Terjadinya Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Asymetric Information Theory

14
Mid Term Akuntansi Syariah 1 TERJADINYA MORAL HAZARD PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DALAM PERSPEKTIF ASYMETRIC INFORMATION THEORY Muh. Dahri Firdaus Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Abstrak Dalam kontrak pembiayaan mudharabah, asymmetric information merupakan salah satu indikator tercapainya kepentingan antara shahibul mal dan mudharib . Tetapi jika salah satu dari kedua belah pihak memberikan informasi yang tidak asimetri dapat menyebabkan munculnya moral hazard. Moral hazard tidak hanya dilakukan oleh salah satu pihak saja melainkan keduabelah pihak dapat saja melakukan moral hazard tersebut. Dan dari moral hazard ini dapat berdampak pada tidak tercapainya kepentingan bersama. Jadi informasi yang asimetri sangat penting dalam kontrak mudharabah Kata kunci: Pembiayaan Mudharabah, Moral Hazard, Asymmetric Informatian PENDAHULUAN Bermula kemunculan Islam di semenanjung Arab, Rasulullah mendirikan sebuah lembaga Hafazhatul Amwal (pengawas keuangan), yaitu sebuah lembaga yang terdiri dari beberapa orang sahabat Rasulullah yang ditunjuk langsung oleh beliau sendiri. Bersamaan dengan itu terbentuk pula Daulah Islamiyah sebagai lembaga kesekertarian Negara pada saat itu (Nurhayati dan Sri Wasilah, 2008). Dari situlah kemudian muncul beberapa aturan atau undang-undang mengenai keuangan seperti akuntansi untuk perorangan, perserikatan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijir), dan anggaran negara. Menurut (Antonio, 2001) mengemukakan bahwa tak sedikit produk bank yang menerapkan prinsip akuntansi syariah sebagian besar unit usaha yang berasal dari perbankan konvensional, yang di mana dalam salah satu praktiknya perbankan konvensional tersebut membuka cabang dengan berlabelkan syariah, hal semakin memperjelas bahwa akuntansi

description

Terjadinya Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Asymetric Information Theory

Transcript of Terjadinya Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Asymetric Information Theory

Page 1: Terjadinya Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Asymetric Information Theory

Mid Term Akuntansi Syariah 1

TERJADINYA MORAL HAZARD PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DALAM

PERSPEKTIF ASYMETRIC INFORMATION THEORY

Muh. Dahri Firdaus

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Abstrak

Dalam kontrak pembiayaan mudharabah, asymmetric information merupakan salah

satu indikator tercapainya kepentingan antara shahibul mal dan mudharib . Tetapi jika salah

satu dari kedua belah pihak memberikan informasi yang tidak asimetri dapat menyebabkan

munculnya moral hazard. Moral hazard tidak hanya dilakukan oleh salah satu pihak saja

melainkan keduabelah pihak dapat saja melakukan moral hazard tersebut. Dan dari moral

hazard ini dapat berdampak pada tidak tercapainya kepentingan bersama. Jadi informasi yang

asimetri sangat penting dalam kontrak mudharabah

Kata kunci: Pembiayaan Mudharabah, Moral Hazard, Asymmetric Informatian

PENDAHULUAN

Bermula kemunculan Islam di semenanjung Arab, Rasulullah mendirikan sebuah

lembaga Hafazhatul Amwal (pengawas keuangan), yaitu sebuah lembaga yang terdiri dari

beberapa orang sahabat Rasulullah yang ditunjuk langsung oleh beliau sendiri. Bersamaan

dengan itu terbentuk pula Daulah Islamiyah sebagai lembaga kesekertarian Negara pada saat

itu (Nurhayati dan Sri Wasilah, 2008). Dari situlah kemudian muncul beberapa aturan atau

undang-undang mengenai keuangan seperti akuntansi untuk perorangan, perserikatan,

akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijir), dan anggaran negara.

