“TAKHRIJ HADIS-HADIS KITAB TAFSIR...
Click here to load reader
Transcript of “TAKHRIJ HADIS-HADIS KITAB TAFSIR...
1
“TAKHRIJ HADIS-HADIS KITAB TAFSIR AL-MISHBAH”
(Studi Kritik Sanad dan Matan Hadis pada Surah al-Rahmân)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud.)
Oleh
ASEP BADRU TAKIM
NIM: 102034024857
JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
2
TAKHRIJ HADIS KITAB TAFSIR AL-MISHBAH
(STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS-HADIS SURAH AL-RAHMÂN)
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul TAKHRIJ HADIS KITAB TAFSIR AL-MISHBAH (Studi Kualitas Sanad dan Matan Hadis-Hadis pada Surah al-Rahmân) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu 16 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu memperoleh gelar Sarjana Ushuluddin pada Program Studi Tafsir-Hadis.
Jakarta, 16 Juni 2010
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Prof. Dr. M. Ihsan Tanggok, M.Si Muslim, S.Th.I.
NIP. 19500804 198603 1 002
Anggota,
Penguji I Penguji II
Dr. Bustamin, M.Si. Drs. Hasanuddin Sinaga, M.A.
NIP. 19630701 199803 1 003 NIP. 19650207 199903 1 001
Pembimbing
Dr. M. Isa H.A. Salam M.Ag
NIP. 19531231 198603 1 010
3
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 2 Juni 2010
Asep Badru Takim
4
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahiim………
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Yang Maha Kuasa
dan telah memberikan berkah dan anugerahNya kepada penulis sehingga penulis mampu
melaksanakan tugas akhir untuk menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
Shalawat serta salam tak terhingga juga penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi
Besar Muhammad SAW.
Skripsi ini penulis buat sebagai syarat kelulusan dalam menempuh pendidikan
jenjang Strata-1 (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu
juga penulis berharap apa yang penulis teliti, yang dijelaskan di dalam skripsi ini, dapat
dipergunakan dengan baik oleh semua pihak yang membutuhkan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini :
1. Bapak Dr. Bustamin, M.Si. selaku ketua jurusan sekaligus pembimbing skripsi
penulis.
2. Bapak Dr. M. Isa H.A. Salam M.Ag. selaku pembimbing yang telah rela
meluangkan waktunya untuk mendukung dan membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak dosen penguji yang memberikan kritik dan saran pada skripsi ini.
4. Dosen-Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang telah mengajarkan kepada
penulis berbagai macam ilmu yang dapat penulis terapkan dalam penulisan
skripsi ini.
5. Kedua orang tua penulis, yang telah memberikan dukungan moril, semangat dan
materiil sehingga memperlancar proses penyusunan skripsi ini.
5
6. Kakak dan adik penulis, yang bersama-sama dengan penulis lewati susah senang
bersama.
7. Teman-Teman seperjuangan TH UIN 2002, terutama TH-B-02 atas terutama
kepada Aziz, Hadi, Ali, Fitriah Dewi, dan semua temen-teman tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini, baik
penulisan maupun aplikasinya sendiri. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan
kritik yang dapat membangun skripsi ini lebih baik lagi.
Jakarta, Juni 2010
Penulis
Asep Badru Takim
NIM. 102034024857
6
PEDOMAN TRANSLITRASI
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan Tidak dilambangkan ا B Be ب T Te ت Ts te dan es ث J Je ج H h dengan garis bawah ح Kh ka dan ha خ D De د Dz de dan zet ذ R Er ر Z Zet ز S Es س Sy es dan ye ش S es dengan garis bawah ص D de dengan garis bawah ض T te dengan garis bawah ط Z zet dengan garis bawah ظ koma terbalik di atas, menghadap ke kanan ‘ ع G Ge غ F Ef ف Q Ki ق K Ka ك L El ل M Em م N En ن W We و H Ha ه Apostrof ` ء Y Ye ي
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan --- A Fathah --- I Kasrah --- U Dammah
7
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan Ai a dan i ي ---و --- Au a dan u
8
DAFTAR ISI
PENGESAHAN SIDANG MUNAKOSAH……........................……………….. i
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………..............................… ii
KATAPENGANTAR…………………………………................................…………. iii
PEDOMAN TRANSLITERASI………………………………….............................. v
DAFTAR ISI………………………………………................................…………….. vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………….……...1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………..……..4
C. Kajian Pustaka…………………………………………...…....5
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian………………………….…..5
E. Metodologi Penelitian………………………………………....6
F. Sistematika Penulisan……………………………..…………. 7
BAB II M. QURAISH SHIHAB DAN TAFSIR AL-MISBAH
A. Riwayat Hidup M. Quraish Shihab…………………………..8
B. Mengenal Tafsir al-Mishbah……………………………........11
1. Pemilihan Nama al-Mishbah……………………….…….13
2. Sumber Penafsiran al-Mishbah………………………......15
3. Corak, Metode, dan Sistematika Penulisan Tafsir
9
al-Mishbah…………………………………………….....16
C. Kandungan Surat al-Rahmân dalam Tafsir al-Mishbah...........19
BAB III KEGIATAN TAKHRIJ HADIS DALAM TAFSIR AL-MISHBAH
PADA SURAH AL-RAHMÂN
A. Hadis Pertama “ Pengantin al-Qur’ân adalah al-Rahmân”….............22
1. Teks Hadis dan Kegiatan Takhrij Hadis……………….....................22
2. Kegiatan I’tibar……………………………………...........................…......25
3. Kegiatan Penelitian sanad Kualitas periwayat serta
Menyimpulkan Hasil Penalitian Sanad ………...........................27
B. Hadis Kedua “Jawaban jin atas ayat (fa biayyi ala’i Rabbikuma
tukadzdzihan)”……………………………………………….............................40
1. Teks hadis dan Kegiatan Takhrij Hadis………….................………40
2. Kegiatan I’tibar……………………………………...........................……..41
3. Kegiatan Penelitian Sanad Kualitas Periwayat serta
Menyimpulkan Hasil Penalitian Sanad……..………..............…….43
C. Hadis Ketiga “Aku tinggalkan pada kamu ats-Tsaqalain yakni
kitabullah dan Keluargaku”……………………………......................……..50
1. Teks Hadis dan Kegiatan Takhrij Hadis………………......................50
2. Kegiatan I’tibar………………………….............................…………………58
3. Kegiatan Penelitian Sanad Kualitas Periwayat serta
Menyimpulkan Hasil Penalitian Sanad ....……………….................60
D. Kualitas Matan Hadis Surah al-Rahmân……………………..90
1. Hadis 1…………………………………………………….90
2. Hadis 2………………………………………………….....91
10
3. Hadis 3………………………………………………….....92
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………94
B. Saran-saran……………………………………………….....95
DAFTAR PUSTAKA…………..………………………………………………96
11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hadis adalah segala perkataan, perbuatan, taqrir, dan hal ihwal yang
disandarkan kepada Nabi saw.1 Hadis menduduki tempat tertinggi dihati umat
Islam dan mendapat legitimasi dari al-Qur’ân sebagai sumber hukum Islam
setelah al-Qur’ân. Hadis merupakan penjelasan yang nyata terhadap ayat-ayat
al-Qur’ân yang masih global dan merupakan keterangan yang nyata bagi
keumuman ayatnya.2 juga merupakan sebagai sumber ketentuan agama Islam
sebagaimana ditentukan dalam agama Islam.3
Mengingat hadis adalah penjelas terhadap al-Qur’ân, Allah swt. telah
menerangkan di dalam al-Qur’ân seperti peran Nabi Muhammad saw. sebagai
mufassir al-Qur’ân Allah swt. berfirman dalam surat al-Nahl / 16: 44
لتبین للناس ما نزل إلیھم ولعلھم یتفكرونوأنزلنا إلیك الذكر
Artinya: “Dan kami turunkan kepada kamu al-Qur’ân agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”.4
Ayat diatas, menjelaskan tugas Rasulullah saw. ialah menjelaskan baik
dengan lisan maupun perbuatan, hal-hal yang masih gelobal dan sebagainya
1 Mudasir, Ilmu Hadis, (Bandung: Pustaka Abadi, 2005), h. 13-14 2 Fugsi hadis dalam penjelas al-Qur’ân itu bermacam-macam. Malik bin Anas
menyebutkan lima macam Fungsi; bayan al Taqri, bayan al Tafsir, baying al Tafsil, bayan al Bast, bayan al Tasyri. (Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadis, (Jakarta: gaya media Pratama, 1996), cet, ke-1, h. 26-27)
3 Assa’id, Sadullah, Hadis-hadis Sekte, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), cet, ke1, h. 6 4 Departemen Agama R.I, al-Qur’ân dan Terjemahan, (Semarang: Toha Putra, 1989), h.
408
12
yang terdapat dalam al-Qur’ân.5 Tugas ini berdasarkan perintah Allah swt.,
tentu saja penjelasan terhadap al-Qur’ân bukanlah sekedar membaca al-Qur’ân.
Banyak ayat yang mebutuhkan penjelasan praktis dan hal itu sudah dilakukan
oleh Rasulallah saw. Menolak penjelasan Rasulullah saw. sama saja dengan
menolak al-Qur’ân.6
Dari segi dalalahnya al-Qur’ân sama dengan hadis, masing-masing ada
yang Qath’i al Dilalah dan ada yang Zhanni al Dilalah. Hanya saja al-Qura’ân
bersifat global dan hadis bersifat terperinci. Namun dari sisi periwayatanya
jelas antara keduanya terdapat perbedaan. al-Qur’ân secara keseluruhan ayat-
ayatnya diriwayatkan secara mutawatir.7 sedangkan hadis tidaklah demikian.
Sebagian diriwayatkan secara mutawatir sebagian diriwayatkan secara ahad.8
Pada bentuk periwayatan mutawatir tentunya tidak termasuk dalam
bentuk penelitian karena telah diriwayatkan oleh banyak orang. Sebab,
menurut kebiasaan mustahil mereka akan sepakat berdusta dan kesalehannya
tidak diragukan lagi.9 Hadis semacam ini jelas akan ditetapkan setarap dengan
al-Qur’ân dari segi kehujahan dan pengamalannya
5 Menjelaskan tentang lafaz dan peraturan peraturannya, artinya menyampaikan ayat al-
Qur’ân tampa menyembunyikan satu ayat pun, sedemikian rupa, persis sebagaiman Allah swt. telah menurunkan wahyu tersebut kepada Nabi saw. Kemudian, menjelaskan arti kata, kalimat atau ayat yang memerlukan ketrangan, atau ayat-ayat yang bersifat mutlak. (Nashiruddin, Muhammad al Bani, Kedudukan Sunnah Dalam Islam, (Jkarta: PT Gagasan Indonesia), h. 9-10)
6 M.M Azami, Hadis Nabi, Sejarah dan Modifikasinya, (Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1994), h. 27
7 Mutawatir dalam Ilmu Hadis yaitu: Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah rawi yang semisal mereka dan seterusnya sampai akhir sanad. Sedangkan untuk Al Qur’ân antara lain maksudnya yaitu ayat-ayat-Nya diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw. melalui Malaikat Jibril secara langsung (DR. Nuruddin ‘ITR, Pengantar Ilmu Hadis, (Jakarta, Pustaka Bandung 1991), h. 196. Para ulama membaginya menjadi dua : Mutawatir lafadznya dan Mutawatir Maknanya, Hasbi, As Siddieqy , Muhammad. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Jakarta: PT Pustaka Rizki putra, 1997), cet, ke-1, h. 177
8 Muhammad Ajjaj al Khatibi, Usul al Hadis Ulumuhu Wa Mustalahuhu, (Beirut: Dar el Fikr, 199 M ), h. 302
9 M. Syuhudi Ismail. Kaidah Keshahihan Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang,1995), h. 4
13
Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah hadis-hadis yang
diriwayatkan secara ahad, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh sedikit orang
atau beberapa orang akan tetapi tidak sampai pada derajat mutawatir,10
sehingga pemberitaannya pun masih menjadi perbincangan. Dalam konteks
seperti ini jelas sekali akan muncul kesahalan-kesalahan baik dari segi
periwayatan maupun dari segi penulisan dan ini dinamakan Zanni al Wurud.
Walaupun demikian tidak serta merta hadis ahad ditolak, sebab yang
membedakan hanyalah dari segi jumlah (kuantitas) periwayatannya saja.
Sedangkan benar dan salahnya suatu berita, bukanlah ditentukan dari aspek
tersebut, melainkan juga oleh tingkat kualitasnya, yaitu sejauh mana
kredebilitas (‘adil dan dhabit) yang dimiliki oleh periwayat.11
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian terhadap
sejumlah hadis ahad merupakan upaya para ilmuan untuk menilai apakah
hadis-hadis tersebut dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya atau tidak.
Selanjutnya, kesahihan suatu hadis sangat diperlukan ketika hadis itu
disampaikan kepada masyarakat. Karena masyarakat, ketika mereka menerima
sebuah hadis, baik dalam ceramah agama di Majlis-Majlis ta’lim maupun yang
mereka baca dari kitab-kitab atau buku-buku, Mereka hanya menerima dan
memahami isi yang terkandung didalam hadis tersebut tanpa mereka
mengetahui secara detail teks hadis dan bahkan status dari hadis tersebut.
Salah satu contoh dari sekian banyak kitab atau buku yang beredar
dimasyarakat adalah kitab Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab. Sebuah
kitab tafsir yang menggunakan bahasa Indonesia baik dalam menafsirkan al-
10 Drs. Fatchur Rahman, Ikhtishar Musthalah Hadis, (Bandung: Al Ma’arif, 1995), h. 67 11 M.Syuhudi Ismail. Kaidah Keshahihan Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang,1995), h. 4
14
Qur’ân maupun dalam mencantumkan hadis beliau. Selain menggunakan
bahasa Indonesia dalam setiap hadis yang digunakannya beliau juga tidak
mencantumkan status hadis tersebut, yang padahal penggunaan hadis-hadis
tersebut erat kaitannya dalam proses pemahaman ayat-ayat Allah swt.,
sehingga menurut hemat penulis sangat diperlukan pejelasan tentang kondisi
hadis tersebut, terutama dari segi sanadnya.
Bertolak dari hal tersebut di atas, penulis akan mencoba menelaah hadis-
hadis yang terdapat di dalam Tafsir al-Misbah surah ar-Rahmân dan menjadi
alasan penulis memilih judul “Takhrij Hadis-Hadis Kitab Tafsir al-Misbah”
(Study Kritik Sanad dan Matan Hadis pada Surat ar-Rahmân)
A. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembatasan dan perumusan masalah ini lebih fokus serta dalam
menghindari kekaburan pemahaman, maka dapat diambil beberapa pokok
masalah yang akan dijadikan arah dan batasan, adapun pokok masalah adalah
Bagaimanakah kualitas sanad dan matan hadis-hadis surah ar-Rahmân dalam
kitab Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab?
Karena populasi hadis yang akan ditakhrij tidak merata dalam setiap
ayat, yakni dalam satu ayat terdapat satu atau dua hadis namun tidak jarang
pula tidak ada sama sekali, maka pengambilan sampel yang digunakan metode
purposive sampling, yakni pengambilan sempel populasi yang disandarkan atas
pertimbangan subjektif penulis. Dengan penetapan sampling, penulis
15
menetapkan kriteria hadis yang akan diteliti (takhrij) kualitas sanad sebagai
berikut:
1. Hadis tersebut tidak disebut sama sekali sanadnya, yakni langsung
disandarkan kepada Nabi saw., atau kepada perawi generasi sahabat.
2. Hadis tersebut dijadikan hujah oleh penafsir untuk memperkuat tafsirannya
atau sekedar bahan tulisan yang ditulis sebagai bahan perbandingan.
3. Hadis tersebut merupakan potongan matan atau kutipan hadis yang ditulis
sesuai persi mufassir yang apabila dihadirkan matannya secara lengkap
tentunya lebih baik.
B. Kajian Pustaka
Melalui penelusuran kepustakaan kebeberapa tempat, penulis tidak
menemukan judul yang sama dengan judul yang penulis ambil. Oleh karena
itu, penulis mengambil judul: “Takhrij Hadis-Hadis Kitab Tafsir al-Misbah”
(Sebuah Kajian Analisis Sanad dan Matan Hadis Surah al-Rahmân)
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Sesuai dengan perumusan di atas, maka penulisan skripsi ini bertujuan
untuk memberikan sumbangan untuk kajian Islam terutama dalam bidang hadis
khususnya Ilmu Jarah Wa al Ta’dil, Selain itu penelitian ini mempunyai tujuan
formal, yaitu untuk memenuhi persyaratan guna meraih keserjanaan Strata I
(SI) pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Tafsir Hadis.
16
D. Meodologi Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif. Sedangkan cara pengumpulan data melalui studi kepustakaan
(library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan, mengklarifikasi serta menelaah beberapa literatur yang
berkaitan dengan inti permasalahan. Sedangkan pembahasan dalam skripsi ini
bersifat deskriptis analitis, yaitu suatu pendekatan melalui pengumpulan data
dan pendapat para ahli, kemudian ditelaah dan dianalisis sehingga menjadi
sebuah kesimpulan.
Kegiatan penulisan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan
menggali informasi atau pesan dari bahan-bahan tertulis yang tersedia berupa
buku-buku, dokumen, majalah, surat kabar. Sumber data primer adalah kitab
Tafsir al-Misbah dan kitab-kitab yang berbentuk konkordasi yang merupakan
rujukan utama dalam penulisan skripsi ini.
Adapun sumber data sekunder berupa buku-buku kumpulan hadis di
antaranya kitab Kutubu Sitt’ah. selain itu penulis juga mengambil data dari
kitab-kitab ilmu hadis sebagai landasan teori dan kerangka acuan memahami
hadis. Karya-karya ini dijadikan bahan pembanding bagi sumber primer. Dari
sumber primer maupun sekunder, diharapkan akan memperoleh data kualitatif
sesuai yang diinginkan. Selanjutnya data-data yang telah dihimpun, diolah
dengan analisis, interpretasi dan studi konfarasi sehingga dapat memberikan
pengertian dan konklusi sebagai jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang
menjadi objek penelitian ini.
17
Sedangkan teknik penulisan skripsi ini, penulis berpodoman pada buku
pedoman Akademik Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2007/2008.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah serta agar lebih sistematis dalam penulisan skripsi
ini, maka penulisan skripsi ini dilakukan dengan membaginya kedalam empat
bab. Sebagai berikut:
Bab Pertama merupakan Pendahuluan dalam bab ini meliputi: Latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, metodologi penelitian,
tujuan dan kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. Bab ini memberi
gambaran singkat tentang masalah yang akan dibahas pada bab-bab
selanjutnya.
Bab kedua adalah menjelaskan tentang M. Quraish Shihab dan Tafsir al-
Misbah yang terdiri dari riwayat hidup pengaran kitab, membahas sumber,
corak, metode, sistematika dalam penafsirannya terhadap al-Qur’ân, serta
kandungan surat al-Rahmân Dalam Tafsir al-Mishbah.
Bab ke tiga yaitu kegiatan takhrij hadis yang terdapat dalam Tafsir al-
Mishbah dalam surah al-Rahmân yang terdiri dari hadis pertama, hadis kedua,
dan hadis ketiga serta membahas kualitas matan hadis-hadis tersebut.
Bab keempat adalah bab terakhir penulisan skripsi ini, berisi kesimpulan
dan saran-saran yang didasarka pada seluruh pembahasan diatas.
18
BAB II
M. QURAISH SHIHAB DAN TAFSIR AL-MISBÂH
A. Riwayat Hidup M. Quraish Shihab
Indonesia memiliki banyak mubaligh, ulama, intelektual, dan birokrat.
Akan tetapi yang menyatukan propesi itu pada satu kepribadian jelas tidak
banyak. Diantara yang sedikit itu adalah Prof Dr. M. Quraish Shihab, MA.
Beliau disebut mubaligh karena siraman rohani yang disampaikannya
menyejukan hati. Disebut ulama karena merupakan ahli tafsir lulusan
Universitas al-Azhâr. Disebut intelektual karena pandangan-pandangannya
selalu didasarkan pada penalaran sosial, dan disebut birokrat karena pernah
manjabat Menteri Agama, Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Duta
besar.
Setelah tugas Duta Besar untuk Mesir selesai, tokoh yang dikenal santun
ini mengembangkan lembaga Studi al-Qur’ân, satu-satunya lembaga studi
suasta di Indonesia yang secara spesifik menekuni kajian al-Quar’ân sebagai
fokus utamanya.
M. Quraish Shihab lahir pada tanggal 16 Februari 1944 di Rappang,
Sulawesi Selatan. Beliau merupakan salah satu putra dari Abdurrahman
Shihab (1905-1986), seorang wiraswasta dan ulama yang cukup popular.
Ayahnya adalah guru besar dalam bidang tafsir, dan pernah menjabat Rektor
19
di IAIN Alauddin Makassar. Ia juga salah seorang penggagas berdirinya UMI
(Universitas Muslim Indonesia), Universitas swasta terkemuka di Makassar.12
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Makassar, Quraish
melanjutkan studi ke Pondok Pesantren Darul Hadîs al-Faqihiyah, yang
terletak di kota Malang, Jawa Timur. Di kota yang sejuk itu, beliau nyantri
selama 2 tahun. Pada 1958, dalam usia 14 tahun, beliau berangkat ke Kairo,
Mesir. Keinginan berangkat ke Kairo ini terlaksana atas bantuan beasiswa
dari pemerintah daerah Sulawesi.
Sebelum melanjutkan studinya di Mesir, Quraish mendapat rintangan.
Beliau tidak mendapat izin melanjutkan minat studinya pada jurusan Tafsir
Hadis, karena nilai bahasa Arab yang dicapai dianggap kurang memenuhi
syarat. Padahal, dengan nilai yang dicapainya itu, sejumlah jurusan lain
dilingkungan al-Azhâr bersedia menerimanya, bahkan menurutnya, beliau
juga bisa diterima di Universitas Kairo dan Dârul Ulum. Untuk itu, beliau
mengulangi studinya selama satu tahun. Belakangan beliau mengakui bahwa
studi yang dipilihnya itu ternyata tepat. Selain merupakan minat pribadi,
pilihan untuk mengambil bidang studi al-Qur’ân rupanya sejalan dengan
besarnya “kebutuhan umat manusia akan al-Qur’ân dan penafsiran atasnya”.
Berkenaan dengan jurusan yang dipilihnya ini, sesuai dengan kecintaan
terhadap bidang tafsir yang telah ditanam oleh ayahnya sejak beliau kecil.
Mengenai hal ini, Quraish menulis sebagai berikut:
12 Arif Subhan, Tafsir yang Membumi”, Tsaqafah, 2003, Vol. 1, No. 3, lihat juga,
M.Quraish shihab, Membumikan al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), h. 14
20
“Seringkali beliau mengajak anak-anaknya duduk bersama. Pada saat-saat seperti inilah beliau menyampaikan petuah-petuah agama. Banyak dari petuah itu- yang kemudian saya ketahui sebagai ayat-ayat al-Qur’ân atau petuah Nabi saw., sahabat, atau pakar-pakar al-Qur’ân-yang hingga detik ini masih terngiang ditelinga saya,… dari sanalah benih kecintaan kepada studi al-Qur’ân mulai tersemai di jiwa saya”.13
Universitas al-Azhâr, seperti diketahui, selain merupakan pusat
gerakan pembaharu Islam, juga merupakan tempat yang tepat untuk studi al-
Qur’ân. Pelajar Indonesia yang melanjutkan studinya ke Mesir cukup banyak.
