Tergusur Gelombang Upacara Adat Nyangku · nam kembali pohon penahan abrasi. ... wan itu menanam...

1
9 N N USANTARA USANTARA SELASA, 19 APRIL 2011 DENNY SUSANTO G ALAU melanda Rusmini, 35. Perem- puan warga Desa Kuala Tambangan, Kecamatan Takisung, Kabupa- ten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, itu tengah berharap dalam cemas, menunggu keda- tangan suaminya yang tengah melaut. Sejenak, matanya nanar me- mandang debur ombak yang datang bersahut-sahutan, me- mecah barisan bebatuan pena- han gelombang atau beronjong. Cuaca buruk yang melanda wilayah perairan dalam satu tahun terakhir belum kunjung membaik. Akan tetapi, bagi nelayan di Kuala Tambangan, mereka ti- dak punya pilihan lain kecuali tetap melaut untuk dapat berta- han hidup. Siang itu, di tengah guyuran hujan, Rusmini dan istri nelayan lain menunggu suami mereka datang. “Sudah dua hari suami saya melaut. Gelombang sedang tinggi, tapi dia harus berangkat karena kami sudah tidak punya apa-apa lagi,” jelas Rusmini. Di sepanjang pantai, peman- dangan mengenaskan terlihat. Pepohonan mangrove bertum- bangan. Sejumlah batang yang masih tegak berdiri pun mulai mengering, menunggu mati. Gelombang tinggi mengharu biru nelayan. Saat terjadi di tengah laut, hal itu membuat nelayan keder dan takut mem- pertaruhkan nasib. Di pesisir, terjangan ombak tinggi mem- buat bakau goyah, terguncang dan mati. Abrasi pun terjadi. Zainud- din, Kepala Desa Kuala Tam- bangan, menyebut dari waktu ke waktu daratan yang menjadi wilayah desanya terus terkikis gelombang. Garis pantai desa telah bergeser hingga sekitar 100 meter ke daratan. “Tadinya ada perkampung- an nelayan di sini. Mereka ter paksa mengungsi karena rumah-rumah rusak diterjang gelombang,” paparnya. Desa Kuala Tambangan ada- lah perkampungan nelayan yang wilayah perairannya ber- hadapan langsung dengan Laut Jawa. Desa ini dihuni sedikit- nya 590 keluarga nelayan. Masalah abrasi juga dia- lami wilayah pesisir lainnya di sejumlah kabupaten seperti Barito Kuala, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru. Di Desa Tabunio, sebuah desa nelayan yang bertetangga dengan Desa Kuala Tambang- Anggaran besar Pemerintah Provinsi Kali- mantan Selatan memperkira- kan kerusakan pantai akibat abrasi telah mencapai ratusan kilometer. Panjang garis pantai wilayah ini mencapai 1.330 kilometer. Kondisi itu mengharuskan pemerintah daerah, baik pro- vinsi maupun kabupaten dan kota, harus merogoh anggaran sangat dalam. Dana dibutuh- kan untuk membangun jalan layang, beronjong, dan mena- nam kembali pohon penahan abrasi. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kalimantan Selatan Arsyadi mengatakan abrasi terparah terjadi di sepanjang pesisir Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu. “Selain per- mukiman nelayan, abrasi juga menyebabkan sejumlah ruas jalan trans-Kalimantan teran- cam putus,” tuturnya. Untuk merehabilitasi dibu- tuhkan pembangunan jalan layang. Dananya diperkirakan mencapai Rp170 miliar. Pembangunan beronjong atau dam penahan gelombang juga terus dilakukan. Hanya saja, pro- gresnya kalah cepat ketimbang perluasan dampak abrasi. Menanam bakau pun men- jadi program lain. Untuk yang satu ini, pemerintah mendapat dukungan dari masyarakat. Salah satunya datang dari Ko- munitas Jurnalis Pena Hijau Indonesia Kalimantan Selatan. Belum lama ini, para warta- wan itu menanam 1.000 pohon penahan abrasi jenis ketapang laut. Penanaman dilakukan di Desa Kuala Tambangan, dengan melibatkan warga se- tempat. “Kami tidak ingin hanya me- nulis. Kami juga harus berbuat Abrasi kian mengancam wilayah pesisir. Keganasan alam mendesak kehidupan nelayan. FOTO-FOTO: MI/DENNY SUSANTO ABRASI PANTAI: Pohon di pantai mati karena tercabut hingga akarnya akibat abrasi di Desa Kuala Tambangan, Kecamatan Takisung, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, kemarin. DEKAT PANTAI: Permukiman nelayan di dekat pantai di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, tergusur oleh abrasi yang terus menggerus. Kampung Nelayan Tergusur Gelombang an, abrasi telah