TINJAUAN PUSTAKA.doc

24
TINJAUAN PUSTAKA STROKE I. DEFINISI Stroke adalah gangguan atau disfungsi otak, yang terjadi secara mendadak, baik fokal atau global, dikarenakan adanya suatu kelainan pembuluh darah otak dengan defisit neurologis yang terjadi lebih dari 24 jam atau terjadi kematian. Bila disfungsi serebral sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam dinamakan TIA (Transient Ischemic Attack) II. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis dan sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan vaskuler vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna. Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral Anterior circulation (sistem karotis) Anterior choroidal Hippocampus, globus pallidus, lower internal capsule Anterior cerebral Medial frontal dan parietal cortex cerebri and subjacent white matter, anterior corpus callosum Middle cerebral Lateral frontal, parietal, occipital, and temporal cortex and subjacent white matter Lenticulostriate branches Caudate nucleus, putamen, upper internal capsule Posterior circulation (sistem vertebrobasiler) 1

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA.doc

TINJAUAN PUSTAKA

STROKE

I. DEFINISI

Stroke adalah gangguan atau disfungsi otak, yang terjadi secara mendadak, baik fokal atau global, dikarenakan adanya suatu kelainan pembuluh darah otak dengan defisit neurologis yang terjadi lebih dari 24 jam atau terjadi kematian. Bila disfungsi serebral sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam dinamakan TIA (Transient Ischemic Attack)

II. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK

Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis dan sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan vaskuler vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.

Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral

Anterior circulation (sistem karotis)

Anterior choroidal

Hippocampus, globus pallidus, lower internal capsule

Anterior cerebral

Medial frontal dan parietal cortex cerebri and subjacent white matter, anterior corpus callosum

Middle cerebral

Lateral frontal, parietal, occipital, and temporal cortex and subjacent white matter

Lenticulostriate branches

Caudate nucleus, putamen, upper internal capsule

Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)

Posterior inferior cerebellar basilar

Medulla, lower cerebellum

Anterior inferior cerebellar

Lower and mid pons, mid cerebellum

Superior cerebellar

Upper pons, lower midbrain, upper cerebellum

Posterior cerebellar

Medial occipital and temporal cortex and subjacent white matter, posterior corpus callosum, upper midbrain

Thalamoperforate branches

Thalamus

Thalamogeniculate branches

Thalamus

Anterior circulation (sistem karotis)

Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.

Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)

Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem vertebrobasiler.

III. JARAS SISTEM SARAF MOTORIK

Perjalanan saraf motorik terbagi dua yaitu sistem piramidalis dan ekstrapiramidalis.

Sistem Piramidalis :

Pusat sistem motorik terletak di gyrus presentralis (area broadman 4) ditempat ini terdapat Motor Homonculus, serabut saraf kemudian berjalan melalui traktus piramidalis ,yang dibentuk oleh neuron sel Batz yang terdapat pada lapisan kelima gyrus presentralis, berjalan konvergen ke kaudal ke kapsula interna menempati 2/3 krus posterior. Kemudian berjalan ke pedunculus oblongata dan medulaspinalis. Pada kornu anterior medula spinalis sebagian serabut saraf 85% berjalan ke kontralateral (disebut traktus kortikospinal lateral), persilangan ini disebut decussatio pyramidalis, sedangkan serabut yang lain 15% tidak menyilang berakhir di kornu anterior homolateral (disebut traktus kortikospinal anterior).

Traktus ekstra piramidalis

Terdiri dari korteks, ganglia basalis, midbrain. Gangllia basalis terdiri dari globus palidus, putamen, nukleus kaudatus, substansia nigra, nukleus subthalamikus, nukleus rubra. Putamen dan nukleus kaudatus disebut striatum.

SISTEM SARAF SENSORIS

Sistem saraf sensoris memiliki dua jalur berdasarkan lokasi penerimaan rangsang.

Sensibilitas permukaan

Rangsang diterima di reseptor kemudian serabut saraf berjalan ke ganglion spinale, kemudian melalui radix posterior ke kornu posterior, ditempat ini berganti neuran kemudian menyilang linea mediana menjadi traktus spinothalamikus, kemudian ke atas ke thalamus. Pada thalamus serabut saraf yang berasal dari badan bagian bawah berjalan lebih lateral sedangkan badan bawah lebih medial, kemudian berganti neuron kembali dan berakhir di gyrus sentralis posterior.