Mesir menjadi tujuan studi islam yang bersaing dengan Haramayn.14
Di Mesir, Quraish tidak banyak melibatkan diri dalam aktivitas
kemahasiswaan. Meskipun demikian, beliau sangat aktif memperluas
pergaulan terutama dengan mahasiswa-mahasiswa dari Negara-nagara lain.
Mengenai kegiatannya ini Quraish mengatakan, “bergaul dengan mahasiswa
dari negara lain, ada dua manfaat yang dapat diambil. Pertama, dapat
memperluas wawasan, terutama mengenai kebudayaan bangsa-bangsa lain
dan kedua, memperlancar bahasa Arab”.15
Belajar di Mesir sangat menekankan aspek hapalan. Hal ini juga
dialami oleh Quraish, beliau sangat mengagumi kuatnya hafalan orang-orang
Mesir, khususnya dosen-dosen al-Azhâr. Belajar dengan cara ini bukan tidak
ada segi positifnya, meskipun banyak mendapat kritik dari para ahli
pendidikan moderen. Bahkan menurutnya, nilai positif ini akan bertambah
13 M.Quraish shihab, Membumikan al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), h. 14 14 M.Quraish shihab, Membumikan al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), h. 14. lihat juga,
Hamdan anwar, “Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab”, Mimbar Agama dan Budaya, Vol. XIX, No. 2, 2002, h. 170
15 Arif Subhan, Tafsir yang Membumi”, Tsaqafah, 2003, Vol. 1, h. 83
21
jika kemampuan menghapal itu dibarengi dengan kemampuan analisis.
Masalahnya adalah bagaimana menggabungkan dua hal ini?.16
Pada tahun 1967, Quraish meraih gelar Lc (S1) dari Fakultas
Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Universitas al-Azhâr. Kemudian beliau
melanjutkan studinya di fakultas yang sama, dan pada tahun 1969 beliau
berhasil meraih gelar MA untuk spesialis bidang Tafsir al-Qur’ân. Dengan
tetisnya yang berjudul al-Ijâz al-Tasyr’I li al-Qur’ân al-Karim.17
Quraish pulang ke Indonesia untuk mendarmabaktikan ilmunya di
IAIN Alauddin Makasar. Kemudian pada tahun 1980, beliau kembali ke
Kairo untuk melanjutkan studinya pada jurusan yang sama. Pada tahun 1982
beliau berhasil meraih gelar doktor dalam bidang tafsir, setelah berhasil
mempertahankan disertasinya yang berjudul Nazhm al-Durâr li al-Biqâ’iy
Tahqiq wa Dirâsah. Gelar tersebut diraih dengan yudisium Summa Cum
Laude disertai dengan penghargaan tingkat 1 (Mumtaz ma’a martabat al-
Syaraf al-‘Ula).18
B. Mengenal Tafsir al-Mishbâh
M. Quraish Shihab merupakan sosok intelektual yang sangat
produktif. Ditengah kesibukannya yang luar-biasa sebagai dosen, pejabat
tinggi, dan aktifis organisasi, beliau masih sempat menulis berbagai karya
ilmiah yang bernuansa sejuk, sederhana dan mudah dipahami. Karya-
16 Arif Subhan, Tafsir yang Membumi”, Tsaqafah, 2003, h,. 3 17 M.Quraish shihab, Membumikan al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), h. 6 18 M.Quraish shihab, Membumikan al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), h. 6
22
karyanya yang telah ditulis baik berupa artikel, rubrik, maupun buku-buku
sangat bayak.19 Diantara tulisannya yang terkenal adalah Tafsir al-Mishbâh.
Buku ini dapat dikatakan sebagai karya puncak usahanya dalam tulisan.
Terdiri dari 15 volume, tafsir ini mulai ditulis pada tahun 1999 hingga akhir
tahun 2003. Kehadiran tafsir ini kiranya semakin mengkukuhkannya sebagai
tokoh tafsir Indonesia bahkan Asia Tenggara dan dunia.
Di bawah ini disebutkan sebahagian karya-karyanya yang lain yang juga
sangat terkenal adalah:
1. Tafsir al-Manâr, Keistimewaan dan Kelemahannya. Diterbitkan di
Makassar pada tahun 1984.
2. Tafsir al-Amânah. Merupakan kumpulan artikel dari rubrik tafsir yang
diasuhnya pada majalah Amânah. Diterbitkan oleh Pustaka Kartini 1992.
3. Membumikan al-Qur’ân, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat. Karya ini merupakan kumpulan makalah yang ditulisnya
dalam rentang waktu antara 1976 sampai 1992. Diterbitkan oleh Mizan
pada tahun 1992.
4. Tafsir al-Qur’ân al-Karîm. Isinya adalah tafsiran dari 24 surah pendek
yang didasarkan pada urutan turunnya dan mengunakan metode tahlili.
Karyanya ini diterbitkan oleh Pustaka Hidayah pada tahun 1997.
Dan masih banyak lagi karya tulisannya yang banyak dibaca dan
dijadikan rujukan oleh orang banyak terutama para mahasiswa.
19 Hamdan anwar, “Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab”,
Mimbar Agama dan Budaya, Vol. XIX, No. 2, 2002, h. 173
23
5. Pemilihan Nama al-Mishbâh
Karya ini diberinama al-Mishbâh: Pesan, kesan dan Keserasian al-
Qur’ân. Pemilihan nama al-Mishbâh bukan tanpa dasar sama sekali,
meskipun secara eksplist Quraish tidak menyebut dasar penamaan. Paling
tidak ada dua hal yang mendasari panamaan tersebut. Pertama, di dalam kata
pengantar ditemukan sedikit penjelasan. Sebagaimana diketahui, nama
tersebut berasal dari bahasa Arab yang artinya lampu, pelita, lentera atau
benda lain yang berfungsi serupa, yaitu memberi penerang bagi mereka yang
berada dalam kegelapan. Dengan demikian dapat diduga bahwa harapan
beliau adalah memberi penerang dalam mencari petunjuk dan pedoman hidup
terutama bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam memahami makna al-
Qur’ân secara langsung karena kendala bahasa.20 Kedua, didasarkan pada
awal kegiatan Quraish dalam menulis di Jakarta. Kendati kegiatan tulis-
menulis beliau sudah terlihat di Makassar sebagaimana dibuktikan dari
karyanya, namun produktifitas sebagai penulis mendapat monumennya
setelah beliau bermukim di Jakarta. Pada tahun 1980-an beliau diminta
menjadi pengasuh rubrik “Pelita Hati” pada Harian Pelita. Uraian-uraian yang
disajiakannya menarik banyak pihak. Itu karena dalam setiap tulisannya,
beliau memberikan nuansa yang sejuk, tidak bersifat menggurui dan
menghakimi. Pada tahun 1994, kumpulan tulisannya itu diterbitkan oleh
Mizan dengan judul Lentera Hati, dari sinilah nampaknya pengambilan nama
al-Mishbâh itu berasal, yaitu bila dilihat dari maknanya. Analisis yang
dikemukakan adalah bahwa kumpulan tulisannya pada rubrik “Pelita Hati”
20 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh. Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân,
(Ciputat: Lentera Hati, 2000), Vol.1, h. 176-177
24
diterbitkan dengan judul Lentera Hati. Lentera merupakan padanan kata dari
pelita yang arti dan fungsinya sama-sama memberikan penerang. Dalam
bahasa arab lentera, pelita atau lampu disebut dengan mishbâh dan inilah
yang dipilih sebagai nama. Penerbitnya juga mempergunakan nama yang
sama yakni Lentera Hati.21
Motifasi yang melatar belakangi adalah hal yang niscaya ada pada
suatu karya apa pun, Tak terkecuali Tafsir al-Mishbâh. Paling tidak ada dua
alasan yang melatar belakangi penuisannya. Pertama, motivasi itu didasarkan
pada tanggung jawab moral penulisnya sebagai ulama yang wajib
memberikan penerangan kepada umat sesuai bidangnya. Rasa tanggung
jawab ini muncul ketika menyadari bahwa al-Qur’ân yang merupakan
petunjuk bagi manusia harus dipahami dan dimengerti maknanya. Tetapi
kenyataan bahwa umat Islam Indonesia mempunyai keterkaitan yang besar
terhadap al-Qur’ân dan hannya berarti pada pesona bacaannya adalah fakta.
Hal ini disebabkan oleh kendala bahasa. Mengenai hal ini beliau menguraikan
sebagai berikut: “Adalah kewajiban para ulama untuk memperkenalkan al-
Qur’ân dan menyuguhkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya sesuai
dengan harapan dan kebutuhan itu”.22 Kedua, tidak sedikit umat Islam yang
mempunyai keterkaitan yang luar biasa terhadap makna-makna al-Qur’ân,
tetapi mengalami beberapa kendala, terutama waktu, ilmu-ilmu yang
mendukung, dan kelangkaan buku-buku rujukan yang memadai dari segi
kecakupan informasi dan kejelasannya.
21 Hamdani Anwar, “Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Mishbah Karya M. Quraish
Shihab”, Mimbar Agama dan Budaya, Vol. XIX, No. 2, h. 176-177 22 M.Quraish shihab, Membumikan al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), h. 12
25
Motifasi Quraish dalam menulis Tafsir Mishbâh tersebut tampak
sejalan dengan penegasan yang disampaikan oleh Ibn Katsir dalam
muqaddimah tafsirnya. “Adalah menjadi kewajiban para ulama untuk
mengungkapkan maksud dari kalam Ilahi, menafsirkannya, mempelajarinya,
dan mengajarkannya”.23
6. Sumber Penafsiran al-Mishbâh
Tafsir al-Mishbâh dapat digolongkan sebagai ta-tafsir bi al-ra’yi.24
Kesimpulan itu diambil dari pernyataan penulisnya yang diungkapkan pada
akhir “Sekapur Sirih” yang merupakan sambutan dari karya ini. Redaksi yang
ditulisnya adalah sebagai berikut:
“Akhirnya penulis perlu menyampaikan kapada pembaca bahwa apa yang dihidangkan disini bukan sepenuhnya ijtihad penulis. Hasil ulama-ulama terdahulu dan kontemporer, serta pandangan-pandangan mereka sungguh banyak penulis nukil khususnya pandangan pakar tafsir Ibrahim Umar al-Bi’qa’i (w. 885 H / 1480 M) yang karya tafsirnya masih berbentuk manuskrip menjadi bahan disertasi penulis di Universitas al-Azhâr, Kairo, dua puluh tahun yang lalu. Demikian juga karya tafsir Pemimpin Tertinggi al-Azhar dewasa ini, Sayyid Muhammad Thanthawi al-Sya’rawi dan tidak ketinggalan pula Sayyid Quthub, Muhammad Thahir ibn Asyur, Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i, serta pakar-pakar tafsir lainnya”.25
Pernyataannya di atas mengisyaratkan, paling tidak dua hal. Pertama,
Sumber penafsirannya adalah ijtihadnya sendiri. Kedua, adalah rujukan yang
berasal dari pendapat dan fatwa ulama, baik ulama yang terdahulu maupun
yang masih hidup. Sementara itu, selain mengutip pendapat para ulama,
Quraish juga mempergunakan ayat-ayat al-Qur’ân dan hadis Nabi saw.
23 Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, (Kairo: Mathba’ah al-Istiqâmah, 1958), jilid. 1, h. 3 24 Kata al-ra’yi secara etimologis, berarti keyakinan, qiyas dan ‘Ijtihad. Jadi tafsir bi al-
ra’yi adalah penafsiran yang dilakukan dengan cara ijatihad. Lihat Hamdani Anwar , OP. Cit., h. 180. Lihat juga, Supiana dan M. Karman, Ulumul Qur’ân dan pengenalan Methode Tafsir, (Bandung: Pustaka Islamika, 2002), h.306
25 M.Quraish shihab, Membumikan al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), h. xii
26
sebagai bahan dari penjelasan tafsir yang dilakukan. Karena itu, Tafsir al-
Mishbâh juga dapat dikelompokan kedalam tafsir bi al-ra’yi yang mahmudah
sebagaimana yang diungkapkan oleh al-Zarqani, berlaku pada tafsir bi al-
ra’yi yang memperhatikan norma-norma yang telah ditetapkannya.26
Sedangkan yang tidak merujuk seperti semestinya, maka penafsirannya
dinilai madzmumah.27
7. Corak, Metode dan Sistematika Penulisan Tafsir al-Mishbâh
Dalam litelatur studi tafsir dikenal beberapa corak tafsir. Misalnya;
tafsir falsafi, tafsir ilmî, tafsir lughawi, tafsir fiqhi, tafsir adâbi, tafsir ijtimâ’i.
dipandang dari sudut pandang itu, Tafsir al-Mishbâh dapat dikategorikan
dalam corak tafsir ijtimâ’i atau kemasyarakatan. Hal ini didasarkan pada
kecenderungan tafsir ini mengupas masalah-masalah sosial dan mamberikan
jalan keluar atasnya. Panilaian ini dapat menimbulkan pertanyaan mengingat
istilah yang digunakan cenderung berbeda dari teori dasar tafsir yang telah
dikemukakan pakar sebelumnya, yaitu corak adâb al-ijtimâ’i (corak sastra
dan kemasyarakatan). Hal ini sengaja dilakukan dengan pertimbangan bahwa
penulis bukanlah seorang yang pakar sastra, baik sastra bahasa Indonesia
maupun Arab.28
26 al-Zarkasyi, al-Burhan fi ‘Ulumul al-Qur’ân, (Kairo: Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah,
1957), jilid. II, h. 49 27 Al-Zarkasi telah menetapkan norma-norma bagi tafsir bi al-ra’yi yang tercela ini adalah
sebagai berikut: Tidak merujuk pada al-Qur’ân dan Sunnah, tidak merujuk pada riwayat sahabat, tidak memperhatikan kaidah dan aturan kebahasaan dengan tepat, dan tidak menafsirkan sesuai dengan konteks redaksi ayat. Lihat al-Zarkasyi, al-Burhan fi ‘Ulumul al-Qur’ân, (Kairo: Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, 1957), jilid. II, h. 156-161
28 Lihat Hamdan Anwar, “Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab”, Mimbar Agama dan Budaya, Vol. XIX, No. 2, 2002, h. 185
27
Dari segi metodologi, Tafsir al-Mishbâh menggunakan metode tahlili.
Kesimpulan ini dapat dengan mudah dilihat dari cara penafsiran yang terdapat
dalam karya ini, yaitu dengan menjelaskan ayat demi ayat, surah demi surah,
sesuai dengan susunan dalam mushaf. Metode ini sengaja dilakukan oleh
penulisnya, karena beliau ingin mengungkapkan semua isi al-Qur’ân secara
rinci agar petunjuk-petunjuk yang terkandung di dalamnya dapat dijelaskan
dan dipahami oleh para pembaca.
Namun demikian, sebenarnya Quraish tidak begitu tertarik untuk
menggunakan metode tahlili. Di dalam beberapa kesempatan, beliau selalu
mengemukakan bahwa metode yang digunakannya itu memiliki beberapa
kelemahan. Menyadari hal tersebut, beliau memberikan tambahan lain dalam
karyanya. Beliau menilai bahwa cara yang paling baik dalam menghidangkan
pasan al-Qur’ân adalah dengan metode maudhu’i, yaitu dengan
mengungkapkan pesan al-Qur’ân sesuai dengan tema yang diinginkan. Selain
itu metode ini memiliki beberapa keistimewaan. Dengan dasar itu, beliau
berupaya menggunakan metode maudhu’i dalam tafsirnya. Sehubungan
dengan upayanya itu, beliau menyatakan sebagai berikut:
“Dalam konteks memperkenalkan al-Qur’ân dalam buku ini, penulis berusaha dan akan terus berusaha menghidangkan bahasan setiap surah pada apa yang dinamai tujuan surah, atau tema pokok surah. Memang, menurut para pakar, setiap surah ada tema pokoknya”.29
Berkaitan dengan sisitematika penulisan Tafsir al-Mishbâh, dapat
dikemukakan sebagai berikut:
29 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh. Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân,
(Ciputat: Lentera Hati, 2000), Vol.1, h. vii
28
1. Tafsir dimulai dengan pengantar yang menjelaskan surah
secara global.
2. Penulisan ayat-ayat dikelompokan ke dalam tema-tema tertentu
sesuai dengan urutannya, kemudian diikuti dengan terjemahnya
3. Uraian kosa kata yang dipandang perlu dalam penafsiran
makna ayat.
4. Ayat dan hadis yang dijadikan penguat atau bagian dari
tafsirnya hanya ditulis dengan terjemahnya saja.
Adapun jumlah keseluruhan Tafsir al-Mishbâh adalah 15 volume
dengan pembagian sebagai berikut; Volume I berisi tafsiran surat al-Fatihah
dan al-Bâqarah. Volume II; surah al-Imrân dan an-Nisâ. Volume III; surah al-
Mâidah. Volume IV; surah al-An’âm. Volume V; surah al-A’râf, al-Anfâl,
dan at-Taubah. Volume VI; surah Yunûs, Hûd, Yusûf, dan ar-Râ’d. Volume
VII; surah Ibrâhim, al-Hijr, an-Nahâl, dan al-Isrâ. Volume VIII; al-Kahfi,
Maryâm, Thâhâ, al-Anbiyâ. Volume IX; surah al-Hâjj, al-Mu’minûn,an-Nûr,
dan al-Furqân. Volume X; surah asy-Syu,arâ, an-Naml, al-Qashâsh, dan al-
Ankabut. Volume XI; surah ar-Rûm, Lukman, as-Sajdâh, al-Ahzâb, Sabâ,
Fâthir, dan Yâsin. Volume XII; surah ash- Shâffat, ashad, az-Zumâr, Ghâfir,
Fushshilât, asy Syurâ, dan az-Zukhrûf. Volume XIII; surah ad-Dhukhân, al-
Jâtsiyah, al Ahqâf, Muhammad, al-Fâth, al-Hujurât, Qâf, adz-Dzâriyât, ath-
Thur, an-Nujm, al-Qomâr, ar-Rahman, dan al-Wâqi’ah. Volume XIV; al-
Hadid, al-Mujâdalah, al-Hasyr, al-Mumtahnah, ash-Shâff, al-Jumu’ah, al-
Munâfiqun, al-Taqhâbun, ath-Thalâq, at-Tahrîm, Tabârak, al-Qalâm, al-
29
Hâqqah, al-Ma’ârij, Nûh, al-Jînn, al-Muzzammîl, al-Muddatstsîr, al-Qiyâmah,
al-Insân, dan al-Mursalât. Sementara volumr XV berisi Juz ‘Ammâ.
Demikian sistematika penulisan yang dilakukan M. Quraish Shihab dalam
karya ini.
C. Kandungan Surat ar-Rahmân dan Dalam Tafsir al-Mishbâh
Surah ar-Rahmân adalah surah makkiyyah menurut pendapat mayoritas
ulama, penamaannya dengan ar-Rahmân telah dikenal sejak zaman Nabi saw.
Nama tersebut diambil dari awal kata surah ini. Hal yang unik dalam al-
Qur’ân bahwa surah ini diawali dengan salah satu nama Allah swt. yaitu ar-
Rahmân - sesudah Basmalah.
Surah ar-Rahmân dikenal juga dengan nama ‘Arus al-Qur’ân yang
secara harfiah berarti pengantin al-Qur’ân. Penamaan surah itu karena
indahnya surah ini, dan karena di dalamnya terulang sekian kali ayat fa bi
ayyi âlâ’i Rabbikumâ tukadzdzibân, yang diibaratkan dengan aneka hiasan
yang dipakai oleh pengantin.30
Ayat pertama yakni ar-Rahmân tercantum apa adanya dan berdiri
sendiri yang menerangkan keseluruhan surat dan mengatur isi baik dari segi
arti maupun pesannya. Dalam surah ini Allah swt. dengan nama-Nya ar-
Rahmân muncul sebagai subjek yang diikuti oleh sebuah predikat kata kerja
yang mengandung arti pembatasan, dalam pengertian hannya dialah yang
melakukan ini dan itu. Dalam surah ini terdapat serangkaian predikat kata
30 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân,
(Ciputat: Lentera Hati, 2000), Vol. 13, muqaddimah surah ar-Rahmân
30
kerja yang muncul berturut-turut tampa kata sambung yang semuanya
bergantung pada kata ar-Rahmân.
Pengaruh ayat pertama yakni ar-Rahmân terhadap ayat-ayat selanjutnya
semakin ditekankan oleh aspek suaranya. Sebab sebagi ayat yang berdiri
sendiri yang diakhiri oleh alif panjang dan nun, maka ayat ini menentukan
pola fashihah atau sajak pada akhir ayat-ayat selanjutnya yang pada
khususnya mengandung “an” dan pada beberapa ayat “am”, yang tidak
banyak merubah pola ini mengingat “n” dan “m” keduanya berbunyi
konsonan yang didengungkan (ayat 1-6 ditrasliterasikan untuk menunjukan
efek ini).31
Tema surah ini adalah uraian tentang nikmat-nikmat Allah swt.,
bermula dari nikmatnya yang terbesar dan teragung yaitu al-Qur’ân.
Thabathaba’i berpendapat bahwa surah ini mengandung isyarat tentang
ciptaan Allah swt. dengan sekian banyak bagian-bagiannya di langit dan
bumi, darat dan laut, manusia dan jin, di mana Allah swt. mengatur semua itu
dalam satu pengaturan yang bermanfaat bagi manusia dengan jin - bermanfaat
untuk hidup mereka di dunia yang akan binasa yang kekal abadi diakhirat.32
Paling tidak ada tiga hal isi surah ar-Rahmân yang di kelompokan
kedalam tiga kelompok ayat yakni:
1. Ayat 1-30 membahas tentang karunia Allah swt. di dunia. Namun
pada ayat ke 13 mengetengahkan tantangan terhadap lawan-lawan
31 Muhammad Abdul Halim, Memahami al-Qur’ân “Pendekatan Gaya dan Tema”,
(Bandung: Marza, 2002), Cet. 1 h. 218 32 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh. Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân,
(Ciputat: Lentera Hati, 2000), Vol.13, h, Muqaddimah surah ar-Rahmân
31
bicara-Nya (manusia dan jin) “maka nikmat Tuhan kamu yang
manakah yang kamu dustai”, yang disebut secara berulang-ulang.
2. Ayat 31-45 berisi tentang tantangan kepada lawan bicara-Nya
untuk melarikan diri dari pengadilan - orang-orang yang berdosa
tidak akan mampu menyelamatkan dirinya dari hukuman yang
eksistensinya telah mereka dustakan.
3. Ayat 46-77 membahas tentang berbagai nikmat yang menjadi
balasan bagi dua golongan yang beriman.33
33 Muhammad Abdul Halim, Memahami al-Qur’ân “Pendekatan Gaya dan Tema”, (Bandung: Marza, 2002), h. 217
32
BAB III
KEGIATAN TAKHRIJ HADIS-HADIS DALAM TAFSIR AL-
MISHBAH PADA SURAH AL-RAHMÂN
E. Hadis Pertama “ Pengantin al-Qur’ân adalah al-Rahmân”
4. Teks Hadis dan Kegiatan Takhrij Hadis
Dalam Tafsir al-Mishbah, mufassir mengambil matan hadis tertulis
sebagai berikut: Nabi saw. bersabda: “Segala sesuatu memiliki pengantin
dan pengantin al-Qur’ân adalah surat al-Rahmân”34. Jika ditranslit
kedalam bahasa Arab maka hadis tersebut berbunyi:
نمحالر نآرالق وسرع و وسرع ءيش لكل: النبي صلى اهللا علیھ و سلم یقول
Untuk menetahui kejelasan hadis di atas berserta sumber-
sumbernya, penulis tidak terlepas dari metode takhrij yang digunakan,
sebagaimana yang telah disingung di dalam bab 1, penulis mengawali
kegiatan takhrij ini dengan memilih berbagai macam cara ulama hadis
dalam pembukuan hadis mereka.
