Pengaruh komposisi kompos organik terhadap pertumbuhan tanaman kedelai di tanah gambut PPT
Tanah gambut
Transcript of Tanah gambut
dilepaskan makin rendah. Disamping itu, emisi juga ditentukan oleh lapisansubstratum gambut. Gambut yang di bawahnya berupa lapisan tanah mineral yangmengandung basa polivalen tinggi akan makin kecil dalam melepaskan emisi.Ameliorasi untuk memperbaiki kesuburan tanah gambut juga dapat memacuemisi, karena ameliorasi akan menurunkan rasio C/N dan akan memacudekomposisi gambut (Widyati, 2011). Hasil pengamatan Hidayanti dan Riwandi(2011) berdasarkan kedalaman saluran drainase diketahui bahwa rata – rata lajusubsiden gambut 6,87 mm/3bulan, bulan pada kedalaman 0,75 m, sehingga secaraumum laju subsiden gambut Fibrik akibat kombinasi perlakuan drainase dan pengapuran adalah 3,52 cm/tahun, dengan kisaran pH 5,79 – 6,79, kadar air 74,4% – 132,27 %, Penurunan kadar air dan peningkatan pH gambut yang semakinmatang dengan nilai BV yang cenderung meningkat, dapat mempercepatterjadinya laju subsiden. Pemanfaatan tanah gambut mempunyai kendala darigambut itu sendiri (inherent ) dan akibat reklamasi tanah sehingga terjadi perubahan sifat fisik, kimia, dan biologis gambut. Untuk mengatasinya dengancara reklamasi, diantaranya membuat saluran drainase yang berfungsi untuk membuang kelebihan air, mengendalikan tinggi permukaan air, atau konservasiair. Cara yang lain, pengapuran berfungsi untuk meningkatkan pH tanah danaktivitas jasad renik tanah sehingga mempercepat dekomposisi bahan organik (Nurzakilah dan Achmadi, 2001).KESIMPULANDalam mempertahankan sumberdaya gambut untuk pertanian pengendaliantata air gambut sangat penting, ketinggian air tanah harus disesuaikan dengankebutuhan dari rhizospher tanaman. Semakin dalam jangkauan perakaran tanamanmaka permukaan air tanah semakin dalam pula. Kesadaran bahwa gambutmerupakan media tanam yang harus dilestarikan perlu disampaikan kepadamasyarakat, pembakaran yang berlebihan pada waktu penyiapan lahan sedapatmungkin dihindari, tehnologi pembuatan abu bakar melalui pembakaran sampahkebun dan gulma dapat dilakukan secara terkendali. Pembakaran semak dangulma langsung di kebun akan menyebabkan terbakarnya gambut. Pembakaran tidak terkendali akan menyebabkan hilangnya gambut secara cepat. Pembukaanlahan gambut untuk pertanian memberikan dampak pada lingkungan disebabkanoleh rendahnya kualitas pengelolaan drainase sehingga air yang keluar dari lahangambut terjadi secara berlebihan dan menyebabkan keringnya lahan sekitar lokasi pertanian. DAFTAR PUSTAKAEndah, N. 2002. Tinjauan Teknis Tanah Gambut Dan Prospek PengembanganLahan Gambut Yang Berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Guru Besar ITSSurabaya.Hidayanti, N., dan Riwandi. 2011. Laju subsiden pada drainase dan pengapurantanah gambut fibrik dengan penanaman jagung. Program Studi Ilmu TanahFakultas Bengkulu. Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian. Najiyati. 2003. Mengenal Perilaku Lahan Gambut. Seri Pengelolaan Hutan danLahan Gambut, Bogor. Nurzakiah, S. dan Achmadi J. 2004. Potensi dan kendala pengelolaan lahangambut untuk pertanian. Balai Penelitian Pertanin Lahan Rawa (Balitra).Kalimantan Selatan. Agroscientiae.11(1) : 37 – 42.Peraturan Menteri Pertanian. 2009. Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Budidaya Kelapa Sawit. No. 14/Permentan/PL 110/2/2009.Sinartani. 2011. Ameliorasi Tanah Gambut Meningkatkan Produksi Padi danMenekan Emisi Gas Rumah Kaca. Agroinovasi Edisi 6-12 Maret 2011 No.3400 Tahun XLI.Susilawati. 2011. Pengamatan GRK Dengan Penambahan Bahan Amelioran diKalimantan Selatan. Badan Lingkungan Hidup Pertanian, Bogor.Widyati, E. 2011. Kajian optimasi pengelolaan lahan gambut dan isu perubahaniklim. Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi, Bogor.
