Struktur Dan Sifat Membran Campuran Selulosa Dan Alginat Dalam Larutan Naoh

download Struktur Dan Sifat Membran Campuran Selulosa Dan Alginat Dalam Larutan Naoh

of 50

Transcript of Struktur Dan Sifat Membran Campuran Selulosa Dan Alginat Dalam Larutan Naoh

STRUKTUR DAN SIFAT MEMBRAN CAMPURAN SELULOSA DAN ALGINAT DALAM LARUTAN NaOH/UREA

TUGAS MANDIRI MATA KULIAH DASAR-DASAR DAN APLIKASI MEMBRAN

Structure and Properties of Blend MembranesPrepared from Cellulose and Alginate in NaOH/UreaAqueous SolutionJINPING ZHOU,LINA ZHANGDepartment of Chemistry,Wuhan University, Wuhan 430072 ,ChinaReceived 21 July 2000; revised 25 September 2000; accepted 8 December2000

oleh :Agita Raka PratiwiNIM 101810301013

JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS JEMBER2014

ABSTRAKMembran campuran selulosa yang teregenerasi (RC)/asam alginat(AL) berhasil dibuat dari larutan 6% wt NaOH/4% wt urea dikoagulasikan dengan 5 wt % larutan CaCl2 dan diproses menggunakan 3 wt % HCl. Morfologi, kristalinitas, sifat mekanik, dan ketahanan termal membran diteliti melalui scanning electron microscopy (SEM), spektroskopi IR dan UV, difraksi sinar-X, uji tarik, dan thermogravimetric analysis (TGA). Seluosa dan alginat dapat dicampurkan pada semua perbandingan komposisi berat. Struktur mesh yang dihasilkan oleh membran adalah homogen dan ukuran mesh membran campuran (200-2000 nm) meningkat secara signifikan dengan bertambahnya kandungan alginat. Keadaan kristalin membran alginat (AL), yang dibuat dari larutan 6% wt NaOH/4% wt urea sepenuhnya rusak sedangkan kristalinitas dari membran campuran berkurang dengan bertambahnya alginat. Kekuatan tarik dan pemutusan elongasi membran RC/AL saat keadaan kering dan basah pada membran campuran sangat meningkat jika dibandingkan dengan membran alginat (AL). Oleh karena itu, membran campuran RC/AL menawarkan sebuah cara menjanjikan melalui alginat sebagai material fungsional dan pemisah yang digunakan dalam keadaan basah. Kata kunci : selulosa; alginat; pori membran; larutan NaOH/urea; pencampuran; kristalinitas; sifat mekanik

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakangPencemaran lingkungan biasanya disebabkan oleh penumpukan polimer sintetis yang beracun. Hal tersebut memunculkan polimer biodegradable sebagai ilmu baru yang harus dipelajari. Selulosa adalah salah satu material melimpah dapat diperbarui serta ramah lingkungan. Penggunaan selulosa pada berbagai macam produk tidak hanya melindungi lingkungan tetapi juga menghemat penggunaan minyak karena potensinya sebagai pengganti beberapa petrokimia. Akan tetapi selulosa tidak bisa diaplikasikan pada beberapa bidang karena ketidaklarutannya dan ketidak-lumerannya. Diantara beberapa cairan pelarut selulosa N-metil-morforin-N-oksida (NMMO) telah berhasil untuk digunakan dalam produksi benang berasal dari selulosa yang teregenerasi tetapi untuk kepentingan komersial pelarut ini terlalu mahal dan kecepatan temperaturnya yang tinggi. Kamide et al melaporkan bahwa selulosa yang teregenerasi dari larutan amonium dapat dilarutkan dalam larutan NaOH 8-1 wt % pada suhu -5 sampai 5 C dan telah diaplikasikan untuk industri benang fiber RC dan film. Bagaimanapun, kelarutan selulosa dibatasi dengan kekuatan pelarutnya. Penambahan komponen organik seperti urea atau tiourea pada larutan NaOH dapat memberikan pengaruh yang kuat pada kelarutan selulosa. Zhou et al., sendiri telah mempelajari kelarutan selulosa dalam larutan NaOH/urea dimana membran selulosa dibuat dari kain berbahan katun berhasil dibuat dengan rata rata berat molekul kekentalan (M) dibawah 8 x 104 dalam 6 wt % NaOH /4 wt % larutan urea.Blend (pencampuran) adalah sebuah proses yang penting untuk pengembangan aplikasi material polimer dalam industri. Campuran selulosa dengan polimer lainnya adalah salah satu cara yang menarik untuk membuat komposit polimer fungsional. Perhatian sudah lama difokuskan pada campuran membran dari selulosa/polimer sintetis dalam sistem pelarut tidak berair (encer) seperti N,N-dimetilasetamida-litium klorida, dimetil-tetraetil amonium klorida dan dimetil sulfoksida-para-formaldehid. Untuk mengurangi pencemaran dari pelarut organik dibuat membran campuran selulosa-poliamida 66 dalam campuran larutan NMMO dan fenol, film campuran selulosa/serat sutra dari cupramonium, dan berbagai sistem cairan telah dipelajari. Penelitian sebelumnya, membran campuran dengan berbagai struktur, sifat dan fungsi telah dibuat dari selulosa kuoksam dan zincoxene, kasein, konjac glucomannan dan larutan alginat. Alginat adalah sepasang polisakarida hetero yang linier terdiri dari satu empat asam -L-guluronat dan asam -D manuronat dan secara luas digunakan dalam aplikasi control release, penukar ion dan teknik pemisahan membran permeasi-uap. Akan tetapi kekuatan mekanik membran alginat sangat lemah pada keadaan basah. Penelitian ini menggunakan larutan encer NaOH/urea sebagai pelarut umum dan bemliese, sebuah selulosa II dengan struktur jelas sebagai bahan mentah untuk membuat membran campuran RC/AL. Struktur dan sifat dari membran dipelajari menggunakan scanning electron microscopy (SEM), spektroskopi UV-IR, thermogravimetry analysis (TGA), difraksi sinar-X dan uji kekuatan.

1.2. Rumusan masalah1. Bagaimana pengaruh komposisi campuran terhadap morfologi dan kemampuan bercampur membran campuran selulosa/alginat dalam larutan encer NaOH/Urea?2. Bagaimana pengaruh komposisi campuran terhadap struktur yang dihasilkan membran campuran selulosa/alginat dalam larutan encer NaOH/urea?3. Bagaimana pengaruh komposisi campuran terhadap sifat mekanik membran campuran selulosa/alginat dalam larutan encer NaOH/urea?4. Bagaimana pengaruh komposisi campuran terhadap stabilitas termal membran campuran selulosa/alginat dalam larutan encer NaOH/Urea?

