TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA...

63
TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU DisusunOleh: Royan Pratama H1E113201 Mentari Putri Karina H1E113208 Mu’min H1E113215 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Transcript of TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA...

Page 1: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN

INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

DisusunOleh:

Royan Pratama H1E113201

Mentari Putri Karina H1E113208

Mu’min H1E113215

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

BANJARBARU

2015

Page 2: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

DAFTAR PENGESAHAN

Judul : TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN

LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN

INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN

INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG

BANJARBARU

Nama Mahasiswa : MENTARI PUTRI KARINA

ROYAN PRATAMA

MU’MIN

No.Induk Mahasiswa : H1E113208

H1E113201

H1E113215

Program Studi : Teknik Lingkungan

Peminatan : Epidemiologi lingkungan

Disahkan Oleh

Dosen Pembimbing

Dr.Qomariyatus Sholihah,Amd.Hyp.ST.MKes

Page 3: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Rektor Universitas Lambung Mangkurat

Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc

Dekan Fakultas Teknik UNLAM

Dr-Ing Yulian Firmana Arifin, S.T., M.T.

Ketua Program Studi Teknik Lingkungan

Dr. Rony Riduan, S.T., M.T.

Dosen Pembimbing Mata Kuliah Kesehatan dan Keselamatan

Kerja

Rd. Indah Nirtha Nilawati NPS, ST.,M.Si

Dosen Pembimbing Mata Kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Prof. Dr. Qomariatus Sholihah, Amd. Hyp., S.T., Mkes

Dosen Pembimbing Mata Kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Prof. Dr. Qomariatus Sholihah, Amd. Hyp., S.T., Mkes

Dosen Pembimbing Mata Kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Prof. Dr. Qomariatus Sholihah, Amd. Hyp., S.T., Mkes

Dosen Pembimbing Mata Kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Prof. Dr. Qomariatus Sholihah, Amd. Hyp., S.T., Mkes

Dosen Pembimbing Mata Kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Nova Annisa. S.Si MS

MAHASISWA

M. Royan Pratama KH1E113201

MAHASISWA

Mentari Putri KarinaH1E113208

MAHASISWA

Mu’minH1E113215

Page 4: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang mana atas berkat dan

Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas besar ini dengan judul “

Tinjauan keselamatan dan kesehatan lingkungan kerja pada penambangan intan akibat

kebisingan di area pertambangan intan cempaka kelurahan sungai tiung Banjarbaru”.

Tugas besar ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan kelulusan mata kuliah

Epidemiologi di Fakultas Teknik (FT) Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM).

Tersusunnya tugas besar ini, tidak terlepas dari dukungan dan bantuan serta

bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan terima kasih, kepada :

1. Dr. Qomariyatus Sholihah, Amd. Hyp. ST. Mkes selaku dosen pembimbing mata

kuliah Epidemiologi yang telah memberikan waktu dan bimbingan dalam proses

penulisan skripsi ini.

2. Pihak Pertambangan Intan Cempaka Banjarbaru yang telah bersedia memberikan izin

untuk melaksanakan observasi dalam rangka penyusunan tugas besar ini.

3. Semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyeleseian tugas besar ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih

membutuhkan banyak masukkan dan kritikan dari beebagai pihak yang sifatnya

membangun dalam memperkaya tugas besar ini.

Namun demikian, penulis berharap semoga ini menjadi sumbangan berguna bagi

ilmu pengetahuan khususnya ilmu Epidemiologi Lingkungan.

Banjarbaru, Oktober 2015

Penulis

Page 5: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

DAFTAR ISI

JUDUL ......................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................. iii

DAFTAR ISI ..............................................................................................Vii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... Viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................

3

1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Pertambangan Rakyat .....................................................................................

4

2.1.1 Landasan Hukum Pertambangan Rakyat ............................................. 5

2.1.2 Perjanjian Pertambangan Rakyat ......................................................... 6

2.1.3 Kuasa Pertambangan Rakyat ..............................................................

10

2.1.4 Limbah Pertambangan Rakyat ........................................................... 10

2.1.5 Dampak Pasca Pertambangan ............................................................ 13

2.1.6 Konsep Good Govanance pada Pengelolaan Lingkungan Hidup........14

2.1.7 Kebijakan Lingkungan Hidup Dalam Instrumen Kebijakan Publik ...16

2.1.8 Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Implementasi Kebijakan .....18

Page 6: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

2.2 Kesehatan Dan Keselamatan Kerja............................................................... 23

2.2.1 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan Kerja .................... 25

2.2.2 Kecelakaan Akibat Kerja ................................................................... 25

2.3 Kebisingan ................................................................................................... 26

2.3.1 Pengertian Kebisingan ....................................................................... 26

2.3.2 Pengendalian Kebisingan ................................................................... 30

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran ............ 31

2.4 Gangguan Pendengaran ................................................................................ 33

2.4.1 Pengertian Gangguan Pendengaran ....................................................

33

2.4.2 Jenis-Jenis Gangguan Pendengran ..................................................... 34

2.4.3 Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran ........................ 34

2.5 Alat Pelindung Diri ...................................................................................... 35

2.5.1 Pengertian APD .................................................................................. 35

2.5.2 Pemilihan APD ................................................................................... 38

2.5.3 Jenis-Jenis APD ..................................................................................

39

2.5.4 Kebijakan Akibat APD ....................................................................... 40

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 7: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Menggolongkan Bahan - Bahan Galian ........................................................... 10

Tabel 2.2 Kategori Kegiatan Analisis Kualitas Air ......................................................... 13

Tabel 2.3 Analisi SWOT .................................................................................................. 21

Tabel 2.4 Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola ...................... 31

Page 8: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hubungan Antara Jumlah Penambang vs Kualitas Perairan......................... 12

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran Implementasi Kebijakan ................................. 16

Gambar 2.3 Sistem Kebijakan Publik .............................................................................. 17

Gambar 2.4 Diagram Analisis SWOT .............................................................................. 22

Page 9: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi

Lampiran 2. Surat Izin

Lampiran 3. Hasil Pengukuran Kebisingan Menggunakan Sound Level Meter

Lampiran 4. Lembar Wawancara

Lampiran 5. Surat Pernyataan Persetujuan Mengikuti Penelitian

Page 10: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kebisingan di industri pertambangan adalah semua bunyi yang tidak dikehendaki dan

mengganggu bagi para pekerja di area industri. Kebisingan industri dapat disebabkan

mesin yang beroperasi, dan kendaraan yang berlalu di area tersebut. Kebisingan di

industri (Keputusan Menteri Tenaga Kerja. Nomor: Kep-51/MEN/1999). Kategori ini

dibedakan atas waktu paparan kebisingan yang diterima oleh pekerja di area industri.

Semakin tinggi paparan kebisingan yang diterima maka waktu yang diijinkan untuk

menerimanya semakin sebentar, dimulai dengan 85 dBA dengan waktu maksimal paparan

delapan jam, sampai 118 dBA dengan waktu maksimal paparan 14,06 detik. Meninjau

kondisi tingkat kebisingan yang melebihi batas ambang maksimal waktu paparan delapan

jam sehari, maka diperlukan upaya pengendalian paparan kebisingan yang bertujuan

menjaga pekerja dari gangguan pendengaran sedini mungkin dari paparan ketika bekerja

pada area dengan tingkat kebisingan yang tinggi (Huboyo H.S,2008).

Pertambangan di Kalimantan selatan merupakan propinsi yang kaya akan

pertambangan salah satunya adalah intan di pertambangan rakyat di Kecamatan Cempaka

Kota Banjarbaru. Tambang rakyat merupakan tambang yang secara turun – menurun

dikerjakan oleh masyarakat atau penduduk setempat baik secara perorangan maupun

secara kelompok dengan manajemen secara tradisional. Aktivitas yang dilaksanakan oleh

masyarakat di Kecamatan Cempaka ini adalah kegiatan penambangan batu, pasir, emas,

batubara dan intan. Salah satu pertambangan intan yang masih ada sampai saat ini adalah

pertambangan rakyat intan masyarakat Cempaka (Yustinus SB, 2008).

Penambangan rakyat intan dahulu dilakukan secara tradisional dengan jumlah

penambangan yang terbatas. Dalam perkembangan selanjutnya penambangan intan ini

Page 11: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

menarik orang lain (bukan penduduk sekitar kecamatan Cempaka) untuk ikut melakukan

kegiatan penambangan, mengingat harga dari butiran intan sangat mahal, dengan

banyaknya kegiatan tersebut maka semakin banyak mesin dumping yang digunakan

sehingga menimbulkan kebisingan. Menurut As’ad (2005), seiring dengan meningkatnya

perkembangan tersebut, membawa dampak negatif bagi kehidupan manusia yang salah

satunya adalah terhadap gangguan pendengaran. Dari dampak negatif tersebut dapat

diartikan bahwa sistem keamanan dari kegiatan pertambangan masih belum memadai.

Keamanan bagi pekerja penambangan intan rakyat ini sangat riskan sekali dan

pekerja rentan terhadap risiko keselamatannya. Hal ini karena standar keamanan serta

keselamatan bagi pekerja memang kurang, bahkan dapat dikatakan tidak ada. Akibatnya,

persentase kemungkinan terpaparnya kebisingan di pertambangan rakyat intan masih

sangat besar.

Hasil observasi yang dilakukan pada lokasi pertambangan rakyat intan Cempaka

Kelurahan Sungai Tiung Banjarbaru, dalam operasionalnya menghasilkan bising melebihi

Nilai Ambang Batas (NAB) yaitu rata – rata mencapai 86,15 dB dengan waktu kerja 7-8

jam perhari dan waktu istirahat selama 1 jam. Kebisingan tersebut dapat menimbulkan

gangguan pendengaran bagi para penambang intan Cempaka Kelurahan Sungai Tiung

Banjarbaru. Maka berdasarkan hal diatas, penelitian tentang keselamatan dan kesehatan

kerja ini dibuat. Penelitian berdasarkan perhitungan ratio kekerapan (frekuensi) cidera

dan keparahan (severity) cidera kecelakaan kerja, mengidentifikasi faktor-faktor

penyebab kecelakaan kerja akibat kebisingan mesin alat kerja, memberikan usulan

perbaikan keselamatan dan kesehatan kerja pada pertambangan intan cempaka. Ratio

kekerapan (frekuensi) cidera digunakan untuk menghitung frekuensi kecelakaan persatu

juta jam kerja produktif, sedangkan ratio keparahan cidera digunakan untuk menghitung

jumlah hari yang hilang satu juta jam kerja produktif.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang akan di teliti

adalah “ Apakah ada hubungan kebisingan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja

pada penambang intan di Pertambangan Rakyat Intan Cempaka Kelurahan Sungai Tiung

Banjarbaru ?”.

Page 12: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui pengaruh keselamatan dan kesehatan

terhadap gangguan pendengaran akibat kebisingan di pertambangan rakyat intan cempaka

kelurahan sungai tiung Banjarbaru.

Adapun Tujuan Khusus penelitian ini dilakukan adalah untuk :

1. Mengukur kebisingan di lingkungan kerja pertambangan rakyat intan cempaka

kelurahan sungai tiung Banjarbaru.

2. Mendefinisikan gangguan pendengaran yang di alami pekerja tambang intan.

3. Menganalisis standar keamanan terhadap gangguan pendengaran akibat kebisingan

yang di timbulkan oleh mesin alat kerja.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini merupakan salah satu sumber informasi tentang resiko bahaya

yang terjadi di lingkungan pekerjaan Pertambangan Intan Cempaka Banjarbaru.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan

merupakan bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya.

3. Merupakan pengalaman bagi penulis dalam membuat tugas besar dan memperluas

wawasan pengetahuan tentang resiko bahaya yang terjadi di lingkungan kerja.

