Status Pasien

25
STATUS PASIEN IDENTITAS/BIODATA Nama: Nn. I. S Jenis kelamin: perempuan Usia: 34 tahun Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga Diagnosis: Apendisitis akut ANAMNESIS Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu SMRS Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang ke RS Islam Cempaka Putih dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang dirasakan 1 minggu SMRS. Nyeri berawal di atas pusar, lalu berpindah ke perut kanan bawah. Saat ini paling sakit di kanan bawah. Nyeri hilang timbul terasa seperti diremas. Mual (+) sejak 1 minggu. Muntah (+) 1 kali. Demam (+) sejak 3 hari, hilang timbul. Os belum BAB sejak 1 minggu SMRS. BAK lancar, tidak sakit, warna kuning jernih. Nafsu makan baik. Riwayat Penyakit Dahulu : OS belum pernah menalami keluhan seperti ini. Riwayat hipertensi (-), ASMA (-), DM (-) 1

description

j

Transcript of Status Pasien

STATUS PASIEN

IDENTITAS/BIODATA

• Nama: Nn. I. S

• Jenis kelamin: perempuan

• Usia: 34 tahun

• Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga

• Diagnosis: Apendisitis akut

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang ke RS Islam Cempaka Putih dengan keluhan nyeri

perut kanan bawah yang dirasakan 1 minggu SMRS. Nyeri berawal di atas pusar, lalu

berpindah ke perut kanan bawah. Saat ini paling sakit di kanan bawah. Nyeri hilang timbul

terasa seperti diremas. Mual (+) sejak 1 minggu. Muntah (+) 1 kali. Demam (+) sejak 3 hari,

hilang timbul. Os belum BAB sejak 1 minggu SMRS. BAK lancar, tidak sakit, warna kuning

jernih. Nafsu makan baik.

Riwayat Penyakit Dahulu : OS belum pernah menalami keluhan seperti ini. Riwayat

hipertensi (-), ASMA (-), DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat yang sama

Riwayat Pengobatan : OS belum pernah minum obat SMRS.

Riwayat Alergi : Alergi obat, makanan, dan cuaca disangkal

Riwayat Psikososial : Pola makan teratur.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

1

Kesadaran : Composmentis

Tanda- tanda Vital :

• Tekanan darah : 140/90 mmHg

• Suhu : 37.6 O C

• Nadi : 80 x/menit

• Pernapasan : 22x/menit

Antropometri :

• BB: 80 kg TB: 165 cm IMT:29,4

• BB Ideal: (TB-100)-10% : 58,5 kg

STATUS GENERALIS

1. Kepala :

Bentuk : Normochepal

Rambut : Hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut

Mata : kunjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

Hidung : septum deviasi -, sekret -/-

Mulut : bibir kering -, lidah kotor -, gusi berdarah –

Telinga : normotia

Leher : pembesaran KGB -, pembesaran kel tiroid –

2. Torax : Paru :

I : simetris pada saat statis dan dinamis, retraksi iga –

P : Vocal premitus kanan kiri sama

P : sonor di kedua lapang paru

A : vesikuler +/+, wheezing -, ronkhi -/-, BJ I dan II normal, tidak

ada bunyi tambahan

Jantung :

I : Ictus Cordis terlihat (-)

P : Ictus Cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra

P : Batas kanan jantung di linea para sternal dextra

2

Batas kiri jantung di interkostalis 5 midclavicularis sinistra

A : Bunyi jantung I dan II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

3. Abdomen : Bising usus (+), NTE (-), Timpani (+)nyeri tekan abdomen

kuadran kanan bawah (+), nyeri tekan epigastrium (+),

defense muscular (-)

4. Punggung : Deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-)

5. Ekstremitas : atas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, bintik-bintik

merah -/-

: bawah : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, bintik-bintik

merah -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG

HEMATOLOGI

Hematologi Rutin Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 14,1 12-15 g/dL