Pemanfaatan Lahan Gambut
15 04 2010
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Lahan gambut adalah lahan basah yang memegang peranan penting sebagai benda ekstraktif dan non-ekstraktif. Sebagai bahan ekstraktif, gambut bisa dimanfaatkan sebagai bahan energi semisal dijadikan briket, atau diambil asam humatnya, dijadikan media semai atau media untuk reklamasi lahan kering.
Sedangkan sebagai bahan non-ekstraktif, gambut berfungsi sebagai penyokong biodiversitas, sebagai hutan, perkebunan, dan pertanian.Namun fungsi yang paling mengemuka adalah kemampuannya menyimpan air, gambut bisa menyimpan 90 persen volume air hingga ekosistem ini diharapkan bisa menyangga hidrologi kawasan sekitar agar tidak kebanjiran dan supaya tidak tergerus intrusi air laut.
Bila musim kemarau datang, gambut memberikan pasokan airnya ke daerah sekitarnya dan kawasan itu tidak rawan api karena masih tergenang air yang cukup.
Taksonomi tanah (Soil survey Staff, 1975) dalam Halim dan Bustoni (1997 : 2) mendefinisikan gambut sebagai tanah yang mengandung bahan organik >20% (bila tanah tidak mengandung liat) atau lebuh dari 30% (bila tanah mengandung liat > 60%) dan tebalnya secara kumulatif >40 cm. Bila ketebalan gambut kurang dari 40 cm dikategorikan sebagai tanah bergambut.
Menurut Maltby (1992) dalam Rifani (1996 : 4) gambut adalah akumulasi bahan organik yang merupakan hasil perombakan yang tidak sempurna dari sisia jaringan tanaman yang mati pada suatu kondisi air yang melimpah dalam keadaan anaerob.
Tanah gambut terbentuk hampir di seluruh Negara di dunia. Luasnya diperkirakan sekitar 394 juta ha, diantaranya sekitar 31 juta hektar atau 7,85% terdapat di daerah tropika, yaitu Asia Tenggara, Amazone Carribean, USA dan Afrika. Di Asia Tenggara tanah gambut sebagian besar terdapat di Indonesia dan Malaysia.Menurut (Buckman dan Brady, 1982 : 436) dalam Yuniar (1999 :8) gambut terbentukdari pelapukan bahan organic yang sebagian besar disebabkan oleh agensia cendawan, bakteri anaerob, ganggang dan tipe tertentu hewan mikrokopik dengan merombak jaringan organic, membebaskan gas dan menunjang sisa humus. Jika dekomposisi telah lanjut bahan organic ini mendapat cirri-ciri profil sedemikian rupa sehingga menguatkan penunjukannya sebagai suatu bahan organic yang sebenarnya.
Gambut adalah onggokan bahan organik yang tersusun dari bahan kayuan atau lumut yang terjadi akibat kecepatan penimbunan lebih tinggi dibandingkan dengan penguraiannya. Sebagai hasil dekomposisi anaerobik, tanah gambut mengandung asam-asam organik, baik yang humanik maupun yang non-humanik. Asam-asam organik tersebut merupakan komponen koloid yang utama dan penting dalam gambut. Dilain pihak tanah-tanah mineral memiliki kandungan bahan organik yang rendah.
Di Indonesia, kecepatan penimbunan di perkirakan berkisar antara 8-40 cm per 100 tahun. Perbedaan kecepatan ini disebabkan oleh suhu dingin (di daerah non-tropis) dan curah hujan yang tinggi (di daerah tropis). Proses pembentukan gambut berlangsung selama ribuan tahun. Gambut kalimantan, contohnya, terbentuk sekitar 800 hingga 5000 tahun yang lalu.