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MembranSecara umum membran didefinisikan sebagai penghalang selektif antara fasa umpan dan fasa permeat. Molekul yang mempunyai ukuran sama atau lebih kecil daripada ukuran pori dapat melewati membran, sedangkan molekul yang lebih besar akan tertahan (gambar 2.1). Proses pemisahan terjadi karena adanya gaya dorong yaitu perbedaan tekanan, konsentrasi dan potensial kimia antara kedua fasa yang dipisahkan oleh membran.Gambar 2.1 Sistem dua fasa yang dipisahkan oleh membran

Membran memiliki pori dengan ukuran tertentu, untuk mikrofiltrasi antara 0,1m dan ultrafiltrasi 2-100 nm. Selektifitas dari material membran ditentukan oleh ukuran pori. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kinerja dari membran antara lain: adsorpsi, kestabilan kimia dan lain-lain. Selain itu ketebalan lapisan stuktur membran dapat mempengaruhi konsentrasi fluks yang dihasilkan, dimana semakin tebal membran maka fluks yang dihasilkan kecil.Proses ultrafiltrasi (UF) berada diantara proses nanofiltrasi dan mikrofiltrasi. Ukuran pori membran berkisar antara 0,05 m sampai 1 nm. Karakteristik membran umumnya dinyatakan dalam Molecular Weight Cut Off (MWCO), atau berat molekul yang ditolak oleh membran. Berat Molekul yang dapat ditolak oleh membran ultrafiltrasi berkisar antara 10 4 -10 8 Dalton. Berdasarkan prinsipnya membran ultrafiltrasi digunakan untuk memisahkan makromolekul dan koloid dari larutannya. Membran ini merupakan membran berpori di mana rejeksi zat terlarut sangat dipengaruhi oleh ukuran dan berat zat terlarut relatif terhadap ukuran pori membran. Transpor pelarut secara langsung berhubungan dengan besarnya tekanan yang diberikan. Membran ultrafiltrasi mempunyai struktur yang asimetrik dengan lapisan atas yang lebih padat (ukuran pori lebih kecil dan porositas permukaan lebih rendah) sehingga mengakibatkan ketahanan hidrodinamiknya lebih tinggi (Wenten, 2000). Secara komersial membran-membran ultrafiltrasi biasanya dibuat dari material-material polimer dan teknik yang digunakan adalah teknik inversi fasa. Polimer yang umum digunakan antara lain poliamida, polisulfon, selulosa asetat dan lain sebagainya. Pada prinsipnya proses membran ultrafiltrasi telah banyak digunakan untuk memisahkan molekul-molekul besar dari moleku-molekul kecil. Aplikasinya banyak ditemukan dalam berbagai bidang industri seperti makanan, tekstil, farmasi, industri kertas, dan masih banyak lagi yang lain (Mulder, 1996).Membran dengan selektivitas dan permeabilitas tinggi sangat diperlukan. Beberapa modifikasi telah dilakukan untuk meningkatkan performa membran seperti mencampurkan matriks, ikat silang (crosslinking), mencangkok (grafting), campuran polimer, membuat komposit atau membran hibrid. Akan tetapi performa dari membran campuran matriks masih banyak ditemui kekurangan atau kecacatan yang disebabkan oleh lemahnya interaksi partikel dengan polimer glass. Pencampuran (blending) adalah salah satu metode yang efektif dari segi biaya dan waktu untuk mengembangkan material dengan sifat yang diinginkan (Mustaq et al., 2013).

2.2. Inversi fasaTeknik-teknik yang digunakan pada proses pembuatan membran antara lain sintering, stretching, track-etching, template-leaching dan inversi fasa (Wenten,2000). Penelitian ini menggunakan teknik pembuatan membran inversi fasa. Inversi fasa adalah salah satu proses pengubahan bentuk polimer dari fasa cair menjadi padatan dengan kondisi terkendali. Proses pemadatan diawali dengan transisi dari fasa cair ke fasa dua cairan (liquid-liquid demixing). Selama proses demixing, salah satu fasa cair (fasa polimer konsentrasi tinggi) akan memadat, sehingga akan terbentuk matriks padat. Tahapan proses secara umum inversi fasa antara lain : homogenasi, pencetakan, penguapan sebagian pelarut, dan koagulasi pengendapan. Ada beberapa macam teknik inversi fasa antara lain penguapan pelarut presipitasi dengan penguapan terkendali, presipitasi termal, presipitasi fasa uap dan presipitasi imersi. Pada penelitian ini, tahapan presipitasi yang digunakan adalah presipitasi imersi. Pembuatan membran dengan teknik ini sering digunakan. Larutan polimer dicetak dalam suatu tempat dan dicelupkan dalam bak koagulasi yang mengandung nonpelarut. Membran terbentuk karena pertukaran pelarut dan nonpelarut (Mulder, 1996). Pembuatan membran melalui inversi fasa terdapat satu tahapan penting yakni demixing. Demixing merupakan proses awal pemadatan untuk membentuk membran. Di dalam proses demixing akan terjadi pertukaran pelarut dengan nonpelarut pada membran tersebut. Pertukaran pelarut ini menyebabkan polimer tersebut membentuk matriks padatan dan menjadi membran. Proses demixing dibedakan menjadi dua mekanisme :a. Instantaneous demixingInstantaneous demixing berarti demixing terjadi segera setelah polimer dicelupkan ke dalam bak koagulasi yang berisi nonpelarut. Jika mekanisme instantaneous demixing terjadi maka membran yang terbentuk adalah membran berpori.b. Delayed demixingDelayed demixing berarti demixing terjadi beberapa saat setelah polimer dicelupkan ke dalam bak koagulasi. Membran yang terbentuk adalah membran tidak berpori.Parameter-parameter yang berpengaruh dalam proses pembentukan struktur membran yang dihasilkan antara lain adalah pemilihan polimer, konsentrasi larutan polimer, pemilihan sistem pelarut-nonpelarut, waktu penguapan larutan polimer, penambahan zat aditif, komposisi bak koagulasi.

a) Pemilihan polimerMerupakan salah satu faktor penting karena akan membatasi jenis pelarut dan nonpelarut yang digunakan. Pemilihan material membran menjadi penting dengan memperhatikan faktor fouling (efek adsorpsi, karakteristik hidrofilik/ hidrofobik), kestabilan termal dan kimia, serta kekuatan mekanik.b) Konsentrasi larutan polimerKenaikkan konsentrasi awal polimer pada larutan dope akan menaikkan konsentrasi polimer pada lapisan antarmuka membran. Kenaikan fraksi volume polimer akan menurunkan porositas membran, artinya fluks yang dihasilkan rendah. Untuk membran ultrafiltrasi, konsentari polimer yang digunakan umumnya berkisar antara 10-30% berat, 12-15% (Wenten, 2000). c) Pemilihan sistem pelarut-nonpelarutPemilihan sistem pelarut-nonpelarut sangat mempengaruhi struktur membran yang dihasilkan. Nonpelarut yang digunakan sebagai koagulan harus dapat larut dalam pelarut. Air adalah nonpelarut yang umum digunakan dalam proses inversi fase. d) Komposisi bak koagulasiPenambahan pelarut ke dalam bak koagulasi adalah parameter lain yang sangat mempengaruhi jenis struktur membran yang terbentuk. Jumlah pelarut maksimum yang dapat ditambahkan ditentukan oleh posisi binodal. Pada saat binodal berganti arah mendekati sumbu polimer/pelarut, maka pelarut yang dapat ditambahkan ke dalam bak koagulasi akan lebih banyak. Jika bak koagulasi hanya mengandung air murni, instanuous demixing akan terjadikarena jalur komposisi awal akan memotong binodal. e) Penambahan aditifAditif memiliki fungsi yang spesifik. Fungsi tersebut meliputi: perlindungan terhadap pengaruh lingkungan seperti penolak nyala, penyerap radiasi ultraviolet, antioksidan, antiozon (stabilitas termal dan kimia), mempermudah pemrosesan, memperbaiki kekuatan mekaniknya, jumlah dan interkonektivitas antar pori dalam membran