Hematokrit 41,7 37-478 %

Eritrosit 5,06 4.2-5,4 10^6 µL

Leukosit 12,4 4.8-10.8 10^3/µL

Trombosit 396 150-450 10^3/µL

MCV 82,4 80-94 fL

MCH 27,9 27-31 pg

MCHC 33,8 33-37 %

Kimia Klinik Hasil Nilai Rujukan Satuan

Gula darah sewaktu 64 70-110 mg/dL

DIAGNOSIS

3

Diagnosis Pra-operasi: Appendisitis Akut + Hipertensi

OPERASI

Keadaan Pra-Operasi

Perempuan usia 45 tahun dengan diagnosis HIL Sinistra Refondable + Obesitas pasien

dijadwalkan untuk dilakukan operasi Herniorraphy

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Tanda-tanda vital preoperatif

- Tekanana darah : 170/110 mmHg

- Nadi : 110 x/menit

- Pernafasan : 22 x/menit

- Suhu : 36,7 0C

- Saturasi O2 : 97 %

Status fisik : ASA II

Keadaan Intraoperatif

Operasi dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2015 pukul 14.45 s/d 15.30 WIB.

Penatalaksanaan anestesi pukul 14.45 WIB

Anestesi Umum :

Posisi : Supine

Teknis anestesi : Spinal

Lokasi Tusukan : L3-L4

Anestesi Lokal : Bupivacaine + Fentanyl 0,5 cc konsentrasi 0,5% jumlah 3 cc

Rencana Medikasi dan pelaksanaan pada kasus

- Ondancentron 4mg

- Propofol (Dosis 1-2,5 mg)

Dosis Pemberian : 75- 187 mg

Dosis yang diberikan : 20 mg

Pemberian Cairan Perioperatif : RL 1000 ml

4

Perhitungan cairan

• Kebutuhan maintenance/ rumatan : (BB= 75 kg)

10 kg pertama : 10 x 4 cc/kg/jam = 40 cc

10 kg kedua : 10 x 2 cc/kg/jam = 20 cc

55 kg sisanya : 55 x 1cc/kg/jam = 55 cc

Pasien puasa 3 jam preoperative : 8 x 100 cc/jam = 800 cc

• Kebutuhan resusitasi intraoperatif

Pembedahan sedang : 6 cc/kgBB

6x75 = 450 cc

- I jam pertama = 50% (800) + 115 + 450 = 965

- II jam selanjutnya = 25% (800) + 115 + 450 = 765

Tanda-tanda vital Intraoperatif

Jam Tek. darah Nadi RR SpO2

14.45 WIB 180/110mmHg 90x/mnt 22x/mnt 98%

15.00 WIB 130/60mmHg 100x/mnt 18x/mnt 96%

15.15 WIB 120/80mmHg 90x/mnt 20x/mnt 97%

15.30 WIB 130/70mmHg 90x/mnt 20x/mnt 98%

Keadaan Pasien Pasca Operasi

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Sadar

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 100x/menit

Respirasi : 22x/menit

Aldrette Score

JamAldrette score

ScoreWK RR C KS ACT

15.50 Merah Nafas 120/90 Sadar Gerak 4 10

5

muda

(2)

dalam

(2)

mmHg

(2)

penuh

(2)ext (2)

BAB II

6

TINJAUAN PUSTAKA

A. OBESITAS

1. DEFINISI

Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam

jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang terjadi perluasan ke

dalam jaringan organnya (Misnadierly, 2007).

Obesitas merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan antara

tinggi dan berat badan akibat jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan

berat badan yang melampaui ukuran ideal (Sumanto, 2009).

2. PERMASALAHAN OBESITAS

Orang dengan obesitas akan lebih mudah terserang penyakit degeneratif.

Penyakit – penyakit tersebut antara lain :

a. Jantung

Peningkatan volume sirkulasi darah, peningkatan curah jantung, hipertensi,

penyakit arteri coroner, gagal jantung kongestif. Curah jantung meningkat

sebesar 0,1L/menit/kg.

b. Paru

Penurunan volume paru- paru, hipoksemia arteri

c. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus dapat disebut penyakit keturunan, tetapi kondisi tersebut

tidak selalu timbul jika seseorang tidak kelebihan berat badan. Lebih dari 90

% penderita diabetes mellitus tipe serangan dewasa adalah penderita

kegemukan. Pada umumnya penderita diabetes mempunyai kadar lemak yang

abnormal dalam darah. Maka, dianjurkan bagi penderita diabetes yang ingin

menurunkan berat badan sebaiknya dilakukan dengan mengurangi konsumsi

bahan makanan sumber lemak dan lebih banyak mengkonsumsi makanan

tinggi serat.

d. Gout

Penderita obesitas mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit radang sendi

yang lebih serius jika dibandingkan dengan orang yang berat badannya ideal.