Page 13: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertambangan Rakyat

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Pertambangan, pasal 1 huruf n, menyebutkan bahwa :

“Pertambangan rakyat adalah suatu usaha pertambangan bahan-bahan galian

dari semua golongan a, b, dan c, seperti yang dimaksud pada pasal 3 ayat 1, yang

dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau gotong royong dengan alat-alat

sederhana untuk pencarian sendiri.”

Definisi lain tentang pertambangan rakyat dapat kita baca dalam pasal 1 Peraturan

Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01 P/201/M.PE/1986 tentang Pedoman

Pengelolaan Pertambangan Rakyat Bahan Galian Strategis dan Vital (Golongan A dan B),

adalah:

“usaha pertambangan bahan galian strategis (Golongan A) dan vital (Golongan B)

yang dilakukan oleh rakyat setempat yang bertempat tinggal di daerah bersangkutan

untuk penghidupan mereka sendiri sehari-hari yang diusahakan secara sederhana”.

Dalam definisi pertama, bahan galian yang dapat diusahakan oleh rakyat setempat

adalah bahan galian strategis, vital, dan c, sedangkan dalam definisi kedua, bahan galian

yang dapat diusahakan oleh rakyat setempat adalah bahan galian strategis dan vital.

Apabila kita menggunakan kerangka berpikir tentang hierarki perundang-undangan,

ketentuan yang lebih tinggi adalah ketentuan yang tercantum dalam UU Nomor 11 Tahun

1967, sedangkan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi merupakan penjabaran

operasional dari UU. Sehingga tidak boleh bertentangan dengan UU. Walaupun dalam

Page 14: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi hanya membolehkan untuk mengusahakan

bahan galian strategis dan vital, namun rakyat setempat tidak hanya diberikan ijin untuk

mengusahakan bahan galian strategis dan vital, tetapi dapat juga diberikan ijin untuk

mengusahakan bahan galian.

Usaha pertambangan merupakan usaha melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi,

produksi, pemurnian dan penjualan. Bahan galian strategis (golongan a) merupakan

bahan galian untuk kepentingan pertahanan keamanan serta perekonomian Negara.

Sedangkan bahan galian untuk kepentingan pertahanan keamanan serta perekonomian

Negara. Sedangkan bahan galian vital, yaitu bahan galian yang lazim disebut dengan

galian c.

Pertambangan rakyat dilakukan oleh rakyat, artinya petambangan itu dilakukan

oleh masyarakat yang berdomisili di area pertambangan rakyat. Sementara itu, tujuan

kegiatannya adalah untuk meningkatkan kehidupan masyarakat sehari-hari. Usaha

pertambangan rakyat dilakukan secara sederhana, artinya kegiatan pertambangan itu

dengan menggunakan alat-alat sederhana. Jadi, tidak menggunakan teknologi canggih,

sebagaimana halnya dengan perusahaan pertambangan yang mempunyai modal besar dan

memakai teknologi canggih.

2.1.1 Landasan Hukum Pertambangan Rakyat

Eksistensi penambangan rakyat diakui secara yuridis, yaitu diatur dalam pasal 11

UU Nomor 11 Tahun 1967, selanjutnya ketentuan ini dijabarkan lebih lanjut dalam:

1. Pasal 5 sampai Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang

Pelaksanaan UU No 11 Tahun 1967.

2. Pasal 2 dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan

kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996.

3. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01 P/201/M.PE/1986 tentang

Pedoman Pengelolaan Pertambangan Rakyat Bahan Galian Strategis dan Vital

(Golongan A dan B).

4. Surat Edaran Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 223 E/201/M.DJP, perihal

Pertambangan Rakyat Galian Strategis dan Vital (Golongan A dan B).

Page 15: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Surat edaran ini berisi himbauan kepada Gubernur untuk dapat melaksanakan

Peraturan Menteri Pertambangan dan energy Nomor 01 P/201M.PE/1986 tentang

Pedoman Pengelolaan Pertambangan Rakyat Bahan Galian Strategis dan Vital (Golongan

A dan B). Hal ini bertujuan untuk:

1. Mencegah adanya penambangan oleh rakyat secara lair dengan sistem penambangan

yang merusak keseimbangan lingkungan.

2. Menghilangkan sistem ijon.

3. Mengarahkan dan membina dalam wadah koperasi pertambangan rakyat atau KUD.

4. Agar diketahui, bahwa suatu pertambangan rakyat hanya dapat dilaksanakan oleh

rakyat setempat dengan cara sederhana. Peralatan serta mesin yang digunakan

berkekuatan maksimal 25 PK serta dilarang menggunakan alat berat dan bahan

peledak.

Pada umumnya, penambang rakyat menggunakan perlatan yang sederhana dalam

melakukan eksploitasi terhadap bahan galian, karena keterbatasan modal yang mereka

miliki.

2.1.2 Perijinan Pertambangan Rakyat

Hal yang sangat penting dalam penertiban pertambangan rakyat adalah tentang

perijinan. Ini perlu dilakukan agar dapat mengetahui komitmen para penambang dalam

melakukan aktivitasnya melalui perijinan setempat.

a) Pejabat yang Berwenang Menertibkan Keputusan Ijin Pertambangan Rakyat

Pasal 5 PP Nomor 32 Tahun1969 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 1967,

telah ditentukan, bahwa permintaan ijin pertambangan rakyat diajukan kepada menteri.

Namun, menteri dapat menyerahkan pelaksanaan permintaan ijin pertambangan rakyat

kepada gubernur. Dengan adanya pelimpahan wewenang, pejabat yang berwenang untuk

menetapkan ijin pertambangan rakyat adalah gubernur.

Sejak bergulirnya otonomi daerah, kewenangan gubernur dalam penetapan ijin

pertambangan rakyat telah dialihkan kepada bupati/walikota. Hal ini dapat dikaji dari

ketentuan Pasal 2 Ayat 3 PP Nomor 32 Tahun 1969, yang menetapkan:

“Surat Keputusan Ijin Pertambangan Rakyat adalah Kuasa Pertambangan yang

diberikan oleh bupati/walikota kepada rakyat setempat untuk melaksanakan usaha

Page 16: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

pertambangan secara kecil-kecilan dan dengan luas wilayah yang sangat terbatas,

melalui tahap kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan

pemurnian, pengangkutan dan penjualan”.

Dalam ketentuan ini tidak hanya diatur tentang pejabat yang berwenang untuk

menertibkan ijin pertambangan rakyat, tetapi juga meliputi tahap-tahap aktivitas yang

dilakukan oleh masyarakat setempat. Tahapan kegiatan itu meliputi tahap-tahap aktivitas

yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Tahapan kegiatan itu meliputi penyellidikan

umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan.

b) Prosedur dan Syarat dalam Memperbaiki Kuasa Pertambangan Rakyat.

Persyaratan dalam mengajukan ijin pertambangan rakyat telah diatur dalam

Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01 P/201/M.PE/1986 tentang

Pedoman Pengelolaan Pertambangan Rakyat Bahan Galian Strategis dan Vital (Golongan

A dan B) pasal 16, yaitu:

1. Keterangan wilayah usaha pertambangan rakyat yang bersangkutan dengan peta

situasi dengan batas-batas secara jelas.

2. Penjelasan tentang riwayat usaha petambangan yang bersangkutan.

3. Penjelasan tentang tata guna tanah dan surat keterangan tidak keberatan dari

pemilik tanah.

4. Penjelasan tentang penduduk setempat sebagai peserta dalam usaha

pertambangan rakyat atau kelompok pertambanhan rakyat.

5. Jenis bahan galian yang diusahakan.

6. Alat-alat yang digunakan untuk menambang.

Pada Pasal 5 PP Nomor 75 Tahun 200, telah ditentukan prosedur dan persyaratan

untuk mengajukan permintaan ijin pertambangan rakyat. Untuk mendapatkan ijin

pertambangan rakyat, maka yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada

bupati/walikota dengan menyampaikan keterangan tentang:

1. Wilayah yang akan diusahakan.

2. Jenis bahan galian yang akan diusahakan.

Apabila dibandingkan persyaratan yang akan diajukan oleh Pasal 5 PP Nomor 75

Tahun 2001 diatas, maka persyaratan yang diajukan oleh Peraturan Menteri

Page 17: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Pertambangan dan Energi Nomor 01 P/201/M.PE/1986 sangat birokratis. Persyaratan ini

sulit untuk dapat dipenuhi oleh masyarakat setempat, karena mereka tidak mempunyai

keahlian dalam membuat peta situasi. Hal yang dipikirkan oleh masyarakat adalah

bagaimana mereka dapat menambang dengan cepat dan menghasilkan bahan galian, yang

kemudian bahan galian tersebut dijual untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Akan tetapi, persyaratan yang tercantum pada pasal 5 PP nomor 75 Tahun 2001

sangat sederhana. Masyarakat setempat akan merasa dimudahkan dalam memenuhi

persyaratan tersebut. Dalam permohonan penambangan, masyarakatcukup

menyampaikan kepada bupati/walikota tentang wilayah yang akan diusahakan serta jenis

bahan galian yang akan diusahakan. Biasanya bahan galian yang akan ditambang oleh

masyarakat lokal adalah bahan galian emas serta intan. Bahan galian ini mempunyai nilai

ekonomis yang tinggi dan cara pengelolaannya sangat sederhana.

c) Luas Wilayah Pertambangan Rakyat

Luas wilayah ijin pertambangan rakyat yang diberikan kepada masyarakat diatur

dalam Pasal 13 dan pasal 17 Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01

P/201/M.PE/1986 tentang Pedoman Pengelolaan Pertambangan Rakyat Bahan Galian

Strategis dan Vital (Golongan A dan B).

Dalam Pasal 13 diatur tentang luas maksimal wilayah pertambangan rakyat yang

diberikan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat dan luas wilayah pertambangan

sungai. Luas maksimal satu wilayah pertambangan rakyat adalah 15 ha. Sementara itu,

luas wilayah pertambangan sungai cukup diukur atau ditetapkan menurut panjang dan

lebar sungai. Selanjutnya, pada pasal 17 telah diatur luas wilayah untuk:

1. Satu ijin pertambangan rakyat.

2. Perorangan.

3. Kelompok masyarakat.

4. Kopersai.

Luas wilayah untuk satu ijin pertambangan rakyat diberikan maksimal 5 Ha.

Jumlah ijin pertambangan rakyat yang diberikan kepada perorangan hanya untuk satu ijin

pertambangan, sedangkan luas wilayah pertambangan rakyat yang diberikan kepada

perorangan maksimal seluas 5 Ha. Bagi masyarakat setempat hanya diberikan satu ijin

Page 18: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

pertambangan rakyat dengan luas maksimal 5 Ha. Bsgi koperasi dapat diberikan 5 (lima)

ijin pertambangan rakyat, dengan luas maksimal 25 Ha.

d) Jangka Waktu Ijin Pertambangan Rakyat

Pasal 5 Ayat 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2001

telah diatur tentang jangka waktu ijin pertambangan rakyat. Dalam pasal tersebut telah

ditentukan, bahwa ijin pertambangan rakyat diberikan untuk jangka waktu paling lama 5

(lima) tahun. Jika diperlukan, ijin tersebut dapat diperpanjang untuk jangka

waktu/periode yang sama. Jangka waktu yang diberikan kepada pemegang ijin

pertambangan tidak terbatas.

e) Berakhirnya Ijin Pertambangan Rakyat

Berakhirnya ijin pertambangan adalah tidak berlakunya ijin pertambangan rakyat

yang diberikan oleh pejabat yang berwenang. Berakhirnya ijin pertambangan rakyat

dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu sudah habis mas waktunya serta dicabut (Pasal

18 Pertaraturan Menteri Pertambangan dan Energi nomor 01 P/201/M.PE/1986).

Di dalam Surat Ijin Pertambangan Rakyat, telah ditentukan jangka waktu ijin

pertambangan rakyat. Jangka waktu ijin pertambangan rakyat. Misalnya, jika ijin yang

diberikan oleh bupati/walikota ditetapkan pada tanggal 01 Juni 2005, maka berakhirnya

ijin pertambangan rakyat pada tanggal 01 Mei 2010. Namun, apabila ijin pertambangan

itu diperpanjang, maka jangka waktu kegiatan pertambangan adalah sampai 2015.