Menurut (Antonio, 2001) mengemukakan bahwa tak sedikit produk bank yang

menerapkan prinsip akuntansi syariah sebagian besar unit usaha yang berasal dari perbankan

konvensional, yang di mana dalam salah satu praktiknya perbankan konvensional tersebut

membuka cabang dengan berlabelkan syariah, hal semakin memperjelas bahwa akuntansi

Page 2: Terjadinya Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Asymetric Information Theory

Mid Term Akuntansi Syariah 2

syariah berkembang dengan pesat. entah itu hanya sebuah pencitraan semata ataukah benar-

benar orientasinya adalah kemakmuran masyarakat luas.

Dari penjelasan di atas, ditinjau dari fungsi intermediasi perbankan syariah

menunjukkan kinerja yang sangat baik yang hampir mendekati angka 100 persen, dengan kata

lain hampir 100 persen dana pihak ke tiga yang ada di bank syariah disalurkan kembali ke

masyarakat (Amin, 2009). Berkiblat dari pernyataan tersebut terlahirlah sebuah metode

muamalah dari perbankan syariah tersebut yaitu akad mudharabah.

Di mana akad mudharabah ini adalah salah satu produk dari perbankan syariah. Maka

dari itu bank syariah merancang sistem bagi hasil ini untuk terbinanya kebersamaan dalam

menanggung risiko usaha dan berbagi hasil usaha antara pemilik modal (shohibul mal) yang

menyimpan uangnya di lembaga, lembaga selaku pengelola modal (mudhorib), dan

masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha

(Muhammad, 2008). Dalam melaksanakan fungsi intermediasinya produk pembiayaan

mudharabah sebagai core product bank syariah merupakan tulang punggung perbankan

syariah (Darajat, 2007).

Dalam penerapannya pada perbankan syariah, produk akad mudharabah ini memakai

sistem bagi hasil, yang di mana kedua belah pihak harus membuat akad terkait dengan

persentase keuntungan sebelum shahibul mal memberikan modalnya ke mudharib.

Pembagian keuntungan dalam akad ini, ketika pemilik modal (shahibul mal) memberikan

modalnya ke pengelola dana (mudharib) untuk dikelola dalam usahanya dan hasil usahanya

memperoleh keuntungan, maka peresentase pembagian keuntungan sesuai dengan akad yang

telah disepakati sebelumnya.

Page 3: Terjadinya Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Asymetric Information Theory

Mid Term Akuntansi Syariah 3

Menurut (Iqbal, et al 1998) namun dalam prakteknya, pembiayaan pada bank Islam

didirikan atas sistem mudharabah, dan pada kenyataannya sistem ini banyak terabaikan dalam

operasional perbankan Islam. Salah satu adalah munculnya masalah agensi (agency problem),

yang di mana masalah agensi ini muncul ketika seorang pemilik modal (principal) menyewa

seorang pemilik modal/pemilik keahlian (agen) untuk mengerjakan suatu pekerjaan atau

usaha tetapi agen ini tidak memperoleh sesuatu dari apa yang dia hasilkan (Reichelstein,

1992).

Dari sinilah muncul sebuah penyimpangan moral/jebakan moral (moral hazard) yang

di mana dalam penerapannnya akad mudharabah sering kali disalahgunakan, baik dari pihak

pemilik modal (shahibul mal) dalam hal ini perbankan syariah maupun pengelola

modal/nasabah (mudharib). Bentuk moral hazard dapat berupa penyimpangan dari mudharib

yang menyalahgunakan modal yang di berikan, ataupun dari shahibul mal itu sendiri yang di

mana pihak pemilik modal tidak selektif dalam memberikan jaminan kepada mudharib.

PEMBAHASAN

Lembaga Keuangan Syariah (LKS)

Lembaga Keuangan Syariah (LKS) adalah suatu atau seluruh badan usaha yang

kegiatan operasionalnya bergerak dibidang keuangan syariah dengan melakukan

penghimpunan dana dan penyaluran dana kepada masyarakat yang terutama dalam

membiayai investasi pembangunan (Rodoni, 2008). Lembaga Keuangan Syariah LKS dapat

terbagi menjadi dua macam, yaitu pertama, LKS depositori yang biasa disebut dengan

lembaga keuangan bank syariah. Bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak

mengandalkan pada bunga (Muhammad, 2008). Kedua, LKS non depositori yang biasa

Page 4: Terjadinya Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Asymetric Information Theory

Mid Term Akuntansi Syariah 4

disebut dengan LKS bukan bank. Dan keduanya berperan sebagai perantara keuangan antara

pihak yang kelebihan dana atau unit surplus dan pihak yang kekurangan dana atau unit defisit

(Rodoni, 2008)

Mudharabah dalam Keuangan Syariah

Salah bentuk kontrak keuangan yang secara khusus dikembangkan untuk

menggantikan mekanisme bunga (riba) dalam keuangan syariah adalah kontrak mudharabah.

