SOP Neonati

download SOP Neonati

of 27

Transcript of SOP Neonati

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    1/27

    IKTERUS NEONATORUM

    DEFINISI

    Ikterus adalah warna kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan

    bilirubin dalam serum. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan

    konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau

    ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan.

    METABOLISME BILIRUBIN

    1. Produksi :

    75% bilirubin terbentuk sebagai akibat destruksi eritrosit yang menua dalam

    sistem RES

    Lain-lain dari sutul/hepar eritropoesis yang tidak sempurna

    2. Uptake dalam hepar :

    Bilirubin lepas dari sistem RES masuk ke sirkulasi darah dan terikat pada

    albumin membrana basalis ke dalam hepatosit terikat pada ligandin

    (protein Y) dan protein Z. Sebagian besar bilirubin yang masuk ke hepatosit

    tersebut dikonyugasi dan diekskresi dalam empedu3. Konyugasi bilirubin :

    Dalam sel hepar, bilirubin dikonyugasi menjadi bilirubin diglukoronide (oleh

    pengaruh enzim glukoronil transferase)

    4. Ekskresi bilirubin :

    Setelah dikonyugasi, bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan

    diekskresi dengan cepat ke empedu usus. Dalam usus, bilirubin direk tersebut

    akan keluar melalui feses dan sebagian kecil dari bilirubin direk tersebut akan

    dihidrolisis menjadi bilirubin indirek direabsorpsi (siklus enterohepatis)

    ETIOLOGI

    1. Produksi yang berlebihan : inkompatibilitas darah ABO/Rh, defisiensi enzim

    G6PD, perdarahan tertutup, sepsis

    2. Gangguan pada transportasi : dihambat oleh obat-obatan (salisilat, sulfafurazole),

    kadar albumin yang rendah

    3. Gangguan dalam proses uptake dan konyugasi di hepar : imaturitas hepar,

    defisiensi enzim glukoronil transferase, defisiensi protein Y (ligandin), gangguan

    fungsi hepar (asidosis, hipoksia, infeksi)

    4. Gangguan dalam ekskresi : obstruksi di dalam/luar hepar (infeksi, tumor),

    kelainan bawaan

    1

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    2/27

    IKTERUS PATOLOGIS

    1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama kehidupan

    2. Peningkatan kadar bilirubin serum > 5 mg/dL/hari

    3. Kadar bilirubin direk > 1 mg/dL

    4. Ikterus yang menetap setelah 2 minggu pertama

    5. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim

    G6PD atau sepsis)

    6. Ikterus yang disertai keadaan sebagai berikut :

    Berat lahir < 2000 gram

    Masa gestasi < 36 minggu

    Asfiksia, hipoksia, sindroma gawat napas

    Trauma lahir di kepala

    Hipoglikemia

    Infeksi/sepsis neonatorum

    Hiperosmolaritas darah

    GEJALA DAN TANDA KLINIS

    Gejala utamanya adalah adanya kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa, di samping

    itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala :

    1. Dehidrasi : karena asupan cairan yang tidak adekuat (misalnya kurang minum,

    muntah-muntah)

    2. Pucat : sering berkaitan dengan anemia hemolitik (inkompatibilitas golongan

    darah ABO/Rh, defisiensi enzim G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular

    3. Trauma lahir : sefalhematoma, perdarahan tertutup lainnya

    4. Pletorik : polisitemia

    5. Letargi dan gejala klinis sepsis lainnya

    6. Petekie : sering berhubungan dengan infeksi kongenital, sepsis atau eritroblastosis

    7. Hepatosplenomegali

    8. Omfalitis

    9. Hipotiroidisme

    10. Feses dempul disertai urine berwarna coklat tua kemungkinan adanya ikterus

    obstruksi

    Perkiraan klinis menurutDavid Morley :

    Kepala : 5 mg%

    Dada : 10 mg%

    Perut : 15 mg%

    Paha : 18 mg%

    2

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    3/27

    Telapak kaki : 20 mg

    KERNIKTERUS

    Suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak : korpus

    striatum/talamus, nukleus subtalamus, hipokampus, nukleus rubra dan nuklei pada

    dasar ventrikel IV.

    Gejala klinis dari kern ikterus :

    Letargi, hilangnya refleks menghisap, tidak mau minum

    Opistotonus, hipertonik, kejang

    Hiperpireksia

    Gejala sisa : gangguan ekstrapiramidal dan saraf pendengaran (tuli, korea atetoid,

    serebral palsi, retardasi mental)

    PENYEBAB IKTERUS NEONATORUM

    1. Ikterus yang timbul 24 jam pertama :

    Inkompatibilitas golongan darah ABO/Rh

    Infeksi intra uterin : TORCH

    Defisiensi enzim G6PD

    2. Ikterus yang timbul pada hari 2-3 :

    Ikterus fisiologis

    Inkompatibilitas golongan darah ABO/Rh

    Defisiensi enzim G6PD

    Infeksi

    Polisitemia

    Hemolisis perdarahan tertutup

    Dehidrasi, asidosis

    3. Ikterus pada hari 3-5 :

    Infeksi (sepsis neonatorum)

    Dehidrasi, asidosis

    Defisiensi enzim G6PD

    Obat-obatan (vit. K3)

