare state a la PSD. Alliance for Sweden

pun selalu berusaha mengurangi subsidi pemerintah untuk pembelian rumah

sederhana serta dana sosial pensiun dan pengangguran18. Mereka beranggapan,

tidak seharusnya negara, apalagi pemilik uang dan pekerjaan menanggung

pengeluaran tersebut. Terlebih, golongan yang disubsidi ini semakin membesar

karena masuknya imigran serta pemberian suaka. Pastinya, saat subsidi dan

kepedulian negara dihilangkan, maka berakhir pula sistem welfare state Swedia

yang dirasa banyak pihak sebagai sebuah sistem negara terbaik. Kembali, pada

titik inilah pertentangan kedua partai sebenarnya muncul, yakni seberapa jauh

negara harus berperan menciptakan kesetaraan kemakmuran rakyat.

18 Regeringsansliet. 2009. A Sustainable Energy and Climate Policy for the Environment, Competitiveness and Long-term Stability. h.1

Page 41: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

31

BAB IV

GREEN-TAX SYSTEM SEBAGAI KUNCI KOALISI

A. Kekuatan Isu Lingkungan

Isu lingkungan menjadi topik penting perpolitikan Swedia, yang

berkembang dari sebuah norm menjadi isu nasional, akibat pengaruh dari dalam

dan luar negeri. Preservasi lingkungan sebenarnya telah diperjuangkan oleh Green

Party sejak lama, namun sayangnya tidak mendapatkan tempatnya dalam

perpolitikan Swedia. Kejadian hujan asam di era 1970-an pun tidak membuat elit

politik mau memikirkan aspek lingkungan karena dirasa hanya akibat tindakan

negara lain yang terbawa ke wilayah Swedia. Apalagi, lingkungan juga dilihat

sebagai salah satu aspek yang mengganggu pertumbuhan ekonomi. Swedia pun

sejak lama memacu pertumbuhan ekonominya dari sektor pertanian dan industri

tambang, dua sumber produksi yang sangat merusak lingkungan. Dan kedua sektor

ini adalah penyumbang utama emisi karbon Swedia, yang apabila dikurangi dapat

menimbulkan kontraksi ekonomi.

Titik kulminasi isu ini pun terjadi pada akhir era Perang Dingin. Saat itu,

PSD yang terancam kekalahan berusaha mencari sebuah isu yang dapat digunakan

sebagai kunci koalisi.19 PSD kemudian menemukan bahwa isu lingkungan yang

disinkroniasi dengan pajak dapat menjadi kunci koalisi. PSD mulai melirik koalisi

dengan Green Party yang ternyata cukup mendapat tempat di pemilihan umum

1992. Walau begitu, PSD masih memilih instrumen pajak sebagai cara untuk bisa

membagi rata kekayaan rakyat Swedia. Sehingga kemudian, muncul sebuah

kebijakan pajak karbon bagi masyarakat Swedia. Tentunya kebijakan ini dipilih

untuk mengimbangi koalisi lain yang ingin menurunkan pajak dan meningkatkan

kepemilikan privat.

19 Roger Hällhag. 2007. New Sweden: Crushing or Confirming a Social Democratic Model. h.10

Page 42: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

32

B. Struktur Insentif GTS dalam Koalisi Merah-Hijau

Struktur insentif yang terdapat dalam green-tax system ini meliputi enam

kasus utama. Enam kasus utama ini menjadi titik temu tiga partai koalisi untuk

terus bersama dalam pemerintahan. Bidang pertama yang menjadi fokus adalah

pengajuan RUU itu sendiri. RUU pajak karbon diajukan pada tahun 1991, pasca

pemilu yang menghasilkan tidak adanya mayoritas mutlak. Saat itu, PSD yang

sebelumnya menguasai mayoritas mutlak, hanya memperoleh 40% kursi parlemen.

Sebagai partai dengan perolehan suara tertinggi, PSD diberi kesempatan untuk

membentuk pemerintahan, dengan syarat memperoleh koalisi minimal 51%

parlemen.20 Melihat konstelasi yang ada, PSD tidak mungkin mendekati Liberal

dan Centre Party, karena perbedaan ekstrem ideologi yang ada. Kesempatan bagi

PSD hanya terbuka dengan Left Party, kelompok sosialis konservatif yang juga

terancam posisinya. Left Party menjadi terancam karena ideologi komunisme-

sosialisme mulai pudar pasca runtuhnya Uni Soviet di tahun itu. Sehingga

kemudian, Left Party membutuhkan suatu media untuk membuktikan pada

masyarakat bahwa konsep sosialisme masih menjadi dasar terbaik bagi welfare

state Swedia. Keinginan politik untuk tetap mempertahankan peran besar

pemerintah di bidang ekonomi tetap berakar pada partai ini. Seperti diketahui,

Swedia sebagai negara sosialis tidak pernah membiarkan struktur ekonomi

dikendalikan sepenuhnya oleh pemilik modal besar. Apabila tidak turut berkoalisi,

hal tersebut berarti Left Party membiarkan partai besar lain memuluskan jalan

untuk membiarkan penumpukan kepemilikan privat tanpa batas. Kondisi tersebut

berarti akan membuat Left Party kehilangan tujuan dan identitas ideologis partai.

