Suatu Metode Penelitian Hadis

33
MAKALAH METODOLOGI STUDI ISLAM SUATU METODE PENELITIAN HADIS Dosen Pembimbing: Dra.Hj.Siti Nurjanah, M. Ag. DISUSUN OLEH: NAMA: IKE ARUMNINGTIAS PRODI: PBS( PERBANKAN SYARIAH ) KELAS: C SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) JURAI SIWO METRO T.A:2012

Transcript of Suatu Metode Penelitian Hadis

Page 1: Suatu Metode Penelitian Hadis

MAKALAH METODOLOGI STUDI ISLAM

SUATU METODE PENELITIAN HADIS

Dosen Pembimbing: Dra.Hj.Siti Nurjanah, M. Ag.

DISUSUN OLEH:

NAMA: IKE ARUMNINGTIAS

PRODI: PBS( PERBANKAN SYARIAH )

KELAS: C

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

( STAIN )

JURAI SIWO METRO

T.A:2012

Page 2: Suatu Metode Penelitian Hadis

KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Wr..Wb

Bissmilahirrahmanirrahiim.

Segala puji syukur selalu kita panjatkan atas ke hadiran Allah SWT yang telah

memberikan nikmat dan karunianya , sehingga kami dapat menyelesaikan laporan

makalah ini yang berjudul “Suatu Metode Penelitian Hadis” denag sebaik – baiknya .

Semoga makalah ini menjadi acuan dalam kegiatan belajar mengajar.Namun

demikian kami kembali keterbatasan dalam peyusunan makalah ini,untuk itu kami

mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi menyempurnakan bahan

ajaran ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua .

Wassalamu’alaikum Wr..Wb

Metro,10 November 2012

Penyusun

Ike Arumningtias

Page 3: Suatu Metode Penelitian Hadis

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i

KATA PENGANTAR..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6

C. Tujuan dan Manfaat ..................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 7

A. Takhrij Al-Hadis dan Metode-Metodenya ........................................... 7

B. Sejarah Takhrij Hadis .......................................................................... 16

C. Pengertian dan Sejarah Kritik Hadis .................................................... 18

D. Upaya Penyelamatan Hadis ................................................................. 21

E. Penerimaan dan Periwayatan Hadis .................................................... 22

BAB III KESIMPULAN ............................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Suatu Metode Penelitian Hadis

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Ucapan,kepribadian dan perbuatan Nabi Muhammad SAW.Merupakan

pegangan dan uswah (tauladan) bagi Muslimin . Selain itu, sejarah

perjuangannya pun dijadikan motivasi bagi umat nahi mungkar . Oleh karna itu,

siapa saja yang ingin mengetahui manhaj (metodologi) keberhasilan perjuangan ,

karakteristik , dan pokok-pokok ajaran Nabi Muhammad SAW, maka hal itu dapat

dipelajari secara rinci dalam al-Sunnah al- Nabawiyah.

Hadis Nabi Muhammad SAW. Selain sebagai sumber ajaran islam yang kedua

setelah al-quran ,juga berfungsi sebagai sumber sejarah dakwah ( perjuangan )

Rasululloh.Hadis juga mempunyai fungsi penjelas bagi al-quran , menjelaskan

yang global , mengkhususkan yang umum, dan menafsirkan ayat-ayat al-

quran.Memposisikan al-hadis secara struktur sebagai sumber ajaran islam kedua

atau secara fungsional sebagai badyan terhadap al-quran merupakan suatu

keniscayaan .Nabi Muhammad SAW.Dalam kabukan pula sebagai medium al-

quran ,tetapi beliau adalah mediator the first interpreter ( al-mufassir al-awwal )

al-quran, Dengan demikian tidaklah berlebihan jika imam Al-

Jauza’iberkesimpulan bahwa al-quran lebih membutuhkan kepada hadis dari

pada sebaliknya.Namun, pendapat tersebut dibantah oleh Muhammad Al-

Ghazali.Menurutnya al-quran sebagai sumber pertama dan umat dalam islam

untuk melaksanakan berbagai ajaran , baik usul maupun yang furu , maka al-

quran haruslah berfungsi sebagai penentu hadis yang dapat diterima dan bukan

sebaliknya.

Namun, kenyataan hadis mempunyai kewenangan menetapkan hukum yang

tidak terdapat dalam al-quran .Kewenangan hadis menetapkan hokum baru telah

menjadi kesepakatan ulama: di antara ulama yang menyatakan hal tersebut

adalah Al-Syawkani dan Muhammad Syuhudi Islam ,mereka mengatakan bahwa

ada nya kewenangan hadis dan kemandiriannya dalam menetapkan hukum

merupakan keharusan agama yang tidak dapat dipungkiri.Orang yang menentang

kewenangan dan kemandirian hadis hanyalah orang yang tidak mempunyai

pengetahuan tentang agama islam .Baik hadis maupun Al-quran berasal dari

sumber yang satu dan perbedaan antara kedeuanya hanyalah dalam bentuk,

bukan dalam isi .Perbedaan kedua kelas wahyu ini adalah dalam hal bagaimana

keduanya digunakan dalam kepastiannya.

Page 5: Suatu Metode Penelitian Hadis

Hadis selain memuat bahasa agama, yakni pesan-pesan ilahi,tetapi hadis juga

mengandung bahasa insani, yaitu hadis yang muncul karena pengaruh

lingkungan , kebudayaan masyarakat setempat atau karena kehendak zaman dan

tuntutan tusas kenabian. Hadis dalam bentuk terakhir,mayoritas memiliki

kemandirian dalam mengungkapkan dan menyelesaikan masalah yang di hadapi

Nabi Muhammad SAW.

Konsensus ulama al-hadis mengatakan bahwa hadis yang menjadi objek

penelitian adalah al-hadis ahad ( baik yang mashur maupun yang aziz),

sedangkan hadis mutawatir tidak diragukan lagi kesahihannya berasal dari Nabi

Muhammad SAW.Dengan demikian, tujuan umum penelitian hadis adalah untuk

menulai apakah secara historis sesuatu yang disebut sebagai hadis nabi itu besar-

besar dapat dipertanggungjawabkan kesehihannya berasal dari nabi, ataukah

tidak.Hal ini sangat penting mengingat kedudukan kualitas hadis erat sekali

kaitannya dengan dapat atau tidaknya dijadikan sebagai hujjah agama.Perawi

hadis sebagai manusia , yang adakalnya melakukan kesalahan , baik karena lupa

maupun karena didorong oleh kapentingan tertentu.Keberadaan perawi hadis

sangat menentukan kualitas hadis, baik kualitas sanad maupun kualitas mantan

hadis.

Objek terpenting dalam rangka penelitian hadis adalah ada dua, yaitu: (1)

materi hadis itu sendiri ( mantn al-hadis) dan (2)rangkaian terhadap sejumlah

periwayat yang menyampaikan rieayat hadis (sanad al-hadis)

Bila kritik adalah usaha untuk membedakan yang benar dari yang salah, dapat

dikatakan bahwa kritik hadis sudah ada semenjak masa hidup Nabi Muhammad

SAW.Dalam arti pengecekan kebenaran kepada Nabi Muhammad SAW.Apabila

ada khabar yang disandarkan kepada beliau . Metodologi kritik hadis yang

dibahas dalam buku ini mencangkup metodelogi kritik sanad, metodelogi kritik

matan dan metodelogi penelitian hadis konterporer .

Menejemen informasi merupakan praktik yang telah diejawantahkan oleh

komunitas Muslim . Bahkan sebenarnya, sebagaian besaryang kita amati sebagai

budaya islam , secara luas di bentuk oleh tingkat akurasi dan ketelitian ,yang

dengannya ,masi. Dalam kultur muslim , informasi bukan merupakan komoditi

yang dipaketkan dan lantas diperjual belikan .Sebaliknya , ia merupakan link

kehidupan atu sarana yang membentuk mileu kebudayaan ini diperoleh dari

pandangan dunia Islam.Uniknya ,kebudayaan ini diperoleh dari spirit al-Quran

Page 6: Suatu Metode Penelitian Hadis

dan fenomena sejarah Nabi SAW,yang pengaruhnya kemudian menyebar ke

seluruh penjuru dunia .

Setelah Rasulullah SAW wafat, komunitas Muslim yang belum lama lahir itu

merasa sangat perlu menjaga keseimbangan wahyu dan detail-detail fenomena

sejarah Nabi itu. Tentu tugas signifikan ini, terpenuhi tidaknya tergantung dari

tarap kesungguhan dan ketulusan dalam memanage informasi tersebut.Suatu

fakta yang menunjukan kea rah pemikiran itu adalah proses tranmisi

periwayatan naskah al-Quran hingga tahap kodifikasinya .Al-Quran telah

diperiksa dan disatukan oleh Nabi sendiri , dan Hafsah ( isteri beliau ) kemudian

menyarahkan kepada Abu Bakar , dan seterusnya. Ini bukti yang tidak

terbantahkan bahwa naskah al-Quran telah dikumpulkan akstra hati-hati akan

pernah tertandingi .

