Tinjauan Pustaka Asma

26
BAB I PENDAHULUAN Asma meliputi dua pengertian pertama, untuk merujuk pada asma kardial yang sesak nafasnya berkaitan dengan kegagalan jantung yang menyebabkan oedem paru. Kedua, asma bronkial yang sesak nafasnya diakibatkan oleh penyempitan saluran nafas secara menyeluruh serta didasari oleh kepekaan yang meningkat (hyperreactivity) dan tanggapan saluran pernafasan yang berlebihan (hyperresponsiveness) terhadap berbagai macam rangsangan. Obstruksi saluran nafas ini bersifat reversibel (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien) baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi. Di Amerika lebih dari 22 juta jiwa menderita asma, 6 juta diantaranya adalah anak- anak. Penyakit asma ini bersifat kronik dan dipengaruhi banyak faktor, seperti jenis kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan dan faktor lingkungan. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 -7 %, di mana pada masa anak- anak prevalensi anak laki- laki berbanding anak perempuan 1,5 : 1. Menjelang dewasa, perbandingan tersebut hampir sama, dan pada masa menopause, perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. 1,2 1

description

free

Transcript of Tinjauan Pustaka Asma

Page 1: Tinjauan Pustaka Asma

BAB I

PENDAHULUAN

Asma meliputi dua pengertian pertama, untuk merujuk pada asma kardial

yang sesak nafasnya berkaitan dengan kegagalan jantung yang menyebabkan

oedem paru. Kedua, asma bronkial yang sesak nafasnya diakibatkan oleh

penyempitan saluran nafas secara menyeluruh serta didasari oleh kepekaan yang

meningkat (hyperreactivity) dan tanggapan saluran pernafasan yang berlebihan

(hyperresponsiveness) terhadap berbagai macam rangsangan. Obstruksi saluran

nafas ini bersifat reversibel (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien) baik

secara spontan maupun dengan pengobatan. Asma bronkial adalah salah satu

penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan

imunologi.

Di Amerika lebih dari 22 juta jiwa menderita asma, 6 juta diantaranya

adalah anak- anak. Penyakit asma ini bersifat kronik dan dipengaruhi banyak

faktor, seperti jenis kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan dan

faktor lingkungan. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 -7 %, di mana

pada masa anak- anak prevalensi anak laki- laki berbanding anak perempuan 1,5 :

1. Menjelang dewasa, perbandingan tersebut hampir sama, dan pada masa

menopause, perempuan lebih banyak dari pada laki-laki.1,2

Asma adalah kelainan inflamasi kronik dari saluran nafas, dengan gejala

utama berupa sesak nafas, batuk, dan mengi. Gejala-gejala tersebut dikaitkan

dengan obstruksi jalan nafas dalam berbagai tingkat, dan seringkali bersifat

reversibel, baik dengan atau tanpa diberikan pengobatan.1,3

Pengobatan asma bertujuan menghentikan serangan secepat mungkin serta

mencegah serangan berikutnya; kalaupun timbul kembali diharapkan serangan

tersebut tidak berat. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diberi obat yang

bersifat bronkodilator pada waktu serangan dan obat anti inflamasi untuk

menurunkan hiperaktivitas bronkus sebagai tindakan pencegahan.1,2

1

Page 2: Tinjauan Pustaka Asma

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Asma

Asma adalah kelainan inflamasi kronis dari saluran nafas, yang dalam

prosesnya, melibatkan berbagai sel (khususnya sel mast, eosinofil, neutrofil,

limfosit T, makrofag, dan sel epitel). Pada individu yang rawan, inflamasi ini

menyebabkan episode berulang dari: (1) batuk berdahak, utamanya pada

malam atau dini hari, (2) mengi, dan (3) sesak nafas yang disertai dada terasa

tertekan. Gejala-gejala tersebut disebabkan oleh obstruksi jalan nafas dalam

berbagai tingkat, dan seringkali bersifat reversibel, baik dengan ataupun tanpa

diberikan pengobatan. 1,2,3

2.2 Faktor Resiko Asma2

1. Faktor Host (penjamu) : yaitu faktor-faktor dari dalam diri seseorang yang

membuatnya lebih mudah atau lebih susah terkena penyakit asma, yaitu:

a. Genetik

b. Riwayat penyakit atopi

c. Hiperaktivitas saluran nafas

d. Jenis kelamin

e. Ras

2. Faktor Lingkungan : yaitu faktor-faktor dari luar yang berpengaruh

terhadap munculnya penyakit asma pada seseorang, ataupun yang

mencetuskan serangan eksaserbasinya, misalnya:

a. Alergen dalam rumah

b. Alergen luar rumah

c. Faktor pekerjaan

d. Asap rokok

e. Polusi udara

f. Infeksi saluran nafas

2

Page 3: Tinjauan Pustaka Asma

g. Obat-obatan

h. Obesitas

2.3 Patofisiologi Asma

Pandangan tentang patogenesis asma telah mengalami perubahan pada

beberapa dekade terakhir. Dahulu dikatakan bahwa asma terjadi karena

degranulasi sel mast yang terinduksi bahan alergen, menyebabkan pelepasan

beberapa mediator seperti histamin dan leukotrien sehingga terjadi kontraksi

otot polos bronkus.2

Saat ini telah dibuktikan bahwa asma merupakan penyakit inflamasi

kronik saluran napas yang melibatkan beberapa sel, menyebabkan pelepasan

mediator yang dapat mengaktivasi sel target saluran napas sehingga terjadi

bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema, hipersekresi mukus dan

stimulasi refleks saraf.2,4

Gambar 1. Mekanisme Asma1

3

Page 4: Tinjauan Pustaka Asma

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang

berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu

episode mengi berulang, sesak napas dan batuk terutama pada malam atau dini

hari. Gejala ini berhubungan dengan luas inflamasi menyebabkan obstruksi

saluran napas yang bervariasi derajatnya dan bersifat reversibel secara spontan

maupun dengan pengobatan4.

Proses inflamasi pada asma khas ditandai dengan peningkatan eosinofil,

sel mast, makrofag serta limfosit-T di lumen dan mukosa saluran napas.

Proses ini dapat terjadi pada asma yang asimtomatik dan bertambah berat

sesuai dengan berat klinis penyakit4,6.

Perubahan akibat inflamasi pada penderita asma merupakan dasar

kelainan faal. Kelainan patologi yang terjadi pada penderita asma adalah

obstruksi saluran napas, hiperesponsivitas saluran napas, kontraksi otot polos

bronkus, hiperesekresi mukus, keterbatasan aliran udara yang ireversibel,

eksaserbasi, dan kelainan analisis gas darah.6

1. Obstruksi Saluran Napas

Bersifat difus dan bervariasi derajatnya, dapat membaik spontan atau

dengan pengobatan. Penyempitan saluran napas ini menyebabkan gejala

batuk, rasa berat di dada, mengi dan hiperesponsivitas bronkus terhadap

berbagai stimuli. Penyebabnya multifaktor, yang utama adalah kontraksi otot

polos bronkus yang diprovokasi oleh mediator yang dilepaskan sel inflamasi.

2. Hiperesponsivitas Saluran Napas

Mekanisme pasti hiperesponsivitas saluran napas belum diketahui jelas,

diduga karena perubahan sifat otot polos saluran napas sekunder terhadap

perubahan fenotip kontraktilitas. Inflamasi dinding saluran napas terutama di

daerah peribronkial dapat menambah penyempitan saluran napas selama

kontraksi otot polos. Hiperesponsivitas saluran napas dapat diukur dengan uji

provokasi bronkus.

3. Konstriksi Otot Polos Bronkus

4

Page 5: Tinjauan Pustaka Asma

Pada penderita asma terjadi peningkatan pemendekan otot polos bronkus

saat kontraksi isotonik. Perubahan fungsi kontraksi mungkin disebabkan oleh

perubahan aparatus kontraksi.

4. Hipersekresi Mukus

Terjadi hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet pada saluran napas

penderita asma. Penyumbatan saluran napas oleh mukus hampir selalu

didapatkan pada asma yang fatal. Hipersekresi mukus akan mengurangi

gerakan silia, mempengaruhi lama inflamasi dan menyebabkan kerusakan

struktur/fungsi epitel.