Ketebalan gambut sangat bervariasi antara 0,5 meter hingga 20 meter, kawasan gambut di Kalimantan dan Sumatra yang kedalamannya sampai 20 meter bisa 200.000 km persegi, dan diprkirakan simpanan karbonnya mencapai50 miliar ton. Indonesia merupakan negara yang mempunyai cadangan gambut terbesar keempat didunia, cadangan gambut tersebut setara dengan 286 BBOE (billion barrels oil equivalent) yang merupakan 55,94 % dari total sumber daya energi fosil di Indonesia (Suhala, 1996). Saat ini keberadaan lahan gambut di Indonesia semakin dirasakan peran pentingnya, terutama dalam hal kemampuan menyimpan karbon dioksida (CO2), salah satu jenis gas rumah kaca, dan siklus hidrologi serta memelihara keanekaragaman hayati.
Lahan gambut, walaupun hanya sekitar 3 % dari total luas daratan Bumi, akan tetapi sanggup menyimpan 30 % karbon dunia. Luas lahan gambut di seluruh dunia berkisar 38 juta hektar dengan lebih dari separuhnya berada di Indonesia. Lahan gambut di Indonesia diperkirakan seluas 26 juta hektar ( Driessen dan Supraptohardjo, 1994), dan hampir semuannya ada di luar pulau jawa, yakni pulau Sumatra 8,9 juta hektar, pulau Kalimantan 6,3 juta hektar, dan yang terbesar ada di pulau Irian yakni 10,9 juta hektar.
Kawasan gambut, yang mempunyai fungsi perlindungan antar lain perlindungan morfologi setempat
1. Perlindunagan pada fungsi hidrologi wilayah atau tata air, yaitu sebagai kawasan resapan, penyimpan air dan pencegahan banjir.2. Perlindungan pada ekosistem yang khas di kawasan bergambut.3. Perlindungan pada pemanfaatan gambut.
Menurut (Purwowidodo, 1991 :123) dalam Yuniar (1999 : 15) gambut di Indonesia diperkirakan mulai terbentuk sekitar 5000 tahun silam dan sebagian menempati daerah cekungan sangat luas yang terletak diantara sungai besar dan tepi pantai. Banyaknya longgokan gambut ini disebabkan karena paduan keadaan topografi yang sesuai, curah hujan yang melebihi penguapannya dan sedikitnya kandungan debu di sungai.
Soerianegara (1978 : 43) mengemukakan bahwa hutan rawa gambut adalah semacam hutan rawa, tetapi tumbuh diatas lapisan gambut yang tebalnya 1-20 m dan digenangi air gambut yang berasal dari huja dan tanah organosol.
Gambut Omrogen merupakan gambut yang banyak dijimpai di Indonesia. Permukaan lahan gambut Ombrogen lebih tinggi dibandingkan dengan permukaan air disekelilingnya, sehingga tumbuhan yang dapat hidup diatasnya mendapat pasokan hara dari air hujan, uraian bahan gambut dan uraian tubuh tumbuhan sendiri. Menurut Poerwidodo, 1991 : 124) dalam Yuniar,tipe gambut ombrogen umumnya ditemui di tepi pantai dengan ketebalan dapat mencapai 20 meter, air atusannya asam dan miskin hara khususnya K, Ca dan P. Gambut topogen relative kaya unsure hara karena adanya sirkulasi hara mineral dari bagian bawahnya oleh kegiatan akar-akar tanaman maupun pengaruh pasang surut air sungai disekitarnya (Bapeda Tingkat I Riau, 1993 : 35)
Komposisi khas hutan gambut di Kalimantan terdiri dari asosiasi kayu ramin (Gonystylus spp). Tinggi pohon di lahan gambut ini dapat mencapai 30 m terutama di tepi lahan. Hal ini dapat dikaitkan dengan genesa gambut tersebut. Semakin ke tengah dirajai oleh pohon yang semakin pendek, seperti : tristania obovata dan Ploiarium alternifolium. Ketidakmampuan pohon-pohon tumbuh optimal di bagian tengah lahan gambut dikarenakan keadaannya sangat ekstrim,khususnya gatra PH dan ketersediaan hara bagi tanaman.