Diantara metode yang digunakan oleh ulama, ada yang
menyusunnya dengan abjad hijaiyah (alif, ba’,ta, dan sebagainya), ada
yang menyusunnya sesuai dengan tema hadis, seperti: tentang shalat, zakat
dan lain-lain, ada yang menyuusunnya menurut nama-nama perâwî
terakhir, adakalanya perâwî pertama itu sahabat bila hadisnya muttasîl35,
34 M. Quraish Shihab, “Tafsir al-Misbah” Pesan, Kesan dan keserasian al-Qur’ân,
Ciputat: Lentera Hati, 2000, h. 491. 35 Muttasîl maksudnya ialah para perawi yang tercantum pada sanad antara murid dan
guru bertemu (liqa). Baik itu dari segi masa hidupnya, daerah tempat tinggalnya dan profesinya sebagai muhaddisin. Lihat Endang Soetari, Ilmu Hadis, (Jakarta: Amal Bakti Press, 1997), Cet. 2, h.136.
33
dan adakalanya tabî’in bila hadis itu mursal36. Hadis tersebut ada yang
ditulis lengkap dan ada pula yang hannya potongan saja. Ada pula yang
menyusun menurut kriteria-kriteria hadis.
seperti: hadis qudsi, mutawatir, maudu’37, mursal. Serta ada pula
yang disusun berdasarkan lafadz-lafadz yang terdapat dalam matan
hadis.38
Berangkat dari beragam ulama dalam pembukuan hadis serta
penyusunannya, maka dapat diperoleh berbagai metode takhrij yaitu:
a. Dengan cara mengetahui sahabat yang meriwayatkan hadis.
b. Dengan cara mengetahai lafadz pertama dari matan hadis.
c. Dengan cara mengetahui lafadz matan hadis yang sedikit berlakunya.
d. Dengan cara mengetahui pokok bahasan atau tema hadis.
e. Dengan cara meneliti keadaan-keadaan hadis baik dalam sanad atau
matan.39
Dari kelima metode di atas, tidak mengharuskan seorang peneliti
menggunakan semua metode, terkadang ditemukan hannya tiga atau dua
metode saja, jika memang metode yang dipilihnya itu sudah dapat
memadai usaha penelusuran hadis.
36 Yang dimaksud mursal ialah gugur pada sanad terakhir atau perawi pertama (sahabat),
yakni tabi’in menisbahkan matan hadis kepada Nabi saw, tanpa menyebutkan dari sahabat mana ia menerima hadis. Lihat:Endang Soetari, Ilmu Hadis, h. 149.
37 Hadis maudu’ ialah hadis bikinan, yang dibuat oleh orang lain selain Nabi saw., dan merupakan bentuk hadis da’if yang terburuk yang paling parah. Lihat Imam al-Nawawi, Dasar-Dasar Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), Cet. 1, h. 35.
38 Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1996), Cet. 1, h. 116-122.
39 Mahmud at-Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, terj, Ridwan Nasir, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), cet. 1, h. 25.
34
Dalam skripsi ini, penulis hanya menggunakan dua metode:
Pertama, penulis menggunakan metode penelusuran hadis bi alfadz yakni
penelusuran hadis dengan mengunakan kata-kata pada matan hadis, baik
berupa fi’il atau isim. Adapun kitab yang digunakan adalah kitab al-
Mu’jam al-Mufahras li al-AlFadz al-Hadîts. Kedua, metode penelusuran
hadis dengan menggunakan awal khafaz matan hadis. Adapun kitab yang
digunakan adalah kitab Mausua’ah Atraf al-Hadîts al-Nabawî Syarîf.40
Matan hadis di atas, dapat ditemukan melalui metode takhrij hadis
pada awal matan melalui kitab Mausua’ah Atraf al-Hadîts al-Nabawî
Syarîf, maka kata-kata yang dapat ditelusuri adalah: لكل شيء عروس
Dalam kitab Mausua’ah Atraf al-Hadîts al-Nabawî Syarîf Nabawî
Syarîf:41
الرحمن عروس القرآنو لكل شيء عروس
٢١٨ مشكاة -
١٤٠: ٦ منثور -
٢٦٣٨ كنز -
١٥١: ١٧قرطبي -
Dari informasi di atas, dapat diketahui bahwa riwayat tersebut
terdapat di dalam kitab hadis:
1. Musyakâh al-Mashâbih li al-Tibrizî: 2180.
2. Al-Dâr al-Mantsûr li al-Suyûti: 6: 140.
40 Jika kedua metode penelusuran hadis yang digunakan tidak dapat menemukan secara
langsung hadis yang ingin diketahui, maka langkah yang akan dilakukan penulis selanjutnya adalah menelusurinya dengan berpegang kepada keterangan yang diperoleh dari kedua metode tersebut.
41 Abû Hâjir Muhammad al-Sa‘îd Basyûnî Zaglûl, Mausû’ah Atrâf al-Hadîts, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), cet. 1, jilid 6, h. 645.
35
3. Kanz al-‘Umâl li al-Muttaqî al-Hindî: 2638.
4. Tafsir al-Qurtubî: 17: 151.
Dari kitab-kitab petunjuk di atas, dapat diketahui bahwa hadis
yang akan diteliti terdapat dalam kitab Syu’ab al-Îmân dan hanya memiliki
satu jalur. Oleh karena itu, penelitian sanad hadis terfokus pada riwayat
yang ada di dalam kitab Syu’ab al-Îmân disamping mengikuti keterangan
yang terdapat dalam kitab Tafsir al-Misbah. Teks hadisnya adalah:42
لحسن أخبرنا أبو عبد الرحمن السلمي ثنا علي بن الحسین بن جعفر الحافظ ببغداد ثنا أحمد بن ا
محمد بن یحیى بن جعفر الكسائي المقري ثنا ھشام الیزیدي ثنا علي بن حمزة دبیس المقرئ ثنا
الكسائي ثنا موسى بن جعفر عن أبیھ جعفر عن أبیھ عن علي بن الحسین عن أبیھ عن علي
لكل شيء عروس و عروس : النبي صلى اهللا علیھ و سلم یقول سمعت : رضي اهللا عنھ قال
القرآن الرحمن
5. Kegiatan I’tibar
Kegiatan i’tibar adalah memperlihatkan dengan jelas seluruh sanad
hadis yang diteliti, termasuk nama-nama periwayatnya, dan metode
periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat. Untuk
kepentingan tersebut maka diperlukan pembuatan skema untuk seluruh
sanad bagi hadis yang diteliti.
Lihat skemanya pada halaman berikut.
42 Riwayat al- Baihaqî hannya terdapat satu jalur, sebagaimana yang terdapat dalam kitab
aslinya. lihat, al-Baihaqî, Abû Bakar Ahamad bin Husain bin ‘Alî, Syu’ab al-Imân li-Baihaqî (Beirut: Dâr al-Kitâb al-‘Ilmiyah, t.t.), h. 257
36
37
Setelah dilihat dalam skema dapat diambil natijah bahwa: Dari
segi hubungan periwayatan, tidak semua perawi yang diteliti bersambung.
Dari segi perlambangan, hadis yang diteliti hampir keseluruhan sanadnya
mendapatkan hadis dengan cara bertemu dan mendengar langsung, dengan
menggunakan lambang ( أخبرنا ,ثنا ,عن ,سمعت ).
6. Kegiatan Penelitian Kualitas Periwayat serta Menyimpulkan
hasil Penelitian Sanad
Kegiatan penelitian sanad ini adalah untuk memperoleh informasi
mengenai keadaan perawi termasuk metode periwayatannya. Pada bagian
ini diperlukan kitab-kitab yang menerangkan keadaan perawi hadis, baik
dari sisi biografinya, pribadinya, kritik terhadap perawi yang bersangkutan
dan sebagainya.
Al-Baihaqî (w. 458 H)
Nama lengkap: Al-Imâm al-Hâfiz al-‘Allâmah al-Jalîl, al-Usûlî al-
Zâhid al-Wara‘, Syaikh‘ Khurasân, Sâhib al-Tasânif: Abû Bakar Ahmad
bin al- Husain bin ‘Alî bin ‘Abdillah bin Mûsâ al-Baihaqî al-Naisâbûrî43.
Gurunya: Al-Hâkim Abî ‘Abdullâh al-Hâfiz, ‘Abdullâh bin
Yûsuf al-Asbahânî, Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ibnu Rajâ` al-
Adîb, Ishâq bin Muhammad bin Yûsuf al-Sûsî, Mansûr ibn al-Husain al-
Maqra’.
43 Abî Bakr Ahmad bin al-Husain bin ‘Alî al-Baihaqî, al-Sunan al-Saghîr, jilid 1, (Beirut:
Dâr al-Kitab al-‘Ilmiyah,1992), h. 3.lihat Abû ‘Abdillah Syams al-Dîn Muhammad al-Dzahabî. Tadzkirat al-Huffâz, jilid 3, (Beirût: Dar al-Kitab al-‘Ilmiyah, t.t.), h. 1132., lihat al-Dzahabî. Siyaru ‘Alâm al-Nubalâ i, jilid 18, h. 163-164.
38
Muridnya: - 44
Pendapat ulama hadis tentang dirinya:
1. Al-Hâfiz ‘Abd al-Ghâfir bin ‘Ismâ‘îl di dalam târîkhnya: Al-Baihaqî
adalah seorang tokoh ulama ternama, beliau juga terkenal sebagai
orang yang zuhud dan wara‘. Beliau melanjutkan bahwa, Abû Bakar
al-Faqîh, al-Hâfiz, Usuluddîn, al-Wara‘, salah seorang yang hafal pada
masanya, dari pembesar al-Hâkim, beliau menambahkan berbagi
macam ilmu kepada al-Hâkim, menulis, melatih al-Hâkim menghafal
hadis, menguasai hingga mahir. Abû Bakar mengambil disiplin ilmu
Usuluddin, beliau pergi ke Iraq, Jabal Hijaz, kemudian mulai menulis,
karangannya hampir 1000 Juz, dari apa yang tidak pernah dilakukan
seorangpun, beliau memadukan/ mengumpulkan ilmu fikih dan hadis,
menjelaskan ‘ilal hadis, menaruh perhatian berbagai macam hadis,
banyak para imam belajar dari Baihaqî sampai Naisabur, untuk
mendengar berbagai macam kitab, menyelesaikan kitab selama 41
tahun 3 bulan, kemudian forum menyimpulkan untuk mendengarkan
(membedah) kitab ma‘rifah dan para imam pun menghadirinya.
2. Al-Qudat Abû ‘Alî Ismâ‘îl bin al-Baihaqî: Beliau adalah seorang
teman kita yang salih dan paling banyak bacaannya.45
3. Al-Sam‘ânî: Beliau imam yang faham, Hâfiz, yang mengumpulkan
ilmu hadis dan fiqih.46
44 Setelah penulis melacak kebeberapa kitab Rijal dan Tarikh, penulis tidak menemukan
keterangan tentang murid-muridnya. 45 Al-Syamsyu al-Dîn bin Muhammad bin Ahmad bin ‘Ustman al-Dzahabî. Siyaru A‘lâm
al-Nubalâ i, (Beirut: Muwasasah al-Risâlah, 1985) jilid 18, h. 167.
39
4. Lahir 384 H. bulan Sya‘ban, dan meninggal pada hari ke sepuluh bulan
Jumâdi al-Awal tahun 458 H.47
Terdapat pertemuan dengan gurunya Abû ‘Abd al-Rahmân al-
Sulamî, para ulama menilainya positif (ta’dîl) tingkat pertama disamping
penilaian positif lainnya, Beliau menerima hadis dengan cara takhbir (
.Oleh karena itu, periwayatannya dapat diterima .( أخبرنا
Abû ‘Abd al-Rahmân al-Sulamî (w. 412 H)
Nama lengkap: Muhammad bin Abû ‘Abd al-Rahmân al-Sulamî,
Syaikh Sufiyah, Sâhib al-Târih dan Tabaqâh.
Gurunya: Al-Asam.
Muridnya: Al-Baihaqi.
Pandangan ulama kritikus hadis terhadap dirinya:
1. Al-Hâkim: Beliau adalah ahli Zuhud, tasawuf, كثیر الحدیث, متقنا
2. Al-Sirâj : Insya Allah tidak tergolong pendusta.
3. Al-Khatîb : Beliau wafat bulan Sya’ban tahun 412 H.48 الحدیثصاحب ,
Terdapat kemungkinan pertemuan dengan muridnya melalui tahun
wafatnya, penilaian para ulama positif (ta’dil) tingkat pertama, disamping
46 Abî Sa‘ad ‘Abd al-Karîm bin Muhammad bin Mansûr al-Tamîmî al-Sam‘ânî. Al-
Ansâb, jilid 2, (Kairo: Maktabah Ibnu Taimiyah, 1980), h. 381. 47 Syamsu al-Dîn Ahmad bin Muhammad bin Abî Bakr bin Khalkân. Wafâyat al-A‘yân,
jilid 1, (Beirût: Dâr Sâdr, t.t.), h. 76. 48 Al-Imam al-Hâfiz Syihâb al-Dîn Ahmad bin ‘Alî bin Hajar al-‘Asqalânî. Lisân al-
Mîzân, jilid 7, h. 140. Lihat juga Abî Bakr Ahmad ‘Alî al-Khatîb al-Baghdâdî. Târikh Baghdâd au Madînah al-Salâm, jilid. 2, (Beirût: Dar al-Fikr, t.t.), h.248
40
penilaian positif lainnya, dan Beliau juga menerima hadis dengan cara
tahdits ( ثنا )49. Oleh karena itu, periwayatannya dapat diterima.
‘Alî bin Husein bin Ja’far al-Hâfiz (w. 276 H)
Nama lengkap: ‘Alî bin Husein bin Ja’far bin Karnîb al-Rasâfî,
Abû Hasan al-Bazâr. Nama tersebut adalah nama yang digunakan oleh
Ibnu Hajar.
Gurunya: Al-Baghandî, dan Hamid bin Syua’îb.
Muridnya : -50
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Al-Dâruqutnî: Apabila dalam namanya diberi pangkat al-Hâfiz dan al-
Ma’rifah maka hal tersebut benar-benar lemah. Ia wafat tahun 276 H.
2. Ibnu Abî al-Fuwaris: الكذاب (pembohong), dia orang yang suka
mencampur-campurkan hadis. Aku pernah melihat kitabnya yang
penuh dengan kebohongan, dia memotong tulisan diawal juz dan
mengganti dengan tulisannya sendiri.
3. Al-Khatîb: ضعیف , gelar al-Hâfiz dan al-Ma’rifah adalah bohong.
Tidak terdapat kemungkinan pertemuan baik dengan guru maupun
muridnya, para ulamapun menilainya negatif (al-Jarh), meskipun Beliau
menerima hadis dengan cara tahdits ( ثنا ). Oleh karena itu, periwayatannya
tidak diterima.
Ahmad bin Hasan Dubaisi
49 Kata ( ثنا ) tsannâ merupakan singkatan dari kata ( حدثنا ) Hadatssannâ, oleh karena itu
kata tsanaâ termasuk kata tahdîts. 50 Abî Bakr Ahmad ‘Alî al-Khatîb al-Baghdâdî. Târikh Baghdâd au Madînah al-Salâm,
jilid. 6, (Beirût: Dar al-Fikr, t.t.), h. 275
41
Nama lengkap: Ahmad bin Hasan bin ‘Alî bin Husein, Abû ‘Alî al-
Muqrâi yang dikenal dengan sebutan Dubaisi, atau Ahmad bin Hasan bin
‘Alî al-Muqarî Dubaisi.51
Gurunya: Muhammad bin ‘Abd al-Nûr dan Muhammad bin
Musafî.
Muridnya: Abû Bakar bin al-Muqraî, Ibnu Mudzaffâr, dll.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Al-Dâruqutnî berpendapat bahwa Ahmad bin Hasan: لیس ثقة
2. Al-Khatîb juga menilai bahwa beliau adalah 52.منكر الحدیث
Terdapat kemungkinan pertemuan, melalui tahun wafat antara ‘Alî
bin Husein bin Ja’far al-Hâfiz (w. 276 H) dengan Muhammad bin Yahyâ
bin Ja’far al-Kisâî (w. 280 H), namun para ulama menilainya negatif (al-
Jarh) tingkat kedua. Meskipun Beliau menerima hadis dengan cara tahdits
.periwayatannya tidak dapat diterima ,( ثنا )
Muhammad bin Yahyâ bin Ja’far al-Kisâî (w. 280 H)
Nama lengkap: Muhammad bin Yahyâ bin Zakariya, Abû ‘Atu
tibdullâh al-Muqraî yang dikenal dengan sebutan al-Kisâî al-Sagîr.
Gurunya: Khalaf bin Qisyâm al-Bazzâr, ‘Alî bin Mughirah al-
Atsrâm, Abâ Mishal Sâhib al-Kisaî, Abâ Hârits al-Laits bin Khâlid.
Muridnya: Abû Bakar bin Mujahid, ‘Alî Ahmad bin Hasan
Dubais.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya :
1. Ibnu al-Jazarî : 53. ثقة
51 Abî Bakr Ahmad ‘Alî al-Khatîb al-Baghdâdî. Târikh Baghdâd au Madînah al-Salâm, jilid. 4, (Beirût: Dar al-Fikr, t.t.), h. 77.
52 Al-‘Asqalânî, Lisân al-Mîzân, juz.1, h. 153.
42
Terdapat pertemuan dengan muridnya: Abû ‘Alî Ahmad bin
Hasan Dubais, penilaian ulama positif (ta’dil) tingkat ketiga. Dan Beliau
juga menerima hadis dengan cara tahdits ( ثنا ). Oleh karena itu,
periwayatanya dapat diterima.
Hisyâm al-Yazîdî
Setelah penulis menelusuri kitab-kitab Rijal al-Hadis dan Tarikh,
penulis tidak menemukan nama tersebut, baik setelah menelusurinya
melalui perawi sebelumnya maupun sesudahnya. Perawi ini oleh penulis
dinilai majhul. Dia menerima hadis dengan cara tahdits ( ثنا ).
‘Alî bin Hamzah al-Kisâî (w. 189 H)
Nama lengkap: ‘Alî Abû Hamzah bin ‘Abdullâh bin Qais al-Asadî,
Abû Hasan al-Muqraî al-Kisâî.
Gurunya: Hamzah al-Ziyati, Abû Bakar bin ‘Iyâsy, Muhammad bin
Sahl.
Muridnya: Abû ‘Ubaid al-Qâsim bin Sallâm, Abû Zakariyâ al-
Farrâi, Ahmad bin Abî Suraij.54
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab الثقات
2. Beliau adalah salah satu ulam ahli qiraat dan tajwid di Baghdad. Guru
qiraatnya adalah Hamzah al-Ziyâti, Sulaimân bin Arqâm, Ja’far al-
Sâdik, dan Ibnu ‘Uyaynah. Beliau juga menerima hadis dari guru-guru
53 Abî Bakr Ahmad ‘Alî al-Khatîb al-Baghdâdî. Târikh Baghdâd au Madînah al-Salâm,
jilid. 4, (Beirût: Dar al-Fikr, t.t.), h. 655. 54 Abî Muhamad ‘Abd al-Rahman bin Abî Hâtim Muhammad Idrîs bin al-Mundzir al-
Tamîmî al-Hanzalî al-Râzi, al-Jarh wa al-Tadîl Jilid 6, (Beirût: Dâr al-Kitab al-‘Ilmiyah,1953), h. 182.
43
qiraatnya. Murid-muridnya dalam qiraat cukup banyak diantaranya,
Hafs bin ‘Umar al-Râzî.
3. Beliau pengarang kitab Ma’ânî al-Qurân dan al-Atsâr fî al-Qurân.
4. ‘Alî bin Hasan bin Bakar dari Ahmad bin Kamal al-Qâdî: Beliau wafat
hari Minggu tahun 189, dalam usia 70 tahun.55
Terdapat pertemuan dengan gurunya melalui tahun wafatnya, para
ulama menilai positif (ta’dil) tingkat pertama, disamping penilaian positif
lainnya, dan Beliau menerima hadis dengan cara tahdits ( ثنا ). Oleh karena
itu, periwayatannya dapat diterima.
Mûsâ bin Ja’far (128 - 183 H)
Nama lengkap: Muhammad bin ‘Alî bin Husein bin Alî Abî Tâlib
al-Quraisyî al-Hasyîmî al-‘Aluyyû (Abû Hasan al-Madânî al-Kazîm).
Gurunya: Ayahnya (Ja’far bin Muhammad al-Sâdik), ‘Abdullâh
bin Dinâr, ‘Abd al-Malik bin Qudamah al-Jumanî.
Muridnya: anaknya (Ibrâhîm bin Mûsâ bin Ja’far), ‘Alî bin
Hamzah al-Kasâî, Ismâ’îl bin Mûsâ bin Ja’far, Husein bin Mûsâ bin
Ja’far, Sâlih bin Yazîd, Mûsâ bin Ja’far Abû Hasan Ridâ, saudaranya
(Muhammad bin Ja’far), Muhammad bin Sadaqah al-Anbarî.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Abû Hâtim: ثقة, صدوق. dan seorang Imam muslim.
2. Yûsuf bin Ya’kûb al-Syaibanî dari Zaid bin Hasan al-Hindî dari ‘Abd
al-Rahmân bin Muhammad al-Qazzâz dari Abû Bakar Ahmad bin ‘Alî
55Al-Khatîb al-Baghdâdî. Târikh Baghdâd au Madînat al-Salâm, jilid. 13, h. 345.
44
bin Tsâbit al-Khabîbi mengatakan bahwa Mûsâ bin Ja’far lahir di
Madinah pada tahun 128 H. dan wafat pada tahun 183 H.56
Terdapat pertemuan dengan gurunya: Ayahnya (Ja’far bin
Muhammad al-Sâdik) dan muridnya: ‘Alî bin Hamzah al-Kasâî,
penilaian ulama positif (ta’dil) tingkat pertama, disamping penilaian
positif lainnya, dan Beliau menerima hadis dengan cara ‘an‘anah ( عن ).
Oleh karena itu,periwayatannya dapat diterima.
Abihi: Ja’far bin Muhammad al-Sâdik (80-148 H)
Nama lengkap: Ja’far bin Muhammad bin ‘Alî bin Husein bin ‘Alî
bin Abî Tâlib al-Quraisyî al-Hasyîmî (Abû ‘Abdullâh al-Madânî al-Sâdik).
Ibunya adalah Ummû Farwah binti Qâsim bin Muhammad bin Abû Bakar
al-Siddîk.
Gurunya: ‘Ubaidillâh bin Râfi’ Kâtibul ‘Alî, ‘Urwah bin Zubeir,
’itâi bin Abî Rabâh, kakeknya (Qâsim bin Muhammad bin Abî Bakar al-
Siddîk), ayahnya (Abî Ja’far Muhammad bin Qâsim), Muhammad bin
‘Alî al-Bâqir, Muhammad bin Muslim bin Syihâb al-Zuhrî, Muhammad
al-Munkadir, Muslim bin Abî Maryam, Nâfi’ (Maulâ) Ibnu ‘Umar.