Wacana yang sangat terlihat juga dapat metodologi penulisan hadi. Sejarah

penulisan dan pembukuan hadis dan ilmu hadis telah melewati serangkaian fase

historis yang sangat panjang , semenjak Nabi SAW, sahabat tabi’in dan

seterusnya hingga mencapai puncak pada kurun abad ketiga hijriyah .Perjuangan

para ulama ( hadis ) yang telah berusaha dengan keras dalam melakukan

penelitian dan penyeleksian terhadap hadis , mana yang sahih dan mana yang

dha’if,telah menghasilkan metode-metode yang cukup kaya, mulai dari metode

penyusunan dalam berbagai bentuknya ( musnad, sunah , jami’dan lain-lainya),

hingga kaidah-kaidah penelusuran hadis. Kaidah-kaidah tersebut pada akhirnya

berkembang menjadi disiplin ilmu sendiri yang kemudian disebut dengan ilmu

hadis . Mereka telah menyumbangkan kejeniusan intelektualnya, tidak hanya

memilah- memilih antara hadis Nabi dengan fatwa-fatwa sahabat tapi juga

berusaha membatasi ruang gerak maraknya penyebaran hadis-hadis palsu yang

jumlahnya ratusan ribu buah .

Pada saat itu , perkembangan keilmuan benar-benar mengalami puncak

kejayaannya.Maka tidaklah anehperkembangan ilmu pengetahuan periode

selanjutnya , terutama yang berkaitan dengan ilmu hadis ini lebih banyak

mengacu dan bersandar pada metode-metode yang dipergunakan pada abad ke

tiga tersebut.Dengan demikian , kita mengetahui bahwa hadis sebagai sumber

ajaran islam kedua menempati posisi sangat penting dan strategi di dalam kajian-

kajian keislaman , setidaknya dengan hanya melihat lika-liku perjalanan histori

usaha para ulama itu dalam mencari dan menelusuri hadis-hadis yang dipandang

otentik .

Page 7: Suatu Metode Penelitian Hadis

Namun, karna pembukuan hadis baru bisa dilakukan dalam rentang waktu

yang cukup lama (hamper seratus tahun) setelah Nbi Muhammad SAW wafat, di

tambah lagi dengan kenyataan sejarah bahwa banyak hadis yang dipalsukan ,

maka keabsahan hadis-hadis yang beredar di kalangan kaum Muslimin menjadi

debatable, meskipun mereka telah meneliti dengan seksama . Dan jauhnya jarak

antara masa hidup Nabi SAW sebagai sumber hadis dengan masa kodifikasi

(pembukuan)hadis tersebut sering dijadikan yang paling ampuh untuk

mendeskreditkan hadis itu sendiri dan”mengrongrong”keyakinan umat islam

pada umumnya . Lebih-lebih diketahui bahwa lingkungan Nabi SAW hidup

tersebut “miskin” dari budaya baca tulis .Meskipun mereka dikenal sebagai

komunitas yang mempunyai hafalan kuat , tetapi itu sifatnya sangat subyektif

.Oleh karna itu sekali lagi mempelajari ilmu hadis sebagai sebuah metodologi

sangatlah penting .

Tetapi sebenarnya , setelah para ulama berhasil menyusun kitab-kitab hadis

seperti shahih Al-Bukhori,Shahih Muslim dan lain-lainya , terutama yang

termasuk ke dalam Al-Kutub Al-Sittah, kajian terhadap system periwayatan hadis

sudah berakhir.Meskipun demikian, ilmu hadis tetap menduduki posisi yang

penting.Apalagi saat ini yang sedang terjadi kecenderungan studi matam ,

mengkaji keontetikan matan ( meskipun dari sudut penyandarannya telah

diketahui shahih).

Di sinilah bekal pengetahuan ilmu hadis menjadi sangat bermanfaat bagi para

peneliti dan pengkaji hadis. Karna untuk mempelajari dan mengkaji hadis-hadis

nabi, seseorang tidak bisa dapat mengetahui kualitas hadis, apakah ia shahih

hasan , atau dha’if.Dengan ilmu ini dapat di bedakan jenis dan bentuk hadis,

apakah mutawatir atau ahad, masyhur ,aziz atau gharib ,qudusi atau maqthu,

dan sebagainya . Dengan ilmu pula ia dapat mengetahui apakah hadis itu benar-

benar berasal dari nabi atau bukan (palsu,maudhu).

Yang di maksud dengan ilmu Hadis menurut ulama-ulama qaddimin adalah:”

ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan Hadis

sampai kepada Rosul SAW dari segi hal ihwal para perawinya , kedabitan,

keadilandan dari bersambung tidaknya sanad , dan sebagainya”.

Pada perkembangan selanjutnya , oleh ulama mutakhirin , ilmu hadis ini

dipecah menjadi dua yaiyu ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah. Pengertian

yang di ajukan oleh ulama Mutaqaddimin itu sendiri , oleh ulama Mutaakhirin

dimasukkan ke dalam pengertian ilmu Hadis Dirayah.

Page 8: Suatu Metode Penelitian Hadis

Yang di maksud ilmu hadis riwayah ialah : “ ilmu pengetahuan yang

mempelajari hadis-hadis yang di sadarkan kepada Nabi SAW , baik berupa

perkataan ,perbuatan ,taqrir,tabi’at maupun tingkah laku nya “.

Ibn al- Akfani, sebagaimana dikutip oleh Al- Suyuthi mengatakan bahwa yang

di maksud dengan ilmu Hadis Riwayat ialah:”ilku pengetahuan yang mencangkup

perkataan dan perbuatan Nabi SAW . Baik peristiwanya, pemeliharaan ya ,

maupun penulisan atau pembukuan lafaz-lafaznya”.

Objek ilmu hadis riwayah ialah bagaimana cara menerima , menyampaikan

kepada orang lain, dan memindahkan atau mendewankan .Demikian menurut

pendapat Al- Suyuthi. Dalam menyampaikan dan membukukan hadis hanya

disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan mantan maupun sanadnya

.Ilmu ini tidak membicarakan tentang syadz ( kejanggalan ) dan ‘ilat (kecacatan)

matan hadis.Demikian pula ilmu ini tidak membahas tentang kualitas para

perawi, baik keadilan , kedabitan , atau fasikannya,.

Adapun faedah mempelajari ilmu Hadis riwayah adalah untuk menghindari

adanya penukilan yang salah dari sumbernya yang pertama . yaitu Nabi SAW.

Ilmu hadis dirayah bisa juga disebut sebagai ilmu Musthalah AL- hadis , ilmu

ushul al-hadis ,ulum al- hadits, dan qawa id Al- tahdits .AL- tirmisi definisi ilmu ini

dengan:”undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad

dan matan ,cara menerima dan meriwayatkan ,sifat-sifat perawi, dan lain-lain “.

Ibnu al- Akfani mendefinisikan ilmu ini sebagai berikut:”ilmu pengetahuan

untuk mengetahui hakikat periwayat syarat-syarat ,macam-macam , dan hukum-

hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik syarat-syarat

macam-macam hadis yang diriwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya “.

Yang di maksud dengan hakiatnya , hakikat periwayat adalah enukilan hadis

dan peyadrannya kepada sumber hadis atau sumber berita .syarat-syarat

periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadis yang akan di riwayatkan

dengn bermacam- macam cara penerimaan seperti melalui al- sama

(pendengaran)al-qiraah (pembacaan )al-washihah (berwasiat)al-

ijazah(pemberian izin dari perawi).

Macam-macam periwayatan ialah membicarakan sekitar bersambung dan

terputusnya periwayatan dan lain-lain .hukum-hukum periwayatan ialah

pembicaraan sekitar diterima atau ditolaknya suatu hadis.Keadan para perawi

ialah pembicaraan sekitar keadilan kecacatan para perawi , dan syarat-syarat

Page 9: Suatu Metode Penelitian Hadis

mereka dalam menerima dan meriwayatkan hadis.Macam-macam hadis yang

diriwayatkan meliputi hadis-hadis yang dapat dihimoun pada kitab-kitab

tanshnif, kitab tasnid, dan kitab mu’jam.

Ada pula ulama yang menjelaskan, bahwa ilmu hadis dirayah yaitu:”ilmu

pengetahuan membahas tentang kaidah-kaidah ,dasar-dasar ,peraturan-

peraturan , yang denganya kami dapat membedakan antara hadis yang sahih

yang disandarkan kepada Rosul SAW dan hadis yang diragukan penyadarannya

kepadanya

B. Rumusan Masalah

Dari uraian tersebut dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa sumber ajaran islam yang kedua setelah Al-Quran ?

2. Apa perbedaan Hadis dengan Al-Quran ?

3. Apakah ada perbedaan di dalam isi Hadis dengan Al-Quran ?

4. Hadis apa saja yang menjadi objek penelitian oleh para ulama ?

5. Apa tujuan utama penelitian Hadis ?

6. Objek apa sajakah yang terpenting dalam rangka penelitian Hadis ?

7. Bagaimana cara Nabi Muhammad SAW menyelesaikan masalah yang di

hadapinya ?