f) Waktu penguapan larutan dopeWaktu penguapan ini berkaitan dengan berapa kuantitas pelarut yang meninggalkan film polimer ketika proses pembentukkan pori-pori membran sedang berlangsung. Dalam hal ini pelarut berfungsi sebagai pembentukanpori. Saat pori terbentuk, pelarut berada dalam pori-pori tersebut, kemudian didesak oleh nonpelarut dalam bak koagulasi hingga terjadi solidifikasi. Sebelum solidifikasi, penguapan pelarut menyebabkan pori yang sudah terbentuk menyatu kembali. Semakin lama waktu penguapan, semakin sedikit dan semakin kecil diameter pori yang terbentuk (Kesting, 1971).2.3. SelulosaSelulosa adalah homopolimer sindiotatik linier yang tersusun dari unit D-anhidroglukopiranosa, dimana terhubung oleh ikatan 1-4 glikosida (gambar 2.1). Berhubungan dengan tingginya intensitas gugus hidroksil sepanjang rantai utama, diperlukan cabang tambahan ikatan hidrogen ( ikatan intra- dan antar molekul). Konsekuensinya, didapatkan dua bagian struktur yakni bagian kristalin dan bagian amorf.

Gambar 2.2. Struktur molekul selulosa

Selulosa tidak berwarna, tidak berbau, polimer solid yang tidak beracun, dan memiliki beberapa sifat yang menjanjikan seperti sifat mekanik bagus, relatif termostabil, kapasitas menyerap yang tinggi dan penampilan optisnya dapat diubah. Beberapa sifat tersebut membuat selulosa mampu diaplikasikan pada hampir di semua bidang (Qiu et al., 2013).Gugus hidroksil bebas pada makromolekul selulosa mungkin terlibat dalam beberapa ikatan hidrogen molekul dan antar molekul, dimana hal tersebut memberikan beberapa macam aturan penataan fase kristalin. Pada kasus selulosa, penataan kristalin tersebut biasanya tidak sempurna, dengan kata lain dimensi kristal bahkan orientasi rantai dan kemurnian pembentukan kristal harus sangat dipertimbangkan. Kerapatan kristal dapat diukur dari data kristalografi yang sama pentingnya untuk mengetahui komponen amorf yang terbentuk.Terdapat empat alomorf dasar yang telah ditemukan pada selulosa yakni I, II, III dan IV. Setiap bentuk tersebut dapat didentifikasi dengan pola difraksi sinar X yang dihasilkan. Bentuk alami selulosa, yang disebut dengan selulosa I atau selulosa asli adalah bentuk yang banyak ditemui. Struktur tiga dimensinya sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui sebagai hasil dari bergabungnya dua bentuk kristalin yang berbeda (selulosa I dan I). Selulosa I dapat dibuat melalui transisi irreversibel untuk membentuk kristal yang stabil, selulosa II, dengan dua proses yang berbeda yakni regenerasi dan merserisasi. Alomorf selulosa II dikenal dengan sebutan selulosa teregenerasi (regenerated cellulose). Kedua cara regenerasi yang dimaksud adalah membuat larutan yang cocok sebagai pelarut selulosa atau penurunan intermediet yang diikuti koagulasi dan rekristalisasi. Proses ini digunakan untuk menghasilkan daerah serat. Merserisasi (Mercerization) adalah swelling intrakristalin selulosa dalam larutan NaOH pekat diikuti dengan pencucian dan rekristalisasi. Proses ini digunakan untuk meningkatkan sifat benang dan serat. Perubahan dari selulosa I menjadi selulosa II tidak reversibel, dan hal tersebut menyatakan bahwa selulosa II mempunyai bentuk yang stabil dibandingkan selulosa I (Perez et al., 2005).2.4. BemlieseBemliese adalah filamen serat selulosa teregenerasi tanpa tenun yang terbuat dari sisa serat pendek pada biji kapas setelah serat kapas diambil (Anonim, 2014). Asahi Chemical Industry Co. Ltd., Jepang memproduksi serat gulung putaran yang mengandung 100% filamen selulosa menggunakan metode tembaga, sebuah proses penggulungan basah. Serat tersebut dijual dengan nama Bemliese. Metode tembaga yang dimaksud untuk memproduksi Bemliese adalah kapas yang sudah bersih dilarutkan dalam cuprammonium, kemudian larutan tersebut diaerasi, disaring dan akhirnya digulung menjadi serat (Albrecht et al., 2003).2.5. AlginatAlginat adalah kopolimer polisakarida yang tidak bercabang, terdiri dari asam D-manurat (M) dan asam L-guluronat (G) dengan variasi komposisi dan urutan tertentu (Bhat dan Aminabhavi, 2007). Alginat berasal dari ekstraksi rumput laut coklat genus Ascophyllum, Durvillaea, Laminaria, Lessonia, Macrocytis, Sargassum dan Turbinaria.

Gambar 2.3 Struktur kimia alginat

Alginat dikenal dalam dua bentuk dalam dunia dunia industri yakni asam alginat dan garam alginat. Garam alginat yang sering digunakan adalah sodium alginat (Kaban dkk., 2006). Sodium alginat digunakan secara luas dalam industri makanan. Kereaktifan alginat terhadap ion kalsium digunakan dalam beberapa aplikasi makanan. Kereaktifan kalsium pada alginat adalah akibat dari geometri molekul setiap monomer. Bentuk dari setiap monomer ditunjukkan oleh gambar 2.4.

Gambar 2.4. Konformasi dan konfigurasi unit penyusun alginat

Asam D-manurat berada dalam konformasi C1 dan pada polimer alginat terhubung dalam konfigurasi melalui posisi 1,4 sedangkan asam L-guluronat mempunyai konformasi 1C dan terhubung dengan polimer melalui ikatan -1,4. Bentuk monomer dan hubungan tersebut menyebabkan geometri pada bagian manurat (M-block) dan guluronat (G-block) sangat berbeda. Secara spesifik wilayah G-block membentuk lingkaran atau melengkung, sedangkan wilayah M-block cenderung membentuk seperti pita tambahan (gambar 2.5).

Gambar 2.5. Wilayah G-block (atas) dan wilayah M-block (bawah) (bawah)

Jika dua wilayah G-block berjajar satu dengan lainya akan menghasilkan lubang yang berbentuk seperti berlian. Lubang ini mempunyai dimensi yang ideal untuk tempat pengikatan ion kalsium. Ketika ion kalsium ditambahkan ke dalam larutan sodium alginat, sebuah barisan G-block terjadi dan ion kalsium terikat antara dua rantai seperti telur di dalam sebuah kotak telur (gambar 2.6). Gambar 2.6. Sisi pengikat kalsium pada G-blocks (kiri); model kotak telur untuk pembentukan gel alginat (kanan)

Kereaktifan kalsium pada alginat adalah hasil dari pengaruh berkumpulnya wilayah G-block untuk mengikat kalsium. Pengaruh jumlah kalsium yang ada akan berpengaruh pada ikatan yang terjadi bersifat sementara atau permanen. Apabila kandungan kalsium rendah, maka ikatan yang terjadi bersifat sementara. Apabila kandungan kalsium yang tinggi akan menghasilkan pengendapan atau gelatin dari hubungan permanen dengan rantai (Anonim, 2008).

