Tetanus FIX nn

27
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TETANUS Pengertian Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka. Etiologi Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula- mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya teteanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah. Patofisiologi Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat disebabkan berbagai keadaan antara lain : luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau, cangkul dan lain-lain. a. Luka karena kecelakaan kerja (kena parang0, kecelakaan lalu lintas. b. Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil. Rumah Sakit Wava Husada Kepanjen

description

kfviajerfakmdkajfkiaj

Transcript of Tetanus FIX nn

ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN TETANUS

Pengertian

Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.Etiologi

Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya teteanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.Patofisiologi

Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat disebabkan berbagai keadaan antara lain :

luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau, cangkul dan lain-lain.

a. Luka karena kecelakaan kerja (kena parang0, kecelakaan lalu lintas.

b. Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.

Cara kerja toksin

Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen , sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin spesifik.Faktor predisposisi

a. Umur tua atau anak-anak

b. Luka yang dalam dan kotor

c. Belum terimunisasiTanda dan gejala

a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari

b. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)

c. Kesukaran membuka mulut (trismus)

d. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang

e. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus

Gambaran umum yang khas pada tetanus

a. Badan kaku dengan epistotonus

b. Tungkai dalam ekstensi

c. Lengan kaku dan tangan mengepal

d. Biasanya keasadaran tetap baik

e. Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :

1. Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan

2. Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.

Prognosa

Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala.

Pemeriksaan diagnostik

a. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot rahang.

b. Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit

c. Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler

Penatalaksanaan

a. Umum

Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus segera diberikan :

1. Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar luka 9tidak boleh diberikan IV)

2. Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6 jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.

3. Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk dewasa.

4. Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.

5. Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang.

6. Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti dengan tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif.

7. Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.

8. Diit TKTP melalui oral/ sounde/parenteral

9. Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.

10. Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.

11. Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi optot dan ambulasi selama penyembuhan.

b. Pembedahan

1. Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.2. Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.

Patofisiologi

Individu terkena

Ekssotoksin

(masa inkubasi 2-21 hari)

Neurotoksi

Absorbsi melalui ujung saraf sensorik dan motrik

Masuk pembulu arah dan sumbu limbik ke

Susunan Saraf Pusat (SSP) pada intraaaaksonal samapai ganglia/

Simpul saraf

Hilangnya ketidakseimbangan tonus otot

Kekakuan otot

Lokal

Generalisata

-trismus

- opistotonus

-risus sardonikud

- kekakuan otot dinding perut

- ekstremitas (ekstremitas atas fleksi dan ekstremitas bawah ekstensi)

supuratif :

- Tindakan A,B dan C

- Atur posisi semi prone

- Hentikan kejang

- cari penyebab

- atasi penyulit

- debridemment

- Netralisis tetani

- Nutiris dan cairan

Sistem pencernaan

Gangguan metabolik dan proses pencernaan

- Proses eliminasi BAB terganggu

- Gangguan pemenuhan nutrisi

Sistem pernafasan

kekakuan otot pernafasan

Status konvulsi

(kejang yang berlangsung lama lebih dari 10 menit)

hipoksia

gagal nafas

diperlukan alat bantu nafas

(Ventilator Mekanik/Respirator)

Masalah keperawatan :

- ketidak efektifan jalan nafas, gangguan pertukaran gas dan gangguan pola nafas

- Hipertermia, gangguan komunikasi verbal, risiko ketidakseimbangan cairan dan elktrolit

- Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan.Susunan Saraf Pusat

Tekanan intra kranial meningkat

Kerusakan satu atau beberapa saraf pusat.

keluampuhan

Pengakajian KeperawatanPengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)

Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).

Pengumpulan data pada kasus tetenus ini meliputi :

a. Data subyektif

1. Biodata/Identitas

Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.

Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.

2. Keluhan utama kejang

3. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)

Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :

Apakah disertai demam ?

Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..

Lama serangan

Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.

Pola serangan

Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?

Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?

Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?

Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?

Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.

Frekuensi serangan

Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.

Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan

Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, dan sebagainya ?

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai

Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?

Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.

5. Riwayat kesehatan keluarga.

Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang aseptik.

6. Riwayat sosial

Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya

7. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan

Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?

Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :

Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat

Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?

Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.

Pola nutrisi

Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ?

Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?

Pola Eliminasi :

BAK:ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat kencing.

