TINJAUAN PUSTAKA Marigold (Tagetes erecta · Teori pembentukan darah, baik darah merah ataupun...

12
3 TINJAUAN PUSTAKA Marigold (Tagetes erecta) Marigold (Tagetes erecta) sering disebut randa kencana, ades, tahi kotok. Marigold merupakan tanaman yang biasa ditanam di kebun atau halaman sebagai tanaman hias. Marigold dapat berfungsi sebagai tanaman herba dengan batang tegak, pecabangan tidak banyak dan tingginya 0,5-1 meter. Daun menyirip gasal, tajuk daun kedua sisi berjumlah 5-9 dengan panjang 5-9 cm dan bergerigi, di dekat tepi daun terdapat bintik-bintik kelenjar bulat. Bunga marigold merupakan bunga majemuk berwarna kuning, orange, atau kombinasi antar keduanya. Bonggol bunga bertangkai panjang dan ujung tangkainya membesar (Astuti, 2003). Gambar 1. Tanaman Marigold (Tagetes erecta) Sumber: Dokumentasi Penelitian (2011) Marigold memerlukan waktu yang singkat untuk mencapai umur panen, sehingga cocok untuk ditanam berdampingan dengan tanaman pertanian lain. Selain itu, marigold dapat digunakan sebagai pagar dari tanaman pertanian lain (Girwani et al., 1990). Marigold merupakan tumbuhan tahunan yang dapat tumbuh pada tanah dengan pH netral di daerah yang panas, cukup sinar matahari dan drainase baik. Tanaman ini sangat mudah tumbuh dan berkembangbiak menggunakan biji. Tanaman ini diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa Compositae, marga Tagetes, dan jenis Tagetes erecta (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA Marigold (Tagetes erecta · Teori pembentukan darah, baik darah merah ataupun...

3

TINJAUAN PUSTAKA

Marigold (Tagetes erecta)

Marigold (Tagetes erecta) sering disebut randa kencana, ades, tahi kotok.

Marigold merupakan tanaman yang biasa ditanam di kebun atau halaman sebagai

tanaman hias. Marigold dapat berfungsi sebagai tanaman herba dengan batang tegak,

pecabangan tidak banyak dan tingginya 0,5-1 meter. Daun menyirip gasal, tajuk daun

kedua sisi berjumlah 5-9 dengan panjang 5-9 cm dan bergerigi, di dekat tepi daun

terdapat bintik-bintik kelenjar bulat. Bunga marigold merupakan bunga majemuk

berwarna kuning, orange, atau kombinasi antar keduanya. Bonggol bunga bertangkai

panjang dan ujung tangkainya membesar (Astuti, 2003).

Gambar 1. Tanaman Marigold (Tagetes erecta)

Sumber: Dokumentasi Penelitian (2011)

Marigold memerlukan waktu yang singkat untuk mencapai umur panen,

sehingga cocok untuk ditanam berdampingan dengan tanaman pertanian lain. Selain itu,

marigold dapat digunakan sebagai pagar dari tanaman pertanian lain (Girwani et al.,

1990). Marigold merupakan tumbuhan tahunan yang dapat tumbuh pada tanah dengan

pH netral di daerah yang panas, cukup sinar matahari dan drainase baik. Tanaman ini

sangat mudah tumbuh dan berkembangbiak menggunakan biji. Tanaman ini

diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas

Dicotyledonae, bangsa Compositae, marga Tagetes, dan jenis Tagetes erecta

(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

4

Marigold juga mengandung beberapa mineral seperti Fe, Cu, Zn, Ca, dan Mg.

Kandungan Fe pada marigold adalah 167 µg/gram (Broschat dan Kimberly, 2004).

Marigold memiliki banyak kegunaan seperti anti nematoda dan sebagai fungisida.

