TANGGUNGJAWAB NOTARIS SELAKU PEJABAT PEMBUAT AKTA T ANAH...

7

Click here to load reader

Transcript of TANGGUNGJAWAB NOTARIS SELAKU PEJABAT PEMBUAT AKTA T ANAH...

Page 1: TANGGUNGJAWAB NOTARIS SELAKU PEJABAT PEMBUAT AKTA T ANAH ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/a887907999eec15d122b88aaf685b491.pdf · didasarkan atas adanya peralihan hak atas tanah

1

TANGGUNGJAWAB NOTARIS SELAKU PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

DI KOTA MAKASSAR

Responsibility of Notaries as the Functionary Make Land Certificate in Tax Harvest of Gain Ownership on Land and Building in Makassar City

Andi Indah Rizky Y. Opu Sidik, Syamsul Bachri dan Muhammad Djafar Saidi

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui pelaksanaan kewenangan notaris selaku PPAT dalam melakukan pemungutan BPHTB di kota Makassar; dan Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kewenangan notaris selaku PPAT dalam melakukan pemungutan BPHTB di kota Makassar. Cara penelitian dilakukan melalui teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan: wawancara, kuesioner dan dokumentasi. Penelitian ini dilakukan di kota Makassar dengan sasaran notaris dan masyarakat wajib pajak. Adapun pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Kota Makassar sebagai pusat perkulakan serta transaksi tanah dan bangunan di wilayah Indonesia bagian timur dan memiliki tingkat pendapatan pajak yang tergolong tinggi dibandingkan dengan kota-kota lainnya di Sulawesi Selatan, Disamping itu juga daerah ini merupakan salah satu Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) untuk wilayah Indonesia Timur. Dengan kondisi seperti ini maka Kota Makassar merupakan daerah yang memiliki intensitas mobilitas manusia yang cukup tinggi. Hal inilah yang menyebabkan laju pertumbuhan pajak meningkat dengan signifikan. Di samping itu Kota Makassar juga dianggap cukup representatif untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: - Pelaksanaan tanggungjawab notaris selaku PPAT dalam melakukan pemungutan BPHTB di kota Makassar belum optimal. Hal ini disebabkan belum transparannya para pihak yang melakukan transaksi yakni di antara 33 orang responden, terdapat 20 orang (60,60%) responden yang menyatakan bahwa para pihak yang melakukan transaksi di notaris tidak transparan dalam melaporkan besarnya nilai transaksi mereka. Di samping itu tidak ada ketentuan yang mewajibkan notaris untuk menyelidiki dan menggali informasi kebenaran transaksi para pihak; - Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tanggungjawab notaris selaku PPAT dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB di kota Makassar adalah sistem pemungutan pajak, pengawasan, substansi perundang-undangan bidang perpajakan serta kesadaran hukum masyarakat. Kata Kunci : Notaris, Tanggungjawab dan Kewenangan

ABSTRACT

The aim of this research were: first, to find out the implementation of notaries authority in tax harvest of gain ownership on land and building in Makassar city; and second, to explain the influential factor toward the implementation of notaries authority in tax harvest of gain ownership on land and building in Makassar city. The primary and secondary data were obtained through observation, questionnaire and interview with various related parties. Quantitative analysis was used as a supporting method to analyze the data that could not be analyzed using qualitative analysis. This research was conducted in Makassar city with the subjects are notaries and tax payer communities. The selection place was based on consideration that Makassar city as trade center and also center of land and building transaction at east Indonesia, so that possess from tax earnings sector morethan high in comparison with

Page 2: TANGGUNGJAWAB NOTARIS SELAKU PEJABAT PEMBUAT AKTA T ANAH ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/a887907999eec15d122b88aaf685b491.pdf · didasarkan atas adanya peralihan hak atas tanah

2

other cities in South Sulawesi province. Besides that, Makassar city is very representative to obtain data was required. The result of the research indicate that: first, the implementation of notaries responsibility in tax harvest of gain ownership on land and building in Makassar city not optimal. This case was caused by the various related parties which done the transaction was not transparency, namely among 33 respondent, there are 20 people or 60,60% respondent declare that the people which done the transaction at notaries was not transparency to report the value of their transaction. Besides that, there is no a rule that require of notaries to investigate and find out the truth of the transaction; second, the influential factor toward the implementation of notaries responsibility in tax harvest of gain ownership on land and building in Makassar city were; tax harvest system, controlling, legal substance in taxation field and legal awareness of people.

