TINJAUAN STATISTIS VALIDITAS ALAT UKUR S K R I P S I · terhadap alat ukur menjadi komponen penting...
Transcript of TINJAUAN STATISTIS VALIDITAS ALAT UKUR S K R I P S I · terhadap alat ukur menjadi komponen penting...
i
TINJAUAN STATISTIS VALIDITAS ALAT UKUR
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Matematika
Disusun Oleh :
HERNINGTYAS KURNIAWATI
NIM : 053114004
PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
STATISTICAL ANALYSIS OF MEASUREMENT INSTRUMEN VALIDITY
T H E S I S
Presented As a Partial Fulfillment of The Requirements
to Obtain The Sarjana Sains Degree
In Mathematics
by :
HERNINGTYAS KURNIAWATI
Student Number : 053114004
MATHEMATICS STUDY PROGRAM DEPARTEMENT OF MATHEMATICS
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2009
iii
v
vi
Yang Allah Janjikan
Allah tidak pernah menjanjikan Langit yang selalu biru, Jalan yang bertabur bunga Di sepanjang kehidupan kita
Allah tidak pernah menjanjikan
Matahari tanpa hujan Sukacita tanpa dukacita
Damai sejahtera tanpa penderitaan
Namun Allah menjanjikan Kekuatan tiap hari
Istirahat bagi pekerja Cahaya dalam perjalanan Anugrah dalam pencobaan Pertolongan dari atas
Simpati yang tak berkesudahan Kasih yang tak kunjung padam
(Annie Johnson Flint)
Every story has an End but in life
every End is just A New Beginning
vii
ABSTRAK
Salah satu masalah utama dalam kegiatan penelitian sosial dan psikologi adalah masalah cara memperoleh data informasi yang akurat dan objektif. Hal ini sangat penting artinya dikarenakan kesimpulan penelitian hanya akan dapat dipercaya apabila didasarkan pada informasi yang juga dapat dipercaya. Oleh sebab itu prosedur pengujian validitas terhadap alat ukur menjadi komponen penting dalam ilmu pengukuran. Pengujian validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau alat ukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut mampu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Dari cara dan estimasinya validitas pada umumnya digolongkan dalam tiga kategori, yaitu content validity (validitas isi), criterion-related validity (validitas berdasarkan kriteria), serta construct validity (validitas konstruk ) yang dibedakan menjadi validitas multisifat-multimetode dan validitas faktorial dengan konsep dasar analisis faktor. Aplikasi pengujian validitas akan digunakan pada data sampel tes hasil survei perkuliahan semester gasal 2008-2009 terhadap kinerja dosen Universitas Sanata Dharma serta pada Tes Potensi Akademik Plus pada tes penerimaan mahasiswa baru Universitas Sanata Dharma, studi kasus penerimaan mahasiswa Fakultas Psikologi.
viii
ABSTRACT
A main problem in social and psychological research is method for collecting accurate and objective information. This matter has important meaning due to the reason that research conclusion will be credible only if based on valid information. Therefore, procedure of validity test (trial/testing) for measurement instrument becomes the most important component in measurement study. Validity test aim to find how accurate the instrument’s measurement function. A test or measurement instrument can be claimed having high validity if the instrument be able to give measurement result which is suitable for the purpose of the measurement. Based on the method and the estimation, validity classified into three category, these are content validity criterion-related validity and construct validity which are distinguished into multitrait-multimethod validity and factorial validity based on factor analysis concept. Validity test will be applied to analyze the data sample of lecturer performance and academic potency test in Sanata Dharma University.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus Penolong dan
Juruselamat dalam hidupku yang oleh karena anugerah dan kemurahan-Nya sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains di Program Studi Matematika Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik atas bantuan, gagasan, dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis
menghaturkan terima kasih kepada :
1. Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran membimbing penulis
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi.
3. Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si., selaku Ketua Program Studi
Matematika yang telah banyak membantu.
4. Ch. Enny Murwaningtyas, S.Si., M.Si., selaku penguji yang telah banyak
membantu dan memberikan masukan kepada penulis.
5. Hongkie Julie, S.Pd.,M.Si., selaku penguji yang telah banyak membantu dan
memberikan masukan kepada penulis.
6. Prof. Frans Susilo, S.J., selaku dosen pembimbing akademik.
7. Sudi Mungkasi, S.Si., M.Sc., dan Y.G. Hartono, S.Si., M.Sc., yang pernah
menjadi dosen pembimbing akademik bagi penulis.
8. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Matematika yang telah memberikan
bekal ilmu yang berguna bagi penulis.
9. Bapak Tukijo dan Ibu Linda yang telah memberikan pelayanan administrasi
selama penulis kuliah.
x
10. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang memberikan fasilitas dan
kemudahan kepada penulis.
11. Kedua orang tua serta kedua saudara (Prawitasari Cahyaningsih dan
Hernawan Adihusodo) yang selalu memberikan dukungan baik moral
maupun spiritual kepada penulis.
12. Tatag Bagus Argikas yang telah memberikan waktu, dukungan, serta
semangat kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
13. Keluarga besar GKJ Condongcatur yang telah memberikan semangat dan
dukungan doa kepada penulis.
14. Persekutuan Komisi Pemuda GKJ Condongcatur.
15. Keluarga besar PMK Oikumene.
16. Teman-teman Prodi Matematika angkatan 2005: Puput, Nanin, Ratna, Chris,
Lois, George, Priskila, Vincent, Sisiria, Ine, Devi, Septi, Wuri, Susi, Echi,
Dedi, Seto, Yudhi, Sella, Vira.
17. Semua pihak yang telah ikut membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Walaupun penulis telah berusaha menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-
baiknya, namun penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat
kekurangan dan kekeliruan. Oleh karena itu, penulis sanagat mengharapkan saran dan
kritik yang dapat membangun dan menyempurnakan skripsi ini.
Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi
pembaca demi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya matematika.
Yogyakarta, 17 Agustus 2009
Penulis
xi
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
HALAMAN KEASLIAN KARYA v
HALAMAN PERSEMBAHAN vi
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
KATA PENGANTAR ix
DAFTAR ISI xii
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xvii
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Perumusan Masalah 3
C. Pembatasan Masalah 3
D. Tujuan Penulisan 4
E. Manfaat Penulisan 4
F. Metode Penulisan 4
G. Sistematika Penulisan 5
BAB II. ASPEK-ASPEK PENGUKURAN DAN TEORI STATISTIKA
YANG RELEVAN 6
A. Penelitian Ilmiah 6
1. Unsur-unsur Penelitian 7
2. Proses Penelitian Ilmiah 15
B. Pengukuran dan Alat Ukur 18
1. Pengukuran 18
xiii
2. Alat Ukur 34
C. Konsep Skor 37
D. Teori Statistika yang Relevan 43
1. Variansi dan Kovariansi 44
2. Koefisien Korelasi 52
3. Matriks Korelasi 60
4. Representasi Geometris dari Koefisien Korelasi 61
5. Regresi Berganda 62
6. Konsep Analisi Faktor 64
a. Model Analisis Faktor 66
1) Model Satu Faktor Umum 67
2) Model m Faktor Umum 74
b. Komunalitas 77
c. Langkah-langkah Analisis Faktor 80
1) Menentukan Ukuran Sampel dan Variabel 80
2) Menentukan Matriks Korelasi 81
3) Menentukan Jumlah Faktor Umum 81
4) Rotasi Faktor Ortogonal 98
5) Intepretasi Faktor Umum 103
BAB III. VALIDITAS DAN PENGUJIANNYA 106
A. Pendahuluan 106
B. Pengertian Validitas 107
C. Tipe-tipe Umum Validitas 110
1. Validitas Isi 110
2. Validitas Berdasarkan Kriteria 115
a. Validitas Prediktif 117
b. Validitas Konkuren 118
3. Validitas Konstruk 120
xiv
a. Validitas Multisifat-Multimetode 122
(multitrait-multimethod)
b. Validitas Faktorial 126
BAB IV. APLIKASI PENGUJIAN VALIDITAS 134
A. Pengujian Validitas Isi 135
B. Pengujian Validitas Konstruk 137
1. Analisis Faktor pada Tes Potensi Akademik Plus 139
Universitas Sanata Dharma
a. Matriks Korelasi 139
b. KMO Bartlett Test of Sphericity 140
c. Komunalitas 142
d. Faktor Hasil Ekstraksi 143
e. Scree Plot 144
f. Matriks Faktor Tidak Dirotasi 145
g. Rotasi Matriks Faktor 146
h. Pemberian Nama Faktor 147
2. Pengujian Validitas Faktorial 149
BAB IV. PENUTUP 153
A. Kesimpulan 153
B. Saran 154
DAFTAR PUSTAKA 155
LAMPIRAN 156
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Skor Tes Efektifitas Kerja 39
2.2 Matriks Korelasi 73
2.3 Matriks Korelasi 74
2.4 Matriks Faktor 75
2.5 Matriks Korelasi tanpa Komunalitas 78
2.6 Matriks Korelasi dengan Komunalitas 79
2.7 Matriks Korelasi dan Perhitungan Beban Faktor Pusat Pertama 82
2.8 Matriks Faktor Pusat ( cF ) 86
2.9 Matriks Korelasi Residual Pertama 87
2.10 Kriteria Kecukupan suatu Faktor 96
2.11 Pemeriksaan Nilai Beban Faktor 97
2.12 Matriks Faktor sebelum Rotasi 101
2.13 Perhitungan Rotasi Beban Faktor Searah Jarum Jam Sebesar 050 101
2.14 Rotasi Matriks Faktor 102
2.15 Petunjuk untuk Mengidentifikasi Beban Faktor 103
Signifikan Berdasarkan Ukuran Sampel
3.1 Skor Responden pada Tes Minat Menjadi Guru 113
3.2 Perhitungan Korelasi Item pada Tes Minat Menjadi Guru 114
3.3 Hasil Pengukuran Kreativitas Berpikir dan Divergen Thinking 119
3.4 Matriks Multisifat-Multimetode 124
3.5 Tabel Perbandingan Hasil Analisis Faktor 132
4.1 Koefisien Korelasi Item-Total 137
4.2 Diskripsi Sampel 139
4.3 Matriks Korelasi 5 Sub Tes TPA Plus 140
4.4 KMO Bartlett Test of Sphericity 141
xvi
4.5 Norma KMO menurut Kaiser 141
4.6 Komunalitas 142
4.7 Total Variance Explained 143
4.8 Matriks Faktor Tidak Dirotasi 145
4.9 Matriks Faktor Dirotasi jenis VARIMAX 147
4.10 Pemberian Nama Faktor 148
4.11 Tabel Perbandingan Hasil Analisis Faktor 150
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Hubungan antar Unsur-unsur Penelitian 7
2.2 Diagram Konstruk Kepuasan Kerja 11
2.3 Proses Penelitian 16
2.4 Pemetaan dari Kelima Anak 22
2.5 Proses Konseptualisasi dan Operasionalisasi 26
2.6 Diagram Pencar Menujukkan Derajad Korelasi 53
2.7 Representasi Vektorial suatu Koefisien Korelasi 61
2.8 Empat belas Variabel Asli Direduksi Menjadi Empat Faktor 66
2.9 Model Satu Faktor Umum 70
2.10 Rotasi Faktor 102
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah utama dalam kegiatan penelitian sosial dan psikologi
adalah masalah cara memperoleh data informasi yang akurat dan objektif. Hal ini
sangat penting artinya dikarenakan kesimpulan penelitian hanya akan dapat diper-
caya apabila didasarkan pada informasi yang juga dapat dipercaya. Oleh sebab itu
ilmu pengukuran menjadi penting dalam suatu penelitian. Ilmu pengukuran meru-
pakan cabang dari ilmu statistika terapan yang bertujuan membangun dasar-dasar
pengembangan alat ukur yang lebih baik sehingga dapat menghasilkan alat ukur
yang berfungsi secara optimal, valid dan reliabel. Para ahli psikometri telah me-
netapkan kriteria bagi setiap alat ukur psikologis untuk dapat dinyatakan sebagai
alat ukur yang baik, yaitu mampu memberikan informasi yang dapat dipercaya.
Kriteria termaksud antara lain adalah reliabel, valid, standar, ekonomis dan
praktis.
Salah satu bentuk alat ukur adalah tes. Menurut Allen dan Yen, tes adalah
suatu alat untuk mendapatkan sampel tertentu dari perilaku seseorang serta
mendiskripsikan, melukiskan atau memaparkannya menggunakan kategori-
kategori atau skor-skor.
Dalam menyusun sebuah tes diperlukan adanya suatu prosedur seleksi item
untuk menguji tes mana yang tepat untuk diujikan. Tepat dalam hal ini berarti
1
2
bahwa tes tersebut dapat melakukan fungsi ukurnya sesuai dengan tujuan
dilakukan pengukuran. Pertanyaan umum yang seringkali muncul dalam masalah
seleksi item adalah bagaimana skor tes tersebut diukur dan sejauh manakah tes
tersebut mengukur dengan baik. Oleh sebab itu prosedur pengujian validitas
terhadap alat ukur menjadi komponen penting dalam ilmu pengukuran. Pengujian
validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan suatu alat ukur
dalam melakukan fungsi ukurnya.
Suatu alat ukur yang tidak valid akan memberikan informasi yang tidak
akurat mengenai keadaan subjek atau individu yang dikenai tes tersebut. Apabila
informasi yang keliru itu dengan sadar atau tidak dengan sadar digunakan sebagai
dasar pertimbangan dalam pengambilan suatu keputusan maka tentulah
kesimpulan dan keputusan itu tidak akan merupakan keputusan dan kesimpulan
yang tepat. Kasus siswa yang salah memilih jurusan studi di perguruan tinggi
menjadi contoh akibat keputusan yang didasarkan oleh informasi dari tes IQ yang
tidak valid.
Performansi subjek pada suatu tes dinyatakan dalam bentuk bilangan yang
disebut skor (Azwar, 2003: 25). Bilangan performansi yang benar dan murni serta
tidak dapat diungkapkan secara langsung oleh tes disebut skor-murni. Suatu hasil
pengukuran terdapat pula galat yang besarnya dalam setiap tes tidak dapat
diketahui. Jumlahan dari skor-murni dan galat disebut sebagai skor tampak, skor
tampak merupakan skor hasil perolehan dalam tes. Alat ukur yang tinggi
validitasnya, akan menghasilkan galat pengukuran yang kecil, artinya skor setiap
3
subjek yang diperoleh oleh alat ukur tersebut tidak jauh berbeda dari skor yang
sesungguhnya. Dengan demikian secara keseluruhan alat tes yang bersangkutan
akan menghasilkan varians galat yang kecil pula.
B. Perumusan Masalah
Pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana menguji validitas tes?
2. Bagaimana landasan matematis dalam pengujian validitas?
3. Bagaimana aplikasi secara praktis pengujian validitas ?
C. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini akan membahas validitas empirik secara lebih
mendalam. Validitas empirik terdiri dari dua tipe yaitu validitas konstruk dan
validitas berdasarkan kriteria. Proses pengujian validitas konstruk dibedakan
menjadi dua yaitu pendekatan validitas multitrait-multimethod dan pendekatan
validitas faktorial. Alat ukur yang diuji adalah berupa tes. Aplikasi pengujian
validitas menggunakan sampel data hasil survei kinerja dosen Universitas Sanata
Dharma semester gasal 2008-2009 oleh P3MP dan sampel data hasil Tes Potensi
Akademik Plus penerimaan mahasiswa baru Universitas Sanata Dharma.
4
D. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk memahami bagaimana menguji validitas
tes, landasan matematis dalam pengujian validitas serta memahami bagaimana
aplikasi pengujian validitas tes.
E. Manfaat Penulisan
Manfaat yang akan diperoleh setelah mempelajari topik ini adalah dapat
memahami proses pengujian validitas tes, memahami landasan matematis dalam
pengujian validitas, serta mengaplikasikannya dalam pengujian validitas terhadap
data hasil survei kinerja dosen Universitas Sanata Dharma semester gasal 2008-
2009 oleh P3MP dan data hasil Tes Potensi Akademik Plus penerimaan
mahasiswa baru Universitas Sanata Dharma.
F. Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis adalah metode studi pustaka yaitu dengan
mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan topik proposal skripsi ini,
sehingga tidak ada hal-hal baru. Data yang diperoleh diolah dengan
menggunakan software SPSS-15.
5
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan dalam pembahasan mengenai tinjauan statistis validitas alat
ukur adalah sebagai berikut:
Bab 1 pendahuluan membahas tentang gambaran umum mengenai isi skripsi
meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika pembahasan.
Bab II membahas tentang landasan teori yang meliputi penelitian ilmiah,
pengukuran dan alat ukur, konsep skor, teori statistika yang relevan.
Bab III membahas tentang pengujian validitas yang meliputi pengertian validitas
secara verbal dan matematis, validitas isi, validitas berdasarkan kriteria dan
validitas konstruk.
Bab IV membahas tentang aplikasi pengujian validitas terhadap tes evaluasi
kinerja dosen Universitas Sanata Dharma semester gasal 2008-2009 dan Tes
Potensi Akademik Plus penerimaan mahasiswa baru Universitas Sanata Dharma.
Bab V membahas tentang kesimpulan dan saran.
6
BAB II
ASPEK-ASPEK PENGUKURAN
DAN TEORI STATISTIKA YANG RELEVAN
Sebelum membahas tentang tinjauan statistis validitas alat ukur, terlebih dahulu
akan dibahas beberapa materi prasyarat sebagai landasan teori yang berhubungan
langsung dengan tinjauan statistis validitas alat ukur.
A. Penelitian Ilmiah
Penelitian ilmiah adalah suatu bentuk penelitian dengan cara berpikir yang
sistematis Tujuan pokok penelitian ilmiah adalah menerangkan suatu realitas dalam
bidang sosial, psikologi dan pendidikan. Dalam usahanya memahami suatu realitas
tersebut, seringkali peneliti menghubungkan realitas tersebut dengan realitas lain.
Sebagai contoh, untuk memahami realitas perbedaan prestasi belajar, maka peneliti
menghubungkan realitas tersebut dengan realitas lingkungan keluarga.
Dalam penelitian tentang perbedaan prestasi belajar peneliti mungkin tertarik
untuk mempelajari realitas perbedaan prestasi belajar pada dua atau tiga realitas
lingkungan keluarga. Pertanyaan yang hendak dijawab peneliti misalnya: Apakah
perbedaan prestasi belajar tersebut disebabkan oleh keadaan siswa dalam lingkungan
keluarga yang berbeda?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka peneliti
mengumpulkan data mengenai prestasi belajar siswa pada lingkungan keluarga yang
harmonis dan lingkungan keluarga tidak harmonis (adanya perceraian kedua
6
7
orangtuanya atau orangtuanya tidak peduli dengan siswa tersebut). Apabila prestasi
belajar siswa secara konsisten berbeda pada kedua lingkungan keluarga tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara prestasi belajar siswa
dengan lingkungan keluarga. Dengan kata lain, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
lingkungan keluarga menjadi salah satu faktor penentu perbedaan prestasi belajar
siswa.
Untuk mempelajari hubungan hubungan antara realitas atau kejadian yang satu
dengan realitas yang lain, maka perlu adanya pengetahuan mengenai unsur-unsur
penelitian dan terdiri atas: sifat, konsep, konstruk, dan variabel. Keterkaitan keempat
unsur dari penelitian tersebut terletak pada proses konseptualisasi dan proses
operasionalisasi. Dalam bab ini unsur-unsur penelitian akan diuraikan satu persatu.
1. Unsur-unsur Penelitian
Gambar 2.1 Hubungan antar Unsur-unsur Penelitian
KONSEP
REALITAS
KONSTRUK
VARIABEL
SUBJEK/OBJEK PENELITIAN Realitas
Kebutuhan ilmiah
Gambaran sistematik
Abstrak
Pengukuran
8
a. Sifat
Dalam dunia pendidikan seringkali kita membedakan beberapa objek. Sebagai
contoh pada mata pelajaran Matematika kita membedakan ciri-ciri bangun dimensi
tiga, kubus memiliki rusuk sebanyak duabelas, sisi enam dan titik sudut delapan,
sedangkan Limas segiempat memiliki rusuk sebanyak delapan, sisi lima dan titik
sudut lima. Dalam kehidupan sehari-hari kita juga sering membedakan beberapa
objek. Sebagai contoh kita sering membedakan ciri-ciri seseorang dari ciri-ciri khas
fisiknya, Dini bertubuh tinggi, berambut keriting, berhidung mancung dan bermata
sipit, sedangkan Rosi bertubuh pendek, berambut lurus, berhidung pesek dan bermata
bulat.
Beberapa contoh di atas menunjukkan ciri-ciri fisik dari suatu objek, ciri-ciri
fisik ini dapat diamati secara langsung oleh panca indra. Disamping ciri-ciri fisik
terdapat pula ciri-ciri nonfisik yang tidak dapat diamati secara langsung oleh panca
indra. Sebagai contoh Ani adalah siswa yang cerdas dan berbakat, Rita adalah anak
yang berhati lembut, sedangkan Sandi adalah anak yang pemalu. Cerdas, berbakat,
berhati lembut dan pemalu adalah ciri-ciri yang tidak dapat diamati secara langsung
oleh panca indra.
Ciri-ciri fisik dan non fisik yang melekat pada objek serta dapat digunakan
untuk membedakan objek satu dengan yang lainnya disebut sifat. Apabila kita
membicarakan sifat maka kita membicarakan ciri-ciri yang melekat pada objek
penelitian yang dapat menjadi pembeda dari objek yang lain.
9
Sifat-sifat fisik dapat diamati secara langsung oleh panca indra, sedangkan sifat-
sifat nonfisik tidak dapat diamati secara langsung oleh panca indra, oleh sebab itu
untuk mengetahui sifat-sifat nonfisik maka dibutuhkan suatu petunjuk atau indikator
dari sifat tersebut. Sebagai contoh jika seorang lelaki selalu menyerang atau memukul
anak lain, maka dapat dikatakan bahwa perilaku tersebut merupakan petunjuk bagi
kebencian atau permusuhan yang dikandungnya. Jika tangan seseorang banyak sekali
berkeringat, maka dapat dikatakan bahwa dia cemas. Jika seorang anak mengisi
dengan benar sejumlah soal objektif tertentu dalam suatu ujian prestasi, maka dapat
dikatakan bahwa dia mempunyai prestasi pada tingkat tertentu. Sebenarnya suatu
penelitian tidak bertujuan untuk mengukur objek, akan tetapi mengukur petunjuk dari
sifat-sifat atau ciri-ciri objek.
b. Konsep
Seorang peneliti mengadakan penelitian di sebuah Taman Kanak-kanak dan
yang menjadi objek penelitian adalah siswa-siswa baru di Taman Kanak-kanak
tersebut. Dalam peneitiannya, peneliti menemukan beberapa kejadian dan perilaku
dari objek yang ditelitinya, ada siswa yang menangis karena mencari orangtuanya,
ada yang asyik bermain sendiri saat pelajaran berlangsung, ada yang hanya diam tapi
tidak memperhatikan guru serta ada yang mengikuti pelajaran dengan serius dan
senang. Peneliti ingin mengadakan penelitian mengenai faktor-faktor psikologis yang
mempengaruhi perilaku siswa baru Taman Kanak-kanak yang telah diamati, maka
peneliti menggeneralisasikan kejadian-kejadian khusus tersebut menjadi satu kata
10
yaitu kesiapan anak dalam mengikuti pelajaran di bangku pertama. Menurut
Kerlinger, konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi hal-hal
khusus (Kerlinger, 1971). Jadi konsep kesiapan anak mengikuti pelajaran di bangku
pertama merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi kejadian dan perilaku
anak di kelas yaitu menangis, asyik bermain sendiri, diam atau pasif serta serius
dalam mengikuti pelajaran.
c. Konstruk
Konstruk merupakan konsep yang sengaja digunakan dalam penelitian serta
diamati dari banyak sudut pandang. Sebagai contoh konstruk kepuasan kerja,
konstruk kepuasan kerja merupakan konsep kepuasan kerja yang sengaja digunakan
dalam penelitian, dengan tujuan untuk meneliti tingkat kepusan kerja, konsep ini
diamatai dengan berbagai sudut pandang yaitu sudut pandang kepuasan pada tugas,
sudut pandang kepuasan pada atasan, sudut pandang kepuasan pada kompensasi,
sudut pandang kekuatan pada promosi. Untuk mengamati kepuasan pada tugas dapat
di gunakan konsep rutinitas, kompleksitas, kegunaan, kesesuaian, tantangan dan lain
sebagainya, untuk mengamati sudut pandang kepuasan pada atasan dapat digunakan
konsep pengaruh, intelegensi, prestasi, perhatian dan tanggungjawab, untuk
mengamati sudut pandang kepuasan pada kompensasi dapat digunakan konsep
kewajaran, kesesuaian, keinginan, keamanan, nilai, sedangkan untuk mengamati
sudut pandang kepuasan pada promosi dapat digunakan konsep kesempatan,
kebijakan, keterbukaan, keadilan, keterbatasan dan lain sebagianya.
11
Gambar 2.2 Diagram Konstruk Kepuasan Kerja
d. Variabel
Variabel berasal dari kata vary dan able, yang berarti dapat bervariasi. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa variabel adalah segala sesuatu yang dapat diberi
berbagai macam nilai. Sebagai contoh, tinggi badan dan berat badan orang yang satu
dengan yang lainnya berbeda-beda, hal ini menunjukkan adanya variansi nilai atau
keragaman nilai dari tinggi badan dan berat badan. Sedangkan jenis kelamin hanya
memiliki dua nilai yaitu laki-laki dan perempuan. Oleh karena tinggi badan, berat
badan mempunyai variasi nilai dan jenis kelamin juga memiliki lebih dari satu nilai,
maka tinggi badan, berat badan dan jenis kelamin merupakan variabel.
Tinggi badan, berat badan dan jenis kelamin dapat disimbolkan atau diberi
lambang dengan huruf besar yaitu X, Y, dan Z. Misalkan X merupakan simbol dari
Konstruk Kepuasan Kerja
Sudut pandang kepuasan pada tugas
Sudut pandang kepuasan pada atasan
Sudut pandang kepuasan pada kompensasi
Sudut pandang kepuasan pada promosi
Konsep: rutinitas, kompleksitas, kesesuaian, tantangan
Konsep: ntelegensi, prestasi, perhatian, tanggung jawab
Konsep: kewajaran, kesesuaian, keamanan, keinginan, nilai
Konsep: kesempatan, keadilan, keterbukaan, keterbatasan
12
berat badan, X mempunyai bervariasi nilai, sebagai contoh 56 kg, 40 kg, 45 kg dan
lain sebagainya. Dalam contoh ini Y dimisalkan sebagai simbol dari tinggi badan, Y
mempunyai bervariasi nilai, sebagai contoh 150 cm, 160cm dan lain sebagainya.
Sedangkan Z dimisalkan sebagai simbol dari jenis kelamin, Z hanya mempunyai dua
nilai yaitu 1 dan 0, nilai 1 untuk salah satu jenis kelamin, nilai 0 untuk jenis kelamin
yang lain, misalnya 1 merupakan nilai untuk jenis kelamin laki-laki, sedangkan 0
merupakan nilai untuk jenis kelamin perempuan. X, Y dan Z dapat dilekatkan lebih
dari satu nilai atau mempunyai keragaman nilai, maka X, Y dan Z disebut sebagi
variabel. Dengan demikian variabel juga dapat diartikan sebagai lambang atau simbol
yang dapat dilekatkan oleh beragam bilangan dan nilai.
Dalam sebuah penelitian sosial, dilakukan penelitian terhadap ciri-ciri
antropologis manusia, ditampilakan dua tokoh dalam penelitian tersebut. Satu
diantaranya seorang buruh laki-laki yang sudah tua, bertubuh pendek dan
berpenghasilan rendah. Tokoh yang lainnya seorang wanita muda, ia seorang
majikan, bepenghasilan tinggi dan bertubuh jangkung. Semua ciri-ciri yang menandai
kedua tokoh ini (laki-laki, wanita, tua, muda, majikan, buruh, penghasilan rendah,
penghasilan tinggi, tubuh pendek dan tubuh janggung) adalah ciri-ciri antropologis
manusia. Ciri-ciri antropologis manusia dalam penelitian sosial ini disebut sebagai
konstruk. Ciri-ciri antropologis tersebut dapat dikelompok-kelompokan kedalam
kelompok yang logis, misalnya laki-laki dan wanita dapat dikelompokkan menjadi
kelompok jenis kelamin, tua dan muda dikelompokkan kedalam kelompok usia,
sedangkan penghasilan tinggi dan penghasilan rendah dapat dikelompokan dalam
13
kelompok tingkat penghasilan. Menurut Masri Singarimbun dan Sofian Efendi,
variabel adalah pengelompokkan yang logis dari dua atau lebih konstruk dan
mempunyai beragam nilai (Masri dan Sofian, 1982: 26). Oleh karena itu jenis
kelamin, usia dan tingkat penghasilan merupakan variabel. Dari beberapa contoh dan
penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan definisi variabel yaitu lambang atau
simbol dari konstruk yang dapat diberi berbagai macam nilai.
Berdasarkan sifatnya variabel digolongkan menjadi variabel yang bersifat
diskrit (discrete) dan kontinu (continuous). Variabel diskrit adalah variabel yang
nilai-nilainya berhingga atau tidak berhingga tetapi terbilang, sebagai contoh
himpunan bilangan asli, nilai-nilainya tak berhingga akan tetapi terbilang. Sedangkan
variabel kontinu adalah variabel yang tidak memenuhi definisi di atas, dengan kata
lain variabel kontinu berjalan dalam range himpunan bilangan real. Selain varibel
diskrit dan kontinu, terdapat pula beberapa penggolongan variabel, dalam subbab ini
akan dijelaskan beberapa penggolongan variabel yang penting dalam penelitian.
1) Variabel bebas (Independet variable) dan variabel terikat (dependen variable)
Menurut kedudukannya variabel dibedakan menjadi variabel bebas (Independet
variable) dan variabel terikat (dependen variable). Variabel bebas adalah variabel
yang nilainya mempengaruhi variabel lain dalam penelitian. Variabel terikat adalah
variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel lain dalam suatu penelitian. Sebagai
contoh, dalam sebuah penelitian tentang hubungan antara lamanya pemuaian dengan
pertambahan panjang muai. Semakin lama pemuaian maka panjang muai juga
14
bertambah, dengan kata lain pertambahan panjang muai dipengaruhi oleh lamanya
pemuaian, maka dapat dikatakan bahwa lamanya pemuaian adalah variabel bebas,
sedangkan pertambahan panjang muai adalah variabel terikat.
2) Variabel aktif dan variabel atribut
Suatu klasifikasi lain dalam penelitian sosial, psikologi dan pendididikan
mengenai variabel yaitu variabel aktif dan variabel atribut. Variabel yang
dimanipulasi disebut variabel aktif. Pada hakikatnya, manupulasi berarti melakukan
berbagai hal terhadap berbagai kelompok subjek. Sebagai contoh manipulasi adalah
seorang peneliti melakukan satu hal terhadap satu kelompok (misalnya memberikan
penguatan positif untuk jenis kelakuan tertentu) dan melakukan hal yang berbeda
terhadap kelompok lain, atau memberikan instruksi yang berlainan kepada kedua
kelompok tersebut. Jika seseorang menggunakan metode-metode pengajaran yang
berbeda, atau memberikan imbalan kepada subjek-subjek dalam suatu kelompok dan
menghukum subjek-subjek dalam kelompok lain, atau menciptakan kecemasan
dengan instruksi-instruksi yang meresahkan, maka seorang tersebut secara aktif
memanipulasi variabel-variabel metode, penguatan, dan kecemasan. Variabel yang
tidak dapat dimanipulasi dan merupakan variabel yang diukur disebut variabel atribut.
Contoh variabel atribut adalah semua variabel yang merupakan ciri manusia
(intelegensi, bakat, jenis kelamin, status sosial, konservatisme, ketergantungan pada
suatu bidang, kebutuhan berprestasi dan sikap). Kata atribut tepat digunakan untuk
15
objek-objek yang tak hidup. Organisasi, lembaga, kelompok, populasi, rumah, dan
kawasan-kawasan geografis mempunyai atribut yang dapat diukur.