Berakhirnya ijin karena dicabut adalah tidak berlakunya lagi ijin pertambangan

rakyat yang diberikan kepada orang, kelompok atau koperasi yang disebabkan oleh

beberapa alasan, yaitu meliputi:

1. Kondisi penambangannya membahayakan bagi lingkungan hidup dan

keselamatan masyarakat setempat.

2. Terjadinya persengketaan tentang hak milik tanah yang tidak dapat diselesaikan.

3. Tidak memenuhi petunjuk-petunjuk maupun persyaratan yang telah diberikan

oleh pejabat yang berwenang.

4. Endapan bahan galian sudah habis atau sudah sulit didapat.

5. Untuk kepentingan negara.

Pencabutan ijin pertambangan rakyat untuk kepentingan negara merupakan

pencabutan yang dilakukan oleh pejabat berwenang. Wilayah pertambangan rakyat itu

Page 19: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

digunakan untuk kepentingan yang lebih besar dan menguntungkan negara. Misalnya,

wilayah pertambangan rakyat ditingkatkan statusnya, dari pertambangan rakyat menjadi

wilayah kontrak karya atau perjanjian pertambangan batubara.

2.1.3 Kuasa Pertambangan Rakyat

Kuasa pertambangan rakyat merupakan kuasa yang diberikan kepada rakyat

setempat untuk melakukan usaha pertambangan. Usaha penambangan yang diberikan

kepada rakyat setempat meliputi kegiatan; penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi,

pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan.(Pasal 2 Ayat 3 PP No 75 Tahun

2001)

a. Kuasa pertambangan rakyat penyelidikan umum, merupakan kuasa

pertambangan yang diberikan kepada masyarakat setempat untuk melakukan

penyelidikan secara geologi umum dengan maksud untuk menetapkan tanda-

tanda adanya bahan galian pada umumnya.

b. Kuasa pertambangan eksplorasi, merupakan wewenang (kuasa) yang diberikan

kepada pejabat berwenang untuk menetapkan lebih teliti/seksama kebenaran

letak serta sifatnya, dalam kaitannya dengan penyelidikan geologi

pertambangan.

c. Kuasa pertambangan rakyat eksplorasi, merupakan kuasa pertambangan untuk

menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya.

d. Kuasa pertambangan rakyat pengolahan dan pemurnian, merupakan kuasa

pertambangan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta untuk memanfaatkan

dan memperoleh unsur yang terdapat pada bahan galian itu.

e. Kuasa pertambangan rakyat pengangkutan dan penjualan, merupakan kuasa

pertambangan untuk memindahkan serta menjual bahan galian hasil pengolahan

dan pemurnian dari daerah eksplorasi atau tempat pengolahan atau pemurnian.

2.1.4 Limbah Pertambangan Rakyat

Hasil tambang merupakan suatu komoditi yang mempunyai nilai ekonomis yang

sangat tinggi. Sejak jaman dahulu orang-orang selalu berusaha untuk mendapatkan dan

memanfaatkan sumber daya alam. Tempat dan daerah yang mengandung sumber daya

Page 20: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

alam selalu dikejar oleh penambang untuk melakukan kegiatan eksploitasi.

(Rahmi,1995). Menggolongkan bahan-bahan galian sebagai berikut:

Tabel 2.1 Menggolangkan bahan-bahan galian.

Galian A : Merupakan bahan galian strategis, yaitu strategis untuk

perekonomian negara serta pertahanan dan keamanan negara.

Contoh: minyak bumi, batubara, uranium dan lain-lain.

Galian B : Merupakan bahan galian vital, yaitu dapat menjamin hajad

hidup orang banyak. Contoh: besi, tembaga, emas, perak dan

lain-lain.

Galian C : Bukan merupakan bahan galian strategis ataupun vital, karena

sifatnya tidak langsung memerlukan pasaranyang bersifat

internasional. Misalnya: marmer, batu kapur, tanah liat, pasir,

yang sepanjang tidak mengandung unsur mineral.

Selanjutnya disebutkan bahwa di dalam merencanakan suatu penambangan harus

memperhatikan beberapa faktor berikut ini:

a. Keuntungan yang diinginkan oleh perusahaan. Hal ini karena masing-masing

perusahaan mempunyai perbedaan dalam menargetkan keuntungan yang

diperoleh.

b. Jumlah dan umur tambang yang akan menentukan jumlah produksi

c. Ukuran dan batas maksimum dari kedalaman tambang pada akhir operasinya.

d. Kemiringan tebing (bench), dengan bantuan dana tentang ukuran dan batas

maksimum dari kedalaman pada akhir operasi, maka kemiringan tebing dapat

diperkirakan berdasarkan data fisik bantuan.

e. “Sripping Ratio”. Dalam mendesain, perlu ditentukan barapa luas daerah kuasa

pertambangan yang diminta dan berapa banyak “overburden” uang dibuang.

f. “Cut of Grade”. Kadar terendah yang masih memberikan keuntungan apabila

dieksploitasi.

Limbah penambangan rakyat merupakan buangan dari proses pencucian atau

penyemprotan yang mengandung bahan-bahan organik dan anorganik. Limbah dari

Page 21: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

penambangan terdiri dari air, batu, kerikil, pasir, tanah dan lain-lain. Sedangkan hasil dari

pencucian atau penyemprotan adalah berupa pasir atau lumpur.

Tambanga rakyat yang ada di wilayah penelitian terdiri dari tambang intan, dan

batu pasir. Jumlah penambang yang ada di sekitar lokasi akan mempengaruhi kualitas ir.

Semakin tinggi aktivitas penambangan akan mengakibatkan semakin rendahnya kualitas

perairan. Prediksi hubungan antara jumlah penambang dengan kualitas perairan adalah

sebagai fungsi berikut:

Gambar 2.1 Fungsi (x) Hubungan antara Jumlah Penambang vs Kualitas Perairan

(Rahmi, 1995)

Dari gambar di atas dapat diprediksi bahwa semakin kekanan jumlah penambang

semakin banyak, maka kualitas perairan akan semakin menurun (dalam asumsi semua

penambang bekerja).

Pada umumnya pencemaran yang sering terjadi pada perairan tawar, ditimbulkan

oleh masalah masuknya berbagai substansi padatan maupun cair sebagai hasil aktivitas

manusia (Dix dalam Sofarini, 1999). Limbah cair dari suatu kegiatan lingkungan

masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir 0,1%

padanya berupa benda-benda padat terdiri dari zat organik dan anorganik. Limbah cair

adalah benda berbentuk cair yang mengandung padatan, senyawa/larutan yang dihasilkan

Page 22: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

di dalam suatu proses pencucian, pemurnian dan atau pengolahan lainnya, bukan

merupakan produk tujuan dari proses itu.

Besarnya konsentrasi padatan, senyawa/larutan tersebut dapat dijadikan acuan

untuk mengetahui berbahaya atau tidaknya limbah bagi lingkungan. Untuk itu perlu

dilakukan analiasis air. Beberapa kategori kegiatam yang memerlukan analisis kualitas air

yaitu:

Tabel 2.2 Kategori Kegiatan Analisis Kualitas Air

Limbah penambangan

Pertanian (termasuk analisis

kesuburan tanah)

Aquakultur

Industri

Kolam

Fishing

Air limbah apapun

Pengoksidan air

Ekologi air, limnologi

Mutu air berbagai bidang

2.1.5 Dampak Pasca Tambang

Kegiatan penambangan rakyat dapat mempengaruhi sifat fisika, kimia serta biologi

tanah maupun air, malalui pengupasan tanah lapisan atas, penambangan, pencucian serta

pembuangan tailing. Di lokasi tambang terbuka misalnya, kegiatan penambangan

mengakibatkan hilangnya atau bepindahnya tanah, sedangkan di lokasi pembuangan

tailing adalah tertimbunnya tanah asli dngan tailing. Dengan demikian sifat tanah

asli/semula berupa menjadi sifat tanah tailing (Rahmi, 1995).

Sistem penambangan rakyat di wilayah Banjarbaru adalah menggunakan sistem

“dumping”, yaitu suatu cara penambangan dengan mengupas tanah permukaan yang

kemudian dilanjutkan dengan penggalian, namun setelah selesai penambangan, lapisan

tanah atas (top soil) tidak dikembalikan ke tempat asalnya. Secara fisik, keadaan lokasi

bekas tambang sangat buruk, berupa lubang-lubang besar mirip seperti danau dan

dikelilingi tumpukan-tumpukan tanah bekas galian, seperti bukit-bukit kecil yang tidak

beraturan. Dengan kondisi demikian, apabila bekas areal tambang tersebut dimanfaatkan

Page 23: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

sebagai lahan pertanian, maka sangat sulit dalam pengelolaannya. Untuk mengembalikan

kualitas bekas areal sehingga dapat dijadikan lahan pertanian memerlukan investasi yang

sangat besar, yang sebenarnya kewajiban penambang.

Penambangan rakyat yang tidak memperhatikan aspek lingkungan akan

menyebabkan terancamnya daerah sekitarnya dari bahaya erosi dan tanah longsor sebagai

hilangnya vegetasi penutup tanah. Pembongkaran lahan secara besar-besaran juga

menyebabkan terjadinya perubahan benatng alam (morfologi dan topografi), yaitu

perubahan sudut panjang dan bentuk lereng. Pengupasan, penimbunan tanah penutup dari

penggalian sumber daya alam menimbulkan perubahan pada drainase, debit air sungai

dan kualitas permukaan pada saat hujan. Menurut (Rahmi,1995), aspek tersebut adalah:

a. Aspek Hidrologi, Pada musim hujan mata air keluar dibanyak tempat pada

lembah-lembah di kaki bukit, tetapi pada musim kemarau sebagian besar dari

mata air tersebut kering karena di sepanjang bukit sebagian besar sudah gundul.

b. Aspek Geologi, Tumpukan batuan penutup (overurden) yang dibiarkan

tertumpuk secara tidak teratur sekitar bukaan tambang megahsilkan bukit-bukit

kecil dan lubang-lubang. Demikian juga bekas bukaan yang tidak ditutup

kembali juga akan menghasilkan lubang yang akan terisi oleh air hujan.

c. Erosi Tanah, Erosi tanah bersifat permanen dan merupakan salah satu dampak

utama dari aktivitas penambangan. Erosi tanah menimbulkan dampak lanjutan

yaitu menurunnya kesuburan tanah di lahan terbuka sekitar lubang tambang dan

sedimentasi sungai.

d. Longsoran Tanah, Longsoran overburden dan waste rock dapat menimbulkan

dampak lanjutan berupa sedimentasi sungai. Karena jumlah overburden dan

waste rock cukup banyak. Hal ini berdampak negatif terhadap lingkungan yang

bersifat permanen.

e. Sedimantasi Sungai, Sedimentasi dari longsoran dan erosi tanah dapat terbawa

oleh air larian yang masuk ke dalam sungai. Meskipun longsoran dan erosi tanah

merupakan dampak yang signifikan, tetapi sedimentasi belum tentu mempunyai

dampak yang signifikan.

f. Gangguan Estetika Lahan, Kegiatan pertambangan pada umumnya dilakukan

dengan penambangan terbuka. Lokasi kegiatannya berderet-deret di daerah

Page 24: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

perbukitan yang memberikan pemandangan deretan lahan terbuka berwarna

coklat, kontras dengan daerah bervegetasi yang nampak hijau.

g. Pencemaran Air, Pencemaran air baik terhadap air permukaan maupun air tanah

dapat terjadi karena adanya air lindian (leachate) dari timbunan limbah, serta

dari genangan di lubang tambang. Pencemaran pada badan sungai akan

mempengaruhi kualitas air.