Partai dengan perolehan 5.5% ini kemudian kembali mengkampanyekan

penggunaan pajak progresif dan memutuskan bergabung dengan PSD. Koalisi

sementara PSD-Left Party selanjutnya membutuhkan tambahan minimal 5.5%

untuk bisa membentuk pemerintahan.

20 Swedish Institute. 2007. The Swedish System of Government. h.2

Page 43: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

33

Koalisi Merah di atas kemudian berusaha mendekati partai independen

yang ada, yakni Green Party. Kebetulan, partai ini memiliki kesamaan platform di

bidang pengenaan pajak. Green Party merasa bahwa pajak telah menjadi instrumen

efektif pemerintah Swedia dalam berbagai kebijakannya. Partai pro-lingkungan ini

selanjutnya mengkampanyekan adanya pajak tinggi bagi para emitor karbon, yang

berbanding lurus dengan tingkat kekayaan. Pada titik inilah, ketiga partai itu

bertemu. Green Party yang mendorong reformasi pajak karbon menjadi lebih ketat,

bertemu dengan klub “penyuka pajak”. Apalagi, lingkungan juga telah menjadi

emerging issues dalam kehidupan sosio-politik Swedia sehingga daya tawar partai

ini menguat akibat meningkatnya kesadaran masyarakat. 21 Pertemuan dengan

Koalisi Merah pun terjadi karena Green Party tidak mungkin berdekatan dengan

Alliance for Sweden yang berusaha mengurangi segala hambatan investasi dan

peningkatan kapital privat. Pada akhirnya, Green Party menyumbangkan 5.5%

tambahan kursi, yang menjadikan Koalisi Merah-Hijau sebagai pembentuk

pemerintahan Swedia di tahun 1991 (dan bertahan hingga 2006).

Kasus kedua yang menjadi titik temu Koalisi Merah-Hijau adalah pajak di

sektor pertambangan dan industri. Sektor ini menjadi alot karena ketiga partai

memiliki pandangan berbeda dalam melihat keberadaannya. Left Party secara

konsisten menolak kepemilikan privat berlebihan, yang tergambar dalam sektor

industri dan pertambangan. Sedangkan PSD sebagai partai utama koalisi

memandang bahwa kepemilikan privat tak dapat lagi dihindari; selain karena tren

liberalisasi ekonomi di banyak negara Eropa, juga sistem perdagangan

internasional yang lebih memihak pada sistem liberal. Walau begitu, sebagai

penjaga nilai welfare state, PSD berkepentingan untuk mempertahankan dukungan

suara rakyat. PSD tentunya tidak ingin kehilangan suara rakyat, pasca beralihnya

suara para pemilik modal dan pihak pro-UE ke Alliance for Sweden. Selain itu,

PSD harus mengakui bahwa sektor industri dan tambang merupakan penopang 21 Mattias Boman & Leif Mattsson. 2005. A note on attitudes and knowledge concerning environmental issues in Sweden. h.1

Page 44: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

34

utama perekonomian Swedia. Manajemen handal para pemilik modal juga menjadi

kelebihan tersendiri, yang kadang tidak dimiliki oleh birokrasi pemerintah. Di

sudut segitiga lain, Green Party berupaya mengadvokasi pemenuhan standar

lingkungan bagi sektor industri dan tambang. Partai ini melihat, dan memang

terbukti, bahwa sektor industri dan tambang telah menjadi sumber utama polusi.

Karakteristik iklim Swedia yang mudah menjadi kumpulan polusi udara,

menjadikan limbah sektor industri bisa dengan efisien mencemari udara. 22

Penggunaan energi dan tekonologi yang tidak ramah lingkungan juga disorot oleh

Green Party. Sehingga kemudian, konsensus harus dicapai oleh koalisi dalam

menangani kasus ini.