7

Penderita obesitas yang juga menderita gout harus menurunkan berat

badannya secara perlahan-lahan.

e. Batu Empedu

Penderita obesitas mempunyai resiko terserang batu empedu lebih tinggi

karena ketika tubuh mengubah kelebihan lemak makanan menjadi lemak

tubuh, cairan empedu lebih banyak diproduksi didalam hati dan disimpan

dalam kantong empedu. Penyakit batu empedu lebih sering terjadi pada

penderita obesitas tipe buah apel. Penurunan berat badan tidak akan mengobati

penyakit batu empedu, tetapi hanya membantu dalam pencegahannya.

Sedangkan untuk mengobati batu empedu harus menggunakan sinar ultrasonic

maupun melalui pembedahan.

f. Kanker

Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa laki-laki dengan obesitas akan

beresiko terkena kanker usus besar, rectum, dan kelenjar prostate. Sedangkan

pada wanita akan beresiko terkena kanker rahim dan kanker payudara.Untuk

mengurangi resiko tersebut konsumsi lemak total harus dikurangi.

Pengurangan lemak dalam makanan sebanyak 20 – 25 % perkilo kalori

merupakan pencegahan terhadap resiko penyakit kanker payudara

g. Hipertensi

Orang dengan obesitas akan mempunyai resiko yang tinggi terhadap Penyakit

hipertensi. Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa pada usia 20 – 39

tahun orang obesitas mempunyai resiko dua kali lebih besar terserang

hipertensi dibandingkan dengan orang yang mempunyai berat badan normal.

8

3. PENYEBAB OBESITAS

Secara spesifik, yang dikatakan obesitas adalah merupakan suatu keadaan

kelebihan jumlah lemak dalam tubuh, sedangkan overweight adalah kelebihan berat

badan bukan hanya dari jumlah lemaknya namun juga termasuk otot, tulang, dan total

air dalam tubuh. Para ahli sepakat bahwa laki-laki dengan jumlah lemak tubuh lebih

dari 25 persen dan wanita lebih dari 30 persen masuk dalam golongan kelebihan berat

badan atau obesitas. Body Mass Index (BMI) menjadi indikator awal yang membantu

professional untuk mencari tahu perkiraan kelebihan berat badan seseorang yang

nantinya dihubungkan dengan resiko terjangkit suatu penyakit. Pada obesitas,

seseorang mengkonsumsi kalori lebih dari yang dapat dibakar secara normal, dalam

arti kata mereka makan banyak namun tidak diseimbangkan dengan aktivitas atau

olahraga. Namun ada faktor lain yang juga menjadi predisposisi seseorang menjadi

obesitas. Faktor-faktor tersebut diantaranya :

a. Genetik

Genetik memainkan peran sangat besar terhadap kejadian obesitas.

Pada suatu studi didapatkan kesimpulan umum yaitu ketika ibu biologis

mengalami obesitas, maka kira-kira 75 persen anak-anaknya akan mengalami

obesitas. Sedangkan jika ibu biologis memang kurus atau tidak mengalami

obesitas, kira-kira 75 persen anak-anaknya juga berbadan kurus. Maka mereka

yang memang memiliki “bakat” genetik seperti ini sudah seharusnya lebih bisa

menerima keadaan yang sulit untuk diubah namun dapat dilakukan

manajemen yang baik.

b. Usia

Ketika seseorang menginjak usia tua, tubuh mengalami penurunan

kemampuan untuk metabolisme makanan atau kalori. Makanan lebih lama

diolah, diubah menjadi energi dan pada akhirnya walaupun jumlah makanan

yang dikonsumsi sejak orang tersebut usia 20 hingga usia tua tidak berubah

namun sebenarnya ia tidak memerlukan jumlah kalori yang sama. Hal ini

terlihat jelas ketika mereka yang berusia 20-an mengkonsumsi banyak kalori

namun seimbang dengan aktivitas, pada mereka yang berusia diatas 40-an

dengan jumlah konsumsi kalori yang sama malah bertambah bobotnya karena

aktivitas dan metabolisme tubuh yang sudah menurun secara alamiah.

c. Gender.