8. Apakah yang di maksud dengn Hadis Ahad ?

9. Apakah yang di maksud Hadis mutawatir ?

10. Apakah ada perbandingan Hadis Ahad dengan Hadis Mutawatir ?

C. Tujuan dan manfaat

Tujuan makalah penamatan ini adalah untuk mengetahui apa perbedaan

Hadis dengan Al-Quran dan macam –macam hadis ,Hadis selain memuat bahasa

agama ,yakni pesan-pesan ilahi ,tetapi hadis juga mengandung bahasa insane

.Membedakan yang benar dari yang salah atas kritikan Hadis sudah ada

semenjak Nabi Mmuhammad SAW.

Manfaat penyusunan makalah ini adalah sumber untuk informasi tambahan

pembandingan penelitian,serta untuk menambah ilmu pengetahuan kita, dan

bahan untuk perkuliahan .

Page 10: Suatu Metode Penelitian Hadis

BAB II

PEMBAHASAN

A.Takhrij Al-Hadis dan metode-metodenya

Menurut Mahmud al-Tahhan, pada mulanya ilmu Takhrij al-Hadis tidak

dibutuhkan oleh para ulama dan peneliti hadis, karena pengetahuan mereka

tentang sumber hadis ketika itu sangat luas dan baik. Hubungan mereka dengan

sumber hadis juga kuat sekali, sehingga apabila mereka hendak membuktikan ke-

sahih-an sebuah hadis, mereka dapat menjelaskan sumber hadis tersebut dalam

berbagai kitab hadis, yang metode dan cara-cara penulisan kitab-kitab hadis

tersebut mereka ketahui.Namun ketika para Ulama mulai merasa kesulitan untuk

mengetahui sumber dari suatu hadis, yaitu setelah berjalan beberapa periode

tertentu, dan setelah berkembangnya karya-karya Ulama dalam bidang Fiqh,

Tafsir dan Sejarah, yang memuat hadis-hadis Nabi Saw yang kadang-kadang tidak

menyebutkan sumbernya, maka Ulama Hadis terdorong untuk melakukan Takhrij

terhadap karya-karya tersebut.Mereka menjelaskan dan menunjukkan sumber

asli dari hadis-hadis yang ada, menjelaskan metodenya dan menetapkan kualitas

hadis sesuai dengan statusnya, apakah sahih atau daif. Lalu muncullah apa yang

dinamakan dengan Kutub at-Takhrij (Buku-buku Takhrij).Kitab-kitab induk Hadis

yang ada mempunyai susunan tertentu, dan berbeda antara yang satu dengan

yang lainnya. Yang hal ini memerlukan cara tertentu secara ilmiah agar penelitian

dan pencarian hadisnya dapat dilakukan dengan mudah. Cara praktis dan ilmiah

inilah yang merupakan kajian pokok ilmu Takhrij.

Pengertian Takhrij Hadis

Takhrij menurut bahasa mengandung pengertian bermacam-macam, dan yang

populer diantaranya adalah al-istibath (mengeluarkan),al-tadrib (melatih atau

membiasakan) al-tawjih (memperhadap)

Sedangkan secara terminologi, tajhrij berarti :

Mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadis-hadis yang terdapat di

dalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad kepada kitab-kitab musnad,

Page 11: Suatu Metode Penelitian Hadis

baik disertai dengan pembicaraan tentang status hadis-hadis tersebut dari segi

sahih atau daif, ditolak atau diterima, dan penjelasan tentang kemungkinan illat

yang ada padanya, atau hanya sekedar mengembalikannya kepada kitab-kitab

asal (sumbernya)nya.

Para muhadisin mengartikan takhrij hadis sebagai berikut:

1. Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para periwayatnya dalam sanad yang telah menyampaikan hadis itu dengan metode periwayatan yang mereka tempuh.

2. Ulama mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para guru hadis, atau berbagai kitab lain yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayat sendiri, atau para gurunya, siapa periwayatnya dari para penyususn kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.

3. ‘Mengeluarkan’, yaitu mengeluarkan hadis dari dalam kitab dan meriwayatkannya. Al-Sakhawy mengatakan dalam kitab Fathul Mugis sebagai berikut, “Takhrij adalah seorang muhadis mengeluarkan hadis-hadisdari dalam ajza’, al-masikhat, atau kitab-kitab lainnya. Kemudian hadis tersebut disusun gurunya atau teman-temannya dan sebagainya, dan dibicarakan kemudian disandarkan kepada pengarang atau penyusun kitab itu”.

4. Dalalah, yaitu menunjukkan pada sumber hadis asli dan menyandarkan hadis tersebut pada kitab sumber asli dengan menyebutkan perawi penyusunnya.

5. Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumber yang asli, yakni kitab yang di dalamnya dikemukakan secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, lalu untuk kepentingan penelitian.

Dari uraian defenisi di atas, takhrij Hadis dapat dijelaskan sebagai berikut:

Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para rawinya yang ada dalam sanad hadis itu.

Mengemukakan asal usul hadis sambil dijelaskan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadis yang diperoleh oleh penulis kitab tersebut dari para gurunya, lengkap dengan sanadnya sampai kepada Nabi Saw. Kitab-kitab tersebut seperti; Al-Kutub al-Sittah, Muwaththa’ Malik, Musnad Ahmad, Mustadrak Al-hakim.

Page 12: Suatu Metode Penelitian Hadis

Mengemukakan hadis-hadis berdasarkan sumber pengambilannya dari kitab-kitab yang didalamnya dijelaskan metode periwayatannya dan sanad hadis-hadis tersebut, dengan metode dan kualitas para rawi sekaligus hadisnya.

Dari berbagai pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat dari takhrij

hadis adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab hadis sebagai

sumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan

sanadnya. Penelusuran dan pencarian hadis pada sumber aslinya ini memeliki

beberapa urgensi yakni;

1. Secara metodologis pengutipan hadis pada sumber primer adalah suatu

keharusan.

2. Syarat untuk penelitian sanad.

3. Menghindari kesalahan redaksi.

4. Menghindari kesalahan nilai hadis karena membangsakan kualitas hadis

secara tidak benar. Seperti menempatkan hadis daif kepada hadis sahih

atau sebaliknya.

Tujuan dan Manfaat Takhrij Hadis

Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian

serius karena di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui

sumber hadis itu berasal. Disamping itu, didalamnya ditemukan banyak

kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad

hadis.

Penguasaan tentang ilmu Takhrij sangat penting, bahkan merupakan suatu

keharusan bagi setiap ilmuwan yang berkecimpung di bidang ilmu-ilmu

kasyariahan, khususnya yang menekuni bidang hadis dan ilmu hadis. Dengan

mempelajari kaidah-kaidah dan metode takhrij, seseorang akan dapat

mengetahui bagaimana cara untuk sampai kepada suatu hadis di dalam sumber-

sumbernya yang asli yang pertama kali disusun oleh para Ulama pengkodifikasi

hadis.

Dengan mengetahui hadis tersebut dari sumber aslinya, maka akan dapat

diketahui sanad-sanadnya. Dan hal ini akan memudahkan untuk melakukan

penelitian sanad dalam rangka untuk mengetahui status dan kualitasnya.

Page 13: Suatu Metode Penelitian Hadis

Dengan demikian Takhrij hadis bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di

takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui ditolak atau diterimanya hadis-hadis

tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadis-hadis yang pengutipannya

memperhatikan kaidah-kaidah ulumul hadis yang berlaku. Sehingga hadis

tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.

Adapun manfaat takhrij Hadis antara lain sebagai berikut:

1. Dapat diketahui banyak sedikitnya jalur periwayatan suatu hadis yang sedang menjadi topik kajian.

2. Dapat diketahui status hadis sahih li zatih atau sahih li ghairih, hasan li zatih, atau hasan li ghairi. Demikian pula akan dapat diketahui istilah hadis mutawatir, masyhur, aziz, dan gharibnya.

3. Memperjelas hukum hadis dengan banyaknya riwayatnya, seperti hadis da`if melalui satu riwayat. Maka dengan takhrij kemungkinan akan didapati riwayat lain yang dapat mengangkat status hadis tersebut kepada derajat yang lebih tinggi.

4. Memperjelas perawi yang samar, karena dengan adanya takhrij, dapat diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.

5. Dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat. 6. Memperjelas perawi hadis yang tidak diketahui namanya melalui

perbandingan di antara sanad-sanadnya. 7. Dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena mungkin

saja ada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain, maka nama perawi itu akan menjadi jelas.

8. Dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya hadis melalui perbandingan sanad-sanad yang ada.

9. Dapat mengungkap kemungkinan terjadinya kesalahan cetak melalui perbandingan-perbandingan sanad yang ada.

10. Memberikan kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah mengetahui bahwa hadis tersebut adalah makbul (dapat diterima). Sebaliknya, orang tidak akan mengamalkannya apabila mengetahui bahwa hadis tersebut mardud (ditolak).

11. Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadis adalah benar-benar berasal dari Rasulullah Saw yang harus diikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadis tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.