Muridnya: Abân bin Taglab, Ismâ’îl bin Ja’far, Hâtim bin Ismâ’îl,
Hasan bin Sâlih bin Hayyî, Hasan bin ‘Îyâsy, Abû Bakar bin ‘Îyâsy, Hafs
bin Giyâsy, Zuhair bin Muhammad al-Tamîmî’ Zaed bin Hasan al-Anmâtî,
Sa’îd bin Sofyan al-Islamî, Sofyân Tsaurî, Sofyân bin ‘Uyanah, Sulaimân
bin Bulâl, Mûsâ bin Ja’far al-Kadîmî, Malik bin Anas.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
56 Al-Mizî, Jamal al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf, Tahdzib al-Kamal fi Asma al-Rijal, (Beirut:
Dar al-Fikr, 1995), jilid. 29, h. 43.
45
1. Ahmad bin Salâmah al-Naisâbûrî dari Ishâq bin Rahâwiyah berkata:
Saya bertanya kepada Syafi’î, bagaimana menurutmu Ja’far bin
Muhammad? lalu Syafi’î mejawab: ثقة
2. Abbâs al-Daurî dari ‘Utsmân bin Sa’îd al-Dârimî dari Abû Bakar Ibnu
Abî Khutsaimah, Ahmad bin Sa’ad bin Abî Maryam dari Yahyâ bin
Ma’în berkata: ثقة
3. Abû Bakar al-Ji’âlî, Abû Bakar bin Manjuwiyah dan Abû Qâsim al-
Lalikâi. Mereka mengatakan: Ja’far bin Muhammad lahir pada tahun
80 H.
4. Hasan al-Madânî, Khalifah bin Khayyât dan Zubair bin Bakar mereka
mengatakan: Beliau wafat pada tahun 148 H.57
Terdapat pertemuan dengan muridnya: anaknya (Ja’far bin
Muhammad al-Sâdik) dan gurunya: ayahnya (Abî Ja’far Muhammad
bin Qâsim), para ulama menilainya positif (ta’dil) tingkat kedua, beliau
juga menerima hadis dengan cara ‘an‘anah ( عن ). Oleh karena itu,
periwayatannya dapat diterima.
Abihi: Abî Ja’far Muhammad bin Qâsim (w. 114/118 H)
Nama lengkap: Muhammad bin ‘Alî bin Husein bin ‘Alî bin Abî
Tâlib al-Quraisyî al-Hasyîmî, Abû Ja’far al-Bâqir. Ibunya adalah ‘Ummu
‘Abdullah binti Hasan bin ‘Alî bin Abî Tâlib.
Gurunya: Anas bin Mâlik, ‘Alî bin Husein bin ‘Alî, Jâbir bin
‘Abdullâh, kakeknya (Hasan dan Husein), ‘Abdullâh bin ‘Umar bin
Khattab, ‘Abdullâh bin Abbâs.
57 Al-Mizî, Tahdzib al-Kamal fi Asma al-Rijal, jilid. 5, h. 74-97
46
Muridnya: Abân bin Taglib al-Kûfî, Abyad bin Abân, anaknya
(Ja’far bin Muhammad bin ‘Alî bin Husein), Rabi’ah bin ‘Abd al-
Rahmân, ‘Abdullâh bin ‘Atai, Syaibah bin Nisâh, Hakam bin ‘Utaybah.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Muhammad bin Sa’ad: beliau adalah Tabaqah yang ketiga dari ahli
Madinah, wafat tahun 118 H.
2. Al-‘Ijlî: Tabi’in Ahli Madinah, ثقة
3. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab الثقات
4. Ibnu Barqî: Beliau adalah seorang ahli fikih pada masanya, wafat
tahun 114 H.58
Terdapat pertemuan dengan muridnya: anaknya (Ja’far bin
Muhammad bin ‘Alî bin Husein) dan gurunya: ‘Alî bin Husein, para
ulama menilai positif (ta’dil) tingkat pertama, disamping penilaian positif
lainnya, dan beliau juga menerima hadis dengan cara ‘an‘anah ( عن ). Oleh
karena itu, periwayatannya dapat diterima.
‘Alî bin Husein (w. 74 H)
Nama lengkap: ‘Alî bin Husein bin ‘Alî bin Abî Tâlib al-Qurasyî
al-Hasyîmî, Abû Husein.
Gurunya: pamannya (Hasan bin ‘Alî bin Abî Tâlib), ayahnya
(Husein bin ‘Alî bin Abî Tâlib), Dzakwan Abî ‘Amrû (Maulâ) ‘Aisyah,
Sa’îd bin Marjânah, Sa’îd bin Musayyib, ‘Abdullâh bin Abbâs, kakeknya
(‘Alî bin Abî Tâlib), dll.
58 Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ i al-Rijâl, jilid.26, h. 137
47
Muridnya: Habîb bin Abî Tsâbit, Hakam bin ‘Utaibah, anaknya
(Zaed bin ‘Alî bin Husein), anaknya (‘Abdullâh bin ‘Alî bin Husein),
anaknya (Abû Ja’far bin ‘Alî bin Husein), ‘Abudullâh bin ‘Abd al-
Rahmân bin Mauhib, dll.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Al-‘Ijlî : ثقة
2. ‘Umar bin Syabbât dari Ibnu ‘Aisyah dari ayahnya: Berkata Tawis:
Beliau adalah رجل صالح, dari ahlul Bait.
3. Ibnu Sa’ad: Wara’, ثقة مأمونا ,كثیر الحدیث
4. Abu Hâtim dan yang lainya: Aku tidak pernah melihat orang Hisyam
yang lebih utama yang lebih utama darinya.59
5. Al-‘Ijlî menambahkan: Aku tidak pernah melihat orang Hisyam yang
lebih utama yang lebih utama dari ‘Alî bin Husein.60
6. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab الثقات
7. Ma’mar dari Zuhrî: aku tidak pernah menemui Ahli Bait yang lebih
utama dari ‘Alî bin Husein bin ‘Alî. Abû Wahbi juga berpendapat
demikian.61
Terdapat pertemuan dengan gurunya ayahnya (Husein bin ‘Alî)
dan muridnya anaknya (Abû Ja’far bin ‘Alî), para ulama menilainya
positif (ta’dil) tingkat pertama, disamping penilaian positif lainnya, Beliau
juga menerima hadis dengan cara ‘an ‘anah ( عن ). Oleh karena itu,
periwayatannya dapat diterima.
59 Syihâb al-Dîn Ahmad bin ‘Alî bin Hajar al-‘Asqalânî. Tahdzîb al-Tahdzîb, jilid 7,
(Beirût: Dar al-Fikr, t.t.), h. 262-275. 60 Abî Hâtim Muhammad bin Hibân bin Ahmad al-Tamîmî al-Bustî. Al-Tsiqât, jilid 8,
cetakan pertama, (Haiderabâd al-Dakan: Majlis Dâirah al-Ma‘rifah, 1982), h. 514. 61 Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ i al-Rijâl, jilid.20, h. 383
48
Abihi: Husein bin ‘Alî (w. 61 H)
Nama lengkap: Husein bin ‘Alî bin Abî Tâlib al-Qurasyî al-
Hasyîmî, Abû ‘Abdullâh al-Madânî.
Gurunya: kakeknya (Rasulullah saw), ayahnya (‘Alî bin Abî
Tâlib), ‘Umar bin Khattâb, ibunya (Fatimah binti Rasulullah saw).
Muridnya: anaknya (‘Alî bin Husein), Basyar bin Ghîlib al-Asadî,
saudaranya (Hasan bin ‘Alî bin Abî Tâlib), ‘Ikrimah (Maulâ) Ibnu ‘Abbâs,
Sa’îd bin Khâlid al-Kûfî, anak perempuannya (Fatimah binti Husein,
Sukainah binti Husein).
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya :
1. Tidak hanya satu ulama yang berkata bahwa: Husein adalah cucu dari
Rasulullâh saw. anak dari ‘Alî Bin Abî Tâlib.
2. Khalifah bin Khiyât: Husein lahir tahun ke empat Hijriyah.
3. Zubeir bin Bakkâr, Muhammad bin Sa’îd: Husein lahir hari kamis
bulan Sya’ban tahun 4 H. wafat pada hari Jum’at bulan ‘Asyura tahun
61 H. beliau dibunuh di Karbala.
4. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab الثقات
5. Hafs bin Ghiyâts dari Ja’far bin Muhammad: Hasan dan Husein adalah
dua orang yang tidak perlu lagi dilakukan penelitian tentang mereka.
6. ‘Abdullâh bin Ziyâd al-Asadî dari ‘Amrû bin Tsâbit dari al-A’masy
dari Abî Wail Syaqîq bin Salamah dari ‘Ummu Salamah: Husein
sedang bermain-main di atas pangkuan Rasulullah ketika itu Malaikat
49
Jibril datang dan berkata: Ada diantara umatmu yang akan membunuh
Husein. Mendengar hal itu Rasulullâh menangis.62
Dari sekian kritikus hadis tidak satu pun yang mencela Husein bin
‘Alî bin Abî Tâlib. Ia merupakan cucu Nabi, sehingga tidak diragukan lagi
ketsiqahannya, terdapat pertemuan dengan gurunya ayahnya (‘Alî bin
Abî Tâlib) dan muridnya anaknya (‘Alî bin Husein). Beliau menerima
hadis dengan cara ‘an ‘anah ( عن ). Oleh karena tidak diragukan lagi
ketsiqahannya, maka periwayatannya dapat diterima.
‘Alî bin Abî Tâlib ra. (w. 64 H.)
Nama lengkap: Abû Manaf bin ‘Abd Mutallib bin Hasyîm al-
Quraisyî.
Gurunya: Nabi Muhammad saw., Abû Bakar, ‘Umar bin Khatâb,
‘Usman bin affan, dll.
Muridnya: Khilâs bin ‘Amr al-Hajarî, anaknya Husein bin ‘Alî,
Husein bin Sofwân, Sa’îd bin Musyayyah, dll.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Tidak hanya satu ulama yang berkata bahwa ‘Alî bin Abî Tâlib adalah
anak bungsu Abû Tâlib. ‘Alî lebih muda dari Ja’far dengan selisih 10
tahun (Ja’far lebih muda dari ‘Aqil dengan selisih 20 tahun) ‘Aqil
lebih muda dari Tâlib dengan selisih 10 tahun.
2. Abu Bakar bin ‘Abd al-Bâr berkata: Abû Ja’far Muhammad bin ‘Alî
bin Husein ditannya tentang sifat-sifat ‘Alî bin Abî Tâlib, maka ia
menjawab: ‘Alî adalah pria berkulit sawo matang pekat, berat tatapan
62 Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ i al-Rijâl, jilid.6, h.225
50
matanya, perut gendut, botak kepala bagian depan, pendek, tidak
memakai semit, dan telah diriwayatkan terkadang beliau menyemir
kunung janggutnya.
3. Ishâq berkata: orang yang pertama kali iman kepada Allah dan
Rasulnya dari kalanyan pria adalah ‘Alî bin Abî Tâlib sebagaimana
pendapat ibnu Sihab, dan ia menambahkan dari kalangan pria setelah
Siti Khadizah dan demikian pendapat mayoritas tentang Khadizah ra63.
Dari sekian kritikus hadis tidak satu pun yang mencela ‘Alî ra., Ia
merupakan sahabat Nabi yang pertama masuk islam. Terdapat pertemuan
dengan gurunya: Nabi Muhammad saw. dan muridnya: Husein bin ‘Alî.
Oleh karena tidak diragukan lagi ketsiqahannya, maka periwayatannya
dapat diterima.
Penalitian sanad hadis riwayat al-Baihaqî melalui Abû ‘Abd al-
Rahmân al-Sulamî, sampai ‘Alî bin Abî Tâlib ra, dapat disumpulkan
bahwa sebahagian periwayat dalam keadaan bersambung antara guru
dengan muridnya, sebahagian lainnya tidak. Komentar-komentar para
kritikus hadis pun menyatakan bahwa tidak semua periwayat bersifat ‘adil
dan dabit, seperti ‘Alî bin Husein bin Ja’far al-Hâfiz dan Ahmad bin
Hasan Dubîsi yang dinilai pendusta dan mungkar al-hadis, dan Hisyâm al-
Yazîdî, yang majhul (tidak terlacak). Oleh karena tiga perarawi yang tidak
memenuhi persyaratan kesahîhan sanad hadis tersebut, maka sanad hadis
ini berkualitas da’if.
63 Al-Mizî, Tahdzib al-Kamal fi Asma’ al-Rijal, jilid. 13, h. 293-306. Lihat juga Al-
‘Asqalânî. Tahdzîb al-Tahdzîb, jilid 7, h. 297
51
B. Hadis Kedua “Jawaban jin atas ayat (fa biayyi âlâ’i Rabbikumâ
tukadzdzibân)”
1. Teks hadis dan Kegiatan Takhrij Hadis
Dalam Tafsir al-Mishbah mufassir mengambil matan hadis tertulis
sebagai berikut: “Nabi saw. menegur sahabat-sahabatnya yang terdiam
saja ketiaka dibacakan ayat ini (fabiayyi âlâ’i Rabbikumâ tukadzdzibân)
kepada mereka. Beliau memuji jin yang menyambut setiap seruan dengan
berkata: tidak satu pun dari nikmat-Mu – wahai Tuhan kami – yang kami
ingkari, maka segala puji bagi-Mu”.64 Teks hadis di atas, sesuai dengan
matan hadis yang terdapat dalam kitab Sunan al-Tirmidzî, matan hadis
tersebut berbunyi:
على أصحابھ فقرأ علیھم سورة الرحمن فسكتوا فقال -علیھ وسلمصلى اهللا -خرج رسول اللھ فبأى آالء ( لھ لقد قرأتھا على الجن لیلة الجن فكانوا أحسن مردودا منكم كنت كلما أتیت على قو
65»قالوا ال بشىء من نعمك ربنا نكذب فلك الحمد ) بانربكما تكذ
Matan hadis di atas bila ditempuh dengan metode takhrij yang
digunakan, maka kata-kata yang dapat ditelusuri dalam kitab al-
Mu’jam al-Mufahras adalah kata “سكت”, dan dalam kitab Mausua’ah
Atrâf adalah: “فقرأ على أصحابھ سورة الرحمن فسكتوا ”
Adapun kata yang diperoleh dalam kitab al-Mu’jam al-Mufahrâs
adalah sebagai berikut:66
سكت
قرأ سورة الرحمن فسكتوا
64 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 503. 65 Matan hadis ini merupakan matan hadis yang ditemukan dalam kitab sunan al-
Tirmidzi. 66 A.J. Wensinck, dan J.P.Mensing. Mu‘jam al-Mufahras li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî,
(Leiden: E.J Briil, 1967), Jilid. 2, h. 489.
52
۵۵: تفسیر سورة ٺ -
Dari informasi di atas, diketahui hadis tersebut terdapat di dalam
Sunan al-Tirmidzî, dan hanya memiliki satu jalur periwayatan. Oleh
karena itu, penelitian sanad hadis terfokus pada riwayat yang ada di dalam
kitab Sunan al-Tirmidzî disamping mengikuti keterangan yang terdapat
dalam kitab Tafsir al-Mishbah. Bunyi hadisnya adalah:
محمد عن حدثنا عبد الرحمن بن واقد أبو مسلم السعدى حدثنا الولید بن مسلم عن زھیر بنعلى -صلى اهللا علیھ وسلم-المنكدر عن جابر رضى اهللا عنھ قال خرج رسول اللھ محمد بن
لقد قرأتھا على الجن لیلة « أصحابھ فقرأ علیھم سورة الرحمن من أولھا إلى آخرھا فسكتوا فقال قالوا ال ) فبأى آالء ربكما تكذبان( انوا أحسن مردودا منكم كنت كلما أتیت على قولھ الجن فك
67. »بشىء من نعمك ربنا نكذب فلك الحمد
2. Kegiatan I’tibar
Skema gambar pada halaman berikutnya:
67 Riwayat al-Tirmidzî hannya terdapat satu jalur, sebagaimana yang terdapat dalam kitab
aslinya. lihat, Muhammad bin ‘Îsâ bin Sûrah bin Mûsâ bin al-Dahhâk Abû ‘Îsâ al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, jilid 5, hadis no. 3302, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), h.190.
53
Setelah dilihat dalam skema dapat diambil natijah bahwa: Dari
segi hubungan periwayatan, semua perawi yang diteliti bersambung. Dari
54
segi perlambangan, hadis yang diteliti hampir keseluruhan sanadnya
mendapatkan hadis dengan cara bertemu dan mendengar langsung, dengan
menggunakan lambang ( حدثنا ,عن ).
3. Kegiatan Penelitian Kualitas Periwayat serta Menyimpulkan hasil
Penelitian Sanad
Al-Tirmidzî (w. 279 H)
Nama lengkap: Muhammad bin ‘Îsâ bin Saurah bin Mûsâ bin ad-
Duhâk (Abû ‘Îsâ al-Tirmidzî ad-Darîr al-Hâfiz, Sâhib al-Jâmi’.
Gurunya: Muhammad bin Basyâr, ‘Abd al-Rahmân bin Waqâd,
Muhammad bin ‘Abd al-A’lâ, Qutaibah, dll.
Muridnya: Abû Ja’far bin Muhammad bin Ahmad an-Nasafî, Makî
bin Nûh al-Nasafî, Husein bin Yûsuf al-Farabrî, dll.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya :
1. Idrîs: Beliau adalah seorang ulama yang menuntut ilmu hadis, seorang
pengarang kitab dan seorang sejarawan68.
2. Al-Hâkim Abû ‘Abdullâh: Saya mendengar ‘Umar bin ‘Akh berkata:
Imam Bukhârî wafat dan tidak meninggalkan seorang ulama pengganti
seperti Abû ‘Îsâ al-Tirmidzî dalam bidang ilmu, penghafal hadis, dan
sering berdiskusi dengan para ulama.
3. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab الثقات
4. Ibnu Hajar mengecam Ibnu Hazm dan menilainya sebagai
kesombongan Ibnu Hazm terhadap ulama terpercaya dan ternama.69
68 Al-Asqalânî, Tahdzib at-Tahdzib, jilid. 9, h. 344 69Al-Asqalanî, Tahdzib al-Tahdzib, jilid. 1, h. 387
55
5. Al-Hâfiz Abû ‘Abbâs Ja’far bin Muhammad al-Mustagfirî: Beliau
wafat pada malam Selasa bulan Rajab tahun 279 H.70
Terdapat pertemuan dengan gurunya ‘Abd al-Rahmân bin
Waqâd, Para ulama menilai positif (ta’dil) tingkat pertama disamping
penilaian positif lainnya, dan Beliau juga menerima hadis dengan cara
tahdîts ( حدثنا ). Oleh karena itu, periwayatannya dapat diterima.
‘Abd al-Rahmân bin Waqâd (w. 247 H)
Nama lengkap: ‘Abd al-Rahmân bin al-Waqâd Muslim al-
Baghdadî (Abû Muslim al-Wâqidî al-‘Athârî).
Gurunya: ‘Abd al-Mâlik bin Wâlid bin Ma’dân. Abî Muslim bin
‘Ubaidillâh bin Sa’îd, Faraz bin Fadlah, Muhammad bin Ismâ’îl bin Abî
Fudaik, Muhammad bin Hasan al-Syaibanî.
Muridnya: al-Tirmidzî, Ibrâhîm bin ‘Abdullâh bin Junaidî, Abû al-
Azhâr Ahmad bin al-Azhâr al-Naisaburî, Ahmad bin Husein bin Ishâq al-
Shufî al-Sagîr, Ahmad bin Muhammad al-Duba’Î, Abû Bakar bin
‘Abdullâh bin Abî Dâud, ‘Abbâs bin Muhammad al-Darûrî.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab الثقات.
2. Hâjab bin al-Arkîn berkata : bahwa ‘Abd al-Rahmân bin al-Wâqad
wafat pada tahun 247 H.71
Terdapat pertemuan dengan gurunya Walîd bin Muslim dan
muridnya al-Tirmidzî, Para ulama menilainya positif (ta’dil) tingkat
pertama, disamping penilaian positif lainnya, dan beliau juga menerima
70Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ i al-Rijâl, jilid. 25, h. 220 71Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ i al-Rijâl, jilid. 15, h. 413-414. Lihat juga, al-
‘Asqalanî, Tahdzîb al-Tahdzîb, jilid 5, h. 72
56
hadis dengan cara tahdîts ( حدثنا ). Oleh karena itu, periwayatannya dapat
diterima.
Walîd bin Muslim (w. 194 H)
Nama lengkap: Walîd bin Muslim al-Qurasyî (Abû Abbâs al-
Dimasqî Maulâ Banî ‘Ummayyah). Ada keterangan nama lain dari Walîd
yakni (Maulâ) ‘Abbâs bin Muhammad bin ‘Alî bin ‘Abdullâh bin ‘Abbâs
bin Abî Mutalib al-Hasyîmî.
Gurunya: Mulaikah, Abî Rafi’ bin Ismâ’îl bin Râfi’ al-Madanî,
Bakhtarî bin ‘Ubaid, ‘Abd al-Rahmân bin Tsâbit bin Tsubân, Malik bin
Anas, Lais bin Tsâbit, Zuhair bin Muhammad, Zaed bin Waqâd, Walîd
bin Muhammad al-Muwaqqarî, Abû Bakar bin ‘Abdullâh bin Abî
Maryam.
Muridnya: Ibrâhîm bin Ayûb al-Huranî, Ibrâhîm bin Mundzir al-
Hizâmî, Ahmad bin Hanbal, ‘Alî bin al-Madânî, Ishâq bin Abî Ibrahîm
Hujjâj bin al-Rayânî, Muhammad bin ‘Abdullâh al-Ramlî, Abû Ya’lâ
Muhammad bin al-Salâh al-Tawwazî, Abd al-Rahmân bin Waqâd al-
Wâqidî, Ya’kûb bin Ka’ab al-Halabî, Muhammad bin Yazîd al-Kûfî,
Mûsâ bin Ya’kûb al-Nasibî. Yazîd bin Qubais.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Muhammad bin Sa’îd berkata: ثقة كثیر الحدیث
2. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab الثقات.
3. Abû Hatîm: ثقة.
4. Ahmad bin Hanbal dari ayahnya mengatakan bahwa tidak ada seorang
pun dari orang Syam yang lebih berakal kecuali Walîd bin Muslim.
57
5. ‘Abdullâh bin ‘Alî berkata bahwa tidak ada seorang pun dari orang-
orang Syam yang menyerupainya karena dia telah dipenuhi oleh hadis-
hadis sahîh. Beliau lahir pada tahun 109 H. dan wafat pada tahun 194
H, pada usia 85 tahun.72
Terdapat pertemuan dengan muridnya ‘Abd al-Rahmân bin
Waqâd al-Wâqidî, Para ulama menilainya positif (ta’dil) tingkat pertama,
disamping penilaian positif lainya, Beliau juga menerima hadis dengan
cara ‘an‘anah ( عن ). Oleh karena itu, periwayatannya dapat diterima.
Zuhair bin Muhammad (w. 162 H)
Nama lengkap: Zuhair bin Muhammad al-Tamîmî al-Anbârî (Abû
Mundir Khurasân al-Marwazî al-Kharaqî ).
Gurunya: Abbân bin Abî ‘Ayyâs, Ismâ’îl bin Wardân, Asîd bin Abî
Asîd al-Marrâd, Ja’far bin Muhammad al-Sadîk, Humaid al-Tâwîl,
Muhammad al-Munkadir, Mûsâ bin Wardân, Mûsâ bin Zubair Mansûr
bin ‘Abd al-Rahmân al-Hajabî, Abû Hâzm Salâmah bin Dinâr.
Muridnya: Bisrî bin Mansûr al-Salamî, ‘Abd al-Malik bin
Muhammad al-San’ânî, Yahyâ bin Hârits al-Syairazî, Suaid bin ‘Abd al-
Azîz, Abû Khudaifah Mûsâ bin Mas’ûd bin Mûsâ al-Hindî.