2.1.6 Konsep Good Govenance pada Pengelolaan Lingkungan Hidup

Berkaitan dengan good governance, , Mardiasmo (2002) mengemukakan bahwa

orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan good governance, di

mana pengertian dasarnya adalah ke pemerintahan yang baik. Kondisi ini berupaya untuk

menciptakan suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan

bertanggung jawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efisiensi, pencegahan

penyimpangan baik secara politik maupun administratif.

Tuntutan reformasi mengharuskan aparatur negara untuk mewujudkan administrasi

negara yang mempu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan

fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan menurut prinsip good

governance. Karakteristik good governance adalah:

1. Participation. Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan

keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi

yang mewakili kepentingannya.

2. Rule of Law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu,

terutama hukum hak asasi manusia.

3. Transparency. Transparansi yang dibangun atas kebebasan arus informasi.

4. Responsivenes. Setiap lembaga dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan harus mencoba untuk melayani setiap stakeholder.

5. Consesus Orientation. Good Governance menjadi perantara kepentingan yang

berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas,

baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.

Page 25: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

6. Equity. Semua warga negara mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau

menjaga kesejahteraan mereka.

7. Effectiveness and Efficiency. Lembaga-lembaga serta prosesnya, menghasilkan

produk yang sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan

sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.

8. Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan

masyarakat bertanggung jawab kepada publik dan lembaga stakeholders.

Kedelapan karakteristik good governance dapat dianalogikan juga menjadi

karakteristik setiap pemerintahan daerah yang diperlukan dalam penyelenggaraan

ontonomi daerah berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004. Dengan kata lain dapat

dikatakan bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah diperlukan sumber daya manusia

aparatur pemerintah daerah memiliki karakteristik yang mampu mewujudkan

karakteristik good governance.

2.1.7 Kebijakan Lingkungan Hidup dalam Instrumen Kebijakan Publik

Menurut Anderson dalam Winarno (1989), kebijakan pada dasarnya adalah arah

tindakan yang mempunyai maksud dan tujuan, ditetapkan oleh seorang aktor atau

sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu perubahan. Selanjutnya

Anderson memberikan gambaran bahwa suatu permasalahan baru akan menjadi

permasalahan kebijakan (polocy problem), bila problem-problem itu dapat

membangkitkan orang banyak untuk melakukan tindakan terhadap problema-problema

tersebut.

Hubungan antara kebijakan publik dengan kebijakan lingkungan hidup dalam

implementasinya digambarkan oleh Dunn (2001) adalah sebagai berikut:

Page 26: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Gambar 2.2 Bagan/Kerangka Pemikiran Implementasi Kebijakan (Dunn, dalam

Tangkillsan, 2004).

Berdasarkan bagan/kerangka pemikiran dihubungkan dengan permasalahan yang

dianalisis sebagai berikut:

a. Public Policy, merupakan rangkaian pilihan yang harus saling berhubungan

(termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan

dan pejabat pemerintah. Kemudian diformulasikan dalam bidang-bidang mulai

dari pertahanan, energi, kesehatan sampai pendidikan, kesejahteraan dan

kejahatan.

b. Policy stakeholder, yaitu para individu dan atau kelompok individu yang

mempunyai andil dalam kebijakan karena mereka mempengaruhi dan

dipengaruhi oleh keputusan pemerintah. Pelaku kebijakan (misalnya kelompok

warga negara, perserikatan birokrasi partai politik, agen-agen pemerintah,

pimpinan terpilih dan para analis kebijakan.

c. Policy Environment, problem-problem di sekeliling isu kebijakan yang terjadi

dipengaruhi dan mempengaruhi oleh pembuatan kebijakan dan kebijakan publik.

Oleh karena itu, sistem kebijakan berisi proses yang bersifat dialiktis, berarti

bahwa dimensi obyektif dan subyektif dari pembuatan kebijakan tidak

terpisahkan di dalam prakteknya.

Gambar 2.3 Sistem Kebijakan Publik (Tangkillisan, 2004)

Page 27: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

a. Input, sumber daya-sumber daya yang digunakan sebagai ujung tombak dalam

proses administrasi maupun organisasi pelaksana.

b. Process, merupakan interaksi antar kator, yakni antara instansi teknis sebagai

pelaksana dengan pengusaha serta masyarakat.

c. Output, yaitu hasil yang diharapkan memberikan dampak positif kepada

pemerintah dan masyarakat sebagai penerima manfaat.

Permasalahan lingkungan yang sering timbul seperti pencemaran air, banjir,

sedimentasi, erosi dan lain-lain pada hakikatnya muncul akibat terabaikannya salah satu

dari ketiga fungsi tersebut dalam memanfaatkan lingkungan. Oleh karena itu, Dinas

Pertambangan dan Lingkungan Hidup Kota Banjarbaru sebagai satu-satunya instansi

pengelola lingkungan di Kota Banjarbaru harus memiliki visi dan misi yang jelas dalam

mengelola lingkungan hidup.

Tujuan upaya penanganan terhadap dampak lingkungan di Kota Banjarbaru harus

didasarkan atas prinsip pelestarian sumber daya lingkungan dan memperbaiki atau

meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Sehingga pembangunan disegala sektor yang

dilakukan harus berdasarkan prinsip berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Dari

prinsip tersebut dijabarkan tujuan penanganan dampak lingkungan, yaitu:

a. Terpeliharanya fungsi lingkungan hidup dalam usaha menignkatkan daya

dukung dan daya tampung lingkungan.

b. Pengendalian fdan penanggulangan pencemaran yang telah dan diperkirakan

akan terjadi akibat suatu kegiatan.

c. Memperbaiki kualitas lingkungan akibat terjadinya kerusakan sehingga dapat

berfungsi kembali sesuai dengan peruntukannya.

d. Peningkatan pencarian informasi tentang kuantitas dan kualitas SDA, serta

tingkat kerusakan alam dan kemampuan daya dukung alam.

e. Meningkatkan kualitas kelembagaan, SDM dan peran serta masyarakat.

Sasaran umum pengendalian dampak lingkungan yang harus dilaksanakan adalah

sebagai berikut:

Page 28: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

a. Terciptanya SDA yang lestari dalam usaha meningkatkan daya dukung dan daya

tampung lingkungan.

b. Terkendalinya pencemaran yang disebabkan suatu kegiatan dari berbagai sektor.

c. Tercapainya tujuan perbaikan SDA sebagai akibat kerusakan yang timbul oleh

kegiatan pembangunan.

d. Terciptanya kualitas kelembagaan, SDM dan peran serta masyarakat dalam

pengelolaan lingkungan hidup.

e.

2.1.9 Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Implementasi Kebijakan

Lingkungan Hidup

Implementasi kebijakan lingkungan menurut tangkillisan (2004) hidup merupakan

rangkaian proses penerjemahan dari kebijakan lingkungan hidup yang direspon berupa

tindakan para pelaku lingkungan hidup secara konsisten dalam rangka pencapaian dan

sasaran yang telah digariskan oleh kebijakan.

1. Variabel Kebijakan

Kebijakan penanganan lingkungan hidup merupakan salah satu kebijakan publik

yang berupaya mengelola lingkungan hidup di Kota Banjarbaru secara efektif. Kebijakan

ini bertujuan, agar mampu menekan tingkat pencemaran pada titik minimal, yang dicapai

melalui kesesuaian antar target dan hasil yang dicapai serta respons masyarakat terhadap

masalah lingkungan.

Dalam menganalisis implementasi terhadap kebijakan pengelolaan lingkungan

hiudp, maka perlu dilakukan pemilihan variabel independen, yaitu: kotrol masyarakat,

sanksi hukum serta komitmen pengusaha. Ketiga variabel tersebut didasarkan atas

pemikiran:

a. Kontrol dari pihak masyarakat dibutuhkan karena mereka adalah pihak

langsung terkena dampak dari pencemaran lingkungan hidup yang terjadi.

b. Suatu kebijakan akan berjalan efektif jika ada penerapan sanksi hukum yang

jelas dan konsisten untuk membuat para pelaku atau para pelanggar patuh dan

tidak akan mengulangi perbuatan pencemaran lingkungan.

Page 29: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

c. Komitmen pengusaha dibutuhkan karena sebab dari pencemaran kegiatannya,

sehingga pencegahan pencemaran hanya terjadi jika pihak pengusaha

terintegrasi dan ramah lingkungan.

2. Kontrol Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

Civil Society merupakan suatu bentuk hubungan antara negara dengan sejumlah

kelompok sosial, misalnya keluarga, kalangan bisnis, asosiasi masyarakat dan gerakan-

gerakan sosial yang ada dalam negara, namun sifatnya independen dalam negara. Jadi,

civil society adalah sebuah masyarakat, baik secara individual maupun kelompok dalam

suatu negara yang mampu berinteraksi secara independen.

Berperannya kontrol masyarakat akan berfungsi secara maksimal pada konteks

masyarakat yang menerapkan civil society dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara. Masyarakat dapat melakukan partisipasi dalam pembentukan dan

implementasi kebijakan publik dalam suatu negara.

Kontrol masyarakat dalam kebijakan lingkungan hidup yang menerapkan civil

society dilakukan baik secara individu maupun secara kelompok dalam suatu wilayah

pemerintahan yang mampu berinteraksi dengan pemerintah secara independen untuk

melakukan kontrol terhadap kebijakan yang telah ditetapkan.

3. Sanksi Hukum (Law Enforcement) di Bidang Lingkungan Hidup

Sudikno Mertokusumo (1984) berpendapat, bahwa kesadaran hukum yang rendah

pada pelanggaran hukum, sedangkan makin tinggi kesadaran hukum semakin tinggi

ketaatan hukumnya. Adanya hukum harus ditaati, dilaksanakan, dan ditegakkan.

Kesadarn hukum lingkungan dapat dibangun melalui pendidikan formal, non

formal, dan informal. Sedangkan pendidikan berjalan secara terus-menerus yang tidak

ada henti-hentinya sepanjang manusia hidup (long life education). Ini berarti

pembangunan kesadaran hukum lingkungan juga akan berjalan dalam waktu yang lama

atau tidak pernah berhenti sepanjang lingkungan hidup ingin dikelola dengan baik oleh

manusia.

4. Komitmen Pengusaha terhadap Kebijakan Lingkungan Hidup

Pengusaha merupakan pelaku yang bertanggung jawab atas terganggunya fungsi

lingkungan hidup, sehingga harus dilakukan pengawasan terhadap pengusaha. Hal ini

Page 30: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

dimaksudkan untuk menignkatkan kesadaran hukum lingkungan pengusaha, ke depan

akan membantu menignkatkan kualitas lingkungan di Kota Banjarbaru.