    Ikterus fisiologis

    4. Ikterus setelah 5 hari atau yang menetap :

    Infeksi

    Ikterus obstruktiva

    Breast milk jaundice

    Neonatal hepatitis

    Hipotiroidisme

    Galaktosemia

    3

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    4/27

    PENATALAKSANAAN IKTERUS NEONATORUM

    Hidrasi-pemberian minum

    Fototerapi

    Transfusi tukar

    Usia

    (jam)

    Pertimbangkan

    fototerapi

    Fototerapi Transfusi tukar

    bila fototerapi

    gagal

    Transfusi tukar

    dan fototerapi

    intensif

    Kadar bilirubin serum (mg/dl)

    24 - - - -

    25-48 12 15 20 2549-72 15 18 25 30

    >72 17 20 25 30

    4

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    5/27

    KEJANG PADA NEONATUS

    PENDAHULUAN

    Kejang pada neonatus merupakan keadaan darurat. Hal ini disebabkan kejang

    merupakan manifestasi gangguan susunan saraf pusat, kelainan metabolik atau

    penyakit lain yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Kejang harus diatasi sesegera

    mungkin untuk mencegah kerusakan otak yang luas. Tatalaksana kejang pada

    neonatus ditujukan terutama pada penyakit primernya (etiologi) sedangkan pemberian

    antikonvulsan merupakan penatalaksanaan sekunder.

    ETIOLOGI

    Etiologi tersering kejang pada neonatus (80-85%) yaitu gangguan metabolik,

    hipoksik iskemik ensefalopati (HIE), perdarahan, infeksi intrakranial dan kelainan

    bawaan.

    1. Gangguan Metabolik

    Hipoglikemia

    Diagnosis hipoglikemia adalah kadar gula darah kurang dari 45 mg/dl baik

    pada neonatus cukup bulan (NCB) maupun neonatus kurang bulan (NKB).

    Hipoglikemia sering terjadi pada neonatus besar masa kehamilan (BMK),

    neonatus kecil masa kehamilan (KMK), NKB, asfiksia berat dan neonatus

    yang lahir dari ibu penderita diabetes melitus (DM) yang tidak terkontrol.

    Pada 80 % neonatus KMK dengan hipoglikemia dapat dijumpai kelainan

    neurologis dan 50% kelainan neurologis tersebut berupa kejang. Kejang

    biasanya timbul pada hari kedua setelah lahir. Pada NKB sulit menentukan

    hipoglikemia sebagai penyebab tunggal timbulnya kejang karena selalu

    disertai keadaan asfiksia, hipokalsemia, infeksi, maupun perdarahan.

    Hipokalsemia

    Diagnosis hipokalsemia adalah kadar kalsium darah kurang dari 7 mg%.

    Hipokalsemia dapat terjadi bersamaan dengan gangguan lain, misalnya

    hipoglikemia, hipomagnesemia dan hiperfosfatemia. Hipokalsemia pada

    neonatus terjadi pada 2-3 hari pertama kehidupan disebut hipokalsemia

    awitan dini dan pada akhir minggu pertama/kedua disebut hipokalsemia

    awitan lambat. Hipokalsemia awitan dini terjadi pada neonatus KMK, lahirdari ibu DM, NKB dan HIE. Pada keadaan tersebut hipokalsemia bukan

    penyebab tunggal timbulnya kejang, tetapi pada 13% diantaranya bersamaan

    dengan hipoglikemia.Hal ini perlu dipikirkan bila kejang tidak dapat berhenti

    dengan pemberian kalsium. Hipokalsemia awitan lambat terjadi pada NCB,

    5

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    6/27

    neonatus BMK, neonatus yang mendapat susu sapi dengan kadar fosfat tinggi

    atau perbandingan antara fosfat dengan kalsium dan perbandingan antara

    fosfat dengan magnesium tidak optimal. Pada keadaan tersebut sering disertai

    dengan hipomagnesemia sehingga bila kejang tidak dapat diatasi dengan

    pengobatan kalsium harus dipikirkan adanya keadaan hipomagnesemia.

    Hipomagnesemia

    Diagnosis hipomagnesemia adalah kadar magnesium darah kurang dari 1,2

    mg/dl. Hipomagnesemia sering terjadi bersamaan dengan hipokalsemia

    Gangguan metabolik lain

    Gangguan metabolik lain jarang sebagai penyebab kejang pada neonatus,

    misalnya hiponatremia, hipernatremia, gangguan metabolisme asam amino,

    asam organik, piridoxin dependent, defisiensi piridoksin, penyakit

    mitokondria dan defisiensi transport glukosa.

    2. Hipoksik Iskemik Ensefalopati (HIE)

    HIE terjadi sekunder akibat asfiksia neonatal. Keadaan asfiksia mengganggu

    pompa Na-K dependent ATP sehingga terjadi depolarisasi berlebihan yang

    menyebabkan Na+ masuk ke dalam neuron dan K+ keluar dari neuron. Kejang

    terjadi dalam 24 jam pertama dan sulit diatasi dengan pemberian antikonvulsan.

    Pada HIE dapat dijumpai semua tipe kejang tetapi umumnya kejang bersifat fokal

    dan unilateral, hal ini menggambarkan lokasi lesi di otak.