Key words: Notaries, Responsibility and Authority

Pendahuluan

Sejalan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat terhadap pengguna jasa notaris, telah terbentuk Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB. Dalam Pasal 1 Angka (1) undang-undang BPHTB dinyatakan bahwa bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.

Selanjutnya dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB menyebutkan bahwa pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, yakni:

a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

d. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;

e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

g. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang;

h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;

i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;

j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

k. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

m. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

o. hadiah adalah sejak tangal dibuat dan ditandatanganinya akta.

Berdasarkan Pasal 1 Angka (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat dengan UUJN), dinyatakan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan perundang-undangan, dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik. Tujuannya adalah agar akta tersebut dapat digunakan sebagai bukti yang kuat jika suatu saat terjadi perselisihan antara para pihak atau ada gugatan dari pihak lain. Jika hal ini terjadi tidak menutup kemungkinan bahwa notaris akan ikut terkait dalam persoalan tersebut.

Adapun kewenangan notaris selaku pejabat pembuat akta tanah (selanjutnya

Page 3: TANGGUNGJAWAB NOTARIS SELAKU PEJABAT PEMBUAT AKTA T ANAH ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/a887907999eec15d122b88aaf685b491.pdf · didasarkan atas adanya peralihan hak atas tanah

3

disingkat dengan PPAT) dalam hal pemungutan BPHTB tidak disebutkan secara langsung dalam UUJN, namun kewenangan pemungutan BPHTB tersebut dapat dilihat pada Pasal 15 Ayat (2) huruf f UUJN yang menyebutkan bahwa notaris berwenang pula untuk membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan. Selanjutnya apabila dikaitkan dengan penjelasan Pasal 9 Ayat (1) huruf a Undang-undang No. 20 Tahun 2000 tentang BPHTB, yakni kalimat sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, maka jelas bahwa “yang dimaksud dengan sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta dalam pasal ini adalah tanggal dibuat dan ditandatanginya akta pemindahan hak di hadapan pejabat pembuat akta tanah/notaris”.

Kewenangan pemungutan BPHTB oleh notaris tersebut di atas, dipertegas lagi dalam Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1997 tentang Pelaporan atau Pemberitahuan Perolehan Hak Atas Tanah dan Atau Bangunan yang menyatakan bahwa “pejabat pembuat akta tanah/notaris atau kepala kantor lelang/pejabat lelang wajib menyampaikan laporan tentang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan disertai salinan surat setoran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan atau bangunan”.

Pada Pasal 3 huruf (a) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 tentang Penunjukan Tempat dan Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dinyatakan bahwa “bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yang terutang dibayar pada saat akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh pejabat pembuat akta tanah atau notaris.

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa notaris selaku PPAT memiliki kewenangan atributif (atribusi) untuk melakukan pemungutan BPHTB melalui akta yang dibuatnya yang mencakup semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan

akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosio-yuridis dengan tipe empiris dan sifat penelitian deskriptif. Pendekatan sosio-yuridis dengan tipe empiris adalah penelitian yang mengkaji aturan hukum dengan kondisi di masyarakat mana aturan diberlakukan dan bagaimana hukum itu berlaku di masyarakat. Sedangkan sifat penelitian deskriptif adalah menguraikan, menggambarkan dan menjelaskan data yang diperoleh dalam bentuk narasi.

Jenis dan sumber data yang digunakan sebagai dasar untuk menunjang hasil penelitian adalah: 1. Data primer adalah data yang diperoleh

langsung dari responden dan narasumber yang terpilih dengan menggunakan teknik wawancara dan kuesioner

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, literatur, dan tulisan yang berkaitan dengan objek penelitian.

Guna menunjang kelancaran dan keberhasilan penelitian, digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Wawancara, yaitu dialog langsung berupa tanya jawab dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disiapkan sebelumnya.

2. Kuesioner, yaitu menyediakan daftar pertanyaan tertulis yang disusun secara sistematis kepada para responden yang telah ditentukan dalam penelitian ini.