Sensibilitas dalam

Serabut saraf bejalan mulai dari reseptor ke ganglion spinale lalu ke radix posterior, di sini serabut membagi dua menjadi funicullus gracilis ,untuk daerah sakralis, lumbalis dan thorakalis bawah, dan funiculus cuneatus , untuk bagian thorakal atas dan sevikalis. Serabut secara berurutan ini menuju nukleus goll dan nukleus burdach sebelumnya berganti neuron. Kemudian bersilang membentuk lemniscuss medialis menuju ke thalamus berganti neuron dan berakhir di di gyrus sentralis posterior,

IV. FAKTOR RESIKO

Secara garis besar mekanisme terjadinya gangguan cerebrovaskular dapat disebabkan oleh oklusi oleh thrombus atau emboli, rupture dari dinding pembuluh darah, penyakit dari dinding pembuluh darah dan kelainan darah.

Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor utama dalam perkembangan infark trombosis serebral dan pendarahan intra cranial yang sering menyebabkan gangguan fungsi otak dan merusak struktur otak manusia melalui mekanisme gangguan vaskular. Infark dan perdarahan otak merupakan stadium akhir akibat memburuknya gangguan vaskular pada otak.

Hipertensi pada perdarahan intraserebral

Perdarahan ke dalam parenkim kemungkinan bisa disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah arteriol, kapiler, atau vena. Di lain pihak pecahnya pembuluh darah bisa didasari oleh adanya penyakit tekanan darah tinggi, arteriosclerosis, bahkan bisa oleh penyakit sistemik seperti infiltrasi tumor atau diskrasia darah

A. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai bersama-sama penyakit serebrovaskular, dan merupakan faktor resiko stroke meskipun kurang kuat dibandingkan hipertensi. Sebagai faktor resiko stroke, diabetes melitus berperan melalui proses aterosklerosis pembuluh darah otak. Proses aterosklerosis pembuluh darah otak pada diabetes mellitus melalui kelainan lipid yang multiple. Pada diabetes mellitus terjadi :

1. Peningkatan konsentrasi faktor von willibrand (glikoprotein) dalam plasma yang mungkin berperan dalam penyakit vascular.

2. Perubahan produksi prostasiklin mencerminkan kerusakan dinding pembuluh darah yang terjadi akibat peningkatan fungsi trombosit dengan akibat mikrotrombus.

3. Aktivitas plasminogen akan menurun. Penurunan aktivas plasminogen dalam pembuluh darah akan merangsang terjadinya thrombus.

B. Hiperlipidemia

Abnormalitas serum lipid (trigliserida, kolesterol, LDL) merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner daripada penyakit serebrovaskuler. Ada penelitian yang membuktikan bahwa pada populasi muda tidak terbukti adanya hubungan antara stroke dan peningkatan kolesterol. Hal ini dijelaskan dengan kenyataan bahwa tidak semua stroke berhubungan dengan atherosclerosis. Penelitian lain menemukan bahwa HDL memiliki efek perlindungan terhadap stroke; adanya hubungan antara plak karotis atau penebalan tunika intima dan fraksi lipoprotein serta penurunan signifikan terhadap risiko stroke pada pasien yang diobeti dengan obat penurun kolesterol generasi terbaru yaitu statin.

VI. PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIS

Stroke Perdarahan Intraserebral

Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai oleh adaya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi aneurisma kecil kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang meningens.

Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIA.

Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.

Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga kecil yang terisi cairan. .

Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma. Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.

Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.

Stroke Perdarahan Subarachnoid

Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid. Onsetnya sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan muntah. Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.

Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam parenkim otak yang letaknya berdekatan.

Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernigs sign, Perdarahan subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark otak dan deficit neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang terjadi dalam beberapa mingu setelah kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit pada saat pertama kali muncul.

Perdarahan Intraserebri

Perdarahan Subarachnoid

Onset

Usia pertengahan - usia tua

Usia muda

Jenis Kelamin

>>

>>

Etiologi

Hipertensi

Ruptur aneurisma

Lokasi

Ganglia basalis, pons, thalamus, serebelum

Rongga subarachnoid

Gambaran klinik

Penurunan kesadaran, nyeri kepala, muntah

Defisit neurologis (+)

Penurunan kesadaran, nyeri kepala, muntah

Deficit neurologist (-)/ ringan

Rangsang meningen (+)

Pemeriksaan Penunjang

CSS seperti air cucian daging/ xantochrome (Pungsi lumbal)

Area hiperdens pada CT Scan

Perdarahan subhialoid (Funduskopi)

CSS gross hemorrhagic (Pungsi lumbal)

Perdarahan dalam rongga subarachnoid (CT Scan)

V. PEMERIKSAAN FISIK PADA PENDERITA STROKE

1. Kesadaran

Penentuan status kesadaran pada pasien stroke sangat penting, penurunan kesadaran pada penderita stroke terjadi karena Tekanan Tinggi Intrakranial yang sangat hebat sehingga mampu menekan bagian ARAS yang merupakan pusat kesadaran. Penurunan kesadaran menjadi tolok ukur pada penentuan jenis stroke dengan menggunakan skoring baik dengan Sirijaj-Stroke-Score maupun Gajah mada Stroke Score.