9

Wanita dikatakan mengalami tendensi lebih sering menjadi overweight

dibanding laki-laki. Laki-laki memiliki kemampuan untuk metabolisme saat

istirahat yang berarti energi juga digunakan saat itu. Sehingga laki-laki

membutuhkan jauh lebih banyak kalori untuk menjaga keseimbangan

metabolisme yang menghasilkan energi itu. Pada wanita, terutama yang sudah

mengalami menopause, rasio metabolisme mereka justru akan menurun,

sehingga jelas mereka akan mengalami penambahan berat badan setelah

menopause.

d. Lingkungan

Walaupun genetik merupakan faktor utama pada obesitas, namun pada

beberapa kasus, lingkungan juga merupakan faktor signifikan. Yang termasuk

faktor lingkungan adalah gaya hidup seperti apa yang dimakan dan seberapa

aktif seseorang.

e. Aktivitas fisik.

Seseorang yang aktivitas fisiknya tinggi membutuhkan kalori untuk

dibakar jauh lebih besar untuk menyeimbangkan kebutuhan tubuhnya. Sebagai

tambahan, aktivitas fisik rupanya membantu seseorang dengan obesitas untuk

‘menggunakan’ lemak sebagai sumber energinya. Sehingga ketika lemak

tersebut dibakar, berkurang pula bobot tubuhnya. Dalam 20 tahun terakhir

diketahui bahwa mereka yang obesitas memang mengurangi aktivitas fisiknya

dan berlebihan dalam urusan konsumsi kalori atau makanan berlemak.

f. Penyakit

Ada beberapa penyakit yang juga berhubungan dengan kejadian

obesitas. Diantaranya hipotiroidisme (kerja hormon tiroid yang menurun

sehingga metabolisme tubuh ikut menurun), suatu penyakit pada otak yang

meningkatkan nafsu makan (agak jarang terjadi), dan depresi.

g. Psikologis

Kebiasaan makan terkait dengan faktor psikis pada seseorang. Banyak

orang melarikan diri dari rasa sedih, bosan, depresi atau marah dengan makan

berlebihan. Rasa bersalah, diskriminasi, malu, atau ditolak dari lingkungan

sosial juga banyak berpengaruh pada kondisi psikis seseorang yang

berhubungan dengan perubahan pola makan. Binge eating adalah sebagai

contoh dimana orang tersebut makan berlebihan tanpa ia sadari dan pada

akhirnya ia akan mencari pengobatan serius karena masalah ini. Hampir 30

10

persen orang dengan binge eating terkait faktor psikis menyerah dengan pergi

ke dokter untuk mencari bantuan akan masalah ini.

h. Obat-obatan.

Beberapa obat seperti steroid dan anti-depresan memiliki efek samping

penambahan berat badan.

4. PERHITUNGAN BMI

Pengukuran berat badan seseorang secara tepat agak sulit. Cara yang paling

mendekati akurat adalah mengukur orang tersebut dibawah air atau di dalam chamber

atau ruangan dengan isi air sehingga dapat diukur jumlah air yang terbuang dan air

sebelumnya untuk mengukur berat badan pasti. Dapat juga digunakan alat X-ray

untuk tes yang disebut Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA) namun di

Indonesia sendiri belum dilakukan karena membutuhkan alat, tenaga dan tempat

khusus.Secara sederhana, metode untuk estimasi jumlah lemak atau body fat adalah

dengan mengukur ketebalan lapisan lemak yang berada dibawah lapisan kulit pada

beberapa bagian tubuh. Karena dalam mengukur body fat dan berat badan pasti

seseorang itu sulit, maka selama beberapa dekade, para ahli hanya bergantung pada

tabel berat badan dan tinggi yang merupakan ukuran rata-rata pada semua orang. Yang

menjadi kendala selain tabel ini tidak menggunakan ukuran pasti adalah

dikeluarkannya berbagai macam versi dengan rentang berat badan dan tinggi yang

juga berbeda-beda. Maka BMI saat ini masih menjadi patokan universal untuk

mengetahui status gizi seseorang (normal, obesitas, atau overweight). Body Mass

Index (BMI) sangat sederhana dan digunakan untuk estimasi massa lemak pada

seseorang. Pada abad ke-19, seorang ahli statistik dan antropometris Adolphe Quetelet

mengembangkan pengukuran dengan cara ini. BMI merupakan refleksi dari

persentase body fat mayoritas orang dewasa pada populasi besar dan universal.