3) Variabel Laten
Variabel laten adalah suatu variabel yang terselubung, variabel yang tidak
kelihatan dan diduga melandasi variabel-variabel yang diamati. Sebagai contoh
variabel laten adalah kecerdasan atau intelegensi. Perhatikan, misalnya terdapat tiga
tes kemampuan yaitu verbal, numerikal, dan spasial, ketiga tes ini mempunyai relasi
positif dan jelas maknanya. Secara umum berarti bahwa individu yang mencapai hasil
tinggi untuk tes yang satu cenderung mencapai hasil tinggi pula pada tes-tes yang
lain, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian dapat diyakini bahwa terdapat suatu
unsur yang sama dalam ketiga tes tersebut, dan unsur tersebut disebut kecerdasan.
Kecerdasan inilah yang merupakan variabel laten. Maka dapat disimpulkan bahwa
konstruk kecerdasan juga disebut variabel laten.
2. Proses Penelitian Ilmiah
Penelitian ilmiah adalah suatu bentuk penelitian dan cara berpikir yang sangat
sistematis. Proses penelitian dapat diilustrasikan dalam diagram dibawah ini
16
Gambar 2.3 Proses Penelitian (Masri dan Sofian, 1982: 26)
Penelitian merupakan suatu proses yang panjang. Ia berawal pada minat untuk
mengetahui realitas atau suatu kejadian dan selanjutnya berkembang menjadi
gagasan, teori, konseptualisasi, pemilihan metode penelitian yang sesuai,
operasionalisasi dan seterusnya. Hasil akhirnya adalah gagasan dan teori baru,
sehingga merupakan suatu proses yang tiada hentinya.
Langkah awal yang sangat penting bagi penelitian adalah adanya minat untuk
mengetahui masalah sosial tertentu. Minat tersebut dapat timbul dan berkembang
karena rangsangan bacaan, diskusi, seminar atau pengamatan. Berbagai tahapan harus
MINAT GAGASAN TEORI
KONSEPTUALISASI Tentukan konsep dan variabel yang akan diteliti
PEMILIHAN METODE PENELITIAN
-Penelitian lapangan -analisis data sekunder -eksperimen -penelitian evaluasi -penelitian survei
POPULASI SAMPEL Kesimpulan akan dari kelompok mana? Siapa yang akan diobservasi?
OBSERVASI Kumpulan data untuk analisa dan penafsiran
PENGOLAHAN DATA Ubah data untuk dianalisis
ANALISA DATA Analisa data dan tarik kesimpulan
OPERASIONALISASIBagaimana variabel penelitian diukur
17
ditempuh hingga tercapai hasil penelitian, dan tiap tahap perlu dilaksanakan dengan
kritis, tepat dan sistematis.
Teori adalah kumpulan pengetahuan yang dimiliki manusia. Penelitian
mengubah ketidaktahuan manusia terhadap alam semesta manjadi pengetahuan.
Ketidaktahuan membuat manusia mencari pemecahan masalah secara spekulatif.
Usaha memuaskan rasa ingin tahu dilakuakan dengan cara yang tidak ilmiah,
walaupun belum sepenuhnya memuaskan. Seiring dengan perkembangan berpikir dan
peradaban manusia, maka berkembanglah pendekatan-pendekatan ilmiah melalui
proses penelitian. Dengan pendekatan-pendekatan ilmiah, ketidaktahuan semakin
berkurang dan pengetahuan manusia berkembang. Pengetahuan berkembang terus
menerus dan tersusun dalam bentuk teori. Pengetahuan manusia merupakan
pemahaman manusia terhadap alam semesta baik fisik maupun sosial. Kegiatan
ilmiah adalah cara memecahkan masalah ilmiah. Untuk menghadapi permasalahan
digunakan teori ilmiah sebagai alat yang membantu menemukan pemecahan.
Misalnya, untuk penelitian mengenai hubungan sikap terhadap mata pelajaran
matematika dengan prestasi belajar matematika di sekolah dasar. Dalam penelitian
tersebut perlu dikaji teori tentang sikap, hakikat matematika, sikap terhadap
matematika, pembelajaran matematika, dan hubungan antara sikap terhadap mata
pelajarna matematika dengan prestasi belajar matematika.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teori merupakan hubungan antara
satu gejala dengan gejala lainnya dan merupakan unsur informasi ilmiah yang paling
umum dan luas bidang cakupannya. Teori dapat diubah menjadi informasi ilmiah
18
yang lebih spesifik dan lebih sempit bidang cakupannya. Informasi ini dapat diubah
menjadi data (observasi) dengan mengintepretasikan bahwa informasi tersebut
menjadi sesuatu yang dapat diamati, dengan penyusunan skala, dan penentuan
sampel. Observasi atau data ini merupakan informasi ilmiah yang sangat spesifik dan
hanya menyangkut sampel tertentu dan variabel tertentu.
Melalui pengukuran, penyederhanaan informasi dan perkiraan parameter,
observasi atau data dapat diubah menjadi informasi yang lebih umum yaitu
generalisasi empiris. Selanjutnya, generlisasi empiris ini dapat dijadikan teori melalui
penyusunan konsep atau yang disebut dengan proses konseptualisasi. Konsep-konsep
tersebut kemudian didefinisikan secara operasional dalam bentuk konstruk-konstruk
dan variabel sehingga dapat diukur.
B. Pengukuran dan Alat Ukur
Ilmu pengukuran (measurement) merupakan cabang dari ilmu statistika terapan
yang bertujuan membangun dasar-dasar pengembangan tes yang lebih baik sehingga
dapat menghasilkan tes yang berfungsi secara optimal, valid, dan reliabel. Dasar-
dasar pengembangan tes tersebut dibangun di atas model-model matematik yang
secara berkesinambungan terus diuji kelayakannya oleh ilmu psikometri.
1. Pengukuran
Pengukuran adalah suatu proses yang seringkali dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Sebagai contoh setiap pagi seseorang menimbang berat badannya dengan
19
timbangan, untuk mengetahui apakah program dietnya berjalan dengan baik, atau
seseorang menggunakan termometer untuk mengukur suhu badannya. Tukang kayu
dapat mengetahui panjang sebatang kayu dengan meteran. Seseorang dapat
mengetahui kecepatannya dalam berkendara motor dengan speedometer. Pengukuran
berat, suhu, panjang dan kecepatan merupakan pengukuran yang bersifat fisik. Selain
pengukuran yang bersifat fisik, terdapat pula pengukuran yang bersifat non fisik,
misalnya ketika seseorang mengukur kecantikan orang lain dengan melihat riasan
wajahnya dan cara berpakaiannya atau ketika seseorang makan direstoran dan setelah
dia mencicipi masakan yang disajikan maka dia berkata bahwa masakannya lezat,
secara tidak langsung seseorang tersebut telah mengukur tingkat kelezatan.
Pengukuran juga dilakukan oleh ahli astronomi atau ahli biologi dengan
menggunakan teleskop atau mikroskop untuk mengetahui gelaja ilmiah. Pengukuran
ilmiah seperti dalam contoh merupakan pengukuran menggunakan pengamatan
langsung dan memberikan informasi berdasarkan ilmu eksakta. Pengukuran suhu
badan dengan menggunakan termometer akan memberikan hasil yang lebih teliti dan
informasi yang lebih akurat dari pada mengukur suhu badan dengan telapak tangan.
Pengukuran membantu individu dalam meneliti sesuatu hal yang tidak tampak
dan tidak dapat diketahui secara langsung, sebagai contoh ketika dilakukan penelitian
terhadap tingkat emosional seseorang atau tingkat kecerdasan seseorang. Pengukuran
yang demikian disebut sebagai pengukuran psikologis yang bertujuan untuk
mengukur karakteristik individu yang tidak dapat diamati secara langsung.
Pengukuran dalam psiokologi dan pendidikan disebut psikometri. Selain psikometri
20
terdapat pula pengukuran ilmu sosial yang lain yaitu dalam bidang sosiologi disebut
dengan sosiometri, anthropologi (anthropometri), ekonomi (ekonometri) dan hukum
(jurimetri).
Dalam pengertian secara umum, pengukuran adalah pemberian bilangan pada
objek-objek atau kejadian-kejadian berdasarkan prosedur tertentu (Kerlinger: 1992).
Untuk memudahkan pemahaman mengenai pengukuran maka diberikan contoh
pengukuran yaitu pengukuran yang dilakukan oleh penjahit baju. Seorang penjahit
baju ingin mengetahui ukuran panjang sebuah kain yang akan digunakannya untuk
membuat baju. Penjahit tersebut menggunakan meteran untuk mengukur panjang
kain, dia melatakkan ujung meteran tersebut dibagian kain yang paling ujung, dan
menarik meteran tersebut sejajar dengan kain sampai ke ujung kain berikutnya.
Dengan cara tersebut panjahit baju dapat mengetahui bahwa panjang kain tersebut
adalah 1.5 m. Dalam pengukuran yang dilakukan penjahit baju tersebut, dapat
diketahui bahwa komponen-komponen pengukuran panjang kain adalah kain sebagai
objek yang diukur, panjang sebagai variabel yang diukur, meteran sebagai alat
ukurnya yang mempunyai skala panjang, dan cara penjahit dalam menggunakan
meteran untuk mengukur panjang kain merupakan prosedur pengukuran, sedangkan
yang menjadi hasil pengukuran adalah berupa bilangan yang menyatakan panjang
kain yaitu 1.5 m. Maka dapat dipahami bahwa pengukuran berhubungan dengan
objek, variabel yang akan diukur, bilangan-bilangan, alat ukur, dan prosedur atau tata
cara pengukuran.
21
Angka adalah lambang dari bilangan yang berbentuk 1, 2, 3,... atau I, II, III,...
Sebenarnya bilangan tersebut tidak memiliki arti kuantitatif sebelum arti kuantitatif
tersebut diberikan. Pemberian bilangan dalam pengertian pengukuran berarti
pemetaan (mapping). Suatu fungsi mempunyai aturan korespondensi, yaitu aturan
untuk memberikan tiap anggota suatu himpunan pada setiap satu anggota himpunan
lain. Anggota-anggota kedua himpunan tersebut dapat berupa sembarang objek.
Dalam matematika, umumnya anggota-anggota himpunan adalah bilangan.
Sedangkan dalam suatu penelitian, anggota-anggota himpunan tersebut dapat berupa
individu, dan anggota-anggota himpunan lainnya dapat berupa bilangan atau
bilangan. Suatu prosedur merupakan panduan, metode atau perintah untuk
melakukan suatu tindakan. Suatu prosedur matematik adalah f. Fungsi f adalah
prosedur untuk memasangakan atau memetakan objek-objek pada suatu himpunan
dengan objek-objek pada himpunan lain. Sebagai contoh, diberikan himpunan A
yang meliputi tiga pria dan dua wanita: a1, a3, dan a4 adalah pria dan a2 serta a5 adalah
wanita. Akan dilakukan pengukuran terhadap variabel yang dimiliki yaitu jenis
kelamin. Dengan asumsi bahwa dimiliki aturan awal yang memungkinkan ditetapkan
jenis kelamin secara tegas dan tidak ambigu. Digunakan aturan: ” jika seseorang
berjenis kelamin laki-laki, maka diberi satu bilangan 1; jika seseorang berjenis
kelamin perempuan maka diberi satu bilangan 0 ”. Ditetapkan bahwa 0 dan 1 adalah
himpunan B, maka { }1,0=B . Diagram pengukuran ditunjukkan dengan gambar
22
Gambar 2.4 Pemetaan dari Kelima Anak
Dari gambar di atas, dapat dibentuk suatu himpunan pasangan terurut yaitu
( ) ( ) ( ) ( ) ( ){ }0,1,1,0,1, 54321 aaaaa . Pengukuran dapat dipandang sebagai relasi.
Anggota A merupakan domainnya dipetakan kepada satu anggota B yang merupakan
kodomainnya. Dengan demikian relasi tersebut merupakan sebuah fungsi. Suatu
relasi adalah himpunan pasangan berurut, demikian juga dengan fungsi. Sembarang
prosedur pengukuran membentuk suatu himpunan pasangan berurut, anggota pertama
dari setiap pasangan adalah objek yang diukur, dan anggota kedua adalah bilangan
yang diberikan pada objek tersebut (hasil pengukuran) menurut prosedur
pengukurannya. Maka dapat dituliskan notasi umum untuk sembarang prosedur
pangukuran:
f = {(x,y); ByAx ∈∈ , }
A = himpunan objek, B = himpunan bilangan hasil pengukuran
1a
2a
3a
4a
5a
0 1
A B
X: A B
X
23
Notasi tersebut dibaca demikian: ”Fungsi f atau kaidah korespondensi, sama
dengan himpunan pasangan berurut (x, y) sedemikian sehingga x adalah suatu objek
dan setiap y yang berkorespondensi dengannya adalah satu bilangan”.
Pengukuran sebaiknya dilakukan dengan cara-cara atau aturan yang berstandar
dan disepakati supaya hasil dari pengukuran menunjukkan hasil yang relatif konsisten
jika pengukuran tersebut dilakukan orang yang berbeda. Beberapa pengukuran ada
yang mempunyai aturan yang baku dan berlaku secara universal seperti pengukuran
berat dan pengukuran sifat-sifat fisik lainnya.
Dalam bidang psikologi dan pendidikan, yang menjadi objek pengukuran
adalah manusia tetapi yang diukur dalam pengukuran psikologi adalah sifat-sifat yang
melekat pada orang tersebut, seperti motivasi, emosional, kecerdasan dan sebagainya.
Aturan yang baku dan berlaku secara universal dalam bidang psikologi sangatlah sulit
diterapkan karena sifat/variabel pengukurannya bersifat abstrak (tidak dapat dilihat
secara langsung). Kecerdasan atau tingkat emosi dari seseorang tidak dapat kita
ketahui sebelum dilakukan tes. Oleh karena itu, dalam bidang psikologi dilakukan
sebuah standarisasi. Hal ini bertujuan supaya pengukuran yang dilakukan tidak
didasarkan pada intuisi.
Pengukuran Kuantitatif dan Kualitatif
Peneliti kualitatif dan kuantitatif, keduanya membutuhkan ketelitian dan metode
yang sistematis dalam mengumpulkan data. Proses yang membedakan antara kedua
pengukuran tersebut adalah metode penelitian dan jenis data. Dalam pengukuran
24
kuantitatif, peneliti menggunakan cara berpikir deduktif. Peneliti kuantitatif memulai
pengukuran dari pembentukan konsep kemudian diikuti dengan prosedur pengukuran
dan diakhiri dengan pengumpulan data emprik yang merepresentasikan konsep
tersebut. Sebaliknya, peneliti kualitatif menggunakan cara berpikir induktif. Peneliti
kualitatif memulai pengukuran dari pengumpulan data empirik yang diikuti dengan
pembentukan konsep. Setelah diperoleh data dan konsep, mereka memulai proses
yang menghubungkan data dan konsep tersebut dan diakhiri dengan penggabungan
data dan konsep.
Salah satu perbedaan antara pengukuran kuantitatif dan kualitatif adalah proses
menganalisis data. Peneliti kuantitatif memulai proses analisis data setelah proses
pengumpulan data. Dalam menganalisis data, peneliti kuantitatif menggunakan
teknik-teknik standar pengukuran dan perhitungan numerik. Pengukuran kualitatif
adalah pengukuran yang menekankan pengertian dan pengetahuan yang mendalam
mengenai teori dari aspek yang akan diukur. Pengetahuan yang mendalam mengenai
teori yang akan diukur sangat penting dalam proses penentuan konsep. Sebelum
menentukan konsep maka dilakukan wawancara atau diskusi terlebih dahulu
mengenai landasan teori dari penelitian. Dari wawancara dan diskusi maka dapat
diperoleh beberapa konsep. Penentuan konsep dalam pengukuran kualitatif
berlangsung seiring dengan proses pengumpulan data dan analisis data. Dalam
pengukuran kualitatif , tidak ada patokan yang sah dari peneliti. Semua proses
dianggap sah apabila hal tersebut benar-benar terjadi (empirik) dan patokan baru
digunakan setelah semua proses terjadi.
25
Data yang diperoleh juga berbeda untuk kedua penelitian tersebut. Data yang
dikumpulkan dari pengukuran kuantitatif merupakan hasil pengukuran atas variabel-
variabel yang telah dioperasionalkan menggunakan teknik-teknik perhitungan dan
pada umumnya berbentuk bilangan. data hasil pengukuran kualitatif berupa tulisan,
suara, simbol, atau gambar visual seperti peta, potografi, video, dan sebagainya.
Peneliti kualitatif kadang-kadang merepresentasikan hasil pengukuran dengan
bilangan atau numerik.
Pengukuran kuantitatif menginginkan penetilian yang terstruktur, terorganisasi,
urut dengan suatu kerbilangan yang sistematis. Sedangkan, pengukuran kualitatif
menginginkan penelitian yang fleksibel dan umum. Oleh karena itu, pengukuran tidak
pernah memperoleh data yang seragam atau uniform. Dari aspek jenis ilmu yang
diteliti, pengukuran kuantitatif cenderung pada ilmu-ilmu pasti, bidang teknik,
ekonomi, psikologi, computer science dan seterusnya. Pengukuran kualitatif
cenderung pada ilmu-ilmu humaniora, sejarah, sosiologi, anthropologi, ilmu
kebudayaan dan seterusnya.
Konseptualisasi dan Operasionalisasi dalam Pengukuran
Dalam suatu pengukuran dimulai dari pemilihan konsep yang hendak diukur,
melakukan konseptualisasi dan melakukan operasionalisasi dari konsep tersebut.
Proses konseptualisasi dan operasionalisasi dalam pengukuran, ditunjukkan pada
bagan di bawah ini.
26
Gambar 2.5 Proses Konseptualisasi dan Operasionalisasi
Banyak konsep terutama dalam bidang psikologi merupakan konsep yang
bersifat abstrak dan tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu diperlukan
teori yang menjelaskan konsep tersebut yang disebut sebagai definisi konseptual.
Sedangkan proses formulasi atau pembentukan dari konsep tersebut disebut sebagai
konseptualisasi. Perumusan definisi konseptual menurut Kerlinger (1996: 50-51)
dapat dilakukan dengan beberapa cara, cara pertama adalah dengan memberikan
batasan-batasan kepada fenomena abstrak atau sifat suatu objek yang diteliti dengan
konsep-konsep atau ungkapan konseptual lain untuk menggantikan ungkapan yang
didefinisikan. Sebagai contoh ”kecerdasan” dapat didefinisikan dengan menyatakan
bahwa kecerdasan adalah ”intelek yang bekerja”, ”ketajaman mental”, atau
”kemampuan untuk berpikir abstrak”. Cara kedua adalah dengan mendefinisikan sifat
dengan menyatakan tindakan-tindakan atau kelakuan-kelakuan yang terungkap atau
Konstruk Abstrak Konstruk Abstrak
Definisi Konseptual Definisi Konseptual
Indikator atau ukuran Indikator atau ukuran
Konseptualisasi
Operasionalisasi
Konseptualisasi
Operasionalisasi
Pengujian Hipotesis
Hipotesis Hubungan
Teori
Operasional
Variabel Indepanden Variabel Dependen
27
tersiratkan. Untuk mendefinisikan ”kecerdasan” dengan cara kedua ini, harus
ditentukan dengan jelas kelakuan ”cerdas” anak-anak dan kelakuan yang ”tidak
cerdas ” anak-anak. Seorang anak berusia tujuh tahun dapat dikatakan ”cerdas”
apabila dia berhasil membaca cerita yang diberikan padanya untuk dibaca. Apabila
anak tersebut tidak mampu membacanya, dapat dikatakan bahwa dia ”tidak cerdas”.
Cara ketiga dalam merumuskan definisi konseptual adalah dengan menukar satu
konsep dengan konsep lain. Misalnya ”bobot” dapat didefinisikan sebagai ”berat”
suatu benda. Atau mendefinisikan ”kecemasan” sebagai ”rasa takut yang objektif ”.
Beberapa fenomena abstrak atau sifat dari individu dalam suatu teori ilmiah, dapat
dedefinisikan secara konseptual.
Salah satu unsur yang sangat membantu komunikasi antar peneliti adalah
definisi operasional, yang merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu variabel
diukur. Penelitian harus terbuka dan dikomunikasikan pada orang lain. Komunikasi
dapat terjalin apabila tidak terdapat kesalahpahaman antara peneliti yang
menyampaikan pesan dengan orang lain yang menerimanya. Untuk menghindari
perbedaan penafsiran dalam penelitian, maka variabel-variabel dalam penelitian harus
didefinisikan sejelas mungkin dalam bentuk definisi operasional. Menurut Kerlinger
(1996:51) definisi operasional melekatkan arti pada suatu konstruk atau variabel
dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk
mengukur konstruk atau variabel itu. Sebagai contoh seorang peneliti memberikan
definisi operasional tentang konstruk konsep diri sebagai tanggapan-tanggapan
tertentu terhadap tes membuat gambar. Konsep diri akan terukur dari tanggapan-
28
tanggapan tertentu pada tes membuat gambar, gambar-gambar tersebut akan
mengungkapkan konsep diri bagi objek yang bersangkutan. Dengan demikian konsep
diri tersebut akan terungkap pada tanggapan-tanggapan objek pada tes membuat
gambar.
Definisi operasional mengatasi kesulitan melakukan pengukuran terhadap
definisi konseptual karena bangunan variabel yang hendak diukur masih berada
dalam pikiran peneliti. Dalam definisi operasional, peneliti mengeluarkan konsep
variabel dalam pikirannya ke dalam definisi yang memungkinkan semua pengamat
dapat melakukan pengamatan terhadap variabel dengan pengertian yang sama, karena
dengan jelas menyatakan cara pengukuran dan alat ukurnya. Oleh sebab itu, definisi
opersional adalah definisi yang dibuat berdasarkan definisi konseptual yang
merupakan pernyataan mengenai variabel, cara pengukuran dan alat ukur yang
digunakan.
Definisi operasional dibutuhkan dalam rangka mengukur suatu konstruk.
Definisi operasional ini dilakukan dengan menyatakan secara tegas dan rinci
observasi-observasi mengenai petunjuk-petunjuk perilaku yang mengisyaratkan suatu
konstruk. Dalam pengukuran kuantitatif petunjuk tersebut diterangkan dalam bentuk
bilangan. Bilangan atau besaran-besaran disubstitusikan menggantikan petunjuk-
petunjuk dan dianalisis secara statistik. Sebagai contoh seorang peneliti ingin
menyelidiki relasi antara kecerdasan dengan kejujuran. Mereka menetapkan definisi
operasional untuk kecerdasan sebagai skor yang diperoleh pada suatu uji kecerdasan.
29
Kejujuran didefinisikan secara operasional sebagai observasi dalam situasi buatan
yang memungkinkan siswa untuk curang atau tidak curang. Bilangan kecerdasan
yang diberikan pada siswa-siswa dapat berupa banyaknya soal yang dijawab dengan
benar dalam suatu tes. Serangkaian bilangan kejujuran yang diberikan pada siswa-
siswa adalah dengan menghitung intensitas siswa berbuat curang disaat dikondisikan
ada kesempatan untuk berbuat curang.
Dalam pengukuran terdapat beberapa postulat. Postulat merupakan asumsi yang
dibuat sebelum dilakukan perhitungan. Terdapat tiga postulat dasar dalam
pengukuran, yaitu:
a. yx = atau yx ≠ , tetapi keduanya tidak dapat terjadi secara bersamaan atau
dalam waktu yang sama.
b. Jika yx = dan zy = maka zx = , hal ini berarti jika satuan pengukuran
pertama dari populasi mempunyai nilai yang sama dengan satuan
pengukuran yang kedua, dan satuan pengukuran yang kedua sama dengan
satuan pengukuran yang ketiga dalam populasi yang sama, maka satuan
pengukuran pertama mempunyai nilai yang sama dengan satuan pengukuran
yang ketiga.
c. Jika x lebih besar dari y dan y lebih besar dari z, maka x lebih besar dari z ,
hal ini berarti jika satuan pengukuran pertama dari populasi mempunyai
nilainya lebih besar dari satuan pengukuran yang kedua, dan satuan
pengukuran yang kedua nilainya lebih besar dari satuan pengukuran yang
30
ketiga dalam populasi yang sama, maka satuan pengukuran pertama
mempunyai nilai yang lebih besar dari satuan pengukuran yang ketiga.
Postulat pertama sangat penting digunakan dalam pengklasifikasian atau
pengkategorian item. Item satu sama dengan item lainnya jika keduanya berada dalam
satu himpunan yang sama. Dalam pengukuran, kata ”sama” bukan berarti identik atau
sama dengan. Kata ”sama” dapat berarti ”secara cukup dapat dikategorikan ke dalam
kelas yang sama”. Sebagai contoh mahasiswa dalam sebuah unuversitas akan
dikategorikan berdasarkan kuliah yang diambil. Juan dan Jose keduanya mengambil
kuliah farmasi, jadi mereka akan dikategorikan ke dalam kelas yang sama. Supaya
pengukuran dapat dilakukan maka norma atau kriteria yang diklasifikasikan harus
memenuhi kondisi pada postulat pertama. Sedangkan postulat kedua memungkinkan
peneliti untuk menentukan kesamaan item dalam suatu karakteristik.
Hampir semua pengukuran psikologi dan pendidikan menggunakan postulat ke
tiga. Postulat tersebut memungkinkan peneliti untuk membuat peringkat atau tata
jenjang dari suatu pernyataan, misalnya ”a lebih pandai dari pada b, b lebih pandai
dari pada c, oleh karena itu a lebih pandai dari pada c”.
Hasil pengukuran akan berada pada salah satu tingkat atau skala pengukuran
(level of measurement) menurut kompleksitasnya. Menurut Friedenberg skala hasil
pengukuran memiliki dua manfaat penting yaitu skala pengukuran menentukan
kualitas informasi yang didapat tentang testi atau subjek yang dites dan skala
pengukuran menentukan teknik statistik yang dapat dipakai untuk menganalisis skor
31
tes. Dalam pengukuran psikologis, dikenal beberapa macam skala pengukuran
sebagai berikut:
a. Skala Nominal
Skala pengukuran yang paling rendah adalah skala nominal. Dalam skala
nominal, bilangan-bilangan yang diberikan pada objek-objek merupakan
bilangan yang tidak memiliki arti kuantitatif, bilangan-bilangan tersebut tidak
dapat diurutkan, ditambahkan atau dijumlahkan. Bilangan-bilangan tersebut
hanyalah label seperti huruf yang digunakan untuk memberi label pada
himpunan. Jika individu atau kelompok diberi bilangan 1, 2, 3, ..., bilangan-
bilangan tersebut hanyalah sekedar nama. Contoh pengukuran berskala
nominal yang sederhana telah diungkapkan dalam gambar 2.1. Di dalam
contoh tersebut, himpunan A yang beranggotakan lima orang dengan
mengikuti aturan: jika x laki-laki diberi satu bilangan 1 dan jika x perempuan
maka bilangan 0, dipetakan dengan himpunan { }1,0=B .
b. Skala Ordinal
Pengukuran ordinal mensyaratkan bahwa objek-objek dalam suatu himpunan
dapat disusunkan atau diurutkan peringkatnya berdasarkan ciri atau sifat yang
telah didefinisikan. Sebagai contoh misalkan deretan bunga yang telah
tersusun menurut kualitas keharumannya, yaitu mawar, melati, anggrek, dan
cempaka. Dari deretan tersebut diketahui bahwa mawar > melati > anggrek >
32
cempaka. Tidak diketahui seberapa lebih harumnya mawar dibanding melati.
Oleh karena itu dapat diberikan urutan kuantitatif sebagai berikut:
Mawar 1
Melati 2
Anggrek 3
Cempaka 4
Sifat transitif harus dipenuhi oleh skala ordinal, jika a lebih besar dari b dan b
lebih besar dari c, maka a lebih besar dari c. Sebagai contoh jika mawar lebih
harum dari pada melati dan melati lebih harum daripada anggrek maka mawar
lebih harum daripada anggrek. Bilangan-bilangan ordinal hanyalah
menunjukkan urutan peringkat. Bilangan-bilangan tersebut tidak
menunjukkan kuantitas absolut dan juga tidak memberikan petunjuk bahwa
interval-interval antara setiap dua bilangan itu sama. Misalnya, jika ada dua
objek yang masing-masing mempunyai peringkat 8 dan 5, dan dua objek lain
mempunyai peringkat 6 dan 3, maka tidak dapat dikatakan bahwa perbedaan
antara dua anggota pasangan pertama sama dengan perbedaan antara dua
anggota pasangan yang kedua tersebut.
c. Skala Interval
Pada dasarnya, skala interval memiliki ciri-ciri skala nominal dan skala
ordinal, khususnya ciri penyusunan urutan atau peringkat objek-objek dalam
suatu himpunan. Perbedaan bilangan dalam skala interval menunjukkan
urutan dan memiliki arti kuantitatif serta kualitatif. Data yang berskala
33
interval dapat dikenai operasi penjumlahan dan pengurangan. Skala nominal
tidak memiliki harga nol mutlak. Bilangan-bilangan dalam skala interval
memberikan petunjuk bahwa jarak atau interval antara setiap dua bilangan itu
sama. Sebagai contoh data yang berada pada tingkat interval adalah hasil
pengukuran suhu pada termometer. Bilangan-bilangan pada termometer
memperlihatkan urutan dan kadar suhu yang berinterval sama sehingga dapat
dikatakan bahwa 036 C adalah 06 lebih panas daripada 030 C, sedangkan
012 C adalah 06 lebih dingin daripada 018 C. Mekipun demikian tidak dapat
dikatakan bahwa 036 C adalah tiga kali lebih panas daripada 012 C.
d. Skala Rasio
Skala pengukuran yang tertinggi adalah hasil pengukuran yang berskala rasio.
Skala rasio pada dasarnya adalah skala interval yang memiliki harga nol
mutlak, artinya harga nol pada skala ini menunjukkan bahwa atribut yang
diukur sama sekali tidak terdapat pada objek yang bersangkutan. Data
berskala rasio dapat dikenai keempat operasi hitung (penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian) dan bersifat invariant ketika dikenai
transformasi dengan rumusan cXY = dengan c sebagai suatu bilangan
konstanta. Bilangan-bilangan pada skala menunjukkan besaran sesungguhnya
dari sifat yang diukur. Seandainya terdapat suatu skala rasio untuk berat
badan, maka akan ada kemungkinan untuk mengatakan bahwa seorang siswa
34
yang mempunyai berat 60 kg pada skala tersebut, mempunyai berat yang dua
kali lebih besar daripada siswa yang beratnya 30 kg.
Variabel yang berskala interval dan rasio merupakan variabel kontinu,
sedangkan variabel yang berskala nominal dan ordinal merupakan variabel diskrit.
2. Alat Ukur
Dalam rangka pengumpulan data, pengukuran dilakukan dengan menggunakan
alat ukur atau instrumen. Alat ukur dalam sebuah penelitian harus tepat mengukur
keadaan yang hendak diukurnya. Dalam ilmu alam pengumpulan data tentang suhu
badan dilakukan melalui pengukuran menggunakan termometer yang menjadi alat
ukurnya. Data berat badan dikumpulkan dengan menimbang menggunakan
timbangan, jarak diukur menggunakan mistar, dan sebagainya. Hal yang sama
berlaku dalam ilmu sosial dan pendidikan. Sebuah alat ukur harus tepat mengukur
keadaan yang diukurnya. Misalnya, alat ukur motivasi belajar harus tepat mengukur
motivasi belajar.
Alat ukur yang digunakan dalam pengukuran haruslah telah memiliki aturan
yang baku dan standar. Dalam ilmu alam telah banyak alat ukur yang baku seperti
meteran, timbangan, termometer, arloji dan sebagainya. Dalam penelitian sosial
belum banyak alat ukur yang telah dibakukan. Oleh sebab itu maka peneliti harus
terlebih dahulu membakukan alat ukur yang akan digunakannya untuk pengumpulan
data.
35
Alat ukur sangat berhubungan dengan variabel yang hendak diukur.
Berdasarkan perlu-tidaknya pembakuan alat ukur untuk mengukur, variabel dibagi
menjadi variabel faktual dan variabel konseptual . Variabel faktual adalah variabel
yang terdapat dalam faktanya. Karena bersifat faktual, maka bila terdapat kesalahan
dalam data, kesalahan tidak terletak pada alat ukur tetapi pada responden, misalnya
responden memberikan respon secara tidak jujur. Alat ukur untuk mengukur variabel
faktual tidak perlu dibakukan. Beberapa contoh variabel faktual misalnya jenis
kelamin, agama, pendidikan, usia asal sekolah, pekerjaan, status perkawinan, asal
tempat tinggal, dan sebagainya.