2. Tensi (Tekanan darah)

Salah satu faktor resiko mayor dari Stroke adalah Hipertensi. Pembagian Grade Hipertensi :

Stage

TDS

TDD

Stage I

140 149 mmHg

90 99 mmHg

Stage II

> 160 mmHg

> 100 mmHg

Pengukuran tekanan darah sebaiknya dibandingkan dengan tangan disebelahnya. Apakah terdapat perbedaan. Jika terdapat perbedaan yang besar maka kemungkinan terjadi kelainan pembuluh darah (arteritis)

3. Nadi

4. Heart Rate

Pengukuran ini sangat penting, jumlah kontraksi jantung yang dihitung dibandingkan dengan Nadi yang di ukur. Pulsus defisit terjadi jika Perbedaan heart rate dan nadi 20 x/mnt. Pulsus derfisit dapat ditemukan pada artrial fibrilasi yang kemungkinan menjadi pencetus stroke.

5.Pernafasan

6. Suhu

7. Turgor dan gizi

Berperan dalam menentukan keadaan fisik dari pasien apakah termasuk golongan obesitas (faktor resiko minor), dan turgor apakah pada pasien tersebut terjadi dehidrasi atau tidak .

STATUS INTERNA YANG PENTING

1. Kepala : Apakah terdapat sianosis pada wajah dan lidah karena kemungkinan akibat kelainan jantungnya maka dapat berkomplikasi menjadi stroke.

2. Leher

Apakah terdapat peningkatan JVP?, Terdapat Bruit? hal ini menunjukkan terdapat gangguan aliran pada pembuluh darah yang dapat menjadi faktor pencetus stroke (emboli)

3. Paru-paru:Penting pada pasien stroke yang sedang dirawat, karena komplikasi non

neurologis stroke salah satunya Pneumonia dan edema paru.

Jantung : Apakah ada pembesaran jantung? Bunyi Murmur? Kelainan katup jantung.?

(Penyakit Jantung merupakan faktor resiko mayor terjadinya stroke)

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. CT scan

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark dengan stroke perdarahan.

Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.

2. Pemeriksaan MRI

Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat sensitif).

3. Pemeriksaan Angiografi.

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah.

4. Pemeriksan USG

Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial , menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.

5. Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI.

Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).

6. Pemeriksaan Penunjang Lain.

Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit darah, Thoraks Foto, EKG, Echocardiografi.

SirirajStroke Score (SSS)

Cara penghitungan :

SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x atheroma) 12

Nilai SSSDiagnosa

> 1Perdarahan otak

< -1Infark otak

-1 < SSS < 1Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)

Skor Gajah Mada (SGM)

Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu :

Penurunan Kesadaran

Nyeri Kepala

Refleks Babinski

VIII. KOMPLIKASI STROKE

1. Komplikasi neurologik :

A. Edema otak (herniasi otak)

Merupakan komplikasi yan penting stok akibat infark maupun karena perdarahan. Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan sitoksik, pada intra dan extraseluler. Edema mencapai maksimum setelah 4-5 hari paska infark, diikuti dengan mengaburnya alur gyrus kortikal dan seiring pembesaran infak, terjadi pergeseran garis tengah otak (midline shift). Setelah terjadi midline shift, herniasi transtentorial pun terjadi dan mengakibatkan iskemia serta perdarahan di batang otak bagian rostral.

B. Infark berdarah (pada emboli otak)

Emboli otak pada prinsipnya berasal dari jantung dan pembuluh darah besar ekstrakranial. Emboli yang berasal dari pembuluh darah arteri leher, biasanya dibentuk dari kombinasi keping darah dan fibrin atau dengan kolesterol. Atheroma akan mengenai intima, awalnya terdapat deposit dari fatty streak, lalu diikuti oleh plak fibromuskuloelastis pada sel otot intima yang diisi lemak. Atheroma ini biasanya memiliki ukuran yang lebih besar daripada ukuran pembuluh darah. Jika terjadi pelebaran yang mendadak dari plak akibat meningkatnya perdarahan pada tempat tersebut, maka endotel yang mengandung fibrin dan bekuan darah tadi akan robek, dan terjadi perdarahan. Kebanyakan cenderung sepanjang perbatasan yang diperdarahai oleh anastomosis A.meningeal atau bila di A.serebri media terdapat di ganglia basalis. Kesadaran pasien tiba-tiba menurun dan pernafasan mengorok. Pada pemeriksaan pungsi lumbal ditemukan cairan serebrospinal berdarah.