2.6. Natrium Hidroksida (NaOH)Natrium hidroksida turunan dari sodium karbonat atau dikenal dengan soda kaustik. Pada zaman mesir kuno, sodium karbonat dicampur dengan kapur membentuk sebuah alkali yakni ion hidroksida OH- dalam larutan dan ion sodium Na+ Natrium hidroksida adalah salah satu substansi kimia yang paling banyak digunakan dalam laboratorium, industri manufaktur kertas, produk pembersih dan beberapa produk kimia seperti plastik, tekstil sintesis. Natrium hidroksida murni berbentuk padatan solid. Bersifat tembus cahaya dan sangat higroskopis (memiliki kemampuan hebat untuk menarik molekul air). apabila soda kaustik dalam air maka akan menghasilkan panas. Senyawa ini adalah senyawa alkali (basa kuat) karena mampu terdisosiasi sepenuhnya dalam air dan menghasilkan ion OH-

Natrium hidroksida mempunyai rumus molekul NaOH, massa molar 40 gram/mol, titik didih 1390 C dan titik leleh 318C (Anonim, 2011).

2.7. Urea (CH4N2O)Urea memiliki rumus molekul CH4N2O (gambar 2), berat molekul 60,06 gram/mol, titik didih 135 C, titik leleh 133 C, mempunyai massa jenis 1323 kg/m3 pada suhu 20-24 C, kelarutan dalam air 1080 g/L pada suhu 20 C.Urea digunakan pada berbagai sektor industri untuk berbagai fungsi penggunaan misalnya sebagai resin, bahan perekat, bahan pengikat, reagen analitik, intermediet, pelarut, bahan pencelup, katalis, monomer, pupuk dan aroma. Urea sangat mudah untuk dibiodegradasi. Pada lumpur aktif, urea dapat terbiodegradasi rata-rata 93 hingga 98% dalam 24 jam. Cara utama degradasi adalah mineralisasi enzimatik. Ketika di dalam tanah dan air, urea akan terbiodegradasi dengan cepat menjadi amonia dan bikarbonat apabila temperaturnya tidak terlalu rendah. Amonia adalah gas volatil dalam larutan alkali. Pada air, kebanyakan amonia muncul dalam bentuk amonium, dimana nitrogen dioksidasi dari hasil kegiatan bakteri, pembentukan nitrit dan nitrat (Anonim, 2014).

Gambar 2.7 Struktur molekul urea

2.8. Difraksi Sinar-XSinar X adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang ~ 1 (10-10 m). Sinar ini terjadi pada spektra elektromagnetik diantara sinar dan ultraviolet. Sinar X dihasilkan ketika partikel dengan muatan energi tinggi (elektron) diakselerasi dengan 30.000 V menumbuk sebuah materi. Hasil dari spektra sinar X biasanya terdapat dua komponen yakni sebuah panjang gelombang spektrum melebar yang disebut radiasi putih dan panjang gelombang dengan angka yang sudah pasti atau panjang gelombang monokromatik. Sinar X yang digunakan pada semua eksperimen difraksi dihasilkan melalui proses yang berbeda untuk mendapatkan sinar X monokromatik. Sebuah berkas elektron yang dihasilkan oleh filamen tungsten diakselerasi dengan anoda bertegangan 30 kV. Elektron ditumbukkan dengan target yakni sepotong logam Cu yang diletakkan pada anoda dan sebuah spektrum sinar X diemisikan. Sebuah ruangan yang dikenal dengan tabung sinar X dikosongkan untuk mencegah oksidasi pada filamen W. Sinar X meninggalkan tabung melalui jendela yang terbuat dari Be (gambar). Absorpsi sinar X melewati material tergantung pada berat atom unsur yang digunakan. Gambar 2.8. Desain skematik sebuah filamen tabung sinar X

Transisi energi yang terjadi pada Cu yang ditembakkan menghasilkan spektrum sinar X yang karakteristik. Untuk Cu transisi dari 2p1s disebut dengan K mempunyai panjang gelombang 1,5418 sedangkan transisi 3p1s disebut K dengan panjang gelombang 1,3922 . Transisi K lebih sering terjadi daripada transisi K dan transisi ini lebih kuat digunakan dalam eksperimen difraksi. Eksperimen difraksi sinar X memerlukan sebuah sumber sinar X, sampel yang akan diamati dan sebuah detektor untuk menangkap difraksi sinar X (gambar). Tanpa perluasan kerangka proses, terdapat tiga variabel yang menentukan perbedaan teknik difraksi sinar X1) Radiasi monokromatik atau variabel panjang gelombang2) Sampel kristal tunggal, bubuk atau padatan3) Detektor alat penghitung radiasi atau film fotografi(West, 1999).

Gambar 2.9. Eksperimen difraksi sinar X

2.9. Spektroskopi FTIRMetode spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang meliputi teknik serapan (absorption), teknik emisi (emission), teknik fluoresensi (fluorosence). Analisis FTIR dapat digunakan untuk analisis secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisa kuantitatif spektroskopi FTIR secara umum digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa yang dianalisa (Silverstain, 1986).Penemuan infra merah ditemukan pertama kali oleh William Herschel pada tahun 1800. Penelitian selanjutnya diteruskan oleh Young, Beer, Lambert dan Julius melakukan berbagai penelitian dengan menggunakan spektroskopi infra merah. Tahun 1892 Julius menemukan dan membuktikan adanya hubungan antara struktur molekul dengan inframerah dengan ditemukannya gugus metil dalam suatu molekul akan memberikan serapan karakteristik yang tidak dipengaruhi oleh susunan molekulnya. Penyerapan gelombang elektromagnetik dapat menyebabkan terjadinya eksitasi tingkat-tingkat energi dalam molekul. Dapat berupa eksitasi elektronik, vibrasi, atau rotasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya energi yang diserap oleh ikatan pada gugus fungsi melalui persamaan 2.1 : ............. 2.1

E = h. = h.C / = h.C / v Dimana : E = energi yang diserap h = tetapan Planck = 6,626 x 10 = bilangan gelombang v = frekuensi C = kecepatan cahaya = 2,998 x 10-34Joule.det = panjang gelombang m/det (Anonim, 2014).Metode spektroskopi inframerah ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang belum diketahui, karena spektrum yang dihasilkan spesifik untuk senyawa tersebut. Gugus fungsi pada rantai selulosa dalah hidroksil. Gugus hidroksil pada selulosa tidak hanya menentukan struktur supermolekul, tetapi juga menentukan sifat fisik dan kimia selulosa (Fengel dan Wegner, 1995).2.10. SEM (Scanning Electron Microscopy)SEM (Scanning Electron Microscopy) adalah salah satu instrumen yang paling cocok untuk menguji dan menganalis struktur morfologi mikro dan karakterisasi komposisi bahan kimia. SEM dilengkapi mikroskop optik untuk mempelajari tekstur, topografi serta fitur permukaan dari bubuk atau padatan, dan karena kedalaman fokus instrumen SEM, gambar yang dihasilkan memiliki kualitas tiga dimensi (West, 1999).Prinsip kerja dari SEM ini adalah dengan menggambarkan permukaan benda atau material dengan berkas elektron yang dipantulkan dengan energi tinggi. Permukaan material yang disinari atau terkena berkas elektron akan memantulkan kembali berkas elektron atau dinamakan berkas elektron sekunder ke segala arah. Tetapi dari semua berkas elektron yang dipantulkan terdapat satu berkas elektron yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detektor yang terdapat di dalam SEM akan mendeteksi berkas elektron berintensitas tertinggi yang dipantulkan oleh benda atau material yang dianalisis (Anonim, 2014).Prinsip kerja SEM secara lengkap dapat dijelaskan pada gambar 2.10. a) Electron gun menghasilkan berkas elektron dari filamen. Pada umumnya electron gun yang digunakan adalah tungsten hairpin gun dengan filamen berupa lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda. Tegangan diberikan kepada lilitan sehingga mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda kemudian memberikan gaya yang dapat menarik elektron.b) Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju suatu titik pada permukaan sampel.c) Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel diarahkan oelh koil pemindai.d) Ketika elektron mengenai sampel akan terjadi hamburan elektron yakni elektron sekunder (Secondary Electron) dan elektron yang menyebar balik (Backscattered Electron). Hamburan elektron tersebut akan dideteksi oelh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar pada monitor CRT (Anonim, 2014).Gambar 2.10. Mekanisme kerja SEM