Upaya kesadaran hukum lingkungan bagi pengusaha selayaknya dilakukan melalui

penataan sukarela (voluntary compliance) sesuai dengan yang tersirat dalam Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu:

a. Sistem Pendanaan Lingkungan (Pasal 8)

b. Perangkat Manajemen Lingkungan yang Bersifat Dinamis (Pasal 10)

c. Penghargaan Lingkungan (Pasal 10)

d. Mengenai Teknologi Bersih/Produksi Bersih (Pasal 10)

e. Audit Lingkungan (Pasal 5, 19, 29)

Konsep penegakan hukum lingkungan hanya akan berjalan denngan baik jika

pengawasan terhadap penataan persyaratan per-UU-an dari perijinan yang dilaksanakan

secara terprogram. Hal ini yang melatar belakangi Menteri Lingkungan Hidup

menetapkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (Kepmen LH) Nomor 07 Tahun 2001

tentang Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup

Daerah.

a. Analisis SWOT

SWOT merupakan alat (tool) yang dapat dipakai untuk menganalisis kualitatif

(Kodoatie, 2003). Sedangkan menurut rangkuti (1997), analisis SWOT adalah identifikasi

berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi kebijakan. Analisis ini

didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang

(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness)

dan ancaman (Threats)

Tabel 2.3 Analisi SWOT

Kuadran 1 : Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan.

Kebijakan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga

dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus

diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan

pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy)

Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, kebijakan ini

memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus

Page 31: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi

diversifikasi.

Kuadran 3 : Kebijakan mengahadapi peluang pasar yang sangat besar,

tetapi dilain pihak, dapat menghadapi beberapa

kendala/kelemahan internal. Fokus strategi kebijakan ini

adalah meminimalkan masalah-masalah internal sehingga

dapat merebut peluang yang lebih baik.

Kuadran 4 : Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan,

kebijakan tersebut menhadapi berbagai ancaman dan

kelemahan internal.

Gambar 2.4 Diagram Analisis SWOT

Penelitian menunjukkan bahwa kinerja kebijakan dapat ditentukan oleh kombinasi

faktor internal dan eksternal (Rangkuti, 2005). Kedua faktor tersebut harus

dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Dari analisis secara makro, posisi permasalahan

pengelolaan penambangan rakyat ini ada 4 (empat) strategi yang dapat digunakan untuk

meningkatkan kinerja perusahaan, yaitu:

1) Strategi yang meningkatkan indikator kekuatan (S), dengan cara memanfaatkan

indikator peluang-peluang (O) yang dimiliki, disebut dengan strategi S-O.

Page 32: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

2) Suatu strategi yang menignkatkan indikator kekuatan (S) untuk meminimalkan

ancaman-ancaman (T) yang muncul, dikenal dengan strategi S-T.

3) Strategi yang meminimalkan kelemahan (W) yang ada dengan memanfaatkan

peluang-peluang (O) yang dimiliki, ini disebut dengan strategi W-O.

4) Strategi mengurangi kelemahan (W) yang dimiliki untuk memperkecil atau

menghilangkan ancaman (T) yang muncul, disebut dengan strategi W-T.

b. Prinsip Pengelolaan Lingkungan dengan Indikator POAC

Menurut Asdak (2004), pengelolaan lingkungan suatu wilayah dapat digunakan

indikator (Planning – Organizing – Actuating – Controlling).

a.Planning (Perencanaan)

Perencanaan yang disusun dalam rangka pengelolaan lingkungan secara terpadu

terhadap suatu wilayah.

b.Organizing (Pengorganisasian)

Pengorganisasian dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan pengelolaan

lingkungan suatu wilayah lebih efektif dan efisien, dalam arti masing-masing

pihak yang terlibat dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan bertanggung

jawab.

c.Actuating (Pelaksanaan)

Pada tahap pelaksanaan, program-program yang dirancang harus menunjukkan

adanya:

1. Optimasi pemanfaatan sumber daya secara efisien.

2. Dorongan pelaksanaan konservasi sumber daya alam dalam

penambangan.

3. Menigkatnya peran stakeholder dan kelembagaan yang terlibat.

d.Controlling (Pengawasan)

Tujuan pengelolaan lingkungan pada suatu wilayah adalah keberlanjutan

pembangunan (sustainable development) dengan asas keterpaduan, maka

pengendalian pengelolaan lingkungan tersebut meliputi:

1. Pengendalian dan pengawasan melekat, secara bersama (sharing

control) dan kemitraan (parnertshipcontrol).

Page 33: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

2. Hasil pemantauan dan evaluasi digunakan untuk peninjauan kebijakan

dan perencanaan program lanjutan.

3. Mendorong partisipasi dan pengawasan publik dalam aktivitas

pemantauan evaluasi.

4. Pengembangan Sistem Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Hidup (SISDA-LH) untuk memperoleh informasi yang lengkap

mengenai potensi dan produktivitas sumber daya alam serta lingkungan

hidup melalui invebtarisasi dan evaluasi serta penguatan sistem

informasi.

2.2 Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja (k3) merupakan suatu upaya untuk menciptakan

suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas

setinggi-tingginya. Maka dari itu k3 mutlak untuk dilaksanakan pada setiap jenis bidang

pekerjaan tanpa kecuali. Upaya k3 diharapkan dapat mencegah dan mengurangi risiko

terjadinya kecelekaan maupun penyakit akibat melakukan pekerjaan. Dalam pelaksanaan

k3 sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu manusia, bahan, dan metode yang

digunakan, yang artinya ketiga unsur tersebut tidak dapat dipisahkan dalam mencapai

penerapan k3 yang efektif dan efisien.

Sebagai bagian dari ilmu kesehatan kerja, penerapan k3 dipengaruhi oleh empat

faktor yaitu adanya organisasi kerja, administrasi k3, pendidikan dan pelatihan,

penerapan prosedur dan peraturan di tempat kerja, dan pengendalian lingkungan kerja.

Dalam ilmu kesehatan kerja, faktor lingkungan kerja merupakan salah satu faktor terbesar

dalam mempengaruhi kesehatan pekerja, namun demikian tidak bisa meninggalkan faktor

lainnya yaitu perilaku.

Perilaku seseorang dalam melaksanakan dan menerapkan k3 sangat berpengaruh

terhadap efisiensi dan efektivitas keberhasilan k3. Demikian juga yang terjadi pada

oekerja reaktor nuklir, dimana tingkat kepatuhan terhadap peraturan dan pengarahan k3

akan mempengaruhi perilaku terhadap penerapan prinsip k3 dalam melakukan

pekerjaannya. ( Setyawati L, 1996 ).

Page 34: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Menurut suma’mur (1993) kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu

kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat

pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun

sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang

diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum.

Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar

“kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan

untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work).

Keselamatan kerja atau occupational safety, dalam istilah sehari hari sering disebur

dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatau pemikiran dan upaya untuk

menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja

pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi

keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah

kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.Keselamatan kerja adalah

keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses

pengolahannya, landasan tempat akerja dan lingkungannya serta cara-caramelkukan

pekerjaan ( Sumakmur, 1996 ).

Keselamatan kerja ditujukan untuk menghindari adanya kecelakaan kerja disuatu

tempat. Menurut Salah satu pakar Sabdodadi ( 1981 ), kecelakaan kerja dapat terjadi

tindakan seseorang yang ceroboh sehingga membahayakan atau pemaparan terhadap alat

dan mesin yang dalam keadaaan tidak begitu baik. Penyediaan alat- alat pengaman

sebagai pelindung di sekeliling bagian- bagian yang bergerak harus di pertimbangkan

dengan sangat hati- hati ( Smith dan Wilkes, 1978 ).

2.2.1 Tujuan Keselamatan Dan Kasehatan Kerja (K3)

Adapun tujuan dari K3, yaitu :

a. Melindungi karyawan atau tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam

melakukan pekerjaan untuk keselamatan dan kesejahteraan hidup &

meningkatkan produksi atau produktivitas nasional.

b. Bisa menjamin keselamatan hidup atau kesejahteraan setiap orang yang berada

di tempat kerja.

Page 35: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

c. Sumber-sumber dari produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan

efisien.

2.2.2 Kecelakaan Akibat Kerja

A. Definisi Kecelakaan Akibat Kerja

Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan pada suatu

pekerjaan di tempat kerja, artinya bahwa kecelakaan kerja terjadi di sebabkan oleh

pekerjaan atau pada saat bekerja yang tidak terduga, tidak di kehendaki dan dapat

menyebabkan kerugian baik jiwa maupun harta benda.

B. Klasifikasi Dalam Kecelakaan Akibat Kerja

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja, karena pada kenyataanya kecelakaan yang

disebabkan akibat kerja biasanya tidak disebabkan hanya satu faktor saja, tetapi banyak

faktor yang memicu atau saling berkaitan yang bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan.

kecelakaan akibat kerja diklasifikasikan menjadi 4 macam golongan, yaitu:

a. Klasifikasi Menurut jenis Kecalakaan akibat Kerja.

Contohnya : Terjatuh, Tertimpa benda jatuh, Terjepit, Pengaruh suhu

tinggi, Terkena arus listrik, dll.

b. Klasifikasi Menurut Penyebab Kecelakaan Akibat Kerja

Contohnya : Mesin misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, Alat angkut

dan alat angkat, Peralatan lain misalnya instalasi pendingin

dan alat-alat listrik, dll.

c. Klasifikasi Menurut Sifat luka atau Kelainan

Contohnya : Patah tulang, Dislokasi atau keseleo, Regang otot atau urat, Memar dan

luka dalam lain, Amputasi, Luka-luka lain, Luka di permukaan, Gegar

dan remuk, Luka bakar, Keracunan-keracunan mendadak (akut), Akibat

cuaca, Mati lemas, Pengaruh arus listrik, Pengaruh radiasi, Luka-luka yang

banyak dan berlainan sifatnya.

d. Klasifikasi Menurut letak Kelainan atau Luka Di Tubuh

Page 36: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Contohnya : Kepala, Leher, Badan, Anggota atas, Anggota bawah,

Banyak tempat, Kelainan umum.

2.3 Kebisingan

2.3.1 Pengertian kebisingan

Beberapa ahli mendefinisikan bising secara subyektif sebagai bunyi yang tidak

diinginkan, tidak disukai, dan mengganggu. Secara obyektif bising terdiri atas getaran

bunyi kompleks yang terdiri atas berbagai frekuensi dan amplitudo, baik yang getarannya

bersifat periodik maupun nonperiodik (Jenny. Bashirudin,2009). Menurut Kepmenaker

No. Kep-51/Men/1999, kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang

bersumber dari alat-alat proses produksi dan alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu

dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Keputusan Menteri Tenaga Kerja. Nomor:

Kep-51/MEN/1999,1999). Bising mempunyai suatu frekuensi atau jumlah getar per detik

yang dituliskan dalam Hertz, dan satuan intensitas yang dinyatakan dalam desibel (dB).

Berkaitan dengan pengaruhnya terhadap manusia, bising mempunyai satuan waktu atau

lama pajanan yang idnyatakan dalam jam per hari atau jam per minggu (Jenny.

Bashirudin,2009).

Efek suara terhadap kerusakan pendengaran yang ditimbulkan tergantung pada

frekuensi, tingkat tekanan suara, dan lama pendengaran. Secara umum tingkat tekanan

suara yang permanen pada 85 dB dan tidak ada perlindungan pada telinga dapat

menyebabkan kerusakan pendengaran (Zander, 1972 ). Sedangkan di Amerika Serikat,

menurut OHSA ( Occuptional Safety and Health Administration ) ditetapkan 90 dB (A)

sebagai batas maksimum yang diijinkan dengan lama pendengaran 8 jam terus menerus.

Suara dapat diukur secara obyektif, tetapi kebisingan merupakan fenomena yang

subyektif. Alat Ukur yang dipakai untuk pengukuran tingkat suara adalah Sound Level

Meter ( Bridger, 1995 ). Mekanisme kerja SLM, apabila ada benda bergetar maka akan

menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara yang dapat ditanngkap oleh alat ini,

selaanjutnya akan menggerakkan meter penunjuk. Audiometer adalah alat untuk

mengukur ambang pendengaran. Audiogram adalah chart hasil pemeriksaaan audiometri.