Menurut Poerwidodo (1991 : 124) dalam Yuniar, jenis tumnuhan hutan gambut yang telah banyak dimanfaatkansecara intensif adalah Ramin (Gonystylus spp), Damar (Agathis Borneensisi), Meranti (Shorea sp), dan rotan (Callamus sp). Jenis tumbuhan ini merajai kawasan tepi lahan gambut.
Pembentukan terjadinya gambut di daerah tropika seperti di Indonesia berbeda dengan terjadinya gambut didaerah yang beriklim sedang dan dingin. Penyebab utama terjadinya gambut di daerah iklim sedang dan dingin adalah suhu yang dingin dan kondisi yang jenuh air sehingga proses okdsidasi berjalan sangat lambat. Sedangkan penyebab utama terjadinya gambut di daerah troika adalah kelebihan air dan kekurangan oksigen serta PH yang endah (Tim riset Gambut,1994). Peran gambut sebagai daerah resapan air memang tidak dapat diragukan baik ditinjau dari lokasi pembentukannya ada status fisiografi rendah maupun dari sifat fisiknya. Gambut ombrogen yang merupakan cembungan (dome) dan terbentuk pada awalnya dari cekungan oligotrofik sangat besar
pengaruhnya sebagai daerah resapan dan cadangan air. Fungsi hidrologis yang besar dari gambut tersebut merupakan salah satu pertimbangan konservasi terpenting dalam upaya pemanfaatannya. Lokasi lahan gambut didaerah perhuluan akan sangat berpengaruh pada konservasi hidrologi daerah aliran di hilirnya, sedangkan lokasinya dekat daerah estuari akan sangat dierlukan dalam menjaga intrusi air laut dan menyerap kelebihan/limpasan air kiriman dari hulu atau air pasang. Sifat gambut oligotrofik yang masih mentah dengan berat jenis yang sangat rendah, termasuk lapisan yang lebih dalam pada gambut otrofik, mempunyai kemampuan manahanair (water holding capacity) sangat besar bahkan sampai sepuluh kali lipat dari berat keringnya, tergantung pada bahan penyusun gambutnya. Sifat hidrologis bahan organik initidak dapat digantikan oleh jenis-jenis tanah lainnya, oleh karena itu fungsi konservasinya sangat besar.
Selama vegetasi hutan yang ada tetap memberikan inut serasah ke lantai hutan pada kondisi jenuh, maka lapisan gambut akan tetap terbentuk karena proses dekomposisi (humufikasi dan mineralisasi) bahan organis tidak dapat mengimbanginya. Sekali vegetasi (hutan) pada lahan gambut terbuka atau ditebang habis, maka pada saatnya lapisan gambut akan musanah. Biasanya lapisan liat mineral (aluvial) atau bahkan pasir kwarsa akan menggantikan lahan gambut setelah 20-40 tahun tergantung pada intensitas pengolahan dan ketebalan gambut aslinya. Proses subsiden lanjut seperti ini perlu diantisipasi karena dataranaluvial tersebut akan mudah tergenang dan rawan banjir.
Pemanfaatan lahan gambut di negara-negara maju telah berkembang baik untuk keperluan budi daya pertanian/kehutanan maupun energi dan lainnya. Pemanfaatan gambut untuk energi di Finlandia Swedia dan Kanada dapat diperkirakan terjadi pada gambut yang ketebalannya besar yaitu tipe gambut ombrogen. Hal ini dimungkinkan karena disamping kedalaman/potensi yang besar juga variasi kematangan serta kandungan karbon dan hidrogen yang dapat menghasilkan kalori ebih besar. Di Indonesia perhitungan ekonomi produk energi dari bahan gambut tersebut masih belum menjanjikan dasam[ing pertimbangan biaya lingkungan yang ahrus dikeluarkan.