2.11. Thermogravimetric Analysis (TGA)Termogravimetri adalah teknik pengukuran perubahan berat dari suatu sampel atau bahan sebagai fungsi dari suhu atau waktu. Hasilnya biasanya berupa rekaman diagram yang kontinu; reaksi dekomposisi satu tahap yang skematik pada gambar 2.11. Gambar 2.11. Kurva TGA untuk dekomposisi satu tahap

Berikut adalah langkah analisis menggunakan TGA :Beberapa miligram sampel dipanaskan pada laju konstan, berkisar antara 1 20 C/ menit, dipertahankan berat awalnya Wi hingga mulai terdekomposisi pada suhu Ti. Pada kondisi pemanasan yang dinamis, dekomposisi biasa berlangsung pada range tertentu, Ti Tf, dan daerah konstan kedua teramati pada suhu diatas Tf, yang berhubungan dengan nilai berat residu Wf. Berat Wi, Wf dan W adalah harga-harga yang sangat penting dan dapat digunakan untuk perhitungan kuantitatif komposisinya. Berkebalikan dari nilai berat, harga Ti dan Tf merupakan harga yang dipengaruhi oleh laju pemanasan, sifat dari sampel atau padatan (ukuran) dan tekanan atmosfer. Efek dari tekanan atmosfer sangat besar. Misalnya untuk dekomposisi CaCO3 (gambar 2.12); pada kondisi vakum, dekomposisi selesai sebelum suhu 500 C , namum dalam tekanan atmosfer 1 atm CO2, dekomposisi bahkan belum berlangsung hingga suhu diatas 900 C. Hal tersebut menyebabkan nilai Ti dan Tf sangat bergantung pada kondisi eksperimen, karenanya tidak mewakili suhu-suhu dekomposisi pada equilibrium (West,1999).Gambar 2.12. Dekomposisi CaCO3 pada atm berbeda

2.12. Uji Kekuatan Tarik dan Elongasi PemutusanSifat mekanis material menggambarkan hubungan antara deformasi terhadap beban atau gaya. Sifat mekanis material adalah kekuatan, keuletan, ketangguhan dan kekerasan.Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang berlawanan arah dalam satu garis lurus. Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik penting untuk rekayasa teknik dan desain produk karena menghasilkan data kekuatan material. Pengujian tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara lambat. Mekanisme proses uji tarik seperti gambar 2.1 (Anonim,2011). Gambar 2.13. Alat uji tarik

Prinsip kerja mesin uji tarik plastik yaitu mula-mula benda uji dicekam pada kedua pasang klem atas dan bawah. kemudian porors ulir diputar oleh motor listrik yang telah direduksi putarannya oleh reduser (gear box). Reduser memutar poros ulir akibatnya benda uji akan ditarik keatas samapi putus, dan jarum dial pengukur gaya akan langsung menunjukkan angka maksimum pada saat benda uji putus dan segera kembali ke posisi semula.Melalui uji tarik kita mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material bertambah panjang. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang ditunjukkan gambar 2.14 (Anonim, 2011).

Gambar 2.14. Kurva hubungan gaya tarikan dengan perubahan panjang

Kekuatan tarik adalah nilai tarikan yang diperoleh saat gaya paling besar dikenakan, dimana pada kurva tegangan-regangan merupakan tegangan maksimum. Nilai tarikan ini juga biasa disebut Ultimate Tensile Strength (Askeland et al., 2011). Tegangan yang digunakan pada kurva adalah tegangan membujur rata-rata dari pengujian tarik. Tegangan teknik tersebut diperoleh dengan cara membagi beban yang memberikan dibagi dengan luas penampang benda uji seperti yang dituliskan persamaan 2.2 berikut :............................. 2.2

Keterangan : S = besarnya tegangan (kg/mm2)P = beban yang diberikan (kg)Ao = luas penampang awal benda uji (mm2)Regangan yang digunakan untuk kurva tegangan-tegangan teknik adalah regangan linier rata-rata dengan cara membagi perpanjangan yang dihasilkan setelah pengujian dilakukan dengan seperti dituliskan persamaan 2.3 berikut :............................. 2.3

Keterangan : = besarnya regangan L = panjang benda uji setelah pengujian (mm)Lo = panjang awal benda uji (mm)(Anonim,2011).

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat PenelitianPenelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Selulosa dan Lignoselulosa, Institut Kimia Guangzhou, Akademi Sains China.4.2. AlatMikroskop Hitachi SEM X-560, Hitachi 180-80 Polarized Zeeman atomic absorption spectrofotometer (AAS), Nicolet 170SX Fourier transform infrared, elemental analyzer CHN-O-RAPID Heraeus Co., spektroskop Shimazu UV-160A, difraktometer sinar-X D/MAX-1200 Rigaku Denki, analyzer thermal TG209 Netzch Co., CMT6503 Shenzhen SANS Test Machine Co., Ltd.

4.3. BahanKain bemcot terbuat katun dalam cupramonium (bemliese) dengan M 1,12 x 105, sodium alginat, urea 4% wt, NaOH 6% wt, HCl 3% wt, CaCl2 5% wt, HNO3 pekat, H2O2 30% akuades.

4.4. Prosedur Penelitian4.4.1. Pembuatan membran campuranLarutan selulosa kurang lebih 4,8% wt dibuat dalam 6% wt NaOH/ 4% wt urea. Sebanyak 20 gram bemliese dilarutkan dalam 400 mL larutan 6% wt NaOH/ 4% wt urea untuk mendapatkan larutan selulosa encer (I). Sodium alginat sebanyak 20 gram dilarutkan dalam 400 mL larutan 6% wt NaOH/ 4% wt urea pada suhu ruangan untuk mendapatkan larutan alginat (II). Larutan I dan II dicampur dengan cara diaduk, kemudian disaring dan dihilangkan udara /gelembungnya (degassed). Campuran larutan dicetak pada plat kaca dengan ketebalan 0,5 mm langsung dicelupkan dalam larutan CaCl2 5% wt untuk koagulasi selama 5 menit kemudian direndam menggunakan larutan HCl 3% wt selama 2 menit. Membran transparan didapatkan melalui cara mencucinya dengan air mengalir dan mengeringkannya di tempat terbuka. Membran campuran dibuat dengan mengubah perbandingan selulosa dengan alginat seperti 90 : 10, 80 : 20, 70 : 30, 60 : 40, 50 : 50, 40 : 60, 20 :80, dimana tiap membran diberi label berturut-turut RC/AL-1, RC/AL-2, RC/AL-3, RC/AL-4, RC/AL-5, RC/AL-6, RC/AL-8. Membran selulosa (RC) dan alginat (AL) dibuat dari selulosa murni dan sodium alginat dalam larutan NaOH/urea dengan metode yang sama.Semua membran (RC, AL dan RC/AL) dikeringkan dalam ruangan vakum selama 24 jam, kemudian ditimbang untuk menghitung perubahan alginat dalam membran. Hasil perhitungan mengindikasikan bahwa alginat yang terkandung dalam membran hampir sama dengan penambahan, menyimpulkan bahwa alginat tidak rusak dari campuran selama koagulasi dan pencucian dengan air.