Green Party langsung mengusulkan penerapan pajak sebesar $100 per ton

karbondioksida yang dikeluarkan. 23 Hal ini menimbulkan penolakan keras dari

sektor industri ketika awal pengajuan RUU. Mereka menilai penerapan pajak

dengan standar tersebut akan mengurangi laju pertumbuhan ekonomi Swedia

hingga 0.3% per tahun.24 Walau begitu, Left Party ternyata dengan bersemangat

mendukung penerapan pajak tinggi ini. Mereka menilai, hal ini akan menjadi alat

efektif membagi kemakmuran masyarakat Swedia. Namun PSD kurang

menyetujui usulan setinggi ini karena mengkhawatirkan dua hal, yakni laju

pertumbuhan ekonomi dan semakin mundurnya dukungan dari kalangan elit

Swedia. PSD kemudian mengusulkan adanya insentif pajak bagi industri yang

mampu menekan kadar buangan karbondioksida. PSD mengusulkan pula sistem

periodisasi, yakni penerapan pajak secara bertahap tiap dua tahun. Periodisasi

dipandang PSD akan membuat pemerintah lebih mudah melihat dampak

implementasi pajak serta mengurangi berbagai resiko di sektor ekonomi. Pada

akhirnya, pajak diterapkan sebesar 25% dari yang seharusnya hingga tahun 1993. 22 Liu Qioghong & Sven Bdtkenhielm. 1995. A Statistical Aprroach to Decompose Ecological Variation. h.2 23 Jerry Mechling dkk. 2008. Congestion Pricing for Stockholm. h.12 24 Ministry of Environment – Government of Japan. (tanpa tahun penulisan). Utilization of Economic Instruments in Environmental Policies - Taxes and Charges. Diunduh dari <http://www.env.go.jp/ en/policy/tax/econo/et1b.html> pada 6 Oktober 2010.

Page 45: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

35

Pajak selanjutnya bertambah menjadi 50% dari pagu awal UU Lingkungan hingga

tahun 1995. Namun di tahun 1996, pemerintah terpaksa menerima usulan Green

Tax Commission, untuk menambah lagi pajak hingga 75% karena sektor industri

ternyata mengeluarkan limbah melebihi standar konsentrasi karbon Swedia.

Namun sejak pajak karbon tersebut diterapkan, hingga akhir koalisi di tahun 2006,

pemerintah tidak pernah menerapkan 100% pajak. PSD sebagai partai utama

pemerintah tetap menjaga hal ini dengan berbagai intervensi politik, agar sektor

industri dan tambang tidak kehilangan kepercayaan dalam berinvestasi.

Berikutnya, fokus perdebatan anggota koalisi dalam UU LIngkungan

adalah penerapan pajak di sektor SMEs. Kali ini, Green Party harus menghadapi

dua anggota koalisi lain, yang menentang penerapan pajak lingkungan pada

masyarakat kelas menengah ini. SMEs selama ini telah menyumbang 30% GDP

Swedia sehingga menjadi salah satu penopang utama perekonomian.25 Bagi PSD

dan Left Party, para pemilik maupun penyokong SMEs adalah kalangan yang

harus diberdayakan, tidak dieksploitasi oleh negara untuk pemerataan pendapatan.

Oleh karena itu, PSD dan Left Party menolak usulan Green Party yang ingin

menerapkan pajak tinggi kepada sektor ini. Namun tentu saja, kesepakatan PSD

dengan Green Party mengharuskan partai utama koalisi tersebut mau menerapkan

pajak lingkungan pada semua emitor karbon. Pada akhirnya, anggota koalisi

menyepakati bahwa pajak listrik dan karbon bagi SMEs tidak berubah

dibandingkan dengan UU Lingkungan tahun 1979. Para SMEs selanjutnya

diwajibkan untuk memiliki sertifikat sistem kelistrikan (ECS) yang membatasi

penggunaan listrik. Hal ini sebagai kompensasi tidak naiknya pajak, namun bisa

membatasi pengeluaran karbon dioksida secara tidak langsung. Instrumen ECS

sebagai jalan tengah koalisi juga menjadi cara agar SMEs tidak dimanfaatkan oleh

pemilik maupun pemilik modal lain untuk mencurangi pajak karbon. Apabila tidak

dibatasi, dapat saja seorang pemilik industri besar memecah modal atau pabriknya 25 Glenda Napier dkk. 2004. Strengthening Innovation and Technology Policies for SME Development in Turkey. h.47

Page 46: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

36

menjadi beberapa bagian kecil, sehingga dapat digolongkan sebagai SMEs.

Sertifikat SMEs dan ECS kemudian hanya dapat dikeluarkan oleh Green Tax

Commision agar seluruh kegiatan terawasi dengan baik.

Fokus perdebatan berlanjut pada sektor household yang menyasar rumah

tangga biasa. Kali ini, Green Party kembali berhadapan dengan Left Party dan

PSD yang mencoba menghindarkan pajak kalangan ini. Pajak di sektor household

berarti mengenakan pajak atas emisi yang diakibatkan oleh pemanas ruangan dan

penggunaan kendaraan bermotor. PSD dan Left Party menolak usulan Green Party

karena melihat bahwa penggunaan pemanas ruangan merupakan kebutuhan primer

masyawakat Swedia. Begitu juga dengan kendaraan bermotor, yang mana tiap

rumah tangga di Swedia memilikinya. Walau begitu, Green Party keukeuh

menuntut adanya pajak ini, setelah beberapa pajak sebelumnya dihambat oleh

PSD. Bahkan Green Party mengancam membatalkan koalisi apabila pajak ini

diterapkan. Apalagi, riset yang ada menunjukkan bahwa emisi kendaraan bermotor

menyumbang 10% dari total emisi karbon Swedia. PSD pun harus memutar otak

menghadapi tuntutan ini karena partai oposisi pun turut mengecam keras rencana

pajak karbon bagi keperluan rumah tangga. Walau begitu, PSD pun masih

memiliki kartu truf yang membuat Green Party tidak bisa terlalu ngotot

memperjuangkan adanya pajak ini. Kartu truf tersebut adalah ketiadaan partai

besar lain yang mau berkoalisi memperjuangkan kebijakan pro-lingkungan.