Penilaian para ulama hadis terhadap dirinya:
1. Hanbal bin Ishâq dari Ahmad bin Hanbal : ثقة
2. Muhammad al-Bagdadî : صا لح ثقة
3. ‘Utsmân bin Sa’îd al-Dârimî : ثقة
4. Abu Bakar bin al-Marudî dari Ahmad bin Hanbal: لیس بھ بأس
72 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ i al-Rijâl, jilid 31, h. 86-99. Lihat juga, al-
‘Asqalanî, Tahdzîb al-Tahdzîb, jilid. 3, h. 302
58
5. Ibrâhîm bin Ya’kûb al-Juzjani dari Ahmad: Mustaqim al-Hadîts.
6. Abû Bakar dari Yahyâ bin Ma’în: لیس بھ بأس, صا لح 73
Terdapat pertemuan dengan gurunya Muhammad al-Munkadir,
ulama menilai positif (ta’dil) tingkat pertama, dan beliau juga menerima
hadis dengan cara ‘an‘anah ( عن ). Oleh karena itu, periwayatannya dapat
diterima.
Muhammad al-Munkadir (w. 130/131 H)
Nama lengkap: Muhammad al-Munkadir bin ‘Abdullâh bin al-
Zuhair bin ‘Amr bin al-Hârits bin Harisah bin Sa’îd bin Taimî bin Murrah
al-Qarasyî al-Taimî (Abû ‘Abdullâh), (Abû Bakar al-Madanî).
Gurunya: Ibrahîm bin ‘Abdullâh bin Husein, Anas bin Malik,
Jâbir bin ‘Abdullâh, Humrân (Maulâ) ‘Utsmân Sa’îd al-Musîb,
‘Abdullâh bin Hunainî ‘Abdullâh bin ‘Umar bin al-Khâtib, ‘Urwah bin
Zubair Muhammad bin Ka’âb al-Quradzî, Mas’ûd bin al-Hâkam al-Zaraqî.
Muridnya: Ibnu Akhîhi (Ibrahîm bin Bakar al-Munkadir Asamah
bin Zaed al-Laits), ‘Îsmâil bin Rafi’ al Madanî, ‘Îsmâil bin Muslim al-
Makkî, Hasan bin ‘Atiyah, Rauh bin al-Qasim, Zuhair bin Muhammad
al-Tamîmî al-Anbârî, Sa’ad bin Ibrahîm, Sa’îd bin Salâmah bin Abî al-
Husâm. Abû Hazm Salâmah bin Dinâr, al-Mundir, anaknya (al-Munkadir
bin Muhammad bin al-Munkadir), Mûsâ bin ‘Uqbah, Abû ‘Awânah al-
Waddâh bin ‘Abdullâh, Yûnus bin ‘Ubaid.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. ‘Abdullâh bin Zubair al-Humaidî: حافظ
73 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ i al-Rijâl, jilid. 9, h. 414.
59
2. Ishâq bin Mansûr dari Yahyâ bin Mu’în: ثقة
3. Abû Hâtim: ثقة
4. Al-Wâqidî, Muhammad bin Sa’îd dan yang lainnya: Beliau wafat pada
tahun130 H.
5. Al-Bukhârî dari Hârûn bin Muhammad al-Farawî: Beliau wafat pada
tahun 131 H.74
Terdapat pertemuan dengan muridnya Zuhair bin Muhammad
dan gurunya Jâbir bin ‘Abdullâh. Para ulama menilai positif (ta’dil)
tingkat pertama, disamping penilaian positif lainnya, Beliau juga
menerima hadis dengan cara ‘an‘anah ( عن ). Oleh karena itu,
periwayatannya dapat diterima.
Jâbir bin ‘Abdullâh (w. 68 H)
Nama lengkap: Jâbir bin ‘Abdullâh bin ‘Umar bin Harâm bin
Sa’labah bin Ka’ab bin Ganâm bin Ka’ab bin Salâmah.
Gurunya: Rasulullah saw, selain mendapatkan hadis langsung dari
Rasulullâh saw, beliau juga mendapatkan hadis dari para sahahat yang
lainnya seperti Abu Bakar, Khalîd bin Wâlid, ‘Alî bin Abî Talib, ‘Umar
bin Khattâb, Mu’ad bin Jabbâr, Abî Sa’îd al-Hudrî.
Muridnya adalah: Ibrâhîm bin ‘Abdulllâh al-Qardzî, Ibrâhîm bin
‘Abd ar-Rahmân bin ‘Abdullâh al-Makhzumi, Haris bin Râfi’,
Muhammad bin Munkadir, Abû Bakar bin al-Munkadir, Wahâb bin
Kaisan, Yahyâ bin Kaitsîr.
Pandangan ulama hadis tentang dirinya:
74 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ i al-Rijâl, jilid. 9, h. 414.
60
1. Abû Muhammad al-Madanî: Beliau seorang Sahabat Nabi saw.
2. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab الثقات.
3. Mus‘ab bin ‘Abdullâh al-Zubairî: Beliau salah seorang yang bertaqwa,
dan seorang syahid pada perang Badr.
4. Jâbir meninggal dunia pada tahun 68 H. di Madinah75.
Terdapat pertemuan dengan muridnya Muhammad bin Munkadir
dan gurunya Rasulullah saw. Para ulama menilai positif (ta’dil)tingkat
pertama, disamping penilaian positif lainnya, Beliau menerima hadis
dengan cara ‘an‘anah ( عن ). Menurut kesepapkatan jumhur ulama para
sahabat Nabi semuanya ’adil, maka periwayatannya tidak diragukan lagi.
Penalitian sanad hadis riwayat al-Tirmidzî melalui ‘Abd al-
Rahmân bin Waqâd, hingga Jâbir bin ‘Abdullâh, dapat disumpulkan
bahwa seluruh periwayat dalam keadaan bersambung antara guru dengan
murid, kecuali antara Walîd bin Muslim dengan Zuhair bin Muhammad.
Komentar-komentar para kritikus hadis menyatakan bahwa semua
periwayat bersifat ‘adil dan dabit, namun Abî ‘Îsâ menyatakan bahwa
hadis riwayat al-Tirmidzî ini bersifat hadis gharib karena hadis ini hannya
memiliki satu jalur. Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa Zuhair bin
Muhammad di jalur ini adalah Zuhair yang menetap di Syam bukan Zuhair
yang menetap di Irak. Sepertinya ada keterbalikan nama antara Zuhair bin
Muhammad al-Manâkîr dengan Zuhair bin Muhammad al-Tamîmî.
Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî berkata bahwa ahli Syam
75 Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ i al-Rijâl, jilid. 4, h. 443-454. Lihat juga al-‘Asqalanî, Tahdzîb al-Tahdzîb, jilid 2, h. 37
61
meriwayatkan dari Zuhair bin Muhammad al-Manâkîr, sedangkan ahli Irak
meriwayatkan hadis dari ulama hadis sekitar Irak. Hasan al-Banâ
mengomentari tentang kedudukan sanad hadis ini dengan penilaian Hasan
Gharîb.76 dari keterangan diatas penulis sependapat dengan Hasan al-
Banâ yang menilai sanad hadis ini dengan kualitas Hasan Gharîb.
C. Hadis Ketiga: “Aku tinggalkan pada kamu sekalian ats-Tsaqalain yaitu
Kitâbullâh dan Keluargaku”
4. Teks Hadis dan Kegiatan Takhrij Hadis
Dalam Tafsir al-Mishbah mufassir mengambil matan hadis tertulis
sebagai berikut: Nabi saw. bersabda : “Sesungguhnya aku tinggalkan buat
kamu ats-Tsaqlain yakni Kitab Allah dan keluargaku”77. Jika ditranslit ke
dalam bahasa arab maka hadis tersebut berbunyi:
فیكم الثقلین بكتاب اللھ وأھل بیتىإنى تارك
Matan hadis di atas bila ditempuh dengan metode yang digunakan,
maka kata-kata yang dapat ditelusuri dalam kitab al-Mu’jam al-Mufahrâs
adalah kata “ترك” dan kata ”ثقل” dan dalam kitab Mausua’ah Atrâf
adalah: إني تارك فیكم الثقلین
Adapun kata yang diperoleh dalam kitab al-Mu’jam al-Mufahrâs
dengan kata “78 ترك” dan kata ”79 ثقل” adalah sebagai berikut:
ترك
76 Muhammad bin ‘Îsâ bin Sûrah bin Mûsâ bin al-Dahhâk Abû ‘Îsâ al-Tirmidzî, Sunan al-
Tirmidzî, jilid 5, hadis no. 3302, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), h. 190 77 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 508 78 A.J. Wensinck, dan J.P.Mensing. Mu‘jam al-Mufahrâs li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî,
Jilid 1, h.270. 79 A.J. Wensinck, dan J.P.Mensing. Mu‘jam al-Mufahrâs li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî,
Jilid 1, h.294.
62
إني تارك فیكم الثقلین
– حم ٣ : ١٧١٤
ثقل
وأنا تارك فیكم ثقلین
- دمى فضاءل القران ١
- م فضاءل الصحابة ٣٦,٣٧
٤٣٧١,٣٦٧ .١٤,١٧ :٣ حم-
Keterangan dalam kitab Mausua’ah Atrâf adalah:80
إني تارك فیكم الثقلین
- م ١٧٨٤
٣٦٧: ٤ حم-
إني تارك فیكم ما إن تمسكتم بھ لن تضلوا بعدي
٣٧٨٨ ت -
مشكاة - ٦١٤٤
منثور - ٦٠:٢
١٥٠: ٢شفا -
لن تضلوا بعدي) تمسكتم بھ(إني تارك فیكم ما ان اخذكم
٧٨٨: ت -
٢:٢٥٠:شفا -
منثور – ٦٠:٢
٧٨٣كنز -
إني تارك فیكم الثقلین احدھا كتاب اهللا وعترتى
٢:٣٤٢مي -
80 Abû Hâjir Muhammad al-Sa‘îd Basyûnî Zaghlûl, Mausû’ah Atrâf al-Hadîts, cet.
pertama, jilid 3, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), 643
63
١١٤: ١٠, ٣٠: ٧, ١٤٨: ٢ھق -
٢٣٥٨:خزیمة -
Dari infomasi ini, dapat di ketahui bahwa hadis tersebut terdapat
dalam kitab: Sahîh Muslim, Sunan al-Tirmidzî, Sunan al-Dârimî, Musnad
Ahmad bin Hambal, Al-Sunan al-Kubrâ li Baihaqî, Sahîh Ibn Khuzaimah,
Kanzul ‘Umâl, Dâr al- Mantsûr li al-Suyûti, Syifâ li Qâdî ‘Îyâd, dimana
masing-masing dari kitab tersebut memiliki satu jalur periwayatan kecuali
Muslim, Ahmad, dan al-Baihaqî, Dalam penelitian sanad ini penulis
hannya menelilti jalur yang diterangkan di dalam kitab Tafsir al-Mishbah,
yakni: Sahîh Muslim, Sunan al-Tirmidzî, Musnad Ahmad bin Hanbal, dan
al-Baihaqî, dari keempat mukharij tersebut, penulis hanya meneliti salah
satu jalur dari tiap-tiap mukharijnya, hal ini saya lakukan karena
keterbatasan waktu yang saya miliki. Adapun jalur-jalur yang akan saya
teliti adalah: riwayat Muslim melalui jalur Muhammad bin Bakar al-
Rayânî, riwayat al-Tirmidzî melalui jalur ‘Alî bin al-Mundir, riwayat
Ahmad melalui jalur Aswad bin ‘Âmar, dan terakhir riwayat al-Baihaqi
melaui jalur Muhammad bin ‘Abdullâh al-Hâfiz.
Teks-teks hasidnya sebagai berikut:
Riwayat Mulim
Teks hadis riwayat Muslim: 81
ن حدثنى زھیر بن حرب وشجاع بن مخلد جمیعا عن ابن علیة قال زھیر حدثنا إسماعیل ب -
یان حدثنى یزید بن حیان قال انطلقت أنا وحصین بن سبرة وعمر بن مسلم إبراھیم حدثنى أبو ح
81 Riwayat Muslim terdapat dua jalur periwayatan, sebagaimana yang terdapat di dalam
kitab aslinya lihat. Al-Nawâwî, Abû Zakâriyâ Yahyâ bin Syarâf, Sahîh Muslim bi Syarhi al-Imâm al-Nawâwî, (Beirut: Dar al-Fikr, 1981), Juz 15, h. 179-181.
64
- رسول اللھ إلى زید بن أرقم فلما جلسنا إلیھ قال لھ حصین لقد لقیت یا زید خیرا كثیرا رأیت
وسمعت حدیثھ وغزوت معھ وصلیت خلفھ لقد لقیت یا زید خیرا كثیرا -صلى اهللا علیھ وسلم
یا ابن أخى واللھ لقد كبرت -قال - -صلى اهللا علیھ وسلم-حدثنا یا زید ما سمعت من رسول اللھ
فما -صلى اهللا علیھ وسلم-ى وقدم عھدى ونسیت بعض الذى كنت أعى من رسول اللھ سن
یوما فینا خطیبا -صلى اهللا علیھ وسلم-ثم قال قام رسول اللھ . حدثتكم فاقبلوا وما ال فال تكلفونیھ
أما بعد أال أیھا « عى خما بین مكة والمدینة فحمد اللھ وأثنى علیھ ووعظ وذكر ثم قال بماء ید
ولھما كتاب اللھ فیھ الناس فإنما أنا بشر یوشك أن یأتى رسول ربى فأجیب وأنا تارك فیكم ثقلین أ
« فحث على كتاب اللھ ورغب فیھ ثم قال . »الھدى والنور فخذوا بكتاب اللھ واستمسكوا بھ
فقال . »یتى أذكركم اللھ فى أھل بیتى وأھل بیتى أذكركم اللھ فى أھل بیتى أذكركم اللھ فى أھل ب
أھل 82ولكنلھ حصین ومن أھل بیتھ یا زید ألیس نساؤه من أھل بیتھ قال نساؤه من أھل بیتھ
قال . قال ومن ھم قال ھم آل على وآل عقیل وآل جعفر وآل عباس . بیتھ من حرم الصدقة بعده
.كل ھؤالء حرم الصدقة قال نعم
حدثنا اسحاق بن ابراھیم اخبرنا جریر كالھما ) ح(حدثنا ابو بكر بن ابي شیبة حدثنا ابن فضیل -
عن ابي حیان بھذا االسناد نحو حدیث اسمائیل و زاد في حدیث جریر كتاب اهللا فیھ الھدي
.ومن أخطاه ضلوالنور من استمسك بھ و اخذ بھ كان علي الھدي
وھو ابن مسروق -عن سعید -یعنى ابن إبراھیم -حدثنا محمد بن بكار بن الریان حدثنا حسان -
لقد صاحبت رسول . ھ لقد رأیت خیراعن یزید بن حیان عن زید بن أرقم قال دخلنا علیھ فقلنا ل –
« وساق الحدیث بنحو حدیث أبى حیان غیر أنھ قال . وصلیت خلفھ -صلى اهللا علیھ وسلم-اللھ
جل ھو حبل اللھ من اتبعھ كان علىالھدى ومن أال وإنى تارك فیكم ثقلین أحدھما كتاب اللھ عز و
وفیھ فقلنا من أھل بیتھ نساؤه قال ال وایم اللھ إن المرأة تكون مع . »تركھ كان على ضاللة
قھا فترجع إلى أبیھا وقومھا أھل بیتھ أصلھ وعصبتھ الذین الرجل العصر من الدھر ثم یطل
.حرموا الصدقة بعده
82 Menurut Al-Qâdhî al-‘Iyâd berkata: kata ولكن dalam hadis itu maksudnya adalah
“sesungguhnya”, jadi para wanita keturunan Nabi termasuk ahlul bait, Lihat Al-Jâmi’al-Shahîh al-Musamma Shahîh Muslim karya Imam Abî Husain Muslim bin al-Hijâj bin Muslim al-Qusyairî Al-Naisâbûrî,
65
Riwayat al-Tirmidzî
Teks hadis riwayat al-Tirmidzî: 83
ضیل قال حدثنا األعمش عن عطیة عن أبى حدثنا محمد بن ف -كوفى -حدثنا على بن المنذر
-اللھ سعید واألعمش عن حبیب بن أبى ثابت عن زید بن أرقم رضى اللھ عنھما قاال قال رسول
كتم بھ لن تضلوا بعدى أحدھما أعظم من اآلخر إنى تارك فیكم ما إن تمس« -صلى اهللا علیھ وسلم
على كتاب اللھ حبل ممدود من السماء إلى األرض وعترتى أھل بیتى ولن یتفرقا حتى یردا
.»حوض فانظروا كیف تخلفونى فیھما
Riwayat al-Dârimî
Teks hadis riwayat al-Dârimî: 84
-قام رسول اللھ : حدثنا جعفر بن عون حدثنا أبو حیان عن یزید بن حیان عن زید بن أرقم قال
یا أیھا الناس إنما أنا بشر « :علیھ ثم قال یوما خطیبا فحمد اللھ وأثنى -صلى اهللا علیھ وسلم
یھ الھدى یوشك أن یأتینى رسول ربى فأجیبھ ، وإنى تارك فیكم الثقلین أولھما كتاب اللھ ، ف
وأھل بیتى أذكركم « :فحث علیھ ورغب فیھ ثم قال . »ذوا بھ والنور ، فتمسكوا بكتاب اللھ وخ
.ثالث مرات. »اللھ فى أھل بیتى
Riwayat Ahmad bin Hanbal
Teks hadis riwayat Ahmad bin Hanbal: 85
a. Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid 3, h. 17
83 Riwayat Al-Tirmidzî hannya terdapat satu jalur, sebagaimana yang terdapat dalam
kitab aslinya. Lihat, Abû Îsâ Muhammad bin Îsâ bin Saurat al-Tirmidzî, al-Tirmidzî Jâmi’u Sahîh (Bairut: Dar al-Ma’rifah, 2002), h. 1438
84 Riwayat al-Dârimî hanya terdapat satu jalur, sebagaimana yang terdapat dalam kitab aslinya. lihat, ‘Abdullâh bin ‘Abd al-Rahmân bin al-Fadl bin Bahrâm Ibnu ‘Abd al-Samad al-Tamîmî al-Samarqandî al-Dârimî, Sunan al-Dârimî, jilid 2, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), h. 43
85 Riwayat Ahmad Ibn Hanbal terdapat lima jalur periwayatan. Hal ini sesuai dengan teks hadis di dalam kitab aslinya. Lihat, Ahmad Ibn Hanbal, Abû ‘Abdillâh, “Musnad Ahmad bin Hanbal”, Bairut: Maktabul Islami, 1985
66
عن األعمش عن -یعنى ابن طلحة -حدثنا عبد اللھ حدثنى أبى حدثنا أبو النضر حدثنا محمد
ن أدعى إنى أوشك أ« قال -صلى اهللا علیھ وسلم-عطیة العوفى عن أبى سعید الخدرى عن النبى
ن السماء إلى فأجیب وإنى تارك فیكم الثقلین كتاب اللھ عز وجل وعترتى كتاب اللھ حبل ممدود م
رقا حتى یردا على الحوض األرض وعترتى أھل بیتى وإن اللطیف الخبیر أخبرنى أنھما لن یفت
.»فانظروا بم تخلفونى فیھما
b. Musnad Ahmad bin Hambal, Jilid 3, h. 59
عطیة العوفى عن حدثنا عبد اللھ حدثنى أبى حدثنا ابن نمیر حدثنا عبد الملك بن أبى سلیمان عن
إنى قد تركت فیكم ما إن أخذتم « -صلى اهللا علیھ وسلم-أبى سعید الخدرى قال قال رسول اللھ
مدود من السماء إلى األرض بھ لن تضلوا بعدى الثقلین أحدھما أكبر من اآلخر كتاب اللھ حبل م
»وعترتى أھل بیتى أال وإنھما لن یفترقا حتى یردا على الحوض
anbal, Jilid 3, h. 26Hmad bin hc. Musnad A
عن عطیة -یعنى ابن أبى سلیمان -نا عبد الملك حدثنا عبد اللھ حدثنى أبى حدثنا ابن نمیر حدث
إنى قد تركت فیكم الثقلین « -صلى اهللا علیھ وسلم-عن أبى سعید الخدرى قال قال رسول اللھ
جل حبل ممدود من السماء إلى األرض وعترتى أھل بیتى أحدھما أكبر من اآلخر كتاب اللھ عز و
أال إنھما لن یفترقا حتى یردا على الحوض
d. Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid 3, h. 14
یعنى إسماعیل بن أبى -ن عامر أخبرنا أبو إسرائیل حدثنا عبد اللھ حدثنى أبى حدثنا أسود ب
إنى « -صلى اهللا علیھ وسلم-عن عطیة عن أبى سعید قال قال رسول اللھ -إسحاق المالئى
ر كتاب اللھ حبل ممدود من السماء إلى األرض وعترتى تارك فیكم الثقلین أحدھما أكبر من اآلخ
.»أھل بیتى وإنھما لن یفترقا حتى یردا على الحوض
e. Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid 4, h. 367
ا إسماعیل بن إبراھیم عن أبى حیان التیمى حدثنى یزید بن حدثنا عبد اللھ حدثنى أبى حدثن
ما جلسنا إلیھ حیان التیمى قال انطلقت أنا وحصین بن سبرة وعمر بن مسلم إلى زید بن أرقم فل
67
وسمعت -صلى اهللا علیھ وسلم-ن لقد لقیت یا زید خیرا كثیرا رأیت رسول اللھ قال لھ حصی
من رسول حدیثھ وغزوت معھ وصلیت معھ لقد لقیت یا زید خیرا كثیرا حدثنا یا زید ما سمعت
فقال یا ابن أخى واللھ لقد كبرت سنى وقدم عھدى ونسیت بعض . -هللا علیھ وسلمصلى ا-اللھ
. فما حدثتكم فاقبلوه وما ال فال تكلفونیھ -صلى اهللا علیھ وسلم-الذى كنت أعى من رسول اللھ
یوما خطیبا فینا بماء یدعى خما بین مكة والمدینة -صلى اهللا علیھ وسلم-سول اللھ ثم قال قام ر
أن نا بشر یوشك فحمد اللھ تعالى وأثنى علیھ ووعظ وذكر ثم قال أما بعد أال أیھا الناس إنما أ
ل فیھ الھدى یأتینى رسول ربى عز وجل فأجیب وإنى تارك فیكم ثقلین أولھما كتاب اللھ عز وج
وأھل -قال -ب فیھ فحث على كتاب اللھ ورغ -والنور فخذوا بكتاب اللھ تعالى واستمسكوا بھ
فقال لھ . »یتى بیتى أذكركم اللھ فى أھل بیتى أذكركم اللھ فى أھل بیتى أذكركم اللھ فى أھل ب
ھ قال إن نساءه من أھل بیتھ ولكن أھل حصین ومن أھل بیتھ یا زید ألیس نساؤه من أھل بیت
قال . قال ومن ھم قال ھم آل على وآل عقیل وآل جعفر وآل عباس. بیتھ من حرم الصدقة بعده
. أكل ھؤالء حرم الصدقة قال نعم
anbal, Jilid 4, h. 3Hmad bin hMusnad Af.