    3. Perdarahan Intrakranial

    Kejang tergantung pada jenis perdarahannya, umumnya terjadi setelah hari

    pertama kehidupan.Terdapat 3 jenis perdarahan intrakranial:

    Perdarahan subaraknoid primer

    Perdarahan disebabkan oleh robekan vena superfisial akibat partus lama atau

    bila disertai hipoksik iskemik ensefalopati. Manifestasi klinis sebagian besar

    asimptomatik, kejang umumnya terjadi pada hari kedua setelah lahir.

    Perdarahan sering terjadi pada NCB, dengan karakteristik bayi terlihat sehat

    diantara kejadian kejang.

    Perdarahan intraventrikular-periventrikular

    Perdarahan berasal dari pembuluh darah kecil di daerah subependimal matriks

    germinalis atau akibat lesi pada daerah tersebut atau akibat keduanya. Kejang

    timbul dalam beberapa jam sampai 3 hari setalah lahir dengan tipe kejang

    tonik. Perburukan keadaan terjadi secara cepat dan berakhir dengan kematian.

    Perdarahan sering pada NKB terutama pada usia gestasi < 34 minggu.

    Perdarahan subdural

    Kejang terjadi akibat penekanan batang otak oleh darah yang terkumpul di

    fosa posterior karena robekan tentorium di dekat falks serebri. Kejang dapat

    timbul pada hari pertama kehidupan, bersifat lokal dan subtle. Keadaan ini

    6

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    7/27

    sering pada NCB terutama BMK dan presentasi bokong, ekstraksi forsep,

    partus yang dipercepat sehingga terjadi kontusio serebri. Perdarahan di bawah

    tentorium tidak dapat dilihat dengan USG dan dapat menekan batng otak

    sehingga menyebabkan kematian mendadak.

    4. Infeksi Intrakranial

    Infeksi dapat terjadi di dalam rahim, selama persalinan atau segera setelah lahir.

    Infeksi intrauterin dapat disebabkan oleh toksoplasma, rubela, herpes dan kejang

    timbul pada hari ke-3 kehidupan. Infeksi yang terjadi selama persalinan atau

    segera setelah lahir dapat disebabkan oleh infeksi bakterial (Enterobacter dan

    Acinetobacter) yang menyebabkan meningitis bakterialis dengan kejang yang

    timbul pada akhir minggu pertama dan infeksi non-bakterial (virus herpes

    simpleks, coxcackie B, rubela, toksoplasmosis, sitomegalovirus) yang

    menyebabkan ensefalitis.

    5. Kelainan Bawaan (disgenesis korteks serebri)

    MANIFESTASI KLINIS

    Manifestasi klinis terbanyak adalah kejang fokal. Kejang subtle terjadi sebesar 50%

    pada NCB maupun NKB. Manifestasi klinis kejang pada neonatus berdasarkan

    patofisiologi dibagi menjadi :

    1. Klonik fokal:

    - Kontraksi ritmik otot-otot tungkai, muka dan batang tubuh

    - Fokal, multifokal, dapat dihentikan dengan peregangan

    - Simultan pada kedua sisi tubuh, bersamaan/tidak bersamaan pada satu sisi

    tubuh

    2. Tonik fokal

    - Kekakuan asimetris pada batang tubuh, satu tungkai, deviasi mata

    -Diprovokasi dengan stimulasi atau dihentikan dengan peregangan

    3. Mioklonik

    - Kontraksi mendadak (cepat) secara acak, berulang/tidak berulang pada otot

    tungkai, muka, dan badan.

    - Umum, fokal, fragmental, dapat diprovokasi dengan stimulasi

    4. Subtle (motor automatism)

    - Gerakan okular: nistagmus, diprovokasi dengan stimulasi taktil

    - Gerakan oral-bucal-lingual: mengisap, mengunyah, protrusi lidah,

    diprovokasi dengan stimulasi

    - Gerakan progresif: gerakan seperti mendayung, berenang, mengayuh sepeda,

    diprovokasi dengan stimulasi dan dapat dihentikan dengan peregangan

    7

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    8/27

    - Gerakan kompleks bertujuan: gerakan hebat tiba-tiba pada tungkai,

    diprovokasi dengan stimulasi

    PENATALAKSANAAN

    A. Tatalaksana kejang pada neonatus secara umum :

    1. Oksigenisasi yang baik

    2. Menghentikan kejang (fase akut)

    3. Cari etiologi sesegera mungkin kemudian segera atasi/obati

    B. Untuk menghentikan/mengendalikan kejang diberikan obat antikonvulsan sebagai

    berikut

    1. Obat lini pertama: fenobarbital IM dengan loading dose 20 mg/kg/kali IV

    untuk mengendalikan kejang. Setelah 24 jam pemberian dosis awal,

    dilanjutkan dengan dosis rumatan 2,5-5 mg/kg/kali, interval setiap 12 jam,

    pemberian dapat secara oral atau IM disesuaikan dengan klinis pasien

    2. Bila masih terdapat kejang, ditambahkan obat lini ke-2 yaitu difenilhidantoin

    (fenitoin) IV. Dosis awal fenitoin 20 mg/kg/kali dilarutkan dalam larutan

    garam fisiologis dengan kecepatan pemberian 1 mg/kg/menit. Kemudian 12

    jam setelah dosis awal diberikan dosis rumatan, yaitu:

    BBLSR (< 1500 g, < 32 minggu) : 2 mg/kg/kali tiap 12 jam

    NCB : 4-5 mg/kg/kali tiap 12 jam

    Usia kronologis > 2 minggu : 4-5 mg/kg/kali tiap 6 jam

    Pemberian fenitoin oral pada neonatus kurang disukai karena absorbsinya

    sangat buruk

    3. Bila kejang masih tidak teratasi, pemberian obat diatas tetap dilanjutkan.

    Sebagai tambahan diberikan diazepam sebagai obat antikonvulsan lini ke-3

    dengan dosis 0,1-0,3 mg/kg/kali IV bolus secara perlahan diikuti 0,3

    mg/kg/jam secara continuous drip (dilarutkan dengan larutan garam fisiologis

    atau Dekstrose 5% menjadi 0,5 mg/ml). Setiap 4 jam harus dibuat larutan baru

    untuk mencegah terjadinya endapan. Saat ini pemberian diazepam sebagai

    antikonvulsan kurang disukai karena kesulitan melakukan titrasi dosis obat,

    adanya benzoate vehicle yang dapat mengganggu ikatan albumin-bilirubin,

    dan sering menyebabkan depresi pernapasan.

    Pilihan lain adalah pemberian midazolam yang dapat diberikan secara

    intermitten dengan dosis 0,05-0,2 mg/kg/dosis atau secara continuous drip

    dengan dosis inisial 0,2 mg/kg IV bolus perlahan selanjutnya 0,4-0,6

    mcg/kg/menit (maksimum 6 mcg/kg/menit)

    Bila tersedia dapat dipertimbangkan obat antikonvulsan lini ke-3 lainnya yaitu

    lorazepam (Ativan) dosis 0,05-0,1 mg/kg IV diberikan tiap 12 jam atau

    8

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    9/27

    klonazepam (Rivotril) dosis awal 0,1-0,25 mg, 8 jam kemudian dilanjutkan

    dosis rumatan 0,01 mg/kg diberikan tiap 8 jam.

    4. Bila kejang masih tidak teratasi, dapat diberikan tiopenton IV 4 mg/kg/kali

    diberikan selama > 5 menit, dilanjutkan pemberian secara continuous drip

    dosis 2 mg/kg/jam

    9

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    10/27

    HIPOGLIKEMIA

    DEFINISI

    Kadar glukosa plasma < 45 mg/dl untuk NCB maupun NKB

    GEJALA KLINIS

    1. Asimptomatik/tanpa gejala klinis, sering terjadi pada bayi sebelum berumur 12

    jam

    2. Simptomatik dengan gejala tidak spesifik :

    Depresi fungsi otak : letargis, hipotoni, malas minum, menangis lemah, apnea,

    sianosis, refleks Moro (-) dan hipotermi Overstimulation dari otak : jitterness, menangis suara tinggi/melengking (high

    pitched cry), pergerakan bola mata abnormal, kejang

    Aktivasi sistem saraf otonom dan pengeluaran adrenalin : keringat yang

    berlebihan, palpitasi, pucat, lemah, tremor dan muntah

    ETIOLOGI

    1. Cadangan energi kurang

    Cadangan energi tubuh terdapat dalam hati, protein otot dan lemak dibawah kulit.

    Cadangan energi yang kurang terdapat pada :

    Bayi prematur

    Bayi kecil untuk masa kehamilan/wasted infants

    Stressed infants, seperti infeksi atau hipoksia. Dalam keadaan hipoksia

    pembentukan energi tidak efisien. Normal 1 gram glukosa menghasilkan 38

    ATP sedangkan dalam keadaan hipoksia hanya 2 ATP

    Bayi dengan kerusakan/gangguan pada hepar seperti hepatitis sering

    mempunyai cadangan glikogen yang rendah sehingga tidak ada cadangan

    energi yang dapat diubah menjadi glukosa

    2. Pemakaian energi meningkat

    Bayi dengan distres pernapasan

    Bayi hipotermi : untuk mempertahankan suhu diperlukan banyak energi dari

    glukosa dan lemak coklat

    Bayi dari ibu diabetes melitus; sebelum lahir terbiasa mendapat glukosa tinggisehingga membuat janin obesitas dan merangsang pankreas janin untuk

    sekresi insulin ekstra, saat lahir penyediaan glukosa terhenti sedangkan

    produksi insulin tetap sehingga terjadi hipoglikemia

    Bayi besar untuk masa kehamilan

    10

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    11/27

    KGD rendah

    Bolus D10% + IVFD D10%

    KGD rendah

    Bolus D10% + IVFD D10%

    KGD rendah

    Kortikosteroid :

    Hidrokortison 5 mg/kg/dosis tiap 12 jam

    atau Prednison oral 2 mg/kg/hari

    KGD rendah

    Bolus D10% + IVFD D10%

    1- 2 jam

    1- 2 jam

    KGD rendahGlukagon 0,025-0,3 mg/kg/dosis atau

    Diazoxide 10 mg/kg/hari tiap 8 jam

    (menghambat sekresi insulin pankreas)

    KGD rendah

    Cari penyebab sekunder

    (kelainan pada pankreas/hipofisis)