5. Analisis gas darah

Asma menyebabkan gangguan pertukaran gas; derajat hipoksemia

berkorelasi dengan penyempitan saluran napas akibat ketidakseimbangan

ventilasi perfusi.

Gambar 2. Patofisiologi Serangan Asma2

2.4 Klasifikasi Asma1,3

5

Page 6: Tinjauan Pustaka Asma

Klasifikasi derajat asma dibedakan berdasarkan gambaran klinisnya.

Klasifikasi ini dijelaskan dalam Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis

Derajat asma

Gejala Gejala malam

Faal paru

I. Intermiten

Bulanan Gejala < 1x/minggu Tanpa gejala diluar

serangan Serangan singkat

≤ 2x/bulan APE ≥ 80% VEP1 ≥ 80% nilai

prediksi APE ≥ 80% nilai

terbaik Variabilitas APE <

20%II. Persisten

Ringan

Mingguan Gejala > 1x/minggu,

tapi < 1x/hari Serangan dapat

mengganggu aktivitas dan tidur

Membutuhkan bronkodilator setiap hari

> 2x/bulan APE ≥ 80% VEP1 ≥ 80% nilai

prediksi APE ≥ 80% nilai

terbaik Variabilitas APE

20-30%

III. Persisten

Sedang

Harian Gejala setiap hari Serangan

menggangu aktivitas dan tidur

Membutuhkan bronkodilator setiap hari

>1x/minggu APE 60-80% VEP1 60-80% nilai

prediksi

APE 60-80% nilai

terbaik

Variabilitas APE >

30%

IV. Persisten

Berat

Kontinyu Gejala terus menerus Sering kambuh Aktivitas fisik

terbatas

Sering APE ≤ 60% VEP1 ≤ 60% nilai

prediksi APE≤ 60% nilai

terbaik Variabilitas APE >

30%

2.5 Gambaran Klinis

Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan

sesak nafas. Batuk, meski pada mulanya tidak mengandung sekret, tetapi pada

6

Page 7: Tinjauan Pustaka Asma

perkembangannya kemudian pasien akan mengeluarkan sekret, baik yang mukoid,

putih, atau kadang-kadang purulen.1,2

Gejala lainnya dapat berupa rasa berat di dada dan juga pada asma alergik

dapat disertai dengan pilek atau bersin. Gejala tersebut dapat bervariasi menurut

waktu dimana gejala tersebut timbul musiman atau perenial, beratnya, intensitas,

dan juga variasi diurnal.1,2,3

Timbulnya gejala juga sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus seperti

paparan terhadap alergen, udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau

aktivitas fisik. Faktor sosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada pasien

asma, seperti karakteristik rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempat

bekerja atau sekolah, tingkat pendidikan penderita, atau pekerjaan.2

Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan tanda-tanda obstruksi jalan nafas

sesuai dengan tingkat keparahan serangannya. Ekspirasi memanjang, adanya

mengi yang dapat didengar langsung maupun yang didengar melalui auskultasi

paru, dan hiperinflasi dada adalah tanda-tanda yang bisa kita dapatkan pada

pnderita, Pada obstruksi yang berat dapat ditemukan adanya takipnoe, takikardia,

dan sianosis.1,2,3

2.6 Pemeriksaan Penunjang2

1. Spirometri

Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma

adalah dengan melihat respons pengobatan dengan bronkodilator.

Peningkatan VEP1 sebanyak 20% atau lebih antara sebelum dan sesudah

pemberian bronkodilator menunjukkan diagnosis asma. Namun, peningkatan

yang tidak mencapai 20% belum tentu mengindikasikan bahwa itu bukan

asma. Pemeriksaan spirometri, selain untuk diagnosis, juga penting untuk

menilai beratnya obstruksi, dan juga untuk menilai efek pengobatan.

2. Foto Dada

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari obstruksi

saluran nafas, dan juga untuk mengevaluasi adanya proses patologis di paru

ataupun komplikasi-komplikasi asma seperti pneumothoraks.

7

Page 8: Tinjauan Pustaka Asma

3. Pemeriksaan Sputum

Pada penderita asma, dapat ditemukan adanya eosinofil pada sputum. Pada

kasus-kasus yang didasarkan atopi, juga dapat dilakukan pemeriksaan IgE

total atau IgE spesifik.

