tinjauan tentang syari'at Islam

49
TINJAUAN TENTANG SYARI’AT ISLAM Muqaddimah Menegakkan Syari’at Islam dalam kehidupan sehari- hari adalah sesuatu yang harus dilaksanakan karena demikianlah yang diperintahkan Allah kepada setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan. Allah berfirman : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain), tentang urusan mereka...”(Q.S. Al-ahzab/33:36) 1 . Demikian pula Rasulullah Saw jauh hari telah mengingatkan kita akan wajibnya berhukum hanya kepada apa yang beliau bawa sebagaimana sabdanya: لاَ يُ م ؤِ نُ اَ حَ دُ كُ م حَ تَ ّ ى يَ تَ ّ تِ عُ هَ ؤَ اهُ لِ مَ احِ ت تُ يِ هِ . “Salah seorang diantara kamu tidak beriman sebelum hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa” 2 . 1 ? Ketika menafsirkan “an yakuna lahum alhiyaratu min amrihimMuhammad Ali Ash-Shobuni mengutip keterangan Ibnu Katsir, bahwa ayat ini bersifat umum bagi semua urusan, maka apabila Allah dan rasul- nya menetapkan sesuatu maka tidak ada perslisihan, pilihan, pendapat, dan perkataan selainnya. Ibid. hal. 527 1

Transcript of tinjauan tentang syari'at Islam

Page 1: tinjauan  tentang syari'at Islam

TINJAUAN TENTANG SYARI’AT ISLAM

Muqaddimah

Menegakkan Syari’at Islam dalam kehidupan sehari-hari adalah sesuatu yang

harus dilaksanakan karena demikianlah yang diperintahkan Allah kepada setiap

muslim baik laki-laki maupun perempuan.

Allah berfirman :

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain), tentang urusan mereka...”(Q.S. Al-ahzab/33:36)1.

Demikian pula Rasulullah Saw jauh hari telah mengingatkan kita akan

wajibnya berhukum hanya kepada apa yang beliau bawa sebagaimana sabdanya:

ح ك دحا نؤميال ي تم هب ئتاجمل اهوه عبتى .

“Salah seorang diantara kamu tidak beriman sebelum hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa”2.

Di sini sangat jelas bahwa iman seseorang tidak sempurna kecuali jika beriman

kepada Allah, rela kepada keputusannya dalam masalah kecil maupun besar,

1 ? Ketika menafsirkan “an yakuna lahum alhiyaratu min amrihim” Muhammad Ali Ash-Shobuni mengutip keterangan Ibnu Katsir, bahwa ayat ini bersifat umum bagi semua urusan, maka apabila Allah dan rasul-nya menetapkan sesuatu maka tidak ada perslisihan, pilihan, pendapat, dan perkataan selainnya. Ibid. hal. 527

2 ? An-Nawawy berkata hadits ini shahih dan menyebutkan dalam kitabnya “Al-Arba’in” meriwayatkannya dari kitab “Al-Hujjah”, diriwayatkan oleh As-syeeikh Abu Fath Nashr bin Ibrahim Al-Magdisi As-Syafi’i. Lihat Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Op. Cit. hal 32. Lihat juga Shalih bin Ghanim As-Sadlan, Aplikasi Syari’at Islam, Jakarta: 2002, Darul Falah, terj. Kathur Suhardi, Cet. I, hal. Xi. Yang mengutip dari Syarhus-sunnah, Al-Baghawy, 1/213. menurut Muhaqqiqnya, isnad hadis ini dha’if karena kedha’ifan Nu’aim bin Hammad Al- Khuza’y.

1

Page 2: tinjauan  tentang syari'at Islam

berhukum kepada syari’at-Nya dalam segala masalah, baik yang berkaitan jiwa, harta,

dan kehormatan3.

Selain ayat-ayat, hadis dan keterangan ulama diatas masih banyak ayat lain yang

memerintahkan umat Islam agar menjalankan Syari’atIslam dan menegakkannya di

muka bumi ini dan menjadikannya sebagai sumber hukum. Maka dari sini penerapan

Syariat Islam bagi umat Islam merupakan sesuatu yang mendesak untuk segera

dilaksanakan4.