1. Tujuan Praktikum2. Adapun tujuan praktikum ini adalah :
Mengetahui tingkat kesuburan tanah gambut yang terdapat di Kalimantan Barat Mengetahui factor-faktor yang dapat meningkatkan kesuburan tanah gambut
BAB II
METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :
Plastic Polybag Cangkul untuk mengambil tanah Palstrik hitam
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
Tanah gambut Bibit tanaman buncis, kacang panjang manis, kacang hijau dan kacanh merah Air untuk menyiram
1. Metode Praktikum
1. Diambil tanah gambut sebanyak 1 kantong plastik hitam, (secukupnya untuk delapan polybag kecil).2. Kemudian tanah gambut tersebut dibagi menjadi 2, yang pertama dijemur selama setengah hari dan yang lainnya dibiarkan tanpa
perlakuan pengeringan.3. Setelah itu tanah dimasukkan kedalam polybag, masing-masing 4 polybag.4. Setelah itu ditanam 4 jenis tanaman (buncis, kacang panjang, kacang hijau dan kacang merah) pada masing-masing polybag dengan 3
kali ulangan.5. Kemudian dilakukan pengamatan selama1 mingu terhadap pertumbuhan tanaman tersebut.6. Penyiraman dilakukan setiap 1 hari sekali dengan metode penyemprotan.7. Setipa hari diperhatikan dan dicatat pertumbuhan tinggi tanaman tersebut.8. Pada hari terakhir tanaman dicabut untuk dihitung jumlah akarnya.
1. B. Pembahasan
Pada praktikum diatas dapat dilihat bahwa gambut memiliki potensi yang besar dalam bidang pertanian. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan dari tanaman yang diuji cobakan pada tanah tersebut. Pada perlakuan-perlakuan yang diberikan, yaitu tanah gambut yang dikeringkan dan tanah yang tidak dikeringkankan memberikan dampak yang cukup nyata terhadap pertumbuhan kacang-kacangan. Pada tanah yang dikeringkan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan tanah yang tidak dikeringkan. Hal ini terkait dengan kandungan unsur hara yang terdpat didalam tanah gambut tersebut.
Berikut merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kesuburan tanah gambut, yaitu :
1. Ketebalan gambut
Pada daerah pengambilan sampel tanah gambut., kedalaman gambutnya rendah, sehingga kesuburan gambut masih cukup baik karena input hara dan air selain berasal dari hujan, juga berasal dari aliran/limpasan air sungai pada saat air pasang. Lahan gambut ini cocok untuk dijadikan sebagai lahan budi daya tanaman dan pemukiman. Gambut ini dinamakan gambut topogen. Selain itu ada pula gambut yang miskin unsure hara, gambut ini disebut gambut ombrogenus (terbentuk semat mata di bawah genanagn air hujan). Gambut ini memiliki kadar abu, PhH dan kadar basa yang rendah..
1. Letak daerah gambut
Pada praktikum ini, pengambilan sample pada daerah yang cukup terbuka dan bukan pada daerah pedalaman. Hal ini erat kaitannya dengan kesuburan pada tanaha gambut tersebut. Gambut pada daerah pedalaman pada umumnya kurang subur dibandingkan dengan gambut pada daerah dekat pantai.
Selain itu, pada data yang telah didapat di atas dapat dilihat bahwa ada satu jenis tanaman yang tidak tumbuh sama sekali pada semua tanah perlakuan, baik tanah gambut basah maupun ynag telah dikeringkan. Tanaman itu adalah kacang buncis. Hal ini terkait dengan tingkat keasaman dari tanah gambut tersebut yang tidak memungkinkan bagi buncis untuk tumbuh, karena buncis membutuhkan media tanam yang PH-nya sesuai dan memiliki kadar unsure hara yang cukup tinggi.
Kalimantan Barat merupakan salah satu daerah yang bergambut. Dari praktikum diatas dapat dilihat bahwa ketersediaan gambut yang cukup melimpah di Kalimantan Barat dapat dijadikan sebagai salah satui alternative dalam pemanfaatan lahan guna peningkatan kesejahteraan rakyat Kal-Bar.
Lahan gambut yang terdapat di Kal-Bar dapat dikategorikan cukup subur, hal ini terkait dengan sifat fisik dari gambut tersebut yang telah diterangkan diatas. Untuk itulah perlu adanya upaya yang terpadu guna meningkatkan kualitas dari lahan gambut yang ada pada daerah ini.
BAB IV
PENUTUP
A Kesimpulan
Berdasarkan analisis dari data praktikum yang telah dilakukan di atas, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Tanah gambut di Kalimantan Barat memiliki potensi yang cukup besar dalam pemanfaatannya sebagai lahan pertanian dsan perkebunan.