C. Vasospasme (terutama pada PSA)

Fisher dkk, menemukan bahwa spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang dikelilingi oleh sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini timbul sebagai akibat langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti hematin atau produk keping darah, pada dinding adventitia dari pembuluh darah arteri. Gejala vasospasme berupa penurunan kesadaran (misalnya bingung, disorientasi, drowsiness) dan defisit neurologis fokal tergantung pada daerah yang terkena. Gejala-gejala berfluktuatif dan dapat menghilang dalam beberapa hari atau secara gradual menjadi lebih berat.

Mekanisme lain terjadinya vasospasme ialah sebagai respon miogenik langsung terhadap pecahnya pembuluh darah serta adanya substansi vasotaktif seperti serotonin, prostaglandin dan katekolamin.

D.Hidrosefalus

Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah, merembes ke dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian basal, darah tersebut akan memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan mengalami penurunan kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut. Gejala akan membaik jika dilakukan draining ventrikel, dengan ventrikulostomi eksternal, atau pada beberapa kasus dapat dilakukan punksi lumbal. Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat blokade jalur cairan serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini biasanya didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan inkontinen.

E. Higroma

Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat kelainan osmotik.

IX. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut

1. Pedoman Pada Stroke Iskemik Akut

Penatalaksaan hipertensi yang tepat pada stroke akut mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pada stroke. Terapi stroke hipertensi direkomendasi pada stroke iskemik akut bila hipertensi berat menetap dengan sistole >220 mmHg dan diastole >120 mmHg. Obat anti hipertensi yang sudah ada sebelum stroke tetap diteruskan pada fase awal stroke dan menunda pemberian obat baru sampai 7 10 hari pasca serangan.

Pada diastole >140 mmHg (atau >110 mmHg bila telah diberikan terapi trombolisis), diberikan drip kontinyu Nikardipin, diltiazem, nimodipin, dll. Bial di sistole >230 mmHg dan atau diastole 121 145 mmHg, diberikan labetolol IV 1-2 menit. Dosis labetolol dapat diulang atau digandakan sampai penurunan tekanan darah yang memuaskan atau sampai dosis kumulatif 300 mg yang diberikan bolus mini. Setelah dosis awal, labetolol dapat diberikan 6 8 jam bila diperlukan.

Jika sistole 180 230 mmHg dan atau diastole 105 120 mmHg, terapi darurat ditunda kecuali adanya bukti perdarahan intraserebral, gagal ventrikel kiri, gagal ginjal akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati, hipertensi dan sebagainya. Batas penurunan tekanan darah sebanyak sampai 20 25 % dari tekanan arterial rata-rata.

2. Pedoman Pada Stroke Perdarahan Intraserebral (PIS)

Bila sistole >220 mmHg dan diastole >120 mmHg, tekanan darah harus diturunkan sedini dana secepat mungkin untuk membatasi pembentukan edema vasogenik. Penurunan tekanan darah dapat menurunkan resiko perdarahn yang terus menerus atau berulang. Anti hipertensi diberikan bila sistole >180 mmHg atau diastole >100 mmHg.

Bila sistole >230 mmHg atau diastole >140 mmHg, dapat diberikan nikardipin, diltiazem, atau nimodipin.

Bila sistole 180 230 mmHg atau diastole 105 140 mmHg atau MAP 130 mmHg :

Labetolol 10 20 mg IV selama 1- 2 menit, ulangi atau gandakan setiap 10 menit sampai dosis maksimum 300 mg atau dosis awal bolus diikuti labetolol drip 2 8 mg per menit, atau ;

Nikardipin, atau ;

Diltiazem atau ;

Nimodipin

Pada fase akut tekanan darah tidak boleh diturunkan lebih dari 20 25 % dari tekanan MAP. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan diastole 70 mmHg. Pada penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah MAP harus dipertahankan 130 mmHg. Bila sistole turun 120 atau tekanan sistolik > 180 mmHg dan MABP dipertahankan antara 100-120

Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan B-bloker seperti Propanolol yang dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung.