3. Dokumentasi atau disebut juga studi pustaka (library research), dengan melakukan pencatatan data secara langsung dari dokumen yang isinya berkaitan dengan masalah penelitian.

Berdasarkan hasil pengumpulan data, maka selanjutnya dilakukan pengolahan data. Pertama-tama, data yang diperoleh baik data primer maupun sekunder akan dikategorikan sesuai dengan jenis datanya. Setelah itu akan dilakukan validasi data dan pemaknaan. Dengan melalui proses analisis

Page 4: TANGGUNGJAWAB NOTARIS SELAKU PEJABAT PEMBUAT AKTA T ANAH ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/a887907999eec15d122b88aaf685b491.pdf · didasarkan atas adanya peralihan hak atas tanah

4

data secara kualitatif tersebut, maka akan memberikan hasil yang akan dipaparkan secara deskriptif. Hasil analisis inilah yang akan menjawab rumusan masalah.

Pemungutan Bea Perolahan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Pemungutan terhadap bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) yang didasarkan atas adanya peralihan hak atas tanah dan bangunan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, disebutkan bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Sedangkan Pasal 1 angka (2) menyebutkan bahwa perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan harus memenuhi kewajiban untuk membayar pajak yaitu bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

Dalam pemungutan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan ini dilakukan secara self assessment, yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggungjawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Hal ini sesuai dengan kententuan dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang menyebutkan bahwa wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.

Keterangan tersebut di atas, lebih diperjelas dalam penjelasan Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000

tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang menyebutkan bahwa sistem pemungutan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah self assessment, dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB) dan melaporkannya tanpa mendasarkan diterbitkannya surat ketetapan pajak. Jadi dari keterangan di atas terlihat dalam hal ini wajib pajak dipercayakan untuk menghitung besarnya bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yang harus dibayarkan sebagai akibat adanya perolehan hak atas tanah dan bangunan.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama (selanjutnya disingkat dengan KPP Pratama) Makassar merupakan kantor pelayanan yang mengkoordinir tempat pembayaran BPHTB di 3 (tiga) wilayah Kabupaten/kota, yakni; Kabupaten Maros, Kabupaten Gowa; dan Kota Makassar. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Kota Makassar diberikan wewenang untuk mengatur dasar pengenaan pajak, dengan uraian sebagai berikut: a. Nilai perolehan Objek Pajak Tidak Kena

Pajak (NPOTKP), ditetapkan secara regional oleh KaKanwil pajak atas nama Menteri Keuangan yaitu paling banyak; 1) Rp. 60.000.000,00 untuk semua jenis

perolehan hak. 2) Rp. 300.000.000,00 dalam hal

perolehan hak karena waris atatu hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat termaksud suami isteri

3) Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak atatu NPOPKP= NPOP-NPOPTKP.

b. Penerapan NPOPTKP tahun 2009 di Wilayah Kota PBB Makassar: 1) Perolehan Hak karena hibah wasiat

yang diterima orang pribadi yang

Page 5: TANGGUNGJAWAB NOTARIS SELAKU PEJABAT PEMBUAT AKTA T ANAH ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/a887907999eec15d122b88aaf685b491.pdf · didasarkan atas adanya peralihan hak atas tanah

5

masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah termaksud suami/isteri, NPOPTKP-nya adalah sebesar Rp. 100.000.000,00.

2) Perolehan Hak yang diterima oleh ahli waris dari pewaris NPOPTKP-nya ditetapkan sebesar Rp. 100.000.000,00

3) Perolehan hak selain angka 1 dan 2 di atas, NPOPTKP-nya ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000,00

c. Pengenaan BPHTB khusus untuk: 1) Hibah wasiat dan waris adalah

sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang.

2) Pemberian hak Pengelolaan adalah: a) 0% dari BPHTB yang

seharusnya terutang, dalam hal penerimaan hak pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Proponsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Lembaga Pemerintah lainnya dan Perum, Perumnas.

b) 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal penerimaan haknya selain huruf a di atas.

3) Perolehan hak karena dari orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah a) Diberikan pengurangan PHTB

sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang.