Kitab-Kitab yang Diperlukan dalam Men-takhrij

Dalam melakukan takhrij, seseorang memerlukan kitab-kitab tertentu yang dapat

dijadikan pegangan atau pedoman sehingga dapat melakukan kegiatan takhrij

secara mudah dan mencapai sasaran yang dituju. Diantara kitab-kitab yang dapat

Page 14: Suatu Metode Penelitian Hadis

dijadikan pedoman dalam men-takhrij adalah: Usul al- Takhrij wa Dirasat al-

Asanid oleh Muhammad Al-Tahhan, Husul al-Tafrij bi Usul al-Takhrij oleh Ahmad

ibn Muhammad al-Siddiq al- Gharami, Turuq Takhrij Hadis Rasul Allah Saw karya

Abu Muhammad al-Mahdi ibn `Abd al-Qadir ibn `Abd al Hadi, Metodologi

Penelitian Hadis Nabi oleh Syuhudi Ismail, dan lain-lain.

Selain kitab-kitab di atas, di dalam men-takhrij diperlukan juga bantuan dari

kitab-kitab kamus atau mu’jam hadis dan mu’jam para perawi hadis, diantaranya

seperti:

AL-Mu`jam Al-Mufahras li Al-faz Al-Hadis An-Nabawi. Kitab ini memuat hadis-hadis dari Sembilan kitab induk hadis seperti Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmidzi, Sunan abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan ibn Majah, Sunan Darimi, Muwaththa’ Imam Malik dan Musnad Imam Ahmad.

Miftah Kunuz al- Sunna. Kitab ini memuat hadis-hadis yang terdapat dalam empat belas buah kitab, baik mengenai Sunnah maupun biografi Nabi. Yaitu selain dari Sembilan kitab induk hadis yakni; musnad al-Tayalisi, Musnad Zaid ibn Ali ibn Husein ibn Ali ibn Abi Talib, Al-Tabaqat al-Kubra, Sirah ibn Hisyam, Al- Magazi.

Sedangkan kitab yang memuat biografi para perawi hadis diantaranya adalah

sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Thahhan sebagai berikut:

a) Kitab yang memuat biografi sahabat

1. Al-Isti ab fi Ma`rifat al Asahab, oleh ibn ‘abd al-Barr al-Andalusi (w. 463 H/1071 M).

2. Usud al-Ghabah fi Ma`rifat al-Sahabah, oleh Iz al-Din Abi al-Hasan Ali ibn Muhammadibn Al-asir al-Jazari (w. 630 H/ 1232 M)

3. Al-Ishabah fi Tamyizal-Sahabah, oleh Al-Hafiz ibn Hajar al-asqalani (w. 852 H/ 1449).

b) Kitab-kitab Tabaqat yaitu kitab-kitab yang membahas biografi para perawi

hadis berdasarkan tingkatan para perawi (tabaqat al-ruwat), seperti:

1. Al-Tabaqat al-Kubra, oleh `Abdullah Muhammad ibn Sa`ad Khatibal-Waqidi (w. 230 H).

2. Tazkirat al-Huffaz, karangan Abu `Abdullah Muhammad ibn Ahmad ibn Usman al-Zahabi (w. 748 H/ 1348 M).

c) Kitab-kitab yang memuat para perawi hadis secara umum;

Page 15: Suatu Metode Penelitian Hadis

1. Al-Tarikh al-Kabir, oleh Imam Al-Bukhari (w 256 H/870 M) 2. Al-Jarh wa al-Ta`dil, karya ibn Abi Hatim (w 327 H).

Cara Pelaksanaan dan Metode Takhrij

Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai

pedoman, yaitu;

1. Takhrij Melalui Lafaz Pertama Matan Hadis

Metode ini sangat tergantung pada lafaz pertama matan hadis. Hadis-hadis

dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan

huruf hijaiyah. Misalnya, apabila akan men-takhrij hadis yang berbunyi;

Untuk mengetahui lafaz lengkap dari penggalan matan tersebut, langkah yang

harus dilakukan adalah menelusuri penggalan matan itu pada urutan awal matan

yang memuat penggalan matan yang dimaksud. Dalam kamus yang disusun oleh

Muhammad fuad Abdul Baqi, penggalan hadis tersebut terdapat di halaman

2014. Bearti, lafaz yang dicari berada pada halaman 2014 juz IV. Setelah

diperiksa, bunyi lengkap matan hadis yang dicari adalah;

:

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda, “(Ukuran) orang yang kuat

(perkasa) itu bukanlah dari kekuatan orang itu dalam berkelahi, tetapi yang

disebut sebagai orang yang kuat adalh orang yang mampu menguasai dirinya

tatkala dia marah”.

Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan yang

besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan hadis-hadis yang dicari dengan

cepat. Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila

terdapat kelainan atau perbedaan lafaz pertamanya sedikit saja, mak akan sulit

unruk menemukan hadis yang dimaksud. Sebagai contoh ;

Berdasarkan teks di atas, maka lafaz pertama dari hadis tersebut adalah iza

atakum ( ). Namun, apabila yang diingat oleh mukharrij sebagai lafaz

Page 16: Suatu Metode Penelitian Hadis

pertamanya adalah law atakum ( ) atau iza ja’akum ( ), maka hal

tersebut tentu akan menyebabkan sulitnya menemukan hadis yang sedang

dicari, karena adanya perbedaan lafaz pertamanya, meskipun ketiga lafaz

tersebut mengandung arti yang sama.

Takhrij Melalui Kata-Kata dalam Matan Hadis

Metode ini adalah metode yang berdasarkan pada kata-kata yang terdapat

dalam matan hadis, baik berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam metode

ini tidak digunakan huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan adalah bagian hadisnya

sehingga pencarian hadis-hadis yang dimaksud dapat diperoleh lebih cepat.

Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitikberatkan pencarian

hadis berdasarkan lafaz-lafaznya yang asing dan jarang penggunaanya.

Kitab yang berdasarkan metode ini di antaranya adalah kitab Al-Mu`jam Al-

Mufahras li Al-faz Al-Hadis An-Nabawi. Kitab ini mengumpulkan hadis-hadis yang

terdapat di dalam Sembilan kitab induk hadis sebagaimana yaitu; Sahih Bukhari,

Sahih Muslim, Sunan Turmizi, Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibn Majah,

Sunan Darimi, Muwaththa’ malik, dan Musnad Imam Ahmad.

Contohnya pencarian hadis berikut;

Dalam pencarian hadis di atas, pada dasrnya dapat ditelusuri melalui kata-kata

naha ( ) ta’am ( ), yu’kal ( ) al-mutabariyaini ( ). Akan tetapi dari

sekian kata yang dapat dipergunakan, lebih dianjurkan untuk menggunakan kata

al-mutabariyaini ( ) karena kata tersebut jarang adanya. Menurut

penelitian para ulama hadis, penggunaan kata tabara ( ) di dalam kitab induk

hadis (yang berjumlah Sembilan) hanya dua kali.

Penggunaan metode ini dalam mentakhrij suatu hadis dapat dilakukan dengan

mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. menentukan kata kuncinya yaitu kata yang akan dipergunakan sebagai

alatuntuk mencari hadis. Sebaiknya kata kunci yang dipilih adalah kata

yang jarang dipakai, karena semakin bertambah asing kata tersebut akan

semakin mudah proses pencarian hadis. Setelah itu, kata tersebut

Page 17: Suatu Metode Penelitian Hadis

dikembalikan kepada bentuk dasarnya. Dan berdasarkan bentuk dasar

tersebutdicarilah kata-kata itu di dalam kitab Mu’jammenurut urutannya

secara abjad (huruf hijaiyah).

2. mencari bentuk kata kunci tadi sebagaimana yang terdapat di dalam

hadis yang akan kita temukan melalui Mu’jam ini. Di bawah kata kunci

tersebut akan ditemukan hadis yang sedang dicari dalam bentuk

potongan-potongan hadis (tidak lengkap). Mengiringi hadis tersebut turut

dicantumkan kitab-kitab yang menjadi sumber hadis itu yang dituliskan

dalm bentuk kode-kode sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu; Metode ini mempercepat

pencarian hadis dan memungkinkan pencarian hadis melalui kata-kata apa saja

yang terdapat dalam matan hadis. Selain itu, metode ini juga memiliki beberapa

kelemahan yaitu; Terkadang suatu hadis tidak didapatkan dengan satu kata

sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.

Takhrij Berdasarkan Perawi Sahabat

Metode ini dikhususkan jika kita mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan

hadis, lalu kita mnecari bantuan dari tiga macam karya hadis yakni;

Al-Masanid (musnad-musnad). Dalam kitab ini disebutkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat secara tersendiri. Selama kita sudah mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis, maka kita mencari hadis tersebut dalam kitab ini hingga mendapatkan petunjuk dalam satu musnad dari kumpulan musnad tersebut.

Al- ma`ajim (mu`jam-mu`jam). Susunan hadis di dalamnya berdasarkan urutan musnad para sahabat atau syuyukh (guru-guru) sesuai huruf kamus hijaiyah. Dengan mengetahui nama sahabat dapat memudahkan untuk merujuk hadisnya.