Koalisi Merah Hijau selanjutnya bersepakat memberikan dua opsi kepada

masyarakat terkait kebutuhan hidup sehari-hari ini. Pertama, masyarakat tetap

diizinkan membeli pemanas ruangan dan kendaraan baru, namun mendapat

pembatasan membeli bahan bakar apabila tidak membayar pajak karbon sebagai

bagian dari pertambahan nilai. Pilihan kedua, masyarakat tetap menggunakan

peralatan lama, yang kadang kurang efisien dalam pengolahan energi, dan tetap

diperbolehkan membeli bahan bakar tanpa batas; namun dikenai pajak berdasar

agregat total karbon yang dikeluarkan.

Page 47: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

37

Guncangan koalisi pun kembali terjadi di tahun 1995, saat pajak karbon

dievaluasi bersama, Green Party tetap menuntut adanya pajak di sektor household.

Padahal di tahun 1995 ini, riset menunjukkan adanya elastisitas minus akibat pajak

di sektor ini. PSD kemudian harus menjembatani empat kepentingan sekaligus,

Left Party, Green Party, masyarakat, dan desakan oposisi. Apabila salah satu

kepentingan diabaikan, tentunya akan mengancam kedudukan PSD sebagai partai

pemenang dan patron koalisi. Left Party sendiri merasa terancam akan

mendapatkan efek buruk publikasi riset dengan hasil elastisitas minus ini. Green

Party ternyata juga tidak begitu senang karena khawatir dengan munculnya

elastisitas minus, maka nantinya berbagai skema pajak karbon dapat tidak lagi

dipercaya. Akan tetapi, pemerintah ternyata tetap berpegang pada kebijakan ini

dan menyediakan lebih banyak jenis transportasi umum agar pengeluaran energi

rumah tangga pun berkurang. Hal inilah yang kemudian membuat pajak karbon

tidak mendapatkan perlawanan berarti dari masyarakat karena meski pajak karbon

membuat pengeluaran rumah tangga mereka meningkat, pemerintah berusaha

mengurangi beban pengeluaran di sektor lainnya.

Green Tax Commission menjadi bagian tak terpisahkan dari UU Karbon

1993, namun baru secara resmi dibentuk pada 1995. Setidaknya, terdapat dua

tujuan pembentukan komisi ini. Pertama, Komisi dibentuk untuk memastikan

pelaksanaan instrumen pajak lingkungan diterapkan secara teapat. Tentu seperti

dijelaskan sebelumnya, pajak lingkungan tidak hanya bertujuan untuk

menyelamatkan lingkungan, tetapi lebih untuk mendapatkan tambahan

penghasilan. Kedua, Komisi bertugas mengevaluasi instrumen pajak serta

mengusulkan perubahan atau insentif tambahan dalam instrumen tersebut. Hal ini

bertujuan untuk memastikan bahwa pajak karbon tidak akan mengurangi daya

tahan ekonomi masyarakat Swedia. Tentunya fungsi Komisi jelas menunjukkan

platform dasarnya, yakni sebagai jembatan kepentingan tiga partai Koalisi Merah

Hijau. Komisi ini sendiri diusulkan untuk Left Party saat hampir terjadi deadlock

Page 48: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

38

Koalisi di beberapa sektor. Mereka sebenarnya bertujuan untuk mengekang Green

Party dengan menunjukkan bahwa pajak karbon berkemungkinan menurunkan

pendapatan rakyat, hal yang bertolak belakang dengan visi Koalisi Merah-Hijau.

PSD kemudian mendukung ide ini karena Komisi akan menjadi representasi visi

Koalisi Merah-Hijau. Kelebihan Komisi kemudian adalah lembaga ini dibuat

seilmiah mungkin sehingga tiap kebijakan yang dibuat pemerintah, dapat

dikamuflasekan sebagai suatu hasil riset. Hal ini dianggap sebagai taktik PSD

untuk memobilisasi dukungan atas pajak karbon, untuk menjamin berlanjutnya

Koalisi dan menghindari serangan oposisi.

