TERINTIMIDASI LUMPUR _300809
Click here to load reader
-
Upload
al-azhar-peduli-ummat -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
Transcript of TERINTIMIDASI LUMPUR _300809
8/9/2019 TERINTIMIDASI LUMPUR _300809
http://slidepdf.com/reader/full/terintimidasi-lumpur-300809 1/1
Telp. 021Fax. 021
BA
CIMB Nia
BCA
PermataB
Bank Sya
Bank ManBRI SyariaDanamon
Rekening an.
MOHON BUKT
Tudi seluruh
SemangatRama
Al-Azhar
Komplek MJl. SisingaJakarta Se
Saksikan
bersama
MAEP (K
Azhar Pe
Selama
Pukul 04
Mereka dalam
jangkauan tanggullumpur lapindo yang
tiaap saat bisa jebol.Foto: Arsa Wening
TAKJIL DI SURAU TERPENCIL
Terintimidasi Tanggul Lumpur Lapindoir sumur itu bau, menyengat.
Airnya berbuih, seperti
mendidih. Tapi para santri masih
memanfaatkan untuk mandi dan
mencuci. Rasanya gatal. Di kulit terasa
licin dan meninggalkan bau tak sedap.
Tapi, air rembesan Lumpur Lapindo itu,
tetap digunakan.
“Begini sehari-hari airnya. Kalau
untuk minum ya beli”, terang
Muhammad Mujiburrohman, pengasuh
Pondok Pesantren Roudlotul Mustaqim,
Siring Wetan, Sidoarjo.
Pondok yang dulu ramai didatangi
murid dari belahan kabupaten lain,
Kediri, Pati, Malang, dan Jember. Pusat
mendaras Qur’an, dengan metodeQiroati ini, juga memiliki ratusan santri
kanak-kanak.
Tapi, kerja dakwah yang dirintis
sejak 17 tahun itu, lenyap. Semburan
Lumpur Lapindo, menimbun area
pondok bersama ribuan rumah lain. Tak
ada yang tersisa dari kejayaan pondok.
Tak lagi terdengar, riuh anak-anak
santri yang bermain sebelum ngaji
dimulai. Semua berlalu amat cepat.
Warga Siring yang ada di lingkungan
pondok, seluruhnya mengungsi.
Awalnya, mereka menempati Pasar Baru Porong. Kini mereka telah pindah
dari pasar setelah mendapatkan dana
kontrak.
Pengasuh dan penghuni pondok,
akhirnya tercerai berai. Sebagian
besar santri dari luar daerah, juga
pulang ke kampung halamannya. Tapi,
Mujiburrohman bergeming. Lumpur
boleh merampas seluruhnya. Tapi
dakwah dan eksistensi pondok, harus
tetap tegak. Ditemani santrinya yang
bertahan, sosok yang biasa disapa
Kyai Muji itu, membuka pesantren di
pengungsian Pasar Baru Porong.Saat malam merambat, ia kerap
berjalan mengitari tanggul. Jika
bertemu kelompok orang yang sedang
mabuk di atas tanggul, ia berhenti.
Nasehat kehidupan diberikan, tanpa
menggurui. Sebagian sadar dan kembali
ke keluarganya. Tapi, ada pula yang tak
berubah, Kyai Muji tak menyerah.
“Musibah tak selesai diratapi dengan
mabuk”, wasiatnya.
Setelah warga Siring Wetan
menerima dana kontrak rumah dari
Lapindo, Kyai Muji memutuskan
bertahan. Tapi tidak di area Pasar Baru Porong lagi. Pondok, pindah ke
kontrakan rumah di Beringin, Pamotan.
Jarak dari tanggul lumpur, sekitar
500 meter. Di dalam rumah yang
bangunannya tua itu, disekat menjadi
beberapa bilik pembatas untuk para
santri. Lebih dari 150 anak mengaji,
di rumah yang jadi simbol eksistensi
pondok.
Setelah pindah ke Beringin,
satu persatu santri dari luar daerah
memutuskan mundur. Mereka tak
mampu bertahan, dengan fasilitas
pondok yang memprihatinkan. Fasilitas
air bau dan beracun, tempat tinggal
tak layak, dan makan sehari-hari yangserba kekurangan. Tiap saat, mereka
dan warga lainnya di area itu dalam
jangkauan bahaya tanggul yang bisa
jebol tiap saat.
Awal Ramadan lalu, dapur pondok
Kyai Muji perlahan redup ngebul.
Sementara, sembilan santri yang
bertahan, tetap perlu makan. Padahal,
ia tak punya usaha seperti saat kejayaan
Pondok di Siring Wetan dulu.
“Saya mau buka warung lagi kalau
ada modal. Bantuan yang ini saya
terima, semoga berkah”, Kyai Mujisumringah. Siang itu, Al-Azhar Peduli
Ummat, menyampaikan bantuan untuk
keperluan pondok.●
A
SunaryoAdhiatmoko | Al-AzharPeduli Ummat