Tarikh tasyrik 6

10
TARIKH TASYRIK 6 SUMBER HUKUM SERTA METODE PENERAPAN HUKUM PADA MASA SAHABAT KECIL DAN TABI’IN

Transcript of Tarikh tasyrik 6

Page 1: Tarikh tasyrik 6

TARIKH TASYRIK 6SUMBER HUKUM SERTA METODE

PENERAPAN HUKUM PADA MASA SAHABAT KECIL DAN TABI’IN

Page 2: Tarikh tasyrik 6

Pertengahan abad ke-1 sampai awal abad ke-2 H. priode ini merupakan awal  pembentukan fiqih Islam. Sejak zaman Usman bin Affan (576-656), khalifah ketiga, para sahabat sudah banyak yang bertebaran di berbagai daerah yang di taklukkan Islam. 

Masing masing Sahabat mengajarkan Al-quran dan Hadis Rasulullah SAW kepada penduduk setempat. Di Irak  dikenal sebagai pengembang hukum Islam adalah Abdullah bin Mas’ud (Ibnu Mas’ud), Zaid bin Sabit (11 SH/611 M 45 H/665 M) dan Abdullah bin Umar (Ibnu Umar)  di Madinah dan Ibnu Abbas di Makkah. Masa ini dimulai pada pemerintahan mu’awiyah, hingga akhir pertama Hirah.

Page 3: Tarikh tasyrik 6

Para Sahabat ini kemudian berhasil membina kader masing-masing yang dikenal dengan para tabi’in. Para Tabi’in yang terkenal itu adalah Sa’id bin Musayyab (15-114H) di Madinah, Atha bin Abi Rabah (27-11H) di Makkah, Ibrahiman-Nakha’i (w. 76H) di Kufah, al-Hasan al-Basri (21 H/642 M-110 H/728 M) di Basra, Makhul di Syam (Syuriah) dan Tawus di Yaman.

Page 4: Tarikh tasyrik 6

Dari perbedaan metode yang di kembangkan para sahabat ini kemudian muncullah dalam fiqih Islam Madrasah al-hadits, dan madrasah ar-ra’yu. Madrasah al-hadits kemudian dikenal juga dengan sebutan Madrasah al-Hijaz dan Madrasah al-Madinah; sedangkan Madrasah ar-ra’yu dikenal dengan sebutan madrasah al-Iraq dan Madrasah al-Kufah. 

Kedua aliran ini menagnut prinsip yang berbeda dalam metode Ijtihad. Madrasah al-Hijaz dikenal sangat kuat berpegang pada Hadits karena mereka banyak mengetahui hadits-Hadits rasulullah SAW, di samping kasus kasus yang mereka hadapi bersifat sederhana dan pemecahanya tidak banyak memerlukan logika dalam berijtihad.

Sedangkan Madrasah al-Iraq dalam menjawab permasalahan hukum lebih banyak menggunakan logika dalam berijtihad.

Page 5: Tarikh tasyrik 6

Sumber sumber perundang undangan pada priode ini.  Dari jenis jelaslah bagi kita bahwa sumber

pensyariatan (perundang undangan) pada masa sahabat adalah:

1.      Al-quran,2.      As-Sunnah,3.      Ijma’, dan4.      Logika (ra’yu).

Page 6: Tarikh tasyrik 6

Dalam aplikasinya, sumber sumber perundang-undangan ini dapat diurutkan dalam langkah-langkah praktis sebagai berikut.

Pertama, meneliti dalam kitab Allah untuk mengetahui hukumnya.

Kedua, meneliti dalam sunnah Rasulullah SAW jika tidak ada nash dalam kitab Allah. Jika mereka menemukan nash dalam kitab Allah atau sunnah yang menunjukkan hukumnya, mereka pun berhenti di sini dan mencari hukumnya, berusaha memahami kandunganya. Terkadang mereka sepakat dan terkadang berbeda pendapat disebabkan oleh pemakian bahasa yang berbeda atau karena kondisi periwayatan.

Page 7: Tarikh tasyrik 6

Ketiga, ijma’ (konsensus bersama), yaitu jika tidak ada nash dalam kitab Allah atau sunnah Rasulullah SAW atau ditemukan namun bersifat global, atau nash-nya banyak dan setiap nash memberi hukum yang berbeda,

Keempat, ra’yi (pendapat pribadi), maksudnya, setiap hukum yang ditetapkan bukan berdasarkan petunjuk nash termasuk qiyas, istihsan, mashalih mursalah, bara’ah adz-dzimmah, dan sadd adz-dzari’ah.

Page 8: Tarikh tasyrik 6

Metode Hukum di Masa Priode iniBila terjadi satu kejadian, maka mereka

melakukan ijtihad. Mereka berpegang dalam urusan tersebut, kepada;

1.      Al-quran. Merupakan sendi Islam, yang mereka telah dapat memahami dengan sempurna, karena diturunkan dengan bahasa mereka, dan dapat mempersaksikan sebab-sebab turunya.

2.      Sunnah Rasul. Mereka telah bermufakat mengikuti sunnah yang mereka percaya kepada perawinya.

Page 9: Tarikh tasyrik 6

Dasar dasar perbedaan pendapat tentang garis perundang undangan di kalangan para imam mujtahid itu berpokok pangkal pada perbedaan mereka mengenai tiga persoalan, yaitu;

1.      Perbedaan pendapat  di dalam menetapkan sebagian dari pada sumber sumber perundang undangan.

2.      Perbedaan pendapat tentang pertentangan pengambilan hukum dari pada sumber sumber perundang undangan.

3.      Petbedaan pendapat tentang sebagian prinsip prinsip bahasa yang diterapkan di dalam memahami nash nash.

Page 10: Tarikh tasyrik 6

Defenisi Tabi’in  Tabi’in adalah setiap muslim melihat Nabi SAW

namun ia sempat melihat dan bertemu dengan sahabat, baik ia meriwayatkan atau tidak darinya.

 Dari penjelasan ini jelas bahwa tabi’in tidak harus melihat baginda Rasulullah SAW sebab jika ia melihatnya, itu artinya ia termasuk sahabat Rasulullah SAW. Slain itu juga tidak disyaratkan harus bertemu dengan sahabat seperti yang dilakukan oleh ulama hadis, tidak disyaratkan harus meriwayatkan hadis dari seorang sahabat, namun cukup hanya melihat dan bertemu ketika ia sudah berusia tamyiz (baligh).