Nilai ambang pendengaran adalah suara yang paling lemah yang masih dapat didengar

telinga.

Page 37: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Adapun nilai ambang batas kebisingan adalah angka dB yang dianggap aman untuk

sebagian tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Surat edaran menteri

tenaga kerja, transimgrasi dan koperasi No. SE-01 /MEN /1978, nilai ambang bata untuk

tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata- rata yang masih dapat

diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap dalam

waktu terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Waktu

maksimum bekerja adalah sebegai berikut :

82 dB : 16 jam per hari

85 dB : 8 jam per hari

88 dB : 4 jam per hari

91 dB : 2 jam per hari

97 dB : 1 jam per hari

100 dB : ¼ jam per hari

( Bilman Ir, 1997 )

Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi dapat dibedakan menjadi :

1. Bising yang kontinu dan spektrum bunyi yang luas. Bising ini relatif tetap dalam

batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut- turut. Misalnya mesin,

kipas angin, dan dapur pijar.

2. Bising dan kontinu yang spektrum bunyi yang sempit. Bising ini juga relatif tetap,

akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja ( pada Frekuensi 500,

1000 dan 4000 Hz ). Mislanya gergaji serkuler dan katup gas.

3. Bising terputus- putus ( Intermitten ). Bisisng disini tidak terjadi secara terus

menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas,

kebisingan di lapangan terbang.

4. Bising Implusif. Bising jenis ini memikili perubahan tekana suara melebihi 40 dB

dalam waktu yang sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya.

Misalnya tembakan, suara ledakan mercon dan meriam.

5. Bising Implusif berulang. Sama dengan bising implusif, hanya saja disini terjadi

secara berulang- ulang. Misalnya Mesin tempa.

Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas :

Page 38: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

1. Bising yang mengganggu ( Irritating Noise ) Intensitas tidak terlalu keras.

Misalnya mendengkur.

2. Bising yang menutupi ( Masking Noise ). Merupakan bunyi yang menutupi

pendengaran yang jelas. Secara tidak Langsung bunyi ini akan membahayakan

kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda

bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.

3. Bising yang merusak ( damaging / injorius noise ). Adalah bunyi yang

intensitasnya melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan

fungs pendengaran.

( KCM, Kebisingan ).

Adapun pengaruh bising terhadap tenaga kerja yaitu, bising menyebabkan berbagai

gangguan tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan

komunikasi dan ketulian, atau ada yang menggolongkan gangguannya yang berupa

gangguan auditori, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non auditori

seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya perfomance

kerja, kelelahan dan stress.

Untuk lebih rincinya lagi, maka dapat digambarkan dampak bising terhadap kesehatan

bagi pekerja sebagai berikut:

1. Gangguan Fisioligis adalah gangguan yang dapat berupa peningkatan tekanaa

darah, peningkatan nadi, besarnya metabolisme, kosntruksi pembuluh darah kecil

terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

2. Gangguan psikologis yaitu dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,

susah tidur, emosi dan lain lain. Pemaparan jangka waktu yang lama dapat

menimbulkan penyakit psikomatik seperti gastristis, penyakit jantung koroner dan

lain lain.

3. Gangguan Komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan

mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerjaan baru yang belum

berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan

mengakbitkan bahaya terhadap keslematan dan kesehatan kerja, karena tidak

mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat

menurunkan mutu dan memperlambat aktifitas kerja.

Page 39: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

4. Gangguan Keseimbangan ini mengakibatkan gangguan fisioligis sperti kepala

pusing, mual, muntah- muntah dan lain- lain.

5. Gangguanterhadap pendengaran ( Ketulian ) diantara sekian banyak gangguan

yang ditimbulkan oleh bising, gangguan terhadap pendengaran dalah gangguan

yang paling serius karena dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau

ketulian. Ketulian dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi

bila bekerja terus menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan

menghilang secara menetap atau tuli.

Menurut definisi kebisingan, apabila suatu suara yang mengganggu orang yang

sedang membaca atau mendengarkan musik, maka suara itu adalah kebisingan bagi orang

itu atau meskipun orang – orang lain mungkin terganggu oleh suara tersebut. Meskipun

pengaaruh suara banyak yang berkaitan denga faktor- faktor psikologis dan emosional

( Departemen Kesehatan RI ).

Sumber kebisingan secara global dapat dibedakan, yaitu kebisingan yang

ditimbulkan industri baik ringan maupun berat dan bising yang ditimbulkan oleh

kemajuan transportasi (Yustinus SB, 2008). Di tempat kerja, sumber kebisingan berasal

dari peralatan dan mesin-mesin. Peralatan dan mesin-mesin dapat menimbulkan

kebisingan karena (Huboyo H.S, 2008):

a. Mengoperasikan mesin–mesin produksi yang sudah cukup tua.

b. Terlalu sering menoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja cukup tinggi

dalam perioe operasi cukup panjang.

c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi sekedarnya. Misalnya

mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan parah.

d. Melakukan modifikasi atau perubahan atau pergantian secara parsial pada

komponen-komponen mesin produksi tanpa mengidahkan kaidah-kaidah

keteknikan yang benar, termasuk menggunakan komponen-komponen mesin

tiruan.

e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat

(terbalik atau tidak rapat), terutama pada bagian penghubung antara modul mesin

(bad connection).

f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya.

Page 40: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

2.3.2 Pengendalian Kebisingan

Pengendalian kebisingan meliputi dua kelompok, yaitu (Ada,2008;Huboyo

H.S,2008; Laras DP,2011) :

a. Pengendalian secara teknis

Pengendalian secara teknis dapat dilakukan pada sumber bising, media yang dilalui

bising dan jarak sumber bising terhadap pekerja. Pengendalian bising pada sumbernya

merupakan pengendalian yang sangat efektif dan hendaknya dilakukan pada sumber

bising yang paling tinggi.

b. Pengendalian secara administrasi

Pengendalian ini meliputi rotasi kerja pada pekerja yang terpapar oleh kebisingan

dengan intensitas tinggi ke tempat atau bagian lain yang lebih rendah, pelatihan bagi

pekerja terhadap bahaya kebisingan dan mengatur waktu istirahat. Pengaturan waktu

istirahat berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51/Men/1999 tentang nilai

ambang batas iklim kerja indeks suhu basah dan bola (ISBB) yang diperkenankan

ditampilkan dalam tabel 2.4 (Mallapiang F,2008).

Tabel 2.4 Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola

NoPengaturan waktu kerja

setiap jam

ISSB (C )⁰Beban Kerja

 

Waktu

Kerja

Waktu

Istirahat Ringan Sedang Berat

1

Bekerja

terus -

menerus (8

jam/hari)

- 30 26,7 25

2 75% 25% 30,6 28 25,9

3 50% 50% 31,4 29,4 27,9

4 25% 75% 32,2 31,1 30

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran akibat kebisingan di pengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :

Page 41: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

1. Penggunan Obat–obatan

Penggunan obat –obatan lebih dari 14 hari baik diminum maupun melalui

suntikan menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran. Obat-obatan

yangmempengaruhi organ pendengaran pada umumnya adalah jenis antibiotik

aminoglikosid yang mempunyai efek ototoksik, obat obatan tersebut adalah neomisin,

kanamisin, amikasin dan dihidrostreptomisin yang berpengaruh pada komponen akusti.

2. Umur

Pada usia lanjut, sedang sakit atau anak berumur antara 4 sampai 6 tahun, dipandang

lebih sensitif terhadap gangguan kebisingan dibanding kelompok usia lain. Orang yang

berumur lebih dari 40 tahun akan lebih mudah tuli akibat ngangguan kebisingan

dibanding kelompok usia lain. Orang yang berumur lebih dari 40 tahun akan lebih mudah

tuli akibat bising. Pada orang lanjut usia, gangguan pendengaran biasanya disebabkan

oleh fungsi organ pendengaran yang menurun ataau disebut presbiakusis (sekitar 1,8-

5%).

3. Penyakit

a. Otitis Media, Suatu peradanga telinga tengah yang terjadi akibat infeksi bekateri

Streptococcus pneumoniae, Haemopilus influenzae, atau Staphylococcus aureus.

Otitis media juga dapat timbul akibat infeksi virus (otitis media infeksiosa) yang

biasanya dengan antibiotik, atau terjadi akibat alergi (otitis media serosa) yang dapat

diobati dengan antihistamin dengan atau tanpa antibiotik.

b. Tinnitus, Tinnitus adalah suara berdenging di satu atau dua telinga. Tinnitus dapat

timbul pada penimbunan kotoran telinga atau presbiakusis, kelebihan aspirin dan

infeksi telinga.

c. Hipertensi, Para penderita penyakit darah tinggi, dimana sel sel pembuluh darah

sekitar tlinga ikut tegang dan mengeras, juga harus selalu memperhatikan kesehatan

telingannya. Sebab, berkurangnya oksigen yang masuk lebih memudahkan sel sel

pendengaran mati.

d. Influenza

Penyakit Influenza dapat menyebabkan gangguan pada telinga karna lubang yang

menghubungkan telinga bagian tengah dan hidung (tuba eustakius) mengalami

peradangan atau bahkan mampet.

Page 42: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

4. Alat Pelindung Telinga

Pengendalian kebisingan terutama ditujukan bagi mereka yang dalam kesehariannya

menerima kebisingan. Karena daerah utama kerusakan akibat kebisingan pada manusia

adalah pendengaran (telinga bagian dalam), maka metode pengendaliannya dengan

memanfaatkan alat bantu yang bisa meredukasi tingkat kebisingan yang masuk ketelinga

bagian luar dan bagian tengah sebelum masuk ke telinga bagian dalam.

5. Ruangan Tempat Pengukuran

Pemerikasaan harus dilakukan dalam ruangan kedap suara atau ditempat yang sunyi

dengan intensitas suara yang sesuai dengan persyaratan, yaitu latar belakang kebisingan

tidak lebih dari 40 dB.

6. Jenis Kebisingan

Kebisingan bernada tinggi lebih menggangu daripada kebisingan bernada rendah,

lebih lebih yang terputus putus atauyang datangnya secara tiba tiba dan tidak terduga.

Kebisingan impulsif yang berintensitas tinggi dapat menyebabkan rusaknya alat

pendengar. Kerusakan dapat terjadi pada gendang pendengaran atau tulang tulang halus

di telinga tengah.

7. Masa Kerja

Resiko gangguan pendengaran pada tingkat kebisingan ≤ 75 dB untuk papran harian

selama 8 jam dapat diabaikan, bahkan pada tingkat paparan sampai 80 dBtidak ada

peningkatan subyek dengan gangguan pendengaran. Akibat tetapi pada 85 dB ada

kemungkinan bahwa setelah 5 tahun berkerja, 1% pekerja akan mengalami gangguan

pendengaran (Cholidah, 2005). Salah satu alat pengukur kebisingan adalah Sound Level

Meter yaitu alat yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya tekanan suara atau

intensitas suara dengan lokasi tetap atau waktu pengukuran tertentu. Alat itu dapat

mengukur kebisingan antara 30-130 dB dan frekuensi 20-20.000 Hz. Keras dan intensitas

kebisingan dinyatakan dalam desibel (dB) (Novi A, 2004).

Kebisingan ditempat kerja dapat menimbulkan gangguan pendengaran dan gangguan

sistemik yang dalam jangka waktu panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan

penurunan produktivitas tenaga kerja dangan lama papran dan masa kerja lama. Pada

Page 43: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

masa kerja selama 5 tahun bekerja, 1% pekerja akan mengalami gangguan pendengaran

(Cholidah, 2005).

Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan dan deteksi dini untuk pencegahan

karena kerugian yang harus dibayarkan akibat kebisingan ini cukup besar. Pemerikasaan

gangguan pendengaran harus dilakukan secara teliti, cermat, dan hati hati untuk

menghindari kesalahan prosedur dalam memberikan kompensasi kepada tenaga kerja

(Novi A, 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Laras Dyah Permaningtyas (2011) pada pekerja

home industry di kelurahan Purbalingga Lor bahwa kejadian Noise Induced Hearing Loss

(NIHL) lebih banyak diderita oleh pekerja yang memiliki lama masa kerja lebih dari 10

tahun dibandingkan dengan yang kurang dari 10 tahun

(Laras DP, 2011).

2.4 Gangguan Pendengaran

2.4.1 Pengertian gangguan pendengaran.

Kerusakan pendengaran karena kebisingan sebenarnya adalah kerusakan pada indera

pendengaran dengan resiko penurunan daya dengar yang akhirnya dapat menjadi tuli

menetap yang tidak dapat disembuhkan. Oleh karena itu, menghindari kebisigan yang

berlebihan adalah satu-satunya cara yang tepat untuk mencegah kerusakan pendengaran.

Namun dalam sesuatu proses produksi hal ini tidak dapat dilaksanakan. Pengaruh

kebisingan terhadap manusia tergantung pada karakteristik fisis, waktu berlangsung dan

waktu kejadianya. Pengaruh tersebut berbentuk gangguan yang dapat menurunkan

kesehatan, kenyamanan, dan rasa aman manusia.

2.4.2 Jenis-jenis gangguan pendengaran

Jenis gangguan pendengaran yang di timbulkan kebisingan yaitu :

a. Gangguan pendengaran konduktif

Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat

mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi

pada kenal telinga luar, rantai tulang pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis,

fenestra rotunda dan tuba aurlitiva.

Page 44: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

b. Gangguan pendengaran sensorineural

Gangguan jenis ini umumya irreversible karena terdapat masalah di telinga begian

dalam dan saraf pendengaran.

c. Gangguan pendengran campuran

Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis

konduktif dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula gangguan

pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran (misalnya otosklerosis), kemudian

berkembang lebih lanjut menjadi gangguan sensorineural, lalu kemudian disertai dengan

gangguan hantaran (misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis media, kedua

gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama, misalnya trauma kepala yang berat

sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam.

2.4.3 Pemeriksa dan diagnosis gangguan pendengaran

Tes garputala merupakan tes kualitatif. Garputala 512 Hz tidak terlalu dipengaruhi

suara bisisng disekitarnya. Menurut Guyton dan Hail, cara melakukan pemeriksaan nya

adalah :

a. Tes Rinne

Membandingkan antara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telingga

responden. Garputala digetarkan, tangkainya diletakan di prosesus mastoideus. Setelah

tidak terdengar penala dipegang di depan telinga kira-kira 2 ½ cm. Bila masih terdengar

disebut rinne positif. Bila tidak terdengar disebut rinne negatif.

b. Tes Weber

Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Caranya yaitu

garputala digetarkan dan tangkai garputala diletakkan di garis tangah kepala (di virtex,

dahi, pangkal hidung dan di dagu). Apabila bunyi garputala terdengar lebih keras pda

salah satu telinga disebut weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan

ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut weber tidak ada lateralisasi.

c. Tes Schwabach

Page 45: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal)

dengan probandus. Caranya garputala digetarkan, tangkai garputala diletakkan pada

prosesus mastoidus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai garputala segera

dipindahkan pada prosesus mastoidus telinga pemeriksa yang pendengaranya normal.

Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut schwabach memendek, bila tidak

pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksa diulang dengan cara sebaliknya, yaitu

garputala diletakkan pada prosesus mastoidus pemeriksa lebih dahulu. Bila penderita

masih dapat mendengar bunyi disebut schwabach memanjang dan bila pasien dan

pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut schwabach sama dengan

pemeriksa.

2.5 Alat Pelindung Diri

2.5.1 Pengertian APD

Setiap kegiatan yang bersangkutan dengan faktor manusia, mesin dan bahan yang

melalui tahapan proses memiliki tingkat risiko bahaya dengan tingkatan risiko berbeda-

beda yang akan memungkinkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Risiko

kecelakaan dan penyakit akibat kerja tersebut disebabkan karena adanya sumber-sumber

bahaya akibat dari aktivitas kerja di tempat kerja. Tenaga kerja atau karyawan merupakan

aset perusahaan yang sangat penting dalam proses produksi, sehingga perlu diupayakan

agar derajat kesehatan tenaga kerja selalu dalam keadaan optimal.

Rata-rata umumnya di semua tempat kerja selalu terdapat sumber-sumber bahaya.

Hampir tidak ada tempat kerja yang sama sekali bebas dari sumber bahaya. Sumber-

sumber bahaya perlu dikendalikan atau diminimalisasi untuk mengurangi kecelakaan dan

penyakit akibat kerja. Untuk mengendalikan sumber-sumber bahaya, maka sumber-

sumber bahaya tersebut harus ditemukan.

Adapun untuk menemukan dan menentukan lokasi bahaya potensial yang dapat

mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, maka perlu diadakan identifikasi

sumber bahaya potensial yang ada di tempat kerja. Pengendalian tersebut merupakan

faktor-faktor bahaya yang dilakukan untuk meminimalkan bahkan menghilangkan

penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja yaitu dengan cara pengendalian teknis dan

Page 46: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

administratif, tetapi banyak perusahaan atau pekerja tambang yang menolak untuk

melaksanakan pengendalian tersebut dengan alasan biaya yang mahal.

Maka perusahaan tersebut mengupayakan dengan merekomendasikan Alat

Pelindung Diri (APD) sebagai tindakan proteksi dini terhadap bahaya kecelakaan dan

penyakit akibat kerja yang timbul ditempat kerja. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

sebenarnya merupakan alternatif terakhir bagi pihak perusahaan untuk melindungi tenaga

kerjanya dari faktor dan potensi bahaya.

Alat Pelindung Diri adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh

pekerja untuk melindungi seluruh atau seabagian tubuhnya dari kemungkinan adanya

pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat

kerja (Tarwaka, 2008).

Alat Pelindung diri merupakan suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk

melindungi seseorang dalam pekerjaan yang berfungsi mengisolasi tenaga

kerja dari bahaya di tempat kerja. Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis

pengamanan tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu di utamakan.

Namun kadangkadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya,

sehingga digunakan alat-alat pelindung diri

(Milos Nedved dan Imamkhasani, 1991).

Alat pelindung haruslah enak dipakai, tidak mengggangu kerja dan memberikan

perlindungan yang efektif. hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian alat

pelindung diri, yaitu:

1. Pengujian mutu

Alat pelindung diri harus memenuhi standar yang telah ditentukan untuk menjamin

bahwa alat pelindung diri akan memberikan perlindungan sesuai dengan yang

diharapkan. Semua alat pelindung diri sebelum dipasarkan harus diuji lebih dahulu

mutunya.

2. Pemeliharaan alat pelindung diri

Alat pelindung diri yang akan digunakan harus benar-benar sesuai dengan kondisi

tempat kerja, bahaya kerja dan tenaga kerja sendiri agar benar-benar dapat memberikan

perlindungan semaksimal mungkin pada tenaga kerja.

3. Ukuran harus tepat

Page 47: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Adapun untuk memberikan perlindungan yang maksimum pada tenaga kerja, maka

ukuran alat pelindung diri harus tepat. Ukuran yang tidak tepat akan menimbulkan

gangguan pada pemakaiannya.

4. Cara pemakaian yang benar

Sekalipun alat pelindung diri disediakan oleh perusahaan, alat-alat ini tidak akan

memberikan manfaat yang maksimal bila cara memakainya tidak benar. Tenaga kerja

harus diberikan pengarahan tentang :

a. Manfaat dari alat pelindung diri yang disediakan dengan potensi bahaya yang ada.

b. Menjelaskan bahaya potensial yang ada dan akibat yang akan diterima oleh tenaga

kerja jika tidak memakai alat pelindung diri yang diwajibkan.

c. Cara memakai dan merawat alat pelindung diri secara benar harus dijelaskan pada

tenaga kerja.

d. Perlu pengawasan dan sanksi pada tenaga kerja menggunakan alat pelindung diri.

e. Pemeliharaan alat pelindung diri harus dipelihara dengan baik agar tidak

menimbulkan kerusakan ataupun penurunan mutu.

f. Penyimpaan alat pelindung diri harus selalu disimpan dalam keadaan bersih

ditempat yang telah tersedia, bebas dari pengaruh kontaminasi.

2.5.2 Pemilihan Alat Pelindung Diri

Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri harus memperhatikan aspek-aspek

sebagai berikut (Tarwaka, 2008).

1). Aspek Teknis, meliputi :

a. Pemilihan berdasarkan jenis dan bentuknya. Jenis dan bentuk alat pelindung diri

harus disesuaikan dengan bagian tubuh yang dilindungi.

b. Pemilihan berdasarkan mutu atau kualitas. Mutu alat pelindung diri akan

menentukan tingkat keparahan dan suatu kecelakaan dan penyakit akibat kerja

yang mungkin terjadi. Semakin rendah mutu alat pelindung diri, maka akan

semakin tinggi tingkat keparahan atas kecelakaan atau penyakit akibat kerja

yang terjadi. Adapun untuk menetukan mutu suatu alat pelindung diri dapat

Page 48: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

dilakukan melalui uji laboratorium untuk mengetahui pemenuhan terhadap

standar.

c. Penentuan jumlah alat pelindung diri. Jumlah yang diperlukan sangat tergantung

dari jumlah tenaga kerja yang terpapar potensi bahaya di tempat kerja. Idealnya

adalah setiap pekerja menggunakan alat pelindung diri sendiri-sendiri atau tidak

dipakai secara bergantian.

d. Teknik penyimpanan dan pemeliharaan. Penyimpanan investasi untuk

penghematan dari pada pemberian alat pelindung diri.

2). Aspek Psikologis

Di samping aspek teknis, maka aspek psikologis yang menyangkut masalah

kenyamanan dalam penggunaan alat pelindung diri juga sangat penting untuk

diperhatikan. Timbulnya masalah baru bagi pemakai harus dihilangkan, seperti terjadinya

gangguan terhadap kebebasan gerak pada saat memakai alat pelindung diri. Penggunaan

alat pelindung diri tidak menimbulkan alergi atau gatal-gatal pada kulit, tenaga kerja

tidak malu memakainya karena bentuknya tidak cukup menarik.Ketentuan pemilihan alat

pelindung diri meliputi (Tarwaka, 2008) :

a. Alat pelindung diri harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap

bahaya yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.

b. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa

ketidaknyamanan yang berlebihan.

c. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.

d. Bentuknya harus cukup menarik.

e. Alat pelindung tahan lama untuk pemakaian yang lama.

f. Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya, yang

dikarenakan bentuknya yang tidak tepat atau karena salah dalam penggunaanya.

g. Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada. Alat tersebut tidak

membatasi gerakan dan presepsi sensoris pemakaiannya. Suku cadangnya mudah

didapat guna mempermudah pemeliharaannya.

2.5.3 Jenis-Jenis Alat Pelindung Diri

Page 49: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Jenis-jenis alat pelindung diri berdasarkan fungsinya terdiri dari beberapa

macam. Alat pelindung diri yang digunakan tenaga kerja sesuai dengan bagian tubuh

yang dilindungi, antara lain :

1). Alat Pelindung Kepala

Digunakan untuk melindungi rambut terjerat oleh mesin yang berputar dan untuk

melindungi kepala dari terbentur benda tajam atau keras, bahaya kejatuhan benda atau

terpukul benda yang melayang, percikan bahan kimia korosif, panas panas sinar

matahari.