Dalam perkembangannya kemudian, Komisi ini menjadi ide paling

menakjubkan dari Koalisi Merah-Hijau untuk mempertahankan instrumen pajak

karbon. Berbagai perdebatan yang ada di dalam Koalisi kemudian diserahkan pada

Komisi untuk ditentukan seberapa jauh tiap usulan akan mempengaruhi prinsip

pajak dan memberikan efek ke perekonomian. Hasil riset dan pertimbangan

Komisi selanjutnya sering menjadi jalan tengah bagi tiap anggota koalisi. Seperti

saat pajak karbon secara nyata mengurangi kapital masyarakat Swedia di tahun

1995, Komisi melakukan beberapa penyesuaian untuk menanggulanginya. Begitu

juga saat di tahun 1998, laporan oposisi menunjukkan penurunan investasi akibat

ketatnya kebijakan pajak karbon, Komisi mengusulkan pada pemerintah adanya

suatu bentuk isnentif bagi kalangan industri. Keberadaan dan usulan Komisi

kemudian menjadi senjata ampuh bagi Koalisi, baik internal maupun eksternal.

Secara internal, kepentingan politik anggota Koalisi dapat diakomodasi, secara

ilmiah dihitung dan ditawarkan kembali.

Sedangkan pada sisi eksternal, oposisi dan masyarakat pun merasa

diperhitungkan. Masyarakat melihat bagaimana komitmen pemerintah untuk

mempertahankan kemajuan ekonomi Swedia dengan tetap melindungi daya

dukung lingkungan. Hal ini sangat penting karena persepsi masyarakat akan sangat

mempengaruhi perolehan suara partai. Apalagi, tingkat partisipasi elektoral

Page 49: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

39

Swedia selalu mencapai lebih dari 80% sejak tahun 1979. Saat pemerintah

mengeluarkan kebijakan yang tidak pro-ralyat, maka dipastikan partai tersebut

tidak akan memperoleh kembali suara secara signifikan di pemilu berikutnya. Hal

tersebut tentu menjadi alasan pemerintah memberikan bermacam subsidi untuk

mengurangi dampak negatif GTS secara ekonomi. Kemudian pada kelompok

oposisi, Komisi memastikan mereka akan sulit menyerang kebijakan pemerintah.

Hal ini disebabkan karena kebijakan pemerintah didasarkan pada riset independen,

yang membutuhkan kontra-riset apabila ingin mengajukan alternatif kebijakan.

Selain itu, keberadaan Komisi juga memastikan reaktivitas pemerintah setiap kali

mendapat serangan oposisi, mampu mengoreksi dengan cepat kekurangan pajak

karbon.

C. Kepemimpinan Partai Sosial Demokrat (PSD) dalam Koalisi

Sesuai dengan teori permainan, PSD sebenarnya memiliki posisi kuat atas

kedua partai lainnya. Namun seperti disebutkan sebelumnya pula, PSD tetap

membutuhkan kedua partai lainnya karena ia tidak terbiasa menjadi oposisi.

Sehingga, PSD kemudian harus mampu mengolah kepemimpinannya dalam

koalisi agar tidak ditinggalkan oleh kedua partai lainnya. PSD selalu mau

mengikutsertakan semua anggota koalisi dalam pembuatan kebijakannya.

Kepemimpinan PSD menjadi penting pula untuk meredam konflik anggota

koalisinya, dan menggerakkan mereka untuk terus menguasai parlemen.

Kepemimpinan efektif PSD pun terlihat pada kemauan partai ini untuk

menggeser sedikit ortodoksinya. PSD dikenal sebagai partai yang memacu

pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan akibatnya di sekotor lain, terutama

lingkungan. Namun dengan membentuk koalisi bersama Green Party, PSD harus

mengendurkan sikap kerasnya di bidang ekonomi. PSD sebenarnya mampu

mempertahankan standar kebijakannya, sesuai dengan posisi kuatnya di dalam

koalisi. Namun tentunya, hal tersebut akan menimbulkan resistensi tersendiri di

Page 50: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

40

dalam tubuh koalisi. Sehingga, kemauan PSD untuk mau sedikit mengalah dengan

menerapkan pajak karbon menjadi poin penting keberlajutan koalisi. Apalagi, PSD

kemudian justru mendapatkan sumber dukungan suara baru, saat kekhawatiran

muncul terkait larinya suara kalangan pemilik modal ke koalisi lain.

Sumber dukungan tersebut adalah PSD yang kini dapat menguasai semua

level sosio-politik masyarakat Swedia. PSD yang sebelumnya menguasai

masyarakat kelas menengah Swedia, kini menguasai pula kalangan bawah, swing

voters, dan sebagian kalangan industri. Melalui pajak karbon, PSD telah

mengambil hati kelas menengah untuk terus mendukungnya, sebagai partai yang

memperjuangkan bentuk welfare state di Swedia. Bagi para swing voters, PSD

menampilkan citra baik dengan menunjukkan sikap pro-lingkungan. Dengan

meningkatnya awareness tentang lingkungan di masyarakat, maka PSD harus

mampu menjaring kelompok ini. Tentunya, bersikap fleksibel menuruti isu yang

berkembang, menjadikan sebuah partai lebih populer dibanding kelompok lainnya.