(Bakar, 2008) mengemukakan bahwa sebuah sistem lahir dari Islam yaitu positive-sum game

yang di mana dalam praktiknya seluruh pihak akan mendapat kemenangan atau paling tidak

terdapat kemungkinan untuk memperoleh keuntungan ataupun itu kerugian secara bersama-

sama, dan itu adalah sistem mudharabah. Mudharabah berasal dari kata dharb, yang artinya

secara harfiah adalah bepergian atau berjalan. Dan Al-Qur‟an tidak secara langsung menunjuk

istilah mudharabah, melainkan melalui akar kata d-r-b yang disebutkan sebanyak lima puluh

delapan kali (Saeed, 2008).

Salah satu ayatnya adalah:

(Al- Muzammil: 20) َوآَخُروَن َيْضرِبُوَن ِف اْْلَْرِض يَ ْبتَ ُغوَن ِمن َفْضِل اَّللِه

Pengertian Mudharabah menurut (Al-Jaziri, 2004) dari segi etimologi (bahasa) adalah

Suatu perumpamaan (ibarat) seseorang yang memberikan (menyerahkan) sepenuhnya harta

benda (modal) kepada orang lain agar digunakan untuk perdagangan yang menghasilkan

keuntungan bersama dengan syarat-syarat tertentu dan jika terjadi kerugian, maka kerugian

ditanggung oleh pemilik modal. Adapun menurut (Sarker) yang mengatakan bahwa akad

mudharabah adalah sebuah akad perjanjian yang mempunyai karakteristik yang tepat dan

Page 5: Terjadinya Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Asymetric Information Theory

Mid Term Akuntansi Syariah 5

dapat menjadi solusi yang bersifat Islami dari permasalahan ekonomi tentang bagaimana

seharusnya pemilik modal (supplier of capital) dan wirausahawan yang mempunyai keahlian

demi mencapai kepentingan bersama. Mudharabah juga dapat didefinisikan sebagai suatu

kontrak kemitraan (partnership) yang berasaskan prinsip pembagian hasil dengan cara

seseorang memberikan modalnya kepada yang lain untuk melakukan bisnis dan kedua belah

pihak membagi keuntungan atau memikul beban kerugian berdasarkan isi perjanjian bersama

(Rahman, 1995).

Selain itu, menurut (Suhendi, 2005) mudharabah dapat diartikan sebagai adanya

sebuah akad antara si pemilik modal (harta) dengan si pengelola modal, dengan ketentuan

bahwa keuntungan diperoleh kedua belah pihak sesuai dengan jumlah kesepakatan yang

setujui bersama. Adapun dari para fuqaha menjelaskan bahwa mudharabah adalah adanaya

sebuah akad atau perjanjian antara dua belah pihak (person) saling menanggung, salah satu

pihak menyerahkan hartanya (modal) kepada pihak lain untuk diperdagangkan/diniagakan

modal tersebut dengan syarat yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau

sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan sebelumnya (Suhendi, 2005).

Menurut Rodoni (2008) bahwa dalam akad mudharabah ini tidak disyaratkan untuk

adanya wakil dari shahibul maal dalam memantau usaha yang dijalankan. Tetapi sebagai

orang kepercayaan mudharib harus bertindak dengan hati-hati dan dapat bertanggung jawab

untuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan sebagai wakil shahibul maal

dia diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk memperoleh keuntungan

yang optimal (Rodoni, 2008).