2). Alat Pelindung Mata

Alat pelindung jenis ini digunakan untuk melindungi mata dari percikan bahan

kimia korosif, debu dan partikel-partikel kecil yang melayang di udara, gas atau uap

yang dapat menyebabkan iritasi mata, radiasi gelombang elektronik, panas radiasi

sinar matahari, pukulan atau benturan benda keras.

3). Alat Pelindung Telinga

Alat pelindung jenis ini digunakan untuk mengurangi intensitas yang masuk

kedalam telinga.

4). Alat Pelindung Pernafasan

Alat pelindung jenis ini digunakan untuk melindungi pernafasan dari resiko

paparan gas, uap, debu, atau udara terkontaminasi atau beracun, korosi atau yang

bersifat rangsangan. Sebelum melakukan pemilhan terhadap suatu alat pelindung

pernafasan yang tepat, maka perlu mengetahui informasi tentang potensi bahaya atau

kadar kontaminan yang ada di lingkungan kerja. Hal-hal yang perlu diketahui antara

lain.

5). Alat Pelindung Tangan

Digunakan untuk melindungi tangan dan bagian lainnya dari dari benda tajam

atau goresan, bahan kimia, benda panas dan dingin, kontak dengan arus listrik. Sarung

tangan terbuat karet untuk melindungi kontaminasi terhadap bahan kimia dan arus

listrik; sarung tangan dari kain/katun untuk melindungi kontak dengan panas dan

dingin.

6). Alat Pelindung Kaki

Page 50: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Digunakan untuk melindungi kaki dan bagian lainnya dari benda-benda keras,

benda tajam, logam/kaca, larutan kimia, benda panas, kontak dengan arus listrik.

7). Pakaian Pelindung

Digunakan untuk melindungi seluruh atau bagian tubuh dari percikan api, suhu

panas atau dingin, cairan bahan kimia. Pakaian pelindung dapat berbentuk apron yang

menutupi sebagian tubuh pemakainya yaitu mulai daerah dada sampai lulut atau

overall yaitu menutupi suluruh bagian tubuh. Apron dapat terbuat dari kain dril, kulit,

plastik PVC/polyethyline, karet, asbes atau kain yang dilapisi alumunium. Apron tidak

boleh digunakan di tempat-tempat kerja dimana terdapat

mesin-mesin yang berputar.

8). Sabuk Pengaman Keselamatan

Digunakan untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh dari ketinggian,

seperti pekerjaan mendaki, memanjat dan pada pekerjaan kontruksi bangunan

(Tarwaka, 2008).

2.5.4 Kebijakan Tentang APD

Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan pasal 108 menyatakan

bahwa “Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan

dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan

martabat manusia serta nilai-nilai agama”. Oleh karena itu upaya perlindungan terhadap

pekerja akan bahaya khususnya pada saat melaksanakan kegiatan/proses di tempat kerja

perlu dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan.

Salah satu upaya perlindungan terhadap tenaga kerja tersebut adalah dengan

penggunaan alat pelindung diri (APD). Penggunaan APD di tempat kerja sendiri telah

diatur melalui Undang-undang No. 1 Tahun 1970. Pasal-pasal yang mengatur tentang

penggunaan APD adalah antara lain :

a. Pasal 3 ayat 1 butir f menyatakan bahwa salah satu syarat-syarat keselamatan

kerja adalah dengan cara memberikan alat pelindung diri (APD) pada pekerja.

b. Pasal 9 ayat 1 butir c menyatakan bahwa pengurus (perusahaan) diwajibkan

menunjukkan dan menjelaskan pada setiap tenaga kerja baru tentang alat-alat

pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

Page 51: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

c. Pasal 12 butir b menyatakan bahwa tenaga kerja diwajibkan untuk memakai alat

pelindung diri (APD).

d. Pasal 12 butir e menyatakan bahwa pekerja boleh mengatakan keberatan apabila

alat pelindung diri yang diberikan diragukan tingkat keamanannya.

e. Pasal 13 menyatakan bahwa barang siapa akan memasuki suatu tempat kerja,

diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat

pelindung diri yang diwajibkan.

f. Pasal 14 butir c menyatakan bahwa pengurus (pengusaha) diwajibkan untukm

mengadakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan

pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi

setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-

petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli

keselamatan kerja.

Peraturan lain yang mengatur penggunaan APD adalah Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Nomor 01/Men/1981, disebutkan dalam pasal 4 ayat 3, bahwa

“pengurus wajib menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang

diwajibkan penggunaannya oleh tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya untuk

mencegah penyakit akibat kerja”.

Begitu pula dalam pasal 5 ayat 2 disbutkan bahwa “tenaga kerja harus memakai alat-

alat perlindungan diri yang diwajibkan untuk pencegahan penyakit akibat kerja”.

Kebijakan sebuah perusahaan tentang pelaksanaan K3 dijelaskan dengan detail dalam

bentuk peraturan-peraturan.

Kepastian hukum yang kuat akan memberikan kemantapan dalam pengawasan.

Karena apabila diberi teguran dan peringatan tidak dihiraukan maka perangkat

peraturanlah yang akan berperan dalam hal pemberian sanksi. Maka peraturan yang

berkaitan dengan situasi kerja merupakan upaya yang dilakukan dalam meningkatkan

efektifitas pelaksanaan program K3 di sebuah perusahaan.

Page 52: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Lampiran 1. Dokumentasi

Page 53: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Gambar 1. Mesin yang digunakan di Pertambangan Intan Cempaka

Page 54: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Gambar 2. Mesin yang digunakan di Pertambangan Intan Cempaka

Gambar 3. Kegiatan wawancara pada pekerja Pertambangan Intan

Page 55: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Gambar 4. Kegiatan observasi di wilayah Tambang Intan Cempaka

Gambar 5. Pengukuran Kebisingaan menggunakan Sound Level Meter

Page 56: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Lampiran 3. Hasil Pengukuran Kebisingan Menggunakan Sound Level Meter

SAMPEL dBTitik A (Mesin) 110,3

Titik B 83,3

Titik C 79,3

Titik D 77,3

Titik E 71,5

Titik F 95,2

Rata - Rata 86.15

Page 57: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Lampiran 4. Lembar Wawancara

LEMBAR WAWANCARA RESPONDEN PENELITIAN

(diisi oleh peneliti)

A. Identitas Diri

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur / tgl lahir : ............ tahun / .........................

Pendidikan :

Lama Kerja :

Waktu Kerja : ............ jam / hari

Waktu Istirahat : ............ jam / hari

Alamat :

Status :

B. Data Khusus

1. Apakah pertambangan ini menghasilkan debu :

a. Ya b. Tidak

2. Apakah debu tersebut mengganggu aktivitas warga sekitar :

a. Ya b. Tidak

3. Apakah di pertambangan ini sudah menerapkan K3 :

a. Ya b. Tidak

4. Menurut saudara, apakah ada hubungan kebisingan terhadap ketulian :

a. Ya b. Tidak

5. Apakah saudara tahu penyebab ketulian :

a. Ya b. Tidak

Tanggal Wawancara : Nomor Responden :

Page 58: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

6. Menurut saudara, apakah ada hubungan kebisingan terhadap tinitus (telinga

berdengung) :

a. Ya b. Tidak

7. Menurut saudara, apakah ada hubungan kebisingan terhadap vertigo (kepala

berputar) :

a. Ya b. Tidak

8. Apakah saudara merasa mengalami gangguan pendengaran karena kebisingan

selama bekerja :

a. Ya b. Tidak

9. Gangguan apa saja yang saudara alami dengan pendengaran saudara :

a. Susah mendengar pembicaraan orang lain

b. Telinga berdengung

c. Telinga terasa panas

10. Apakah saudara terganggu akibat kebisingan yang ditimbulkan suara mesin

ketika bekerja :

a. Ya b. Tidak

11. Apakah selama bekerja saudara menggunakan alat pelindung diri :

a. Ya b. Tidak

12. Alasan tidak menggunakan alat pelindung diri (jika tidak memakai alat pelindung

diri) :

a. Mengganggu aktivititas

b. Tidak tahu alasannya apa

c. Tidak tau kegunaannya

d. Merasa tidak perlu

13. Sewaktu bekerja, apakah saudara mengalami kesulitan berbicara dengan pekerja

tambang lainnya :

a. Ya b. Tidak

14. Pernahkah saudara memeriksakan kondisi telinga saudara ke dokter :

a. Ya b. Tidak

15. Bila pernah, bagaimana hasil pemeriksaan pada alat pendengaran saudara kepada

dokter :

Page 59: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

a. Baik b. Kurang baik

16. Menurut saudara, seberapa jauh radius debu dari lokasi pertambangan :

......................................................................................................................

17. Adakah cara untuk mengurangi dampak kebisingan di pertambangan intan ini :

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...............................................................................

18. Bagaimana penanganan pertama bila terjadi kecelakaan kerja?

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...............................................................................

19. Apa saja penyakit yang sering menyerang pekerja tambang?

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...............................................................................

20. Apakah pertambangan intan ini sudah menerapkaan k3 yang sudah sesuai dengan

standar keamanan yang ada ?

Page 60: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

Lampiran 5. Surat Pernyataan Ketersediaan Menjadi Responden

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Usia :

Alamat :

Tempat kerja :

Setelah membaca/mendapatkan penjelasan saya memahami sepenuhnya tentang penelitian

Judul penelitian : Tinjauan Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan Kerja pada

Penambangan intan akibat kebisingan di area pertambangan Intan Cemapaka Kelurahan Sungai

Tiung Banjarbaru

Nama Peneliti : Mentari Putri Karina H1E113208

Mu’min H1E113215

Royan Pratama H1E113201

Dengan ini saya menyatakan bersedia mengikuti penelitian tersebut secara sukarela sebagai

responden penelitian dan mengisi dengan jujur. Data yang diminta dalam penelitian ini dijamin

kerahasiaannya. Saya tidak akan menuntut apapun kepada pihak-pihak yang terlibat langsung

dalam penelitian ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan yang sadar tanpa adanya paksaan dari

pihak manapun.

Banjarbaru,..........................2015

Peneliti, Responden Penelitian,

Tim Penulis ....................................

Page 61: TINJAUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA PADA PENAMBANGAN INTAN AKIBAT KEBISINGAN DI AREA PERTAMBANGAN INTAN CEMPAKA KELURAHAN SUNGAI TIUNG BANJARBARU

SOAL

1. Disebut Apakah Alat Ukur Kebisingan ?a. Sound Systemb. Soundcloudc. Sound Level Meterd. Anemometere. Termometer

2. Ada Berapa Zona Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.718 Tahun 1987 Tentang Kebisingan ?a. 1b. 2c. 3d. 4e. 5

3. Manakah Tipe Kebisingan Yang Tepat Dalam KMNLH 1996 ?a. Kebisingan Kontinyub. Kebisingan Semi Kontinyuc. Kebisingan Residuald. Kebisingan Asape. Kebisingan Implusif

4. Sebutkan Jenis Jenis Akibat Kebisingan Terhadap Kesehatan ?a. Akibat Psikologisb. Akibat Keteledoranc. Akibat Semi Permanend. Akibat Tekanan Suarae. Akibat Biologis

5. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.718 Tahun 1987, Zona A Yang Meliputi Tempat Kesehatan Dan Rumah Sakit Berada Dalam Tingkat Kebisingan Berapa DB ?a. 35-45 DBb. 45-50 DBc. 55-60 DBd. 65-70 DBe. 75-80 DB