4.4.2. Karakterisasia. Penentuan struktur mesh membranMikrograf SEM diambil menggunakan mikroskop Hitachi SEM X-560. Membran basah dibekukan dengan nitrogen cair dan dikeringkan dalam vakum. Bagian permukaan (sisi yang kontak langsung dengan koagulan) terdapat pecikan berwarna emas difoto dan dipelajari. Cahaya transmitan (Tr) pada membran dengan ketebalan 18 m dan panjang gelombang 800 nm diukur menggunakan spektroskop Shimazu UV-160A.b. Penentuan kandungan kalsium dan sodium dalam membran keringKandungan kalsium dan sodium dalam membran kering ditentukan menggunakan AAS Hitachi 180-80 Polarized Zeeman. Membran sebanyak 0,1 gram dilarutkan dalam 4 mL HNO3 pekat dan 2 mL H2O2 30% dipanaskan pada suhu 100C untuk mendapatkan produk karbonisasi. Larutan dijaga agar tetap mendidih. Setelah dingin ditambahkan 2 mL HNO3 pekat dan dipanaskan kembali pada suhu 100C hingga larutan terkonsentrasi kira-kira 0,5 mL. Setelah pendinginan, larutan yang tersisa dipindahkan dalam tempat berukuran 50 mL dan diencerkan dengan akuades untuk pengukuran AAS.

c. Penentuan gugus fungsi dengan spektra IRMembran yang telah dibuat dipotong seperti partikel kecil dan dikeringkan dalam vakum selama 24 jam sebelum pengukuran. Spektra IR sampel direkam oleh Nicolet 170SX Fourier transform infrared. Uji spesimen dilakukan dengan metode KBr-disk. d. Penentuan kandungan nitrogen dalam membranKandungan nitrogen dalam membran diukur menggunakan elemental analyzer CHN-O-RAPID Heraeus Co. Perlakuan membran sama seperti penentuan gugus fungsi e. Analisis Difraksi sinar-XDifraksi sinar X diukur menggunakan sebuah difraktometer sinar-X D/MAX-1200 Rigaku Denki. Pola difraksi sinar X dengan radiasi CuK ( panjang gelombang = 1,5406 x 10-10 m) pada 40 kV dan 30 mA didapatkan pada kisaran 2 = 6 - 40. Derajat kristalinitas (Xc) dihitung menggunakan metode biasanya. Ukuran kristal (ACS) dihitung menggunakan persamaan 3.1 dan 3.2 : ............. 3.1

dengan............. 3.2

dimana adalah panjang gelombang sinar X saat berlangsung (1,5406 ), adalah sudut difraksi yang berhubungan dengan bidang (10), (110), dan (200), b adalah konsanta instrumen (0,1), dan B adalah sebagian panjang dalam lingkaran sudut difraksi bidang (10), (110), dan (200).f. Analisis TGA (Thermogravimetry Analysis)Sebanyak 10 gram sampel yang telah dikeringkan dalam vakum ditimbang dengan akurat dalam sebuah wadah alumunium tertutup rapat. TGA membran diukur menggunakan analisator termal (TG209 Netzch Co.) dengan kecepatan pemanasan 10C per menit dari suhu ruangan hingga 800C di bawah tekanan atmosfer.

g. Uji kekuatan membran (mekanik)Kekuatan tarik () dan pemutusan elongasi () membran pada keadaan basah dan kering diukur menggunakan mesin uji (CMT6503 Shenzhen SANS Test Machine Co., Ltd) berdasarkan ISO6239-1986 pada kecepatan 5 mm per menit. Membran basah diukur setelah direndam dalam air selama 10 menit.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Morfologi dan Ketercampuran Membran CampuranMikrograf membran ditunjukkan pada gambar 4.1. Membran campuran RC/AL menunjukkan struktur mesh yang homogen dan ukuran mesh meningkat seiring bertambahnya kandungan sodium alginat (). Selain itu, rata-rata ukuran lingkaran lubang pada membran campuran telah diukur dari 680 nm untuk RC/AL-4 sampai 2000 nm untuk RC/AL-8, sedangkan untuk membran RC dan AL masing-masing diukur pada panjang gelombang 200 nm dan 6700 nm.

Gambar 4.1. Hasil SEM dari permukaan membran

Pembentukan mesh pada membran campuran RC/AL berbeda dari campuran RC/gelatin (RCIII-3 dan RCIII-4) dimana gelatin sepenuhnya hilang sebagai pembentuk pori dari membran campuran, menunjukkan permukaan lubang yang homogen. Bagaimanapun, sodium alginat tetap berada dalam membran campuran RC/AL dan memainkan peran penting untuk meningkatkan ukuran mesh. Terlebih lagi, struktur mesh dalam campuran cenderung terbentuk dari jalinan antara alginat dan selulosa daripada alginat sendiri sebagai pembentuk pori. Mekanisme pembentukan struktur mesh pada membran sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut. Ukuran mesh pada membran campuran dapat disesuaikan dengan mengubah komposisi alginat untuk selulosa dalam larutan 6% wt NaOH/ 4% wt urea. Hal tersebut menunjukkan alginat berpotensi untuk membran berpori mikro.Pengaruh interaksi yang spesifik kelarutan (ketercampuran) dalam campuran polimer telah dijelaskan dan adanya interaksi termasuk ikatan hidrogen, pasangan ion-ion serta lebih jauh lagi adalah entalpi yang dibutuhkan untuk pencampuran dan memperbolehkan komponen untuk bercampur sepenuhnya. Spektroskopi IR bermanfaat untuk mempelajari ikatan hidrogen dan kemampuan bercampur karena kekuatan ikatan hidrogen dan fraksi gugus hidroksi dapat secara langsung diteliti dari spektra. Spektra IR dari membran ditunjukkan oleh gambar 4.2.Gambar 4.2. Spektra FTIR dari membran