4. Pemeriksaan Darah

Pada penderita asma ditemukan peningkatan eosinofil, yang membedakannya

dengan pasien bronkitis kronis. Pada penderita yang mengalami serangan

asma yang berat, dilakukan pula pemeriksaan analisis gas darah (AGD). Pada

fase awal serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Dalam kondisi asma

yang berat, dapat ditemukan adanya hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis

respiratorik.

2.7 Diagnosis Asma

Diagnosis asma dibuat diperoleh dari temuan-temuan penting pada anamnesis,

pemeriksaan, dan pemeriksaan penunjang,

Temuan Kunci Temuan Lain

Anamnesis Batuk

Suara mengi

Sesak nafas

Batuk berdahak sering

pada malam hari

Riwayat alergi, asma

Pemeriksaan Fisik Ekspirasi memanjang

Wheezing pada auskultasi paru

Hiperinflasi dada

Takikardia

Takipneu

Sianosis

Pemeriksaan

Penunjang

PEV1 meningkat 20% antara

sebelum dan sesudah pemberian

bronkodilator.

Eosinofilia

IgE spesifik

Hipoksemia

8

Page 9: Tinjauan Pustaka Asma

2.8 Diagnosis banding2

1. Bronkitis kronis

Ditandai dengan batuk kronik mengeluarkan sputum 3 bulan dalam

setahun paling sedikit terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai

sputum biasanya terjadi pada penderita > 35 tahun dan perokok berat.

Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya

kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan

tanda-tanda kor pumonal.

2. Emfisema paru

Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi

jarang menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma,

emfisema biasanya tida ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada

saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti

tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara

vesikuler sangat lemah. Pada foto dada didapat adanya hiperinflasi.

3. Gagal jantung kiri

Gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai

paroksismal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari

karena sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru.

2.9 Penatalaksanaan Serangan Asma Akut1,3

Kunci awal dalam penanganan serangan akut adalah penilaian berat serangan.

Penilaian berat serangan asma akut dijelaskan pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Klasifikasi Berat Serangan Asma Akut

Gejala dan

Tanda

Berat Serangan Akut Keadaan Mengan

cam

9

Page 10: Tinjauan Pustaka Asma

JiwaRingan Sedang Berat

Sesak nafas Berjalan Berbicara Istirahat

Posisi Dapat tidur terlentang

Duduk Duduk membungkuk

Cara berbicara

Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata

Kesadaran Mungkin gelisah Gelisah Gelisah Mengantuk, gelisah, kesadaran menurun

Frekuensi nafas

< 20/menit 20-30/menit > 30 menit

Nadi < 100 100-120 > 120 Bradikardia

Pulsus paradoksus

-

10 mmHg

±

10-20 mmHg

+

> 25 mmHg

-

kelelahan otot

Otot bantu nafas dan retraksi suprasternal

- + + Torakoabdominal paradoksal

Mengi Akhir ekspirasi paksa

Akhir ekspirasi Inspirasi dan ekspirasi

Silent chest

APE > 80% 60-80% < 60%

PaO2 > 80 mmHg 80-60 mmHg < 60 mmHg

PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg

SaO2 > 95% 91-95% < 90%

Setelah dilakukan penilaian beratnya serangan, maka kemudian dilakukan

penangaan sesuai dengan derajat serangan tersebut. Pilihan-pilihan penanganan

asma akut pada masing-masing jenis serangan, dijelaskan pada tabel di bawah ini.

10

Page 11: Tinjauan Pustaka Asma

Gambar 3. Penatalaksanaan Serangan Asma5

2.10 Penatalaksanaan Terapi Jangka Panjang

Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.

Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang untuk

mencapai atau mempertahankan keadaan asma yang terkontrol, terdapat tiga

faktor yang perlu dipertimbangkan:

1. Medikasi (obat-obatan)

2. Tahapan pengobatan

3. Penanganan asma mandiri (pelangi asma)

11

Page 12: Tinjauan Pustaka Asma

Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan

nafas, terdiri atas pengontrol dan pelega.