BAB:ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?

Pola aktivitas dan latihan

Pola tidur/istirahat

Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?b. Data Obyektif

1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)

Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.

2. Pemeriksaan Fisik

1. Rambut

Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.

2. Muka/ Wajah.

Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?

3. Mata

Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?

4. Telinga

Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.

5. Hidung

Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?

6. Mulut

Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?7. Tenggorokan

Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?

8. Leher

Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?

9. Thorax

Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi

Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?

10. Jantung

Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?

11. Abdomen

Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?

12. Kulit

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?

13. Ekstremitas

Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?

14. Genetalia

Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ? c. Pemeriksaan PenunjangTergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya adalah :1. Darah

Glukosa Darah:Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)

BUN:Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.

Elektrolit:K, Na

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )

Natrium ( N 135 144 meq/dl )

2. Skull Ray: Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

3. EEG:Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

Analisa Data

Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan. Setelah dianalisa dari data yang ada maka timbul beberapa masalah keperawtan atau masalah kolaboratif.

a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spame otot pernafasan.

b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan.

c. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia)

d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah

e. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara

f. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang

g. Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang dan oliguria

h. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang

i. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan penanggulangannya berhbungan dengan kurangnya informasi.

j. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan seringnya kejang

Rencana Keperawatana. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spame otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis, dyspneu, batuk tidak efektif disertai dengan sputum dan atau lendir, hasil pemeriksaan lab, Analisa Gasa Darah abnormal (Asidosis Respiratorik)

Tujuan : Jalan nafas efektif

Kriteria :

Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada

Pernafasan 16-18 kali/menit

Tidak ada pernafasan cuping hidung

Tidak ada tambahan otot pernafasan

Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH= 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)

Rencana Tindakan :1. Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi

Secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga proses respiransi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.

2. Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara nafas (adakah ronchi) tiap 2-4 jam sekali

Ronchi menunjukkan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau sekret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas.3. Bersihkan mulut dan saluran nafas dari sekret dan lendir dengan melakukan suction

Suction merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan sekret, sehingga mempermudah proses respirasi.

4. Oksigenasi sesuai kebutuhan

Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.

5. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam

Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.

6. Observasi timbulnya gagal nafas.

Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).

7. Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer sekresi(mukolitik)

Obat mukolitik dapat mengencerkan sekret yang kental sehingga mempermudah pengeluaran dan memcegah kekentalan.

b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lendir dan sekret yang menumpuk.

Tujuan : Pola nafas teratur dan normal

Kriteria :

Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen

Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit

Tidak sianosis.

Rencana Tindakan :1. Monitor irama pernafasan dan respirati rate

Indikasi adanya penyimpangan atau kelaianan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan,kemampuan dan irama nafas.2. Atur posisi luruskan jalan nafas.

Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.

3. Observasi tanda dan gejala sianosis

Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh perifer .

4. Oksigenasi

Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.5. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam

Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.

6. Observasi timbulnya gagal nafas.

Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).

7. Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah.

Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat

c. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia) yang ditandai dengan suhu tubuh 38-40C, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000 /mm3

Tujuan :

Suhu tubuh normal

Kriteria : Suhu 36-37C

Hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3Rencana Tindakan :1. Atur suhu lingkungan yang nyaman

Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi.

2. Pantau suhu tubuh tiap 2 jam

Identifikasi perkembangan gejala-gejala ke arah syok exhaution.3. Berikan hidrasi atau minum ysng cukup adequat

Cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari dalam.

4. Lakukan tindakan teknik aseptik dan antiseptik pada perawatan luka.

Perawatan lukan mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.

5. Berikan kompres dingin bila tidak terjadi ekternal rangsangan kejang.

Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.

6. Laksanakan program pengobatan antibiotik dan antipieretik.

Obat-obat antibakterial dapat mempunyai spektrum lluas untuk mengobati bakteeerria gram positif atau bakteria gram negatif. Antipieretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.

7. Kolaboratif dalam pemeriksaan lab leukosit.

Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 10.000 /mm3 mengindikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan.d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun ddiserta hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%.

Tujuan :

kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria :

BB optimal

Intake adekuat

Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %

Rencana Tindakan :1. Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan pentingnya makanan bagi tubuh

Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien mengalami kesulitan menelan dan kadang timbul refflek balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adequat diharapkan klien dapat berpartsipatif dan kooperatif dalam program diit.