Marigold juga memiliki kandungan α terpinolene dan limonene yang berfungsi sebagai

antibakteri. Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai antinematoda, pestisida,

bakterisida, dan fungisida karena kandungan bioaktifnya. Kandungan bioaktif yang

terdapat pada tanaman ini adalah terpenoid, alkaloid, dan polietilena. Pigmen yang

terkandung dalam marigold antara lain flavonoid dan karotenoid. Flavonoid merupakan

senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan (Vasudevan et al., 1997). Menurut

Lokaewmanee et al. (2011), penambahan marigold dalam pakan ayam petelur terbukti

dapat meningkatkan warna kuning pada kuning telur. Hal ini disebabkan oleh tingginya

kadar karotenoid, terutama xantofil pada marigold. Marigold dapat ditemukan hampir di

seluruh daerah Indonesia. Selain itu, tanaman ini sangat mudah dikembangbiakkan di

Indonesia sehingga berpotensi dijadikan pakan ternak.

Ayam Petelur

Ayam petelur merupakan ayam-ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

telurnya (Yuwanta, 2004). Fase pemeliharaan ayam petelur berdasarkan kebutuhan zat

makanannya ada tiga yaitu fase starter mulai umur 0-6 minggu, fase grower mulai umur

6-18 minggu dan fase layer di atas umur 18 minggu (NRC, 1994). Kebutuhan zat

makanan ayam harus terpenuhi sehingga ayam petelur dapat berproduksi dengan baik

(Wahju,1997). Konsumsi pakan dan kebutuhan protein ayam petelur dipengaruhi oleh

bangsa ayam, temperatur lingkungan, tahap produksi, perkandangan, pemotongan paruh,

luas ruang untuk ayam, air minum dingin dan bersih, tingkat penyakit dalam kandang

dan kandungan energi dalam pakan (Wahju, 1997). Ayam ras petelur memiliki produksi

telur per tahun yang tinggi yaitu 250-300 butir (Yuwanta, 2004). Pada tahun 2009,

populasi ayam petelur di Indonesia mencapai 110 juta ekor (Dirjen Peternakan, 2011).

5

Gambar 2. Ayam Petelur tipe Hy line Brown Sumber: Hy line (2009)

Ayam yang dipelihara saat ini termasuk ke dalam spesies Gallus domesticus,

sedangkan yang liar ada empat spesies yaitu (1) Gallus gallus (the Red Jungle Fowl), (2)

Gallus layafetti (the Ceylon Jungle Fowl), (3) Gallus someratti (the Grey Jungle Fowl),

dan (4) Gallus varius (the Javan Jungle Fowl). Galur atau strain yang ada sekarang dapat

berasal dari satu bangsa. Ayam petelur terdapat tiga jenis yaitu ayam petelur tipe ringan,

medium dan tipe berat. Umumnya, ayam petelur tipe ringan berasal dari bangsa White

Leghorn. White Leghorn dapat berproduksi hingga 201 butir/tahun. Ayam petelur tipe

medium berasal dari bangsa Rhode Island Red, Australorp dan Barred Plymouth Rock.

Ayam petelur tipe medium ini dapat berproduksi sekitar 180 butir/tahun. Ayam petelur

tipe berat berasal dari bangsa New Hampshire, White Plymouth Rock dan Cornish.

Ayam petelur tipe ini dapat berproduksi telur sekitar 146 butir/tahun (Amrullah, 2004).

Gambar 2 merupakan salah satu jenis ayam tipe medium yaitu Hy line Brown. Ayam ini

mampu menghasilkan 320 butir telur dan memiliki masa produksi selama 74 minggu

(Amrullah, 2004).

Kebutuhan Nutrien Ayam Petelur

Pakan ayam petelur merupakan campuran dari berbagai bahan pakan yang

digunakan. Bahan pakan yang biasa digunakan untuk pakan ayam petelur adalah jagung,

dedak, bungkil kedelai, tepung ikan, serta sumber mineral seperti CaCO3 dan premix.