Kitab-kitab Al-Atraf. Kebanyakan kitab al-atraf disusun berdasarkan musnad-musnad para sahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadis itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-atraf tadi untuk kemudian mengambil hadis secara lengkap.

Kelebihan metode ini adalah bahwa proses takhrij dapat diperpendek. Akan

tetapi, kelemahan dari metode ini adalah ia tidak dapat digunakan dengan baik,

apabila perawih yang hendak diteliti itu tidak diketahui.

Page 18: Suatu Metode Penelitian Hadis

Takhrij Berdasarkan Tema Hadis

Metode ini berdasrkan pada tema dari suatu hadis. Oleh karena itu untuk

melakukan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema

dari suatu hadis yang akan ditakhrij dan kemudian baru mencarinya melalui tema

itu pada kitab-kitab yang disusun menggunkan metode ini. Seringkali suatu hadis

memiliki lebih dari satu tema. Dalam kasus yang demikian seorang mekharrij

harus mencarinya pada tema-tema yang mungkin dikandung oleh hadis tersebut.

Contoh :

Dibangun Islam atas lima pondasi yaitu : Kesaksian bahwa tiada Tuhan selain

Allah dan bahwa Muhammad itu adalah Rasulullah, mendirikan shalat,

membayarkan zakat, berpuasa bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji

bagi yang mampu.

Hadis diatas mengandung beberapa tema yaitu iman, tauhid, shalat, zakat, puasa

dan haji. Berdasarkan tema-tema tersebut maka hadis diatas harus dicari

didalam kitab-kitab hadis dibawah tema-tema tersebut. Cara ini banyak dibantu

dengan kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang berisi daftar isi hadis yang disusun

berdasarkan judul-judul pembahasan.

Dari keterangan diatas jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini sangat

tergantung kepada pengenalan terhadap tema hadis. Untuk itu seorang

mukharrij harus memiliki beberapa pengetahuan tentang kajian Islam secara

umum dan kajian fiqih secara khusus.

Metode ini memiliki kelebihan yaitu : Hanya menuntut pengetahuan akan

kandungan hadis, tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafaz pertamanya.

Akan tetapi metode ini juga memiliki berbagai kelemahan, terutama apabila

kandungan hadis sulit disimpulkan oleh seorang peneliti, sehingga dia tidak dapat

menentukan temanya, maka metode ini tidak mungkin diterapkan.

Takhrij Berdasarkan Status Hadis

Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para ulama

hadis dalam menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan

statusnya. Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian

Page 19: Suatu Metode Penelitian Hadis

hadis berdasarkan statusnya, seperti hadis qudsi, hadis masyhur, hadis mursal

dan lainnya. Seorang peneliti hadis dengan membuka kitab-kitab seperti diatas

dia telah melakukan takhrij al hadis.

Kelebihan metode ini dapat dilihat dari segi mudahnya proses takhrij. Hal ini

karena sebagian besar hadis-hadis yang dimuat dalam kitab yang berdasarkan

sifat-sifat hadis sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan upaya yang rumit.

Namun, karena cakupannya sangat terbatas, dengan sedikitnya hadis-hadis yang

dimuat dalam karya-karya sejenis, hal ini sekaligus menjadi kelemahan dari

metode ini.

Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :

Al-Azhar al-Mutanasirah fi al-Akbar al-Mutawatirah karangan Al-Suyuthi. Al-Ittihafat al-Saniyyat fi al-Ahadis al-Qadsiyyah oleh al-Madani. Al-Marasil oleh Abu Dawud, dan kitab-kitab sejenis lainnya.

B. Sejarah Takhrij Hadits

Penguasaan para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas, sehingga mereka tidakmerasa sulit jika disebutkan suatu hadits untuk mengetahuinya dalam kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat belajar sudah melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadits yang dijadikan sebagai rujukan para ulama dalam ilmu-ilmu syar’i. Maka sebagian dari ulama bangkit dan memperlihatkan hadits-hadits yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab-kitab As-Sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang dla’if. Lalu muncullah apa yang dinamakan dengan “Kutub At-Takhrij” (buku-buku takhrij), yang diantaranya adalah :

Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab; karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi’I (wafat 548 H). Dan kitab Al-Muhadzdzab ini adalah kitab mengenai fiqih madzhab Asy-Syafi’I karya Abu Ishaq Asy-Syairazi.

Takhrij Ahaadits Al-Mukhtashar Al-Kabir li Ibni Al-Hajib; karya Muhammad bin Ahmad Abdul-Hadi Al-Maqdisi (wafat 744 H).

Nashbur-Rayah li Ahaadits Al-Hidyah li Al-Marghinani; karya Abdullah bin Yusuf Az-Zaila’I (wafat 762 H).

Takhrij Ahaadits Al-Kasyaf li Az-Zamakhsyari; karya Al-Hafidh Az-Zaila’I juga. [Ibnu Hajar juga menulis takhrij untuk kitab ini dengan judul Al-Kafi Asy-Syaafi fii Takhrij Ahaadits Asy-Syaafi ]

Page 20: Suatu Metode Penelitian Hadis

Al-Badrul-Munir fii Takhrijil-Ahaadits wal-Atsar Al-Waqi’ah fisy-Syarhil-Kabir li Ar-Rafi’I; karya Umar bin ‘Ali bin Mulaqqin (wafat 804 H).

Al-Mughni ‘an Hamlil-Asfaar fil-Asfaar fii Takhriji maa fil-Ihyaa’ minal-Akhbar; karya Abdurrahman bin Al-Husain Al-‘Iraqi (wafat tahun 806 H).

Takhrij Al-Ahaadits allati Yusyiiru ilaihat-Tirmidzi fii Kulli Baab; karya Al-Hafidh Al-‘Iraqi juga.

At-Talkhiisul-Habiir fii Takhriji Ahaaditsi Syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-Rafi’I; karya Ahmad bin Ali bin Hajar Al-‘Asqalani (wafat 852 H).

Ad-Dirayah fii Takhriji Ahaaditsil-Hidayah; karya Al-Hafidh Ibnu Hajar juga.

Tuhfatur-Rawi fii Takhriji Ahaaditsil-Baidlawi; karya ‘Abdurrauf Ali Al-Manawi (wafat 1031 H).

Contoh :

Berikut ini contoh takhrij dari kitab At-Talkhiisul-Habiir (karya Ibnu Hajar) :

Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,”Hadits ‘Ali bahwasannya Al-‘Abbas meminta kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang mempercepat pembayaran zakat sebelum sampai tiba haul-nya. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberikan keringanan untuknya. Diriwayatkan oleh Ahmad, para penyusun kitab Sunan, Al-Hakim, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi; dari hadits Al-Hajjaj bin Dinar, dari Al-Hakam, dari Hajiyah bin ‘Adi, dari ‘Ali. Dan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari riwayat Israil, dari Al-Hakam, dari Hajar Al-‘Adawi, dari ‘Ali. Ad-Daruquthni menyebutkan adanya perbedaan tentang riwayat dari Al-Hakam. Dia menguatkan riwayat Manshur dari Al-Hakam dari Al-Hasan bin Muslim bin Yanaq dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dengan derajat mursal. Begitu juga Abu Dawud menguatkannya. Al-Baihaqi berkata,”Imam Asy-Syafi’I berkata : ‘Diriwayatkan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bahwasannya beliau mendahulukan zakat harta Al-‘Abbas sebelum tiba masa haul (setahun), dan aku tidak mengetahui apakah ini benar atau tidak?’. Al-Baihaqi berkata,”Demikianlah riwayat hadits ini dari saya. Dan diperkuat dengan hadits Abi Al-Bakhtari dari ‘Ali, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Kami sedang membutuhkan lalu kami minta Al-‘Abbas untuk mendahulukan zakatnya untuk dua tahun”. Para perawinya tsiqah, hanya saja dalam sanadnya terdapat inqitha’. Dan sebagian lafadh menyatakan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada ‘Umar,”Kami pernah mempercepat harta Al-‘Abbas pada awal tahun”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi dari hadits Abi Rafi’” *At-Talkhiisul-Habiir halaman 162-163]

Page 21: Suatu Metode Penelitian Hadis

C.Pengertian dan Sejarah Kritik Hadis

Kritik yang di maksud disini adalah sebagai upaya mengkaji hadis Rosullulah

SAW.Untuk menentukan hadis yang benar-benar datang dari Nabi Mmuhammad

SAW.Menurut bahas kata (sanad)mengandung kesamaan menurut istilah hadis ,

sanad ialah jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadis.