Variabel koseptual adalah variabel yang tidak terlihat dalam fakta tetapi
tersembunyi dalam konsep. Karena tersembunyi dalam konsep, maka kesalahan data
dapat disebabkan oleh kesalahan konsep pada alat ukur yang digunakan. Kesalahan
data variabel kecerdasan, misalnya, kemungkinan disebabkan oleh alat ukur
pengumpulan data kecerdasan yang salah konsep. Untuk memastikan alat ukur tidak
salah konsep, maka sebelum digunakan untuk mengukur variabel konsep, alat ukur
harus dibakukan terlebih dahulu. Beberapa contoh variabel konsep antara lain
motivasi belajar, minat menjadi guru, prestasi belajar, kecerdasan, bakat musik,
konsep diri, dan sebagainya.
Alat ukur juga berhubungan dengan penampilan variabel yang hendak diukur.
Berdasarkan penampilan ketika hendak diukur, variabel dapat digolongkan menjadi
dua yaitu variabel yang menunjukkan performansi maksimal dan yang menunjukkan
performansi tipikal. Variabel maksimal adalah variabel yang dalam pengumpulan
36
datanya responden didorong untuk menunjukkan penampilan maksimalnya. Dari
penampilan maksimal dapat diketahui keberadaan variabel tersebut pada responden.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur performansi maksimal adalah berupa tes.
Beberapa contoh variabel performansi maksimal antara lain kreativitas, bakat,
prestasi belajar, potensi akademik, kemampuan verbal, penguasaan bahasa, Inggris
dan sebagainya. Dalam pengumpulan data variabel maksimal, responden didorong
untuk menunjukkan penampilan maksimal dalam merespon tes, sehingga diketahui
tingkat kreativitasnya, bakatnya, prestasi belajarnya, dan sebagainya. Alat ukur yang
digunakan misalnya tes bakat, tes kreativitas, tes prestasi belajar, tes potensial
akademik, dan sebagainya. Variabel tipikal adalah variabel yang dalam pengumpulan
datanya responden tidak didorong untuk menunjukkan penampilan maksimal, tetapi
lebih didorong untuk malaporkan secara jujur keadaan dirinya dalam variabel yang
diukur. Beberapa contoh variabel tipikal antara lain minat menjadi guru, motivasi
belajar, tipe kepribadian, dan sebagainya. Untuk mengukur variabel-variabel ini,
responden lebih didorong untuk merespon butir-butir pada alat ukur sesuai keadaan,
pengalaman, perasaan, dan pikirannya. Alat ukur yang digunakan untuk
mengumpulkan data variabel tipikal adalah alat ukur notes.
Alat ukur pengumpulan data, baik berupa tes maupun nontes, berdasarkan
pelaksaannya pengukurannya dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu pengamatan,
wawancara, tertulis dan dokumentasi.
Dalam penelitian sosial dan pendidikan, pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan alat ukur atau instrumen. Alat ukur tersebut harus memenuhi syarat
37
diperlakukan sebagaimana yang harus dipenuhi oleh alat ukur baku dalam ilmu alam
seperti mistar, neraca, stopwatch, termometer, dan sebagainya. Terdapat dua syarat
psikometris yang harus dipenuhi oleh sebuah alat ukur yaitu validitas dan reliabilitas.
Validitas adalah kemampuan yang dimiliki oleh sebuah alat ukur untuk
mengukur secara tepat keadaan yang diukur. Sebagai contoh, misalnya, timbangan
adalah alat ukur yang valid untuk mengukur berat, tetapi tidak valid untuk mengukur
jarak. Begitu pula dalam pendidikan, tes prestasi belajar matematika bukan alat ukur
yang valid untuk mengukur sikap terhadap mata pelajaran matematika, sebab tes
prestasi belajar bukan alat ukur yang tepat untuk mengukur sikap terhadap
matapelajaran. Alat ukur juga harus memenuhi syarat reliabilitas. Reliabilitas
berhubungan dengan tingkat kepercayaan alat ukur. Alat ukur dapat dipercaya apabila
memberikan hasil pengukuran yang relatif stabil dan konsisten. Pengukuran terhadap
suatu keadaan yang sama, pada responden yang sama, dan diukur menggunakan alat
ukur yang sama seharusnya menghasilkan data yang sama.
C. Konsep Skor
Performansi subjek, yang diungkap oleh suatu skala pengukuran atau tes
psikologis, dinyatakan dalam bentuk bilangan yang disebut skor (scores). Skor tidak
lain daripada nilai suatu jawaban terhadap pertanyaan dalam tes. Skor ini merupakan
skor perolehan (obtained score atau observed score) yang selanjutnya disebut skor-
tampak dan diberi simbol huruf X.
38
Disamping itu, bagi setiap subjek yang mendapatkan skor tampak X, ada pula
skor lain yang merupakan skor susungguhnya. Skor sesungguhnya merupakan
bilangan performansi yang benar, murni dan tidak pernah dapat diketahui besarnya
oleh karena tidak dapat diungkap secara langsung oleh tes. Skor sesungguhnya (true-
scores) selanjutnya disebut skor-murni dan dilambangkan oleh huruf T. Skor
sesungguhnya merupakan skor harapan teoritik apabila orang sama dikenai tes yang
sama berulangkali dan pengulangan tes dilakukan tidak terbatas banyaknya.
TXE =)( (2.1)
Dalam suatu penelitian besarnya populasi tidak dapat diketahui, sehingga tidak
dapat dihitung besarnya skor murni dalam tes. Oleh karena itu, kita hanya dapat
menduga besarnya skor murni dengan menggunakan rata-rata sampel
nXXXXT n++++
=L321
Dimana nXXXX L,,, 321 adalah skor tampak dalam tes hari 1, 2, ...., n, yang
diperoleh dari subjek yang sama dan dengan tes yang sama dilakukan berulangkali
sampai n hari.
Dalam setiap hasil pengukuran terdapat pula galat (error) yang besarnya bagi
setiap subjek dalam setiap tes juga tidak dapat diketahui. Galat pengukuran ini
disimbolkan dengan huruf E. Dalam teori skor-murni klasik, galat dalam pengukuran
adalah penyimpangan skor-tampak dari skor-murni atau skor harapan teoretik yang
terjadi secara random.
TXE −=
(2.2)
(2.3)
39
Contoh 2.3.1:
Andaikan diperoleh skor tes salah satu mahasiswa Universitas Sanata Dharma,
mengenai pemahaman efektivitas kerja, yaitu sebagai berikut
Tabel 2.1
Skor Tes Efektivitas Kerja
Nomor item Tes hari ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 X
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 11 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 10 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 9 5 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 8 6 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 7 7 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 8 8 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 7 9 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 8 10 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7
Skor tampak pada Andi ditunjukkan dengan X, nilai 1 untuk jawaban benar,
sedangkan nilai 0 untuk jawaban salah. Sebagai contoh skor tampak yang diperoleh
pada tes hari pertama adalah 12. Skor murni dapat diduga dari perhitungan rata-rata
skor tampak
7.810
7878789101112
321
=+++++++++
=
++++=
T
nXXXXT nL
Dengan demikian diperoleh skor murni adalah 8.7, sedangkan galat dalam
pengukuran diperoleh dengan rumus
40
TXE −=
Sebagai contoh galat pengukuran hari ke-9 adalah 1.6
3.07.88 =−=−= TXE
Mengenai hubungan antara skor-tampak, skor-murni dan galat pengukuran,
Allen dan Yen menguraikan berlakunya beberapa asumsi sebagai berikut:
Asumsi 1: ETX +=
Asumsi ini mengatakan bahwa sifat aditif berlaku bagi hubungan antara skor-
tampak, skor-murni, dan galat. X adalah jumlah skor-murni T dan galat E. Besarnya
skor-tampak X akan tergantung antara lain pada besarnya galat pengukuran E,
sedangkan besarnya skor-murni individu pada setiap pengukuran yang sama,
diasumsikan tetap.
Andaikan dapat diketahui skor IQ Budi yang sesungguhnya adalah Tiq=104,
sedangkan pada suatu tes IQ dia memperoleh skor Xiq=110, maka pengukuran yang
dilakukan oleh tes tersebut terhadap Budi mengandung galat sebesar E = +6. Bila
pada kesempatan lain Budi dites kembali dengan tes yang sama dan sekarang
hasilnya ternyata adalah Xiq= 103, maka pada pengukuran mengandung galat
pengukuran yang ke dua sebesar E = -1.
Asumsi 2: ( ) TXE =
Asumsi ini menyatakan bahwa skor-murni T merupakan nilai harapan X
(expected value of X), yaitu ( )XE . Jadi T merupakan harga rata-rata distribusi
41
teoretik skor X apabila orang yang sama dikenai tes yang sama berulangkali dengan
asumsi pengulangan tes itu dilakukan tidak terbatas banyaknya dan setiap
pengulangan tes saling bebas.
Dari ilustrasi di atas, dikatakan bahwa skor-murni IQ Budi sebesar Tiq=104
merupakan rata-rata teoritik atau ( )iqXE dari skor tampak Budi, andai ia dites
berulangkali sampai tak terbatas banyaknya (dengan asumsi tidak ada pengaruh
kelelahan dan hasil tes yang satu tidak saling mempengaruhi dengan hasil lain).
Asumsi 3: 0=etρ
Dalam pengukuran ρ didefinisikan sebagai korelasi populasi dan diduga
dengan r korelasi sampel. Menurut asumsi ini, bagi populasi subjek yang dikenai tes,
distribusi galat pengukuran E dan distribusi skor murni T tidak berkorelasi.
Implikasinya adalah bahwa skor-murni yang tinggi tidak akan mempunyai galat yang
selalu positif atau selalu negatif. Hal yang serupa juga berlaku bagi skor-murni yang
rendah, skor murni yang rendah tiadak akan cenderung mengandung galat yang selalu
positif atau selalu negatif.
Asumsi 4: 021=eeρ
Bila E1 melambangkan galat pada pengukuran atau tes pertama dan E2
melambangkan galat pada tes yang ke dua maka asumsi ini menyatakan bahwa galat
pengukuran pada dua tes yang berbeda yaitu E1 dan E2, tidak berkorelasi satu sama
lain.
42
Seorang subjek yang skornya pada tes pertama mengandung galat besar, tidak
berarti akan mempunyai galat yang besar pula pada tes yang ke dua. Asumsi ini
berlaku dengan pengertian bahwa pada tes yang ke dua tidak terjadi pengaruh
kelelahan, pengaruh latihan, dan semacamnya. Adanya faktor-faktor luar yang secara
sistematik sama mempengaruhi kedua tes akan menyebabkan adanya korelasi antara
galat dari kedua tes yang bersangkutan.
Asumsi 5: 021=teρ
Asumsi ke lima mangatakan bahwa galat pada suatu tes(E1) tidak berkorelasi
dengan skor-murni pada tes lain (T2). Asumsi ini tidak akan bertahan apabila tes yang
ke dua mengukur aspek yang mempengaruhi galat pada pengukuran yang pertama.
Berdasarkan teori skor-murni klasikal, yang dimaksud dengan galat dalam
pengukuran adalah penyimpangan skor-tampak dari skor harapan teoretik yang terjadi
secara random atau terjadi tidak secara sistematik, sedangkan penyimpangan yang
terjadi secara sistematik tidaklah dianggap sebagai sumber galat.
Dalam kaitannya dengan asumsi-asumsi di atas, dirumuskan konsep mengenai
tes yang paralel. Menurut teori ini dua tes disebut paralel apabila skor-murni setiap
subjek adalah sama pada kedua tes tersebut, yaitu TT ′= dan bagi setiap populasi
subjek yang dikenai tes-tes tersebut, variansi galatnya sama besar yaitu 22'ee σσ = .
Batasan tersebut mengandung arti bahwa tes yang paralel akan memiliki mean dan
variansi skor-tampak yang setara serta keduanya memiliki korelasi dengan skor-
43
tampak tes lain yang setara pula. Walaupun demikian, skor-tampak setiap subjek pada
dua tes yang paralel tidak perlu berkorelasi sempurna.
Batasan lain yang dirumuskan oleh teori skor-murni klasikal adalah batasan
mengenai tes yang bersifat essentially τ -equivalent (pada dasarnya memiliki skor-
murni yang setara). Dua tes dikatakan mempunyai sifat essentially τ -equivalent
apabila perbedaan skor-murni pada kedua tes bagi setiap subjek, besarnya selalu
tetap. Jadi, apabila skor-murni pada tes yang pertama besarnya adalah T1 dan skor-
murni pada tes yang ke dua besarnya adalah T2, maka berlaku CTT += 21 , dimana C
merupakan suatu bilangan konstanta.
Dua tes yang bersifat essentially τ -equivalent dapat saja memiliki galat yang
berbeda karena keduanya belum tentu merupakan tes yang paralel, akan tetapi setiap
dua tes yang paralel tentu memenuhi syarat untuk disebut sebagai tes yag bersifat
essentially τ -equivalent.
D. Teori Statistika yang Relevan
Komputasi untuk pengujian validitas memerlukan pemahaman mengenai
beberapa teknik statistika. Beberapa teori statistika yang relevan dalam pengujian
validitas yaitu teori mengenai variansi dan kovariansi, koefisien korelasi, matriks
korelasi dan konsep analisis faktor.
44
1. Variansi dan Kovariansi
Skor-skor dalam suatu distribusi tidak semuanya sama maka ada keragaman
atau variasi skor. Keragaman atau variasi skor ini disebut variabilitas. Semakin besar
variabilitas berarti skor dalam distribusi semakin beranekaragam, sedangkan bila
variabilitas kecil berarti skor-skor dalam distribusi cenderung seragam atau disebut
homogen. Besar kecilnya tiap skor (skor individual) dalam suatu sampel dan besar
kecilnya variabilitas dalam sampel tersebut akan ditandai dengan besar kecilnya jarak
sebaran (range). Ukuran variabilita dihitung berdasakan simpangan skor individual
terhadap rata-rata hitung. Untuk populasi x1,...,xN simpangannya dapat dirumuskan
sebagai berikut
µµµ −−− Nxxx ,,, 21 L
sedangkan untuk sampel x1,...,xn simpangannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
XxXxXx n −−− ,,, 21 L
Penyimpangan dapat bernilai positif atau negatif, tergantung letak skor itu di
atas atau di bawah rata-ratanya dan jumlah dari semua penyimpangannya sama
dengan nol. Untuk mengetahui seberapa besar penyimpangan itu dalam suatu
pengukuran, penyimpangan tersebut biasanya dinyatakan dengan indeks variabilitas
(index of variability). Indeks inilah yang kemudian dikenal sebagai simpangan baku
(standard deviation) dan diberi simbol S. Simbol S merupakan simpangan baku untuk
sampel, sedangkan simbol σ adalah simpangan baku untuk populasi.
45
Definisi 2.4.1
Andaikan Nxxx ,,, 21 K masing-masing adalah data populasi dan µ adalah rata-rata
populasi maka simpangan baku untuk data populasi dapat dirumuskan sebagai
berikut:
( )
N
xN
ii∑
=
−= 1
2µσ
Variansi merupakan ukuran variabilitas dari satu variabel dan diberi simbol 2σ
atau 2S , sedangkan kovariansi adalah ukuran variabilitas bersama skor dari dua
distribusi atau dua variabel, dan diberi simbol 2XYσ atau 2
XYS .
Definisi 2.4.2
Andaikan nxxx ,,, 21 K masing-masing adalah nilai data sampel dan X adalah rata-
ratanya maka variansi untuk data sampel yaitu
( )1
1
2
−
−=∑=
n
XxS
n
ii
46
Definisi 2.4.3
Andaikan Nxxx ,,, 21 K masing-masing adalah data populasi dan µ adalah rata-rata
populasi maka variansi untuk data populasi dapat dirumuskan sebagai berikut:
( )
N
xN
ii∑
=
−= 1
2
2µ
σ
Definisi 2.4.4
Andaikan nxxx ,,, 21 K masing-masing adalah nilai data sampel dan X adalah rata-
ratanya maka variansi untuk data sampel yaitu
( )1
1
2
2
−
−=∑=
n
XxS
n
ii
Definisi 2.4.5
Andaikan X variabel acak dengan distribusi peluang f(x) dan mean µ , maka variansi
X didefinisikan sebagai nilai harapan dari ( )2µ−X , yaitu
var X = ( )[ ]2µ−XE
dimana )(XE=µ
variansi suatu variabel sering dilambangkan dengan 2σ (baca = sigma kuadrat)
47
Definisi 2.4.6
Andaikan terdapat dua buah variabel acak yaitu X dan Y dengan distribusi peluang
bersama f(x,y), dan masing-masing mempunyai mean Xµ dan Yµ , maka kovariansi X
dan Y didefinisikan sebagai nilai harapan dari ( )( )YX YX µµ −− , yaitu
( )( )][ YX YXEYX µµ −−=),cov(
dimana )(XEX =µ dan )(YEY =µ
Teorema 2.4.1
Jika X dan Y adalah variabel acak dengan a dan b suatu konstanta, maka
1. ( ) ( )XbbXa varvar 2=+
2. ( ) ( ) ( )YXabYbXabYaX ,cov2)var(varvar 22 ++=+
Bukti:
Akan dibuktikan hanya untuk X dan Y diskret
1. Menurut definisi
( ) ( )[ ]{ }2var bXabXaEbXa +−+=+ µ
Untuk membuktikan teorema tersebut terlebih dahulu dicari mean dari bXa +
yaitu:
( )( ) ( )xfbxa
bXaE
x
bXa
∑ +=
+=+µ
48
( ) ( )
( )
( ) ( )[ ]( )[ ]{ }( )[ ]
)var(
var
2
22
2
2
XbXEb
XbE
babXaEbXa
baXbEa
xbfxafx x
=
−=
−=
−−+=+
+=+=
+= ∑ ∑
µ
µ
µ
µ
2. Menurut definisi
( ) ( )[ ]( ) ( )[ ]{ }( ) ( )[ ]{ }( )[ ] ( )[ ] ( )( )[ ]
),cov(2)var()var(
2
var
22
2222
2
2
2
YXabYbXa
YXabEYEbXEa
YbXaE
babYaXE
bYaXEbYaX
yxyx
yx
yx
bYaX
++=
−−+−+−=
−+−=
+−+=
−+=+ +
µµµµ
µµ
µµ
µ
Teorema 2.4.2
Misalkan X1,...,Xm dan Y1,...,Ym adalah variabel acak dengan ( ) iiXE µ= dan
( ) jj vYE = . Didefinisikan ∑=
=m
iii XaU
11 dan ∑
=
=m
ijjYbU
12 dengan konstanta a1,...,am,
b1,...,bn. Maka
∑∑= =
=m
i
m
jjiji YXbaUU
1 121 ),cov(),cov( .
Bukti
= ∑ ∑
= =
m
i
m
jjjii YbXaUU
1 121 ,cov),cov(
49
[ ]
∑∑
∑∑
∑∑
∑∑
∑∑∑∑
∑∑∑∑
∑ ∑∑ ∑
= =
= =
= =
==
====
====
= == −
=
−−=
−−=
−
−=
−
−=
−
−=
−
−=
m
i
m
jjiji
m
i
m
jjjiiji
jj
m
i
m
jiiji
m
jjjj
m
iiii
m
jjj
m
jjj
m
iii
m
iii
m
jjj
m
jjj
m
iii
m
iii
m
j
m
jjjjj
m
i
m
iiiii
YXba
vYXEba
vYXbaE
vYbXaE
vbYbaXaE
YEbYbXEaXaE
YbEYbXaEXaE
1 1
1 1
1 1
11
1111
1111
1 11 1
),cov(
))((
)()(
)()(
)()(
µ
µ
µ
µ
Dalam sebagian penerapan prosedur statistik, parameter 2σ tidak diketahui. Oleh
karena itu, nilai 2σ diduga dengan 2S . Nilai dugaan tersebut harus dihitung yang
secara rata-rata menghasilkan parameter populasi 2σ sehingga diperoleh nilai dugaan
yang baik. Statistik yang secara rata-rata menduga parameter sebenarnya dikatakan
bersifat tak bias.
Teorema 2.4.3
2S disebut penduga tak bias bagi 2σ bila 22 )( σ=SE .
50
Bukti
Akan dibuktikan bahwa 22 )( σ=SE
( )1
1
2
2
−
−=∑=
n
XxS
n
ii
( ) ( )∑ ∑ ∑∑∑
+−=
+−=−22
222
22
2
XXxx
XXxxXx
ii
iii
( )
∑∑∑ ∑∑
−=
+−=
+−=−
22
222
222
2
2
Xnx
XnXnx
XnxXxXx
i
i
iii
Jadi nilai harapan untuk ( )2∑ − Xxi adalah
( )[ ] [ ]( ) ( )22
222
XnExE
XnxEXxE
i
ii
−=
−=−
∑∑∑
Telah diketahui bahwa
22
22
22
)()()()(
µσ
µ
µ
+=
+=
−=
XVarXEXEXVar
dan
22 )()( µ−= XEXVar
22
22 )()(
µσ
µ
+=
+=
n
XVarXE
Sehingga
51
( )[ ] ( ) ( )
( )[ ] ( )
( )[ ] ( )( )[ ]( )[ ]( )[ ] ( )
( )( )
22
22
22
222
22222
22222
22
222
222
)(
1
1
σ
σ
σ
σσ
µσµσ
µσµσ
µσµσ
=
=
−
−
−=−
−=−
−−+=−
−−+=−
+
−+=−
−=−
∑∑∑∑
∑∑
∑∑
∑∑
SE
nXx
E
nXxE
nXxE
nnnXxE
nXxE
nnXxE
XnExEXxE
i
i
i
i
i
i
ii
Terbukti bahwa 22 )( σ=SE , jadi 2S merupakan penduga tak bias bagi 2σ .
Definisi 2.4.7
Andaikan nxxx ,,, 21 K masing-masing adalah nilai data sampel I dan nyyy ,,, 21 K
masing-masing adalah nilai data sampel II sedangkan X adalah rata-rata untuk
sampel I dan Y adalah rata-rata untuk sampel II maka kovariansi untuk data sampel
dapat dirumuskan sebagai berikut:
( )( )1
12
−
−−=∑=
n
YyXxS
n
iii
XY
52
2. Koefisien Korelasi
Apabila setiap individu dalam suatu kelompok mempunyai skor masing-masing
pada dua variabel maka skor pada kedua variabel itu dapat diketahui korelasinya.
Analisis korelasi mencoba mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel tersebut
melalui bilangan yang disebut koefisien korelasi.
Koefisien korelasi sangat membantu untuk memahami korelasi pada analisis
faktor yang digunakan dalam pengujian validitas faktorial. Input dari analisis faktor
adalah matriks korelasi yang memuat koefisien korelasi variabel.
Koefisien korelasi linear didefinisikan sebagai ukuran hubungan linear antara
dua variabel acak X dan Y, dan dilambangkan r. Jadi r mengukur sejauh mana titik-
titik menggerombol di sekitar sebuah garis lurus. Oleh karena itu, dengan membuat
suatu diagram pencar bagi n pengamatan ( ){ }niyx ii ,,2,1;, L= dalam sampel acak
(Gambar 2.6), dapat ditarik kesimpulan tertentu mengenai r. Bila titik-titik
menggerobol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif, maka ada
korelasi positif yang tinggi antara kedua variabel acak tersebut. Bila titik-titik
menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan negatif, maka antara
kedua variabel itu terdapat korelasi negatif yang tinggi. Korelasi antar kedua variabel
acak tersebut akan semakin menurun secara numerik dengan semakin memencarnya
atau semakin menjauhnya titik-titik dari suatu garis lurus. Bila titik-titiknya
mengikuti suatu pola yang acak dengan kata lain tidak ada pola, seperti dalam gambar
53
2.6.c, maka antara kedua variabel tersebut mempunyai korelasi nol, dan disimpulkan
tidak ada hubungan linear antara X dan Y .
Karena koefisien korelasi antara dua variabel adalah suatu tingkat keeratan
hubungan linear antara kedua variabel tersebut, maka jika nilai r = 0, berarti tidak ada
hubungan linear (bukan berarti bahwa antara kedua variabel tersebut pasti tidak
terdapat hubungan). Jadi jika antara X dan Y terdapat suatu hubungan kuadratik
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6.d, diperoleh korelasi nol meskipun jelas ada
hubungan tak linear antara kedua variabel tersebut.
Gambar 2.6 Diagram Pencar Menunjukkan Derajad Korelasi
Uji hubungan dengan teknik statistik korelasi dapat dilakukan terhadap
bermacam data, baik data yang berskala interval, ordinal, maupun nominal. Korelasi
yang dipergunakan untuk uji hubungan antar sesama data interval adalah korelasi
54
product-moment Pearson. Jika yang dikorelasikan adalah antara data yang berskala
ordinal, teknik korelasi yang dipakai adalah korelasi peringkat (rank-order
correlation). Jika yang dikorelasikan adalah antara data berskala interval dengan
berskala nominal, teknik korelasi yang dipakai adalah korelasi point-biserial (point-
biserial correlation). Ukuran korelasi linear antara dua variabel yang paling banyak
digunakan adalah koefisien korelasi product-moment Pearson atau korelasi sampel.
Oleh sebab itu dalam skripsi ini hanya akan digunakan teknik korelasi product-
moment Pearson.
Definisi 2.4.8
Ukuran keeratan hubungan linear antara dua variabel X dan Y diduga dengan
koefisien korelasi sampel r, didefinisikan sebagai
)()(),(
2
1
2
1
2
1
2
1
110
YVarXVarYXCov
yynxxn
yxyxnr
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
iii
XY
=
−
−
−
=
∑∑∑∑
∑∑∑
====
===
Nilai r adalah -1 sampai +1. Tanda (-) menyatakan korelasi negatif sedangkan tanda
(+) menyatakan korelasi positif. Hubungan linear sempurna terdapat antara nilai-nilai
X dan Y dalam sampel, bila r = +1 atau r = -1.
Jika dalam korelasi-korelasi tersebut terdapat variabel yang dikontrol, korelasi
tersebut dinyatakan sebagai korelasi yang menempati jenjang yang lebih tinggi, yaitu
(2.4)
55
yang dikenal sebagai korelasi jenjang pertama, jenjang kedua, jenjang ketiga, dan
seterusnya tergantung banyaknya variabel yang dikontrol. Korelasi jenjang pertama
menunjukkan bahwa dalam sebuah korelasi antara dua variabel dikontrol oleh satu
variabel yang lain. Korelasi jenjang kedua menunjukkan bahwa dalam sebuah
korelasi antara dua variabel dikontrol oleh dua variabel lain. Korelasi yang dilakukan
dengan pengontrolan terhadap variabel-variabel yang lain secara berjenjang dikenal
sebagai korelasi parsial.
Definisi 2.4.9
Apabila variabel Y berkorelasi dengan 1X dan 2X , maka koefisien korelasi antara Y
dan 1X ( 2X konstan), antara Y dan 2X ( 1X konstan), dan antara 1X dan 2X (Y
konstan) disebut koefisien korelasi parsial jenjang pertama , dengan rumus sebagai
berikut:
212
22
12212.1
11 rrrrrr
Y
YYY
−−
−=
(Koefisien korelasi parsial 1X dan Y, jika 2X konstan, atau korelasi antara variabel Y
(kriterium) dengan variabel 2X (prediktor) dan 1X sebagai variabel kontrol )
212
21
12121.2
11 rr
rrrrY
YYY
−−
−=
(Koefisien korelasi parsial 2X dan Y, jika 1X konstan, atau korelasi antara variabel Y
(kriterium) dengan variabel 1X (prediktor) dan 2X sebagai variabel kontrol )
56
22
21
2112.12
11 YY
YYY
rr
rrrr−−
−=
(Koefisien korelasi parsial 1X dan 2X , jika Y konstan)
Definisi 2.4.10
Korelasi parsial jenjang kedua antara variabel kriterium dengan variabel-variabel
prediktor dengan dikontrol oleh dua variabel prediktor adalah sebagai berikut:
)1)(1
))((2
232
213
2321321231
−−
−−−−
−−
−=
Y
YYY
rr
rrrr
(korelasi antara variabel kriterium (Y) dengan variabel prediktor 1X dengan dikontrol
oleh variabel prediktor 2X dan 3X )
)1)(1
))((2
132
123
1231312132
−−
−−−−
−−
−=
Y
YYY
rr
rrrr
(korelasi antara variabel kriterium (Y) dengan variabel prediktor 2X dengan dikontrol
oleh variabel prediktor 1X dan 3X )
)1)(1
))((2
122
132
1213213231
−−
−−−−
−−
−=
Y
YYY
rr
rrrr
(korelasi antara variabel kriterium (Y) dengan variabel prediktor 3X dengan dikontrol
oleh variabel prediktor 1X dan 2X )
57
Adakalanya ingin diketahui bagaimana korelasi antara lebih dari satu variabel
prediktor dengan kriterium. Misalnya, korelasi antara dua variabel prediktor
pengetahuan kesastraan 1X , pengetahuan kosakata 2X secara bersamaan terhadap
variabel kriterium kemampuan apresiasi sastra dan variabel sikap terhadap sastra
3X . Korelasi yang demikian disebut korelasi ganda.
Definisi 2.4.11
Rumus koefisien korelasi ganda adalah sebagai berikut:
12−YR : Korelasi ganda antara variabel kriterium (Y) dan dua variabel prediktor 1X
dan 2X .
Seringkali, dalam berbagai macam tes, skor terhadap jawaban setiap soal atau
item hanya terdiri atas bilangan 1 dan bilangan 0. Bilangan seperti itu sama saja
dengan kategori benar atau salah (dikotomi). Dalam kasus yang salah satu
variabelnya hanya terdiri atas dua macam, yaitu 1 dan 0, perhitungan koefisien
korelasinya dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi point-biserial atau
koefisien korelasi biserial.
212
12212
22
112 1
))()((2r
rrrrrR YYYYY −
−+=−
58
Definisi 2.4.12
Rumusan koefisien korelasi point-biserial adalah sebagai berikut
( )pq
sXX
r qppbi
−=
pbir : koefisien korelasi poin biserial yang dicari
pX : rata-rata hitung data interval yang berkategori dikotomi 1
qX : rata-rata hitung data interval yang berkategori dikotomi 0
s : simpangan baku dari keseluruhan data interval
p : proporsi kasus berkategori dikotomi 1
q : proporsi kasus berkategori dikotomi 0
Untuk menguji signifikansi besarnya koefisien korelasi pbir , dipergunakan tabel
nilai-nilai kritis t. Oleh sebab itu koefisien pbir dikonversikan terlebih dahulu menjadi
nilai t dengan mempergunakan rumus berikut:
pbipbi r
nrt−−
=1
2
Korelasi peringkat (rank) dipergunakan untuk mengkorelasikan antara dua
kelompok data yang menunjukkan urutan peringkat, atau merupakan data yang
berskala ordinal. Terdapat dua macam rumus korelasi peringkat, yaitu rumus yang
dikemukakan Spearman dengan nama korelasi Rank Spearman (Spearman Rank
59
Order Corelation), diberi simbol Sr dan korelasi Rank Kendall (Kendall Rank Order
Corelation), diberi simbol Kr
Definisi 2.4.13
Rumus koefisien korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut:
)1(6
1 2
2
−−= ∑
nnd
r iS
Sr : koefisien korelasi Rank Spearman
id : selisih rangking dari pasangan ke-i
n : banyaknya pasangan rangking
Definisi 2.4.14
Rumus koefisien korelasi Rank Kendall adalah sebagai berikut:
2)1( −
−=
nnQPrK
Kr : koefisien korelasi Rank Kendall
P : jumlah bilangan peringkat yang lebih tinggi
Q : jumlah bilangan peringkat yang lebih rendah
n : banyaknya pasangan rangking
60
3. Matriks Korelasi
Pembahasan tentang matriks korelasi akan mempermudah dalam mempelajari
pengujian validitas konstruk, karena validitas multitrait-multimethod dan validitas
faktorial selalu diawali dengan matriks korelasi yang merupakan input data yang akan
dianalisis.