    Bayi dengan polisitemia

    Hiperinsulinisme, islet cell dysplasia,sindrom Beckwith Wiedemann

    Pasca transfusi tukar

    3. Gangguan metabolisme glukosa

    Inborn errors of metabolism

    Defisiensi endokrin seperti GH, kortisol, epinefrin

    Ibu mendapat pengobatan propanolol

    PENATALAKSANAAN

    11

    HIPOGLIKEMIA

    Bolus D10% 1-2 cc/kgBB

    + IVFD D10%

    KGD/dextrostik

    1-2 jam

    KGD normal

    IVFD D5%

    KGD normal

    IVFD D10%

    Oral

    Stop

    24 jam

    24 jam

    24 jam

    KGD normal

    1- 2 jam

    KGD normal

    IVFD D10%

    1- 2 jam

    1- 2 jam

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    12/27

    ASFIKSIA NEONATORUM

    DEFINISI

    Suatu keadaan yang disebabkan oleh kurangnya O2 pada udara respirasi, ditandai

    dengan:

    Asidosis (pH < 7,0) pada darah arteri umbilikalis

    Nilai APGAR setelah menit ke 5 tetap 0-3

    Manifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemik

    ensefalopati/HIE)

    Gangguan multiorgan sistem

    RESUSITASI NEONATUS

    Asfiksia menjadi penyebab sekitar 19% dari 5 juta kematian neonatus setiap tahun di

    seluruh dunia, ini menunjukkan bahwa lebih dari 1 juta bayi baru lahir per tahun

    memerlukan tindakan resusitasi seperti yang tertera pada bagan berikut ini :

    OBAT-OBATAN :

    Epinefrin

    Indikasi: frekuensi jantung tetap < 60 x/menit walaupun telah dilakukan

    paling sedikit 30 detik ventilasi adekuat dengan O2 100% dan penekanan

    dada.

    Dosis : 0,1 - 0,3 ml/kg cairan 1:10.000 IV atau melalui pipa endotrakeal,

    berikan dengan cepat.

    Frekuensi jantung harus naik 60 x/menit dalam 30 detik, bila frekuensi

    jantung tetap < 60 x/menit, pemberian:

    Epinefrin dapat diulang setiap 3-5 menit

    Volume ekspander

    Volume ekspander digunakan untuk menanggulangi efek hipovolemia dengan

    meningkatkan volume vaskuler dan hemodinamika perfusi jaringan. Tanda

    kehilangan darah akut atau hipovolemia antara lain:

    Pucat yang menetap setelah resusitasi yang adekuat

    Ada bukti kehilangan darah (solusio plasenta, plasenta previa, perdarahantali pusat)

    Nadi yang lemah dengan fungsi jantung yang baik

    Respons yang buruk terhadap usaha resusitasi

    Penurunan tekanan darah

    12

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    13/27

    Jenis cairan :

    Darah segar (darah O negatif) bila waktu memungkinkan, dilakukan

    cross-match dengan darah ibu

    Larutan garam fisiologis

    Cairan Ringer Laktat

    Dosis : 10 ml/kg diberikan IV selama 5-10 menit

    Efeknya meningkatkan volume vaskuler dan menurunkan asidosis metabolik.

    Tekanan darah akan meningkat, nadi menjadi kuat dan pucat menghilang.

    Dapat diulangi bila tanda-tanda hipovolemia menetap.

    Bila perbaikan sedikit atau tidak ada :

    Pertimbangkan adanya asidosis metabolik dan perlu diberikan natrium

    bikarbonat

    Dengan menurunnya tekanan darah yang menetap, perlu penggunaan

    dopamin

    Natrium Bikarbonat

    Natrium bikarbonat dapat diberikan bila semua langkah resusitasi telah

    dilakukan dan belum menunjukkan perbaikan, bila dicurigai adanya asidosis

    metabolik atau terbukti terjadi asidosis dengan pemeriksaan analisis gas darah

    Jangan memberikan natrium bikarbonat bila paru-paru belum diresusitasi

    dengan adekuat

    Dosis : 2 meq/kg IV, berikan perlahan-lahan paling sedikit dalam waktu 2

    menit

    Nalokson hidroklorit

    Indikasi :

    Depresi pernapasan berat

    Riwayat pemberian narkotik pada ibu dalam 4 jam sebelum persalinan

    Dosis : 0,1 mg/kg IV

    Pantau pernapasan dan frekuensi jantung dengan ketat, berikan nalokson

    ulang bila depresi pernapasan timbul kembali

    13

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    14/27

    14

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    15/27

    SEPSIS NEONATORUM

    DEFINISI

    Sepsis neonatorum adalah sindrom klinis yang timbul akibat invasi mikroorganisme

    ke dalam aliran darah yang timbul pada 1 bulan pertama kehidupan. Sepsis

    neonatorum dibedakan menjadi sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) dan sepsis

    neonatorum awitan lambat (SNAL).