menyebabkan sejumlah rumah warga rusak dan mengancam sebuah ba- ngunan sekolah dasar. Garis pantai di pesisir Tabu- nio terkikis hingga lebih dari 50 meter dalam lima tahun terakhir. Pepohonan tepi pantai seperti kelapa dan cemara su- dah bertumbangan diterjang gelombang. sebagai inspirasi untuk lebih peduli terhadap kerusakan lingkungan pesisir,” ungkap juru bicara Komunitas Jurnalis, Enny Sulistyowati. Alam yang terus mendesak kehidupan nelayan membuat Bupati Tanah Laut Adriansyah mencanangkan program baru bagi mereka. Ia berpikir, seperti yang terjadi di daerah lain, ke- hidupan nelayan di daerahnya juga identik dengan kemiskin- an dan ketertinggalan. Kondisi alam yang kadang ti- dak bersahabat makin membuat mereka terpuruk. Adriansyah pun mencoba mengajak para nelayan tidak bergantung ha- nya pada kehidupan di laut. Pemerintah Kabupaten Ta- nah Laut memprogramkan pencetakan areal persawahan di wilayah pesisir dan kam- pung-kampung nelayan. “Saya ingin program perbaikan sa- rana penunjang pertanian dan pencetakan sawah baru ini bisa membuat nelayan mempunyai mata pencaharian lain selain melaut,” kata Adriansyah. Pesisir akan dikembangkan menjadi sentra pertanian ta- naman padi baru di Tanah Laut. Pemerintah akan membangun jaringan irigasi dan mendanai pencetakan sawah baru. Saat ini pencetakan sawah di wilayah pesisir mulai dilaksa- nakan di Desa Batakan, dengan luas 300 hektare. Potensi di kawasan itu mencapai 5.000 hektare. Di Tanah Laut, jumlah nela- yan mencapai 20 ribu jiwa. Pe- kerjaan tambahan ini digagas sebagai solusi bagi nelayan ke- luar dari perangkap kemiskin- an. (N-2) denny_susanto @mediaindonesia.com Upacara Adat Nyangku WARGA asal Desa/Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, dikenal sebagai perantau sukses. Namun, karena sistem kekerabatan yang sangat kental, hubungan mereka dengan tanah kelahir- an tidak pernah terputus. Perantau asal Panjalu tidak hanya pulang kampung ketika Lebaran tiba. Kegiatan lain yang membuat mereka meringankan langkah menengok sanak saudara adalah upacara adat nyangku. Upacara tahunan ini diadakan pada Senin atau Jumat terakhir bulan Maulid. Nyangku, menurut masyarakat Panjalu, berasal dari bahasa Arab nyangko, yang artinya ‘membersihkan’. Nyangku diyakini sudah dilakukan oleh para leluhur masyarakat desa. Di masa lalu, upacara ini menjadi sarana untuk menyebarkan agama Islam yang dilakukan Raja Borosngora kepada ma- syarakat Panjalu. Saat upacara ini digelar, benda-benda pusaka peninggalan Kerajaan Panjalu dikeluarkan dari Museum Bumi Alit. Selain untuk merawat benda pusaka, upacara ini menyimpan makna lebih da- lam sebagai upaya membersihkan badan dari segala yang dilarang agama. Upacara ini juga bertujuan memper- ingati Maulid Nabi Muhammad SAW, sekaligus mempererat tali persaudaraan keturunan Kerajaan Panjalu. Upacara dimulai oleh sesepuh Panjalu yang berjalan beriringan dengan berpa- kaian adat Kerajaan Panjalu menuju Bumi Alit. Benda-benda pusaka yang su- dah dibungkus kain putih diarak menuju tempat pembersihan. Dalam perjalanan, rombongan ini dikawal peserta upacara adat dengan iringan musik gemyung serta selawat Nabi. Benda-benda keramat kemudian diarak sekitar satu kilometer menuju Situ Lengkong dan Nusa Gede. Di Nusa Gede inilah H Atong Tjakradi- nata, keturunan raja Panjalu, membacakan riwayat benda-benda keramat. Setelah itu, benda tersebut dibersihkan dengan air yang diambil dari tujuh sumber mata air dengan campuran jeruk nipis. Benda yang dikeramatkan terdiri dari Pedang Borosngora dan tongkat pembe- rian Sayidina Ali, kujang, keris komando, keris pegangan para bupati Panjalu, pan- caworo, bangreng, serta gong kecil. Ikut juga dibersihkan semua benda pusaka milik masyarakat. (EM/N-2) ASAL-USUL ANTARA/AGUS BEBENG Kami tidak ingin hanya menulis. Kami juga harus berbuat sebagai inspirasi untuk lebih peduli terhadap kerusakan lingkungan pesisir.” Enny Sulistyowati Juru bicara Komunitas Jurnalis

Transcript of Tergusur Gelombang Upacara Adat Nyangku · nam kembali pohon penahan abrasi. ... wan itu menanam...