Matriks korelasi adalah suatu matriks simetri yang elemen-elemennya terdiri dari
koefisien-koefisien korelasi antar variabel. Misalnya bila k variabel X1, X2, ... , Xk
maka matriks korelasi antar variabel didefinisikan sebagai
R =
=
1
11
21
221
112
21
22221
11211
L
MMM
L
L
L
MMM
L
L
kk
k
k
kkkk
k
k
rr
rrrr
rrr
rrrrrr
Dimana ijr adalah korelasi antara Xi dan Xj.
Dapat ditunjukkan bahwa koefisien korelasi antara suatu variabel dengan
dirinya sendiri selalu bernilai satu dengan kata lain iir = 1
22
11
2
2
11
2
2
11
22
11
2
111
−
−
=
−
−
−
=
∑∑
∑∑
∑∑∑∑
∑∑∑
==
==
====
===
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
iii
ii
xxn
xxn
xxnxxn
xxxxnr
61
12
11
2
2
11
2
=
−
−
=
∑∑
∑∑
==
==
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
xxn
xxn
4. Representasi Geometris dari Koefisien Korelasi
Pembahasan representasi geometris dan koefisien korelasi merupakan landasan
teori untuk perhitungan analisis faktor. Jika setiap variabel yang berkorelasi
digambarkan dengan vektor (V) maka korelasi antara dua variabel dapat ditunjukkan
dengan perkalian panjang antara dua vektor Vj dan Vk dan cosinus dari sudut ( )φ
antara kedua variabel tersebut, yaitu:
jkkjjk VVr φcos=
Sebagai ilustrasi perhatikan gambar Gambar 2.7
Gambar 2.7 Representasi Vektorial suatu Koefisien Korelasi
(a) (c) (d) (b)
k
j
j
k jk k
j
090 045 0120
(2.5)
62
Dari gambar 2.7 a tampak bahwa sudut antara kedua vektor j dan k adalah 090 ,
maka dapat dinyatakan bahwa r sama dengan nol karena cosinus 090 adalah 0.0.
Seperti pada gambar 2.7 b, jika sudut yang terbentuk antara kedua vektor adalah
045 , maka r sama dengan 0.707.
Jika terdapat 2 vektor berimpit (seperti pada gambar 2.7 c) maka r dari kedua
vektor tersebut adalah 1.0 karena sudut yang terbentuk antara kedua vektor tersebut
tidak tampak atau nol. Dengan kata lain vektor dapat disajikan melalui satu vektor
kolinear satu sama lain.
Dari gambar 2.7. a, b, c dapat disimpulkan bahwa sebarang r yang bernilai 0
dan 0+ dapat disajikan melalui dua vektor satuan dengan sudut antara kedua vektor
sebesar 00 dan 090 .
Untuk r antara 0 dan -1.0 dapat disajikan melalui dua vektor satuan dimana sudut
antara kedua vektor tersebut adalah antara 090 dan 0180 . Seperti pada gambar 1d,
sudut yang terbentuk antara kedua vektor adalah 0120 , maka r dari kedua vektor
tersebut adalah -0.50 karena cosinus 0120 adalah -0.50.
5. Regresi Berganda
Tujuan pembahasan regresi berganda dalam skripsi ini adalah untuk
mempermudah dalam mempelajari skor faktor dalam analisis faktor. Analisis faktor
merupakan dasar teori dari perhitungan validitas faktorial yang akan dibahas lebih
mendalam di bab ini.
63
Pada umumnya persoalan penelitian yang menggunakan analisis regresi
memerlukan lebih dari satu variabel bebas dalam model regresi. Jadi andaikan
terdapat variabel tak bebas Y dan variabel bebas kXXX ,,, 21 K maka diperlukan
model regresi berganda untuk menduga variabel tak bebas tersebut berdasarkan
hasil pengukuran variabel bebas tersebut. Sebagai ilustrasi misalnya akan diduga
kecepatan angin sebagai fungsi dari ketinggian tempat di atas muka bumi, suhu dan
tekanan. Pendugaan peramalan dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur
kuadrat terkecil terhadap data hasil pengukuran ketinggian tempat, suhu, dan tekanan,
untuk menghitung koefisien regresinya.
Sampel acak berukuran n berupa pasangan pengamatan X dan Y dapat ditulikan
sebagai ( ){ }niyxx iii ,,2,1,,,, 21 KK = . Nilai yi adalah nilai yamg berasal dari suatu
variabel acak Yi. Dalam hal ini, mean kxxxY ,,,| 21 K diberikan oleh model regresi
linear berganda
kkk xxxxx βββµγ +++= KK 11021 ,,,|
dimana kβββ K,, 10 adalah parameter yang harus diduga dari data. Dengan
melambangkan nilai dugaannya dengan kbbb K,, 10 maka persamaan regresi
sampelnya dapat ditulis dalam bentuk
kk xbxbxbby +++= K22110ˆ
Dan setiap pengamatan memenuhi hubungan
ikki exbxbxbby ++++= K22110
(2.6)
(2.7)
(2.8)
64
Dimana ei adalah penduga galat.
Nilai dugaan kuadrat terkecil kbbb K,, 10 dapat diperoleh dengan
meminimumkan bentuk Jumlah Kuadrat Galat (JKG), yaitu
∑∑==
+−−−==n
ikikiii
n
ii xbxbxbbyeJKG
1
222110
1
2 )( K
Jika JKG diturunkan berturut-turut terhadap kbbb K,, 10 , dan kemudian disamakan
dengan nol, maka diperoleh ( )1+k persamaan yaitu
∑∑∑∑∑
∑∑∑∑∑
∑∑∑∑
=====
=====
====
=++++
=++++
=++++
n
iiki
n
ikik
n
iiki
n
iiki
n
iki
n
iii
n
ikiik
n
iii
n
ii
n
ii
n
ii
n
ikik
n
ii
n
ii
yxxbxxbxxbxb
yxxxbxxbxbxb
yxbxbxbnb
11
2
122
111
10
11
11
1212
1
211
110
11122
1110
K
MMMMM
K
K
6. Konsep Analisis Faktor
Analisis faktor adalah salah satu metode statistika multivariat untuk
menganalisis suatu interkorelasi variabel pengamatan yang jumlahnya cukup banyak
dengan tujuan menentukan apakah variansi yang disajikan dapat dihitung secara
memadai melalui variabel yang lebih sedikit jumlahnya, yaitu faktor yang dapat
memberikan informasi maksimum. Melalui analisis faktor dapat diidentifikasi bagian
dari struktur variabel serta dapat ditentukan besarnya variansi setiap variabel yang
diterangkan oleh bagian dari struktur tersebut. Variabel yang berjumlah sangat
(2.9)
(2.10)
65
banyak dapat diterangkan hanya oleh variabel baru yang berjumlah lebih sedikit
namun dapat menerangkan variabel-variabel asli tersebut.
Dalam berbagai aplikasi Analisis faktor, variabel-variabel yang digunakan
merupakan tes psikologi. Contoh-contoh berikut menggambarkan analisis faktor
dalam mereduksi variabel baru berupa faktor-faktor.
Contoh 2.4.1
Andaikan terdapat 14 variabel asli teramati yaitu 1421 ,,, XXX K . Setelah dianalisis
melalui analisis faktor, variabel-variabel asli tersebut jumlahnya menjadi 4 variabel
baru atau 4 faktor. Variabel 10753 ,,, XXXX mengelompok menjadi satu pada faktor
I. Variabel 21 , XX mengelompok menjadi satu pada faktor II yang terpisah dari faktor
pertama, variabel 14134 ,, XXX mengelompok pada faktor III dan sisanya
mengelompok pada faktor IV
66
a. Model Analisis Faktor
Telah dijelaskan bahwa analisis faktor mereduksi variabel asli menjadi variabel
baru yang jumlahnya lebih sedikit yang disebut faktor. Faktor-faktor tersebut terbagi
menjadi dua bagian yakni faktor yang tak tampak atau faktor umum (common factor)
dan faktor unik (unique factor). Faktor umum memuat faktor-faktor sekutu yaitu
faktor-faktor yang dimiliki oleh semua variabel asli. Sedangkan faktor unik
merupakan faktor yang hanya dimiliki oleh variabel asli yang bersangkutan.
Dalam analisis faktor, semua variabel asli teramati X1, X2, .... , Xn dinyatakan
dalam bentuk standar Z dengan mean 0 dan variansi 1 melalui transformasi:
X11 X14 X2 X3 X7 X10
X12 X13 X5 X9 X4 X6
X1
X8
X3
X5
X7
X1 X2 X13 X4
X14
X6 X9
X12 X11 X8
faktor I faktor II faktor III faktor IV
Empat belas variabel asli
Gambar 2.8 Empat belas Variabel Asli Direduksi Menjadi Empat Faktor
X10
67
Mean dari Z adalah 0, karena
0)(1
))((1
)(1)(
=−=
−=
−=
µµσ
µσ
µσ
XE
XEZE
Sedangkan variansi Z adalah 1, yaitu
( ) ( ) 12
2
/2
/22 ==== −
σσσσσ σσµ xxz
Transformasi sering dilakukan untuk skor atau nilai variabel yang bersifat acak.
Karena data asli pada analisis faktor berupa skor-skor, maka variabel-variabel dalam
analisis faktor dinyatakan dalam bentuk standar dengan melakukan standarisasi skor.
Dalam skripsi ini akan digunakan model teori Thurstone yang dikenal dengan
model teori faktor berganda (multiple factor theory). Model teori faktor berganda
dapat digunakan untuk sebarang jumlah faktor umum, jadi tidak hanya untuk model
satu faktor umum. Untuk memahami model analisis faktor akan dibahas model satu
faktor umum sampai n faktor umum.
1) Model Satu Faktor Umum
Andaikan terdapat variabel asli teramati X1 dan X2. Diasumsikan bahwa kedua
variabel tersebut telah ditransformasikan dalam bentuk standar Z1 dan Z2. Kedua
σµ−
=XZ (2.11)
68
variabel tersebut dipengaruhi oleh faktor umum atau faktor tak tampak yang
dinotasikan dengan F, selain itu masing-masing variabel dipengaruhi oleh faktor unik
yang dinotasikan dengan U1 dan U2. Kedua variabel tersebut dapat disajikan dalam
bentuk aljabar dengan persaman berikut:
dimana Zj (j = 1, 2) menyatakan skor standar (standard score) pada variabel ke-j
yang merupakan fungsi satu faktor umum F dan faktor unik pada variabel ke-j yaitu
Uj, aj merupakan beban faktor (factor loading) pada faktor umum, dan dj beban
faktor (factor loading) pada faktor unik atau sering disebut sebagai ketunggalan
(uniqueness) variabel ke-j.
Beban faktor menyatakan korelasi antara setiap variabel dengan faktor yang
menunjukkan derajad korespondensi antara variabel dan faktor. Karena beban faktor
merupakan korelasi setiap variabel dan faktor, maka cakupan nilainya adalah antara -
1.0 sampai +1.0 seperti halnya koefisien korelasi. Beban faktor mempunyai arti
dalam menginterpretasikan setiap variabel. Dengan beban yang besar menjadikan
variabel terwakili oleh faktor. Contoh berikut akan menggambarkan model analisis
faktor dengan satu faktor umum.
Contoh 2.4.2
Andaikan diperoleh skor tes bakat pada siswa kelas VII, yaitu sebagai berikut: tes
kosakata (V= vocabulary), membaca (R= reading), padan kata(S= synonyms),
2222
1111
UdFaZUdFaZ
+=+= (2.12)
69
statistika (ST= statistics), aritmatika (AT = arithmetic), dan geometri (G=
geometry). Kemudian diasumsikan bahwa tingkat kemampuan siswa pada tes tersebut
dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan umum siswa (general inteligence level) yang
dinotasikan dengan I. Selain itu dihipotesiskan bahwa kecerdasan siswa pada masing-
masing tes dinotasikan Aj (j = v, r, s, st, a, g) dapat berbeda-beda yakni setiap siswa
dapat memiliki kecerdasan yang lebih tinggi misalnya tes kosakata daripada
aritmatika. Oleh sebab itu, dapat diasumsikan bahwa keberhasilan siswa untuk
sebarang tes yang diberikan merupakan fungsi dari:
1. Tingkat kecerdasan umum siswa dan
2. kecerdasan siswa pada khusus tes tertentu yang diberikan
Andaikan skor tes-tes di atas disajikan melalui persamaan berikut:
gstr
atsv
AIGAISTAIRAIATAISAIV
+=+=+=+=+=+=
65.050.060.090.070.080.0
Dari persamaan, tampak bahwa tingkat kecerdasan umum I menyatakan faktor
umum, sedangkan tingkat kecerdasan khusus Aj menyatakan faktor unik. Koefisien
(0.80, 0.60, 0.70, 0.50, 0.90, 0.65) menyatakan beban faktor. Dapat diamati pula
bahwa kemampuan siswa pada sebarang tes yang diberikan, merupakan fungsi linear
dari tingkat kecerdasan umum siswa pada khusus bakat tertentu. Misalnya tes
kemampuan siswa pada tes statistika merupakan fungsi linear dari tingkat kecerdasan
umum siswa pada khusus bakat statistika Ast.
Hubungan antara keberhasilan siswa dan tingkat kecerdasan umum siswa dapat
dilihat dalam gambar di bawah ini. Untuk sebarang tes ke-j yang diberikan, tanda
(2.13)
70
panah dari I dan Aj pada tes menunjukkan bahwa nilai dari tes tersebut merupakan
fungsi dari I dan Aj dan tes-tes tersebut merupakan variabel teramati dan biasanya
dinamakan indikator(indicator) untuk I.
Gambar 2.9 Model Satu Faktor Umum
Asumsi-asumsi
Dalam analisis faktor, semua variabel, faktor umum dan faktor unik dinyatakan dalam
bentuk standar, sehingga dapat diasumsikan bahwa
1. Mean suatu variabel, faktor umum, serta faktor unik adalah nol
2. Variansi suatu variabel, faktor umum, serta faktor unik adalah satu
3. Faktor unik tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri maupun dengan faktor
umum, yaitu cov (F, Ui) = 0 dan cov (Ui, Uj) = 0
Berdasarkan asumsi di atas dan persamaan 1 maka diperoleh sifat-sifat berikut:
Kecerdasan Umum I
ST S AT G V R
Ast Av As Ar Aat Ag
0.80 0.60 0.70 0.50 0.90 0.65
71
Sifat 2.4.1 :
Variansi 21
211 daZ +=
Bukti
( ) ( )[ ]( )[ ]( )[ ]
21
21
2111
21
12
11112
1
21
21111
221
2111
21
211
1.0.21.
var)cov(2var
)()(2)(
var1
da
ddaa
UdFUdaFa
UEdFUEdaFEa
UdFaE
ZE
ZEZ Z
+=
++=
++=
++=
+=
=
−= µ
Karena Zj merupakan bentuk standar dari variabel maka,
( ) 1var 21
211 =+= daZ
Sifat 2.4.2
Kovariansi atau korelasi antara Z1 dan F sama dengan a1
Bukti
( )( )[ ]( )[ ]( )[ ]
1
11
111
112
1
111
1
11
0.1.)cov(var
)()(
)cov(1
ada
FUdFaFUEdFEa
UdFaFEFZE
ZFEFZ ZF
=+=
+=+=
+==
−−= µµ
72
Sifat 2.4.3
Kovariansi atau korelasi antara Z1 dan Z2 sama dengan a1a2
Bukti:
( )( )[ ]( )[ ]( )( )[ ]
21
21122121
212111222121
21211122212
21
222111
21
2121
0.0.0.1.)cov()cov()cov(var
)()()()(
)cov(21
aadddadaaa
UUddFUdaFUdaFaaUUEddFUEdaFUEdaFEaa
UdFaUdFaEZZE
ZZEZZ ZZ
=+++=
+++=+++=
++==
−−= µµ
Berdasarkan sifat 2.4.1, 2.4.2 dan 2.4.3 serta persamaan 2.13 maka dapat diuraikan
bahwa:
1. Variansi total (total variance) sebarang variabel dapat dikelompokkan ke dalam
dua komponen:
a. Variansi pada faktor umum I diberikan oleh kuadrat beban faktor. Variansi
pada faktor umum tersebut dinamakan variabel umum (common variance)
atau sering disebut sebagai komunalitas variabel (communality) yang
dinotasikan 2jh .
b. Variansi pada faktor unik Aj merupakan variansi suatu variabel dikurangi
komunalitas. Variansi ini disebut variansi unik (unique variance) karena
unik pada variabel tertentu.
Contoh:
73
Variansi umum untuk variabel S adalah 490.070.0 2 =
Untuk setiap variabel yang telah distandarkan variansinya sama dengan 1.
Sehingga, variansi unik untuk variabel S adalah
1.00 - 0.490 = 0.510.
2. Korelasi sederhana antara sebarang variabel dan faktor umum I sama dengan
beban faktor umum yaitu 0.80, 0.60, 0.70, 0.50, 0.90, 0.65
3. Korelasi antara sebarang dua variabel merupakan perkalian beban faktor umum
pada kedua variabel tersebut.
Faktor umum yang merupakan faktor tidak tampak dapat dihitung melalui
matriks korelasi. Jadi jika diberikan matriks korelasi antar variabel, maka tujuan
analisis faktor adalah untuk:
1. Menentukan beban faktor, komunalitas, dan variansi unik, dan
2. Mengidentifikasi faktor umum yang bertanggung jawab pada korelasi antar
variabel.
Tabel 2.2
Matriks Korelasi
Variabel 1 2 3 4 5 6 1. Kosakata 1.000 0.56 0.72 0.48 0.40 0.52 2. Membaca 0.56 1.000 0.63 0.42 0.35 0.46 3. Padan kata 0.72 0.63 1.000 0.54 0.45 0.35 4. Statistika 0.48 0.42 0.54 1.000 0.30 0.39 5. Aritmatika 0.40 0.35 0.45 0.30 1.000 0.33 6. Geometri 0.52 0.46 0.35 0.39 0.33 1.000
74
Tabel 2.3
Matriks Korelasi
Variabel Beban Faktor I
Komunalitas Variansi Unik Aj
1. Kosakata 0.800 0.640 0.360 2. Membaca 0.700 0.490 0.510 3. Padan kata 0.900 0.810 0.190 4. Statistika 0.600 0.360 0.640 5. Aritmatika 0.500 0.250 0.750 6. Geometri 0.650 0.423 0.577 Total 2.973 3.027
2) Model m Faktor Umum
Konsep tentang model analisis faktor dapat diperluas dengan m faktor umum.
Jika terdapat n variabel teramati, yaitu nXXX L,, 21 yang sudah ditransformasikan
dalam bentuk standar nZZZ L,, 21 di mana semua variabel dipengaruhi oleh m faktor
umum yaitu nFFF L,, 21 dan faktor unik nUUU L,, 21 . Maka model persamaannya
dapat disajikan sebagai berikut:
nnmnmnn
mm
mm
UdFaFaFaZ
UdFaFaFaZUdFaFaFaZ
++++=
++++=++++=
K
M
K
K
22111
2222221211
1112121111
Dimana jZ adalah skor standar variabel ke-j (j = 1, 2, . . ., n) yang merupakan
fungsi m faktor umum kF (k = 1, 2, . . ., m), dan faktor unik jU (j = 1, 2, . . ., n),
sedangkan ajk adalah beban faktor jZ pada faktor umum kF dan jd merupakan
beban faktor jZ pada faktor unik jU .
(2.14)
75
Susunan persamaan 2.14 dinamakan pola faktor. Cara penulisan pola faktor
dalam bentuk tabel matriks adalah dengan menempatkan beban-beban faktor sebagai
entri pada tabel yang bersesuaian dengan jumlah faktor dan variabel seperti terlihat
pada tabel 2.4. Faktor diletakkan sesuai dengan urutan faktor misalnya faktor 1
diletakkan terlebih dahulu dari faktor II. Nilai 2jh menyatakan komunalitas yang
merupakan jumlah dari kuadrat beban faktor umum.
Tabel 2.4 merupakan salah satu hasil akhir dari analisis faktor dan sering
disebut matriks faktor yaitu suatu tabel koefisien yang mengungkapkan relasi-relasi
antara variabel-variabel dengan faktor-faktor (Kerlinger, 1990).
Tabel 2.4
Matriks Faktor
Faktor Umum Variabel
mIII K 2
jh
nL
21
nmnn
m
m
aaa
aaaaaa
L
LLLL
L
K
21
22221
11211
nL
21
Pada persamaan di 2.14, interkorelasi antara n variabel diterangkan oleh m
faktor umum. Tampak bahwa jumlah faktor umum m lebih sedikit dari n variabel.
Sedangkan jumlah faktor unik sama dengan jumlah variabel.
76
Jika F1, F2, ... Fm tidak berkorelasi satu sama lain, maka model faktor dinamakan
model ortogonal (orthogonal model) dan jika berkorelasi maka model faktor
dinamakan model oblique (oblique model).
Ketiga sifat pada model satu faktor umum juga dapat diturunkan pada model m
faktor umum, yaitu:
Sifat 2.4.4:
Variansi dari 2222
211 jjmjj daaaZ ++++= L
Bukti:
( ) ( )[ ]( )[ ]( )[ ]
( )( )( ) ( ) ( )
( ) 1var
)(2)(2)(2)(2)(2)(2
)()()()(
var
2222
21
2222
21
2212
11112121
222222
22
21
21
22211
2
2
=++++=
++++=
+++++
++++
++++=
++++=
=
−=
jjmjjj
jjmjj
jmjjmjjjmjmj
jjjmjmjjj
jjmjmjj
jjmjmjj
j
Zjj
daaaZ
daaa
UFEdaUFEdaFFEaaUFEdaFFEaaFFEaa
UEdFEaFEaFEa
UdFaFaFaE
ZE
ZEZj
L
L
LL
L
L
L
µ
Sifat 2.4.5
Kovariansi atau korelasi antara Zj dan 1F sama dengan 1ja
Bukti:
( )( )[ ]jZjFj ZFEFZ µµ −−= 11)cov(
77
( )[ ]( )[ ]
( )
1
21
12121
12122
11
22111
1
0.0.1.
)cov()cov(var)()()(
j
jjj
jjjj
jjjj
jjjj
j
a
daa
UFdFFaFaUFEdFFEaFEa
UdFaFaFE
ZFE
=
+++=
+++=
+++=
+++=
=
L
L
L
L
Sifat 2.4.6
Kovariansi atau korelasi antara iZ dan jmimjijij aaaaaaZ +++= L2211
Bukti:
( )( )[ ]( )[ ]( )( )[ ]
[ ][ ][ ][ ]
jmimjiji
jijijmjmijjjji
imjimmjmimmjimmjim
jjimjmijiji
jjimjmijiji
jjmjmjjiimimii
ji
ZjZiji
aaaaaa
UUEddUFEadUFEadUFEadUFEdaFEaaFFEaaFFEaa
UFEdaFFEaaFEaaFFEaa
UFEdaFFEaaFFEaaFEaa
UdFaFaFaUdFaFaFaEZZE
ZZEZZji
+++=
+++++
+++++
+
+++++
++++=
++++++++=
=
−−=
L
L
L
L
L
L
LL
2211
22111
22211
22122
2222112
111121212
111
22112211
)()()()()()()()(
)()()()(
)()()()(
)cov( µµ
b. Komunalitas
Analisis faktor diawali dengan matriks korelasi. Sebagian besar metode analisis
faktor mengasumsikan bahwa elemen diagonal yang sesuai untuk disisipkan pada
matriks korelasi adalah komunalitas 2jh , yaitu jumlah kuadrat beban faktor umum.
78
Salah satu metode yang digunakan untuk menduga komunalitas adalah dengan
menganggap nilai korelasi tertinggi pada setiap baris atau kolom sebagai penduga
komunalitas awal suatu variabel. Penduga komunalitas disajikan dengan tanda
kurung.
Contoh 2.4.3
Andaikan diperoleh matriks korelasi seperti dalam tabel 2.5 yang akan
dianalisis dengan analisis faktor. Karena komunalitas pada matriks tersebut belum
diketahui, maka perlu diduga dari data yang tersedia. Nilai penduga komunalitas
berturut-turut adalah 0.55, 0.46, 0.41, 0.38, 0.47, 0.46, 0.67, 0.67, 0.47, 0.41, 0.36.
Tabel 2.5
Matriks Korelasi tanpa Komunalitas
Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 0.40 0.41 0.37 0.20 0.32 0.52 0.55 0.02 0.27 0.36 2 0.40 0.18 0.28 0.15 0.46 0.23 0.23 0.01 0.14 0.30 3 0.41 0.18 0.33 0.32 0.18 0.29 0.35 0.18 0.41 0.20 4 0.37 0.28 0.33 0.38 0.28 0.17 0.22 0.22 0.26 0.36 5 0.20 0.15 0.32 0.38 0.16 -0.02 0.08 0.47 0.33 0.31 6 0.32 0.46 0.18 0.28 0.16 0.15 0.18 0.07 0.14 0.28 7 0.52 0.23 0.29 0.17 -0.02 0.15 0.67 -0.13 0.13 0.16 8 0.55 0.23 0.35 0.22 0.08 0.18 0.67 -0.06 0.20 0.12 9 0.02 0.01 0.18 0.22 0.47 0.07 -0.13 -0.06 0.25 0.18
10 0.27 0.14 0.41 0.26 0.33 0.14 0.13 0.20 0.25 0.20 11 0.36 0.30 0.20 0.36 0.31 0.28 0.16 0.12 0.18 0.20
79
Tabel 2.6
Matriks Korelasi dengan Komunalitas
Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 (0.55) 0.40 0.41 0.37 0.20 0.32 0.52 0.55 0.02 0.27 0.36 2 0.40 (0.46) 0.18 0.28 0.15 0.46 0.23 0.23 0.01 0.14 0.30 3 0.41 0.18 (0.41) 0.33 0.32 0.18 0.29 0.35 0.18 0.41 0.20 4 0.37 0.28 0.33 (0.38) 0.38 0.28 0.17 0.22 0.22 0.26 0.36 5 0.20 0.15 0.32 0.38 (0.47) 0.16 -0.02 0.08 0.47 0.33 0.31 6 0.32 0.46 0.18 0.28 0.16 (0.46) 0.15 0.18 0.07 0.14 0.28 7 0.52 0.23 0.29 0.17 -0.02 0.15 (0.67) 0.67 -0.13 0.13 0.16 8 0.55 0.23 0.35 0.22 0.08 0.18 0.67 (0.67) -0.06 0.20 0.12 9 0.02 0.01 0.18 0.22 0.47 0.07 -0.13 -0.06 (0.47) 0.25 0.18
10 0.27 0.14 0.41 0.26 0.33 0.14 0.13 0.20 0.25 (0.41) 0.20 11 0.36 0.30 0.20 0.36 0.31 0.28 0.16 0.12 0.18 0.20 (0.36)
Komunalitas merupakan variansi umum yang digunakan untuk menaksir
derajad apakah variabel yang digunakan merupakan ukuran yang baik (good
measure) atau ukuran yang dapat dipercaya (reliable measure) bagi faktor. Semakin
besar nilai suatu komunalitas berarti semakin baik ukuran variabel tersebut,
sebaliknya jika nilai suatu komunalitas semakin kecil maka ukuran variabel tersebut
semakin kurang baik.
Komunalitas merupakan kuadrat dari beban faktor umum atau variansi umum
yang dapat disajikan melalui persamaan
njaaah jmjjj ,,2,1,222
21
2 LL =+++=
dimana 2jh merupakan komunalitas variabel pada variabel ke-j, 2
jma menyatakan
beban faktor umum.
(2.15)
80
Menurut sifat 2.4.4 dan persamaan 2.15 diperoleh persamaan
122 =+ jj dh
c. Langkah-Langkah Analisis Faktor
Langkah-langkah analisis faktor dapat digambarkan dalam bentuk flowchart
Langkah-langkah analisis faktor tersebut akan dijelaskan satu persatu. Karena
dalam skripsi ini data sudah berupa matriks korelasi, maka pembahasan langkah
analisis akan ditekankan pada langkah menentukan jumlah faktor umum. Sedangkan
matriks korelasi telah dibahas pada sub bab sebelumnya.
1) Menentukan Ukuran Sampel dan Variabel
Sebelum menganalisa data lebih lanjut, pertama-tama harus diperhatikan ukuran
sampel yang akan diteliti. Dalam analisis faktor, ukuran sampel secara umum
Menentukan Ukuran Sampel dan Variabel
Menentukan Matriks Korelasi
Menentukan Jumlah Faktor Umum
Melakukan Rotasi Faktor
Interpretasi Faktor
(2.16)
81
minimal 50 pengamatan dan akan lebih baik jika ukuran tersebut melebihi 100
pengamatan. Tidak terdapat suatu aturan khusus mengenai jumlah minimal variabel
yang digunakan dalam analisis faktor.
Variabel dalam analisis faktor secara umum diasumsikan merupakan ukuran
metrik (metric measurement). Walaupun demikian dalam beberapa kasus variabel
dummy (dummy variable) yang diberi kode 0-1 juga dianggap dapat digunakan.
2) Menentukan Matriks Korelasi
Setelah diperoleh data, langkah selanjutnya adalah menentukan matriks
korelasi. Korelasi antar variabel dapat dihitung secara komputasional atau melalui
rumus yang telah dibahas terdahulu.
3) Menentukan Jumlah Faktor Umum
Secara umum tujuan dari ekstraksi faktor adalah untuk membatasi jumlah faktor
yang lebih sedikit dari variabel asli, agar mempermudah dalam interpretasi faktor.
Metode yang akan digunakan adalah metode faktor umum yang meliputi dua metode
yaitu metode diagonal dan metode pusat. Dalam skripsi ini hanya akan menggunakan
metode pusat untuk menentukan jumlah faktor umum.
Metode ekstraksi faktor yang banyak digunakan pada data eksperimental adalah
metode pusat yang diperkenalkan oleh Thurstone (Fruchter, 1954). Tujuan dari
metode pusat adalah untuk menentukan banyaknya faktor melalui perhitungan-
perhitungan pada matriks korelasi dan matriks korelasi residual dimana komunalitas
82
awal dari matriks korelasi tersebut belum diketahui. Metode tersebut didasarkan pada
penjumlahan tiap entri tanpa elemen diagonal pada matriks korelasi atau matriks
residual yang bertujuan untuk menentukan apakah terdapat nilai negatif pada hasil
penjumlahan tersebut. Perhitungan beban faktor menggunakan prosedur matematika
dan tidak memerlukan pemahaman tentang geometri.
Contoh 2.4.4 (Sumber: Theresia, 2003)
Dari matriks korelasi Tabel 2.4 akan ditentukan banyaknya faktor yang melandasi
variabel-variabel tersebut. Matriks korelasi tersebut disajikan pada tabel 2.6. Adapun
langkah-langkah metode pusat untuk mengekstrasi faktor adalah: pertama-tama akan
ditentukan beban faktor pusat pertama, kemudian menentukan beban faktor pusat
kedua dan seterusnya
Tabel 2.7
Matriks Korelasi dan Perhitungan Beban Faktor Pusat Pertama
Variabel 1 2 3 4 5 ∑ 1j
1 (0.54) 0.50 0.54 0.33 0.38 1.75 2 0.50 (0.71) 0.71 0.39 0.41 2.01 3 0.54 0.71 (0.71) 0.49 0.50 2.24 4 0.33 0.39 0.49 (0.65) 0.65 1.86 5 0.38 0.41 0.50 0.65 (0.65) 1.94
∑ 1j 1.75 2.01 2.24 1.86 1.94 ∑∑ = 80.91j
1jt 2.29 2.72 2.95 2.51 2.59 1T = 13.06, 1T = 3.61386
1
1T
= 0.27671
1ja 0.634 0.753 0.816 0.695 0.717 ∑ 1ja = 3.614
83
1. Menentukan Beban Faktor Pusat Pertama
Untuk menentukan beban faktor pusat pertama diperlukan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Menentukan Komunalitas
Jika terdapat data eksperimental dimana komunalitas variabel tidak diketahui,
maka komunalitas variabel harus ditentukan dari data yang tersedia. Pada sel
diagonal pertama telah disisispkan korelasi tertinggi antar variabel. Nilai
tersebut adalah penduga awal komunalitas variabel dan penduga tersebut
selalu positif dengan mengabaikan tanda negatif pada koefisien korelasi
tertinggi.
b. Menentukan ∑ jj
Nilai ∑ jj merupakan jumlah nilai pada setiap kolom atau baris pada matriks
korelasi. Pertama-tama kan ditentukan nilai ∑ 1j . Jumlahkan nilai pada
setiap kolom atau setiap baris secara aljabar tanpa penduga komunalita. Hasil
setiap kolom dilambangkan ∑ 1j dan ditempatkan pada baris
pertamadibawah matriks korelasi dan jumlah nilai pada setiap baris
dilambangkan dengan ∑ 1j ditempatkan pada kolom pertama disebelah
kanan matriks korelasi.