Kata hadis berasal dari bahasa arab (al-hadis) jamaknya adalah (al-

ahadist).Dari segi bahasa , kata ini memiliki banyak arti , diantaranya : (al-jadid)

yang berarti ini semua yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.Itu

adalah hadis (baru) sebagai lawan dari wahyu Allah (kalam Allah) yang bersifat

qadim.Pendapat tersebut juga dikemukakan oleh Muhammad ‘Ajjaj al-khathib,

beliau mengatakan istilah, hadis diberi pengertian yang berbeda-beda oleh

ulama.Menurut Ibn al-subki (wafat 771H= 1370 M), hadis adalah segala sabda

dan perbuatan Nabi Muhammad SAW.Beliau tidak memasukkan taqrir Nabi

Muhamad SAW.Sebagai bagin dari rumusan definisi hadis . Sementara pendapat

masyhur ulama mengatakan hadis adalah segala sabda , perbuatan,taqrir ,dan

hal-ihwal yang disandarkan kepada Nabi Muhamad SAW.Hadis dalam katagori

yang keempat , yaitu hal –ihwali Nabi Muhammad SAW.Di luar jazira arab lebih

banyak di tinggalkan di pandang sebagai pengaruh budaya arab bukan bagian

dari ajaran islam, sehingga meninggalkan hal tersebut bukan berarti

meninggalkan ajaran islam tetapi hanya meninggalkan budaya arab.

Jadi, kritik sanad hadis ialah penelitian , dan penelusuran sanad hadis tentang

individu perawi dan proses penerimaan hadis dari guru mereka masing-masing

dengan berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangkaian sanad

untuk menemukan kebenaran , yaitu kualitas hadis( shahih, hasan , dan dhaif)

Kegiatan kritik atau penelitian hadis bertujuan untuk mengetahui kualitas

hadis yang terdapat dalam rangkaian sanad hadis yang di teliti.Apabila Hadia

yang diteliti memenuhi kriteria kesahihan sanat , hadis tersebut di golongkan

sebagai hadis sahis dari segi sanat .

Penelitian atau kritik sanat hadis, pada masa hidup Rosullulah SAW. Dan masa

khulafaurrasydin belum di temukan .Hal itu dapat di pahami, karna para

periwayat hadis pada dua masa tersebut di sepakati Muhaddisin sebagai masa

kumpulnya periwayat hadis yang adil ( semua sahabat Nabi Muhammad SAW.

Adalah adil ).

Page 22: Suatu Metode Penelitian Hadis

Perhatian ulama terhadap sanat hadis dipicu oleh ditemukannya hadis palsu

yang di ciptakan oleh orang-orang zindik dan orang yang mempunyai

kepentingan khusus , baik karna kepentingan politis , bisnis , maupun karna

kefanatikan paham,aliran, dan mazhab .

Muhadditsin sangat besar perhatiannya kepada sanat hadis , disamping juga

pada matannya.Pernyatan tersebut dapat dilihat pada tiga hal .Pertama,

pernyataan – pernyatan mereka yng menyatakan bahwa sanat merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari agama dan pengetahuan hadis .Berikut ini

dikemukakan pendapat para muhaddits

Sanad hadis mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan

validitas suatu hadis.Oleh karna itu, mereka sepakat bahwa apabila suatu hadis

sanatnya benar-benar telah dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya,

pastilah hadis itu berkualitas sahih .Hal ini dapat nianlogkan kedalam kehidupan

sehari-hari , bahwa kalau ada berita yang dibawa oleh orang-orang yang dapat

dipercaya, penerima berita tidak memiliki alas an untuk menolak kebenaran

berita itu.

Kedua, banyaknya karya tulis Muhadditsin, yang berkenaan sanat hadis

.Kitab-kitab tentang rijal al-hadis, muncul dalam berbagai bentuk dan sifatnya ,

mulai dri yang bersifat umum sampai kepada yang bersifat khusus. Kitab rijal al-

hadis yang bersifat umum , diantaranya siyar a’lam Al-nubala’,karya Imam

Syamsyuddin Muhamad bin Ahmad bin Usman al-zahabiy (w.748H/1348M) ,al-

Tarikh al-Kabir, karya Al- Bukhari (w 256 H/870M)dan al-jarh wa al- tadil , karya

ibnu abu khatim al-Rizi(w.328 H).

Dari data di atas menunjukan keseriusan Muhaddidsin melakukan penelitian

hadis , khususnya terhadap periwayatnya ,sehingga melahirkan karya yang luar

biasa . Kitab-kitab rijal al- hadits merupakan hasil penelitian yang belum ada

tandingan nya , baik di lihat dari segi kualitas dan kualifikasinya maupun

kuantitasnya .

Ketiga, apa bila mereka menghadapi hadis , maka sand hdis merupakan salah

satu bagian yang mendapatkan perhatian khusus. Ada beberapa factor yang

menyebabkan kajian sanad hadis menjadi penting , pertama , pada zaman Nabi

Muhammad SAW.Tidak seluruh hadis tertulis ;kedua, sesudah zaman Nabi

Muhammad SAW. Sering terjadi pemalsuan hadis ; dan ketiga , pen-tadwin-an

hadis secara resmi dan masal terjadi setelah berkembangnya pemalsuan hadis.

Page 23: Suatu Metode Penelitian Hadis

Untuk membersihkan hadis-hadis Nabi Muhamman SAW. Dari hadis palsu,

maka ulama hadis telah menetapkan syarat kesahihan hadis , seperti yang di

jelaskan oleh Ibn al-shalah (w.643 H=1245M)

Hadis sahih harus memenuhi lima syarat: pertama bersmbung sanadnya;

kedua, di riwayatkan oleh periwayat yang ‘ adil: ketiga, diriwayatkan oleh

periwayat yang dhabith; keempat, terhindar dari syaz;dan kelima,terhindar

dari’illat.

Seperti yang telah di jelaskan di atas, ada tiga peristiwa penting yang

mengharuskan adanya penelitian sanad hadis: pertama, pada zaman Nabi

Muhammad SAW. Tidak seluruh hadis tertulis ; kedua, sesudah zaman Nabi

Muhammad SAW. Terjadi pemalsuan hadis ; ketiga , penghimpunan hadis secara

resmi dan masal terjadi setelah berkembangnya pemalsuan-pemalsuan hadis.

Padahal hadis adlah salah satu sumber ajaran islam .Hadis sebagai sumber ajaran

islam meniscayakan adanya kepastin validitas bersumber dari Nabi Muhammad

SAW.

3Muhammad Subhi Al- SalihKritik Hadis Bustamin M. Isa H.A. Salam,

(D,PT.RajaGrafindo Persada)Jakarta2005 hal:5

Page 24: Suatu Metode Penelitian Hadis

D. Upaya penyelamatan hadis

Untuk menyelamatkan hadis Nabi SAW di tengah-tengah gencarnya

pembuatan hadis palsu , ulama hadis menyusun berbagai kaidah penelitian hadis

.Lebih rinci langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut.

Pertama, meneliti system penyandaran hadis.Para sahabat dan tabi’in tidak

sembarangan mengambil hadis dari seseorang . Mereka meneliti dengan

seksama proses penukilan dan periwayatan hadis. Pada masa sahabat memang

hampir tidak ada penyelewengan dalam periwayatan hadis, sehingga ketika

mereka mendapatkan dari sahabat lain mereka tidak akan menanyakan al-kubra

mereka mulai menyeleksi hadis-hadis yang didapat dari orang lain .

Kedua, memilih perawi-perawi hadis yang terpercaya. Para ulama

menanyakan hadis-hadis yang dipandang kabur atau tidak jelas asal-usulnya

kepada para sahabat, tabi’in dan pihak-pihak yang menekuni bidang ini .Mereka

tidak akan sembarangan untuk meriwayatkan hadis.Mereka akan memilih dari

orang-orang tertentu yang dipandang menguasai dan mengetahui persoalan ini.

Ketiga, studi kritik rawi, yang tampaknya lebih dikonsentrasiman pada sifat

kejujuran atau kebohongannya. Oleh karna itu, mereka tidak akan mengambil

dari orang-orang yang dikenal suka berbohong baik di dalam kehidupan

umumnya;suka berbuat bid’ah dan mengikuti hawa nafsunya ;orang-orang

fisik,zindiq, dan orang-orang yang tidak menguasai apa yang disampaikannya ;

dan lain-lainnya.

Keempat , menyusun kaidah-kaidah umum untuk meneliti hadis-hadis

tersebut .Misalnya saja dengan pengetahui batas-batasan hadis sahih , hasan dan

dha’if.

Mulai saat itu perkembangan ilmu hadis melaju begitu cepat , demi

menyelamatkan hadis-hadis rosul ini .Jadi pada akhirnya , tujuan penyusunan

kaidah-kaidah tersebut untuk mengetahui keadaan matan hadis.Maka di

sususnlah kaidah-kaidah kesahihan sangat hadis beserta matannya.Bersamaan

dengan ini munculah berbagai macam ilmu hadis. Khusus ilmu hadis yang

dikaitkan dengan penelitian sanat hadis , antara lain ialah ilmu Rijal al- hadis dan

ilmu al- jarh wa al- tadil

Dengan berbagai kaidah dan ilmu hadis, disamping telah dibukukannya hadi,

mengakibatkan ruang gerak para pembuat hadis palsu yang sangat sempit .Selain

itu, hadis-hadis yang berkembang di masyarakat dan termasuk dalam kitab-kitab

Page 25: Suatu Metode Penelitian Hadis

dapat di teliti dan diketahui kualitasnya .Dengan menggunakan berbagai kaidah

dan ilmu hadis itu, ulam telah berhasil menghimpun berbagai hadis palsu dalam

kitab-kitab khusus.