غیرة عن على حدثنا عبد اللھ حدثنى أبى حدثنا أسود بن عامر حدثنا إسرائیل عن عثمان بن الم
فقلت لھ أسمعت بن ربیعة قال لقیت زید بن أرقم وھو داخل على المختار أو خارج من عنده
. قال نعم . »إنى تارك فیكم الثقلین « یقول -صلى اهللا علیھ وسلم-رسول اللھ
Riwayat al-Baihaqî
Teks hadis riwayat al-Baihaqi : 86
a. Sunan al-Kubrâ, Juz. 10, h. 114
بن نذیر بن جناح القاضى بالكوفة أنبأنا أبو جعفر محمد بن على بن أخبرنا أبو محمد جناح -
ى یعنى ابن دحیم الشیبانى حدثنا إبراھیم بن إسحاق الزھرى حدثنا جعفر یعنى ابن عون ویعل
86 Riwayat al-Baihaqî terdapat tiga jalur periwayatan. Hal ini sesuai dengan teks hadis di dalam kitab aslinya. Lihat al-Baihaqî, Abû Bakar Ahmad bin Husain bin ‘Alî, al-Sunan al-Kubrâ, Bairut: Dar al-Fikr, 1985
68
قام : عن أبى حیان التیمى عن یزید بن حیان قال سمعت زید بن أرقم رضى اللھ عنھ قال عبید
بعد أما « :خطیبا فحمد اللھ وأثنى علیھ ثم قال -صلى اهللا علیھ وسلم-فینا ذات یوم رسول اللھ
ن أولھما كتاب أیھا الناس إنما أنا بشر یوشك أن یأتى رسول ربى فأجیبھ وإنى تارك فیكم الثقلی
تاب اللھ ورغب فیھ ثم فحث على ك. »اللھ فیھ الھدى والنور فاستمسكوا بكتاب اللھ وخذوا بھ
أخرجھ مسلم فى الصحیح من . ثالث مرات. »وأھل بیتى أذكركم اللھ تعالى فى أھل بیتى « :قال
.حدیث أبى حیان التیمى
b. Sunan al-Kubrâ, Juz 2, h. 148
الحسن بن یعقوب العدل حدثنا محمد بن : ا محمد بن عبد اللھ الحافظ أخبرنا أبو الفضل أخبرن -
یان عن عمھ یحیى بن سعید بن ح: عبد الوھاب الفراء أخبرنا جعفر بن عون أخبرنا أبو حیان
-صلى اهللا علیھ وسلم-قام فینا رسول اللھ : انطلقت إلى زید بن أرقم فقال : یزید بن حیان قال
أما بعد ، أال « :، ثم قال بماء یدعى خما بین مكة والمدینة ، حمد اللھ وأثنى علیھ ووعظ وذكر
قلین ، أیھا الناس ، فإنما أنا بشر یوشك أن یأتینى رسول ربى فأجیب ، وإنى تارك فیكم الث
فحث علیھ ورغب فیھ . »اللھ ، وخذوا بھ أولھما كتاب اللھ فیھ الھدى والنور ، فتمسكوا بكتاب
یا زید من أھل بیتھ ألیست : قال حصین . »وأھل بیتى ، أذكركم اللھ فى أھل بیتى « :ثم قال
اءه من أھل بیتھ ، ولكن أھل بیتھ الذین ذكرھم من حرموا بلى إن نس: نساؤه من أھل بیتھ؟ قال
وكل ھؤالء : قال . آل على وآل عقیل وآل جعفر وآل العباس: ومن ھم؟ قال : قال . الصدقة بعده
أخرجھ مسلم فى الصحیح من حدیث إسماعیل ابن علیة ومحمد بن . نعم: حرموا الصدقة؟ قال
.فضیل وجریر عن أبى حیان
C. Sunan al-Kubrâ, Juz 7 h. 30
محمد بن یعقوب : یى أخبرنا أبو عبد اللھ یحیى بن إبراھیم بن محمد بن یح: أخبرنا أبو زكریا -
سعید عن یزید حدثنا محمد بن عبد الوھاب أخبرنا جعفر بن عون أخبرنا أبو حیان وھو یحیى بن
صلى اهللا علیھ -قام فینا رسول اللھ : م رضى اللھ عنھ یقول بن حیان قال سمعت زید بن أرق
أما بعد أیھا الناس إنما أنا بشر یوشك أن « :ذات یوم خطیبا فحمد اللھ وأثنى علیھ ثم قال -وسلم
جیبھ وإنى تارك فیكم الثقلین أولھما كتاب اللھ فیھ الھدى والنور فتمسكوا یأتینى رسول ربى فأ
69
. »ى وأھل بیتى أذكركم اللھ فى أھل بیت« :فحث علیھ ورغب فیھ ثم قال . »بكتاب اللھ وخذوا بھ
بلى إن نساءه من أھل بیتھ ولكن : ومن أھل بیتھ نساؤه من أھل بیتھ؟ قال : قال حصین لزید
جعفر وآل عباس آل على وآل عقیل وآل : ومن ھم؟ قال : أھل بیتھ من حرم الصدقة بعده قال
. أخرجھ مسلم فى الصحیح من حدیث أبى حیان. نعم: كل ھؤالء تحرم علیھم الصدقة قال : قال
المطلب بن ربیعة بن وھكذا بنو أعمامھم من بنى ھاشم بدلیل ما نذكره فى حدیث عبد} ق{
ن جبیر بن الحارث عن أبیھ وھكذا بنو المطلب بن عبد مناف بدلیل ما روینا فى الحدیث الثابت ع
و المطلب وبنو ھاشم شىء واحد إنما بن« :أنھ قال -صلى اهللا علیھ وسلم-مطعم عن رسول اللھ
.وأعطاھم من سھم ذى القربى. »
Riwayat Ibnu Khuzaimah
Teks hadis riwayat Ibnu Khuzaimah : 87
حدثنا یوسف بن موسى حدثنا جریر و محمد بن فضیل عن أبي حیان التیمي و ھو - 2357
انطلقت أنا و حصین بن سمرة و عمرو : یحیى بن سعید التیمي الرباب ـ عن یزید بن حیان قال
یا زید رأیت رسول اهللا صلى اهللا علیھ و : زید بن أرقم فجلسنا إلیھ فقال لھ حصین بن مسلم إلى
ا سلم وصلیت خلفھ و سمعت حدیثھ و غزوت معھ لقد أصبت یا زید خیرا كثیرا حدثنا یا زید حدیث
بلى ابن أخي لقد قدم عھدي و : هللا صلى اهللا علیھ و سلم و ما شھدت معھ قال سمعت رسول ا
كبرت سني و نسیت بعض الذي كنت أعي من رسول اهللا صلى اهللا علیھ و سلم فما حدثتكم
87 Riwayat Ibnu Khuzaimah hannya terdapat satu jalur, sebagaimana yang terdapat dalam
kitab aslinya. lihat, Abû Bakar Muhammad bin Ishâq bin Khuzaimah as-Salamî an-Naisâbûrî. Sâhih Ibnu Khuzaimah, Beirut: al-Maktab al-Islamî, Juz 4, h. 63, hadis 2357., bab 348, dalil ahli Nabi haram menerima sedekah. hadis 2357
70
قام فینا رسول اهللا صلى اهللا علیھ و سلم یوما : ال ق: فاقبلوه و ما لم أحدثكموه فال تكلفوني قال
أما بعد أیھا الناس فإنما أنا : خطیبا بماء یدعى خم فحمد اهللا و أثنى علیھ و وعظ و ذكر ثم قال
یكم الثقلین أولھما كتاب اهللا فیھ الھدى و بشر یوشك أن یأتیني رسول ربي فأجیبھ و إني تارك ف
ل النور من استمسك بھ و أخذ بھ كان على الھدى و من تركھ و أخطأه كان على الضاللة و أھ
فمن أھل بیتھ یا زید ؟ ألیست نساؤه من : ین بیتي أذكركم اهللا في أھل بیتي ثالث مرات قال حص
: من ھم ؟ قال : بلى نساؤه من أھل بیتھ و لكن أھل بیتھ من حرم الصدقة قال : أھل بیتھ ؟ قال
نعم : و كل ھؤالء حرم الصدقة ؟ قال : قال حصین العباسآل علي و آل عقیل و آل جعفر و آل
Dalam penelitian sanad ini, penulis meneliti satu dari hadis-hadis
yang mukharijnya dikemukakan dalam Tafsir al-Mishbah yakni Muslim
melalui jalur Muhammad bin Bakar al-Rayani, al-Tirmidzî melalui jalur
‘Alî bin Mundir al-Kûfî, Ahmad bin hanbal malalui jalur Aswad bin
‘Âmmar, dan al-Baihaqî melalui jalur Abû ‘Abdillâh al-Hâfiz (l. 321 H).
hal ini dilakukan atas dasar pertimbangan penulis sendiri.
5. Kegiatan I’tibar
Skema hadis ketiga terdiri dari riwayat Muslim, al-Tirmidzî,
Ahmad bin Hanbal, al-Baihaqî, dan skema gabungan dari seluruh data
jalur rawi baik yang diteliti maupun yang tidak diteliti. Skema hadis
gabungannya adalah: lihat halaman selanjutnya:
71
SKEMA HADIS GABUNGAN
72
Muslim (l. 204 –w. 261 H)
Nama lengkap: Muslim bin Hijjâj bin Muslim al-Qusyairî, (Abî
Husein al-Naisâbûrî al-Hâfiz Sâhib al-Sahîh).
Gurunya: Ibrâhîm bin Khâlid al-Yasykurî, Ibrâhîm bin Dinâr al-
Tamar, Ahmad bin Ja’far al-Ma’qarî, ‘Ismâ’îl bin Uwais, Hajib bin Walîd
al-Manbijî, Husein bin ‘Ali al-Khallâl, Muhammad bin Bakar al-
Rayânî.
Muridnya: Al-Tirmidzî, Ibrâhîm bin Ishâq al-Sairîfî, Ibrâhîm bin
Muhammad bin Hamzah, ‘Abd al-Rahmân bin Abû Hâtim al-Râzî, Abû
Hâtim Makî bin ‘Abdân al-Tamîmî, Yahyâ bin Muhammad bin Sa’îd, ‘Alî
bin Husein bin Jinaidî al-Râzî.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Abû Hâtim : ثقة , صدوق
2. Al-Hakim : ثقة
3. Abû Quraisy Muhammad bin Juma’ah Khalif dari Bandarân bin
Muhammad bin Basyâr: Ada empat orang yang paling hâfiz: Al-
Bukhârî, Muslim, al-Dârimî, Abû Zar’ah.
4. Muhammad bin Ya’kûb Abâ ‘Abdullâh al-Hâfiz: Beliau lahir pada
tahun 204 H. wafat pada hari minggu dan dikuburkan hari senin
bulan Rajab tahun 261 H88.
Terdapat pertemuan dengan gurunya Muhammad bin Bakar bin
al-Rayyânî. Para ulama menilai positif (ta’dil) tingkat pertama, disamping
88 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ i al-Rijâl, jilid 27, h. 499-507
73
penilaian positif lainnya, Beliau juga menerima hadis dengan cara tahdîts (
.Oleh karena itu, periwayatannya dapat diterima .( حدثنا
Muhammad bin Bakar bin al-Rayyânî (w. 138 H)
Nama lengkap: Muhammad bin Bakar bin al-Rayyânî al-Hasyimî
(Maulâhum) Abû ‘Abdullâh al-Bagdadî al-Risafî.
Gurunya: Asad bin ‘Amrû al-Bajilî al-Qâdî, Ismâ’îl bin Ja’far al-
Madanî, Ismâ’îl bin Zakariyâ, Ismâ’îl bin ‘Ulaiyyah, al-Jârih bin mâlih al-
Rausî, Jarîr bin ‘Abd al-Hamîd, Ja’far bin Sulaimân al-Dabi’Î, Hibbân bin
‘Alî al-‘Anazî, Hassan bin Ibrâhim al-Kirmânî, Râfi’ bin Sulaimân,
Sa’îd bin ‘Abd ar-Rahmân al-Juma’î, Saddâr bin Mas’âb al-Hamdanî.
Muridnya: Muslim, Abû Dâud, Ibnihi (Ibrâhîm bin Muhammad
bin Bakar bin al-Rayyânî), Ibrâhîm bin Hasyim al-Baghawî, Abû Bakar
bin Abî Khitsaimah, Mûsâ bin Hârûn al-Hâfidz, Muhammad bin Ishâq al-
Saganî, Muhammad bin Ishâq al-Syaqafî.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Ahamad bin Hambal dari ayahnya: لیس بھ بأس
2. ‘Utsmân bin Sa’îd: Beliau adalah guruku dan لیس بھ بأس
3. ‘Abda Khâliq bin Mansûr berkata dari Yahyâ bin Ma’în, Abû Hasan
al-Dâruqutnî mengatakan bahwa: ثقة
4. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab الثقات.
5. Sâlih bin Muhammad al-Baghdadî: صدوق.
6. Bukhârî, al-Baghawî dan yang lainnya: Beliau wafat pada tahun 138
H.89
89 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ i al-Rijâl, jilid 16, h. 140
74
Terdapat pertemuan dengan gurunya Hassan bin Ibrâhim al-
Kirmânî, dan muridnya Muslim. Para ulama menilai positif (ta’dil)
tingkat pertama, Beliau menerima hadis dengan cara tahdîts ( حدثنا ). Oleh
karena itu, periwayatannya dapat diterima.
Hassân bin Ibrâhîm (86 - 186 H)
Nama lengkap: Hassân bin Ibrâhîm bin ‘Abdullâh al-Kirmânî
(Qâdî Kirmânî).
Gurunya: Abbân bin Taghlîb, Sufyân bin Sa’id al-Tsaurî, Sa’îd bin
Masrûk al-Tsaurî, Yûnûs bin Zaid al-‘Ayalî, Muhammad Fadl bin
‘Atiyah, ‘Abd al-Malik, Zuhrî bin Muhammad al-Anbarî, Mansûr bin
Mas’ûd, Khâlid bin Hârits, Abû Azîz bin Abî Rawwâd.
Muridnya: Azrâq bin ‘Alî, Ishâq bin Syahîn al-Wasitî, Basrî bin
‘Alî al-Kirmânî, Muhammad bin Abî Ya’kûb al-Kirmânî, Muhammad bin
Nasir bin Sa’îd al-Kirmânî, Abû Ibrâhîm Ismâ’îl bin Ibrâhîm al-
Tarjumanî, Muhammad bin Bakar bin al-Rayyânî, Muhammad bin ‘Isâ
bin Tabbâ’î. Yahyâ bin ayûb al-Maqabirî.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Al-Dârimî, Ibrâhîm bin ‘Abdullâh bin Junaidî dari Yahyâ bin Ma’în,
Abû Zarâh : لیس بھ بأس
2. Harrâb bin Ismâ’îl al-Kirmânî mendengar dari Ahamad bin Hanbal
mengtsiqahkan Qâdî al-Kirmânî dengan ungkapannya bahwa
“hadisnya Hassân bin Ibrâhîm: ثقة
3. Al-Nasâ’î: لیس بالقوي (perawi yang tidak Kuat).
75
4. Ahmad bin Hanbal mendengar keterangan gurunya dari ahli al-
Kirmânî bahwa beliau lahir pada tahun 86 H. dan wafat pada tahun 186
H.90
Terdapat pertemuan dengan gurunya Sa’îd bin Masruk dan
muridnya Muhammad bin Bakar bin al-Rayyânî. Para ulama mnilai
positif (ta’dil) tingkat ketiga, Beliau menerima hadis dengan cara ‘an‘anah
.Oleh karena itu, periwayatannya dapat diterima .( عن )
Sa’îd bin Masruk (w. 128 H)
Nama lengkap: Sa’îd bin Masruk al-Tsaurî al-Kûfî.
Gurunya: ’Ikrimah (Maulâ) Ibnu Abbâs, ‘Aun bin Rafi’, al-
Mughirah bin Syabîl, Mandar al-Tsaurî, Yazîd bin Hibbân, Yûsuf bin
Abî Bardah, Abî Mûsâ al-Asy’ârî, Abî Sâlih al-Hanafî.
Muridnya: Isrâ’îl bin Yûnus, Ismâ’îl bin Salam al-‘Abdî, Jarrâh bin
Mâlih al-Rausî, Hassân bin Ibrâhîm al-Kûfî, Hammâd bin Syaib al-
Hammanî, Dâud bin ‘Isâ al-Kûfî, Ruba’î bin ‘Ulaiyyah, Zaidah bin
Qadamah, Zubeir bin Mu’âwiyah, (Ibnuhu) Sufyân Tsaurî, Sulaimân al-
‘Amasy, Abû al-Ahwash Salâm bin Sulaimân, ‘Amr bin ‘Ubaid al-
Tanafisî, Abû Hammâd al-Mufadal bin Sidqâh al-Hanafî.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya
1. Ishâq bin Mansûr dari Yahyâ bin Ma’în, Abû Hatîm, al-‘Ijlî dan al-
Nasâ’î mengatakan bahwa : ثقة
2. Abû Bakar bin ‘Asim mengatakan: Beliau wafat pada tahun 126 H.
90 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, jilid 6, h.8-12. Lihat juga Al-‘Asqalânî.
Tahdzîb al-Tahdzîb, jilid 2, h. 214
76
3. Ahmad bin Hanbal: Beliau wafat pada tahun 128 H. seluruh ulama
terutama Ulama Kutub al-‘Asyarah meriwayatkan hadis dari Sa’îd bin
Masrûk.91
Terdapat pertemuan dengan gurunya Yazîd bin Hayyân dan
muridnya Hassân bin Ibrâhîm. Para ulama menilai positif (ta’dil) tingkat
pertama, Beliau menerima hadis dengan cara ‘an‘anah ( عن ). Oleh karena
itu, periwayatannya dapat diterima.
Yazid bin Hayyân (w. )
Nama lengkap : Yazîd bin Hayyân at-Taymî al-Kûfî (Ummu Abî
Hayyân at-Taimî).
Gurunya: Zaed bin Arqâm, Syubrumah bin al-Tûfail, ‘Anbâs bin
‘Uqbah, Kudair al-Dabiyyî.
Muridnya: Sa’id bin Masrûq, Sulaimân al-‘Amasy, Fitri bin
Khulaifah, Abû Hayyân al-Taimî.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Al-Nasâ’î: ثقة
2. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab 92.الثقات
Terdapat pertemuan dengan gurunya Zaed bin Arqâm dan
muridnya Sa’id bin Masrûq. Para ulama menilai positif (ta’dil) tingkat
pertama, Beliau menerima hadis dengan cara ‘an‘anah ( عن ). Oleh karena
itu, periwayatannya dapat diterima.
Zaed bin Arqâm (w. 68 H)
91 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, jilid 7, h. 249. Lihat juga Al-‘Asqalânî.
Tahdzîb al-Tahdzîb, jilid 4, h.73 92 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, jilid 32, h. 113
77
Nama lengkap: Zaed bin Arqâm bin Zaed bin Qais bin al-Ni’man
bin Malik bin al-Agarrâ bin Tsa’labah bin Ka’ab bin al-Khazraj bin Hârits
bin Khazraj al-Ansarî al-Khazraj Abû ‘Amrû. Salah satu sahabat Nabi
saw.
Gurunya: Beliau selain meriwayatkan hadis dari Nabi saw, juga
meriwayatkan hadis dari ‘Alî bin Abî Tâlib
Muridnya: ‘Anas bin Malik, Habîb ibnu Yasâr al-Kindî, Abû ‘Amr
bin Sa’id bin Iyâs as-Saybanî, Syuhaibah (Maulâ) Ummu Salamah, Habîb
bin Abî Tsâbit, Abû ‘Abdullâh bin al-Basri (Ibnu Sirîn), ‘Atiyah, Zaed
bin Hibbân al-Taymî, Yazîd bin Hayyân, Abû Muslim al-Banjalî, Abû
Waqas, Nufa’î Abû Dâud al-A’mâ.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Semua Sahabat Nabi saw. adalah ‘adil termasuk Zaed bin Arqâm,
beliau bersama dengan Nabi saw. selama 17 tahun.
2. Khalifah bin Khayyazh, beliau meninggal di Kuffah tahun 66 H. dan
menurut Hisyâm bin ‘Adi dan kebanyakan ulama berpendapat bahwa
beliau wafat pada tahun 68 H.93
Terdapat pertemuan dengan muridnya Yazîd bin Hayyân dan
gurunya Nabi saw. Para ulama menilai positif (ta’dil) tingkat pertama.
Beliau menerima hadis dengan cara ‘an‘anah ( عن ). Oleh karena itu,
periwayatannya dapat diterima.
Dari hasil penelitian sanad, yaitu melalui jalur Muslim kemudian
melalui Muhammad bin Bakar bin al-Rayyânî hingga Zaed bin Arqâm.
93 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, jilid 10, h. 9. Lihat juga Al-‘Asqalânî.
Tahdzîb al-Tahdzîb, jilid. 3, h. 340
78
Dapat disimpulkan bahwa seluruh periwayat dalam keadaan bersambung
antara guru dan murid. Komentar para kritikus hadis pun menyatakan
bahwa semuanya bersifat ‘adil dan dabit. Oleh karena itu sanad hadis
riwayat muslim ini berkualitas sahih. Dan ke-sahih-an sanad Muslim
tersebut dapat mengangkat kualitas sanad-sanad dari mukharij lainnya,
sehungga dapat dijadikan hujjah.
Lihat skema sanad ini pada halaman berikutnya:
79
Al-Tirmidzî (w. 279 H)
80
Lihat pada pembahasan sebelumnya tentang al-Tirmidzî, halaman
47. Terdapat pertemuan dengan gurunya ‘Alî bin Mundir al-Kûfî. Beliau
menerima hadis dengan cara tahdîts ( حدثنا )
‘Alî bin Mundir al-Kûfî (w. 256 H)
Nama lengkap: ‘Alî bin Mundir bin Zaid bin al-Awdî al-Kûfî.
Gurunya: Ahmad bin al-Mufadal al-Hafari, Ishâq bin Mansûr al-
Salulî, ‘Utsmân bin Sa’îd al-Zayyât, Muhammad bin Fudail, Walîd bin
Muslim, Muhammad bin ‘Alî bin Sâlih bin Yahyâ, Waki’ bin Jarah.
Muridnya: Al-Nasâ’î, al-Tirmidzî, Muhammad bin Asrâm al-
Bajalî, Abû Bakar ‘Abdullâh bin Abî Dâud.
Pandangan ulama hadis tentang dirinya:
1. Abû Hâtim: ثقة
2. Al-Nasâ’î : ثقة
3. Ibnu Nu’mair: ثقة
4. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab الثقات.
5. Abû Hâtim: Beliau wafat bulan Rabi’ul Awwâl tahun 256 H.94
Terdapat pertemuan dengan muridnya al-Tirmidzi dan gurunya
Muhammad bin Fudail. Para ulama menilai positif (ta’dil) tingkat
pertama, Beliau menerima hadis dengan cara tahdîts ( حدثنا ).
Muhammad bin Fudail (w. 194 H)
Nama lengkap: Muhammad bin Fudail bin Gazwân bin Jarîr al-
Dabbiyyî (Maulâhum) Abû ‘Abd al-Rahmân al-Kûfî.
94 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, jilid 21, h. 145-147. Lihat juga Al-
‘Asqalânî. Tahdzîb al-Tahdzîb, jilid 7, h. 377
81
Gurunya: Ismâ’îl bin Khâlid, Ismâ’îl bin Muslim al-Makî, Tsâbit
bin Abî Sofyah Abî Hamr al-Tsamalî, Habîb bin Abî ‘Amrah Hasan bin
‘Ubaidillâh, Hasan bin ‘Amrû al-Faqimî, Salam bin Ibni Hafsah, (Maulâ)
Ibn Abbâs, Ruqayyah bin Musqalah, Sulaimân al-A’masy, ‘Ashîm bin
Kulaib, ‘Abdullâh bin Sa’îd bin Abî Hindî, Abd ar-Rahmân bin Ishâq al-
Kûfî, Yahyâ bin Sa’id al-Tamimî.