Vibrasi streching gugus hidroksil pada membran RC, RC/AL, dan AL muncul sekitar 3440 cm-1. Pita vibrasi streching -OH pada membran campuran melebar dan bergeser ke panjang gelombang yang lebih rendah dibandingkan dengan RC dan AL, mengindikasikan adanya ikatan hidrogen yang lebih kuat antara alginat dan selulosa. Ketika kandungan selulosa mencapai 50% dalam membran campuran, pada puncak 3440 cm-1 memiliki puncak paling lebar, mengindikasikan kerapatan ikatan hidrogen yang lebih tinggi daripada membran lainnya. Atom oksigen (O6o) pada selulosa II dapat menyumbang sebuah ikatan hidrogen kepada 3 akseptor yang mungkin, komponen utama antara O6o dan O6c, dan komponen kecil antara O6o dan O3c. Juga O6o dan O5c membentuk penataan ikatan hidrogen antar molekul yang berbeda. Terlebih lagi, AL tidak hanya memiliki gugus hidroksil tetapi juga gugus asam karboksilat, dimana dapat menerima ikatan hidrogen sehingga dengan mudah membentuk ikatan hidrogen dengan selulosa. Menariknya, pada puncak 3423 cm-1 membran RC lebih lebar dibandingkan bemliese (selulosa II), mengindikasikan membran RC dari selulosa II dalam larutan 6% wt NaOH/4% wt urea dengan pengkoagulasian menggunakan larutan CaCl2 5% wt dan HCl 3% wt mampu untuk membentuk ikatan hidrogen lebih kuat dan banyak [35]. Pita serapan 1735 cm-1 menunjukkan C=O untuk membran AL, tetapi keberadaannya hampir menghilang pada campuran membran RC/AL-2 ~ RC/AL-5. Puncak 1636 cm-1 dan 1436 cm-1 pada membran AL, yang diperkuat dan bergerak ke frekuensi yang lebih rendah pada membran campuran, menandakan vibrasi streching COO- simetris dan antisimetris gugus karboksilat yang tersalifikasi (Ca2+, Na+, Al3+) [36] berturut-turut mengindikasikan keberadaan jembatan Ca2+. Alginat dapat membentuk ikatan silang dengan Ca2+ serta jembatan Ca2+ dapat dengan mudah terbentuk dalam membran AL dan membran campuran alginat/selulosa [26,36]. Perbedaaan antara membran campuran dan dua komponen dalam spektra IR dapat diperoleh dari beberapa interaksi seperti pengikatan hidrogen dan jembatan Ca2+, menunjukkan bahwa selulosa dan alginat bercampur dalam membran.Cahaya transmitan (Tr) pada membran dengan panjang gelombang 800 nm ditunjukkan pada gambar 4.3. Nilai Tr dari membran campuran sedikit lebih tinggi dari garis lurus antara RC dan AL, menunjukkan bahwa membran campuran mempunyai struktur yang homogen.Gambar 4.3. Pengaruh kandungan alginat dalam membran pada cahaya transmitan (Tr) dengan panjang gelombang 800 nm

Apabila membran campuran tidak tercampur, yakni adanya pemisahan fase, permukaan antara kedua polimer akan menyebabkan cahaya transmitan berkurang karena kualitas cahaya yang disebarkan dan dipantulkan, menghasilkan nilai Tr lebih rendah daripada membran RC dan AL. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan sebelumnya, selulosa dan alginat dalam semua perbandingan berat dapat tercampur dan sangat berbeda dengan membran selulosa/AL pada sistem cuoxam dimana hanya campuran yang mengandung alginat kurang dari 40% dapat bercampur. Hal ini menjelaskan mengapa ikatan hidrogen antar dan intramolekul selulosa dalam larutan 6% wt NaOH/ 4% wt urea rusak dan mengapa AL sebagai akseptor proton dapat dengan mudah membentuk ikatan hidrogen dengan molekul selulosa, meningkatkan ketercampuran dalam campuran.

4.2. Struktur dari Membran Campuran Pola difraksi sinar X ditunjukkan pada gambar 4.4. Membran alginat tidak menunjukkan karakteristik puncak kristalin dan sangat berbeda dengan membran AL (AL-w) yang dibuat menggunakan air, menunjukkan bahwa membran yang dibuat dengan menggunakan larutan NaOH/urea mempunyai struktur amorf. Pada puncak 2 = 12, 20, 22 pada bemliese dan membran RC menerangkan bidang (10), (110), dan (200), mengindikasikan tipikal pembentukan kristalin pada membran selulosa II. Pola difraksi sinar X pada membran campuran hampir sama dengan membran RC, mengusulkan bahwa keduanya mempunyai parameter kisi yang sama dimana untuk selulosa II parameter unit selnya adalah = 8,01 , b = 9,04 , c = 10,36 dan = 117,1 [34,37]. Gambar 4.4. Pola difraksi sinar X pada membran dan bemliese

Derajat kristalinitas (Xc) dan ACS membran terdaftar pada tabel 4.1. Kristalinitas membran campuran menurun seiring bertambahnya kandungan alginat. Menariknya, ACS untuk (10) berkurang dengan bertambahnya kandungan alginat sedangkan ACS untuk (110) dan (200) meningkat. Bidang (10) terbentuk dari interaksi hidrofobik dengan menimbunnya cincin glukopiranosa, dan ikatan hidrogen antar molekul pada bidang (10) utamanya sisi C-6 pada selulosa. Kuatnya ikatan hidrogen antar molekul antara bidang (10) dalam membran RC menghasilkan puncak yang relatif kuat pada 2 = 12, dimana interaksi yang kuat antara selulosa dan alginat dalam membran campuran memperlemah interaksi selulosa dengan selulosa menyebabkan ACS untuk bidang (10) pada selulosa berkurang seiring bertambahnya kandungan alginat. Membran RC (bemliese) yang dibuat dengan larutan cupramonium, memiliki intensitas puncak bidang (10) lebih tinggi dibandingkan bidang (110) dan (200). Hal tersebut menunjukkan bahwa molekul selulosa yang teregenerasi dari larutan NaOH/urea mampu melakukan penataan ulang lebih mudah pada bidang (10) dibandingkan bidang (110), dan paket molekul selulosa pada bidang (10) lebih mudah rusak dibandingkan bidang lain ketika dicampurkan dengan alginat.Tabel 4.1. Parameter Kristalin pada Membran

KodeKristalinitas (%)ACS ()

(10)(110)(200)

Bemliese57303337

RC55323244

RC/AL-153334337

RC/AL-452283647

RC/AL-550323742

RC/AL-645254140

RC/AL-844165150

AL0---

AL-w66---

Hasil dari analisis unsur menunjukkan kandungan unsur N dalam membran tidak lebih dari 0,1%, mengindikasikan urea sepenuhnya hilang dari membran saat koagulasi dan pencucian. Kandungan Ca2+ dan Na+ pada membran ditunjukkan pada gambar 4.5. Gambar 4.5. Pengaruh kandungan unsur () dalam membran yang mengandung alginat ()

Kandungan Ca2+dan Na+ meningkat dengan meningkatnya AL dalam membran, dan kandungan Ca2+ mencapai nilai maksimum (1,14 mmol g-1) pada komposisi alginat 80% wt, dimana nilai tersebut melebihi nilai yang dimiliki membran alginat murni (0,43 mmol g-1). Hasil tersebut menyatakan bahwa sebuah kompleks kalsium-alginat bernama jembatan a Ca2+ terbentuk dalam membran campuran RC/AL.

4.3. Sifat Mekanik Membran CampuranPengaruh kandungan alginat pada kekuatan tarik dan pemutusan elongasi membran campuran ditunjukkan gambar 4.6 dan 4.7. Nilai dan membran pada keadaan basah dan kering menurun dengan bertambahnya kandungan alginat. Membran alginat pada keadaan basah memiliki kekuatan tarik dan pemutusan elongasi yang buruk, dimana keadaan tersebut akan membuat membran sulit diaplikasikan pada prakteknya. Bagaimanapun, sifat mekanik pada membran campuran alginat dengan selulosa meningkat berkat adanya ikatan hidrogen antar molekul yang sangat kuat dan terbentuknya jembatan Ca2+ pada campuran.