Ayam petelur umur 18 minggu sampai saat pertama kali bertelur membutuhkan energi

6

metabolis sebanyak 2900 kkal/kg dengan kandungan protein kasar sebesar 20% (Lesson

dan Summers, 2005). Kebutuhan nutrien ayam petelur tipe produksi tipe produksi

terdapat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Ayam Petelur Tipe Produksi Umur 18-32 Minggu

Nutrien Jumlah Nutrien Jumlah

Konsumsi pakan (g/ekor/hari) 95 Vitamin A (IU) 8000

Protein Kasar (%) 19 Vitamin D3 (IU) 3500

Energi Metabolis (kkal/kg) 2900 Vitamin E (IU) 50

Kalsium (%) 4,2 Vitamin K (IU) 3

Pospor tersedia (%) 0,5 Biotin (mg) 100

Natrium (%) 0,18 Cholin (mg) 400

Asam linoleat (%) 1,8 Mn (mg) 60

Metionin (%) 0,45 Fe (mg) 30

Lisin (%) 0,86 Cu (mg) 5

Iodine (mg) 1 Zn (mg) 50

Selenium (mg) 0,3

Sumber: Leeson dan Summers, 2005

Tabel 2. Kebutuhan Nutrien Ayam Ras Petelur (Layer)

Nutrien Jumlah

Protein Kasar (%) 16

Energi Metabolis (kkal/kg) 2650

Lemak Kasar (%) Maks 7

Serat Kasar (%) Maks 7

Kalsium (%) 3,25 – 4,25

Pospor (%) 0,60 - 1,00

Sumber: SNI, 2006

7

Darah

Gambaran Umum

Darah merupakan cairan yang berfungsi membawa zat-zat nutrien dan oksigen

yang dibutuhkan oleh tubuh, mengangkut bahan-bahan sisa hasil metabolisme dari sel

kembali ke jantung untuk dibuang melalui paru-paru dan ginjal (Adriani et al., 2010).

Sekitar 55% dari volume darah yang beredar merupakan cairan dan sisanya 45%

merupakan benda-benda darah (Ganong, 2008). Darah terdiri atas sel-sel darah atau

korpuskel dan cairan darah. Sel-sel darah terdiri atas sel darah merah, sel darah putih

dan keping darah. Darah memiliki berbagai fungsi seperti:

a. Alat pengangkut air dan menyebarkannya ke seluruh tubuh

b. Alat pengangkut oksigen dan menyebarkannya ke seluruh tubuh

c. Alat pengangkut sari makanan dan menyebarkannya ke seluruh tubuh

d. Alat pengangkut hasil oksidasi untuk dibuang melalui alat eksresi

e. Alat pengukur getah hormon dari kelenjar buntu

f. Menjaga temperatur tubuh

g. Mencegah infeksi dengan sel darah putih, antibodi dan sel darah beku, serta

h. Mengatur keseimbangan asam basa tubuh (Adriani et al., 2010).

Pembentukan darah pada unggas dimulai pada hari ke 2-3 tahap embrionasi di

intraembriyonic mesenchyme. Sel stem limfoid muda berpindah ke yolk sac diantara hari

ke 2 dan ke 7 embrionasi dan pertama kali ditemukan pada yolk sac pada hari hari ke 7.

Eritroid dan sel stem trombosit juga berkumpul di yolk sac. Puncak proses hematopoesis

pada unggas adalah sekitar 10-15 hari dari tahap embrionasi (Schalm, 2010). Proses

pembentukan darah disebut hematopoetis. Teori pembentukan darah, baik darah merah

ataupun darah putih, dimulai dengan adanya sistem retikulo endotetial sebagai induk.

Induk asal-usul darah adalah sel mesenkim dari sistem retikuloendotetial. Masenkim

kemudian berdeferensiasi menjadi tiga kelompok yaitu sel-sel retikulum, endotelium

spesialis dan lipoblast. Sel-sel darah terbentuk dari retikulum sel dan endotelium

spesialis, sedangkan lipoblast tidak menghasilkan darah, akan tetapi menghasilkan sel-

sel lemak (Adriani et al., 2010). Skema hematopoeisis terdapat pada Gambar 3.