(Antonio, 2001) membagi mudharabah menjadi dua jenis:

Page 6: Terjadinya Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Asymetric Information Theory

Mid Term Akuntansi Syariah 6

1. Mudharabah Muthlaqah, yaitu kerja sama yang dilakukan antara shahibul maal dan

mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,

waktu, dan daerah bisnis.

2. Mudharabah Muqayyah, yaitu kerja sama yang dilakukan antara shahibul maal dan

mudharib, yang di mana mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau

tempat usaha atau sering disebut dengan istilah restricted mudharabah/ specified

mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah.

Adapun unsur-unsur yang diharuskan dalam akad mudharabah menurut (Sumiyanto,

2005), yaitu:

1. Ada pihak yang berakad: yaitu shahibul mal (investor) dan mudharib (pengelola).

2. Objek akad, hal ini terdiri dari ra‟sul mal (capital), al-„amal (usaha bisnis), ar-

robh (profit) dan al-waqt (masa).

3. As-Shighoh (Ijab kabul) atau Momerandum of Undrstanding (MoU)

4. Adanya Nisbah keuntungan.

(Karim, 2006) menjelaskan nisbah keuntungan pada akad mudharabah dapat dihitung

dengan:

1. Presentase. Nisbah keuntungan harus dihitung dalam bentuk presentase antara

kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai nominal rupiah tertentu. Jadi

nisbah keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan, bukan menurut porsi

setoran modal dari shahibul mal.

2. Bagi untung dan bagi rugi. Jika keuntungan dari bisnisnya besar, kedua belah

pihak mendapat bagian yang besar pula. Jika keuntungan dari bisnisnya kecil,

kedua pihak mendapat bagian yang kecil juga. Dan jika bisnis dalam akad

Page 7: Terjadinya Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Asymetric Information Theory

Mid Term Akuntansi Syariah 7

mudharabah ini mendapatkan kerugian, pembagian kerugian bukan didasarkan

atas nisbah, tetapi berdasarkan porsi modal masing-masing pihak. Dengan

demikian, karena kerugian dibagi berdasarkan proporsi modal, dan karena proporsi

modal shahibul mal dalam kontrak ini adalah 100% maka kerugian ditanggung

100% pula oleh shahibul mal (pemilik modal).

Assymetric Information Theory

Asymmetric Informat atau ketidaksamaan informasi adalah situasi di mana manajer

memiliki informasi yang berbeda (yang lebih baik) mengenai kondisi atau prospek

perusahaan dari pada yang dimiliki investor. Dan Asymmetric Information muncul sebagai

akibat adanya distribusi informasi yang tidak sama, dalam hal ini antara pemilik modal

(principal)/shahibul mal dan pengelola modal (agent)/mudharib. Idealnya, principal

memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam mengukur tingkat hasil yang diperoleh dari

usaha agent. Tetapi faktanya, ukuran-ukuran keberhasilan yang dikonsumsi principal justru

tidak dapat menjelaskan hubungan antara keberhasilan yang telah dicapai, dengan usaha yang

telah dilakukan oleh agent.

Adanya Asymmetric information antara manajer/pengelola (agent) dengan pemilik

(principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba

(earnings management) dalam rangka menyesatkan pemilik (prinsipal) mengenai kinerja ekonomi

perusahaan (Richardson, 1998). Asymmetric Information dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya

mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan

investor pihak luar. Fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan

diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada

pemegang saham.

Page 8: Terjadinya Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Asymetric Information Theory

Mid Term Akuntansi Syariah 8

b. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak

seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga

manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang

melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak

dilakukan.

Mengenai penjelasan Assymetric Information, dalam akad mudharabah pihak pemilik modal

(principal)/shahibul mal dan pengelola modal (agent)/mudharib seharusnya dapat mengetahui

informasi-informasi terkait dengan kondisi keuangan dan usaha yang dilakukan demi

menghasilkan keuntungan bersama.