Seperti al-khalas’ al- kubra, karangan Abu al-fari Abd al- rahman bin al-jauzi

(508-5 97H) dalam empat jilid ;al-ba’its ‘ala al-khalas min hawadits al-qishas, oleh

al-hafidz zain al-din abd al- rahman al-iraqi(725-806H)tanzih al-syai’ah al-

mafuah(w.963H).

E. PENERIMAAN DAN PERIWAYATAN DADIS

1. Penerimaan Anak-anak ,orang Kafir dan orang Fasik

Jumhur ualama ahli hadis berpendapat , bahwanpenerimaan periwayatan

suatu hadis oleh anak yang belum sampai umur (belum mukallaf) dianggap sah

bila perwayatan hadis tersebut di sampaikan kepada orang lain pada waktu

sudah mukallaf.Hal ini di dasarkan kepada keadaan para sahabat, tabi’In ,dan ahli

ilmu setelah yang menerima periwayatan hadis seperti Hasan, Abdullah, bin

Zubeir , ibnu abbas,Nu’man bin basyir, Salib bin Yazid dan lain-lain dengan tanpa

mempermasalahkan apakah mereka telah di baligh atau belum.Namun mereka

berbeda pendapat mengenai batas minimal usia anak yang di perolehkan

bertahammul, sebab permasalahan ini tidak terlepas dari ketamyizan anak

tersebut.

Al-Qadhi ‘Iyad menetapkan, bahwa batas minimal usia anak diperbolehkan

bertahammul tidak sudah berusia lima tahun , karena pada usia ini anak sudah

mamapu menghafal apa yang di dengar dan mengingat-ngingat yang dihafal.

Pendapat ini di dasari pada hadis riwayat Bukhari dari sahabat Mahmud bin Al-

Rubai’;

Abu Abdullah AL-Zubai mengatakan, bahwa sebaiknya anak siperbolehkan

menulis hadis pada saat usia mereka telah mencapai umur sepuluh tahun , sebab

pada usia ini akal mereka telah dianggap sempurna, dalam arti bahwa mereka

telah mempunyai kemampuan untuk menghafal dan mengingat hafalanya dan

mulai menginjak dewasa.Yahya bin Ma’In menetapkan usia lima belas tahun ,

berdasarkan Hadis Ibnu Umar:”Saya dihadapkan kepada Rosulullah SAWpada

waktu perang uhud , disaat itu saya baru berusia empat belas tahun beliau tidak

memperkenankan aku”.

Sementara ulama Syam mandang usia yang ideal bagi orang yang untuk

meriwayatkan hadis setelah berusia 30 tahun, dan ulam Kufah berpendapat

Page 26: Suatu Metode Penelitian Hadis

minimal berusia 20 tahun.Kebanyakan ulama ahli Hadis tidak menetapkan

batasan usia tentu bagi anak yang diperbolehkan bertahammul , akan tetapi

lebih menitik beratkan pada ke-tamyiz-an mereka.Namun mereka juga berbeda

pendapat tentang ke-tamyiz-an tersebut.Ada yang mengatakan bahwa anak

sudah dikatagorikan tamyiz apabila anak tersebut sudah mampu membedakan

antara Al-Hafidz binMusa binHarun Al-Hammal.Menurut Imam Ahmad,

bahwaukuran tamyiz ingat yang dihafal .Ada juga yang mengatahan , bahwa yang

dijadikan ukuran ke-tamyiz-an seseorang itu bukan berdasarkan usia

mereka,akan tetapi dilihat dari”apakah anak itu memahami pembicaraan dan

mampu menjawab pertanyaan dengan benar atau tidak .”

Terjadinya perbedaan pendapat ulama mengenai ke-tamyiz-an seseorang

tidak terlepas dari kondisi yang mempengaruhi kepadanya dan bukan

berdasarkan pada usianya ,sebab bisa saja seseorang pada usianya tertentu,

karna situasi dan kondisi yang mempengaruhi, dia sudah mumayiz, sementara

seseorang pada usia tang sama , krna situasi dan kondisi mempengaruhi berbeda

, dia belum mumayiz.Oleh karnanya, ke-tamyiz-an seseorang bukan diukur dari

usia, tetapi didasarkan pada tingkat kemampuan menangkap dan memahami

pembicaraan dan mampu menjawab pertanyaan dengan benar serta adanya

kemampuan menghafal dan mengingat-ingat hafalanya.

Mengenai penerimaan hadis bagi orang kafir dan orang fasik, diriwayatkan

kepada orang lain pada saat mereka telah masuk islam dan bertobat.Alasan yang

mereka kemukakanadalah banyaknya kejadian yang meraka saksikan dan

banyaknya sahabat yang mendengar sabda Nabi SAW sebelum mereka masuk

islam. Di antara sahabat yang mendengar sabda Rasul SAW pada waktu belum

masuk islam adalah sahabat Zubair.Dia pernah mendengar Rosul SAW.Membaca

surat al- thur pada waktu sembahyang magrib , ketika dia tiba di Madinah untuk

menyelesaikan urusan perang Badar , dalam keadaan masih kafir.Akhirnya dia

masuk islam. Bila penerima oleh orang kafir yang kemudian di sampaikan setelah

memeluk islam dapat diterima maka sudah barang tentu dianggap sah

penerimaan hadis oleh orang fasik yang diriwayatkan setelah dia bertaubat.

1Ulama Kufah dalam kehidupan sehari-hari tidak menginginkan putra –putrinya

untuk belajar hadis sebelum mencapai usia 30 tahun,(Beirut: Dar AL-

fikr,1988)hlm,5.(Jakarta PT Paja Grafindo Persada)

Page 27: Suatu Metode Penelitian Hadis

2. Cara Penerimaan Hadis

Para ulam hadis menggolongkan metode menerima suatu periwayatan hadis

menjadi delapan macam: Al-Sima, Al-Qira’ah,Al-Ijazah,Al-Munawalah,Al-

Mutakabah ,Al-I’Ilam,Al-Wasiyah,Al-Wijadah

A. Al-Sima

Yakni suatu cara penerimaan hadis dengan cara mendengarkan sendiri dari

perkataan gurunya dengan cara dikatakan baik dari hafalan maupun dari tulisan

.Sehingga yang menghadirinya mendengar apa yang disampaikan

tersebut.Menurut jumhul ahli dari hadis bahwa cara ini merupakan cara

penerimaan hadis yang paling tinggi tingkatannya .Sebagai mereka ada yang

menyatakan bahwa al-sama yang dibarengi dengan al-kitabah mempunyai nilai

lebih tinggi dari paling kuat. Karana terjamin kebenarannya dan terhindar dari

kesalahan disbanding dengan cara-cara lainnya, di samping para sahabat juga

menerima hadis dari Nabi SAW dengan cra seperti ini.

Termasuk dalam kategori sama juga seseorang yang mendengarkan hadis dari

syeikh dari sattar (semacam kainpembatas/penghalang).Jumhul ulama

membolehkannya dengan berdasa pada para sahabat yang juga pernah

melakukan hal demikian ketika meriwayatkan hadis-hadis Rosulullah melalui

ummahat al-mu’minin (para istri nabi).

Menurut Al- Qadhi ,Iyad , yang dikutip oleh Al- Suyuthi , di dalam cara

(sama)ini, para ulama tidakmemperselisihkan kebolehan rawy dalam

meriwayatkan ,menggunakan kata-kata .

B. Al-Qira’ah

Yakni suatu cara penerimaan hadis dengan cara seseorang membacakan

hadis di hadapan gurunya, baik dia sendiri yang membacakan mampu orang lain ,

sedang sang guru mendengarkan atau menyimaknya , baik sang guru menghafal

maupun tidak tetepi dia memegang kitabnya atau mengetahui tulisannya atau

dia tergolong tsiqqah.

Ajjaj Al-Khatib dengan mengutib pendapat Imam Ahad mensyaratkan orang

yang membaca (qari) itu mengetahui dan memahami apa yang dibaca.Sementara

syarat bagi Syeikh dengan mengutib pendapat Imam Haramain hendaknya yang

ahli dan teliti ketika mendengar atau menyimak dari pada yang dibacakan oleh

Page 28: Suatu Metode Penelitian Hadis

qari;sehingga tahrif mampu tashif dapat terhindarkan. Jika tidak demikian maka

proses tahammul tidak sah.

Para ulama sepakat bahwa cara seperti ini dianggap sah, namun mereka

berbeda pendapat mengenai derajat al-qira’ah.Di antara mereka, seperti Al-Lais

bin Sa’ad ,Syu’ban Ibnu Juraih,Sufyan Al-Tsauri,Abu Hanifah, menganggap bahwa

al-qira’ah lebih baik jika dibandingkan al-sama , sebab dalam al-sama’ bila bacaan

guru salah, murid tidak leluasa menolak kesalahan,tetapi dalam al-qira’ah,bila

bacaan murid salah , guru segera membenarkan .Imam Malik ,Bukhari, sebagai

besar ulama Hijaz dan Kufah menganggap bahwa antara al-qira’ah dengan al-

sama, mempunyai derajat yang sama .Ibnu Abbas mengatakan (kepada

muridnya)”Bacakanlah kepada ku , sebab bacaan kaluian kepadaku seperti

bacaanku kepada kalian “. Sementara Ibnu Al-Shalah, Imam Nawawi dan Jumhur

ulama memandang bahwa al-sam’ lebih tinggi derajatnya disbanding dengan

cara al-qira’ah.