8

Pembentukan darah juga memerlukan beberapa nutrien seperti protein dan

mineral Fe. Fungsi protein antara lain sebagai komponen protein darah, albumin dan

globulin, sebagai komponen fibrinogen dan tromboplastin dalam proses pembekuan

darah, dan sebagai komponen dari hemoglobin (Widodo, 2005). Mineral Fe diperlukan

untuk sintesis hemoglobin. Fungsi utama mineral besi adalah untuk transpor oksigen

oleh hemoglobin (Sediaoetama, 2006). Kekurangan nutrien tersebut dapat menyebabkan

gangguan proses pembentukan darah. Kekurangan protein dapat menyebabkan

berkurangnya jumlah sel darah merah, karena protein merupakan bahan dasar dalam

erythropoiesis (proses pembentukan eritrosit) (Praseno, 2005). Kekurangan mineral Fe

akan menyebabkan anemia dikarenakan hemoglobin tidak dapat mengikat oksigen yang

disebut dengan deoxyhemoglobin (Adriani et al., 2010). Sel darah merah pada unggas

memiliki umur sekitar 28-35 hari (Schalm, 2010).

Gambar 3. Skema Hematopoiesis

Sumber : Anonim (2012)

Eritrosit

Eritrosit merupakan sel darah merah yang membawa hemoglobin dalam

sirkulasi. Sel ini berbentuk bikonkaf yang dibentuk di sumsum tulang belakang

(Ganong, 2008). Fungsi utama sel darah merah adalah untuk membawa hemoglobin

9

untuk membawa oksigen dari paru-paru serta nutrien untuk diedarkan ke jaringan tubuh.

Sel darah merah juga mempunyai kandungan carbonic anhydrase, yang merupakan

enzim yang mengkatalis reaksi dapat balik antara karbon dioksida (CO2) dan air (H2O)

menjadi asam karbonat (H2CO3). Enzim tersebut dapat mempercepat reaksi balik antara

karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) menjadi asam karbonat (H2CO3), menjadi seribu

kali lebih cepat. Reaksi yang cepat tersebut memungkinkan air dalam darah membawa

CO2 dalam jumlah yang besar dalam bentuk ion bikarbonat dari jaringan ke paru-paru.

Ion tersebut kembali diubah kembali menjadi bentuk CO2 dan dikeluarkan ke udara

sebagai produk gas. Hemoglobin dalam sel darah merah merupakan buffer yang baik

untuk mempertahankan keseimbangan keseluruhan darah (Guyton dan Hall, 2010).

Gambar 4. Bentuk sel darah merah Sumber: Lasantha (2011)

Eritrosit merupakan produk erythropoiesis dan proses tersebut terjadi dalam

sumsum tulang merah (medulla asseum rubrum) yang antara lain terdapat dalam

berbagai tulang panjang. Erythropoiesis membutuhkan bahan dasar berupa protein dan

bebagai aktivator. Beberapa aktivator erythropoiesis adalah mikromineral berupa Cu, Fe

dan Zn (Praseno, 2005). Mineral Cu, Fe dan Zn berperan dalam metabolisme protein,

khususnya Cu akan berperan dalam pembentukan protein kolagen, Fe berperan dalam

pembentukan senyawa heme dan Zn berperan dalam pembentukan protein pada

umumnya (Swenson, 1984). Eritrosit pada unggas intinya terletak di tengah dan

berbentuk oval. Eritrosit dipengaruhi oleh konsentrasi hemoglobin dan hematokrit,

selain itu juga dipengaruhi oleh umur, bangsa, jenis kelamin, aktivitas, nutrien, produksi

telur, volume darah, panjang hari, faktor iklim dan suhu lingkungan. Skema

10

pembentukan eritosit (eritropoeisis) terdapat pada Gambar 5. Menurut Mangkoewidjojo

dan Smith (1988), jumlah eritosit normal pada ayam adalah 2,0-3,2 juta/mm3.

Gambar 5. Skema Erythropoeisis Sumber: Weiss et al. (2005)

Hemoglobin

Hemoglobin merupakan pigmen merah pembawa oksigen dalam darah merah.

Hemoglobin merupakan protein yang berbentuk molekul bulat dan terdiri atas empat

subunit. Tiap subunit mengandung satu gugus heme yang terkonjugasi oleh suatu

polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi. Polipeptida-

polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globulin dari molekul hemoglobin.