    SNAD terjadi pada usia 72 jam, biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang

    berasal dari ibu, baik dalam masa kehamilan maupun selama proses persalinan

    ETIOLOGI

    SNAD : Streptococcus, E.coli, H.influenza, Listeria monositogenes, Enterobacter

    spp, Acinetobacter spp, Coli spp

    SNAL : S.aureus, E.coli, Klebsiela, Pseudomonas, Enterobacter, Candida,

    Streptococcus group B, Serratia, Acinetobacter, kuman anaerob

    DIAGNOSIS

    1. Faktor resiko

    SNAD : jika terdapat 1 faktor resiko mayor + 2 faktor resiko minor diagnosis sepsis secara proaktif + gejala klinis + pemeriksaan penunjang

    A.Faktor resiko mayor:

    KPD > 18 jam

    Ibu demam saat intrapartum (suhu > 38C)

    Korioamnionitis

    Denyut jantung janin yang menetap > 160 x/menit

    Ketuban berbau

    B. Faktor resiko minor :

    Ketuban pecah > 12 jam

    Ibu demam saat intrapartum (suhu > 37,5C)

    Nilai APGAR rendah (menit 1 < 5, menit 5 < 7)

    Bayi berat lahir sangat rendah (< 1500 gram)

    Usia gestasi < 37 minggu

    Kehamilan ganda

    Keputihan pada ibu yang tidak diobati

    15

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    16/27

    Ibu dengan ISK/tersangka ISK yang tidak diobati

    SNAL :

    Adanya infeksi silang dan infeksi nosokomial

    Pelayanan asepsis/antisepsis yang tidak optimal

    Petugas yang tidak memadai

    2. Gambaran klinis

    Gawat nafas (laju nafas > 60 x/menit, lekukan dada yang dalam, cuping

    hidung yang kembang kempis, ngorok)

    Apnea

    Suhu tidak stabil: > 37,7C (teraba hangat) atau < 35,5C (teraba dingin) Menurunnya aktivitas (letargis atau tidak sadar, penurunan gerakan)

    Rewel

    Asupan yang buruk (tidak bisa minum, tidak melekat pada payudara ibu, tidak

    mau menyusui)

    Distensi abdomen

    Hipotensi, syok, purpura

    Fontanel menonjol, kejang

    Nanah dari telinga

    Kemerahan di sekitar umbilikus yang melebar ke kulit

    3. Pemeriksaan penunjang

    Kultur untuk mengidentifikasi bakteri patogen (darah, cairan serebrospinal,

    urin, dll)

    Pemeriksaan hematologis

    Hitung leukosit (< 5000/mm3 atau > 30.000 mm3)

    Hitung trombosit (< 150.000/mm3)

    LED meningkat

    Rasio neutrofil imatur/total > 0,2

    Pemeriksaan lainnya : C reaktif protein > 1 mg/dl

    TATALAKSANA

    Pemilihan antibiotika untuk terapi inisial mengacu pada jenis kuman penyebab

    tersering dan pada resistensi kuman di masing-masing pusat kesehatan. Segera setelah

    didapatkan hasil kultur darah maka jenis antibiotika disesuaikan dengan kuman

    penyebab dan pola resistensinya.

    Antibiotika sebaiknya diberikan berupa kombinasi. Selain untuk meperluas cakupan

    terhadap mikroorganisme patogen, hal ini penting untuk mencegah resistensi.

    16

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    17/27

    Antibiotik pilihan pertama adalah kombinasi Ampisilin dengan Gentamisin. Jika tidak

    didapatkan perbaikan klinis, Ampisilin dapat diganti dengan Sefotaksim. Dosis

    Ampisilin adalah 100-200 mg/kg/hari, 3 kali sehari, dosis Gentamisin adalah 5

    mg/kg/dosis, 1 kali sehari, dosis Sefotaksim adalah 50 mg/kg/dosis, 2-3 kali sehari.

    Untuk kasus infeksi berat, dipakai antibiotika golongan Imipenem/Meropenam dengan

    dosis 25 mg/kgbb/dosis. Frekuensi pemberian 2 kali sehari. Untuk infeksi jamur dapat

    dipakai

    1. Amphotericin B ( Liposomal )

    dosis 1 mg/kg/hari, dapat ditingkatkan 1 mg/kg perharinya sampai dengan

    maksimal 3 mg/kg/hari

    2. Bila no 1 sulit didapatkan diganti Amphotericin B dosis 0,25 mg/kg/hari sampai

    dengan maksimal 1 mg/kg/hari

    3. Pilihan lain adalah Fluconazole dosis inisial 6 mg/kg lalu 3 mg/kg

    usia < 1 mingggu setiap 72 jam

    usia 2 4 minggu setiap 48 jam

    usia > 4 minggu setiap 24 jam

    Tatalaksana non-konvensional

    Imunoglobulin intravena

    Transfusi FFP (Fresh Frozen Plasma)

    Transfusi sel darah putih

    Pemberian G-CSF dan GM-CSF

    Transfusi tukar

    Kortikosteroid

    17

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    18/27

    Keterangan

    Septic Markers : jumlah lekosit, jumlah trombosit, CRP, IT Rasio

    Septic Workup :septic markers + kultur darah

    Foto roentgen dada : pada neonatus dengan gejala sindrom gawat nafas

    18

    Gejala klinis sepsis (+)

    Normal Meragukan Abnormal

    Minimal 2 Septic

    Markers (+)

    Stop bila

    kultur (-)

    Ulangi Septic Markers 12-24jam

    Ulangi Septic Markers 12-24 jam

    Algoritme Sepsis Neonatorum

    Antibiotik (Ampisilin+Gentamisin)

    Sebelum dilakukan Septic Workup

    Gejala klinis sepsis (-)

    Faktor resiko (+)

    1 mayor atau 2 minor

    Faktor resiko (-)