2. Kolaboratif :

a. Pemberian diit TKTP cair, lunak atau bubur kasar.

Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut dan proses mengunyah.

c. Pemberian carian per IV line

Pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyak atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.

d. Pemasangan NGT bila perlu

NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat.

e. Resiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan kejang berulang

Tujuan :

Klien tidak mengalami cedera selama perawatan

Kriteria hasil:

Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang

Klien tidur dengan tempat tidur pengaman

Tidak terjadi serangan kejang ulang.

Suhu 36 37,5 C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20 x/menit

Kesadaran composmentis

Rencana Tindakan :

1. Identifikasi dan hindari faktor pencetusPenemuan faktor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran toksin tetanus.

2. tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai pengaman di ruang yang tenang dan nyamanTempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi stimuli atau rangsangan yang dapat menimbulkan kejang

3. Anjurkan klien istirahatEfektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolisme.

4. Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel dan gudel untuk mencegah lidah jatuh ke belakang apabila klien kejangLidah jatung dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas.5. Lindungi klien pada saat kejang dengan :

longgarkan pakaian

posisi miring ke satu sisi

jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya

kencangkan pengaman tempat tidur

lakukan suction bila banyak secretTindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cedera fisik.

6. catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang timbul.Dokumentasi untuk pedoman dalam penaganan berikutnya.

7. sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi keadaan klien sampai benar-benar pulih dari kejangTanda-tanda vital indikator terhadap perkembangan penyakitnya dan gambaran status umum klien.

8. observasi efek samping dan keefektifan obatEfek samping dan efektifnya obat diperlukan motitoring untuk tindakan lanjut.

9. observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung10. lakukan pemeriksaan neurologis setelah kejangkompliksi kejang dapat terjadi depresi pernafasan dan kelainan irama jantung

11. kerja sama dengan tim :

pemberian obat antikonvulsan dosis tinggi

pemeberian antikonvulsan (valium, dilantin, phenobarbital)

pemberian oksigen tambahan

pemberian cairan parenteral

pembuatan CT scan

untuk mengantisipasi kejang, kejang berulang dengan menggunakan obat antikonvulsan baik berupa bolus, syringe pump.f. Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan :

Pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya dapat meningkat.

Kriteria Hasil:

Klien dan keluarga dapat mengerti proses penyakit dan penanganannya

klien dapat diajak kerja sama dalam program terapi

klien dan keluarga dapat menyatakan melaksanakan penejlasan dna pendidikan kesehatan yang diberikan.

Rencana Tindakan :1. Identifikasi tingkat pengetahuan klien dan keluargaTingkat pengetahuan penting untuk modifikasi proses pembelajaran orang dewasa.

2. Hindari proteksi yang berlebihan terhadap klien , biarkan klien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.

tidak memanipulasi klien sehingga ada proses kemandirian yang terbatas

3. ajarkan pada klein dan keluarga tentang peraawatan yang harus dilakukan sema kejang

kerja sama yang baik akanmembantu dalam proses penyembuhannnya

4. jelaskan pentingnya mempertahankan status kesehatan yang optimal dengan diit, istirahat, dan aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan.status kesehatan yang baik membawa damapak pertahanan tubuh baik sehingga tidak timbul penyakit penyerta/penyulit.

5. jelasakan tentang efek samping obat (gangguan penglihatan, nausea, vomiting, kemerahan pada kulit, synkope dan konvusion)efek samping yang ditemukan secara dini lebih aman dalam penaganannya.

6. jaga kebersihan mulut dan gigi secara teratur

Kebersihan mulut dan gigi yang baik merupakan dasar salah satu pencegahan terjadinya infeksi berulangPelaksanaan

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )Evaluasi

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).

Daftar Pustaka

Barbara C.Long, (1996), Perawatan Medikal Bedah, Yayasan IAPK, Pajajaran Bandung

Hendanwanto, (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta

Faktor penyebab :

Kuman anaerob (Closteridium tetani)

Lain-lain :

-Umum klien dan

Belum terimunisasi

Faktor predisposisi :

luka tusuk dalam

luka karena kecelakaan kerja

luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil

Rumah Sakit Wava Husada Kepanjen