Ada dua pasang polipeptida di setiap molekul hemoglobin (Ganong, 2008).

Sintesis hemoglobin dimulai saat proerythroblasts dan berlanjut sampai tahap

reticulocyte dari sel darah merah. Ketika reticulocyte meninggalkan sumsum tulang dan

masuk ke dalam aliran darah, proses pembentukan hemoglobin terus berlanjut hingga

sel darah merah menjadi dewasa. Rendahnya oksigen dalam darah menyebabkan

peningkatan produksi hemoglobin dan eritrosit (Guyton dan Hall, 2010). Pembentukan

hemoglobin membutuhkan beberapa nutrien seperti protein, terutama glisin, dan mineral

besi (Adriani et al., 2010).

11

Gambar 6. Pembentukan Hemoglobin Sumber: (Schalm, 2010)

Gambar 6 menyajikan proses pembentukan hemoglobin. Hemoglobin mengikat

oksigen untuk membentuk oksihemoglobin, O2 menempel pada Fe2+

di heme. Afinitas

hemoglobin terhadap oksigen dipengaruhi oleh oksigen, pH, suhu, dan konsentrasi 2,3-

bifosfogliserat (2,3-BPG) dalam sel darah merah. 2,3 BPG dan H+ akan berkompetisi

dengan O2 untik berkaitan dengan hemoglobin dengan oksigenasi sehingga afinitas

hemoglobin terhadap oksigen berkurang dengan bergesernya posisi empat rantai peptida

(Ganong, 2008). Berat molekul hemoglobin berkisar 66.000-69.000. Adanya inti dalam

sel darah merah unggas menyebabkan kadar hemoglobinnya menjadi lebih rendah dari

mamalia. Menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988) kadar hemoglobin pada ayam

yang normal berkisar antara 7,3-10,9 g%.

Hematokrit

Hematokrit atau Packed Cell Volume (PCV) adalah persentase sel darah merah

dalam 100 ml darah. Pada hewan normal, PCV sebanding dengan jumlah eritrosit dan

kadar hemoglobin (Widjajakusuma dan Sikar, 1986). Nilai hematokrit dapat diperolah

dengan mensentrifuse darah, setelah ditambahkan antikoagulan (Junquiera, 1997). Nilai

hematokrit dipengaruhi oleh temperatur lingkungan. Selain itu, nilai hematokrit juga

12

dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran sel. Volume sel mungkin mengalami perubahan

akibat peningkatan air plasma (hemodilition) atau penurunan air plasma

(hemoconcentration) tanpa mempengaruhi jumlah selnya. Nilai hematokrit juga akan

bertambah jika terjadi keadaan hipoksia atau polisitemia yaitu jumlah eritrosit lebih

banyak dibandingkan dengan jumlah normal (Guyton dan Hall, 2010). Mangkoewidjojo

dan Smith (1988) menyatakan bahwa nilai hematokrit normal pada ayam berkisar antara

24%-43 %.

MCV (Mean Corpuscular Volume)

Definisi MCV merupakan ukuran volume eritrosit secara internasional yang

mengukur besar rata-rata sel darah merah. Nilai MCV didapatkan dengan cara membagi

persentase hematokrit dengan jumlah sel darah merah (Adriani et al., 2010). MCV

mengkategorikan sel darah merah berdasarkan ukuran. Sel yanng mempunyai ukuran

normal disebut normositik, sel yang mempunyai ukuran kecil disebut mikrositik dan sel

yang mempunyai ukuran besar disebut makrositik. Ukuran sel darah merah ini juga

digunakan untuk mengklasifikasikan anemia. Pada anemia normositik sel darah merah

berukuran normal dan MCV normal, pada anemia mikrositik sel darah merah berukuran

kecil dan MCV menurun serta pada anemia makrositik sel darah merah berukuran besar

dan MCV meningkat (Rahman, 2007). Bounous dan Stedman (2000) menyatakan bahwa

nilai MCV normal pada ayam adalah 90-140 fl.

MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)

Nilai MCHC adalah besarnya konsentrasi rata-rata hemoglobin dalam sel darah

merah. Ukuran ini diperoleh dengan membagi kadar hemoglobin dengan persentase

hematokrit. Besaran MCHC mengkategorikan sel darah berdasarkan konsentrasi

hemoglobin. Sel darah merah dengan konsentrasi hemoglobin yang normal disebut

normokromik, sel darah merah dengan konsentrasi hemoglobin yang rendah disebut

hipokromik (Rahman, 2007). Menurut Bounous dan Stedman (2000), nilai MCHC

normal pada ayam adalah 26%-35%.

13

Leukosit

Leukosit atau sering disebut dengan sel darah putih merupakan bagian dari

sistem pertahanan tubuh yang dapat bergerak. Sel darah putih sebagian dibentuk di

sumsum tulang belakang (granulosit dan monosit serta sebagian limfosit) dan sebagian

lagi dibentuk di jaringan limfa (limfosit dan sel plasma). Setelah pembentukan, sel darah

putih masuk ke dalam peredaran darah dan menuju ke bagian tubuh dimana sel darah

putih dibutuhkan (Guyton dan Hall, 2010).

Morfologi leukosit sangat beragam antar spesies unggas. Keragaman ini dapat

dilihat dari penampakan morfologi granula, warna eosinofil, dan bentuk granula

heterofil pada setiap spesies unggas. Melalui identifikasi deferensiasi leukosit, dapat

diketahui status ketahanan ternak terhadap penyakit. Benda darah leukosit, yaitu berupa

heterofil dan limfosit, juga dapat dijadikan indikator stress pada unggas (Schalm, 2010).

Gambar 7. Sel Darah Putih dan Deferensiasinya Sumber: Fakhrizal (2009)

Jumlah sel darah putih sangat tergantung pada umur, jenis kelamin, stres,

penyakit, dan pemberian pakan atau obat tertentu sel darah putih akan bekerja bersama-

sama melalui dua cara untuk mencegah penyakit yaitu (1) dengan benar-benar merusak

bahan yang menyerbu melalui proses fagositosis dan (2) dengan membentuk antibodi

dan limfosit yang peka, salah satu atau keduanya dapat menghancurkan atau membuat

penyerbu tidak aktif (Guyton dan Hall, 2010). Pada ayam, jumlah leukosit normal

berkisar antara 16-40 ribu/mm3

(Mangkoewidjojo dan Smith, 1988). Ganong (1998)

membagi leukosit berdasarkan ada tidaknya granul menjadi dua, yaitu leukosit granuler

14

dan leukosit agranuler. Leukosit granuler terdiri atas heterofil, eosinofil dan basifil.

Leukosit agranuler terdiri atas limfosit dan monosit.

Heterofil merupakan bagian terbesar dari granulosit unggas (Schlam, 2010).

Menurut Day dan Schultz (2010), fungsi utama dari sel ini adalah penghancur bahan

berbagai produk bakteri, berbagai produk yang dilepaskan oleh sel rusak dan produk

reaksi kekebalan. Heterofil berfungsi dalam merespon adanya infeksi dan mampu ke

luar dari pembuluh darah menuju daerah infeksi untuk menghancurkan benda asing dan

membersihkan sisa jaringan yang rusak (Ganong, 1998). Heterofil bekerja secara cepat

sehingga dikenal sebagai first line defense, yaitu sistem pertahanan pertama. Heterofil

juga mampu melakukan pinositosis, selain fagositosis. Kombinasi antara fagositosis dan

pinositosis dalam heterofil disebut endositosis (Day dan Schultz, 2010).

Limfosit merupakan jenis leukosit unggul pada darah unggas, termasuk ayam

petelur (Schalm, 2010). Limfosit dibentuk di jaringan limfoid seperti limfa, tonsil, timus

dan bursa fabricius. Peningkatan limfosit antara lain disebabkan terjadinya penurunan

heterofil (sifatnya relatif), leukimia limfositik, inflamasi kronis (infeksi bakteri, virus,

fungi, dan protozoa) pengeluaran epinefrin, defesiensi korkostreoid

(hypoadrenokorticism), neoplasia (Dharmawan, 2002; Jackson, 2007).