Sesuai Surat Ederan Dirjen Pajak No.SE-19/Pj.6/1999 tanggal 14 April 1999, wajib pajak tersebut dapat melakukan perhitungan pengurangan sendiri dalam SSB-nya, namun Wajib Pajak tetap berkewajiban mengajukan permohonan pengurangan ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak tanggal pembayaran, apabila lewat batas waktu tersebut permohonan belum/tidak diajukan maka pengurangan yang telah dihitung sendiri tersebut batal dan akan ditagih dengan SKBKB.

Penutup

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka ditarik kesimpulan bahwa: 1. Pelaksanaan tanggungjawab notaris

selaku PPAT dalam melakukan pemungutan BPHTB di kota Makassar belum optimal. Hal ini disebabkan belum transparannya para pihak yang melakukan transaksi yakni di antara 33 orang responden, terdapat 20 orang (60,60%) responden yang menyatakan bahwa para pihak yang melakukan transaksi di notaris tidak transparan dalam melaporkan besarnya nilai transaksi mereka. Di samping itu tidak ada ketentuan yang mewajibkan notaris untuk menyelidiki dan menggali informasi kebenaran transaksi para pihak.

2. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tanggungjawab notaris selaku PPAT dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB di kota Makassar adalah sistem pemungutan pajak, pengawasan, substansi perundang-undangan bidang perpajakan serta kesadaran hukum masyarakat.

Saran

1. Perlu revisi paket undang-undang bidang perpajakan khususnya yang mengatur tentang BPHTB dan membebankan kewajiban terhadap notaris untuk aktif menyelidiki dan menggali informasi kebenaran transaksi para pihak.

2. Pentingnya terus mendorong peningkatan kesadaran hukum masyarakat dalam membayar BPHTB utamanya melalui sosialisasi secara masif dan berkesinambungan khususnya amanat dari undang-undang BPHTB dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mana BPHTB sejak tanggal 1 Januari 2011 telah resmi menjadi pajak daerah dan diserahkan pengelolaannya kepada kabupaten/kota.

Page 6: TANGGUNGJAWAB NOTARIS SELAKU PEJABAT PEMBUAT AKTA T ANAH ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/a887907999eec15d122b88aaf685b491.pdf · didasarkan atas adanya peralihan hak atas tanah

6

Daftar Pustaka

Abdul Kadir Muhammad, 2006. Etika Profesi Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya: Bandung

Abdul Wahid dan Anang Sulistyono, 1997. Profesi Hukum, Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

Azhary, 1995. Negara Hukum Indonesia - Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-unsurnya, UI-PRESS: Jakarta

Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2004. Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Dewi Kania Sugiharti 2005. Perkembangan Peradilan Pajak di Indonesia, Penerbit Refika Aditama: Bandung.

Erly Suandy, 2002. Dasar-dasar Perpajakan, Penerbit Balai Pustaka: Bandung.

Guritno Mangkusubroto, 1997. Ekonomi Publik, Balai Pustaka: Bandung

Habib Adjie, 2008. Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai pejabat Publik, PT. Refika Aditama: Bandung.

__________, 2008. Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris, PT. Refika Aditama: Bandung.

Hans Kelsen, 2006. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Penerbit Nusamedia & Penerbit Nuansa

__________, 2007. Teori Hukum Murni, Dasar- Dasar Ilmu Hukum Normatif, Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa: Bandung

Hari Sasangka, 2005. Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata, Mandar Maju: Bandung

Indroharto, 1993. Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I, Penerbit Pustaka Sinar Harapan: Jakarta

________, 1993. Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku II, Penerbit Pustaka Sinar Harapan: Jakarta

Komisi Hukum Nasional RI, 2003. Kebijakan Reformasi Hukum Suatu Rekomendasi, KHN: Jakarta

Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, 1993. Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya: Bandung

Lumban Tobing, G.H.S., 1983. Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga: Jakarta.

Marbun, SF., 2000. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Penerbit Liberty: Yogyakarta

Mardiasmo, 1987, Alat Perpajakan Edisi 3, Andy Offset: Yogyakarta

_________, 2008. Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit Andi: Yogyakarta

Moh. Yunus bin Abdul Rahman, 1989. Pengenalan kepada Penilaian diterjemahkan dari buku Introduction to Valuation oleh Richmond D.