Contoh:
Jumlah nilai pada kolom pertama ∑ 1j adalah
84
0.50 + 0.54 + 0.33 + 0.38 = 1.75
Jumlah nilai pada baris kedua ∑ 1j adalah
0.50 + 0.71 + 0.39 + 0.41 = 2.01
Nilai total baris dan kolom yang dinyatakan dengan ∑∑ 1j harus sama. Jika
terdapat perbedaan, maka terjadi kesalahan perhitungan.
c. Merefleksikan nilai negatif
Secara umum nilai ∑ jj pada tabel interkorelasi bernilai positif. Walaupun
demikian, jika terdapat nilai ∑ jj negatif maka diperlukan suatu proses
refleksi (reflection) pada nilai tersebut.
d. Menentukan nilai tjj.
Nilai tjj merupakan jumlah nilai pada setiap kolom ∑ jj ditambah penduga
komunalitas. Pertama-tama akan ditentukan tj1. Jumlahkan setiap nilai
penduga komunalitas dengan setiap nilai ∑ 1j . Hasil penjumlahan
dilambangkan dengan tj1.
Contoh:
Jumlah nilai penduga komunalitas variabel 1 dengan ∑ 1j variabel 1 adalah
t11 = 1.75 + 0.54 = 2.29
e. Menentukan Nilai Tj.
Nilai Tj merupakan jumlah dari nilai jjt . Jumlahkan semua nilai 1jt . Hasil dari
penjumlahan nilai 1jt dilambangkan dengan 1T .
85
Contoh:
Jumlah semua nilai 1jt adalah
11 06.1359.251.295.272.229.2 Tt j ==++++=∑
f. Menentukan Nilai jT dan jT
1
Contoh:
613862.306.131 ==T
276712.0613862.3
11
1
==T
g. Menentukan Nilai Beban Faktor Pusat ajj
Pertama-tama akan ditentukan 1ja . Nilai 1ja merupakan hasil perkalian setiap
entri pada baris 1jt dengan 1
1T
, yaitu
=
111
1T
ta jj
Contoh:
Beban faktor pusat I pada variabel 3 adalah
0.634276712.029.231 =×=a
h. Melakukan Pemeriksaan melalui Rumus 11 Ta j =∑
Jika nilai 11 Ta j ≠∑ maka terjadi kesalahan perhitungan. Oleh sebab itu
harus dilakukan perhitungan ulang.
(2.17)
86
Contoh:
615.3717.0695.0816.0753.063.01 =++++=∑ ja
615.3613862.306.131 ===T
Karena nilai 11 Ta j =∑ maka tidak terjadi kesalahan perhitungan.
i. Meletakkan Beban Faktor pada Kolom Pertama Matriks Faktor.
Hasil beban faktor pusat pertama yang telah diperoleh ditempatkan pada
matriks faktor pusat (dinotasikan cF )
Tabel 2.8
Matriks Faktor Pusat ( cF )
Faktor Tes I II III ... m
1 0.62 2 0.75 3 0.82 4 0.70 5 0.72
2. Menentukan Beban Faktor Pusat Kedua
a. Perhitungan Matriks Korelasi Residual
Matriks korelasi residual adalah matriks yang diperoleh dengan cara
mengurangkan nilai pada sel yang bersesuaian pada korelasi sebelumnya atau
matriks yang dengan harga mutlak hasil perkalian beban faktor pada kolom
dan baris yang bersesuaian. Adapun langkah-langkah untuk membuat matriks
korelasi residual adalah:
87
1) Membuat Matriks Tabular
Buat matriks tabular seperti terlihat pada tabel 2.8
2) Meletakkan setiap Beban Faktor Pertama 1ja yang telah ditentukan
Beban faktor pertama yang telah ditentukan diletakkan di atas kolom yang
bersesuaian dengan setiap variabel dan disebelah kiri variabel. Ketika
menggunakan beban faktor untuk menghitung korelasi residual, maka semua
beban faktor harus positif tanpa memperlihatkan tandanya pada matriks.
Tabel 2.9
Matriks Korelasi Residual Pertama (0.634) (0.753) (0.816) (0.695) (0.717)
1ja No 1 2 3 4 5 ∑ 0
(0.634) 1 )138.0(111.0 0.023 0.023 -0.111 -0.075 -0.002
(0.753) 2 0.023 )143.0(133.0 0.096 -0.133 -0.130 -0.001
(0.816) 3 0.023 0.096 )044.0(096.0 -0.077 -0.085 0.001
*(0.695) 4 -0.111 -0.133 -0.077 )167.0(152.0 0.152 -0.002
*(0.717) 5 -0.075 -0.130 -0.085 0.152 )136.0(152.0 -0.002
∑ 0 -0.002 -0.001 0.001 -0.002 -0.002
∑ 2j -0.140 -0.144 -0.043 -0.169 -0.138 ∑∑ 2j =-0.634
Kolom 4 0.082 0.122 0.111 0.169 -0.442 0.042 Kolom 5 0.232 0.382 0.281 -0.135 0.442 1.202 Kolom 4 0.010 0.648 0.435 0.135 0.138 1.366
2jt 0.121 0.781 0.531 0.287 0.290 2T = 2.010, 2T = 1.417745
2
1T
= 0.705346
2ja 0.085 0.551 0.375 0.202 0.205 ∑ 2ja = 1.418
88
3) Menghitung Korelasi Residual
Korelasi residual dihitung dengan rumus
krjrkjkjjk
krjrkjkjjk
aaaaaar
aaaaaar
++=−
+++=
L
L
2211
2211
|.| 11 kjkjkjk aar −=ρ
Dimana jkρ1 adalah korelasi residual pertama antara variabel j dan k
Contoh:
Untuk memperoleh korelasi residual pada sel21 maka kurangkan nilai pada
sel21 dari matriks terdahulu, dengan harga mutlak beban faktor pertama pada
baris 2 kolom 1, yaitu:
211ρ = 0.50 – (0.753)(0.634) = 0.023
4) Menentukan Nilai Diagonal Residual
Nilai diagonal matriks residual sama dengan nilai penduga komunalitas
terdahulu dikurangi kuadrat beban faktor pada variabel tersebut.
Contoh:
Nilai diagonal korelasi residual pada sel11 adalah nilai penduga komunalitas
terdahulu pada variabel 1 (0.54) dikurangi kuadrat beban faktor pada variabel
1 )634.0( 2 , yaitu
0.54 - )634.0( 2 = 0.138
(2.18)
89
5) Menentukan nilai ∑ 0
Baris ∑ 0 adalah hasil penjumlahan nilai dari setiap kolom dengan
komunalitas residual, demikian pula kolom ∑ 0 . Nilai ∑ 0 mendekati nol.
Hal tersebut membantu dalam keakuratan perhitungan.
Contoh:
Jumlah nilai pada baris pertama adalah
0.138 + 0.023 + 0.023 + (-0.111) + (-0.075) = -0.002
6) Menduga kembali Nilai Komunalitas
Komunalitas dapat diduga kembali dengan menyisispkan korelasi residual
tertinggi pada setiap kolom. Nilai tertinggi dari korelasi tersebut diletakkan
pada sel diagonal di atas komunalitas residual. Komunalitas yang diduga
memiliki tanda positif tanpa memperhatikan tanda negatif pada korfisien
korelasi yang diduga.
b. Refleksi
Tujuan dari refleksi adalah untuk membentuk ∑ jj positif setinggi mungkin.
Jika terdapat nilai ∑ jj negatif, maka diperlukan refleksi dari baris dan kolom
yang bersesuaian. Adapun langkah-langkah dalam proses refleksi adalah:
90
1) Menghitung nilai ∑ jj dan ∑∑ jj
Sebelum melakukan proses refleksi, nilai ∑ jj pada setiap kolom harus
dihitung. Setelah menentukan nilai ∑ 1j kemudian ditentukan nilai ∑ 2j dan
nilai ∑∑ 2j
Contoh:
Nilai ∑ 2j pada kolom kedua adalah
0.023 + 0.096 + (-0.133) + (-0.130) = -0.144
2) Memilih Nilai Negatif Tertinggi dari ∑ jj untuk Direfleksi
Pada tabel yang memiliki nilai negatif tertinggi adalah kolom 4 dengan nilai
-0.169. Karena kolom 4 memiliki nilai negatif tertinggi, maka kolom 4
direfleksi pertama kali. Lambangan baris dibawah ∑ 2j dengan ”kolom 4”
yaitu kolom yang direfleksi.
3) Menandai variabel yang Direfleksi
Letakkan tanda bintang di atas kolom di depan baris yang bersesuaian dengan
variabel 4 untuk menyatakan bahwa variabel 4 tersebut telah direfleksi.
4) Mengisi Baris yang Dilambangkan ”Kolom yang Direfleksi”
Untuk mengisi baris yang dilambangkan ”kolom 4” pertama-tama nilai kolom
4 yang direfleksi yaitu -0.169 ditulis kembali pada baris tersebut dengan tanda
positif 0.169. Kemudian pada setiap baris yang bersesuaian dengan kolom
yang direfleksi yaitu baris 4, nilai-nilai pada baris tersebut tandanya diganti
91
kemudian dikalikan dengan dua dan dijumlahkan dengan baris di atasnya
yaitu ∑ 2j yang bersesuaian. Letakkan jumlah nilai tersebut pada sel yang
bersesuaian pada baris ”kolom 4”.
Contoh:
Untuk memperoleh nilai pada kolom kedua pada baris yang dilambangkan
dengan ”kolom 4” adalah
2(0.133) + (-0.144) = 0.122
5) Menjumlahkan Semua Nilai pada Baris ”Kolom yang Direfleksi”
Sesudah semua nilai pada baris ”kolom 4” diperoleh, kemudian nilai-nilai
yang diperoleh tersebut dijumlahkan. Jika perhitungan benar, maka nilai total
baris ”kolom 4” harus sama dengan nilai total ∑∑ 2j ditambah empat kali
nilai kolom yang sudah direfleksi. Lakukan pemeriksaan sebelum proses
refleksi berikutnya.
Contoh:
Nilai total kolom 4 adalah:
0.082 + 0.122 + 0.111 + 0.169 - 0.442 = 0.042
Nilai ∑∑ 2j = -0.634 ditambah empat kali nilai kolom yang sudah direfleksi
0.169. Jadi,
-0.634 + 4(0.169) = 0.042 sama dengan nilai total kolom 4
92
6) Melanjutkan Proses Refleksi
Lanjutkan proses refleksi sampai semua nilai ”kolom yang direfleksi” menjadi
nol atau positif, dengan mengulangi langkah 1 sampai langkah 4, pergunakan
langkah 5 untuk memeriksa perhitungan. Dalam tabel proses refleksi berhenti
pada ”kolom 4”. Semua nilai kolom total adalah positif.
7) Mengganti Tanda pada Nilai Matriks Korelasi atau Matriks Residual
Ganti tanda pada matriks korelasi atau matriks residual sebagai berikut:
- Tukar tanda pada semua nilai baris yang direfleksi tidak pada kolom yang
direfleksi.
- Tukar tanda pada semua nilai kolom yang direfleksi tidak pada baris yang
direfleksi.
8) Cara menentukan Beban Faktor Kedua
Beban faktor untuk faktor II diperoleh melalui langkah berikut:
a). Jumlahkan nilai baris terakhir yang direfleksikan dengan penduga
komunalitas. Pada contoh di atas baris yang terakhir direfleksi adalah
kolom 4. Hasil penjumlahan diletakkan pada baris 2jt yang diletakkan di
bawah kolom yang direfleksi kolom 4.
b). Jumlah dari nilai baris 2jt adalah ∑ 2jt atau 2T .
c). Beban faktor untuk variabel j pada faktor kedua adalah
=
222
1T
ta jj (2.19)
93
Contoh:
Beban faktor untuk variabel kedua faktor kedua adalah
=
22222
1T
ta
= 0.781 (0.705346)
= 0.551
9) Mengurutkan Tanda Beban Faktor Pusat
Tanda dari beban faktor pusat diurutkan sebagai berikut:
a). Tanda dari variabel yang telah direfleksi pada faktor sebelumnya
merupakan kebalikan tanda pada faktor berikutnya.
b). Tanda dari variabel yang belum direfleksi pada faktor sebelumnya sama
dengan tanda variabel tersebut pada faktor sebelumnya.
Contoh:
Jika terdapat empat faktor pusat, variabel yang tlah direfleksikan satu kali
pada tabel residual pertama dan kedua memiliki tanda sebagai berikut:
Faktor
I II III IV
Variabel + - + +
Pada Faktor I, belum terjadi proses refleksi sehingga tanda dari beban faktor
pada variabel tersebut masih positif. Pada residual pertama variabel tersebut
telah mengalami refleksi sehingga tanda beban faktor berubah menjdai
94
negatif. Pada residual kedua variabel tersebut mengalami refleksi kembali
sehingga tanda beban faktor ketiga menjadi positif. Sedangkan pada residual
keempat, variabel tidak mengalami refleksi sehingga tanda beban faktor untuk
faktor keempat sama dengan faktor ketiga.
10) Cara Menentukan Matriks Korelasi Residual Berikutnya
Tabel residual kedua dan berikutnya diperoleh dengan prosedur yang sama
seperti yang digunakan untuk memperoleh matriks korelasi residual pertama.
Rumus untuk residual kedua adalah:
2212 kjjkjk aa−= ρρ
Dimana ρ2 menyatakan residual kedua.
Rumus untuk residual ke-s adalah
ksjsjksjk aa−= − ρρ 12
3. Kriteria Kecukupan suatu Faktor
Pada proses ekstraksi faktor menggunakan metode pusat, tidak ada kriteria
eksak untuk menentukan kapan ekstraksi faktor harus berhenti. Walaupun demikian,
ada beberapa kriteria empiris yang telah dikembangkan. Salah satu kriteria tersebut
adalah kriteria φ Tucker (Fruchter, 1954). Kriteria φ Tucker menggunakan prinsip
bahwa jika tidak terdapat pengurangan yang signifikan pada ukuran nilai residual dari
satu matriks (s) pada matriks berikutnya (s + 1), maka faktor umum yang signifikan
telah diekstraksi. Adapun langkah-langkah untuk kriteria φ Tucker sebagai berikut:
(2.20)
(2.21)
95
1. Tentukan jumlah mutlak entri pada setiap kolom matriks korelasi residual s tanpa
komunalitas ∑∑ js .
2. Tentukan jumlah komunalitas residual pada setiap matriks korelasi residual s
yaitu ∑ 2residh .
3. Tentukan jumlah mutlak entri pada setiap kolom matriks korelasi residual (s + 1)
tanpa komunalitas yaitu ∑∑ +1,sj .
4. Tentukan jumlah komunalitas yang diduga kembali pada setiap matriks korelasi
residual (s + 1) yaitu ∑ −2
estreh .
5. Nilai φ diperoleh dari rumus
∑ ∑∑∑ ∑∑
∑∑
−
+++
+
+==
2
21,1
1estrejs
residsj
s
s
ss h
h
ρρ
φ
6. Buat tabel φ Tucker seperti pada tebel dibawah.
7. Hitung (n – 1)/(n +1) dimana n menyatakan jumlah variabel.
8. Jika φ melebihi nilai (n – 1)/(n +1), terdapat s faktor yang signifikan. Kriteria
keakuratan tersebut tergantung pada refleksi. Jika refleksi pada matriks tidak
menghasilkan jumlah positif yang besar maka φ dapat melebihi nilai (n – 1)/(n
+1). Jika terdapat s faktor signifikan, diperlukan (s + 1) faktor yang dihitung dan
(s + 1) tabel residual.
(2.22)
96
Tabel 2.10
Kriteria Kecukupan suatu Faktor
Faktor φ Tucker
I φ 1/0
II φ 2/1
... ...
s φ s/(s-1)
Nilai Kriteria (n – 1)/(n +1)
Karena kriteria φ Tucker tidak eksak, maka diperlukan latihan ekstraksi faktor
lebih dari jumlah minimum faktor yang ditunjukkan. Jika rotasi diawali dengan
banyak faktor, maka beberapa faktor dapat ”diabaikan” jika memiliki beban yang
rendah. Sebagai contoh: Beban faktor yang rendah diterima hanya bernilai antara
±0.20. (Fruchter,1954).
4. Pemeriksaan Beban Faktor Pusat
Pemeriksaan beban faktor diperlukan untuk mengetahui apakah proses ekstraksi
faktor yang digunakan sudah benar. Adapun langkah yang diperlukan dalam
pemeriksaan beban pusat adalah:
a) Menentukan perkalian silang antar beban faktor pada setiap variabel dengan
variabel lain yang berdekatan. Untuk variabel j dan k diperoleh
)()()( 2211 knjnkjkj aaaaaakj ×++×+×=× L (2.23)
97
b) Tentukan jumlah refleksi setiap variabel dengan menghitung banyaknya
perubahan tanda beban faktor pusat pada variabel.
Tabel 2.11
Pemeriksaan Nilai Beban Faktor
c) Letakkan korelasi residual sebelum refleksi faktor terakhir dari dua variabel
yang berdekatan pada kolom kedua.
d) Tentukan jumlah refleksi pada setiap dua variabel yang berdekatan. Jika
jumlah refleksi pada dua variabel adalah genap maka tanda korelasi residual
sebelum dijumlah dengan perkalian silang beban faktor tidak berubah. Tetapi,
jika jumlah refleksi kedua variabel adalah ganjil maka tanda korelasi residual
berubah sebelum dijumlahkan dengan perkalian silang beban faktor.
e) Tentukan jumlah koefisien korelasi dan perkalian silang beban faktor.
Tes Perkalian
Silang Beban
Faktor
Korelasi
Residual Faktor
Terakhir
Genap/Ganjil Perkalian Silang +
Residual Terakhir
Korelasi Awal
1,2
2,3
...
n,1
1 x 2
2 x 3
...
n x 1
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
98
f) Letakkan korelasi residual awal antar dua variabel yang berdekatan pada
kolom terakhir. Jika proses ekstraksi faktor sudah benar maka nilainya sama
dengan jumlah perkalian beban faktor (pembulatan).
4) Rotasi Faktor Ortogonal
Setelah menentukan jumlah faktor umum, langkah selanjutnya adalah
menginterpretasi faktor agar faktor tersebut menjadi bermakna. Untuk memudahkan
interpretasi faktor diperlukan struktur faktor sederhana yaitu beban faktor yang tinggi
pada setiap variabel terdapat hanya pada satu faktor. Penggumpalan variabel pada
faktor yang terjadi dalam matriks faktor belum dapat diinterpretasikan secara
langsung. Sebab dimungkinkan adanya variabel yang memiliki beban faktor yang
besarnya sama atau hampir sama pada 2 faktor, sehingga struktur faktor tidak
sederhana. Maka untuk menginterpretasikan faktor secara lebih memadai dilakukan
rotasi faktor agar dapat diperoleh solusi faktor yang lebih berarti secara teoretis dan
praktis dan jika memungkinkan menemukan struktur faktor yang lebih sederhana.
Dalam skripsi ini akan digunakan metode rotasi ortogonal untuk melakukan rotasi
faktor.
Rotasi ortogonal merupakan salah satu rotasi yang mempertahankan kebebasan
faktor-faktor yakni sudut antara sumbu referensi dijaga agar tetap 090 . Ini berarti
bahwa korelasi antara kedua faktor itu nol.
99
Dalam rotasi ortogonal, faktor-faktor yang diplot merupakan kombinasi
pasangan sumbu atau faktor. Untuk r faktor diperlukan plot faktor sebanyak
)1(21
−rr . Besarnya sudut antar sumbu yang dirotasikan dapat digunakan untuk
menyajikan konfigurasi vektor variabel.
Sumbu dapat dirotasikan searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam tanpa
mempengaruhi korelasi antar variabel. Untuk rotasi searah jarum jam dari sepasang
sumbu referensi ortogonal I dan II, rotasi beban faktor untuk variabel j dihitung dari
persamaan
φφ
φφ
cossin
sincos
21'
2
21'1
jjj
jjj
aaa
aaa
−=
−=
dimana '1ja menyatakan beban faktor pada variabel j dan faktor I sesudah rotasi, 1ja
adalah beban faktor pada variabel j faktor I sebelum rotasi, '2ja menyatakan beban
faktor pada variabel j faktor II sesudah rotasi, 2ja beban pada variabel j faktor III
sebelum rotasi dan φ menyatakan sudut antara sumbu semula sampai pada sumbu
yang dirotasi.
Untuk rotasi sepasang sumbu referensi yang ortogonnal berlawanan arah jarum
jam, beban faktor yang dirotasi dihitung melalui persamaan
φφ
φφ
cossin
sincos
21'
2
21'1
jjj
jjj
aaa
aaa
+−=
+=
(2.24)
(2.25)
100
Rotasi dapat juga ditulis dalam bentuk matriks. Matriks tersebut dinamakan
matriks transformasi yang dilambangkan dengan Λ . Untuk rotasi searah jarum jam,
matriks transformasi berbentuk
φφφφ
cossinsincos
−
dan untuk rotasi berlawanan arah jarum jam matriks transformasi berbentuk
φφφφ
cossinsincos −
Perkalian matriks faktor dengan matriks transformasi yang berlawanan arah jarum
jam menghasilkan matriks faktor rotasi berlawanan arah jarum jam:
F. Λ= F1
dimana F = , Λ= φφφφ
cossinsincos −
,dan F1=
dimana φφφφ cos)sin(,sincos 1211'121211
'11 aaaaaa +−=+= , dan seterusnya.
Contoh
Andaikan terdapat empat variabel yang telah dianalisis menggunakan analisis
faktor. Matriks faktor keempat variabel tersebut disajikan pada Tabel 2.12 dan
dirotasikan secara ortogonal sebesar 050 . Karena hanya terdapat dua faktor umum
maka plot faktor yang diperlukan hanya 1 yang merupakan kombinasi faktor I dan II.
Faktor Variabel I II 1 11a 21a2 21a 22a3 31a 23a4 41a 24a
Faktor Variabel I II 1 11a 21a2 21a 22a3 31a 23a4 41a 24a
(2.26)
(2.27)
(2.28)
101
Hasil rotasi beban faktor ditampilkan pada Tabel 2.13 dan plot rotasi beban faktor
disajikan pada Gambar 2.10.
Tabel 2.12
Matriks Faktor Sebelum Rotasi
Faktor Tes I II 2h
1 0.6 0.4 0.52 2 0.6 0.6 0.72 3 0.7 -0.3 0.58 4 0.4 -0.5 0.41
Perhitungan beban faktor yang dirotasi adalah sebagai berikut:
766.050sin 0 = , dan 643.050cos 0 =
Beban faktor untuk variabel I faktor I1 adalah
(0.6)(0.643) – (0.4)(0.766) = (0.3858) – (0.3064) = 0.0749
Beban faktor untuk variabel I faktor II1 adalah
(0.6)(0.766) + (0.4)(0.643) = (0.4596) + (0.2572) = 0.7168
Beban pada faktor III dan IV dihitung secara serupa seperti pada Tabel 2.13
Tabel 2.13
Perhitungan Rotasi Beban Faktor Searah Jarum Jam Sebesar 050
Tes 1 2 3 4 φcos1ja 0.3858 0.3858 0.4501 0.2572 φsin2ja− -0.3064 -0.4596 0.2298 0.3830
'1ja 0.0794 -0.0738 0.6799 0.6402 φsin1ja 0.4596 0.4596 0.5362 0.3064 φcos2ja 0.2572 0.3858 -0.1929 -0.3215
'2ja 0.7168 0.8454 0.3433 -0.0151
102
Gambar 2.10
Rotasi Faktor
Tabel 2.14
Rotasi Matriks Faktor
Faktor Tes I1 II2
2h
1 0.08 0.72 0.52 2 -0.07 0.85 0.73 3 0.68 0.34 0.58 4 0.64 -0.02 0.41
Melalui rotasi ortogonal diperoleh matriks faktor yang lebih sederhana seperti
pada Tabel 2.14.
I
II
I1
II1
050=φ
103
Jika jumlah faktor lebih dari dua maka untuk menentukan beban faktor yaitu
dengan cara dipilih faktor yang memiliki variansi tinggi, faktor yang memiliki
variansi rendah dapat diabaikan.
5) Interpretasi Faktor Umum
Jika rotasi matriks faktor telah ditentukan langkah selanjutnya adalah
menginterpretasikan faktor. Interpretasi faktor dilakukan supaya faktor yang
diperoleh menjadai lebih bermakna. Adapun langkah-langkah untuk interpretasi
faktor:
a) Menentukan Kriteria Beban Faktor yang Signifikan
Keputusan dalam menginterpretasikan suatu faktor umum harus
mempertimbangkan beban faktor yang signifikan. Ada beberapa petunjuk yang
dapat digunakan dalam menginterpretasikan suatu faktor. Salah satu petunjuk
tersebut didasarkan pada ukuran sampel yang disajikan pada Tabel 2.15.
Tabel 2.15
Petunjuk untuk Mengidentifikasi Beban Faktor Signifikan berdasarkan
Ukuran Sampel
Beban Faktor
Ukuran Sampel yang diperlukan agar signifikan
0.30 350 0.35 250 0.40 200 0.45 150
104
0.50 120 0.55 100 0.60 85 0.65 70 0.70 60 0.75 50
b) Menggarisbawahi Beban faktor tertinggi dan signifikan setiap variabel
Interpretasi faktor dimulai pada variabel pertama faktor pertama sampai faktor
terakhir. Tujunnya adalah untuk mencari beban tertinggi setiap variabel pada
setiap faktor. Jika telah teridentifikasi, maka nilai tersebut digarisbawahi jika
signifikan. Interpretasi tersebut dilanjutkan pada variabel berikutnya sampai
variabel terakhir. Proses tersebut didasarkan pada hanya satu beban tertinggi
sebagai beban yang signifikan untuk setiap variabel.
c) Menentukan Komunalitas
Komunalitas setiap variabel ditentukan untuk menyajikan jumlah variansi yang
dijelaskan oleh faktor untuk setiap variabel. Setiap komunalitas variabel menaksir
apakah ditemukan ukuran yang dapat diterima sebagai penjelas. Sebagai contoh,
peneliti dapat menetapkan bahwa setengah dari variansi setiap variabel dapat
diterima. Dengan menggunakan petunjuk tersebut, identifikasi semua variabel
dengan komunalitas kurang dari 0.05 bukan sebagai penjelas yang cukup.
105
d) Menamai Faktor
Ketika solusi faktor telah ditentukan dimana semua variabel memiliki beban yang
signifikan pada faktor, maka selanjutnya adalah mengartikan pola beban faktor.
Variabel yang memiliki beban faktor yang tinggi dianggap sangat penting dan
berpengaruh pada pemilihan nama atau label untuk menyajikan faktor. Penamaan
faktor disesuaiakan dengan beban tertinggi yang terkandung pada faktor tersebut.
Jika faktor telah diberi nama, maka faktor menjadi bermakna dan proses
interpretasi telah selesai.
106
BAB III
VALIDITAS DAN PENGUJIANNYA
A. Pendahuluan
Informasi yang keliru apabila digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam
pengambilan suatu keputusan maka tentulah kesimpulan dan keputusan itu tidak akan
merupakan keputusan dan kesimpulan yang tepat. Kasus siswa yang salah memilih
jurusan studi di perguruan tinggi menjadi contoh akibat keputusan yang didasarkan
oleh informasi dari hasil tes IQ yang tidak valid.
Guna mengungkap aspek-aspek atau variabel-variabel yang ingin diteliti itu
maka diperlukan alat ukur, berupa tes yang tepat agar kesimpulan penelitian nantinya
tidak keliru dan tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dari keadaan yang
sebenarnya. Dalam penyusunan tes diperlukan adanya suatu prosedur seleksi item
yang bertujuan memperoleh tes yang tepat untuk diujikan, tepat dalam hal ini adalah
tes yang valid.
Seperti yang diungkapkan dalam pendahuluan, bahwa yang menjadi pertanyaan
umum dalam masalah seleksi item adalah bagaimana skor tes tersebut diukur dan
bagaimana tes tersebut mengukur dengan baik. Oleh sebab itu prosedur pengujian
validitas terhadap alat ukur menjadi komponen penting dalam ilmu pengukuran.
Pengujian validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan suatu alat
ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
106
107
Pada bab ini akan dibahas pengertian validitas, tipe-tipenya, dan beberapa
contoh aplikasi. Pembahasan lebih mendalam ditekankan pada validitas faktorial
yang banyak diterapkan dalam berbagai bidang.
B. Pengertian validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan
suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen
pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut
mampu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan
pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah. Cronbach (1971)
menyatakan bahwa ”One validities, not a test, but an interpretation of data arising
from a specified procedure”(dalam Azwar, 2003: 44). Yang artinya bahwa pengertian
validitas sebenarnya menyangkut masalah hasil ukur bukan masalah alat ukurnya
sendiri, oleh sebab itu dalam proses validasi sebenarnya kita tidak bertujuan untuk
melakukan validasi tes akan tetapi melakukan validasi terhadap interpretasi data yang
diperoleh oleh prosedur tertentu. Walaupun demikian secara umum dan dalam skripsi
ini tetap digunakan istilah validitas alat ukur dengan pengertian bahwa yang
divalidasi adalah hasil ukurnya.
Jika seorang peneliti menggunakan alat ukur yang bertujuan untuk mengukur
suatu aspek tertentu, akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang tepat dan
teliti, maka akan dapat menimbulkan berbagai kesalahan dalam pengukuran.
108
Kesalahan itu dapat berupa hasil yang terlalu tinggi (overestimasi) atau yang terlalu
rendah (underestimasi). Keragaman dan kesalahan ini dalam istilah statistika disebut
varians galat. Alat ukur yang valid adalah yang memiliki varians galat yang kecil ,
sehingga bilangan yang dihasilkannya dapat dipercaya sebagai bilangan yang
sebenarnya atau bilangan yang mendekati keadaan sebenarnya.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, pengertian validitas sangat erat
berkaitan dengan masalah tujuan pengukuran. Oleh karena itu tidak ada validitas
yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya
merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian
jelaslah mengapa suatu alat ukur yang dikatakan sebagai valid guna pengambilan
suatu keputusan dapat saja sangat tidak berguna dalam pengambilan keputusan lain
dan bagi kelompok subjek yang lain.
Dengan menggunakan teknik komputasi dan cara analisis yang tepat, dapat
dihasilkan suatu estimasi guna melihat apa yang sesungguhnya diukur oleh tes dan
seberapa tepat hasil ukurnya.
Tinggi rendahnya validitas ditunjukkan oleh suatu bilangan yang disebut
koefisien validitas. Teknik dalam statistika yang digunakan untuk memperoleh
koefisien validitas yaitu teknik korelasi. Untuk memperoleh koefisien korelasi kita
menggunakan rumus korelasi product-moment Pearson, yang dapat dirumuskan
dalam persamaan 2.4, yaitu sebagai berikut:
109
)()(),(
2
1
2
1
2
1
2
1
110
YVarXVarYXCov
yynxxn
yxyxnr
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
iii
XY
=
−
−
−
=
∑∑∑∑
∑∑∑
====
===
X dan Y = skor masing-masing variabel
n = banyaknya subjek
Dalam penelitian sosial, psikologi dan pendidikan, validitas seringkali
dikonsepkan sebagai sejauh mana tes mampu mengukur atribut yang seharusnya
diukur. Dalam teori skor-murni klasik, pengertian validitas dinyatakan sebagai sejauh
mana skor-tampak X dapat mendekati besarnya skor-murni T. Skor-tampak X tidak
akan sama dengan skor-murni T kecuali apabila alat ukur yang bersangkutan
memiliki validitas yang sempurna atau melakukan pengukuran tanpa galat.