Terakhir, PSD dengan pajak karbon mampu menjaring sebagian suara kelompok

industri. PSD dapat memainkan kartu bahwa apabila Left Party tidak dikontrol,

maka posisi kalangan industri dapat terancam. Hal-hal tersebut di atas

menunjukkan secara nyata bagaimana faktor kepemimpinan PSD menjadi sangat

penting, baik ke dalam maupun ke luar struktur koalisi

D. Kestabilan Koalisi

Green tax system secara efektif mampu membuat koalisi bertahan hingga

kini. Bahkan saat pemilu 2006 menghasilkan kekalahan pada Koalisi Merah-

Hijau,26 struktur koalisi tidak berubah. Hal ini dapat terjadi karena Koalisi Merah-

Hijau memang sangat mementingkan stabilnya koalisi, untuk memenuhi visi

masing-masing partai. Kembali, kestabilan struktur ini ditopang oleh insentif, 26 Kekalahan Koalisi Merah-Hijau pun hanya diakibatkan penurunan persepsi masyarakat terkait skandal Tsunami Hindia 2004. Pemerintah berkuasa pada saat itu dinilai kurang memperhatikan korban warga Swedia dan dihantam skandal korupsi dana bantuan. Masyarakat menilai tindakan pemerintah saat itu bertentangan dengan nilai-nilai pemerintahan sebuah welfare state.

Page 51: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

41

permainan antarpartai, serta kepemimpinan partai utama. Struktur ini secara

deskriptif akan menjelaskan bagaimana koalisi mampu bertahan dengan taktik a

la teori permainan. Hal yang disebut sebagai defensive coalition ini lebih

mementingkan kestabilan antarpartai dibanding memperjuangkan isu tertentu. Isu

yang diperjuangkan harus memiliki kekuatan yang menyatukan ketiga platform

partai, dan biasanya hanya berjumlah satu. Permasalahan pun didukung oleh

partai utama, yang berkesimpulan bahwa isu tersebut memang menajdi irisan

kepentingan partai.27 Dalam kasus Merah Hijau, hal ini berpusar dalam isu green-

tax system. Isu lingkungan ini diangkat oleh Green Party dan kemudian di-

triggered oleh PSD sebagai partai utama. Green-tax system keluar sebagai isu

yang diperjuangkan oleh Koalisi Merah-Hijau karena mampu mengakomodasi

seluruh platform partai. Advokasi lingkungan sama sekali tidak terbukti; terlihat

dari fleksibilitas aturan yang menyesuaikan kepentingan koalisi dan oposisi.

Belum lagi, pembentukan Green-tax Commission dimaksudkan untuk

penyesuaian tarif pajak di tahun-tahun berikutnya, bukan memastikan aturan ini

diterapkan secara ketat.

Selain faktor latar belakang sebuah kebijakan yang pragmatis, defensive

coalition juga menunjukkan bahwa koalisi mampu bertahan karena partai utama

mengambil inisiatif untuk offer sesuatu, yakni ide penerapan pajak karbon. Partai

peserta koalisi kemudian mau menerima tawaran tersebut dan turut mengawasi

implementasinya. Kondisi inilah yang selanjutnya menjadi titik awal kepercayaan

akan koalisi. Kestabilan koalisi berikutnya dibentuk oleh sistem resiprokal dari

tiap anggota koalisi. Paparan sebelumnya telah menunjukkan berbagai insentif

yang diberikan PSD pada anggota koalisi lain. Insentif tersebut antara lain

jaminan kursi menteri, kedudukan setara di koalisi dan parlemen, serta

diwadahinya kepentingan ideologis tiap partai. Insentif ini secara resiprokal

dibalas oleh anggota koalisi lain dengan kesetiaan mendukung PSD terus 27 Thomas Getty. 1987. Dear Enemies and the Prisoner's Dilemma: Why Should Territorial Neighbors Form Defensive Coalitions. h.332-333

Page 52: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

42

memimpin Swedia, mengurangi tuntutan keras pada pemerintah, serta menjaga

lobi-lobi politik pada parlemen. Kondisi resiprokal tersebut memberikan hasil

nyata terwujudnya koalisi pemerintahan, bahkan hingga menjadi oposisi saat ini.

Terakhir, sensitivitas PSD membuat koalisi lebih mampu bertahan lebih

lama. Sensitivitas di sini berarti kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan isu

yang berkembang serta upaya pendekatan terhadap anggota koalisi. Sensitivitas

ke luar PSD tentu tidak perlu diragukan lagi. Pasca 1991 dan berkembangnya isu

lingkungan secara internasional, PSD mampu mengeksploitasi isu ini sebagai

kunci koalisi. Implementasi dan kemauan menjaga kebijakan-kebijakan pro-

lingkungan bahkan telah membuat Swedia dianggap sebagai salah satu lokomotif

melawan perubahan lingkungan. Sedangkan sensitivitas ke dalam, PSD dengan

kepemimpinannya mampu mengakomodasi kepentingan tiap anggota koalisi.