    Observasi

    Periksa Septic Markers

    AbnormalNormalNormal

    Observasi

    Kultur/LP

    Antibiotik

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    19/27

    BAYI BERAT LAHIR RENDAH

    DEFINISI

    Bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram, yang terdiri dari:

    neonatus kurang bulan (NKB) bila masa gestasinya < 37 minggu

    neonatus cukup bulan (NCB) bila masa gestasinya 37-42 minggu neonatus lebih bulan (NLB) bila masa gestasinya > 42 minggu

    KATEGORI BBLR

    Bayi berat lahir rendah (BBLR) bila berat lahir 1500-2499 gram

    Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) bila berat lahir 1000-1499 gram

    Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) bila berat lahir < 1000 gram

    FAKTOR RESIKO

    1. Maternal

    Penyakit sistemik berat, kelainan patologis pada abdomen, obat-obatan,

    preeklampsia/eklampsia, trauma

    2. Cairan amnion

    Oligohidramnion, ketuban pecah dini, infeksi intraamnion, korioamnionitis

    3. Serviks

    Inkompetensia serviks, servisitis/vaginitis akut

    4. Uterus

    Malformasi, mioma uteri

    5. Plasenta

    Solutio plasenta, plasenta previa, korioangioma

    6. Janin

    Malformasi janin, kehamilan majemuk, hidrops fetalis, gawat janin, kematian

    janin

    7. Iatrogenik

    Kesalahan dokter/paramedis

    KOMPLIKASI BBLR:

    19

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    20/27

    1. Asfiksia neonatorum

    2. Perdarahan periventrikuler

    3. Leukomalasia periventrikuler

    4. Sindroma gawat napas

    5. Apnea

    6. Sindroma kebocoran udara

    7. Displasia bronkopulmoner

    8. Retinopati prematuritas

    9. Hipotermia

    10. Kardiovaskular (duktus arteriosus persisten, hipotensi sistemik)

    11. Imaturitas regulasi cairan

    12. Hiperbilirubinemia

    13. Infeksi

    14. Enterokolitis nekrotikans

    15. Hipokalsemia

    KEBUTUHAN BBLR

    1. Lingkungan yang optimal (pengaturan suhu inkubator, metode kanguru)

    2. Oksigenasi dan perfusi jaringan yang baik

    3. Nutrisi yang adekuat dan sesuai

    Protein 3-4 g/kg/hari

    Karbohidrat 8-22 g/kg/hari

    Lemak 4-9 g/kg/hari

    Energi 110-150 kkal/kg/hari

    4. Cairan 150-200 ml/kg/hari

    5. Vitamin

    Vit. A : diferensiasi sel epitel saluran napas dan sintesis pigmen retina (2000

    IU)

    Vit. D : absorpsi kalsium (400-600 IU/hari)

    Vit. E : antioksidan

    Vit. K : pencegahan perdarahan

    6. Psikososial

    Kontak dini dengan ibunya

    ASI

    20

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    21/27

    TETANUS NEONATORUM

    DEFINISI

    Suatu penyakit infeksi berat yang disebabkan oleh toksin Clostridium tetani akibat

    berkembangbiaknya kuman tetanus di tubuh bayi

    DIAGNOSIS

    Dipergunakan sistem skoring sebagai berikut

    Umur : 5 hari : 4

    6-10 hari : 2

    > 10 hari : 1

    Spasme : kejang spontan : 2

    kejang rangsang : 1

    Sianosis : 2

    Trismus (rhisus sardonicus/opistotonus) : 1

    Suhu (rektal) > 39C : 1

    Berdasarkan skoring diatas, maka dapat dibagi menjadi beberapa tingkat:

    Tingkat berat : skor 8-10

    Tingkat sedang : skor 6-7

    Tingkat ringan : skor 2-5

    PENATALAKSANAAN

    Beri Diazepam 10mg/kg/hari dengan drip selama 24 jam atau bolus IV tiap 3 jam,

    maksimum 40 mg/kg/hari. Bila frekuensi napas kurang dari 30 x/menit, hentikan

    pemberian obat meskipun bayi masih mengalami spasme

    Bila tali pusat merah dan membengkak, mengeluarkan pus atau berbau busuk

    obati infeksi tali pusat

    Beri bayi:

    21

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    22/27

    o Human Tetanus Immunoglobin 500 U IM, bila tersedia, atau beri padanannya,

    antitoksin tetanus 5,000 IU IM. Toksoid tetanus IM pada tempat yang berbeda

    dengan tempat pemberian antitoksin

    o Benzyl Penicillin G 100,000 IU/kg IV atau IM dua kali sehari selama tujuh

    hari (bila tidak tersedia dapat diberi Penisilin Prokain)

    Anjurkan ibunya untuk mendapat toksoid tetanus 0.5 ml (untuk melindunginya

    dan bayi yang dikandung berikutnya) dan kembali bulan depan untuk pemberian

    dosis ke dua

    Hindari rangsang yang berlebihan

    Perhatikan asupan minuman, kalau perlu dengan ASI peras dengan menggunakanpipa lambung

    22

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    23/27

    HIPERGLIKEMIA

    DEFINISI

    Kadar glukosa darah > 125 mg/dl pada NCB atau > 150 mg/dl pada NKB

    GEJALA KLINIS

    Penurunan berat badan yang mendadak, dehidrasi berat, poliuria, glukosuria, asidosis

    metabolik, panas dan pucat tetapi kesadaran baik

    TATALAKSANA

    Turunkan konsentrasi glukosa atau turunkan kecepatan infus sampai kadarglukosa darah normal. Bayi yang tidak mendapat intake oral membutuhkan

    glukosa 5-7 mg/kg/menit untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal.