Gambar 4.6. Pengaruh kandungan alginat () pada kekuatan tarik () pada membran basah () dan membran kering ()

Gambar 4.7. Pengaruh kandungan alginat () pada pemutusan elongasi () pada membran basah () dan membran kering ()

4.4 Analisis Termal MembranPola degradasi termal membran ditunjukkan gambar 4.8. Berkurangnya sedikit berat sekitar 8-12% pada suhu 20-100C menandakan terjadinya penguapan pada sampel. Membran RC menunjukkan dua tahapan aktif berkurangnya berat dengan kenaikan temperatur yang bertahap, sama dengan selulosa henequen dan selulosa katun komersial. Kehilangan berat yang paling besar terjadi pada temperatur 300 400 C untuk membran RC dan membran campuran RC/AL, dimana terjadinya permulaan dari dekomposisi selulosa. Puncak yang terjadi pada temperatur 420 520 C untuk membran RC, AL dan RC/AL dikarenakan adanya oksidasi dan pembakaran. Sodium alginat hanya menunjukkan satu tahap kehilangan berat yakni pada suhu 200 280 C dalam perlakuan degradasi termal. Sebuah penurunan berat yang signifikan terjadi pada temperatur 274 dan 219 C untuk membran campuran RC/AL-4 dan RC/AL-6 secara berturut-turut, menunjukkan dekomposisi dari alginat. Temperatur dekomposisi alginat pada membran campuran lebih tinggi dibandingkan membran alginat murni, mengindikasikan tingginya stabilitas termal karena peningkatan interaksi antar molekul antara dua polimer dalam membran campuran. Gambar 4.8. Termogram Differential Thermogravimetric (DTG) (atas) dan TGA (bawah) pada membran di bawah tekanan udara

BAB 5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Membran campuran berhasil dibuat dari RC dan sodium alginat dalam larutan 6% wt NaOH/ 4% wt urea. Campuran mampu bercampur dalam semua perbandingan berat selulosa dengan alginat karena kuatnya ikatan hidrogen antar molekul dua polimer dan terbentuknya jembatan Ca2+. Permukaan membran memperlihatkan struktur mesh yang homogen, dan ukuran mesh meningkat dari 200 nm hingga 2000 nm dengan bertambahnya kandungan alginat dari 0 hingga 80% wt dalam membran campuran. 2. Keadaan kristalin membran AL rusak dalam sistem larutan NaOH/urea karena membentuk amorf, dan kristalinitas membran campuran menurun dengan bertambahnya kandungan alginat. Bagaimanapun, keberadaan ukuran kristal untuk bidang (10) pada membran RC lebih tinggi dibandingkan membran RC yang dibuat dari larutan cuproamonium dan berkurang dengan penambahan alginat dalam membran campuran. 3. Kekuatan tarik membran campuran pada keadaan basah dan kering lebih tinggi daripada membran campuran selulosa cuoxam. Nilai dan membran campuran pada keadaan basah dan kering menurun dengan bertambahnya kandungan alginat.4. Temperatur dekomposisi alginat pada membran campuran lebih tinggi dibandingkan membran alginat murni, mengindikasikan tingginya stabilitas termal karena peningkatan interaksi antar molekul antara dua polimer dalam membran campuran.

5.2. Saran1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mekanisme pembentukan struktur mesh pada membran.2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai permeabilitas dan selektivitas dan uji fluks pada membran yang dibuat.

DAFTAR PUSTAKA

Albrecht, W., H.Fuchs, W. Kittelmann. 2003. Nonwoven Fabrics : Raw Materials, Manufacture, Appilcations, Characteristics, Testing Processes. Wilhelm : WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA.

Anonim. 2014. Urea. http://www.inchem.org/documents/sids/sids/57136.pdf . serial online [23 Maret 2014]

Anonim. 2014. What is Bemliese?. http://aycom.nazwa.pl/pdf/Bemliese.pdf. serial online [13 Maret 2014]

Anonim.2014.SEM_(MikroskopElektronScanning).http://mandeleyevrapuan.blogspot.com serial online [23 Maret 2014]

Anonim. 2014. Spektrometri Infra Merah. http://wikipedia.org. serial online [23 Maret 2014]

Anonim. 2012. Scanning Electron Microscope. http://anita-widynugroho. blogspot.com/2012/04/scanning-electron-microscope-sem.html serial online [23 Maret 2014]

Anonim. 2011. Uji Tarik. http://sersasih.wordpress.com/2011/07/21/laporan-material-teknik-uji-tarik/ serial online [23 Maret 2014]

Anonim. 2011. Uji Kekuatan Tarik. http:// belajarmetalurgi. blogspot.com/ 2011/02/pendahuluan-dalam-kehidupan-sehari-hari.html serial online [23 Maret 2014]

Anonim. 2011. Sodium Hydroxide : Management of Ocular and Cutaneous Chemical Splashes. http://www.prevor.com/EN/sante/RisqueChimique /diphoterine/publications/media/Doc.%20Soude%20version%20EN%20en%20PAP.pdf. serial online [ 23 Maret 2013]

Anonim. 2008. Calcium Alginate Reaction. www.fmcbiopolymer.com. serial online [14 Maret 2014]

Askeland, Donald R., Pradeep P.Fulay, Wendelin J. Wright. 2011. The Science and Engineering of Materials : Sixth Edition. Stamford : Cengage Learning

Bhat, S.D. dan Aminabhavi, T.M. 2007. Pervaporation Separation Using Sodium Alginate and Its Modified Membrane A Review. Separation and Purification Reviews Vol 36 : 209-229.

Fengel, D. and Wegener, G. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Terjemahan oleh Hardjono Sastrohamidjojo dalam Wood: Chemistry, Ultrastruktur, Reactions. 1995. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal 582-585.

Kaban, J., Bangun, H., Dawolo, A.K. 2006. Pembuatan Membran Kompleks Polielektrolit Alginat Kitosan. Jurnal Sains Kimia 10(1) : 10-16

Kesting, R. E. 1971. Synthetic Polymeric Membranes. New York: McGraw-Hill Book Company.

Mulder, M. 1996. Basic Prinsiple of Membran Technology. 2nd edition. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher.

Mustaq, A., Hilmi bin Mukhtar, Azmi MS., Hafiz AM. A Review Development of Polymeric Blend Removal of CO2 from Natural Gas. International Journal of Engineering & Technology IJET-IJENS Vol: 13 No:02

Silverstein, R.M., G.C. Bassler, dan T.C. Moril, 1986, Penyidikan Spektroskopi Senyawa Organik, Edisi 4, Alih Bahasa Hartomo, Erlangga Jakarta

Perez, Serge dan Karim Mazeau. 2005. Conformations, Structures and Morphologies of Celullose. [On line] http://titus.nsm.iup.edu/jford/ projects/misc/ConformationsStructuresAndMorphologiesOfCelluloses.pdf

Qiu, Xiaoyun dan Shuwen Hu. 2013. Smart Material Based on Cellulose : A Review of the Preparations, Properties, and Applications. Materials 2013, Vol 6 : 738-781

Wenten, I. G. 2000. Teknologi Membran Industrial. Bandung: Penerbit ITB.

West, Anthony R., 1999. Basic Solid State Chemistry : Second Edition. Chichester : John Wiley & Sons, Ltd.