9NNUSANTARAUSANTARASELASA, 19 APRIL 2011

DENNY SUSANTO

GA L A U m e l a n d a Rus mini, 35. Perem-puan warga Desa Kuala Tambangan,

Kecamatan Takisung, Kabupa-ten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, itu tengah berharap dalam cemas, menunggu keda-tangan suaminya yang tengah melaut.

Sejenak, matanya nanar me-mandang debur ombak yang datang bersahut-sahutan, me-mecah barisan bebatuan pena-han gelombang atau beronjong. Cuaca buruk yang melanda wilayah perairan dalam satu tahun terakhir belum kunjung membaik.

Akan tetapi, bagi nelayan di Kuala Tambangan, mereka ti-dak punya pilihan lain kecuali tetap melaut untuk dapat berta-han hidup. Siang itu, di tengah guyuran hujan, Rusmini dan istri nelayan lain menunggu suami mereka datang.

“Sudah dua hari suami saya melaut. Gelombang sedang tinggi, tapi dia harus berangkat karena kami sudah tidak punya apa-apa lagi,” jelas Rusmini.

Di sepanjang pantai, peman-dangan mengenaskan terlihat. Pepohonan mangrove bertum-bangan. Sejumlah batang yang masih tegak berdiri pun mulai mengering, menunggu mati.

Gelombang tinggi mengharu biru nelayan. Saat terjadi di te ngah laut, hal itu membuat nelayan keder dan takut mem-pertaruhkan nasib. Di pesisir, terjangan ombak tinggi mem-buat bakau goyah, terguncang dan mati.

Abrasi pun terjadi. Zainud-

din, Kepala Desa Kuala Tam-bangan, menyebut dari waktu ke waktu daratan yang menjadi wilayah desanya terus terkikis gelombang. Garis pantai desa telah bergeser hingga sekitar 100 meter ke daratan.

“Tadinya ada perkampung-an nelayan di sini. Mereka ter paksa mengungsi karena rumah-rumah rusak diterjang gelombang,” paparnya.

Desa Kuala Tambangan ada-lah perkampungan nelayan yang wilayah perairannya ber-hadapan langsung dengan Laut Jawa. Desa ini dihuni sedikit-nya 590 keluarga nelayan.

Masalah abrasi juga dia-lami wilayah pesisir lainnya di sejumlah kabupaten seperti Barito Kuala, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru.

Di Desa Tabunio, sebuah desa nelayan yang bertetangga dengan Desa Kuala Tambang-

Anggaran besarPemerintah Provinsi Kali-

man tan Selatan memperkira-kan kerusakan pantai akibat abrasi telah mencapai ratusan kilometer. Panjang garis pantai wilayah ini mencapai 1.330 kilometer.

Kondisi itu mengharuskan pemerintah daerah, baik pro-vinsi maupun kabupaten dan kota, harus merogoh anggaran sangat dalam. Dana dibutuh-kan untuk membangun jalan layang, beronjong, dan mena-nam kembali pohon penahan abrasi.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kalimantan Selatan Arsyadi mengatakan abrasi terparah terjadi di sepanjang pesisir Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu. “Selain per-mukiman nelayan, abrasi juga menyebabkan sejumlah ruas jalan trans-Kalimantan teran-cam putus,” tuturnya.

Untuk merehabilitasi dibu-tuhkan pembangunan jalan layang. Dananya diperkirakan mencapai Rp170 miliar.

Pembangunan beronjong atau dam penahan gelombang juga terus dilakukan. Hanya saja, pro-gresnya kalah cepat ketimbang perluasan dampak abrasi.

Menanam bakau pun men-jadi program lain. Untuk yang satu ini, pemerintah mendapat dukungan dari masyarakat. Salah satunya datang dari Ko-munitas Jurnalis Pena Hijau Indonesia Kalimantan Selatan.

Belum lama ini, para warta-wan itu menanam 1.000 pohon penahan abrasi jenis ketapang laut. Penanaman dilakukan di Desa Kuala Tambangan, dengan melibatkan warga se-tempat.

“Kami tidak ingin hanya me-nulis. Kami juga harus berbuat

Abrasi kian mengancam wilayah pesisir. Keganasan alam mendesak kehidupan nelayan.

FOTO-FOTO: MI/DENNY SUSANTO

ABRASI PANTAI: Pohon di pantai mati karena tercabut hingga akarnya akibat abrasi di Desa Kuala Tambangan, Kecamatan Takisung, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, kemarin.

DEKAT PANTAI: Permukiman nelayan di dekat pantai di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, tergusur oleh abrasi yang terus menggerus.

Kampung Nelayan Tergusur Gelombang

an, abrasi telah menyebabkan sejumlah rumah warga rusak dan mengancam sebuah ba-ngunan sekolah dasar.