Muridnya: ‘Alî bin al-Mundir al-Târiq, Ibrâhîm bin Sa’îd al-
Jauharî, Ahmad bin Hanbal, Salah bin Zanjlâh al-Razî, ‘Alâ bin
Muhammad al-Thanafisî, Qutaubah bin Sa’îd, Muhammad bin Abân al-
Balkhî, Hannâd bin al-Sarrî, Wasal bin ‘Abd al-A’lâ, Yûsuf bin Mûsâ.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Abû Hâtim: Beliau adalah guruku.
2. Al-Nasâ’î: لیس بھ بأس
3. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab الثقات.
4. Abû Zar’ah: صدوق , min ahlil Ilmi.
5. ‘Utsmân bin Sa’îd al-Dârimî: ثقة
6. Muhammad bin Sa’îd dan Abû Dâud: Beliau wafat pada tahun 194 H.
7. Al-Bukhârî, Muhammad bin Hajjâj al-Dabî, Ibnu Hibbân: Beliau wafat
pada tahun 195 H.
8. Seluruh Ulama hadis terutama Ulama yang tergabung dalam Kutub al-
‘Asyarah menerima hadis melalui riwayatnya.95
Terdapat pertemuan dengan muridnya ‘Alî bin al-Mundir dan
gurunya Sulaimân al-A’masy. Para ulama menilai positif (ta’dil) tingkat
95 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, jilid 17, h. 155-158
82
pertama, disamping penilaian positif lainnya, Beliau menerima hadis
dengan cara tahdîts ( حدثنا ). Oleh karena itu, periwayatannya dapat
diterima.
Sulaimân al-A‘masy (w. 148 H)
Nama lengkap: Sulaimân bin Mihrân al-Imâm Syaikh al-Islâm,
Syaikh al-Muaqrâ`în wa al-Muhadditsîn, Abû Muhammad al-Asadî al-
Kâhilî.96
Gurunya: Abân bin ‘Ayyâsy, Anas bin Mâlik, Abî Zabyân Husain
bin Jundab al-Janbî, Habib bin Abî Tsâbit, Abî Sufyân Talhah bin Nâfi‘,
’Atiyah, ‘Ata` bin Abî Rabâh97.
Muridnya: Asbât bin Muhammad al-Qurasyî, Muhammad bin
Fudail, Isrâ`îl bin Yûnus, Sufyân al-Tsaurî, Syu‘bah al-Hajjâj, Fudail bin
‘Iyad, Yahyâ bin Sa‘îd al-Qattân.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Ibnu al-Madînî: Yang hafal ilmu pada umat Nabi Muhammad ada 6:
‘Amr bin Dînâr di Makah, al-Zuhrî di Madinah, Abû Ishâq al-Sab‘î
dan al-‘Amasy di Kufah, Qatâdah dan Yahyâ bin Abî Katsîr di
Basrah.98
2. ‘Amr bin ‘Alî: Al-A‘masy sering dinamai al-Mushaf, karena
kejujurannya.
96 Al-Dzahabî. Siyaru ‘Alâm al-Nubalâ, jilid 6, h. 226-227. 97 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, jilid 12, h. 77-80. Lihat juga Al-‘Asqalânî.
Tahdzîb al-Tahdzîb, jilid 1, h.297 98 Al-‘Asqalânî. Taqrîb al-Taqrîb, jilid 3, h. 229.
83
3. Ibnu Ma‘în: ثقة
4. Al-Nasâ`î: ثقة ثبت
5. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab الثقات.
6. Al-‘Asqalânî: حافظ ,ثقة dia mengetahui tentang qira`at (bacaan al-
Qur`ân), dan wara‘, akan tetapi mudallas, beliau Meninggal 148 H 99
Terdapat pertemuan dengan muridnya Muhammad bin Fudail
dan gurunya Habîb bin Abî Tsâbit. Para ulama menilai positif (ta’dil)
tingkat kedua karena kemudalasannya, Beliau menerima hadis dengan cara
‘an‘anah ( عن ). Oleh karena itu, periwayatannya dapat diterima.
Habîb bin Abî Tsâbit (w. 119 H)
Nama lengkap: Qâis bin Dinâr (Qais bin Hindî, Hindî al-Asadî
Abû Yahyâ al-Kûfî (Maulâ) Banî Asâd bin ‘Abd al-‘Izzî).
Gurunya: Ibrâhîm bin Sa’îd bin Abî Aqâs, Anas bin Malik,
Sa’labah bin Yazîd al-Himmanî, Hâkim bin Hazam, Abî Mûsâ al-Hadda’,
‘Alî bin Husein bin ‘Alî bin Abî Talib Zaed al-‘Abidîn, ‘Abdullâh bin
Abbâs, Sa’îd bin Abd ar-Rahmân bin Abazî, Zaed bin Arqâm, Zaed bin
Wahhâb, ‘Ikrimah (Maulâ) Ibn Abbâs, ‘Urwah bin Zubair, ‘Abdâh bin Abî
Lubâbah.
Muridnya: Abû Yûnus Hâtim bin Abî Saghîr, ‘Ubaid bin Abî
‘Umayyah, Wâlid bin ‘Umar bin ‘Ubaid al-Tanafisî, Sulaimân al-‘Amasy
dan Sofwân Saurî.
99 Al-‘Asqalânî. Taqrîb al-Taqrîb, jilid 1, h. 229.
84
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Abu Hâtim: ثقة , صدوق
2. Al-Nasâ’î: ثقة, صدوق
3. Al-‘Ijlî: مفتي في الكفي,تابع ثقة ,
4. Ibnu Hajar al-Asqalani: فقیھ , ثقة, namun Tadlîs.
5. Ibnu Hibbân: ثابتا للحدیث ,فقیھ, namun Tadlîs.100
6. Ahmad bin Sa’ad bin Abî Maryam dari Yahyâ bin Ma’în: ثقة , حجة .
7. Hisyam bin ‘Adi: Beliau wafat pada tahun 122 H.101
8. Ahmad bin Sulaimân mendengar dari Abâ Bakr bin ‘Iyâs: Beliau wafat
pada bulan Ramadan tahun 119 H.102
Terdapat pertemuan dengan muridnya Sulaimân al-‘Amasy dan
gurunya Zaed bin Arqâm. Para ulama menilai positif (ta’dil) tingkat
kedua karena Beliau juga dikenal sebagai seorang tadlis. Dan Beliau juga
menerima hadis dengan cara ‘an‘anan (ن ,Oleh karena itu .(ع
periwayatannya dapat diterima.
‘Atiyah (w. 111 H)
Nama lengkap: ‘Atiyah bin Sa’ad bin Junadah al-‘Aufî al-Jadalî al-
Qaisî Abû al-Hasan al-Kûfî.
Gurunya: Zaed bin Arqâm, ‘Abdullâh bin Abbâs, ‘Abdullâh bin
‘Umar bin Khattâb, ‘Abd al-Rahmân bin Jundab, Abî Sa’îd al-Khudrî.
100 Ibnu Hibbân. Al-Tsiqât, jilid 2., h. 282 101 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, jilid. 5, h. 358 102 Abî ‘Abdullâh Ismâ‘îl bin Ibrâhîm al-Ja‘fî al-Bukhârî. Al-Târikh al-Kabîr, jilid 1/2, h.
314.
85
Muridnya: Abân bin Taghlab al-Maqra’î, Idrîs bin Yazîd al-Audî,
Ismâ’îl bin Abî Khâlid, Abû Sahhâf Dâud bin Abî ‘Aûf, Sulaimân al-
A’masy, Malik bin Mighal.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Al-Bukhârî: Berkata kepadaku ‘Alî bin Yahyâ: Ibnu Sa’ad, ‘Atiyah,
Abû Hârun dan Bisyrî bin Harrâb bagiku sama saja.
2. Husyaim juga berkata demikian.
3. Abbâs al-Darriyû dari Yahyâ bin Ma’în: صالح
4. Ibnu Tahmân dari Yahyâ: ضعیف tetapi aku menulis hadis darinya .
5. Abû Hâtim: ضعیف
6. Al-Nasâ’î: ضعیف
7. Abû Ahmad bin ‘Adi mengatakan: Riwayat ‘Atiyah dari Sa’id al-
Khudrî dinilai ثقة. jalur ini juga digunakan oleh seluruh ulama hadis.
8. Muhammad bin ‘Abdullâh al-Hadramî: Beliau wafat pata tahun 111
H.103
Terdapat pertemuan dengan muridnya Sulaimân al-‘Amasy dan
gurunya Abî Sa’îd al-Khudrî. Para ulama menilai positif (ta’dil) tingkat
ketiga. Beliau menerima hadis dengan cara ‘an‘anah (عن).
Zaed bin Arqâm (w. 68 H)
Lihat pada pembahasan sebelumnya tentang Zaid bin Arqâm
halaman 71. Bertemu dengan muridnya Habîb bin Abî Tsâbit dan
gurunya Nabi Muhammad saw. Beliau menerima hadis dengan cara
‘an‘anah (عن).
103 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, jilid 20, h. 145-149.
86
Abî Sa‘îd al-Khudrî (w. 74 H)
Nama lengkap: Sa‘ad bin Mâlik bin Sinân bin ‘Ubaid bin
Tsa‘labah bin ‘Ubaid al-Abjarî, Khudrah bin ‘Auf bin al-Hârits bin al-
Khazraj al-Ansârî, Abû Sa‘îd al-Khudrî, Sahabat Nabi S.a.w.
Gurunya: Nabi Muhammad saw, Jâbir bin ‘Abdullâh, Zaid bin
Tsâbit, ‘Abdullah Ibn ‘Abbâs, ‘Utsmân bin ‘Affân, ‘Alî bin Abî Tâlib,
‘Umar bin al-Khattâb, Abî Bakr al-Sâdiq, ayahnya Mâlik bin Sinân, Abî
Mûsâ al-‘Asy‘arî.
Muridnya: Hasan al-Basrî, Jâbir bin ‘Abdullâh, Sa‘îd bin Jubair,
Sa‘îd bin al-Musayyab, Sâlih bin Dînâr al-Tamâr, ‘Ata` bin Yasâr, Abû
Nadrah al-‘Abdî, Abû Yahya al-Aslamî, Abû al-Mutsannâ al-Juhanî.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Abû Muhammad al-Madanî: Beliau seorang Sahabat yang banyak
menerima hadis dari Rasulullah.
2. Hanzalah bin Abî Sofyân dari gurunya: Tidak ada seorang pun dari
sahabat Nabi yang lebih ’alim dari pada beliau.
3. Yahyâ bin Bukair dan Ibnu Numair: Beliau wafat di Madinah pada
tahun 74 H.104
Terdapat pertemuan dengan muridnya ‘Atiyah dan gurunya Nabi
Muhammad saw. Para ulama menilai positif (ta’dil). Beliau menerima
hadis dengan cara ‘an‘anah ( عن ). Tidak ada keraguan lagi terhadapnya
karena beliau adalah salah satu sahabat Nabi.
104 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, jilid 10, h. 229
87
Dari hasil penalitian sanad, yaitu jalur al-Tirmidzî melalui ‘Alî bin
Mundir al-Kûfî hingga Zaed bin Arqâm dan Abî Sa‘îd al-Khudrî, dapat
disimpulkan bahwa seluruh periwayat dalam keadaan bersambung antara
guru dan murid. Komentar para kritikus hadis pun menyatakan bahwa
semuanya bersifat ‘adil dan dabit. Oleh karena itu, sanad hadis ini sahih ,
dan ke-sahih-an sanad al-Tirmidzî ini dapat mewakili atau mengangkat
sanad-sanad dari mukharij lainnya.
Lihat skema sanad hadis riwayat al-Tirmidzî pada halaman
berikutnya:
88
Ahmad bin Hanbal (w. 241 H)
89
Nama lengkap: Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin
Asad al- Syaibanî atau Abû ‘Abdullâh al-Murzawî al-Baghdadî
.Gurunya: Ibrâhîm bin Khâlid al-San’anî, Ibrâhîm bin Sa’ad al-
Zuhrî, Ismâ’îl bin ‘Ulyah, Aswad bin ‘Amar Syadan, Jâbir bin Nûh, Jarîr
bin ‘Abd al-Hamid al-Razî, Ja’far bin ‘Aûn, Husein bin ‘Alî al-Ju’fî, ‘Abd
al-Razak, Abû Nadar, Hasyim bin Qasyim, Abû Nu’aim al-Fadl bin
Dukain.
Muridnya: Al-Bukhârî, Muslim, Abû Dâud, Ibrâhîm bin Ishâq al-
Harabî, Abû Qadamah ‘Ubaidillâh bin Sa’îd, Abû Bakar ‘Abdullâh bin
Muhammad bin Abî Duniyâ.
Pendapat ulama hadis terhadapnya:
1. Yahyâ bin Ma’în: Saya tidak pernah melihat orang sebaik Ahmad bin
Hanbâl.
2. ‘Abd al-Razâq: Saya tidak pernah melihat orang se-faqih dan se-wara'
Ahmad.
3. Al-Madînî: Tidak ada diantara sahabat-sahabat kita yang lebih hafidz
dari Ahmad.
4. Al-‘Ijlî: ثقة ثبت
5. Al-Syâfi‘î: Ketika saya keluar dari Baghdad, saya tidak menemukan
orang yang paling Faqih, paling Zuhd, paling Wara‘, paling mengerti
kecuali Ahmad bin Hanbal.
90
6. Al-‘Abâs al-‘Anbarî: حجة
7. Qutaibah: Ahmad adalah seorang imam (mujtahid).
8. Ishâk bin Rahwah: Ahmad bin Hanbal adalah pemberi حجة dalam
masalah ilahiyah dan hamba-hambaNya di dunia.
9. Al-Dzahabî: Cukuplah (kita menunjuk) Imam Ahmad sebagai pemuka
ahli fikih, hadis, orang-orang yang ikhlas dan wara‘. Imam Ahmad bin
Hanbal wafat di Bagdad tahun 241 H, dalam usia 77 tahun 105.
Terdapat pertemuan dengan gurunya Aswad bin ‘Âmmar. Para
ulama menilai positif (ta’dil) tingkat pertama, disamping penilaian positif
lainnya, Beliau menerima hadis dengan cara tahdîts ( حدثنى ). Oleh karena
itu, periwayatannya dapat diterima.
Aswad bin ‘Âmmar
Nama lengkap: Aswad bin ‘Âmmar Syâdân Abû ‘Abd al-Rahmân
al-Samy.
Gurunya: Sofyân bin Sa’îd, Hasan bin Salih bin Yahyâ, Ja’far bin
Ziyâd al-Ahmar, ’Abdullâh bin al-Mubârak, Huraim bin Sopyân, Hisyam
bin Hassan, Zuhair bin Mu’âwiyah.
Muridnya: Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Ahmad bin
Muhammad Ibrâhîm bin Mu’ayyâd, ‘Abbâs bin ‘Abd al-‘Azîm.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
105 Al-‘Asqalânî. Tahdzîb al-Tahdzîb, jilid 1, h. 98-100.
91
1. Muhammad bin Ahmad bin Hanbal: ثقة
2. Al-Dârimî: ثقة
3. Abû Khâtim al-Râzî: صدوق
4. Hanbal bin Ishâq dari ayahnya: ثقة
5. Yahyâ bin Ma’în: 106 لیس بھ بأس
Terdapat pertemuan dengan muridnya Ahmad bin Hanbal dan
gurunya Abû Isrâ’îl. Para ulama menilai positif (ta’dil) tingkat kedua,
Beliau menerima hadis dengan cara takhbir ( أخبرنا ). Oleh karena itu,
periwayatannya dapat diterima.
Abû Isrâ’îl (w. 169 H)
Nama lengkap: Ismâ’îl bin Khalifah al-Absyiyî (Abû Isrâ’îl bin
Abî Ishâq al-Mulaiyyî al-Kûfî, (Maulâ) Sa’ad bin Hudaifah, ’Abd al-
Azîz).
Gurunya: Ibrâhîm bin Hasan bin ‘Alî bin Abî Tâlib, Ismâ’îl bin
Abî Khâlid, Hârits bin Hashirah, Hâkim bin ‘Utaibah, Mujâhid bin Rumî,
Maimûn bin Mihrân, ’Atiyah bin Sa’îd al-Kûfî, ’Utsman bin al-
Mughirrah, ‘Alî bin Badimah, Fudail bin ‘Amrû al-Fuqaimî.
Muridnya: Ahmad bin ‘Abdullâh bin Yûnûs, Ismâîl bin Abbân al-
Warrâq, Ismâ’îl bin Sahib al-Yasykûrî, Muhammad bin Sâbiq, Aswad bin
‘Âmmar, Abû Ahmad Muhammad bin ‘Abdullâh bin Zubair al-Zubairî,
Mûsâ bin Ayân, Wâki’ bin Jarah, Yahyâ bin ’Abd al-Hamîd al-Himmanî.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
106 Al-‘Asqalânî. Tahdzîb al-Tahdzîb, jilid 1, h.297
92
1. Abû Bakar al-Asrâm dari Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa ia
pernah menulis hadisnya.
2. Ishâq bin Mansûr dari Yahyâ bin Ma’în: صالح الحدیث.
3. Mu’awiyah bin Salih dari Yahyâ: ضعیف
4. ‘Amrû bin ‘Alî mengatakan bawha: لیس من االھل كذب.
5. Abu Hâtim: 107جدید االفائ ,حسن الحدیث.
6. Al-Nasâ’î: ضعیف
7. Muhammad bin ‘Abdullâh al-Hadramî: Beliau wafat tahun 169 H.
Terdapat pertemuan dengan muridnya Aswad bin ‘Âmmar dan
gurunya ‘Utsman bin al-Mughîrah. Para ulama menilai positif (ta’dil)
tingkat ketiga, Beliau menerima hadis dengan cara ’an ’anah ( عن ). Oleh
karena itu, periwayatannya dapat diterima.
‘Utsmân bin al-Mughîrah (w. )
Nama lenngkap: ‘Utsmân bin al-Mughîrah al- Tsaqafî, Abû
Mughirah al-Kûfî, (Maulâ) Abî ‘Aqil at-Tsaqîfî, ‘Utsmân bin Abî Zur’ah.
Gurunya: Iyâs bin Ramlah al-Syammî, Zaed bin Wahbi al-Juhânî,
Salim bin Abî Sa’îd, Sa’îd bin Zubeir, ‘Alî bin Rabî’ah bin Nadlah al-
Walibî, Muhâjir al-Syammî.
Muridnya: Ismâ’îl bin Yûnus, Aswad bin ‘Âmmar, Bakar bin
Wail, Hasan bin ‘Umarah, Sofyân Tsaurî, Syarîk bin ‘Abdullâh, Sâlih bin
Hayyî, Syu’bah bin Hijjâj.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
107 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, jilid 3, h. 77
93
1. Sâlih bin Ahmad bin Hanbal: ‘Utsmân bin al-Mughîrah adalah
‘Utsmân al-Tsaqîfî, adalah ‘Utsmân bin Abî Zur’ah, tidak ada seorang
pun yang diriwayatkan darinya melalui jalur Syuraik.
2. Abû Hâtim: ثقة.
3. Al-Nasâ’î: ثقة.
4. Ibnu Hibbân : ثقة.
5. Yahyâ bin Ma’în : ثقة.
6. Telah meriwayatkan ahli hadis darinya kecuali Muslim.108
Terdapat pertemuan dengan muridnya Abû Isrâ’îl dan gurunya
‘Alî bin Rabî’ah. Para ulama menilai positif (ta’dil) tingkat pertama,
Beliau menerima hadis dengan cara ’an ’anah ( عن ). Oleh karena itu,
periwayatannya dapat diterima.
‘Alî bin Rabî’ah
Nama lengkap: ‘Alî bin Rabî’ah bin Nadlah al-Walibî al-Asadî,
Banjalî, Abû Mugîrah al-Kûfî.
Gurunya: ‘Utsman bin Hakim al-Fazari, ‘Utsman bin Kharijah bin
Hisni bin Hudaifah bin Badar al-Fazarî, Salman al-Farisî, Sulaimân bin
Samurah bin Jundub, ayahnya (Samurah bin Jundub), ‘Abdullâh bin
‘Umar bin Khattâb, al-Mughirah bin Syu’bah, Zaed bin Arqâm, K.
Muridnya: Ismâ’îl bin ‘Abd al-Mâlik bin Abî Sufaira’i, Badru bin
Khalîl al-Asadî, Hâkim bin ‘Utaibah, Sa’îd bin ‘Ubaid al-Tâ’iyî, Sulaimân
bin Khulâl, ‘Abd al-‘Azîz bin Rufa’I, ‘Utsmân bin al-Mugîrah,
Mu’awiyah bin Abî Abbâs, dll.
108 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, jilid 19, h. 497-499. Lihat juga, Al-
‘Asqalânî. Tahdzîb al-Tahdzîb, jilid 7, h. 141
94
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Abu Iskaq bin Mansûr dari Yahyâ bin Ma’în : ثقة.
2. Al-Nasa’I : ثقة.
3. Abu Hâtim : 109 صالح
4. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab الثقات.
Terdapat pertemuan dengan muridnya ‘Utsmân bin al-Mugîrah
dan gurunya Zaed bin Arqâm. Para ulama menilai positif (ta’dil). Beliau
menerima hadis dengan cara ’an ’anah ( عن ).
Zaed bin Arqâm (w. 68 H)
Lihat pada pembahasan sebelumnya tentang Zaid bin Arqâm
halaman 71. Para ulama menilainya positif (ta‘dîl), bertemu dengan
muridnya Habîb bin Abî Tsâbit dan gurunya Nabi Muhammad saw.
Beliau mendengar langsung hadis dari Nabi saw.
Dari hasil penalitian sanad, yaitu melalui jalur Ahmad bin Hanbal
kemudian melalui Aswad bin ‘Âmmar hingga Zaed bin Arqâm. Dapat
disimpulkan bahwa seluruh periwayat dalam keadaan bersambung antara
guru dan murid. Komentar para kritikus hadis pun menyatakan bahwa
semuanya bersifat ‘adil dan dabit. Oleh karena itu sanad hadis ini sahih.
Lihat skema hadis riwayat Ahmad bin Hanbal pada halaman
berikutnya:
109 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, jilid 20, h. 431.
95
96
97
Al-Baihaqî
Lihat pada pembahasan Al-Baihaqî pada hadis partama, halaman
29. Bertemu dengan gurunya Abû ‘Abdillâh al-Hâfiz. Beliau menerima
hadis dengan cara takhbir ( أخبرنا ).
Abû ‘Abdillâh al-Hâfiz (l. 321 H)
Nama lengkap: Muhammad bin ‘Abdullâh bin Muhammad bin
Hamdûwiyah bin Nu’aim bin al-Hâkim, al-Imâm al-Hâfiz, al-Nâqidu al-
‘Alâmah, Syaikh al-Muhadditsîn, Abû ’Abdillâh bin al-Bayyî‘ al-Dabbî al-
Tahmânî al-Naisâbûrî, al-Syâfi‘î, yang mempunyai karangan/tulisan.110
Beliau dilahirkan pada hari senin ketiga, pada bulan Rabî‘ al-Awal,
pada tahun 321 H. di Naisaburi.
Gurunya: ‘Abd al-Bâqî bin Qâni‘, Muhammad bin Mu`ammal al-
Mâsarjisî, Muhammad bin Ya‘qûb al-Asam, Abî ‘Alî al-Husain bin ‘Alî
al-Naisâbûrî al-Hâfiz.