Untuk perdarahan saluran cerna dapat dilakukan lavage lambung dengan NaCl, tranfusi, pemberian cairan yang adekuat, dan antasida.

H2-bloker misalnya ranitidin untuk mengurangi resiko terjadinya stress ulcer

Untuk mual dan muntah dapat diberikan antiemetik

Bila kejang dapat diberikan anti konvulsan : Phenytoin 10-15 mg/kg IV (loading dose), kemudian diturunkan menjadi 100 mg/8 jam atau Phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8 jam.

Terapi Pembedahan

Dilakukan dalam keadaan darurat untuk penanganan tekanan tinggi intra kranial, mengeluarkan hematoma dan penanganan hidrosefalus akut, juga untuk mencegah

perdarahan ulang dan meminimalkan terjadinya vasospasme.

Untuk hidrosefalus akut dapat dilakukan pemasangan Ventriperitoneal shunt. Hidrosefalus akut dapat diterapi dengan steroid, manitol atau pungsi lumbal berulang

AVM ( Tindakan pembedahan berupa en block resection atau obliterasi dengan cara ligasi pembuluh darah atau embolisasi melalui kateter intra arterial lokal. Kala resiko perdarahan sekunder lebih kecil pada AVM dibandingkan aneurisma, maka tindakan pembedahan dilakukan secara elektif setelah episode perdarahan.

Aneurisma ( Terapi pembedahan definitif terdiri dari clipping atau wrapping aneurisma. Pada pasien dengan kesadaran penuh atau hanya penurunan kesadaran ringan, tindakan pembedahan memperlihatkan hasil yang baik. Sebaliknya pada pasien yang stupor atau koma tidak diperoleh keuntungan dari tindakan tersebut.

XI. PROGNOSIS

I. Prognosa Jangka Pendek

Sekitar 30-60% penderita stroke meninggal dalam 3-4 minggu pertama setelah onset.

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosa jangka pendek :

1. Tipe stroke

Kematian penderita PIS lebih tinggi daripada penderita infark otak, dan prognosa fungsional PIS kurang baik dibandingkan infark otak. Sedangkan penyembuhan PSA umumnya baik.

2. Luas dan daerah lesi

Lesi di batang otak akan menimbulkan gangguan motorik yang lebih berat daripada lesi supratentorial, sebaiknya lesi supratentorial menimbulkan gangguan fungsi luhur.

3. Defisit Neurologik

Defisit Motorik :

Bila dalam 1 bulan tanpa perbaikan menunjukkan prognosa yang buruk, dan kemampuan dapat berjalan sendiri hanya 15% pada penderita yang anggota gerak atasnya belum ada perbaikan sampai akhir minggu ke-4 atau tidak ada gerakan dalam 3 minggu biasanya prognosanya buruk.

Defisit Sensorik :

Hubungan defisit sensorik dengan penyembuhan masih belum jelas.

Gangguan Visual :

Akan mempersulit penyembuhan

Kesadaran

Pada penderita koma dalam beberapa jam setalah onset hampir seluruhnya meninggal. Sedangkan pada penderita sopor sebanyak 10% dapat bertahan hidup, dan pada komposmentis 72% dapat bertahan hidup.

II. Prognosa Jangka Panjang

Dipenganruhi oleh :

1. Umur

Kematian penderita stroke dalam 1 tahun setalah onset umur 70-79 tahun dua kali lebih tinggi dibandingkan penderita yang 20 tahun lebih muda (Marquadsen 1976)

2. Hipertensi

Prognosa akan bertambah buruk bila tekanan sistolik tinggi, tapi bila tekanan darah terkontrol dengan baik, prognosa akan lebih baik. Kematian jangka panjang penderita stroke yang disertai tekanan diastolik > 110 mmHg secara bermakna lebih tinggi daripada tekanan diastolik yang lebih rendah.

3. Penyakit jantung

Adanya kelainan EKG dalam bentuk apapun akan menurunkan kemungkinan hidup penderita dalam 3 tahun setelah onset stroke. Kebanyakan penderita penyakit jantung berat akan meninggal dalam waktu 1 tahun setalah onset.

DAFTAR PUSTAKA

Rumantir, U, C; 1986; Pola Penderita Stroke RSHS periode 1984-1985; Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf UNPAD RSHS, Bandung

Merritts Textbook of Neurology 9th Ed. Williams & Wilkins. 1995

Mosby Clinical Neurology CDROM

Victor, M, Ropper, A. Adams and Victors Principles Of Neurology 7th Ed. McGraw Hill. 2001

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guidelines Stroke. 2004

7

1