Suatu alat ukur yang tinggi validitasnya akan menghasilkan galat pengukuran
yang kecil, artinya skor setiap subjek yang diperoleh tidak jauh berbeda dari skor
yang sesungguhnya. Dengan demikian secara keseluruhan alat tes yang bersangkutan
akan menghasilkan varians galat yang kecil pula, hal inilah yang dalam skor-murni
klasik disebut sebagai validitas intrinsik. Validitas intrinsik dirumuskan sebagai akar
kuadrat dari rasio antara varians skor-murni dan varians skor-tampak, yakni
110
2
2
x
tXYr
σσ
=
di mana XYr adalah koefisien validitas, 2tσ adalah variansi skor murni sedangkan
2xσ adalah variansi skor tampak.
C. Tipe-tipe Umum Validitas
Dari cara dan estimasinya yang disesuaikan dengan sifat dan fungsi setiap tes,
tipe validitas pada umumnya digolongkan dalam tiga kategori, yaitu content validity
(validitas isi), construct validity (validitas konstruk ) dan criterion-related validity
(validitas berdasarkan kriteria). Construct validity (validitas konstruk ) dan criterion-
related validity (validitas berdasarkan kriteria) merupakan validitas empirik, yaitu
validitas yang membutuhkan perhitungan secara statistis.
1. Validitas Isi
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi
alat ukur dengan analisis rasional atau lewat keputusan-keputusan dari para ahli
(profesional judgment). Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas isi adalah
sejauh mana item-item tes mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan
kawasan isi objek yang hendak diukur (aspek representasi) dan sejauh mana item-item
alat ukur mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur (aspek relevansi).
(3.1)
111
Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan meminta pertimbangan dari para ahli
dan analisis korelasi item-total.
Untuk keperluan pengembangan item-item yang representatif maka
pengembangan item-item harus didasarkan pada perencanaan yang dituangkan dalam
kisi-kisi tes. Pengujian validitas isi dilakukan dengan mencermati kesesuaian isi item
yang ditulis dengan perencanaan yang telah dituangkan dalam kisi-kisi tes. Item-item
tes dinyatakan valid apabila isi item-item yang ditulis telah menunjukkan kesesuaian
dengan kisi-kisi tes. Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan meminta
pertimbangan ahli (expert judgement). Seseorang yang memiliki kompetensi dalam
suatu bidang dapat dimintakan pendapatnya untuk menilai ketepatan isi item dalam
tes. Item-item yang telah dipahami dan disepakati oleh para ahli merupakan item-item
yang valid. Sebagai contoh, proses validasi tes-tes di bidang pendidikan, proses awal
validasi yaitu persiapan item yang didahului oleh pemeriksaan mendalam dan
sitematis atas silabus dan buku-buku wajib yang relevan, serta konsultasi dengan
pakar mata pelajaran yang bersangkutan. Berdasarkan informasi yang terkumpul,
spesifikasi tes disusun untuk para penulis soal. Spesifikasi-spesifikasi ini seharusnya
menunjukkan bidang isi atau topik-topik yang dicakup serta sasaran-sasaran atau
proses-proses pengajaran yang harus dites. Spesifikasi-spesifikasi terakhir ini
seharusnya menunjukkan jumlah tiap jenis item yang dipersiapkan untuk masing-
masing topik. Contohnya, penilaian kemampuan membaca meliputi pemahaman kosa
kata dalam konteks kalimat, pemahaman isi secara harafiah, dan menarik kesimpulan
yang benar dari informasi yang ada. Penilaian ini juga mengambil materi sampel dari
112
sumber-sumber yang berbeda, seperti esai, puisi, artikel surat kabar, atau instruksi
menjalankan alat tertentu. Sedangkan sebuah tes matematika bisa mencakup
ketrampilan menghitung, pemecahan soal-soal yang disajikan secara verbal, dan
penerapan proses-proses yang dipelajari pada konteks yang baru dan belum dikenal
baik. Apabila tes yang disusun oleh para penulis soal telah sesuai dengan pengajaran,
silabus-silabus dan buku-buku yang mendukung, serta telah disepakati oleh pakar
mata pelajaran yang bersangkutan, maka dapat dikatakan bahwa tes tersebut
memenuhi validitas isi.
Pengujian validitas isi juga dapat dilakukan dengan analisis korelasi item-total.
Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi yang sesuai dengan
skala data yang akan diuji. Analisis korelasi antar sesama data interval adalah korelasi
product-moment Pearson. Jika yang dikorelasikan adalah antara data yang berskala
ordinal maka teknik korelasi yang dipakai adalah korelasi peringkat (rank-order
correlation). Jika yang dikorelasikan adalah antara data berskala interval dengan data
nominal maka teknik korelasi yang dipakai adalah korelasi point-biserial. Dalam
penelitian sosial, jika alat ukurnya menggunakan Skala Likert, Guttman, Semantic
Differential, Thurstone, maka data yang diperoleh dari alat ukur tersebut adalah data
interval (Sugiyono, 2008).
Korelasi item dengan total menunjukkan sumbangan item terhadap totalnya.
Item yang berkorelasi tinggi dengan totalnya menunjukkan bahwa item tersebut
merupakan isi dari alat ukur karena mempunyai sumbangan besar membentuk skor
total alat ukur. Item-item dikatakan valid apabila nilai korelasi item dengan total
113
( YX ir ) lebih tinggi daripada nilai korelasi dalam tabel. YX i
r menyatakan nilai korelasi
setiap item dengan total, dimana iX menyatakan item ke-i, sedangkan Y menyatakan
total item.
Sebagai contoh, dalam sebuah uji coba tes ”minat menjadi guru” dengan Skala
Likert, dan terdiri atas 10 item yang diikuti oleh 10 responden, memberikan hasil
seperti pada tabel. Dengan n = 10 dan α = 0.05, diperoleh r tabel sebesar 0.632.
Tabel 3.1
Skor Responden Pada Tes Minat Menjadi Guru
Item Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
1 4 3 1 5 2 2 2 3 5 2 29 2 5 4 2 4 3 1 1 4 5 3 32 3 3 2 1 4 2 2 1 3 4 2 24 4 4 2 1 3 2 3 2 3 4 2 26 5 5 1 2 4 2 2 2 4 5 2 29 6 3 2 3 5 1 1 1 3 5 3 27 7 4 3 2 5 2 2 1 3 4 3 29 8 5 2 1 4 3 2 1 3 4 2 27 9 2 1 1 3 2 1 2 3 5 1 21 10 3 2 2 4 2 1 1 4 5 3 27
YX ir 0.787 0.709 0.440 0.541 0.316 0.016 -0.241 0.508 0.170 0.689
Keputusan Valid Valid Tidak Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Tidak Valid Valid
114
Sebagai contoh hasil perhitungan validitas item 1 yang diperoleh dengan rumus
korelasi product-moment Pearson
Tabel 3.2
Perhitungan Korelasi Item pada Tes Minat Menjadi Guru
No X Y 2X 2Y XY 1 4 29 16 841 1162 5 32 25 1024 1603 3 24 9 576 724 4 26 16 676 1045 5 29 25 841 1456 3 27 9 729 817 4 29 16 841 1168 5 27 25 729 1359 2 21 4 441 4210 3 27 9 729 81Σ 38 271 154 7427 1052
Keterangan
X = skor responden pada item 1
Y = skor total responden
n = banyaknya subjek
( )[ ][ ]7869.0
73441)7427(101444)154(1038271)1052(10
2
1
2
1
2
1
2
1
110
=
−−−
=
−
−
−
=
∑∑∑∑
∑∑∑
====
===
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
iii
XY
yynxxn
yxyxnr
115
Dengan menghitung korelasi menggunakan rumus korelasi product-moment
Pearson diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.7869. Dari data dan perhitungan
tersebut dapat diketahui bahwa terdapat tiga item yang valid dan tujuh item yang tidak
valid. Item yang tidak valid dikeluarkan dari alat ukur dan tidak digunakan untuk
mengumpulkan data.
Validitas isi terbagi menjadi dua tipe, yaitu face validity (validitas muka) dan
logical validity (validitas logik).
Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena
hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes.
Validitas muka penting artinya untuk membangun kredibilitas tes dan selanjutnya
meningkatkan motivasi individu untuk menjawab tes. Validitas logik disebut juga
sebagai validitas sampling (sampling validity). Validitas tipe ini menunjukkan pada
sejauh mana isi tes merupakan representasi dari ciri-ciri variabel yang hendak diukur.
2. Validitas Berdasarkan Kriteria
Prosedur pendekatan validitas berdasarkan kriteria menghendaki tersedianya
kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor tes. Suatu kriteria adalah
variabel yang akan diprediksikan oleh skor tes atau berupa suatu alat ukur lain yang
relevan. Untuk melihat tingginya validitas berdasarkan kriteria dilakukan komputasi
korelasi antara skor tes dengan skor kriteria.
116
Skor pada tes diberi lambang X dan skor kriterianya diberi lambang Y .
Tingginya validitas berdasarkan kriteria ( XYρ ) diestimasi melalui komputasi
koefisien korelasi antara skor tes dengan skor kriteria ( XYr ).
Kerlinger (1995) mengatakan bahwa criterion-related validity dikaji dengan
cara membandingkan skor tes dengan satu atau lebih variabel ekstra (variabel
eksternal) atau kriteria yang diketahui (atau diyakini merupakan variabel yang sedang
dikaji).
Prosedur validasi berdasarkan kriteria menunjukan efektivitas sebuah tes untuk
memprediksi kinerja seseorang dalam aktivitas tertentu. Prosedur validitas
berdasarkan kriteria ini dapat dilakukan dengan dua macam validitas yaitu validitas
prediktif (predictive validity) dan validitas konkuren (concurrent validity). Perbedaan
logis antara validitas prediktif dan konkuren tidak didasarkan pada waktu melainkan
pada sasaran testing. Validitas konkuren relevan bagi tes-tes yang digunakan untuk
diagnosis status yang ada, bukan untuk memprediksi hasil-hasil di masa yang akan
datang. Perbedaan ini dapat diilustrasikan dengan bertanya, ”Apakah Daniel
memenuhi syarat sebagai pilot yang memuaskan?”. Pertanyaan ini menyangkut
validitas konkuren. ”Apakah Daniel memiliki prasyarat-prasyarat yang diperlukan
untuk menjadi pilot yang memuaskan?”. Pertanyaan kedua ini menyangkut validitas
prediktif. Kriteria bagi validitas konkuren selalu ada pada saat testing. Pada dasarnya
validitas konkuren lebih sederhana, lebih cepat dan lebih murah bagi data kriteria.
117
a. Validitas prediktif
Validitas prediktif diestimasi bila tes tersebut berfungsi sebagai prediktor bagi
performansi di waktu yang akan datang. Dalam analisis validitas prediktif,
performansi yang hendak diprediksi itu disebut sebagai kriteria validasi.
Prosedur validasi prediktif menunjukkan efektivitas sebuah tes untuk
memprediksi kinerja seseorang dalam aktivitas-aktivitas tertentu. Istilah prediktif bisa
digunakan dalam pengertian lebih luas, untuk merujuk pada prediksi dari tes pada
situasi kriteria apapun, atau dalam pengertian prediksi lebih terbatas selama interval
waktu tertentu (Anastasi, 1997). Informasi yang disediakan oleh validitas prediksi
paling relavan bagi tes-tes yang digunakan dalam seleksi dan klasifikasi personil.
Cara menentukan tinggi rendahnya daya prediksi suatu variabel prediktor
adalah dengan menggunakan analisis korelasi, yaitu dengan mengkorelasikan antara
variabel prediktor dengan variabel kriterium. Sebagai contoh dalam penerimaan
mahasiswa pada perguruan tinggi Universitas Sanata Dharma, dalam hal ini yang
berperan sebagai variabel prediktornya adalah nilai komposit tes potensi akademik
plus dan variabel kriteriumnya adalah prestasi belajar, yaitu indeks prestasi kumulatif
dan indeks prestasi semester.
Jenis keputusan yang memerlukan pengetahuan tentang validitas prediktif tes
yaitu penerimaan para pelamar kerja, penyeleksian mahasiswa untuk diterima pada
perguruan tinggi dan sekolah-sekolah, dan penugasan personil militer pada program-
program pelatihan jabatan. Sebuah tes bisa divalidasikan terhadap sebanyak mungkin
kriteria sejauh ada penggunaan khusus untuk validasi tersebut. Di antara kriteria yang
118
paling sering digunakan dalam memvalidasi tes-tes intelegensi adalah indeks prestasi
akademik. Karena alasan inilah, tes-tes intelegensi kerap kali digambarkan secara
lebih tepat sebagai ukuran bakat belajar. Indeks-indeks khusus yang digunakan
sebagai ukuran kriteria mencakup nilai sekolah, skor tes prestasi, catatan kelulusan,
penghargaan dan hadiah khusus, serta peringkat guru atau pengajar untuk intelegensi.
Berbagai indeks prestasi akademis telah memberikan data kriteria pada semua tingkat
pendidikan, dari tingkat dasar sampai mahasiswa dan pascasarjana. Meskipun
terutama digunakan dalam validasi tes kecerdasan umum, berbagai indeks ini juga
berfungsi sebagai kriteria bagi tes multi-bakat dan tes kepribadian. Validasi atas
jenis-jenis tes ini digunakan dalam seleksi mahasiswa, misalnya kriteria umumnya
adalah indeks prestasi kumulatif mahasiswa tahun pertama.
b. Validitas konkuren
Validitas konkuren adalah pengujian validitas yang menggunakan kriteria
eksternal di mana kriteria eksternal yang digunakan telah ada pada saat pengujian tes
dilakukan. Tes akhir semester dapat diuji validitasnya menggunakan nilai ulangan
harian sebagai kriteria, tes masuk siswa baru dapat diuji validitasnya menggunakan
bilangan rapor sekolah sebelumnya. Sebagai contoh, seorang peneliti ingin
mengembangkan tes untuk variabel ”kreativitas berpikir” yang mengukur kekayaan
variasi jawaban oleh responden. Untuk menguji validitasnya, dia memilih tes baku
atau yang telah valid untuk mengukur variabel tersebut yaitu ”divergent thinking”
yang dikembangkan oleh J.P. Guilford dengan tujuan pengukuran yang sama.
119
Pengujian validitas selanjutnya dilakukan dengan mengkorelasikan skor hasil
pengukuran responden menggunakan tes ”kreativitas berpikir” dengan skor hasil
pengukuran responden menggunakan tes ”divergent thinking”. Perhitungan korelasi
tes yang diuji validitasnya dengan kriterianya, digunakan rumus korelasi product-
moment Pearson. Sebagai ilustrasi, pada responden sebanyak 10 orang, kedua tes
memberikan hasil pengukuran sebagai berikut:
Tabel 3.3
Hasil Pengukuran Kreativitas Berpikir dan Divergen Thinking
No X Y 1 70 82 2 85 80 3 75 72 4 90 87 5 60 65 6 57 73 7 72 70 8 65 60 9 50 65 10 87 80
Keterangan:
X = hasil pengukuran menggunakan alat ukur ”kreativitas berpikir”
Y = hasil pengukuran menggunakan alat ukur ”divergent thinking”
Dari hasil perhitungan korelasi maka diperoleh korelasi hitung antara kedua skor
sebesar 0.754. Dengan n = 10 dan α = 0.05 diperoleh r tabel sebesar 0,632.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kedua hasil pengukuran berkorelasi
secara signifikan, dan dapat disimpulkan bahwa kedua alat ukur mengukur keadaan
120
yang memang ingin diukur, oleh karena itu alat ukur yang dikembangkan terbukti
valid.
3. Validitas konstruk
Menurut Allen dan Yen, validitas kontruk adalah tipe validitas yang
menunjukkan sejauh mana tes mengungkap suatu sifat atau konstruk teoretik yang
hendak diukurnya (Azwar, 1999: 53). Pengujian validitas konstruk merupakan proses
yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai sifat yang
diukur. Walaupun pengujian validitas konstruk biasanya memerlukan teknik analisa
statistika yang lebih kompleks daripada teknik-teknik yang dipakai pada pengujian
validitas empirik lainnya akan tetapi hasil estimasi validitas konstruk tidak
dinyatakan dalam bentuk suatu koefisien validitas.
Validitas konstruk memusatkan perhatian pada peran teori psikologis dalam
penyusunan tes. Untuk itu prosedur validasi konstruk diawali dari suatu identifikasi
dan batasan mengenai variabel yang hendak diukur yang dinyatakan sebagai suatu
bentuk konstruk logis berdasarkan teori mengenai variabel tersebut. Dari teori
tersebut kemudian ditarik semacam konsekuensi praktis mengenai hasil tes pada
kondisi tertentu. Konsekuensi inilah yang kemudian diuji, apabila hasilnya sesuai
dengan harapan maka tes yang bersangkutan dianggap memiliki validitas konstruk
yang baik.
Menurut Magnusson (dalam Azwar: 1999), validitas konstruk dapat dicapai
melalui beberapa cara, antara lain:
121
1. Studi mengenai perbedaan di antara kelompok-kelompok yang menurut teori
harus berbeda.
Apabila teori mengatakan bahwa antara suatu kelompok dengan kelompok
lainnya harus memiliki skor yang berbeda maka kenyataannya dapat diuji
melalui pengumpulan data yang kemudian dianalisis dengan teknik statistika
tertentu.
2. Studi mengenai pengaruh perubahan yang terjadi dalam diri subjek dan
lingkungannya terhadap hasil tes.
Apabila teori mengatakan bahwa hasil tes dipengaruhi oleh kondisi subjek,
misalnya faktor kematangan, maka pertambahan usia harus mengubah skor
subjek pada aspek yang dipengaruhi tersebut dan bukan pada aspek lain yang
tidak terpengaruh oleh kematangan.
3. Studi mengenai korelasi di antara berbagai variabel yang menurut teori
mengukur aspek yang sama.
Studi ini dapat diperluas dengan mengikutsertakan pula koefisien korelasi di
antara berbagai skor tes yang mengukur aspek yang berbeda. Prosedur
termaksud akan menghasilkan validitas konvergen dan validitas diskriminan
yang merupakan kesimpulan pendekatan validasi multitrait-multimethod.
4. Studi mengenai korelasi antar item atau antarbagian tes
Interkorelasi yang tinggi di antara belahan dari suatu tes dapat dianggap
sebagai bukti bahwa tes terebut mengukur satu variabel satuan (unitary
variable).
122
Dua diantara pendekatan yang banyak dilakukan dalam pengujian validitas
konstruk antara lain adalah pendekatan validitas Multisifat-multimetode (multitrait-
multimethod) dan pendekatan validitas faktorial.
a. Validitas Multisifat-multimetode (multitrait-multimethod)
D.T. Campbel (1960) menunjukkan bahwa, dalam rangka menunjukkan
validitas konstruk, kita harus menunjukkan bukan hanya bahwa sebuah tes
berkorelasi tinggi dengan variabel-variabel lain sebagaimana seharusnya secara
teoretis tetapi juga bahwa tes tersebut tidak berkorelasi secara signifikan dengan
variabel-variabel yang memang berbeda dari tes tersebut. D.T. Campbel dan Fiske
(1959) mendeskripsikan proses sebelumnya sebagai validasi konvergan dan yang
kemudian sebagai validasi diskriminan. Korelasi sebuah tes penalaran kuantitatif
dengan nilai-nilai selanjutnya dalam mata pelajaran matematika akan menjadi contoh
validasi konvergen. Untuk tes penalaran kuantitatif validitas diskriminan akan
dibuktikan oleh korelasi yang rendah dan tidak signifikan dengan skor-skor pada tes
pemahaman bacaan, karena kemampuan membaca adalah variabel yang tidak relavan
dalam sebuah tes yang dirancang untuk mengukur penalaran kuantitatif.
D.T. Campbel dan Fiske (1959) mengusulkan rancangan eksperimental dan
sistematik untuk pendekatan ganda dari validasi konvergen dan diskriminan, yang
mereka sebut matriks multisifat-multimetode (multitrait-multimethod matrix). Pada
dasarnya, prosedur ini menuntut penilaian dua atau lebih sifat oleh dua atau lebih
metode. Validitas konstruk dengan pendekatan validitas multisifat-multimetode
123
(multitrait-multimethod) menghasilkan estimasi terhadap validitas konvergen yang
ditunjukkan oleh tingginya koefisien korelasi di antara skor tes yang mengukur sifat
yang sama, dan validitas diskriminan yang diperlihatkan oleh rendahnya korelasi di
antara skor tes yang mengukur sifat yang berbeda. Ilustrasi dalam matriks 1
menggambarkan adanya kedua bentuk validitas termaksud.
)(2
)()(2
)()()(1
)()()()(1
2211
22
2222
112111
21211111
Tbb
Rba
Taa
Tba
Rab
Tbb
Rba
Taa
Rba
Taa
rB
rrA
rrrB
rrrrABABA
Keterangan:
T = Tinggi
R = Rendah
Dalam matriks 1, huruf melambangkan sifat sedangkan bilangan melambangkan
metode. Jadi A1 dan A2 melambangkan dua skala yang mengukur sifat yang sama
yaitu sifat A melalui metode yang berbeda.
Sebagai contoh dalam suatu penelitian terdapat tiga sifat yang mewakili tiga ciri
kepribadian yang akan diukur, seperti misalnya (A) dominasi, (B) sosiabilitas, (C)
motivasi prestasi. Ketiga sifat tersebut diukur dengan tiga metode yang berbeda yaitu
124
(1) inventori laporan-diri, (2) sebuah tes projektif dan (3) peringkat kelompok sebaya.
Jadi 1A akan mengindikasikan skor-skor dominasi pada inventori laporan-diri, 2A
skor-skor dominasi pada tes projektif, 3C akan menggambarkan motivasi prestasi
pada peringkat kelompok sebaya.
Tabel 3.4
Matriks Multisifat-Multimetode
Metode 1 Metode 2 Metode 3
Sifat 1A 1B 1C 2A 2B 2C 3A 3B 3C
1A (0.89)
1B 0.51 (0.89) Metode
1 1C 0.39 0.37 (0.76)
2A 0.57 0.22 0.09 (0.93)
2B 0.22 0.57 0.10 0.68 (0.94)
Metode
2
2C 0.11 0.11 0.46 0.59 0.58 (0.84)
3A 0.56 0.22 0.11 0.67 0.42 0.33 (0.94)
3B 0.23 0.58 0.12 0.43 0.66 0.34 0.67 (0.92) Metode
3 3C 0.11 0.11 0.45 0.34 0.32 0.58 0.58 0.60 (0.85
Blok monomethod
Diagonal reliabilitas
Blok heteromethod Diagonal validitas Segitiga heterotrait-monomethod
Segitiga heterotrait-heteromethod
125
Matriks multisifat-multimetode terdiri dari beberapa bagian, yaitu blok monomethod,
blok heteromethod , segitiga heterotrait-heteromethod, segitiga heterotrait-
monomethod, diagonal validitas dan diagonal reliabilitas. Blok monomethod terdiri
atas seluruh korelasi antara metode yang sama dalam pengukuran, sedangkan blok
heteromethod terdiri atas seluruh korelasi antara metode yang berbeda dalam
pengukuran. Segitiga heterotrait-heteromethod terdiri atas korelasi antara sifat-sifat
yang berbeda yang diukur dengan metode yang berbeda (dalam segitiga bergaris
terputus-putus), sedangkan heterotrait-monomethod terdiri atas sifat-sifat berbeda
yang diukur dengan metode yang sama (dalam segitiga bergaris utuh).
Diagonal validitas terdiri atas koefisien validitas (bilangan tebal, sepanjang tiga
diagonal yang lebih pendek), koefisien validitas tersebut merupakan skor-skor yang
diperoleh dari korelasi antara sifat yang sama metode yang berbeda. Sebagai contoh
sifat A metode 2 dengan sifat A metode 1 (korelasi antara 2A - 1A ).
Diagonal reliabilitas terdiri atas koefisien reliabilitas (dalam kurung sepanjang
diagonal utama). Sebagai contoh, koefisien reliabilitas pertama adalah korelasi antara
sifat A, metode 1 dengan sifat A, metode 1 (korelasi antara 1A - 1A ), atau dengan kata
lain koefisien reliabilitas diperolah dengan mengkorelasikan dengan dirinya sendiri.
Pada kenyataannya korelasi dengan dirinya sendiri merupakan korelasi yang
sempurna (r =1), akan tetapi dalam matriks multisifat-multimetode nilai korelasi
digantikan dengan koefisien reliabilitasnya. Sebagai contoh, koefisien reliabilitas
skor-skor dominasi pada inventori laporan-diri adalah sebesar 0.89, maka pada
126
diagonal utama dalam matriks yang dicantumkan bukanlah nilai korelasi dengan
dirinya sendiri, akan tetapi koefisien reliabilitasnya yaitu 0.89.
Untuk validitas konstruk yang memuaskan, koefisien validitas seharusnya lebih
tinggi dari pada korelasi antara sifat-sifat yang berbeda diukur oleh metode yang
berbeda dan juga lebih tinggi dari pada korelasi antara sifat-sifat yang berbeda
diukur oleh metode yang sama. Sebagai contoh, korelasi antara skor-skor dominasi
dari inventori laporan-diri dan skor-skor dominasi dari tes projektif, seharusnya lebih
tinggi daripada korelasi antara skor dominasi dan skor sosiabilitas dari inventori
laporan diri.
b. Validitas faktorial
Analisis faktor merupakan kumpulan prosedur matematik yang kompleks untuk
menganalisis saling hubungan diantara variabel-variabel dan menjelaskan saling
hubungan tersebut dalam bentuk kelompok variabel yang terbatas, yang disebut
faktor. Oleh karena itu validitas yang ditegakkan melalui prosedur analisis faktor
disebut sebagai validitas faktorial (factorial validity).
Pelaksanaan pengujian validitas konstruk melalui prosedur analisis faktor
memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai komputasi statistika. Pada
dasarnya, adanya koefisien korelasi yang tinggi diantara dua tes menunjukkan bahwa
kedua tes tersebut mengukur suatu faktor yang sama. Dalam prosedur analisis faktor,
tes dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu disebut sebagai tes yang memiliki beban
faktor (factor loading) yang tinggi. Beban faktor merupakan korelasi antara setiap
127
variabel dan faktor, maka cakupan nilainya adalah antara -1.0 sampai 1.0 seperti
halnya koefisien korelasi. Beban faktor mempunyai arti dalam menginterpretasikan
setiap variabel. Dengan beban faktor yang tinggi menjadikan variabel terwakili oleh
faktor.
Secara matematis validitas dapat dirumuskan dengan
t
coValvarvar
=
di mana Val adalah validitas; covar variansi-faktor-umum; dan tvar variansi total
suatu ukuran. Dengan demikian validitas dipandang sebagai proporsi variansi total
dalam suatu ukuran yang merupakan variansi faktor umum.
Dalam teori analisis faktor, variansi faktor umum adalah variansi dalam suatu
ukuran yang dimiliki oleh semua faktor. Dengan kata lain variansi faktor umum
adalah variansi yang terdapat dalam dua tes atau lebih. Variansi spesifik yang
disimbolkan dengan spvar adalah variansi dalam suatu ukuran yang hanya dimiliki
oleh variabel tertentu dan tidak dimiliki oleh variabel lain. Jika suatu tes mengukur
ketrampilan yang diukur pula oleh tes-tes lain, maka akan diperoleh variansi faktor
umum dari tes tersebut, sedangkan jika suatu tes mengukur ketrampilan yang tidak
diukur oleh satu pun tes lain, maka akan diperoleh variansi spesifik.
(3.2)
128
Lingkaran A dan lingkaran B mewakili varian-varian Tes A dan Tes B. Perpotongan
A dan B, yakni BA∩ adalah relasi antara kedua tes tersebut. Sedangkan
)var( BA∩ adalah variansi faktor umum. Dalam ilustrasi gambar di atas juga
ditunjukkan varian-varian spesifik dan galat kedua tes tersebut.
Variansi total suatu ukuran mempunyai beberapa komponen, yaitu variansi
faktor umum, variansi spesifik dan variansi galat.
t
e
t
sp
t
co
t
t
espcot
varvar
varvar
varvar
varvar
varvarvarvar
++=
++=
Dengan demikian validitas dapat dipandang sebagai bagian dari variansi total
yang bukan variansi unik dan variansi galat. Validitas suatu ukuran adalah bagian
dari variansi total suatu ukuran yang mengandung variansi sama dengan ukuran-
ukuran lainnya.
t
e
t
sp
t
t
t
coValvarvar
varvar
varvar
varvar
−−==
coBA var)var( =∩evar
evar
Bspvar Aspvar
var(A) var(B)
(3.3)
(3.4)
(3.5)
129
Diandaikan terdapat faktor A dan faktor B dalam suatu pengukuran, faktor A
merupakan faktor kemampuan verbal sedangkan faktor B merupakan faktor
kemampuan hitung. Masing-masing faktor menghasilkan variansi yaitu var(A) dan
var(B). Maka akan diperoleh variansi faktor umum yaitu dengan menjumlahkan
variansi faktor A dan variansi faktor B.
ttt
co
co
BABA
var)var(
var)var(
varvar
)var()var(var
+=
+=
maka diperoleh
ttt
co BAValvar
)var(var
)var(varvar
+==
Variansi faktor umum atau komponen validitas ukuran disebut sebagai
2h (komunalitas), telah ditunjukkan dalam Bab II bahwa komunalitas merupakan
jumlah beban faktor umum (persamaan 2.15).
njaaah jmjjj ,,2,1,222
21
2LL =+++=
di mana 21ja , 2
2ja ,…, 2jma adalah kuadrat-kuadrat beban faktor pada variabel ke-j,
dan 2jh adalah komunalitas variabel pada variabel ke-j, 2
jh dianggap sebagai variansi
faktor umum, maka diperoleh hubungan cojh var2 = . Oleh sebab itu dapat diperoleh
nilai komunalitas dari faktor A dan faktor B sebagai berikut:
22
21
2jjj aah +=
(3.6)
(3.7)
130
21)var( aA = dan 2
2)var( aB = . Dengan mensubtitusikan persamaan 3.7 ke dalam
persamaan 3.4 maka diperoleh variansi total suatu tes yaitu sebagai berikut:
t
e
t
sp
ttt
t BAvarvar
varvar
var)var(
var)var(
varvar
+++=
Proses validasi faktorial yang diperkenalkan oleh Hair, Anderson, Tattham, dan
Black (2006) adalah teknik split sampel dan teknik double sampel.
1. Split Sample
Teknik Split Sample dilakukan dengan membagi jumlah sampel yang diteliti
menjadi dua buah sampel yang sama besar. Kedua sampel tersebut kemudian
dianalisis dengan analisis faktor ulang secara terpisah. Hasil analisis faktor
dari kedua sampel tersebut kemudian dibandingkan. Perbandingan dari hasil
kedua analisis tersebut dapat dipakai sebagai metode untuk melakukan
pemeriksaan validitas penelitian yang diperoleh. Model sampel dibagi dua
sebagai metode uji validitas didasari oleh asumsi bahwa data yang sama akan
menghasilkan faktor yang sama karena mengukur suatu domain yang sama
pula dan mempunyai sifat yang sama.
2. Double Sample
Sampel ganda dimaksudkan bahwa peneliti perlu menyediakan dua sampel
yang sama, yaitu sampel utama dan sampel pembanding. Kemudian kedua
sampel dianalisis dengan analisis faktor secara terpisah. Kedua hasil analisis
2h
(3.8)
131
tersebut kemudian dibandingkan. Tes yang diuji akan dikatakan sebagai
memiliki validitas faktorial yang baik apabila data sampel utama
menunjukkan beban faktor yang relatif tinggi sebagaimana beban faktor pada
sampel pembanding. Adanya validitas faktorial yang baik juga diperlihatkan
oleh rendahnya beban faktor bagi data sampel utama yang diuji pada faktor
yang tidak diungkap oleh sampel pembanding. Pengertian ini analog dengan
pengertian validitas konvergen dan validitas diskriminan yang telah
dibicarakan terdahulu. Teknik uji validitas sampel ganda jarang dipakai
karena sifatnya boros dan sulit untuk mengumpulkan sampel dalam jumlah
yang sangat banyak.