Garis pantai di pesisir Tabu-nio terkikis hingga lebih dari 50 meter dalam lima tahun terakhir. Pepohonan tepi pantai seperti kelapa dan cemara su-dah bertumbangan diterjang gelombang.

sebagai inspirasi untuk lebih peduli terhadap kerusakan ling kungan pesisir,” ungkap juru bicara Komunitas Jurnalis, Enny Sulistyowati.

Alam yang terus mendesak kehidupan nelayan membuat Bupati Tanah Laut Adriansyah mencanangkan program baru bagi mereka. Ia berpikir, seperti yang terjadi di daerah lain, ke-hidupan nelayan di daerahnya juga identik dengan kemiskin-an dan ketertinggalan.

Kondisi alam yang kadang ti-dak bersahabat makin membuat mereka terpuruk. Adriansyah pun mencoba mengajak para nelayan tidak bergantung ha-nya pada kehidupan di laut.

Pemerintah Kabupaten Ta-nah Laut memprogramkan pencetakan areal persawahan di wilayah pesisir dan kam-pung-kampung nelayan. “Saya ingin program perbaikan sa-rana penunjang pertanian dan pencetakan sawah baru ini bisa membuat nelayan mempunyai mata pencaharian lain selain melaut,” kata Adriansyah.

Pesisir akan dikembangkan menjadi sentra pertanian ta-nam an padi baru di Tanah Laut. Pemerintah akan membangun jaringan irigasi dan mendanai pencetakan sawah baru.

Saat ini pencetakan sawah di wilayah pesisir mulai dilaksa-nakan di Desa Batakan, dengan luas 300 hektare. Potensi di ka wasan itu mencapai 5.000 hektare.

Di Tanah Laut, jumlah nela-yan mencapai 20 ribu jiwa. Pe-kerjaan tambahan ini digagas sebagai solusi bagi nelayan ke-luar dari perangkap kemiskin-an. (N-2)

[email protected]

Upacara Adat NyangkuWARGA asal Desa/Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, dikenal sebagai perantau sukses. Namun, karena sistem kekerabatan yang sangat kental, hubungan mereka dengan tanah kelahir-an tidak pernah terputus.

Perantau asal Panjalu tidak hanya pu lang kampung ketika Lebaran tiba. Kegiatan lain yang membuat mereka meringankan langkah menengok sanak saudara adalah upacara adat nyangku.

Upacara tahunan ini diadakan pada Senin atau Jumat terakhir bulan Maulid. Nyangku, menurut masyarakat Panjalu, berasal dari bahasa Arab nyangko, yang artinya ‘membersihkan’.

Nyangku diyakini sudah dilakukan oleh para leluhur masyarakat desa. Di ma sa lalu, upacara ini menjadi sarana untuk menyebarkan agama Islam yang dilakukan Raja Borosngora kepada ma-sya rakat Panjalu.

Saat upacara ini digelar, benda-benda pusaka peninggalan Kerajaan Panjalu dikeluarkan dari Museum Bumi Alit. Selain untuk merawat benda pusaka, upacara ini menyimpan makna lebih da-lam sebagai upaya membersihkan badan dari segala yang dilarang agama.

Upacara ini juga bertujuan memper-ingati Maulid Nabi Muhammad SAW, sekaligus mempererat tali persaudaraan keturunan Kerajaan Panjalu.

Upacara dimulai oleh sesepuh Panjalu yang berjalan beriringan dengan berpa-kaian adat Kerajaan Panjalu menuju Bumi Alit. Benda-benda pusaka yang su-dah dibungkus kain putih diarak menuju tempat pembersihan.

Dalam perjalanan, rombongan ini di kawal peserta upacara adat dengan iringan musik gemyung serta selawat Nabi. Benda-benda keramat ke mudian diarak sekitar satu kilometer menuju Situ Lengkong dan Nusa Gede.

Di Nusa Gede inilah H Atong Tjakradi-nata, keturunan raja Panjalu, membacakan riwayat benda-benda keramat. Setelah itu, benda tersebut dibersihkan dengan air yang diambil dari tujuh sumber mata air dengan campuran jeruk nipis.

Benda yang dikeramatkan terdiri dari Pedang Borosngora dan tongkat pembe-rian Sayidina Ali, kujang, keris komando, keris pegangan para bupati Panjalu, pan-caworo, bangreng, serta gong kecil. Ikut juga dibersihkan semua benda pusaka milik masyarakat. (EM/N-2)

ASAL-USUL

ANTARA/AGUS BEBENG

Kami tidak ingin hanya menulis.

Kami juga harus berbuat sebagai inspirasi untuk lebih peduli terhadap kerusakan lingkungan pesisir.”Enny SulistyowatiJuru bicara Komunitas Jurnalis