A. Pengontrol

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,

diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma

terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang

termasuk obat pengontrol adalah:

a. Glukokortikosteroid inhalasi

Adalah medikasi jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol

asma. Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan steroid inhalasi

menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan nafas,

mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan

memperbaiki kualitas hidup. Efek samping adalah efek samping lokal

seperti kandidiasis orofaring, disfonia dan batuk karena iritasi saluran

nafas atas.

b. Glukokortikosteroid sistemik

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Kemungkinan digunakan

sebagai pengontrol pada keadaan asma persisten berat, tetapi

penggunaannya terbatas mengingat risiko efek sistemik. Untuk jangka

panjang, lebih efektif menggunakan steroid inhalasi daripada steroid oral

selang sehari. Jika steroid oral terpaksa harus diberikan, maka dibutuhkan

selama jangka waktu tertentu. Efek samping jangka panjang adalah

osteoporosis, hipertensi, diabetes, supresi aksis adrenal pituitari

hipotalamus, katarak, glaukoma, obesitas, penipisan kulit, striae, dan

kelemahan otot.

c. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

Mekanisme yang pasti belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui

merupakan antiinflamasi nonsteroid, menghambat pelepasan mediator

dari sel mast melalui reaksi yang diperantarai IgE yang bergantung pada

dosis dan seleksi serta supresi pada sel inflamasi tertentu (makrofag,

eosinofil, monosit), selain juga kemungkinan menghambat saluran

kalsium pada sel target. Pemberiannya secara inhalasi, digunakan sebagai

12

Page 13: Tinjauan Pustaka Asma

pengontrol pada asma persisten ringan. Efek samping umumnya minimal

seperti batuk atau rasa tidak enak obat saat melakukan inhalasi.

d. Metilsantin

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner

seperti antiinflamasi. Sebagai pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan

bersama/kombinasi dengan agonis β2 kerja singkat, sebagai alternatif

bronkodilator jika dibutuhkan. Teofilin atau aminofilin lepas lambat

dapat digunakan sebagai obat pengontrol, dimana pemberian jangka

panjang efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Preparat

lepas lambat mempunyai aksi/waktu kerja yang lama sehingga digunakan

untuk mengontrol gejala asma malam dikombinasi dengan antiinflamasi

yang lazim. Efek samping berpotensi terjadi pada dosis tinggi (≥10

mg/kgBB/hari atau lebih) dengan gejala gastrointestinal seperti nausea,

muntah adalah efek samping yang paling dulu dan sering terjadi. Efek

kardiopulmoner seperti takikardi, aritmia dan kadangkala merangsang

pusat nafas. Intoksikasi teofilin dapat menyebabkan kejang bahkan

kematian.

e. Agonis β2 kerja lama

Termasuk agonis β2 kerja lama inhalasi adalah salmoterol dan formoterol

yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Agonis β2 memiliki efek

relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan

permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari

sel mast dan basofil. Pada pemberian jangka lama mempunyai efek

antiinflamasi, walau kecil dan mempunyai efek protektif terhadap

rangsang bronkokonstriktor. Pemberian inhalasi agonis β2 kerja lama

menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik dibandingkan preparat

oral. Karena pengobatan jangka panjang dengan agonis β2 kerja lama

tidak mengubah inflamasi yang sudah ada, maka sebaiknya selalu

dikombinasi dengan glukokortikosteroid inhalasi, dimana penambahan

agonis β2 kerja lama inhalasi akan memperbaiki gejala, menurunkan

asma malam, memperbaiki faal paru, menurunkan kebutuhan agonis β2

kerja singkat (pelega) dan menurunkan frekuensi serangan asma.

13

Page 14: Tinjauan Pustaka Asma

Agonis β2 kerja lama inhalasi dapat memberikan efek samping sistemik

(rangsangan kardiovaskuler, tremor otot rangka dan hipokalemia) yang

lebih sedikit atau jarang daripada pemberian oral.

f.Leukotrienemodifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui

oral. Mekanisme kerjanya menghambat 5-lipoksigenase sehingga

memblok sintesis semua leukotrien (contohnya zileuton) atau memblok

reseptor-reseptor leukotrien sisteinil pada sel target (contohnya

montelukas, pranlukas, zafirlukas). Mekanisme kerja tersebut

menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan

bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain

bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi.