C. Al-Ijazah

Yakni seorang guru memberikan izin kepada muridnya untuk meriwayatkan

hadis atau kitab kepada seseorang atau orang-orang tertentu ,sekalipun murid

tidak membacakan kepada gurunya atau tidak mendengar bacaan gurunya .

Para ulama berbeda pendapat mengenai pengguna izasah sebagai cara untuk

meriwayatkan hadis .Ibnu Hazam mengatakan bahwa cara meriwayatkan hadis

dengan menggunakan ijazah ini dianggap bid’ah dan tidak diperbolehkandan

bahkan ada sebagian ulama yang menambahkan bahwa ijazah ini menetapkan

syarat hendaknya sang guru benar-benar mengerti tentang apa yang di izasahkan

dan naskah muridnya menyamai dengan yang lain , sehingga seolah-olah naskh

tersebut adalah aslinya serta hendaknya guru yang member ijazah itu benar-

benar ahli ilmu.

Al-Qadhi iyad membagi ijazah ini menjadi enam macam , sedang Ibnu Al-

Shalah menambah satu macam lagi, sehingga menjadi tujuh macam .Ketujuh

macam al-ijazah tersebut sebagai berikut:

Seorang guru mengijazahkan kepada seseorang tertentu atau kepada

beberapa orang tertentu sebuah kitab atau beberapa kitab yang dia

sebutkan kepada mereka.Al-Ijazah seperti ini diperbolehkan menurut

jumhur.

Page 29: Suatu Metode Penelitian Hadis

Bentuk ijazah kepada orang tertentu untuk meriwayatkan sesuatu yang

tidak tertentu, seperti “ saya ijazahkan dariku”. Cara seperti ini

menurut jumhur juga tergolonng yang diperbolehkan

Bentuk ijazah seara umum , seperti ungkapan “saya ijazahkan kepada

kaum Muslimin atau kepada orang –orang yang ada “ (hadir )”.

Bentuk al-ijazah kepada orang yang tidak tertentu untuk meriwayatkan

sesuatu yang tidak tertentu.Cara seperti ini dianggap fasid( rusuk)

Bentuk ijazah kepada orang yang tidak ada, seperti bentuk ijazah

seperti ini tidak sah.

Bentuk al- ijazah mengenai sesuatu yang belum diperdengarkan atau

dibacakan kepada penerima ijazah , seperti ungkapan “saya ijazah

kepadamu untuk kamu riwayatku dari sesuatu yang akan

kudengarkannya”. Cara seperti ini dianggap batal.

Bentuk al-ijazah al-mujazah , seperti perkataan guru “saya ijazahkan

kepadamu ijazahku”. Bentuk ini termasuk yang diperbolehkan

4Ajjaj Al-Khathib,Ushul Al-Hadits’Ulumuhuwa Mushthalahuhu,penerimaan

Hadia(Beirut:Dar Al-Fkir,1981)Editor: Imam Al- Rofi’i,cet Ke-4,hlm234.( Jakarta PT

Rajawali Pers)

Page 30: Suatu Metode Penelitian Hadis

B.Periwayatan Hadis

Sebagai mana telah disebutkan , bahwa al- ada’ialah menyampaikan atau

meriwayatkan hadis kepada orang lain.Oleh karnanya ,ia mempunyai peranan

yang sangat penting dan sudah barang tentu menurut pertanggung jawaban

yang cukup berat, sebab sah atau tihaknya suatu hadis juga sangat tergantung

padanya.Mengingat hal-hal seperti ini , jumhur ahli Hadis , ahli ushul dan ahli

fiqih menetapkan beberapa syarat bagi periwayat hadis, yakni sebagai berikut:

a. Islam

Pad waktu meriwayatkan suatu hadis , maka seseorang perawi harus muslim

,dan menurut Ijma , periwayatan kafir ridaksah.Seandainya perawinya seoran

fasik saja kita di suruh bertawakuf,maka lebih- lebih perawi yang kafir.Kaitannya

dengan masalah ini bisa kita bandingkan dengan firma Allah sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman , apabila datang kepadamu orang-orang fasik

membawa suatu berita , maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak

menimpakan sesuatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaan

sehingga kamu akan menyesal atas perbuatanmu itu”.(QS.Al-hujarat(49):6)

b. Baligh

Yang di maksud dengan baligh , ialah perawinya cukup usia ketika ia

meriwayatkan hadis , walau penerimanya sebelum baligh .Hal ini di dasarkan

pada hadis Rosull:

“Hilang kewajiban menjalankan syriat islam dari tiga golongan , yaitu orang

gila,sampai ia sembuh, orang yang tidur sampai bangun dan anak-anak ia

mimpi”.(HR.Abudaud dan Nasa”i)

Page 31: Suatu Metode Penelitian Hadis

c. Adil

Yang di maksud dengan adil adalah suatu sifat yang melekat pada jiwa

seeorang yang menyebabkan orang yang mempunyai sifat tersebut, tetap taqwa,

menjaga kepribadian dan percaya pada dirisendiri dengan kebenarannya,

menjauhkan diri dari dosa besar dan sebagian dosa kecil, dan menjauhkan diri

dari hal-hal yang mubah , tetapi tergolong kurang baik dan selalu menjaga

kepribadian .

d. Dhabid

Teringat kembali perawis saat penerimaan dan pemahaman suatu hadis yang ia

dengar dan hafal sejak waktu menerima dan menyampaikannya .

Jalannya mengetahui ke-dhabi-an perawi dengan jalan I’tibar terhadap berita-

beritanya dengan berita-berita yang tsiqat dan memberikan keyakinan .

Ada yang menyatakan , bahwa di samping syarat-syarat,sebagai mana di

sebutkan di atas , antara satu perawi dengan perawi lan harus bersambung,hadis

yang di sampaikan itu tidak syadz, tidak ganjil dan tidak bertentangan dengan

hadis hadis yang lebih kuat ayt-ayat al-quran .

Dari uraian di atas dapatlah di tarik kesimpulan bahwa altahamul dan al-ada

merupakan masalah yang cukup berat, baik beraitan dengan cara bertahamul

maupun syarat-syarat yang harus di penuhi dalam al- ada .

5Abu Daud, Sunan Daud, juz 4( SURIYAH: Dar Hadis,1974)cet ke-1 hlm 559. Hadis

nomor 4.4-2.(Jakarta:PT RajaGrafindo Persada)

Page 32: Suatu Metode Penelitian Hadis

BAB III

KESIMPULAN

Setelah di adakan penelitian , penulis menemukan bahwa metodologi

penelitian sanad hadis haruslah terpenuh lima langkah: pertama, menentukan

kesambungan sanad;kedua , menentukan kualitas pribadi periwayat;ketiga

,meneliti kualitas intelektual periwayat;keempat , sanad terhindar dari

syaz;kelima,terhindar dari illat.

Sementara langkah-langkah penelitian matan hadis menurut para ahli hadis

terdiri dari enam langkah : pertama, sanad nya sahih;kedua ,tidak bertentangan

dengan hadis mutawatir;ketiga, tidak bertentangan dengan petunjuk al-quran ;

keempat, sejalan dengan alur dan akal sehat ;kelima,tidak bertentangan dengan

sejarah ;dam ke enam ,susunan katanya mencerminkan cirri-ciri bahasa

kenabian.

Sebagai perwakilan dari tokoh kontenporer pengkaji hadis, dalam buku ini

hanya di bahas dua tokoh, yaitu Yusuf Qardhawi dan Muhammad al-

ghazali.Pemikiran Yusuf Qardawi tentang penentuan kesahihan hadis tidah jauh

berbeda dengan criteria yang dikemukakan oleh para ahli hadis terdahulu ,

namun ia lebih menekankan pada pendekatan sejarah dan kajian bahasa

.Sementara Muhammad al-ghazali , dalam melakukan penelitian hadis , ia hanya

mengfokuskan pada kajian atan hadis .

Page 33: Suatu Metode Penelitian Hadis

DAFTAR PUSTAKA

Bustamin M.Isa H.A.Salam,Metodologi Kritik hadis /Bustamin (Jakarta

:PT RajaGrafindo Persada 2004)

Dr.H.Munzier Suparta M.A, Ilmu Hadis/Munizer Suparta(

Jakarta;Rajawali Pers,2011)

Al-Nukkat’ala Kitab Ibn Shalah,Pengertian Hadis( Bogo;Granda

sarana)

Maliki, Pembagian Hadis,( Semarang ,Taha Putra2002)

Masyur Hakim dan Ubaidillsh,Urgensi penelitian

Hadis(Bandung,1999)