Contoh 3.3.1
Sebagai contoh, dalam skripsi Alfonsus Adi Wicaksono (2006), peneliti
menggunakan teknik Double Sample untuk menguji validitas faktorial. Peneliti
menyediakan dua buah sampel yang berbeda yaitu hasil analisis faktor Tes Potensi
Akademik Plus Universitas Sanata Dharma, studi kasus penerimaan mahasiswa baru
Fakultas Psikologi angkatan 2002-2003 yang merupakan sampel utama dalam
penelitian ini. Sampel yang kedua adalah hasil analisis faktor angkatan 2003-2004
yang merupakan sampel pembanding. Variabel-variabel yang digunakan yaitu skor
sub tes Penalaran Verbal (PV), skor sub tes Kemampuan Numerik (KN), skor sub tes
Penalaran Mekanik (PM), skor sub tes Hubungan Ruang (HR) dan skor sub tes
Bahasa Inggris (BI). Perbandingan kedua sampel ini dijadikan sebagai acuan uji
132
validitas. Berikut ini adalah perbandingan hasil analisis faktor dari kedua sampel
yang berbeda.
Tabel 3.5
Tabel Perbandingan Hasil Analisis Faktor
Hasil Analisis Faktor Angkatan 2002-2003
Hasil Analisis Faktor Angkatan 2003-2004
Variabel Beban Faktor Variabel Beban
Faktor KN -0.375 PV 0.753 PM 0.806 PM 0.721 Faktor 1 HR 0.716
Faktor 1 HR 0.540
PV 0.840 KN 0.603 Faktor 2 BI -0.608 Faktor 2 BI -0.823
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa baik hasil analisis faktor angkatan
2002-2003 maupun hasil analisis faktor angkatan 2003-2004 memberikan jumlah
faktor yang sama yaitu dua faktor sehingga dapat dikatakan bahwa perbandingan ini
memberikan hasil yang konsisten dalam mengekstrak jumlah faktor.
Namun dalam hal variabel-variabelyang menyangga tiap faktor, hasil analisis
faktor kedua sampel itu menunjukkan perbedaan. Analisis faktor terhadap sampel
angkatan 2002-2003 memberikan gambaran bahwa KN, PM dan HR menyangga
faktor 1, sedangkan variabel PV dan BI menyangga faktor 2. Pada sampel angkatan
2003-2004 variabel PV, PM dan HR menyangga faktor 1, sedangkan variabel KN dan
BI menyangga faktor 2.
133
Perbandingan ini memberikan hasil yang tidak konsisten dalam menyangga
faktor. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan karakteristik antara sampel
angkatan 2002-2003 dengan angkatan 2003-2004.
Secara umum hasil pengujian validitas faktorial kurang memuaskan atau dapat
dikatakan Tes Potensi Akademik Plus Universitas Sanata Dharma khususnya dalam
penerimaan mahasiswa baru Fakultas Psikologi kurang valid berdasarkan pengujian
validitas faktorial, hal ini dikarenakan perbandingan hasil analisis faktor pada sampel
utama dan sampel pembanding memberikan hasil yang tidak konsisten dalam
menyangga faktor walaupun perbandingan antara hasil analisis faktor angkatan 2002-
2003 dengan hasil analisis faktor angkatan 2003-2004 menghasilkan jumlah faktor
yang sama yaitu sebanyak dua faktor sehingga dapat memberikan hasil yang
konsisten dalam mengekstrak jumlah faktor serta dalam hal variabel-variabel yang
menyangga tiap faktor, dari perbandingan antara hasil analisis faktor angkatan 2002-
2003 dengan hasil analisis faktor angkatan 2003-2004 menghasilkan variabel PM dan
HR secara konsisten menyangga faktor 1, sedangkan variabel BI secara konsisten
menyangga faktor 2.
134
BAB IV
APLIKASI PENGUJIAN VALIDITAS
Pada Bab ini akan dibahas mengenai aplikasi pengujian validitas dalam tes yang
mengukur prestasi mengajar dosen Universitas Sanata Dharma serta dalam Tes
Potensi Akademik Plus pada tes penerimaan mahasiswa baru Universitas Sanata
Dharma.
Dalam Bab III telah dipaparkan berbagai metode yang dikembangkan dalam
pengujian validitas. Pertama, validitas isi diuji secara logis atau empiris. Secara logis,
validitas isi diuji dengan mencermati kesesuaian item yang ditulis dengan kisi-
kisinya, baik dilakukan sendiri oleh pengembang alat ukur maupun dimintakan
pendapat kepada ahli (professional judgment). Secara empiris pengujian kesesuaian
item dengan kisi-kisi tersebut diuji dengan analisis korelasi item-total untuk melihat
sumbangan item terhadap total variabel. Kedua, validitas kriteria dapat dibagi
menjadi dua berdasarkan kriteria dasar untuk mengujinya yaitu validitas konkuren
dan validitas prediktif. Ketiga, ketepatan konstruksi diuji dengan uji validitas
konstruk. Pengujian dapat dilakukan dengan salah satu dari beberapa metode: matriks
mulisifat dan multimetode dan analisis faktor.
Dalam Bab ini, pengujian kesesuaian item dengan kisi-kisi tes yang mengukur
prestasi mengajar dosen Universitas Sanata Dharma berupa kuesioner penilaian
mahasiswa terhadap prestasi mengajar dosen Universitas Sanata Dharma tersebut
diuji dengan analisis korelasi item-total.
134
135
Pengujian validitas konstruk dengan analisis faktor digunakan untuk menguji
sejauhmana tes tersebut benar-benar mengukur sifat yang hendak diukur. Oleh sebab
itu pengujian validitas konstruk menjadi penting untuk dilakukan dalam pengujian
validitas Tes Potensi Akademik Plus. Dalam Bab ini, aplikasi pengujian validitas
dengan analisis faktor digunakan dalam pengujian validitas Tes Potensi Akademik
Plus Universitas Sanata Dharma.
Melalui aplikasi tersebut diharapkan pemahaman mengenai pengujian validitas
semakin mudah dan dapat menggunakannya dalam berbagai penelitian sosial,
ekonomi, pendidikan dan psikologi.
A. Pengujian Validitas Isi
Dalam rangka meningkatkan kinerja dosen dalam memberikan pengajaran di
perkuliahan serta menjadi bahan evaluasi dosen terhadap kinerjanya, maka Pusat
Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pembelajaran (P3MP) Universitas Sanata
Dharma melakukan survei kepada seluruh mahasiswa aktif Universitas Sanata
Dharma mengenai tingkat kepuasan terhadap pengajaran yang diberikan oleh dosen
yang mengampu mata kuliah sesuai bidang studinya. Survei dilakukan dengan
menggunakan alat ukur yang berupa kuesioner. Kuesioner tersebut memuat evaluasi
kinerja dosen oleh mahasiswa, kontribusi mahasiswa dalam pembelajaran dan
kepuasan mahasiswa. Kuesioner terdiri atas delapan belas item yang telah diuji
validitas isinya berdasarkan penilaian para ahli. Data penelitian berskala interval, skor
setiap itemnya berjalan dalam interval 1 sampai 7.
136
P3MP telah melakukan pengujian validitas isi secara logis, yaitu berdasarkan
kesepakatan dari para ahli. Dalam Bab ini, akan dilakukan pengujian validitas isi
dengan analisis korelasi item-total. Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan
korelasi product-moment Pearson, karena data yang diteliti merupakan data yang
berskala interval. Korelasi item dengan totalnya menunjukkan sumbangan item
dengan totalnya. Item-item dikatakan valid apabila nilai korelasi item total ( XYr )
lebih tinggi dari pada nilai korelasi dalam tabel.
Data diperoleh dari P3MP berupa hasil survei perkuliahan semester gasal 2008-
2009, data yang akan diuji berupa data sampel, yaitu hasil survei perkuliahan
semester 2008-2009 terhadap dosen. Dari 336 hasil survey perkuliahan, diambil 100
sampel, penarikan sampel dilakukan dengan metode acak sederhana. Metode acak
sederhana merupakan sebuah metode untuk memilih n sampel dari N populasi, dan
setiap elemen dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih. Dengan
menggunakan tabel acak, maka diperoleh 100 sampel yang akan diuji validitasnya.
Dalam skripsi ini telah dilampirkan data sampel hasil survei perkuliahan semester
gasal 2008-2009 serta contoh kursioner.
Analisis korelasi product-moment Pearson dilakukan dengan bantuan SPSS for
windows 15 dan diperoleh hasil korelasi yang telah diringkas dalam bentuk tabel
korelasi sebagai berikut:
137
Tabel 4.1
Koefisien Korelasi Item-Total
Item dikatakan valid apabila nilai korelasi item dengan total item lebih tinggi dari
pada nilai-nilai product-moment dalam tabel. Sebaliknya, item dikatakan tidak valid
apabila nilai korelasi item dengan total item lebih rendah dari pada nilai-nilai
product-moment dalam tabel, item yang tidak valid tidak dapat dipakai sebagai item
dalam alat ukur, atau dengan kata lain item tersebut gugur. Jika banyaknya sampel
100 (n = 100) dan tingkat kepercayaan α = 0.01 maka rtabel = 0.256.
Dari data dan hasil analisis korelasi dapat disimpulkan bahwa nilai korelasi item
dengan total item seluruhnya lebih dari rtabel = 0.256. Maka dapat disimpulkan bahwa
seluruh item memenuhi syarat validitas isi. Seluruh item merupakan isi dari alat ukur
karena mempunyai sumbangan besar membentuk skor total alat ukur.
B. Pengujian Validitas Konstruk
Pengujian validitas konstruk ini bertujuan untuk mengukur ketepatan konstruksi
atau dengan kata lain mengukur sejauhmana alat ukur mengungkap suatu sifat atau
item XYr keputusan item XYr keputusan1 0.741 Valid 10 0.885 Valid 2 0.812 Valid 11 0.872 Valid 3 0.889 Valid 12 0.868 Valid 4 0.742 Valid 13 0.765 Valid 5 0.771 Valid 14 0.871 Valid 6 0.914 Valid 15 0.844 Valid 7 0.786 Valid 16 0.863 Valid 8 0.930 Valid 17 0.550 Valid 9 0.838 Valid 18 0.932 Valid
138
konstruk teoretik yang hendak diukurnya. Mengingat pentingnya pengujian validitas
konstruk dalam suatu alat ukur, maka dalam sripsi ini akan dilakukan pengujian
validitas konstruk terhadap Tes Potensi Akademik Plus Universitas Sanata Dharma.
Seleksi penerimaan mahasiswa baru biasanya dilakukan dengan menggunakan
sebuah tes psikologi. Tes psikologi yang dipakai dalam proses seleksi mahasiswa
baru adalah Tes Potensi Akademik Plus. Tes Potensi akademik Plus terdiri dari empat
sub tes bakat yang merupakan adaptasi DAT (Differential Aptitude Test), yaitu
Penalaran Verbal dan Kemampuan Numerik yang bersama-sama mengukur
kecerdasan umum atau general intellegence, sedangkan Penalaran Mekanik dan
Hubungan Ruang bersama-sama mengukur kemampuan yang lebih dituntut dibidang
teknik atau sains. Selain itu ditambah dengan satu sub tes tambahan, yaitu sub tes
Bahasa Inggris.
Tes Potensi Akademik Plus yang terdiri dari lima sub tes ini memiliki tujuan
dan fungsi ukur yang berlainan satu sama lain. Dari kemampuan ukur yang berbeda-
beda ini, akan dilihat apakah ada faktor atau kemampuan umum yang sama-sama
diukur oleh sub tes- sub tes tersebut. Untuk mengetahui faktor-faktor tersebut, akan
digunakan metode analisis faktor.
Data yang akan diuji berupa data sampel yaitu data skor-skor per sub tes Tes
Potensi Akademik Plus calon mahasiswa Universitas Sanata Dharma. Dalam skripsi
ini digunakan dua buah sampel yang berbeda yaitu hasil analisis faktor Tes Potensi
Akademik Plus Universitas Sanata Dharma penerimaan mahasiswa baru Fakultas
Psikologi angkatan 2002-2003 merupakan sampel utama yang berjumlah 113 sampel.
139
Sampel yang kedua adalah hasil analisis faktor angkatan 2003-2004 yang merupakan
sampel pembanding, berjumlah 105 sampel. Berikut akan disajikan perbandingan
diskripsi mengenai rata-rata dan variansi hasil tes untuk masing-masing variabel dari
sampel pertama dan sampel kedua.
Tabel 4.2
Diskripsi Sampel
Hasil Analisis Faktor Angkatan 2002-2003
Hasil Analisis Faktor Angkatan 2003-2004
N Rata-rata Variansi N Rata-rata Variansi PV 113 7.3274 1.419 PV 105 7.4095 1.013KN 113 7.3274 3.633 KN 105 7.4857 3.175PM 113 6.6195 3.184 PM 105 6.6952 3.099HR 113 6.2212 2.388 HR 105 6.3143 2.237BI 113 7.0442 2.418 BI 105 7.1333 1.924
1. Analisis Faktor pada Tes Potensi Akademik Plus Universitas Sanata Dharma
Berikut akan disajikan hasil proses analisis faktor pada Tes Potensi Akademik
Plus Universitas Sanata Dharma penerimaan mahasiswa baru Fakultas Psikologi
angkatan 2002-2003. Proses analisis faktor dilakukan dengan bantuan program SPSS
for windows 15.
a. Matriks Korelasi
Perhitungan matriks korelasi didasarkan atas perhitungan input data yaitu skor
lima (skor per) sub tes dari Tes Potensi Akademik Plus. Perhitungan matriks korelasi
140
menghasilkan tabel yang menunjukkan interkorelasi antar variabel. Berikut ini
disajikan tabel matriks korelasi
Tabel 4.3
Matriks Korelasi 5 Sub tes TPA Plus
PV KN PM HR BI Correlation PV 1.000 0.259 0.294 0.271 0.248 KN 0.259 1.000 0.247 0.251 -0.005 PM 0.294 0.247 1.000 0.351 0.038 HR 0.271 0.251 0.351 1.000 -0.045 BI 0.248 -0.005 0.038 -0.045 1.000
Hair, Anderson, Tattham, dan Black (2006), menetapkan nilai matriks korelasi yang
signifikan adalah 0.3. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa matriks korelasi dari lima sub
tes TPA Plus memiliki 1 dari 10 korelasi yang signifikan, yaitu antara sub tes
Pemahaman Mekanik dan Hubungan Ruang. Hal tersebut menunjukkan bahwa sub
tes PM dan HR menyangga faktor yang sama.
b. KMO Bartlett Test of Sphericity
Sesudah matriks korelasi dipersiapkan, langkah yang harus dilakukan peneliti
adalah menguji tingkat korelasi matriks tersebut. KMO dan Bartlett Test of Sphericity
merupakan pengujian-pengujian statistik. Kedua tes tersebut dipakai untuk
mengetahui tingkat signifikansi matriks korelasi yang disusun dari variabel-variabel
yang telah diinterkorelasikan. Berikut ini disajikan hasil pengujian KMO dan Bartlett
Test of Sphericity.
141
Tabel 4.4
KMO dan Bartlett Test of Sphericity
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .646
Approx. Chi-Square 50.950
Df 10
Bartlett's Test of Sphericity
Sig. .000
Kaiser (1974), salah seorang pencipta pengujian KMO memberi norma besarnya
KMO dan Bartlett Test of Sphericity dalam analisis faktor. Berikut ini disajikan
norma KMO menurut Kaiser(dalam Santoso, 2003):
Tabel 4.5
Norma KMO menurut Kaiser
Nilai KMO Keterangan 0.9 Marvelous 0.8 Meritorius 0.7 Middling 0.6 Mediocre 0.5 Miserable
<0.5 Unaceptable
Berdasarkan hasil output dan norma KMO menurut Kaiser, maka dapat
disimpulkan bahwa matriks korelasi yang disusun dari variabel-variabel yang telah
diinterkorelasikan cukup signifikan.
142
c. Komunalitas
Tahap ketiga analisis faktor adalah penentuan faktor. Seperti yang telah
dijelaskan dalam Bab II bahwa komunalitas merupakan variansi umum yang
digunakan untuk menaksir apakah variabel yang digunakan merupakan ukuran yang
baik (good measure) atau ukuran yang dapat dipercaya (reliable measure) bagi
faktor. Semakin besar nilai suatu komunalitas berarti semakin baik ukuran variabel
tersebut, sebaliknya jika nilai suatu komunalitas semakin kecil maka ukuran variabel
tersebut semakin kurang baik. Berikut ini disajikan tabel komunalitas:
Tabel 4.6
Komunalitas
Initial ExtractionPV 1.000 .630KN 1.000 .413PM 1.000 .515HR 1.000 .565BI 1.000 .848
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sub tes Penalaran Verbal (0.630), Hubungan Ruang
(0.565), Bahasa Inggris (0.848) dan sub tes Pemahaman Mekanik (0.515) merupakan
variabel yang signifikan dalam menyangga faktor karena memiliki nilai komunalitas
≥ 0.50 sedangkan Kemampuan Numerik (0.413) dianggap sebagai variabel yang
kurang signifikan karena nilai komunalitas dibawah 0.50. Hal ini menunjukkan
bahwa subtes PV, HR, PM dan BI bisa dijadikan indikator yang penting untuk
mengungkap faktor-faktor dalam TPA Plus.
143
d. Faktor Hasil Ekstraksi
Informasi mengenai faktor-faktor hasil ekstraksi dapat diperoleh pada tabel
Total Variance Explained dari output analisis. Output tersebut memuat informasi
tentang seluruh faktor hasil ekstraksi dengan besarnya masing-masing Eigenvalues
(total variansi), persentase variansi dan kumulatif persentase variansi. Dalam
penentuan faktor, tabel Total Variance Explained ini juga dapat digunakan sebagai
acuan, selain dengan menggunakan scree plot dan eigenvalues. Berikut ini disajikan
tabel Total Variance Explained:
Tabel 4.7
Total Variance Explained
Component (factor) Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings
Total % of
Variance Cumulative
% Total % of
Variance Cumulative %1 1.856 37.125 37.125 1.856 37.125 37.1252 1.115 22.299 59.423 1.115 22.299 59.4233 .783 15.653 75.076 4 .647 12.938 88.014 5 .599 11.986 100.000
Bilangan yang dicetak tebal adalah batas maksimal faktor yang dapat diekstrak.
Faktor yang dianjurkan untuk digunakan adalah faktor yang memiliki total variansi
(eigenvalue) minimal 1.00, dibawah itu dianggap kurang baik (Hair et.al, 2006:120).
Dari penjelasan tersebut, terdapat dua faktor yang dapat diungkap oleh TPA Plus,
yaitu kedua faktor tersebut memiliki kumulatif presentase varians pada faktor 2
144
sebesar 59.423%. Nilai tersebut dibandingkan dengan kriteria nilai ideal yang
ditetapkan Hair, Anderson, Tattham, dan Black (2006) yaitu 60% (Hair et.al,
2006:120), menunjukkan hasil analisis faktor yang kurang baik akan tetapi telah
mendekati kriteria ideal.
e. Scree Plot
Scree Plot merupakan salah satu hasil yang diperoleh dari analisis faktor. Dalam
menentukan jumlah faktor yang diekstrak, pengguna analisis faktor biasanya
menggunakan scree plot dan eigenvalue dengan nilai lebih dari satu. Perpotongan
antara grafik scree test dengan garis eigenvalue tersebut mengindikasikan jumlah
faktor maksimal yang dapat diekstrak. Berikut ini ditampilakan grafik scree plot:
Component Number54321
Eigen
value
2.0
1.8
1.6
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
Scree Plot
Dari grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang berhasil
diekstrak berdasarkan kriteria perpotongan grafik scree test dan eigenvalue di atas,
145
yaitu faktor 1 sebesar 1.82 dan faktor 2 sebesar 1.05. Hal tersebut dikarenakan kedua
faktor tersebut memiliki eigenvalue lebih dari satu.
f. Matriks Faktor Tidak Dirotasi
Langkah awal interpretasi faktor adalah dengan perhitungan matriks faktor
(tabel yang menampilkan beban faktor dari semua variabel di tiap faktor) yang tidak
dirotasi untuk membantu dalam mencapai sebuah indikasi pendahuluan dari jumlah
faktor yang akan diekstrak.
Besarnya beban faktor dalam matriks faktor menggambarkan tingkat
kesalinghubungan antara variabel dengan faktor, dimana semakin besar beban
faktornya maka variabel dapat dikatakan menyangga suatu faktor dengan baik.
Berikut ini disajikan tabel matriks faktor yang tidak dirotasi:
Tabel 4.8
Matiks Faktor Tidak dirotasi
Faktor
1 2 PM .704 -.141PV .698 .377HR .679 -.323KN .612 -.196BI .194 .900
Beban faktor yang dicetak tebal adalah beban faktor yang signifikan. Dari tabel 4.6
terdapat beberapa nilai beban faktor yang signifikan menyangga faktor. Contoh, sub
146
tes Bahasa Inggris secara signifikan menyangga faktor 2, karena memiliki nilai beban
faktor yang tinggi pada faktor 2 yaitu 0.900, dan tidak signifikan dalam menyangga
faktor 1 karena memiliki nilai beban faktor sebesar 0.194. Hal ini menunjukkan
bahwa sub tes BI lebih dapat menyangga faktor 2.
g. Rotasi Matriks Faktor
Untuk mendapatkan matriks faktor yang cukup tepat dalam menginterpretasikan
saat pengukuran, maka matriks faktor yang telah diperoleh harus dikenai rotasi
matriks faktor. Dengan melakukan rotasi, variabel-variabel yang sifatnya ambigu
dalam menyangga faktor dapat diminimalkan. Sesuai dengan tujuan dari penelitian,
yaitu melakukan penyederhanaan variabel-variabel ke dalam matriks faktor maka
dalam merotasikan faktor akan digunakan metode rotasi orthogonal, perhitungan
secara matematis telah dijelaskan dalam Bab II. Program SPSS for windows 15 telah
menyediakan beberapa metode rotasi faktor, salah satunya adalah dengan rotasi
VARIMAX. Rotasi VARIMAX merupakan salah satu jenis metode rotasi orthogonal.
Berikut ini adalah tabel matriks faktor yang telah dirotasi dengan rotasi orthogonal
jenis VARIMAX.
147
Tabel 4.9
Matriks Faktor Dirotasi jenis VARIMAX
Faktor
1 2 HR .749 -.068PM .709 .111KN .642 .028BI -.129 .912PV .525 .595
Beban faktor yang dicetak tebal adalah yang signifikan. Dari table dapat terlihat
bahwa sub tes Hubungan Ruang, Penalaran Mekanik, dan Kemampuan Numerik
secara signifikan menyangga faktor 1 karena memiliki beban faktor yang tinggi pada
faktor 1 dan beban faktor yang rendah pada faktor 2, sedangkan sub tes Penalaran
Verbal dan Bahasa Inggris secara signifikan menyangga faktor 2, karena memiliki
beban faktor yang tinggi pada faktor 2 dan beban faktor yang rendah pada faktor 1.
h. Pemberian Nama Faktor
Matriks faktor yang telah dirotasi jenis VARIMAX menjadi acuan pemberian
nama faktor. Hair, Anderson, Tattham, dan Black (2006) mengungkapkan bahwa
suatu variabel yang memiliki nilai beban faktor yang paling besar akan memberikan
sumbangan yang besar pula dalam proses pemberian nama faktor tersebut.
Pemberian nama faktor juga mengacu pada definisi kawasan ukur dari sub tes
Tes Potensi Akademik Plus yang akan menjadi penyangga faktor yang akan diberi
148
nama agar lebih mudah dalam memberi nama faktor. Contoh faktor 2 didukung oleh
dua variabel yaitu Penalaran Verbal (PV) dan Bahasa Inggris (BI). Ini berarti kedua
variabel tersebut mengukur kemampuan yang sama, yaitu kemampuan memahami
konsep yang dirumuskan dalam kata-kata serta kemampuan dalam tata bahasa
terutama kemampuan Bahasa Inggris. Berikut adalah tabel pemberian nama faktor
yang muncul dari analisis faktor orde pertama:
Tabel 4.10
Pemberian Nama Faktor
Faktor Variabel Beban Faktor Deskripsi Variabel Nama Faktor
HR 0.749
Tes yang menukur kemampuan
memvisualisasi bangun objek
berdasarkan gambar pola,
sehingga dapat diketahui
kemampuan berpikir secara
spasial.
PM 0.709
Tes yang mengukur kemampuan
memahami prinsip mekanika dan
fisika dalam aneka kehidupan
sehari-hari.
1
KN 0.642
Tes yang mengukur kemampuan
dan pemahaman terhadap
hubungan numerik dan kefasihan
menangani konsep numerik.
Mekanik-
Matematika
(Non Verbal)
149
BI 0.912
Tes yang mengukur
kemampuan dalam tata bahasa
dan kosa kata Bahasa Inggris
sebagai bahasa asing.
2
PV 0.595
Tes yang mengukur
kemampuan memahami konsep-
konsep yang dirumuskan
dengan kata-kata, tes ini dipakai
juga untuk melihat kemampuan
seseorang dalam melakukan
abstraksi, generalisasi dan
berpikir secara konstruktif.
Verbal
2. Pengujian Validitas Faktorial
Proses validitas yang diperkenalakan oleh Hair, Anderson, Tattham, dan Black
(2006) adalah teknik Split Sample atau teknik membagi dua bagian dari sampel yang
sedang dianalisis dan teknik Double Sampel atau teknik yang menyediakan dua buah
sampel untuk dianalisis lalu dibandingkan. Dalam skripsi ini, pengujian validitas
faktorial akan digunakan teknik Double Sampel. Telah disediakan dua buah sampel
yang berbeda yaitu hasil analisis faktor Tes Potensi Akademik Plus Universitas
Sanata Dharma pada penerimaan mahasiswa baru Fakultas Psikologi angkatan 2002-
2003 yang merupakan sampel utama. Sampel yang kedua adalah hasil analisis faktor
angkatan 2003-2004 yang merupakan sampel pembanding. Variabel-variabel yang
digunakan yaitu skor sub tes Penalaran Verbal (PV), skor sub tes Kemampuan
150
Numerik (KN), skor sub tes Penalaran Mekanik (PM), skor sub tes Hubungan Ruang
(HR) dan skor sub tes Bahasa Inggris (BI). Perbandingan kedua sampel ini dijadikan
sebagai acuan uji validitas. Berikut ini adalah perbandingan hasil analisis faktor dari
kedua sampel yang berbeda.
Tabel 4.11
Tabel Perbandingan Hasil Analisis Faktor
Hasil Analisis Faktor Angkatan 2002-2003
Hasil Analisis Faktor Angkatan 2003-2004
Variabel Beban Faktor Variabel Beban
Faktor HR 0.749 HR 0.673 PM 0.709 PM 0.658 Faktor 1 KN 0.642
Faktor 1 KN 0.572
BI 0.912 PV 0.614 Faktor 2 PV 0.595 Faktor 2 BI 0.614
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa baik hasil analisis faktor angkatan
2002-2003 maupun hasil analisis faktor angkatan 2003-2004 memberikan jumlah
faktor yang sama yaitu dua faktor sehingga dapat dikatakan bahwa perbandingan ini
memberikan hasil yang konsisten dalam mengekstrak jumlah faktor. Beban faktor
variabe PV, KN, PM, HR dan BI bernilai relatif tinggi dalam menyangga faktor pada
kedua data sampel, hal ini menunjukkan bahwa data sampel utama memiliki beban
faktor yang relatif tinggi sebagaimana beban faktor pada sampel pembanding. Dalam
hal variabel-variabel yang menyangga tiap faktor, hasil analisis faktor kedua sampel
itu menunjukkan hasil yang sama. Analisis faktor terhadap sampel angkatan 2002-
151
2003 memberikan gambaran bahwa KN, PM dan HR menyangga faktor 1, sedangkan
variabel PV dan BI menyangga faktor 2. Pada sampel angkatan 2003-2004 tidak
dilakukan rotasi faktor karena hasil faktor tanpa dirotasi sudah menunjukkan
pengelompokkan faktor yang baik. Baik dalam hal ini berarti nilai beban faktor pada
variabel-variabel tidak tinggi hanya di satu faktor. variabel HR, PM dan KN
menyangga faktor 1, sedangkan variabel PV dan BI menyangga faktor 2.
Perbandingan ini memberikan hasil yang konsisten dalam menyangga faktor.
Dalam hal penggolongan variabel ke dalam faktor, data sampel angkatan 2002-
2003 dan sampel angkatan 2003-2004 sudah menujukkan penggolongan variabel ke
dalam faktor-faktor dengan benar, kelima variabel dapat digolongkan ke dalam dua
faktor, yaitu faktor kemampuan non verbal (faktor 1) dan faktor kemampuan verbal
(faktor 2).
Perbandingan antara hasil analisis faktor angkatan 2002-2003 dengan hasil
analisis faktor angkatan 2003-2004 menghasilkan jumlah faktor yang sama yaitu
sebanyak dua faktor sehingga dapat memberikan hasil yang konsisten dalam
mengekstrak jumlah faktor. Data sampel utama memiliki beban faktor yang relatif
tinggi sebagaimana beban faktor pada sampel pembanding. Dalam hal variabel-
variabel yang menyangga tiap faktor, dari perbandingan antara hasil analisis faktor
angkatan 2002-2003 dengan hasil analisis faktor angkatan 2003-2004 menghasilkan
variabel PM, HR dan KN secara konsisten menyangga faktor 1, sedangkan variabel
PV dan BI secara konsisten menyangga faktor 2. Secara umum Tes Potensi
Akademik Plus khususnya pada data sampel penerimaan mahasiswa baru Fakultas
152
Psikologi angkatan 2002-2003 serta data sampel angkatan 2003-2004 memberikan
hasil yang memuaskan berdasarkan pengujian validitas faktorial, dengan kata lain tes
tersebut terbukti valid berdasarkan pengujian validitas faktorial.
153
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Prosedur pengujian validitas terhadap alat ukur menjadi komponen penting
dalam ilmu pengukuran. Pengujian validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
ketepatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Dari cara dan estimasinya
yang disesuaikan dengan sifat dan fungsi setiap tes, tipe validitas pada umumnya
digolongkan dalam tiga kategori, yaitu content validity (validitas isi), criterion-
related validity (validitas berdasarkan kriteria) serta construct validity (validitas
konstruk ) yang dibedakan menjadi validitas multisifat-multimetode dan validitas
faktorial dengan konsep dasar analisis faktor.
Pengujian validitas terhadap tes yang mengukur prestasi mengajar dosen
Universitas Sanata Dharma serta dalam Tes Potensi Akademik Plus pada tes
penerimaan mahasiswa baru Universitas Sanata Dharma, dapat memberikan
informasi yang berguna dalam penggunaan alat ukur pada tahun ajaran berikutnya.
Melalui pengujian validitas isi dengan metode korelasi item-total maka dapat
diperoleh informasi bahwa semua item dalam tes yang mengukur prestasi mengajar
dosen Universitas Sanata Dharma terbukti valid. Tes Potensi Akademik Plus
khususnya pada data sampel penerimaan mahasiswa baru Fakultas Psikologi
angkatan 2002-2003 serta data sampel angkatan 2003-2004 memberikan hasil yang
153
154
memuaskan berdasarkan pengujian validitas faktorial, dengan kata lain tes tersebut
terbukti valid berdasarkan pengujian validitas faktorial.
B. Saran
Pengujian validitas dalam skripsi ini, dibahas secara mendalam hanya pada
pengujian validitas faktorial. Akan lebih baik jika skripsi ini bisa dikembangkan
dalam pembahasan mengenai validitas mutisifat-multimetode secara lebih mendalam,
serta dapat menyajikan contoh data multisifat-multimetode.
155
DAFTAR PUSTAKA
Anastasi, Anne dan Urbina Susan. (1997). Tes Psikologi. Jakarta: PT. Prenhallindo.