B. Pelega

a. Agonis β2 kerja singkat

Mempunyai waktu mulai kerja singkat (onset) yang cepat. Formoterol

mempunyai onset cepat dan durasi yang lama. Pemberian dapat secara

inhalasi atau oral, pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat

dan efek samping minimal/tidak ada. Mekanisme kerja sebagaimana

agonis β2 yaitu relaksasi otot polos saluran nafas, meningkatkan

pembersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan

memodulasi pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Efek

sampingnya rangsangan kardiovaskular, tremor otot rangka dan

hipokalemia. Pemberian secara inhalasi jauh lebih sedikit menimbulkan

efek samping.

b. Metilsantin

Termasuk dalam bronkodilator walaupun efek bronkodilatasinya lebih

lemah dibandingkan agonis β2 kerja singkat. Teofilin kerja singkat tidak

menambah efek bronkodilatasi agonis β2 kerja singkat dosis adekuat,

tetapi mempunyai manfaat untuk respiratory drive, memperkuat fungsi

otot pernafasan dan mempertahankan respon terhadap agonis β2 kerja

singkat diantara pemberian satu dengan berikutnya.

14

Page 15: Tinjauan Pustaka Asma

c. Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek

pelepasan asetilkolin dari saraf kolinergik dari jalan nafas. Menimbulkan

bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik,

selain itu juga menghambat refleks bronkokonstriksi yang disebabkan

iritan.. Efek samping berupa rasa kering di mulut dan rasa pahit.

d. Adrenalin

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat, bila

tidak tersedia agonis β2, atau tidak respon dengan agonis β2 kerja singkat.

C. Pengobatan Berdasarkan Derajat Berat Asma

Tabel 4. Pengobatan Sesuai Berat Asma1,3

Semua tahapan: ditambahkan agonis β2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak > 3-4x/hari

Berat Asma Medikasi Pengontrol Harian

Alternatif/Pilihan Lain Alternatif Lain

Asma Intermiten

Tidak perlu - -

Asma Persisten Ringan

Glukokortikosteroid inhalasi (200-400ug BD/hari atau equivalennya)

Teofilin lepas lambat

Kromolin

Leukotrien modifiers

-

Asma Persisten Sedang

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800ug BD/hari atau equivalennya) dan agonis β2 kerja lama

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800ug BD/hari atau equivalennya) ditambah teofilin lepas lambat, atau

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800ug BD/hari atau equivalennya) ditambah agonis β2 kerja lama oral, atau

Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800ug BD atau equivalennya) atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800ug BD atau equivalennya) ditambah leukotriene modifiers

Ditambah agonis β2 kerja lama oral, atau

Ditambahkan teofilin lepas lambat

15

Page 16: Tinjauan Pustaka Asma

Asma Persisten Berat

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (>800ug BD/hari atau equivalennya) dan agonis β2 kerja lama, ditambah ≥1 dibawah ini:

- teofilin lepas lambat

- leukotriene modifiers

- glukokortikosteroid oral

Prednisolon/ metil prednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis β2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat

Semua tahapan : bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian diturunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap

terkontrol

16

Page 17: Tinjauan Pustaka Asma

DAFTAR PUSTAKA

1. Schatz, M., Elward, KS., Storms, W. 2007. Guidelines for the Diagnosis

and Management of Asthma. New York: National Institutes of Health

(NIH) Publication.

2. Sundaru, H., Sukamto. 2006. Asma Bronkial, Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid III edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 245-250.

3. O’Byrne, P., Bateman, ED., Bousquet, J., et al. 2006. Pocket Guide for

Asthma Management and Prevention. Canada: Global Initiative for

Asthma.

4. Rahmawati, I., Yunus, F., Wiyono, W.H. 2003. Patogenesis dan

Patofisiologi Asma.Dalam: Cermin Dunia Kedokteran. No. 141/2003.

Kalbe Farma. Hal 6-11.

5. Eric D, et al. 2009. Global Strategy for Asthma Management and

Prevention 2009 (update). Canada: Global Initiative for Asthma

17