Muchsin, 2006. Ikhtisar Ilmu Hukum, Badan Penerbit IBLAM: Jakarta

Muhammad Djafar Saidi, 2007. Pembaruan Hukum Pajak, PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta

____________, 2007. Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam penyelesaian Sengketa Pajak, PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta

Mulyadi dan Setiawan, 1999. Hukum Administrasi Negara, Lembaga Administrasi Negara: Jakarta

Nico, 2003. Tanggungjawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center For Documentation and Studies of Business Law (CDSBL): Yogyakarta

Nurung, M., 2006. Notaris Tidak Tepat Dijadikan Saksi Hukum Perdata, Majalah Renvoi 12 Edisi Mei

Pudjiatmoko, Y., S., 2002. Pengantar Hukum Pajak, Cetakan Pertama, Andi: Jogyakarta

______________, 2005. Pengadilan dan Penyelesaian Sengketa di Bidang Pajak, Cetakan Pertama, Alumni: Bandung

Raden Soegondo Notodisoerjo, 1993. Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, Cetakan Kedua, Raja Grafindo Persada: Jakarta

Page 7: TANGGUNGJAWAB NOTARIS SELAKU PEJABAT PEMBUAT AKTA T ANAH ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/a887907999eec15d122b88aaf685b491.pdf · didasarkan atas adanya peralihan hak atas tanah

7

Rahman Abdullah, 2004. Hukum dan Advokasi Konsumen, Citra Aditya Bakti: Bandung

Rahmat Soemitro, 2001. Sistem Perpajakan, RajaGrafindo: Jakarta

Ranuhandoko, I.P.M., 2003. Terminologi Hukum, Sinar Grafika: Jakarta

Retnowula Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 1998. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik, Cetakan Keenam, Mandar Maju: Bandung

Ridwan HR, 2006. Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta

Santosa Brotodihardjo, 1982. Pengantar Hukum Pajak, Co. Bandung

Sarwoto, 1986. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Haji Mas Agung: Jakarta

Syofrin Sofyan dan Asyhar Hidayat, 2004. Hukum Pajak dan Permasalahannya, Penerbit, PT. Refika Aditama: Bandung

Soeparman Soemahamijdaja, 1964. Pajak Berdasarkan Gotong Royong, disertasi UNPAD: Bandung.

Subekti, 1994. Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan Keduapuluh Enam, Penerbit PT Intermasa: Jakarta

Sudikno Mertokusumo, 2002. Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Keenam, Penerbit Liberty: Yogyakarta

______________, 1999. Mengenal Hukum Suatu Pengantar Cetakan kedua, Liberty: Yogyakarta

Sudiyono, 2004. Manajemen Pendidikan Tinggi, Buku Pegangan Kuliah, Penerbit PT. Rineka Cipta: Jakarta

Sugiharto, 2003. Tinjauan Yuridis Terhadap Penentuan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Melalui Kegiatan Penilaian Tanah dan Bangunan, Tesis Magister Kenotariatan Undip: Semarang

Sumbayak, R.F.S, 1985. Beberapa Pemikiran Kearah Pemantapan Penegakan Hukum, IND-HILL, Co. 85: Jakarta

__________, 1993. Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi IV, Liberty, Yogyakarta

Sumali, 2002. Reduksi Kekuasaan Eksekutif di Bidang Peraturan Pengganti Undang-Undang (PERPU), UMM Press: Malang

Sumaryono, 1995. Etika Profesi Hukum Norma-Norma Bagi Aparat Penegak Hukum, Kanisius: Jogyakarta

Tjip Ismail, 2004. Perpajakan di Indonesia, SinarGrafika: Jakarta

Utrecht E., 1985. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan Kesembilan, Disadur Oleh Moh. Saleh Djindang, Penerbit dan Balai Buku Ichtiar: Jakarta

Wirawan B. Ilyas, Waluyo, 2001. Perpajakan Indonesia, Salemba Empat: Jakarta.

Wirawan B. Ilyas, Richard Burton, 2007. Hukum Pajak Edisi 3, Penerbit Salemba Empat: Jakarta.