2. Pemanfaatan lahan gambut sebagai lahan pertanian memrlukan perlakuan khusus guna menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi.
1. Saran
1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut terkait dengan peningktan kadar hara yang terdapat didalam tanah gambut.2. Praktikum diharapkan dapat dilaksanakan lebih awal dari waktu sebelumnya sehingga pemahaman mahasiswa dapat lebih terasah dan
tidak tergesa-gesa.
DAFTAR PUSTAKA
Sagala, Porkas. 1994. Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. Yayasan obor Indonesia : Jakarta..
Jhon dan Kathi Mackinnon. 1990. Pengelolaan Kawasan yang dilindungi di daerah Tropika. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Kieley, Jack dan Susan Page. 2002. Peatlands for People Natural Resources Function and Sustainable Management. Ril Nusa Indah. Jakarta.
Hadisuparto, Herujuno. 1998. Prosiding Seminar Nasional Gambut 3. HGI Universitas Tanjungpura. Pontianak.
Bab I. Pendahuluan
A. Latar belakang
Potensi lahan gambut sebagai lahan pertanian di Indonesia cukup luas sekitar 6 juta/ha dari 21 juta ha atau 11% dari luas daratan di indonesia. Pemanfaatannya sebagai lahan pertanian memerlukan perencanaan yang cermat dan teliti, penerapan teknologi yang sesuai, dan pengelolaan yang tepat karena ekosistemnya yang marginal dan fragile. Lahan gambut sangat berpotensi besar untuk lahan pertanian karena lahan ini banyak mengandung bahan organik yang tinggi. Tetapi yang jadi kendala untuk lahan ini adalah pHnya yang sangat rendah sehingga tidak baik untuk lahan pertanian. Tetapi tidak ada yang tidak mungkin pH tanah yang rendah bisa di tingkatkan dengan teknologi teknologi pengolahan lahan petanian yang ada. pengaruh buruk asam asam organik dapat dikurangi dengan cara teknologi pengolahan air dan menambahkan bahan bahan yang banyak mengandung kation. Sehingga lahan gambut berpotensi besar untuk pertanian perkebunan dan holtikultura. Karena jika tidak di lakukan pemanfaatan lahan ini akan menjadi lahan tidur yang luas di Indonesia.
B. Rumusan masalah
a. KARAKTERISTIK DAN KESESUAIAN LAHAN GAMBUT
Ø Sifat Fisik Gambut
Ø Sifat Kimia Gambut
Ø Kesesuaian Lahan
b. PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT UNTUK TANAMAN PANGAN
Ø Ameliorasi
Ø Tata Air Mikro
C. Tujuan penulisan
Tulisan ini bertujuan selain syarat untuk mendapatkan nilai mata kuliah DKLBG dalam memenuhi nilai tugas terstruktur untuk mengetahui berapa pentingnya kita mengetahui karakteristik lahan gambut untuk strategi pengolahan agar bisa mendapatkan hasil yang maksimal tetapi tetap mengedepankan keasrian lingkungan.
D. Manfaat penulisan
Manfaat penulisan ini ialah menjelaskan bagaimana kita bisa mengenali karakteristik dan kesesuaian lahan gambut dan pengolahanya dengan teknologi teknologi.
E. Metode penelitian
a. Langsung dari jurnal penelitian: Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pengembangan Pertanian (Sri Ratmin)
Bab II. Pembahasan
A. KARAKTERISTIK DAN KESESUAIAN LAHAN GAMBUT
Lahan gambut ialah lahan yang bisa dijadikan lahan pertanian yang baik. tetapi lahan gambut banyak memiliki dendala antara lain fisik, kimia, dan biologis. Lahan gambut merupakan lahan fragile yang tingkat produktivitasnya rendah. Kandungan unsur hara makro dan mikro juga ketersediaanya sangat lemah.
a. Sifat fisik gambut
Karakteristik fisik gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk
pertanian meliputi kadar air, berat isi (bulk density, BD), daya menahan beban (bearing capacity), subsiden (penurunan permukaan), dan mengering tidak balik (irriversible drying). Subsiden juga disebabkan terjadinyaproses dekomposisi bahan organikdan melepaskan CO2.