Kepemimpinan PSD juga telah mengolah hubungan antarpartai koalisi sehingga

ia tetap menjadi pemenang utama, meskipun Green dan Left Party mendapatkan

keinginannya pula.

Page 53: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

43

BAB V

KESIMPULAN

Pajak karbon dipilih sebagai kebijakan utama Swedia dalam menghadapi

perubahan iklim karena hal tersebut ternyata menjadi kunci keberhasilan pemerintah

mempertahankan koalisi. Munculnya isu ini di awal rencana koalisi, perdebatan

selama bertahun-tahun, hingga kebijakan yang terus diperbaiki; membuat pajak

karbon selalu menjadi pusaran kepentingan politik. Tentunya pusaran politik inilah

yang menjadikan pajak karbon menarik untuk dijadikan komoditas politik. Kesamaan

platform partai dan struktur insentif dalam skema pajak karbon (dan

perkembangannya) selanjutnya menjadi kunci utama bertahannya Partai Sosialis

Demokrat (PSD), Left Party, dan Green Party dalam sebuah kelompok koalisi.

Berbagai insentif yang ada mencakup bargaining pasal-pasal pajak karbon, kursi

kementerian, pembentukan badan regulasi, hingga riset dan pengembangan kebijakan

di tahun-tahun berikutnya.

Pelajaran berharga lain dari struktur insentif pajak karbon adalah bagaimana

Göran Persson melihat ancaman dan peluang politik Swedia, terutama yang

berhubungan dengan PSD. Inilah yang menjadi dasar Persson menggunakan strategi

defensive coalition melalui isu lingkungan. Sejak memunculkan Persson Plan hingga

memegang jabatan perdana menteri, Göran Persson mampu mengolah isu dalam peta

kekuatan politik Swedia. Isu-isu yang emerged disesuaikan dengan konstelasi politik

yang ada untuk mencapai interest partai tempatnya bernaung. Keberhasilannya

mempertahankan koalisi menjadikan PSD tidak perlu merasakan kehilangan

kekuasaan, setelah ratusan tahun menikmatinya. Hingga ia meninggalkan PSD pun,

Persson tetap diingat sebagai orang yang membangun loyalitas Koalisi. Suatu bentuk

loyalitas yang sulit ditemui di tempat lain, yakni bagaimana suatu pihak di dalam

koalisi tidak dengan mudahnya melakukan defect atas pihak lainnya.

Page 54: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

44

Paparan di atas dapat menjadi petunjuk bagi berbagai riset berikutnya yang

terkait dengan kebijakan pemerintah. Riset-riset tersebut dapat melihat lebih dalam

apakah kebijakan yang didasarkan pada pragmatisme politik dapat memenuhi

harapan masyarakat pada pemerintah. Belum lagi, kebijakan pemerintah seringkali

bukan merupakan wujud memenuhi kebutuhan masyarakat, namun lebih pada

bargaining politik, seperti pajak karbon di Swedia. Kasus pajak karbon dapat menjadi

contoh bagaimana koalisi Merah-Hijau memunculkan kebijakan ini untuk menjaga

koalisi, meski terlihat sebagai upaya melindungi lingkungan. Seperti pada GTS di

Swedia, pemerintah harus memiliki mekanisme kompensasi agar kebijakan ini

diterima oleh masyarakat meski merugikan secara ekonomi. Pajak karbon ini juga

memperlihatkan fluktuasi dukungan serta kemungkinan serangan setiap saat dari

oposisi. Apalagi di Swedia, partisipasi rakyat yang tinggi dalam politik, sangat

berpengaruh pada konstelasi parlemen. Riset berikutnya mungkin perlu memberikan

preskripsi tentang bagaimana pragmatisme politik dapat dibangun sejalan dengan

keinginan rakyat secara keseluruhan, yang sekaligus sebagai upaya untuk mengurangi

ketegangan politik.

Page 55: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

45

REFERENSI

Daftar Pustaka

Agerup, Martin dkk. 2004. Climate Change and Sustainable Development: A

Blueprint from the Sustainable Development Network. Islington : Hanway

Print Centre

Brulle, Robert J. 2002. Habermas and Green Political Thought: Two Roads

Converging. New York : Routledge

Carter, Neil. 2007. The Politics of the Environment: Ideas, Activism, Policy.