Muridnya: Muhammad bin Ahmad bin Ya‘qûb, Abû Dzar al-
Harawî, Abû Ya‘lâ al-Khalîlî, Abû Bakr al-Baihaqî, Abû Sâlih al-
Mu`adzin.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Abû Hâzim ‘Amr bin Ahmad al-‘Abdûyî al-Hâfiz: Saya mendengar al-
Hâkim Abâ ‘Abdullâh Imâm ahli hadis di jamannya, beliau berkata:
Saya minum air zamzam, dan meminta/berdo‘a kepada Allah supaya
diberi rizqi kebaikan dalam mengarang/menulis.
110 Al-Dzahabî. Siyaru A‘lâm al-Nubalâ i, jilid 17, h. 162-163.
98
2. Al-‘Abdûyî: Saya mendengar Abâ ‘Abd al-Rahmân al-Sulamî berkata:
“Saya bertanya kepada al-Dâruqutnî tentang siapa orang yang lebih
hâfiz antara Ibn Mandah dan Ibn al-Bayyî‘ ( al-Hâkim )? Maka ia
menjawab Ibn al-Bayyi‘ lebih hâfiz dari Ibn Mandah.
3. Ibn Tâhir: Saya bertanya kepada Sa‘ad bin ‘Alî al-Hâfiz, tentang empat
orang ahli hadis yang unggul, kalian tahu? Beliau berkata: Siapa? Saya
menjawab: Al-Dâruqutnî, ‘Abd al-Ghânî, Ibn Mandah, al-Hâkim.
Beliau kemudian menjawab: Al-Dâruqutnî adalah orang yang paling
mengerti dalam ‘ilal, ‘Abd al-Ghânî orang yag paling mengerti tentang
nasab, Ibn Mandah orang yang paling mengerti dan banyak hadisnya,
sedangkan al-Hâkim orang yang paling baik karyanya.
4. Al-Sam‘ânî: Beliau yang unggul dalam ilmu dan ma‘rifat, hafal, dan
faham. Padanya ilmu-ilmu hadis, dan yang lainnya, bagus
karangannya.111
5. Al-Baghdâdî: 112.ثقة
Terdapat pertemuan dengan muridnya Al-Baihaqî dan gurunya
Abû Fadhl. Para ulama menilai positif (ta’dil) tingkat pertama, disamping
penilaian positif lainnya. Beliau menerima hadis dengan cara takhbir (
.Oleh karena itu, periwayatannya dapat diterima .( أخبرنا
Abû Fadhl (w. 342 H)
Nama lengkap: Hasan bin Ya’qûb bin Yûsuf al-‘Adl, Abû Fadhl
111 Al-Sam‘ânî. Al-Ansâb, jilid 2, h. 370. 112 Abî Bakr Ahmad bin ‘Alî bin Tsâbit al-Khâtîb al-Baghdâdî. Târikh Madînah al-
Salâm, Jilid 3, (Beirût: Dâr al-Gharab al-Islâmî, 2001), h. 510.
99
Gurunya: Muhammad bin ’Abd al-Wahhâb, Abâ Hâtim al-Râzî,
Ibrâhîm bin ’Abdullâh al-Qassâri, Abâ Yahyâ bin Abâ Musarrah, Yahyâ
bin Abî Mutallib, dll.
Muridnya: Abû ‘Ali al-Hâfiz, Abû Ishâq al-Muzakkî, Abû
’Abdullâh al-Hâkim, Ibnu Munadah, Yahyâ bin Ibrâhîm al-Muzakkî, dll.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
Al-Hâkim: Beliau memiliki sifat yang bagus, dia selalu
menginfakkan hartanya untuk para ulama dan orang-orang salih. Dia
selalu berdiam di masjid. Beliau wafat tahun 342 H.113
Terdapat pertemuan dengan muridnya Abû ‘Ali al-Hâfiz dan
gurunya Muhammad bin Abd al-Wahhâb. Para ulama menilai positif
(ta’dil). Beliau menerima hadis dengan cara tahdîts ( حدثنا ).
Muhammad bin Abd al-Wahhâb (w. 272 H)
Nama lengkap: Muhammad bin ‘Abd al-Wahhâb bin Habîb bin
Mihrân al-Abdî, Abû Ahmad al-Farrâi al-Naisâbûrî.
Gurunya: Ibrâhîm bin Rustum, Ahmad bin Hanbal, Âdam bin Abî
Iyâs, Ishâq bin Râhawiyah, Ja’far bin ‘Aun, Hafs bin ‘Abd al-Rahamân
al-Balkhî, Khâlid bin Makhlad al-Qatlawânî.
Muridnya: Al-Nasâ’î, Ibrâhîm bin Ja’far bin Walîd, Ahmad bin
Sa’îd al-Dârimî, Ahmad bin Muhammad bin al-Hûsain, Hasan bin
Ya’kûb al-‘Adl, Muhammad bin Ya’qûb al-Asam.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Al-Nasâ’î: ثقة
113 Al-Dzahabî. Siyaru A‘lâm al-Nubalâ i, jilid 15, h. 433
100
2. Muslim bin Hijjâj: ثقة صدوق
3. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab الثقات.
4. Hasan bin Ya’kûb al-‘Adl berkata bahwa: Saya menulis hadis darinya,
Hasan bin Ya’kûb melanjutkan, beliau wafat pada tahun 272 H.114
Terdapat pertemuan dengan muridnya Hasan bin Ya’kûb al-‘Adl
dan gurunya Ja’far bin ‘Aun. Para ulama menilai positif (ta’dil) tingkat
pertama. Beliau menerima hadis dengan cara takhbir ( أخبرنا ). Oleh
karena itu, periwayatannya dapat diterima.
Ja’far bin ‘Aun (w. 206 H)
Nama lengkap: Ja’far bin ‘Aun bin Ja’far bin ‘Amarû bin Hurais
al-Qursyî al-Makhzumî (Abû ‘Aun al-Kûfî).
Gurunya: Ismâ’îl bin Abî Khâlid, Ibrâhîm bin Muslim al-Hajarî,
‘Abd al-Rahmân bin Ziyad bin An’um al-Afriqî, ‘Abd al-Rahmân bin
‘Abdullâh al-Mas’ûd, Yahyâ bin Sa’îd (Abû Hayyân), Abû Hanifah al-
Nu’main bin Tsâbit, Hasyim bin Sa’ad, Hasyim bin ‘Urwah dan ‘Abd al-
Malik bin ‘Abd al-‘Azîz bin Juraiz, dll.
Muridnya: Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Sulaiman al-Rûhâwî,
Muhammad bin ‘Abd al-Wahhâb, Ishâq bin Mansûr al-Ramâdî,
Muhammad bin Hisyâm al-Marrudzî, Hârûn bin ‘Abdullâh al-Hammâl,
dll.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Ahmad bin Hanbal dari Ayahnya yang mengatakan bahwa: لیس بھ
صالح , بأس
114 Al-‘Asqalânî. Tahdzîb al-Tahdzîb, jilid 9, h. 284
101
2. Abû Hâtim: صدوق
3. ‘Utsmân bin Sa’îd ad-Dârimî dari Yahyâ bin Ma’in: ثقة
4. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab الثقات.
5. Al-Bukhari: Beliau wafat di Kuffah pada tahun 206 H.115
Terdapat pertemuan dengan muridnya Muhammad bin ‘Abd al-
Wahhâb dan gurunya Abû Hayyân. Para ulama menilai positif (ta’dil)
tingkat pertama, Beliau menerima hadis dengan cara takhbir ( أخبرنا ).
Oleh karena itu, periwayatannya dapat diterima.
Abî Hayyân (w. 145 H)
Nama lengkap: Yahyâ bin Sa’îd bin Hayyân, Abû Hayyân al-
Taimî.
Gurunya: ayahnya (Sa’îd bin Hayyân at-Taimî), pamannya (Yazîd
bin Hayyân at-Taimî), Abî Zur’ah bin ‘Umar bin Jarîr, ‘Ikrimah (Maulâ)
Ibni Abbâs, dll.
Muridnya: Ibrâhîm bin ‘Uyaynah, Ismâ’îl bin ‘Ulyah, Sulaimân al-
A’masy, Wuhaib bin Khâlid, Jarîr bin ‘Abd al-Hamîd, Ja’far bin ‘Aun,
‘Îsâ bin Yûnus, Sofyân Tsaurî, dll.
Pandangan ulama hadis terhadap dirinya:
1. Muhammad bin ‘Imran al-Khanasî dari Muhammad bin Fudail: صدوق
2. Muhammad bin ‘Abdullah al-‘Ijli: Sâhib al-Sunnah, ثقة ,صالح
3. Abû Hatim: صالح
4. Al-Tirmidzî: ثقة
5. Ibnu Hibbân memasukkannya dalam kitab الثقات
115 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, jilid 5, h.73-73
102
6. Ibnu Hibbân menambahkan: Beliau wafat pada tahun 145 H.116
Terdapat pertemuan dengan muridnya Ja’far bin ‘Aun dan
gurunya Yazîd bin Hayyân. Para ulama menilai positif (ta’dil) tingkat
pertama, Beliau menerima hadis dengan cara ’an ’anah ( عن ). Oleh karena
itu, periwayatannya dapat diterima.
Yazîd bin Hayyân
Lihat pada pembahasan Yazîd bin Hayyân sebelumnya halaman
69. Bertemu dengan muridnya Abu Hayyân dan gurunya Zaed bin
Arqâm. menerima hadis dengan cara ‘an‘anah ( عن ).
Zaed bin Arqâm (w. 68 H)
Lihat pada pembahasan Zaed bin Arqâm sebelumnya halaman 71.
Para ulama menilainya positif (ta‘dîl), bertemu dengan muridnya Yazîd
bin Hayyân dan gurunya Nabi Muhammad saw. Beliau mendengar
langsung hadis dari Nabi saw .
Penalitian sanad hadis riwayat al-Baihaqî melalui Abû ‘Abdillâh
al-Hâfiz hingga Zaed bin Arqâm dapat disimpulkan bahwa seluruh
periwayat dalam keadaan bersambung antara guru dan murid. Komentar
para kritikus hadis pun menyatakan bahwa semuanya bersifat ‘adil dan
dabit. Oleh karena itu, sanad hadin ini sahih.
Lihat skema sanad hadis riwayat al-Baihaqî pada halaman
berikutnya:
116 Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, jilid 31, h. 323-325
103
D. Analisis Kualitas Matan Hadis Surah al-Rahmân
104
Sebelum penulis menganalisis kualitas matan hadis-hadis surah al-
Rahmân, penulis akan menguraikan beberapa kriteria diterimanya matan
hadis. Al-Khâtib al-Baghdâdî (w. 463 H) menjelaskan tentang kriteria
matan hadis yang dapat diterima adalah sebagai berikut:
1. Tidak bertentangan dengan akal sehat.
2. Tidak bertentangan dengan hukum al-Qur’an yang muhkam.
3. Tidak bertentangan dengan hadis mutawatir.
4. Tidak bertentangan dengan amalan ulama salaf.
5. Tidak bertentangan dengan dalil qat’i.
6. Tidak bertentangan dengan hadis ahad yang ke-sahîh-annya lebih
kuat.117
Ibnu Jauzi (w. 459 H) mengantakan ada dua kriteria ke-sahîh-an
hadis, yaitu jika satu matan hadis tidak bertentangan dengan akal sehat,
dan tidak bertentangan dengan pokok-pokok kaidah agama maka sudah
dapat dinilai sahîh.118 Kriteria tersebut juga ditambah oleh Sâlah al-Dîn al-
Adabî dengan tidak bolehnya kandungan matan hadis bertentangan dengan
fakta sejarah.119 Dan terakhir adalah uraian Bustamin dan M. Isa. H. A.
Salam dengan pendekatan bahasa dan sejarah.120
Hadis pertama
Dari pendekatan bahasa, dalam Tafsir al-Mishbah teks hadisnya
berbunyi: Nabi saw. bersabda: “Segala sesuatu memiliki pengantin dan
117 Abu Bakar Ahmad Ibnu ‘Ali Tsâbit al-Khâtib al-Baghdadi, al-Kifayah fi ‘Ilmi al-Riwayah, (Mesir: Matba’ah al-Sa’adah,1972), h.206-207.
118 ‘Abd al-Rahmân Ibnu Jauzî, al-Maudû’ât, (Beirut: Dâr al-Afaq al-Jadîdah, 1983), h. 258.
119 Salah al-Dîn Ibnu Ahmad al-Adabî, Manhaj Naqd al-Matan, (Beirut: Dâr al-Afaq al-Jadîdah, 1983), h. 25.
120 Bustamin, M. Isa. H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada), h. 76.
105
pengantin al-Qur’ân adalah surat al-Rahmân”.121 ‘Urus yang berarti
pengantin adalah bahasa yang digunakan dalam redaksi hadis ini sudah
dikenal sejak masa Nabi, bukan merupakan bahasa baru. Karena itu, hadis
ini secara bahasa dapat diterima.
Dilihat dari segi pengertian, penulis melihat bahwa segala sesuatu
memiliki pengantinnya disini maksudnya adalah nilai keindahan yang
berbeda dan sangat menonjol seperti seorang pengantin yang terlihat
indah, enak dipandang, Begitu pula dengan al-Rahmân yang disebut
sebagai pengantin al-Qur’ân karena indahnya surah ini, dan karena di
dalamnya terulang sekian kali ayat (fa bi ayyi âlâ’i Rabbikumâ
tukadzdzibân), yang diibaratkan dengan aneka hiasan yang dipakai oleh
pengantin.122
Matan hadis tersebut juga tidak bertentangan dengan al-Qur’ân dan
dengan hadis manapun. Justru sebaliknya matan hadis ini seolah menjadi
pendukung bagi al-Qur’ân terutama untuk surah al-Rahmân.
Dengan demikian berdasarkan kriteria diterimanya sebuah matan
hadis di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa hadis ini bisa
diterima. Hadis ini tidak bertentangan dengan prinsip pokok agama yakni
tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan dengan hadis manapun, tidak
bertentangan dengan akal sehat serta fakta sejarah dan bahasa.
Hadis kedua
121M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, vol 13, h. 491 122 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, vol 13, Muqaddimah surah al-Rahmân
106
Dari pendekatan bahasa, dalam Tafsir al-Mishbah teks hadisnya
berbunyi: Nabi saw. menegur sahabat-sahabatnya yang terdiam saja ketika
dibacakan ayat (fabiayyi âlâ’i Rabbikumâ tukadzdzibân) kepada mereka.
Beliau memuji jin yang menyambut setiap seruan dengan berkata: “Tidak
satu pun dari nikmat-Mu – wahai Tuhan kami – yang kami ingkari, maka
segala puji bagi-Mu”.123 Bahasa yang digunakan dalam redaksi hadis
kedua ini sudah dikenal sejak masa Nabi; bukan merupakan bahasa baru.
Oleh karena itu, hadis ini secara kosakata dapat diterima.
Dilihat dari segi pengertian, penulis melihat bahwa adanya sebuah
anjuran untuk menjawab ayat (fabiayyi âlâ’i Rabbikumâ tukadzdzibân)
yang tersirat dari teguran Nabi saw. kepada para sahabatnya karena
terdiam ketika dibacakan ayat tersebut. indikasi adanya anjuran dalam
hadis tersebut terlihat jelas ketika Nabi saw. memuji jin yang menjawab
ayat tersebut.
Matan hadis tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan
dengan hadis.
Dengan demikian, berdasarkan kriteria diterimanya sebuah matan
hadis di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa hadis kedua ini bisa
diterima. Hadis ini tidak bertentangan dengan prinsip pokok agama yakni
tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan dengan hadis, tidak bertentangan
dengan akal sehat serta fakta sejarah dan bahasa.
Hadis ketiga
123 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, vol 13, h. 503.
107
Dari pendekatan bahasa, dalam Tafsir al-Mishbah teks hadisnya
berbunyi: Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya aku tinggalkan buat kamu
ats-Tsaqlain yakni Kitab Allah dan keluargaku”.124 Ats-Tsaqalain adalah
bentuk jamak dari kata ats-Tsaqal adalah bahasa yang digunakan dalam
redaksi arabnya sudah dikenal sejak masa Nabi; bukan merupakan bahasa
baru. Oleh karena itu, hadis ini secara bahasa dapat diterima.
Dilihat dari segi pengertian, ats-Tsaqalain adalah bentuk jamak
dari kata ats-Tsaqal yang berarti berat, mengindikasikan sesuatu yang
biasa ditimbang, dipikul ditanggung. Berarti ats-Tsaqalain adalah
tanggung jawab yang harus dipikul oleh setiap orang muslim. Al-Qur’ân
dan ahlul bait yang dimaksud dari kata ats-Tsaqalain adalah peninggalan
yang dititipkan oleh Nabi saw. kepada umatnya agar dilaksanakan sebaik-
baiknya yakni agar umatnya benar-benar menjalankan perintah Allah swt.
dan menjauhi larangan-Nya, dengan mengikuti tuntunan yang ada dalam
al-Qur’ân dan hadis, serta mencintai dan menjaga menghormati ahlul bait/
keturunan Nabi saw.
Dari segi perbedaan redaksi hadis yang sejalur, sejauh ini ulama
menyatakan bahwa adanya perbedaan redaksi hadis dengan hadis yang
sejalur dengannya karena periwayatan secara makna dapat ditolerir, baik
itu dari pengertian kata maupun karena perbedaan stuktural. Begitu juga
dengan susunan matan hadis ketiga.125 Penulis mendapatkan adanya
perbedaan hadis yang dimaksud. Untuk memperjelas adanya perbedaan
matan tersebut berikut ini penulis kemukakan contohnya:
124 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, vol. 13, h. 508. 125 Perbandingan hadis dengan hadis lain yang lebih Sahîh, hanya pada hadis ketiga saja
karena hadis pertama dan kedua adalah hadis gharîb.
108
اتبعھ كان علىالھدى أال وإنى تارك فیكم ثقلین أحدھما كتاب اللھ عز وجل ھو حبل اللھ من
وفیھ فقلنا من أھل بیتھ نساؤه قال ال وایم اللھ إن المرأة . »ومن تركھ كان على ضاللة
ا وقومھا أھل بیتھ أصلھ تكون مع الرجل العصر من الدھر ثم یطلقھا فترجع إلى أبیھ
.وعصبتھ الذین حرموا الصدقة بعده
ق
م أما بعد أیھا الناس إنما أنا بشر یوشك أن یأتى رسول ربى فأجیبھ وإنى تارك فیك« :ال
فحث على . »ا كتاب اللھ فیھ الھدى والنور فاستمسكوا بكتاب اللھ وخذوا بھ الثقلین أولھم
. ثالث مرات. »وأھل بیتى أذكركم اللھ تعالى فى أھل بیتى « :كتاب اللھ ورغب فیھ ثم قال
.سلم فى الصحیح من حدیث أبى حیان التیمىأخرجھ م
Kedua matan hadis126 di atas tampak jelas adanya perbedaan. Hal
tersebut dapat memberi petunjuk bahwa hadis yang diriwayatkan oleh
periwayat yang sama-sama tsiqah-pun dapat terjadi perbedaan matan hadis
yang diriwayatkan. Perbedaan matan hadis yang diriwayatkan oleh perawi
tsiqah saja yang dapat ditolerir, sementara hadis yang diriwayatkan oleh
periwayat yang tidak tsiqah tidak termasuk hadis riwayat bi al-Ma’na yang
dapat ditolerir.127 Kedua contoh matan hadis diatas adalah matan hadis
yang diriwayaatkan oleh periwayat yang tsiqah, maka perbedaan matan
hadis diatas adalah dapat ditolerir.
Matan hadis tersebut tidak pula bertentangan dengan al-Qur’ân dan
dengan hadis manapun.
Dengan demikian berdasarkan kriteria diterimanya sebuah matan
hadis di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa hadis ketiga ini bisa
126 Kedua matan hadis diatas adalah matan hadis riwayat Muslim dan matan hadis riwayat al-Tirmidzî. Sebenarnya matan seluruh hadis yang ada berbeda satu sama lain, namun kedua matan hadis yang penulis ambil merupakan contoh yang cukup jelas perbedaannya disamping kedua hadis tersebut memiliki kualitas yang sama.
127 Bustamin dan Isa Salam, Metodoligi Kritik Hadis, h. 67-68.
109
diterima. Hadis ini tidak bertentangan dengan prinsip pokok agama yakni
tidak bertentangan dengan al-Qur’ân dan dengan hadis manapun, tidak
bertentangan dengan akal sehat serta fakta sejarah apa pun.
110
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari tiga hadis yang penulis teliti, hadis-hadis surah al-Rahmân kitab
Tafsir al-Mishbah kualitas sanad dan matannya dalah sebagai berikut:
1. Sanad hadis kesatu riwayat ‘Alî bin Abî Tâlib adalah da‘îf. ‘Alî bin
Husein bin Ja’far al-Hâfiz dan Ahmad bin Hasan Dubaisi yang dinilai
pendusta dan mungkar al-hadis, serta Hisyâm al-Yazîdî, yang majhul
(tidak terlacak), dari tiga alasan tersebutlah yang menyebabkan sanad
hadis ini menjadi da‘îf.
2. Sanad hadis kedua riwayat Jâbir bin ’Abdullâh adalah Hasan Gharîb.
Walîd Muslim dinilai tadlis urutan keempat, namun sebagian ulama
menilainya tsiqah. Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa Zuhair bin
Muhammad yang menetap di Syam bukan Zuhair yang menetap di Irak.
Sepertinya ada keterbalikan nama antara Zuhair bin Muhammad al-
Manâkîr dengan Zuhair bin Muhammad al-Tamîmî. Muhammad bin
Ismâ’îl al-Bukhârî berkata bahwa ahli Syam meriwayatkan dari Zuhair bin
Muhammad al-Manâkîr, sedangkan ahli Irak meriwayatkan hadis dari
ulama hadis sekitar Irak. Dan kesimpulan dari keterangan diatas saya
mengikuti pendapat Hasan al-Banâ yang mengomentari kedudukan sand
hadis ini dengan penilaian Hasan Gharîb.
3. Sanad hadis ketiga riwayat Muslim, al-Tirmidzî, Ahmad bin Hanbal, dan
al-Baihaqî semuanya sahîh. Karena hadis ketiga ini terdapat riwayat
111
Muslim. Penulis mengikuti pendapat ijma‘ ulama yang menyatakan bahwa
riwayat al-Bukhârî dan Muslim dalam kitab sahîhnya adalah sahîh, yang
apabila ada hadis melalui jalur lain secara makana derajatnya tidak sahîh,
maka akan terangkat derajatnya dengan adanya riwayat Muslim ini.
4. Matan semua hadis, baik hadis pertama, kedua, dan ketiga dinilai sahîh,
karena semua matan tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur’ân, Hadis
lain yang sahîh, akal sehat, bahasa, serta fakta sejarah.
Namun demikian, bukan berarti kesimpulan yang penulis hasilkan ini
sebagai kesimpulan final. Walau bagaimana pun, kesimpulan yang penulis
hasilkan merupakan kesimpulan yang bersifat subjektif. Dalam artian bahwa
kesimpulan yang subjektif memungkinkan adanya ketidak sepakatan dari
orang lain, yang melihat dari perspektif lain.
B. Saran-saran
1. Dalam melakukan kegiatan penelitian hadis, hendaknya memperhatikan
kaidah-kaidah yang telah ditetapkan ulama hadis, juga diperlukan
kesabaran, ketekunan, dan ketelitian.
2. Hendaknya umat Islam lebih hati-hati dalam mengutip/mengungkapkan
hadis yang belum jelas kualitasnya.
3. Perlunya pengembangan sistematika penelitian hadis, supaya mahasiswa
dapat lebih mudah memahami hadis baik dari segi sanadnya, ataupun
matannya.
112
4. Penulis berharap, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khusunya,
dan umumnya bagi pembaca.