Walaupun begitu, tingkat akurasi BMI menurun jika digunakan pada pengukuran ibu

hamil atau orang dengan body builder yang massa atau bobot tubuhnya terpengaruh

dari komposisi ‘tambahan’.

BMI = [berat badan (kg)] / [tinggi (dalam meter)]2

BMI Classification

11

Less than 18.5

18.5–24.9

25.0–29.9

30.0–34.9

35.0–39.9

Over 40.0

underweight

normal weight

overweight

class I obesity

class II obesity

class III obesity

12

BAB III

ANESTESI PADA OBESITAS

A. ANESTESI PADA OBESITAS

Dalam berbagai macam literatur, anestesi pada pasien obesitas tidak menjadi

bahasan khusus. Akan tetapi, tata laksana anestesi pada pasien obesitas rupanya

memiliki kendala yang patut diperhatikan. Secara umum, ketika datang pasien

obesitas kedalam ruang operasi, dokter anestesi sudah memikirkan kemungkinan-

kemungkinan yang akan dihadapi sebelum, selama dan sesudah tindakan anestesi.

Diantaranya adalah prediksi kesulitan intubasi, prevensi tromboemboli, prevensi

komplikasi pasca operasi seperti atelektasis, penggunaan obat anestesi seperti

analgesik yang dapat diberikan atau obat-obat yang harus dihindari pemberiannya,

manajemen pasien dengan obstructive sleep apnea, kriteria pemindahan ke ICU dan

penanganan mekanisme ventilasi yang harus dilakukan, juga terapi cairan, eletrolit

dan nutrisi.Masalah utama pasien obesitas masih seputar gangguan pada sistem

kardiovaskular, respirasi, dan gastrointestinal. Masalah lain adalah pada ibu hamil

dengan atau tanpa obesitas dan anak-anak yang sedari kecil sudah mengalami

obesitas.

B. PANDANGAN ANESTESI PADA OBESITAS

American Society of Anesthesiology (ASA) mulai gencar dalam memberikan

informasi yang jelas kepada masyarakat tentang hal-hal yang menjadi pertimbangan

sebelum mereka menghadapi pisau bedah atau operasi. Masyarakat dahulu tidak

terlalu peduli akan bahaya yang dapat menjadi kesulitan tersendiri untuk anestesi,

terkait akan masalah kelebihan berat badan atau obesitas ini. Begitu banyak

komplikasi dari obesitas seperti contoh : diabetes tipe dua, obstructive sleep apnea,

hipertensi atau penyakit kardiovaskular yang dapat memberikan implikasi signifikan

pada pasien yang akan menghadapi operasi dan tindakan anestesi. Hambatan jalan

napas akibat obstructive sleep apnea dapat menurunkan aliran udara masuk saat

inspirasi bahkan terjadi reduksi pada inhalasi O2 ketika seseorang diberikan sedasi

anestesi. Dokter Martin Nitsun, asisten professor sekolah kedokteran Pritzker

universitas Chicago menerangkan bahwa faktor-faktor diatas memang timbul ketika

13

seseorang mengalami kelebihan berat badan. Pada obesitas terjadi perubahan anatomi

yang membuat manajemen jalan napas akan berbeda dengan mereka tanpa keadaan

obesitas. Tindakan intubasi akan lebih sulit dan dibutuhkan peralatan dan teknik

khusus. Dokter anestesi harus siap dan antisipatif terhadap kesulitan-kesulitan yang

mungkin terjadi. Maka sebelum pasien masuk ruang operasi, ASA merekomendasikan

dilakukannya preoperative assesment yang meliputi anamnesis lengkap tentang

riwayat pasien, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang yang bermakna pada

pasien tersebut. Sehingga pada saat pelaksanaan operasi, dokter anestesi dapat

meminimalisir resiko yang mungkin terjadi dan menurunkan tingkat terjadinya

komplikasi. Motivasi akan pentingnya mengubah gaya hidup hingga menurunkan

berat badan secara bertahap juga menjadi tugas dokter yang menangani atau dokter

anestesi sehingga diharapkan dengan penurunan berat badan, komorbiditas dapat

ditekan semaksimal mungkin.