Moral Hazard pada pembiayaan mudharabah

Beberapa hasil dari penelitian dan teori mengemukakan bahwa moral hazard adalah

salah satu elemen utama yang menyebabkan munculnya konflik keagenan (agency problem)

(Mc. Colgan, 2001). Pada prinsipnya menurut (Vaubel, 1983) moral hazard berkembang

ketika provisi dari asuransi memberikan kesempatan kepada pemegang polis asuransi

bertindak ceroboh sehingga dapat memungkinkan terjadinya kondisi-kondisi buruk yang tidak

diharapkan. Istilah moral hazard pada awalnnya digunakan dalam bidang asuransi. (Mulki)

mengatakan bahwa dalam kamus Inggris makna moral hazard diterangkan sebagai the hazard

arising from the uncertainty or honesty of the insured.

Moral hazard dalam ekonomi adalah suatu tindakan pelaku ekonomi yang

menimbulkan kemudharatan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Untuk

mengetahui apakah suatu tindakan ekonomi merupakan moral hazard ataukah bukan, perlu

mempelajari prinsip-prinsip dari transaksi yang Islami, yang dihalalkan ataupun yang

diharamkan sayriat islam (Hariyanto, 2001). Selain itu Moral hazard dapat juga diartikan

Page 9: Terjadinya Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Asymetric Information Theory

Mid Term Akuntansi Syariah 9

sebagai suatu tindakan penyelewenangan amanah atau tanggung jawab karena adanya

kesempatan untuk melakukan hal tersebut tanpa diketahui oleh pihak lain (Mishkin, 2001).

(Susanto, 2010) mengatakan moral hazard akan muncul ketika seseorang atau sebuah

lembaga/organisasi yang tidak konsekuen secara penuh dan tidak bertanggungjawab atas

perbuatannya, maka dari itu cenderung untuk bertindak kurang hati-hati untuk melepas

tanggung jawab atas konsekuensi dari tindakannya kepada pihak lain.

Prinsip-prinsip transaksi yang dibolehkan dalam Islam, yaitu:

1. Ada kerelaan antar pihak yang bertransaksi.

2. Adil (keseimbangan dalam pandangan berbagai segi antar pelaku

ekonomi/tidak menzalimi dan tidak dizalimi (lâ tazhlimûna walâ tuzhlamûn)

dan terdapat empat batasan:

a. Tidak boleh ada mafsadah (no externalities) = tidak zalim terhadap

lingkungan.

b. Tidak boleh ada gharar/ketidakjelasan (uncertainty with zero sum game) =

tidak zalim terhadap pasangan pelaku transaksi.

c. Tidak boleh ada maisîr (uncertainty with zero sum game in utility

exchange) = gharar akibat pertukaran manfaat.

d. Tidak boleh ada riba (exchange of liability) = gharar akibat pertukaran

kewajiban.

3. Jelas ( dalam status transaksi, ukuran, timbangan, kualitas, harga)

4. Tidak memakan hak orang lain secara paksa

5. Bermanfaat

Adapun prinsip-prinsip transaksi yang dilarang dalam Islam, yaitu:

Page 10: Terjadinya Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Asymetric Information Theory

Mid Term Akuntansi Syariah 10

1. Terdapat unsur pemaksaan

2. Terdapat unsur kezaliman

3. Gharar/tidak jelas

4. Memakan hak orang lain

5. Mengandung mudharat

Salah satu moral hazard yang sering dilakukan pada pembiayaan mudharabah adalah

dari pihak mudharib (pengelola modal) yang dimana pihak mudharib tidak jujur dalam

memberikan informasi kepada pemilik modal (shahibul mal) terkait tentang usaha yang akan

dijlankan kedepannya, dan pihak mudharib dapat dengan sengaja menggunakan modal

tersebut dengan cara yang tidak sewajarnya. Sehingga pihak pengelola modal (shahibul mal)

tidak dapat mengetahui sejauh mana modal digunakan, dan pengelola modal enggan dalam

memberikan jaminan karena tidak dapat mengukur dengan pasti risiko terjadinya kerugian

yang dilakukan oleh mudharib. Dan dari sinalah (Saadallah, 1999) mengatakan bahwa moral

hazard yang disebabkan oleh nasabah menjadikan salah satu alasan yang mendasari

sedikitnya aplikasi pembiayaan mudharabah pada bank Islam.