    Jangan gunakan larutan dekstrose yang konsentrasinya < 4,7% karena dapat

    menyebabkan hemolisis dan hipokalemia

    Insulin continuous infusion 0,02-0,1 U/kg/jam

    Pantau kadar glukosa darah setiap 30-60 menit

    Pantau kadar glukosa darah bila digunakan obat-obatan yang dapat menyebabkan

    hiperglikemia antara lain teofilin, kortikosteroid, fenitoin, kafein dan riwayat ibu

    menggunakan diazoxide.

    23

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    24/27

    SINDROM GAWAT NAFAS

    DEFINISI

    Kumpulan gejala klinis dimana terdapatnya kesulitan bernafas pada neonatus, yang

    ditandai dengan gejala utama seperti takipnea (frekuensi pernafasan 60x/menit),

    sianosis sentral (lidah berwarna biru pada suhu ruangan), retraksi, dan merintih.

    Gejala lain dapat berupa nafas cuping hidung dan periodik apnea.

    ETIOLOGI

    1. Paru-paru:

    -

    Hyaline membrane disease/penyakit membran hialin : prematur, ibu diabetesmelitus (tidak terkontrol), timbul saat lahir atau segera setelah lahir, progresif

    dalam 48-72 jam, bayi letargi, terjadi edema perifer, foto rontgen dada tampak

    small lungs dengan gambaran granular pada lapangan paru

    - Transient tachypnoe of the newborn/wet lung syndrome : pasca sectio

    caesaria, fetal hipoksia/asfiksia berat, sedasi maternal, polihidramnion,

    matur/prematur, timbul segera/dalam 1 jam pertama setelah lahir, perbaikan

    dalam 24 jam-hilang dalam 72 jam, overinflasi dada, foto rontgent dada

    hiperekspansi (large lungs), setelah usia 6 jam gambaran rontgen dada berupa

    hiperekspansi paru, peningkatan parahiler vascular marking dengan lapangan

    paru perifer lebih bersih

    - Aspirasi mekonium : matur/prematur, pertumbuhan janin terhambat (PJT),

    mekonium staining pada kulit, kuku dan cairan amnion, saat dilakukan

    suction dari mulut dan jalan nafas atas terdapat mekonium, hiperinflasi dada,

    foto rontgen dada menunjukkan hiperinflasi dengan banyakwhite areas dari

    paru yang kolaps

    - Pneumonia (dihubungkan dengan sepsis neonatal) : faktor resiko sepsis,

    umumnya gejala timbul dalam usia 12 jam-1 hari pertama, gejala klinis sepsis

    lain

    - Perdarahan paru

    24

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    25/27

    - Bronchopulmonary displasia/chronic lung disease

    - Kista atau tumor intratoraks, efusi atau kilotoraks, agenesia atau hipoplasia

    paru, emfisema lobaris kongenital

    2. Di luar organ paru :

    -Sumbatan jalan nafas atas

    - Pneumotoraks : pasca ventilasi resusitasi/CPAP, aspirasi mekonium,

    pergerakan dada asimetris, sianosis mendadak, suara jantung melemah/lebih

    kuat terdengar pada kanan sternum, peningkatan diameter anteroposterior,

    transiluminasi pada sisi pneumotoraks positif, foto rontgen dada tampak udara

    pada rongga pleura.

    - Hernia diafragmatika : skapoid abdomen

    -

    Gagal jantung kongestif, hipertensi pulmonal menetap- Kelainan metabolik (asidosis, hipoglikemia, hipokalsemia)

    - Depresi neonatal

    - Syok, polisitemia/hipertermia

    - Kelainan susunan saraf pusat (perdarahan SSP): trauma inpartu, persalinan

    sungsang

    TATALAKSANA

    1. Rawat inkubator, pertahankan suhu tubuh (aksila) 36,5-37,5C (bayi prematur)

    dan 36-37C (bayi aterm)

    - BB < 1000 g : 85-92%

    - BB 1000-2500 g : 92-95%

    - BB > 2500 g : 95-98%

    2. Oksigenasi untuk mempertahankan saturasi O2:

    3. Puasa per oral, berikan cairan parenteral dengan dekstrose 10%, mulai 60

    ml/kg/hari

    4. Bila hipoperfusi, berikan larutan isotonus (NaCl 0,9%) atau volume ekspander 10

    ml/kg/dosis dalam waktu 30 (dapat diulang sampai 2 kali), pertimbangkan

    pemberian obat-obatan inotropik bila pemberian cairan gagal

    5. Berikan antibiotika +septic work up sampai terbukti bukan sepsis

    6. Cari etiologi :

    - Riwayat ante peri-natal

    -

    Pemeriksaan fisik- Rontgen dada

    - Pemeriksaan laboratorium :

    analisis gas darah dan elektrolit

    gula darah

    25

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    26/27

    Neonati

    SOP NEONATI(Standart Operasional Pelayanan)

    Oleh:

    Dr. Rocky Wilar, SpA

    These book belongs to :

    Maya S. M. Pelle9701196

    26

  • 7/30/2019 SOP Neonati

    27/27

    BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNUVERSITAS SAM RATULANGIMANADO

    2008