Cambridge : Cambridge University Press

Dobson, Andrew. 2007. Green Political Thought. London : Routledge

Dutt, Kuheli. 2007. Governance, Institutions and the Environment-income

Relationship: A Cross-country Study. Berlin : Springer

Finnemore, Martha & Kathryn Sikkink. 1998. International Norms and Political

Change. New York : International Organization

Gamson, William A. 1961. A Theory of Coalition Formation. Berkeley : American

Sociological Association

Hällhag, Roger. 2007. New Sweden: Crushing or Confirming a Social Democratic

Model. Bonn : FES-Analyse

Hass, Peter M. 1992. Introduction: Epistemic Communities and International Policy

Coordination. Cambridge : The MIT Press

Irfani, Nurfaqih. 2009. Revitalisasi Hukum Dasar Perekonomian Nasional dalam

Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia. Tugas Akhir Mata Kuliah

Kapsel Hukum Penanaman Modal. Bandung : Universitas Padjadjaran

Ivanova, Maria. 2007. Designing the United Nations Environment Programme: A

Story of Compromise and Confrontation. Berlin : Springer

Page 56: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

46

Mankiw, N.Gregory. 2008. Smart Taxes: An Open Invitation to Join the Pigou Club.

Massachusetts : Harvard University

Oates, Wallace E. dan Paul R. Portney. 2001. The Political Economy of

Environmental Policy. Discussion paper 01-55. Washington D.C. : Resources

for the Future

Psathas, George & Sheldon Stryker. 1965. Bargaining Behavior and Orientations in

Coalition Formation. Toronto : Sociometry

Swedish Environmental Protection Agency. 2007. Wastewater Treatment in Sweden.

Stockholm : Swedish EPA

Vogler, John dan Hannes R. Stephan . 2007. The European Union in Global

Environmental Governance: Leadership in the Making. Berlin : Springer

Yu, Hongyuan.2004 . Global Environment Regime and Climate Policy Coordination

in China. Beijing : Journal of Chinese Political Sciences

Sumber Online

Bengt, Johansson. 2000. Economic Instruments in Practice 1: Carbon Tax in Sweden.

Swedish Environmental Protection Agency. Diunduh dari <www.oecd.org/

dataoecd/25/0/210 8273.pdf> pada 10 Juni 2010

Bosquet, Benoit. 2000. Environmental tax reform: does it work? A Survey of the

Empirical Evidence. Ecological Economics, Volume 34, Issue 1. Diunduh

dari <http://www.ingentaconnect.com/content/els/09218009/2000/00000034/

00000001/art00173> pada 13 Juni 2010

Carbon Tax Center. 2010. Myths. Diunduh dari < http://www.carbontax.org/myths/>

pada 4 Juni 2010

Corporate Leaders Group on Climate Change. (tanpa tahun terbit). Copenhagen

Communiqué tentang Perubahan Iklim. Univeristy of Cambridge Programme

Page 57: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

47

for Sustainability Leadership. Diunduh dari <http://www.copenhagencommun

ique.com/images/stories/final-copenhagen-communique-indonesian.pdf> pada

6 Mei 2010

Delwit, Pascal. 2004. The Europarties Organisation and Influence. Centre d’étude de

la vie politique of the Free. Diunduh dari < http://www.sciencespo.site.ulb.

ac.be/dossiers_livres/theeuropartiesorganisation/fichiers/en_bookefpp.pdf>

pada 10 Juni 2010

Direktorat Jenderal Pajak. 2009. Orang Kaya dan Pajak. Diunduh dari

<http://www.pajak.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=9

189:orang-kaya-dan-pajak&catid= 633:Artikel%20&%20Opini&Itemid=185>

pada 13 September 2010

Henjak, Andrija. 2009. Socioeconomic Change, Changing Political Cleavages, and

the Emergence of New Parties. Submitted to the Central European University

in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Doctor of

Philosophy. Diunduh dari <http://web.ceu.hu/polsci/dissertations/Andrija_

Henjak.pdf > pada 4 Juni 2010

Khadijah, Siti. 2002. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Produk Pertanian dan

Dampaknya. USU Digital Library. Diunduh dari <http://repository.

usu.ac.id/bitstream/123456789/769/ 1/sosek-siti.pdf> pada 8 September 2010

Nardi dkk. 2000. Article: Income inequality and redistribution in five countries

(Sweden, Finland, US, Canada, Germany). Economic Perspectives, 22 Juni

2010. Diunduh dari <http://www.highbeam.com/doc/1G1-63806368.html>

pada 6 September 2010

Regeringkansliet. 2009. A Sustainable Energy and Climate Policy for the

Environment, Competitiveness and Long-term Stability. Diunduh dari

<http://www.sweden.gov.se/sb/d/2031/a/120088> pada 9 Juli 2010

The Greens. (tanpa tahun terbit). Platform of the Greens/Green Party USA. Diunduh

dari < http://www.greenparty.org/Platform.phpv> pada 4 Juni 2010

Page 58: Skripsi (Assed Lussak)_Green Tax System di Swedia - Strategi Göran Persson Memakai Isu Lingkungan untuk Mempertahankan Koalisi

48

Von Schirnding, Yasmin. (tanpa tahun terbit). Health in Sustainable Development

Planning: The Role of Indicators. Diunduh dari <http://www.who.int/wssd/

resources/indicators/en/> pada 4 Mei 2010