C. IMPLIKASI ANESTESI

Pada keadaan dimana terjadi gangguan napas, masalah pada ventrikel

mungkin tertutupi atau lolos dari pengamatan melalui pemeriksaan secara klinis.

Namun adanya penambahan berat badan secara cepat yang ditemukan pada

premedikasi dapat mengindikasikan adanya kegagalan jantung walaupun orang

tersebut memang sudah memiliki bobot yang berat. Durante operasi, kegagalan

ventrikel untuk memenuhi kebutuhan(disfungsi dari diastolik ventrikel) dapat terjadi

karena berbagai macam alasan, seperti pengaruh dari agen anestesi yang sebelumnya

diberikan atau hipertensi pulmonal yang dipresipitasi keadaan hipoksia atau

hiperkapnia. Maka seorang dokter anestesi harus bersikap preventif terhadap hal

tersebut dengan mempersiapkan inotropik dan vasodilator untuk mengembalikan

keadaan menjadi normal kembali.Ketika induksi anestesi atau intubasi dilakukan pada

penderita obesitas, performa jantung akan mulai menurun. Dalam suatu penelitian,

ditemukan pada penderita obesitas yang menjalani operasi abdomen, performa

jantung menurun 17 -33 persen setelah induksi dan intubasi dilakukan, keadaan ini

menetap pasca operasi dengan index jantung 13 -23 persen menurun dibandingkan

preoperatif. Hal ini tidak terjadi pada orang normal dimana performa jantung setelah

diberikan induksi anestesi atau intubasi sempat menurun namun kembali normal

pascaoperasi. Pengamatan terhadap tekanan arteri, gas darah dan tekanan vena sentral

dapat dilakukan sebagai acuan terhadap keadaan jantung selama obat anestesi bekerja.

14

1) Premedikasi Pemeriksaan preoperatif pada penderita obesitas diantaranya memeriksa

kemampuan pasien untuk bernapas dalam dan patensi dari jalan napas.

Pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah lengkap, foto thoraks, gas

darah, fungsi paru dan oximetri. Mereka yang dicurigai OSA disarankan

melakukan tes polysomnografi. Pasien juga harus diingatkan resiko spesifik dari

anestesi, kemungkinan dilakukannya intubasi dalam kesadaran penuh, pemberian

ventilasi pascaoperasi bahkan trakeostomi.

2) Intraoperatif

Induksi anestesi menjadi saat paling berbahaya pada pasien obesitas. Resiko

kesulitan atau gagal intubasi karena adanya obstruksi saluran napas bagian atas

dan menurunnya compliance pulmonal menjadi kekhususan tersendiri. Insuflasi

gaster selama anestesi juga meningkatkan resiko regurgitasi atau aspirasi isi

gaster.Pendekatan awal adalah pemilihan intubasi dalam kesadaran penuh atau

tidur dalam yang merupakan pilihan sulit. Hal itu banyak dipengaruhi pengalaman

dokter anestesi yang akan melakukannya. Beberapa penulis menyarankan intubasi

dengan kesadaran penuh terutama jika berat badan sesungguhnya > 175 persen

berat badan ideal. Apabila terdapat gejala OSA, maka sudah terpikirkan morfologi

jalan napas bagian atas yang sedikit berbeda yang membuat pemakaian ballow

dan sungkup menjadi sulit, sehingga intubasi dalam kesadaran penuh lebih

disarankan. Pendekatan lain adalah penggunaan laringoskop setelah pemberian

lokal anestesi pada faring. Intubasi sadar dengan fiberoptic dapat dipilih ketika

struktur laring tidak terlihat jelas. Tidak disarankan melakukan intubasi blind

melalui hidung mengingat kemungkinan epistaksis atau efek samping lainnya.