b. Sifat kimia gambut
Karakteristik kimia lahan gambut sangat ditentukan oleh kandungan , ketebalan,dan jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), serta tingkat dekomposisi gambut. Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang dari 5% dan sisanya adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa-senyawa humat sekitar 10 hingga 20% dan sebagian besar lainnya adalah senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin, suberin, protein, dan senyawa lainnya.
c. Kesesuaian lahan
Lahan gambut memang bisa berfopensi untuk berbagai jenis tanaman pangan dan perkebunan, akan tetapi lahan gambut seharusnya sangat dianjurkan umtuk menanam tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, jagung, kelapa hibrida, dan juga lahan gambut juga bisa menampung air hujan yang banyak untuk ketersediaan air yang terus menerus.
Pengolahan lahan gambut untuk tanaman pangan
Pemanfaatan lahan gambut untuk usaha pertanian, didahului dengan tindakan reklamasi, dilakukan dengan pembuatan saluran drainase untuk membuang air berlebih sehingga tercipta lingkungan tanah yang cocok untuk tanaman tertentu. Tetapi jika tidak terkontrol dengan baik lahan gambut bisa berakibat kekeringan (over drained) inilah awal dari kerusakan lahan gambut yang berakibat kekeringan besar pada lahan pertanian kering tersebut.
a. Ameliorasi
Ameliorasi ialah perlakuan lahan gambut yang bersifat masam sehingga tidak cocok untuk laham pertanian tetapi dengan ameliorasi atau menaikan pH dengan memperi bahan kapur atau abu bakar pada lahan akan menambah kestabilan tanah tersebut.
b. Teknik tata air
Masalah asam-asam organik beracun dapat ditanggulangi dengan membuat parit-parit drainase untuk membuang kelebihan air dan mengurangi kadar asam-asam organik. Ismunaji et al. (1991). Denagan adanya aliran air air yang berada dalam tanah akan menuju ke parit yang membawa asam asam organik beracun tersebut yang di sebut proses pencucian dan parit akan dialirkan ke parit besar atau ke sungai.
BAB III. Penutup
A. Kesimpulan
Lahan gambut adalah ekosistem marginal dan fragile, sehingga dalam pemanfaatannya harus didasarkan atas penelitian dan perencanaan yang matang, baik dari segi teknis, sosial ekonomis maupun analisis dampak lingkungannya menurut (Sri Ratmini). Menurut penulis Dari sudut pandang ekonomis kita harus bisa menghitung untuk bisa mengelola lahan gambut karena perlu biaya yang cukup besar untuk pembukaan lahan. Karena jika lahan perkebunan yang luas otomatis kita menggunakan alat berat untuk pembukaan irigasinya. Kalau di tinjau dari segi teknis pengelolaan tidak sulit karena hanya berdasarkan mekanisasi pertanian.
B. Saran
Untuk saran penulis terhadap jurnal ini memang sangat bagus karena biar bagaimanapun lahan gambut yang sangat luas di indonesia bisa dijadikan lahan pertanain, tertapia ada banyak dampak negatif dari pembukaan lahan gambut terutama dari segi lingkungan lahan gambut yang terbuka akan memacu meningkatnya gas gas rumah kaca yang ada di udara, selain itu lahan gambut pada dasarnya seperti spon akan mampu menampung air sebanyak banyaknya tetapi ketika di buka tanah ini akan menyusut sehingga tidak mampu menampung air akibatnya bisa menyebankan terjadinya kebanjiran di daerah daerah yang rendah. Penulis berpendapat sebaiknya untuk lahan gambut dibiarkan tetap tidak di kelola untuk lahan pertanian biarkan saja bahan bahan organik tetap terendam supaya dekomposisi yang menlepaskan gas gas tersebut tidak terjadi secara cepat. Dan juga dari segi untuk lahan perkebunan seperti kelapa sawit, tanaman kelapa sawit tidak sekuat yang di daerah tanah mineral tanaman sawit di lahan gambut cenderung lebih cepat masa produksinya habis sebab tanaman mudah mati saat berbuah, tumbanh ketika mencapai ketinggian 5 meter karena dasar penahan tidak kuat.