Teori Keagenan (Agency Theory) dalam mudharabah

Menurut (Sembiring, 2003) Agency theory (teori keagenan) menjelaskan tentang

hubungan antara dua pihak dimana salah satu pihak menjadi agen (pemilik modal) dan pihak

yang satu bertindak sebagai principal (pengelola). Masalah agensi ini telah menarik perhatian

yang sangat besar dari para peneliti di bidang akuntansi keuangan. Pembiayaan mudharabah

pada bank Islam dapat dipahami melalui agency theory (teori keagenan), dan dari hal itu

pemikiran tentang strategic management dan berbagai kebijakan bisnis secara umum, akhir-

akhir ini dipengaruhi oleh teori keagenan (Donaldson, 1991). Yang dimaksud dengan

principal adalah pemegang saham atau investor dalam hal ini adalah shahibul mal, sedangkan

Page 11: Terjadinya Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Asymetric Information Theory

Mid Term Akuntansi Syariah 11

yang dimaksud agent adalah manajemen yang mengelola perusahaan atau mudharib. Menurut

(Jensen, 1976) ada dua macam bentuk hubungan keagenan, yaitu antara manajer dan

pemegang saham (shareholders) dan antara manajer dan pemberi pinjaman (bondholders).

Dalam hubungannya dengan akad mudharabah adalah konflik keagenan terjadi antara bank

sebagai pemilik modal (shahibul maal atau principal) dengan nasabah pengguna pembiayaan

(mudharib atau agent).

(Hanafi, 2008) mengatakan bahwa dalam literature keuangan ada tiga jenis konflik

keagenan yang sering dibicarakan, yaitu: konflik antara pemegang saham atau modal

(principal) dengan manajer (agents), konflik antara pemegang saham dengan pemegang

hutang, dan konflik antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas.

Konflik keagenan dapat terjadi ketika salah satu pihak dalam akad mudharabah melakukan

suatu tindakan yang dapat mengakibatkan kerugian, baik dari pihak pemilik modal (shahibul

mal) ataupun pihak pengelola modal (mudharib). Salah satu dampak dari konflik keagenan

adalah memunculkan konflik kepentingan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan

yang akan menyebabkan manajer bertindak tidak sesuai dengan keinginan principal, dan ini

terjadi dikarenakan perbedaan tujuan dari masing-masing pihak. Ini terjadi karena asimetri

informasi ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa

yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya (Nugroho, 2011).

PENUTUP

Sebagai kesimpulannya yaitu dalam kontrak pembiayaan mudharabah sangat

dibutuhkan informasi yang asimetri antara pihak pemilik modal (shahibul mal) dan pihak

pengelola modal (mudharib) demi mencapai kepentingan bersama. Dan salah satu indikator

Page 12: Terjadinya Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Asymetric Information Theory

Mid Term Akuntansi Syariah 12

yang menyebebakan terjadinya moral hazard adalah akibat adanya asymmetric information

atau ketidaksamaan informasi yang diberikan, dan berpengaruh dalam kontrak pembiayaan

mudharabah. Jadi seyogianya anatara shahibul mal dan mudharib memberikan informasi

yang asimetri dalam mendukung terciptanya kepentingan bersama.

Disamping itu asymmetric information merupakan salah satu penyebab terjadinya

moral hazard yang dimana tidak hanya dari pihak mudharib yang melakukan moral hazard

melainkan dari pihak shahibul mal pun bisa melakukan penyimpangan moral ini. Pemilik

modal (shahibul mal) bisa saja memberikan informasi yang tidak jelas terkait dengan

perkembangan perusahaannya dalam hal ini lembaga keuangan, apakah integritas lembaga

tersebut baik di mata public atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jaziri, Abdurrahman. (2004). Kitab Al Fiqh „ala Madzahib Al arba‟ah,Juz III, Beirut, Al

Maktabah Al „ashriyyah.