Teknik teraman dan cepat untuk induksi anestesi menggunakan succinylcholine

dengan diikuti pemberian oksigen yang adekuat sebelumnya. Pasien obesitas tidak

dibolehkan untuk bernapas spontan selama anestesi berlangsung, mencegah

terjadinya hipoventilasi, hipoksia dan hiperkapnia. Posisi litotomi atau

Tredelenburg dihindari mengingat pada posisi ini terjadi reduksi volume paru.

Ventilasi kontrol dengan fraksi oksigen tinggi dibutuhkan untuk mencapai tekanan

oksigen arterial yang adekuat, yang nantinya pemeriksaan serial gas darah

diperiksa untuk mengontrol hal ini.

15

3) Post Anestesi

Komplikasi pulmonal sering terjadi pada penderita obesitas. Pemeriksaan

fungsi paru preoperatif tidak dapat memprediksi keadaan yang sama

pascaoperatif. Hal ini karena pada pasien obesitas sensitivitas terhadap obat

sedatif, analgesik opioid dan anestesi meningkat. Pemberian ventilasi pascaoperasi

bermanfaat untuk eliminasi efek obat-obat tersebut, selain dapat diberikan pada

mereka dengan penyakit kardio-respiratori yang telah diketahui sebelumnya,

retensi karbondioksida, dan mereka yang baru menjalani operasi dalam waktu

lama atau mengalami pyrexia pasca operasi.Ekstubasi hanya boleh dilakukan

ketika pasien sadar penuh dan dipindahkan ke Recovery Room dengan posisi

duduk 45 derajat. Oksigen tambahan segera diberikan dan dilatih untuk bernapas

seperti biasa.

D. ANESTESI REGIONAL

Penggunaan anestesi regional pada pasien obesitas memungkinkan tidak

perlunya dilakukan intubasi dan menurunkan resiko aspirasi asam. Pada operasi

thorakal dan abdominal, biasanya dipilih anestesi epidural dengan kombinasi anestesi

umum. Hal ini lebih bermanfaat dibandingkan hanya digunakan anestesi umum,

termasuk mengurangi penggunaan opioid dan obat anestesi inhalasi, komplikasi

pulmonal pascaoperasi, peningkatan efek obat analgesik pascaoperasi, dan manfaat

lainnya. Secara teknik, anestesi regional pada pasien obesitas menantang karena

sulitnya menentukan batasan pasti tulang, kulit dan lemak. Blok saraf perifer lebih

mudah dan aman dilakukan dengan bantuan stimulator saraf dan jarum insulasi.

Anestesi spinal dan epidural lebih mudah dilakukan pada posisi berdiri dan

menggunakan jarum yang panjang. Dengan bantuan ultrasound dapat diidentifikasi

ruang epidural dan menuntun jarum Tuohy dalam posisi yang benar. Ada beberapa

dokter anestesi yang lebih menyukai kateter epidural telah terpasang sehari sebelum

operasi untuk menghemat waktu esok harinya dan memudahkan pemberian

profilaksis heparin pada pagi hari waktu operasi. Anestesi lokal yang dibutuhkan pada

saat melakukan anestesi spinal atau epidural diturunkan hingga 80 persen mengingat

terdapatnya infiltrasi lemak dan meningkatnya volume darah yang disebabkan

tekanan intraabdomen menyempitkan ruang epidural. Hal ini perlu diwaspadai karena

dapat menyebabkan blokade yang lebih tinggi atau menyebarnya anestesi lokal

tersebut. Blokade diatas thorakal V akan menyebabkan gangguan respirasi dan

16

blokade otonom pada sistem kardiovaskular. Dalam keadaan ini, dibutuhkan

penggantian anestesi menjadi anestesi umum dengan peralatan yang cukup dan

bantuan orang lain untuk penanganan adekuat.

\

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia 2009.

2. Increase Anesthetic Risk For Patients With Obesity and Obstructive Sleep Apnea.

Available from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2007481/pdf/anesthprog00003-

0005.pdf.

3. Morgan G Edward, Mikhail, Maged S.”Clinical Anesthesiologi”. Edisi ke4. 2007.

4. R. Mark, MD Ezekiel MS. “Handbook of Anesthesiologi” Edisi 2008

18