Azwar, Saifuddin. (1999). Dasar-dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, Saifuddin. (2003). Reliabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Coolican, Hugh. (1996). Introduction to Research Methods and Statistics in
Psychology. London: Hodder & Stoughton. Edwards, A.L. (1957). Techniques of Attitude Scale Construction. New York:
Appleton Century Croft, Inc. Fruchter, Benjamin. (1954). Introduction to Factor Analysis. New York:
Princeton Inc. Guilford, J.P. (1954). Psychometric Methods. New York: Mc Graw Hill Hair, F. Joseph et al. (1995). The Multivariate Data. Analysis with Readings. Sixth Edition. New Jersey: Prentice Hall Inc. Kerlinger, F.N.(alih bahasa: Landung R.Simatupang). (1990). Asas-asas Pene- litian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Neuman, W. Lawrence. (1999). Sosial Research Methods: qualitative and quant tative approaches (4th edition). London: Allyn and Bacon. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. (1982). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Sugiyono. (2008). Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta. Supratiknya, A. (1998). Psikometri. Yogyakarta: Pusat Penerbitan dan Pengembangan Sumber Belajar Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Theresia. (2003). Analisis Faktor (Skripsi). Yogyakarta Wicaksono, A. A. 2006. Analisis Faktor Tes Potensi Akademik Plus Universitas Sanata Dharma (Skripsi). Yogyakarta
Lampiran 1
Data Hasil Survei Kinerja Dosen Perkuliahan
Semester Gasal 2008-2009
Universitas Sanata Dharma
Responden item_1 item_2 item_3 item_4 item_5 item_6 item_7 item_8 1 5.76 5.44 5.88 5.92 5.48 5.44 6.28 5.682 6.69 6.4 6.53 6.59 6.13 6.04 6.64 5.753 6.17 4.91 5.78 5.9 5.47 4.9 5.39 4.934 7 6.8 7 6.6 6.4 6.8 6.8 6.85 5.95 4.78 5.13 5.68 4.15 3.95 5.58 3.836 6.85 6.54 6.46 6.54 6.23 6.31 5.69 67 5.78 5.39 5.48 5.7 4.87 5.17 5.43 4.398 5.98 5.47 5.87 5.91 5.68 5.55 5.91 59 6 5.94 5.91 5.17 4.87 5.57 5.83 5.02
10 6.38 3.88 4.77 5.62 5.46 3.81 5.38 3.5411 6.35 5.62 5.69 6.5 5.46 5.27 6.15 5.2312 6.2 6.23 6.13 6.1 5.81 5.9 5.87 5.3513 6.22 6 6 6.04 6 5.67 5.7 5.314 6.74 6.32 6.39 6.32 6.1 6.35 6.35 6.1615 6.79 5.38 6.12 6.15 5.38 5.76 5.53 5.1516 6.25 6 6.28 6.08 6.08 5.3 6.13 4.8517 6.8 6.49 6.6 6.6 6.29 6.49 6.93 6.1118 5.82 4.91 5.64 5.94 5.48 5.36 5.36 5.1519 5.88 5.48 5.81 5.4 5.46 5.4 4.9 5.520 6.2 6.55 6 6.3 6.25 6.3 6.45 6.4721 6.06 5.17 5.66 6.14 4.94 5.17 6.11 5.3222 6.21 4.21 5.06 6.04 4.71 4.06 5.37 3.7723 6.44 5.21 5.97 6.21 6.23 5.85 5.54 5.2324 7 6.33 6.33 5.67 5.33 6 5.67 625 4.6 6 5.8 6 5.2 5.4 6.2 5.426 6.65 5.11 5.97 5.75 4.59 4.7 4.59 4.2727 6.38 5.12 5.62 6.15 5.12 5.35 6.46 5.0828 6.3 6.22 5.78 6.37 5.59 5.44 5.78 5.1129 6 5.35 5.74 6.13 5 4.61 5.52 4.0430 5.77 5.89 5.09 5.68 4.8 4.48 4.66 4.5931 5.65 5.3 5.62 6.03 5.11 4.05 5.38 3.4332 6.5 6.38 6.44 6.13 5.06 5.38 4.31 5.1333 6 5.57 5.61 5.64 5.54 5.21 5.46 4.3934 5.66 5.22 5.44 6 4.75 4.59 5 3.9135 6.88 5.18 6 6.33 5.1 5.57 6.71 5.29
Responden item_1 item_2 item_3 item_4 item_5 item_6 item_7 item_8 36 6 5.37 5.96 5.96 6 5.78 5.93 5.6237 6.75 6.43 6.64 6.75 6.43 6.46 6.64 6.4638 5.88 4.87 5.32 5.9 5.45 5.13 4.98 4.6539 6.35 6.1 6.26 6.35 6.13 5.84 6.32 5.6140 6.35 5.73 5.85 6.23 5.31 5.58 6.27 5.2341 6.55 5.62 5.97 6.1 5.29 5.59 5.28 5.2142 6.8 6.49 6.6 6.6 6.29 6.49 6.93 6.1143 5.93 4.51 5.02 5 5.05 5.23 5.56 5.0544 6.69 6.4 6.53 6.59 6.13 6.04 6.64 5.7545 5.95 5.52 5.71 6.48 5.29 5.05 6.14 4.7646 5.78 5.39 5.48 5.7 4.87 5.17 5.43 4.3947 6.38 6.52 6.44 6.08 6.08 6.16 6.04 648 5.5 5 5.41 5.64 5.48 5.64 5.33 5.0549 5.67 5.58 5.75 5.42 4.92 5.08 5.42 4.9250 5.92 5.58 5.88 5.96 5.08 5.31 5.27 4.6551 6.5 6.24 6.33 6.41 6.11 6.24 5.48 5.8752 6.71 6.2 6.09 5.77 6.06 5.8 5.6 5.5453 6.04 5.43 5.78 6 5.52 4.78 5 554 6.57 6.36 6.5 6.29 6.5 6.5 6.71 5.9355 4.97 5.63 5.5 4.53 5.19 4.91 5 3.7756 5.48 5.29 4.95 4.71 5.1 4.24 3.71 4.1457 6.23 4.96 5.19 5.81 5.19 4.92 5.2 4.1558 6.45 6.22 6.55 6.43 6.47 6.15 5.75 6.1759 5.73 4.64 5.09 5.45 5.82 5.09 4.82 4.4560 6.13 5.87 5.69 6.23 5.64 5.44 6.21 5.4161 7 6.8 7 6.6 6.4 6.8 6.8 6.862 4.52 4.44 4.6 5.28 4.76 4.8 4.32 4.7663 6.37 5.81 6.08 5.94 5.58 5.35 4.94 5.4964 6.17 5.69 5.83 6.19 5.68 4.98 5.27 4.8165 6.02 5.44 5.44 5.76 7.76 5.29 5.54 5.6566 6.51 5.16 5.53 6.47 5.57 5.67 5.63 5.4267 6.77 5.87 6.03 6.67 5.63 6.1 6.93 6.2768 5.83 5.43 5.93 6.17 5.7 5.5 5.77 4.6369 5.8 5.03 5.18 5.53 5.25 4.41 4.15 4.1370 6.32 5.96 5.96 6.4 5.08 5.6 4.92 5.0471 5.48 5.15 5.76 5.36 5.48 5.33 4.76 4.8572 6.6 5.96 6.1 6.19 5.9 5.27 5.94 5.0773 5.53 6.09 5.69 6.03 5.22 5.56 5.17 5.0674 5.75 5 4.61 5.21 4.14 3.75 4.89 3.2175 6.21 5.5 5.77 6.29 5.86 5.79 6 5.8576 5.15 4.56 4.88 5.33 5.03 4.09 5.71 3.7177 5.9 5.54 5.56 6.1 5.54 4.82 5.26 4.3878 4.94 5.03 4.97 5.24 4.5 4.62 4.53 3.65
Responden item_1 item_2 item_3 item_4 item_5 item_6 item_7 item_8 79 6.3 5.72 5.82 5.68 5.12 5.54 5.68 4.9680 6.23 4.96 5.19 5.81 5.19 4.92 5.2 4.1581 4.21 4.74 4.32 2.92 4 4.26 3.55 3.6182 6.19 5.67 5.88 6.06 5.35 4.62 5.56 4.2383 6.8 6.49 6.6 6.6 6.29 6.49 6.93 6.1184 6.88 6.63 6.76 6.73 6.37 6.65 6.76 6.3785 6 5.57 5.61 5.64 5.54 5.21 5.46 4.3986 4.8 4.83 5.07 4.7 3.8 4.6 4.9 3.8687 5.59 5.91 5.29 5.68 4.74 5 5 4.7188 6.07 5.39 5.66 6.05 5.09 5.11 4.82 4.6389 6.44 5.3 6.07 6.31 6.07 5.44 5.3 5.2690 6.36 5.67 5.9 5.98 5.98 6.02 6.17 5.5991 6.12 5.25 5.54 5.46 5.19 5.53 6.44 5.4692 6.06 5.06 5.77 5.58 4.61 5.26 4.87 4.3993 5.82 5 5.46 5.92 5.62 5.23 4.79 4.6194 6.9 6.1 6.55 6.63 6.48 6.39 6.29 5.9495 6.32 5.96 5.96 6.4 5.08 5.6 4.92 5.0496 6 5.35 5.74 6.13 5 4.61 5.52 4.0497 6.53 6.06 6.41 6.35 5.65 5.82 6.13 4.9498 6.6 6.53 6.27 6.73 6.47 6.33 6.27 5.8699 5.96 5.67 5.79 5.33 5.33 5.13 5.79 5.46
100 6.74 6.55 6.45 6.77 6.45 6.32 6.68 6.16
Responden item_9 item_10 item_11 item_12 item_13 item_14 item_15 1 5.76 5.52 6 5.72 5.56 5.56 4.722 6.36 6.43 6.53 5.93 6.04 5.87 5.573 5.36 5.07 4.44 3.88 4.02 4.37 3.974 6.2 6.6 6.6 6 5.8 6.4 6.45 5.7 5.7 4.23 4.35 4.59 4.87 4.186 6.08 6.46 6.08 5.75 5.62 5.69 5.237 5.3 5.52 5.35 4.96 4.91 4.96 4.38 5.45 5.62 4.96 5.09 5.26 5.02 4.369 5.48 5.58 6.5 5.3 4.43 4.94 4.09
10 4.27 5.48 4.58 4.12 4.5 4.04 3.9211 5.65 5.88 5.42 6.08 6 5.85 4.9612 6.17 6.06 5.29 5.53 5.5 5.58 4.7713 5.85 5.44 5.3 4.93 4.7 4.56 4.1114 6.26 6.65 6.32 5.13 5.48 5.23 4.7415 5.56 6.18 5.15 4.91 4.5 4.88 3.8816 5.5 6.08 5.88 4.83 4.88 4.78 4.0317 6.31 6.49 6.24 5.41 5.33 5.47 5.0718 4.79 5.31 5.21 5.06 5.15 5.03 4.2419 5.5 5.5 5.33 4.98 4.67 4.98 4.620 6.15 6.05 6.7 5.95 5.85 5.4 4.9521 5.6 5.83 5.43 4.91 5.29 5.03 4.1122 4.08 5.04 4.62 4.25 4.73 4.25 3.9823 5.36 6.08 5.31 5.44 4.77 5.03 4.3124 7 7 6.33 6.33 5.33 5.33 525 5.8 5.8 5.6 6 6.2 5.8 5.626 5.11 5.19 4.76 4.76 5.46 4.7 3.8927 5.92 5.76 5.81 5.08 5.04 5.19 5.0428 5.74 5.78 5.52 5.59 5.44 5.19 4.7829 4.7 5 4.43 4.35 4.57 4.74 4.330 5.11 5.05 5.25 4.27 4.4 4.57 4.0531 5.08 4.97 4.05 3.43 3.8 3.94 3.3232 5.44 6.33 5.75 5.25 5.63 5.88 533 5.32 5 5.21 5 5.48 5.11 4.6434 4.63 5.59 5.09 4.97 4.78 4.59 3.9735 5.44 6.37 6.29 5.71 5.35 5.29 5.2736 5.48 5.59 5.26 4.7 4.96 4.63 4.337 6.39 6.46 6.04 6.18 6.04 6.11 5.8938 4.8 5.22 4.83 4.58 4.29 4.55 3.9739 5.87 6.1 5.9 5.32 5.42 4.83 4.7440 5.62 6.19 4.46 5.04 5.24 5.27 4.1241 6.07 6 5.07 4.82 5.21 4.97 4.2842 6.31 6.49 6.24 5.41 5.33 5.47 5.07
Responden item_9 item_10 item_11 item_12 item_13 item_14 item_15 43 4.74 4.7 5.49 4.84 5.17 4.93 4.344 6.36 6.43 6.53 5.93 6.04 5.87 5.5745 5.4 5.3 4.62 5.43 5.29 5 4.1446 5.3 5.52 5.35 4.96 4.91 4.96 4.347 6 6.08 5.6 5.33 5.24 5.16 4.848 5.18 5.68 4.91 4.68 5.33 4.55 3.7749 4.33 5.58 4.67 5.08 5.58 5.42 4.6750 5.36 5.96 5.15 4.96 5 4.62 4.4251 6.15 5.71 6.22 5.43 5.07 5.17 4.752 5.26 5.97 5.94 5.2 4.66 4.77 4.3753 5.61 6 5.61 5.13 5.14 4.91 4.3954 6.43 6.23 6.21 6 6.64 6.07 4.7155 5.09 5.16 5.09 4.88 5.09 4.69 3.9756 4.52 4.48 4.29 4 5.14 4.62 4.4857 4.58 5.23 5.31 4.54 4.92 4.81 4.0458 5.98 6.07 6.53 5.81 5.92 5.45 5.2759 4.27 5.09 4.27 5.09 5.82 5.09 3.4560 5.69 5.92 5.64 5.03 5.44 5.03 4.6261 6.2 6.6 6.6 6 5.8 6.4 6.462 4.44 4.36 5 4.72 5.16 5.08 4.4863 5.6 5.83 5.96 5.56 5.35 5.58 4.9864 5.68 5.96 5.83 4.96 5.11 5.06 4.4865 5.93 5.41 5.49 6.41 5.05 4.83 4.5166 5.22 5.92 5.61 5.27 4.88 5.45 4.7667 6.53 6.83 6.17 5.87 6.03 5.9 5.6368 5.97 5.7 5.13 4.63 5.03 4.77 4.3369 5.4 5.08 4.5 4.73 5.05 4.59 4.0570 4.84 5.12 5.29 5.12 5.13 4.92 4.7271 4.91 4.97 4.94 5.12 5.18 5.12 4.4872 5.88 5.65 5.48 4.62 5 4.85 4.8173 5.72 5.53 5.89 4.78 5.14 4.92 4.6774 4.86 4.07 3.57 3.75 3.82 4 3.2575 5.36 6.07 5.57 5.57 5.29 5 4.576 5.18 4.85 4.32 4.29 4.73 4.26 4.0377 5.51 5.36 5.33 5.13 4.73 4.85 4.5678 4.41 4.74 4.41 4.15 4.29 3.94 3.579 5.6 5.68 5.26 4.72 4.52 4.62 3.9480 4.58 5.23 5.31 4.54 4.92 4.81 4.0481 3.97 3.82 4.45 4.16 4.46 4.42 4.1882 5.51 5.71 4.63 4.48 4.52 4.27 3.9283 6.31 6.49 6.24 5.41 5.33 5.47 5.0784 6.47 6.61 6.53 6.22 6.14 6.08 5.8285 5.32 5 5.21 5 5.48 5.11 4.6486 5.47 4.83 4.7 4.17 4.24 4 3.73
Responden item_9 item_10 item_11 item_12 item_13 item_14 item_15 87 5.15 5.06 5 5.06 4.59 4.81 4.2188 5.25 5.66 5.3 4.52 4.68 4.56 3.8689 6.04 6.02 6.26 5.8 5.19 5.17 4.590 5.71 6.02 5.54 5.48 5.52 5.5 4.8391 5.82 6.02 5.91 5.46 5.21 5.37 4.5392 5.5 5.1 4.87 5.1 4.87 5.16 4.3993 5.15 5.13 4.72 4.72 4.59 4.79 3.6294 5.9 6.39 6.26 5.97 5.58 5.74 4.3295 4.84 5.12 5.29 5.12 5.13 4.92 4.7296 4.7 5 4.43 4.35 4.57 4.74 4.397 5.76 5.47 4.71 4.82 5.63 5.38 4.7198 6.33 6.07 6.33 5.73 5.57 5.47 4.9399 5.5 5.71 4.83 4.96 5.13 5 4.5
100 6.35 6.65 6.26 5.58 5.38 5.47 5.48
Responden item_16 item_17 item_18 Total 1 4.56 5.84 5.84 100.96 2 5.67 6.67 5.95 111.79 3 3.92 6.34 4.46 89.28 4 6.4 5.4 6.8 116.8 5 4.5 6.15 4.48 87.8 6 5.46 6.23 6.25 109.47 7 4.13 6.17 5.13 92.94 8 4.72 5.74 5.23 96.82 9 4.13 5.21 4.92 94.89
10 3.69 6 4.5 83.94 11 4.96 6.19 5.54 102.8 12 4.87 6.06 5.74 103.16 13 4.19 5.35 5.15 96.51 14 4.97 6.1 5.97 107.58 15 4.26 5.62 5.06 96.26 16 4.38 5.88 5.35 98.56 17 5.04 6.18 5.89 109.74 18 4.45 5.39 5.24 93.53 19 4.4 5.96 5.02 94.77 20 4.8 5.35 5.95 107.67 21 4.6 5.8 5.31 96.48 22 4.31 5.96 4.46 85.11 23 4.41 6.05 5.23 98.67 24 5.33 6 5.67 107.65 25 5.6 6.6 5.6 103.2 26 4.16 6.08 4.76 90.5 27 4.69 5.62 5.19 98.62 28 5.04 5.67 5.85 101.19 29 4.17 5.48 3.91 88.04 30 4.2 5.89 4.39 88.14 31 3.59 5.41 3.46 81.62 32 5.44 6.38 5.06 101.49 33 4.82 5.61 4.93 94.54 34 3.84 5.5 5 88.53 35 5.49 6.12 5.69 104.08 36 4.15 6.15 5.37 97.21
Responden item_16 item_17 item_18 Total 37 5.71 6.5 6.32 114.2 38 3.77 6.12 4.5 88.81 39 5.13 5.97 5.39 103.63 40 4.46 5.58 5.31 97.84 41 4.45 5.83 5.17 97.48 42 5.04 6.18 5.89 109.74 43 4.6 5.91 4.91 90.94 44 5.67 6.67 5.95 111.79 45 4.33 5.43 4.76 94.6 46 4.13 6.17 5.13 92.94 47 4.56 5.4 5.64 103.51 48 3.91 5.14 4.91 91.11 49 4.42 5.83 5.17 93.51 50 4.42 5.5 4.77 93.81 51 4.78 5.85 5.78 104.04 52 4.5 6.03 5.29 99.76 53 4.48 5.65 5.3 95.77 54 5.71 6.71 6.07 112.14 55 4 5.69 4.34 87.5 56 4.19 5.62 4.43 83.39 57 4 5.92 5.08 90.08 58 5.63 6.53 5.92 109.3 59 4.09 5.55 5.09 88.9 60 4.85 6.18 5.54 100.56 61 6.4 5.4 6.8 116.8 62 4.4 5.88 4.4 85.4 63 5 6.23 5.56 101.21 64 4.9 5.96 5.13 97.69 65 4.71 6.02 5.18 100.44 66 4.88 6.24 5.29 99.48 67 5.6 6.53 6.17 111.53 68 4.67 5.87 5 96.06 69 4.58 5.48 4.48 87.42 70 4.48 5.6 5.28 95.78 71 4.73 5.67 5.18 92.47 72 4.81 5.79 4.77 98.69 73 4.53 5.92 5.14 96.59 74 3.5 5.43 3.43 76.24
Responden item_16 item_17 item_18 Total 75 4.36 5.92 5.86 100.77 76 4.53 5.56 4.15 84.36 77 4.31 5.62 4.87 93.37 78 3.79 5.12 3.91 79.74 79 4.42 5.78 5.1 94.46 80 4 5.92 5.08 90.08 81 4.39 5.45 4 74.91 82 4.15 5.56 4.44 90.75 83 5.04 6.18 5.89 109.74 84 5.94 6.65 6.35 115.96 85 4.82 5.61 4.93 94.54 86 3.63 5.2 4.27 80.8 87 4.47 5.09 4.85 90.21 88 4.32 5.5 4.57 91.04 89 4.78 6.28 6.02 102.25 90 5.05 5.93 5.48 102.73 91 4.89 6.07 5.54 99.81 92 4.77 5.94 5.06 92.36 93 3.74 5.89 4.64 89.44 94 4.97 6.06 5.9 108.37 95 4.48 5.6 5.28 95.78 96 4.17 5.48 3.91 88.04 97 4.65 5.71 5.29 100.02 98 5 6.47 6.27 109.23 99 4.38 5.63 5.25 95.35
100 5.74 6.26 5.55 110.84
Lampiran 2
Kuesioner Survei Perkuliahan Semester 2008-2009
No Point Penilaian No. Pernyataan Skor 1 Evaluasi Kinerja Dosen Oleh Mahasiswa 1 – 10 2 Kontribusi Mahasiswa Dalam Pembelajaran 11 – 17 3 Kepuasan Mahasiswa 18
Penilaian Umum (skor rata-rata)
Rincian data tiap-tiap item pernyataan
Frekuensi Skor No Pernyataan 1 2 3 4 5 6 7
M* TM* Rata-rata
1 Penguasaan dosen atas materi perkuliahan
2 Kesempatan mahasiswa berpartisipasi aktif melalui bertanya dan berdiskusi
3 Tanggapan dosen atas pertanyaan mahasiswa tentang materi perkuliahan
4 Kesesuaian antara materi yang disampaikan dengan silabus
5 Penggunaan metode perkuliahan untuk mencapai tujuan pembelajaran
6 Kepedulian dosen atas tingkat pemahaman mahasiswa atas materi perkuliahan
7 Kedisiplinan dosen
8 Kemampuan dosen membangkitkan minat belajar mahasiswa
9 Frekuensi pemberian PR/tugas/kuis
10 Penilaian dosen atas hasil belajar mahasiswa
11 Tingkat pemahaman saya atas materi perkuliahan
12 Partisipasi saya dalam perkuliahan
13 Konsentrasi saya dalam mengikuti perkuliahan
14 Kemauan saya dalam membaca buku referensi atau sumber belajar lain yang relevan
15 Kemauan saya untuk belajar mandiri
16 Manfaat mata kuliah ini dalam mengembangkan kemampuan analisis dan pemecahan masalah
17 Kedisiplinan saya dalam mengikuti perkuliahan
18 Kepuasan saya dalam mengikuti pembelajaran mata kuliah ini
* M = Jumlah mahasiswa yang menjawab * TM = Jumlah mahasiswa yang tidak menjawab
Universitas Fakultas Program Studi 1. Evaluasi Kinerja Dosen Oleh Mahasiswa
2. Kontribusi Mahasiswa Dalam Pembelajaran
3. Kepuasan Mahasiswa
Lampiran 3
Daftar Nilai Tes Masuk Mahasiswa Angkatan 2002
Program Studi Paikologi
Universitas Sanata Dharma
No PV KN PM HR BI 1 8 9 2 6 7 2 9 8 7 7 8 3 7 10 7 8 9 4 7 10 6 6 8 5 9 8 4 6 8 6 9 4 7 6 6 7 8 10 9 6 4 8 7 8 9 5 8 9 9 10 8 6 5
10 8 10 10 7 6 11 7 8 9 6 8 12 8 10 8 6 8 13 8 10 8 7 7 14 6 10 5 5 8 15 7 9 10 6 5 16 6 7 10 7 7 17 8 6 7 4 9 18 8 7 8 6 9 19 7 10 7 7 6 20 7 9 8 6 8 21 9 5 7 9 6 22 9 10 7 9 8 23 10 7 7 6 7 24 8 6 8 8 6 25 8 8 6 6 6 26 6 10 9 7 6 27 7 10 8 10 5 28 6 10 7 6 6 29 7 6 6 4 10 30 7 5 7 8 9 31 9 6 7 6 8 32 10 10 8 10 6 33 8 9 5 6 7 34 8 9 10 7 7 35 8 10 7 8 4
No PV KN PM HR BI 36 10 10 9 7 8 37 8 7 9 7 9 38 9 9 7 8 7 39 7 8 5 7 3 40 9 10 6 10 8 41 7 8 3 5 8 42 7 10 9 7 5 43 7 8 5 4 9 44 10 10 9 6 9 45 6 8 7 6 8 46 7 6 6 6 6 47 7 9 5 8 6 48 6 8 5 4 7 49 8 8 5 5 7 50 7 10 10 6 6 51 8 7 7 8 5 52 7 7 8 7 8 53 6 7 4 7 7 54 7 10 7 6 7 55 7 5 6 7 9 56 7 8 7 6 8 57 7 6 6 9 6 58 6 9 6 6 7 59 7 8 6 3 8 60 7 7 9 7 5 61 8 6 6 8 7 62 7 7 8 4 6 63 7 5 9 8 9 64 9 7 6 3 7 65 8 7 5 3 8 66 8 5 8 7 9 67 8 5 8 8 6 68 7 8 7 6 5 69 7 5 7 7 8 70 7 7 9 6 5 71 7 5 9 8 9 72 8 3 6 4 10 73 7 7 5 7 7 74 8 8 8 7 7 75 6 6 5 7 7 76 7 5 5 6 9 77 7 8 5 6 5 78 6 10 7 8 9
No PV KN PM HR BI 79 7 7 6 7 7 80 7 8 6 4 8 81 7 7 5 6 7 82 7 6 6 7 7 83 7 7 5 5 5 84 8 7 7 6 9 85 7 6 3 5 9 86 7 7 6 6 8 87 7 8 5 7 6 88 7 6 3 6 6 89 4 7 5 6 9 90 7 6 8 3 6 91 7 5 5 7 6 92 9 5 6 4 7 93 7 6 7 6 8 94 8 8 7 5 7 95 7 5 8 6 8 96 7 5 5 6 8 97 6 8 4 4 7 98 7 6 5 6 6 99 7 7 5 4 8
100 7 7 7 6 8 101 7 7 8 7 7 102 7 8 7 8 7 103 7 4 7 6 7 104 7 5 8 8 7 105 7 7 2 4 7 106 7 6 5 7 5 107 7 6 5 3 8 108 5 7 4 5 7 109 8 7 9 7 9 110 7 6 7 6 5 111 4 1 5 3 3 112 2 2 3 3 1 113 10 7 7 6 9
Lampiran 4
Daftar Nilai Tes Masuk Mahasiswa Angkatan 2003
Program Studi Paikologi
Universitas Sanata Dharma
No PV KN PM HR BI 1 8 9 2 6 7 2 9 8 7 7 8 3 7 10 7 8 9 4 7 10 6 6 8 5 9 8 4 6 8 6 9 4 7 6 6 7 8 10 9 6 4 8 7 8 9 5 8 9 9 10 8 6 5
10 8 10 10 7 6 11 7 8 9 6 8 12 8 10 8 6 8 13 8 10 8 7 7 14 6 10 5 5 8 15 7 9 10 6 5 16 6 7 10 7 7 17 8 6 7 4 9 18 8 7 8 6 9 19 7 10 7 7 6 20 7 9 8 6 8 21 9 5 7 9 6 22 9 10 7 9 8 23 10 7 7 6 7 24 8 6 8 8 6 25 8 8 6 6 6 26 6 10 9 7 6 27 7 10 8 10 5 28 6 10 7 6 6 29 7 6 6 4 10 30 7 5 7 8 9 31 9 6 7 6 8 32 10 10 8 10 6 33 8 9 5 6 7 34 8 9 10 7 7 35 8 10 7 8 4
No PV KN PM HR BI 36 10 10 9 7 8 37 8 7 9 7 9 38 9 9 7 8 7 39 7 8 5 7 3 40 9 10 6 10 8 41 7 8 3 5 8 42 7 10 9 7 5 43 7 8 5 4 9 44 10 10 9 6 9 45 6 8 7 6 8 46 7 6 6 6 6 47 7 9 5 8 6 48 6 8 5 4 7 49 8 8 5 5 7 50 7 10 10 6 6 51 8 7 7 8 5 52 7 7 8 7 8 53 6 7 4 7 7 54 7 10 7 6 7 55 7 5 6 7 9 56 7 8 7 6 8 57 7 6 6 9 6 58 6 9 6 6 7 59 7 8 6 3 8 60 7 7 9 7 5 61 8 6 6 8 7 62 7 7 8 4 6 63 7 5 9 8 9 64 9 7 6 3 7 65 8 7 5 3 8 66 8 5 8 7 9 67 8 5 8 8 6 68 7 8 7 6 5 69 7 5 7 7 8 70 7 7 9 6 5 71 7 5 9 8 9 72 8 3 6 4 10 73 7 7 5 7 7 74 8 8 8 7 7 75 6 6 5 7 7 76 7 5 5 6 9 77 7 8 5 6 5 78 6 10 7 8 9
No PV KN PM HR BI 79 7 7 6 7 7 80 7 8 6 4 8 81 7 7 5 6 7 82 7 6 6 7 7 83 7 7 5 5 5 84 8 7 7 6 9 85 7 6 3 5 9 86 7 7 6 6 8 87 7 8 5 7 6 88 7 6 3 6 6 89 4 7 5 6 9 90 7 6 8 3 6 91 7 5 5 7 6 92 9 5 6 4 7 93 7 6 7 6 8 94 8 8 7 5 7 95 7 5 8 6 8 96 7 5 5 6 8 97 6 8 4 4 7 98 7 6 5 6 6 99 7 7 5 4 8
100 7 7 7 6 8 101 7 7 8 7 7 102 7 8 7 8 7 103 7 4 7 6 7 104 7 5 8 8 7 105 7 7 2 4 7
Lampiran 5
Hasil Analisis Faktor Tes Masuk Mahasiswa Angkatan 2003
Fakultas Paikologi
Universitas Sanata Dharma
1. Matriks Korelasi
Correlation Matrix
PV KN PM HR BI PV 1.000 .076 .190 .150 -.019KN .076 1.000 .183 .144 -.248PM .190 .183 1.000 .300 -.093HR .150 .144 .300 1.000 -.197
Correlation
BI -.019 -.248 -.093 -.197 1.000
2. KMO Bartlett Test of Sphericity
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .616
Approx. Chi-Square 28.198
df 10
Bartlett's Test of Sphericity
Sig. .002
3. Komunalitas
Communalities
Initial Extractio
n PV 1.000 .555 KN 1.000 .511 PM 1.000 .541 HR 1.000 .470 BI 1.000 .646
4. Faktor Hasil Ekstraksi
Total Variance Explained
Component Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings
Total % of
Variance Cumulative
% Total % of
Variance Cumulative
% 1 1.661 33.226 33.226 1.661 33.226 33.2262 1.063 21.251 54.477 1.063 21.251 54.4773 .843 16.859 71.336 4 .784 15.672 87.008 5 .650 12.992 100.000
Component Number54321
Eige
nval
ue
1.75
1.50
1.25
1.00
0.75
Scree Plot
5. Scree Plot
6. Matriks Faktor Tidak Dirotasi
Component Matrix(a)
Component 1 2 HR .673 .131PM .658 .329KN .572 -.429PV .422 .614BI -.520 .614
LAMPIRAN 6
NILAI-NILAI r PRODUCT MOMENT
N Taraf Signifikan N Taraf Signifikan N Taraf Signifikan 5% 1 % 5% 1% 5% 1% 3 0,997 0,999 27 0,381 0,487 55 0,266 0,345 4 0,950 0,990 28 0,374 0,478 60 0,254 0,330 5 0,878 0,959 29 0,367 0,470 65 0,244 0,317 6 0,811 0,917 30 0,361 0,463 70 0,235 0,306 7 0,754 0,874 31 0,355 0,456 75 0,227 0,296 8 0,707 0,834 32 0,349 0,449 80 0,220 0,286 9 0,666 0,798 33 0,344 0,442 85 0,213 0,278 10 0,632 0,765 34 0,339 0,436 90 0,207 0,270 11 0,602 0,735 35 0,334 0,430 95 0,202 0,263 12 0,576 0,708 36 0,329 0,424 100 0,195 0,256 13 0,553 0,684 37 0,325 0,418 125 0,176 0,230 14 0,532 0,661 38 0,320 0,413 150 0,159 0,210 15 0,514 0,641 39 0,316 0,408 175 0,148 0,194 16 0,497 0,623 40 0,312 0,403 200 0,138 0,181 17 0,482 0,606 41 0,308 0,398 300 0,113 0,148 18 0,468 0,590 42 0,304 0,393 400 0,098 0,128 19 0,456 0,575 43 0,301 0,389 500 0,088 0,115 20 0,444 0,561 44 0,297 0,384 600 0,080 0,105 21 0,433 0,549 45 0,294 0,380 700 0,074 0,097 22 0,423 0,537 46 0,291 0,376 800 0,070 0,091 23 0,413 0,526 47 0,288 0,372 900 0,065 0,086 24 0,404 0,515 48 0,284 0,368 1000 0,062 0,081 25 0,396 0,505 49 0,281 0,364 26 0,388 0,496 50 0,279 0,361