Al-Muzammil ayat 20

Amin, A. Riawan. (2009). Perbankan Syariah Sebagai Solusi Perekonomian Nasional, Pidato

Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa dalam Bidang Perbankan Syariah,

Disampaikan dalam Sidang Senat Terbuka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Antonio, Muhammad Syafi‟I. (2001). Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Buku

Andalan

Bakar, M.D. (2008). “Syariah Approach To Product Development and Product Enhancement

In Islamic Banking and Finance: An Appraisal” dalam Bakar, M.D dan Ali, E.R.A.E,

Essential Readings In Islamic Finance” CERT Publication, Malaysia

Darajat, Moch Ridlo. (2007). Mempelajari Rasionalitas Penetapan Nisbah Bagi Hasil Produk

Pembiayaan Mudharabah (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang

Bogor . Bogor: Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Pertanian Bogor.

Donaldson, L., dan Davis, J.H. (1991). “Stewardship Theory or Agency Theory: CEO

Governance and Shareholder Return”, Australian Journal of Management, 16, 1,

Page 13: Terjadinya Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Asymetric Information Theory

Mid Term Akuntansi Syariah 13

Hanafi, Mamduh M. (2008). Manajemen Keuangan, BPFE Yogyakarta

Hariyanto, Muhsin. (2009). Moral Hazard Dalam Transaksi Ekonom: Perspektif Al-Qura‟an

dan Hadis.

Iqbal, Munawar., Ahmad, Ausaf., dan Khan, Tariqullah. (1998). “Challenges Facing Islamic

Banking”, Occasional Paper No.1, IRTI, IDB, Jeddah

Jensen, Michael C, dan W.H. Meckling. (1976). Theory of The Firm: Managerial Behaviour,

Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3.

Karim, Adiwarman. (2006). Bank Islam-Analisis Fiqih dan Keuangan, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta

Mc.Colgan, Patrick. (2001). “Agency Theory and Corporate Governance: a review of the

literature from a UK perspective”, Department of Accounting & Finance, University

Of Strathclyde,100, Catherdal street, Glasgow, United Kingdom.

Mishkin, Fredeic S. (2001). The Economics of Money, Banking, and Financial Market.

USA:Person Education.

Muhammad. (2008). Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Gema Insani Press, Jakarta.

Mulki, Khaikal, dalam Analisis Pengaruh Moral Hazard Terhadap Pembiayaan Bank Syariah

Di Indonesia

Nugroho, Firmansyah FA. (2011). Analisis Hubungan antara Pengungkapan Corporate

Social Responsibility (CSR) dan Karakteristik Tata Kelola Perusahaan pada

Perusahaan Manufaktur Di Indonesia. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Fakultas

Ekonomi Universitas Diponegoro.

Nurhayati dan Sri Wasilah. (2008). Akuntansi Syari‟ah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Rahman, Afzalur. (1995). Doktrin Ekonomi Islam. Jilid IV. Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf,

Reichelstein, Stefan. (1992). “Agency”, dalam The New Palgrave Dictionary of Money and

Finance.

Richardson, Vernon J. (1998). Information Asymmetry an Earnings Management: Some Evidence.

Working Paper, 30 Maret.

Rodoni, Ahmad. (2008). Lembaga Keuangan. Jakarta: Zikrul Hakim

Saadallah, Ridha. (1999), “Financing Trade in an Islamic Economy”, Research Paper No.51,

IRTI, IDB, Jeddah

Saeed, Abdullah. (2008). Bank Islam Dan Bunga Studi Kritis Dan Interpretasi Kontemporer

tentang Riba dan Bunga.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sarker, M.A.A, “Islamic Business Contract, Agency Problem And The Theory Of Islamic

Firm”, International Journal Of Islamic Financial Services, Vol.1 No.2

Page 14: Terjadinya Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Asymetric Information Theory

Mid Term Akuntansi Syariah 14

Sembiring, Edi Rismanda. (2003). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Jurnal Telaah Akuntansi, Volume: 01 No. 01

Juni 2003.

Suhendi, Hendi. (2005). Fiqih-Muamalah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

Susanto, Tri. (2010), “Moral Hazard”, from

http://aguzato.blogspot.com/2010/03/penggunaan-istilah-moral-hazard-pada.html

Sumiyanto, Ahmad. (2005). Problem dan Solusi Transaksi Mudhorobah. Yogyakarta:

Magistra Insania Press.

Vaubel, Roland. (1983). “The Moral Hazard of IMF Lending”, World Economy 6 : 291-304.