1. Syari’at Islam

Syaria’at Islam merupakan keseluruhan dari ajaran agama Islam (addînul kâmil)

sebagai jalan hidup yang digariskan oleh Allah Swt, seperti yang disampaikan kepada

nabi Muhammad Saw. Inilah yang disebut Syeikh Abdurrahman Taaj (mantan

Syeikhul Azhar) sebagai jalan yang menjamin terciptanya kebahagiaan manusia, baik

di dunia maupun di akhitrat (sa’adatud-dâraini).5 Perintah untuk menegakkan agama

atau menjalankan hidup pri-kehidupan sesuai dengan tuntunan Syari’at Islam

sangatlah jelas tertulis dalam banyak ayat Al-Qur’an dan hadist-hadist Rasulullah

Saw seperti yang terdapat dalam surat As-Syura ayat 13:

“Dia telah menSyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah

diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan

apayng kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan isa : tegakkanlah din

(agama) dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya...” (Q.S. Asy-Syura/42 :

13).

3 ? Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Op. Cit. hal. 20

4 ? Salim Segaf Al-Jufri, et. al., Penerapan Syariat Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Globalmedia Cipta Publishing, 2004, Cet. I, hal. 15-16

5 ? Mas’adi Sulthani, "Sosialisasi Pemahaman Syari’at Islam", Media Da’wah, Jumadil Awal 1427 H/ Juni 2006, hal. 33

2

Page 3: tinjauan  tentang syari'at Islam

2. Pengertian Syari’at Islam

a. Pengertian Syari’at Islam Secara Etimologi

Kata Syari’at terbentuk dari kata bahasa Arab شرعا – –/شريعة يشرع شرع

yang berarti undang-undang atau peraturan6. Kata “Syari’at” secara etimologi

mempunyai dua pengertian, yaitu: Pertama, Syari’at adalah jalan yang lurus, firman

Allah Ta’ala:

“Kemudian kami jadikan jalan yang lurus kepadamu, maka ikutilah jalan itu

(Q.S. Al-Jatsiah: 18).

Kedua, Syari’at adalah tempat (sumber) mengalirnya air yang dipakai untuk minum,

sebagaimana perkataan orang Arab, “Maka unta itu berjalan, ketika unta itu

mendatangi tempat/sumber air.”7

B. Pengertian Syari’at Islam Secara Terminologi

Dalam memberikan pengertian Syari’at Islam dari segi terminologi, para fuqoha

(ahli fiqih) berbeda-beda dalam pembatasannya, walaupun pengertian-pengertian

yang diberikan tidak jauh berbeda maksud dan tujuannya, diantaranya

1. Imam Abu Hanifah

Syari’at adalah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw yang bersumber

pada wahyu Allah. Hal ini adalah tidak lain sebagai bagian dari ajaran Islam.

2. Imam Idris As-Syafi’i

Syari’at merupakan peraturan-peraturan lahir batin bagi umat Islam yang

bersumber pada wahyu Allah dan kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik

6 ? Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT.Hidakarya Agung, 1989, hal. 195.

7 ? Muhammad Ali As-Sayis, Sejarah Fiqih Islam, terj. Nurhadi AGA, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003, Cet. I, hal. 5.

3

Page 4: tinjauan  tentang syari'at Islam

dari wahyu Allah dan sebagainya. Peraturan-peraturan lahir itu mengenai cara

bagaimana manusia berhubungan dengan Allah dan dengan sesama makhluk.8

3. Imam Abu Ishaq Asy Syatibi

Bahwa arti Syari’at itu sesungguhnya menetapkan batas tegas bagi orang-

orang mukallaf, dalam segala perbuatan, dan aqidah mereka.

4. Syekh Muhammad Ali At Thahanawi

Syari’at Islam ialah segala yang diSyari’atkan Allah untuk para hambanya

dari hukum-hukum yang telah dibawa oleh seorang nabi Allah Alaihimus

shalatu wassalam baik yang berkaitan dengan cara pelaksanaannya dan

disebut dengan far’yah 'amaliah lalu dihimpun dalam ilmu fiqhi; atau cara

beraqidah, yang disebut dengan pokok aqidah, dan dihimpun ilmu kalam, dan

Syari’at ini dapat disebut juga dengan “dîn”(agama), dan “millah”.

5. Prof. Dr. Muhammad Saltud

Syari’at ialah segala peraturan yang diSyari’atkan Allah, atau Ia telah

menSyari’atkan dasar-dasarnya, agar manusia melaksanakannya untuk dirinya

sendiri, dalam berkomunikasi dengan Tuhannya, berkomunikasi dengan

sesama manusia, berkomunikasi dengan alam, dan berkomunikasi dengan

kehidupan.9

Melihat makna Syari’at Islam di atas, baik makna secara etimologi maupun

terminologi, kedua-duanya sama-sama menuju kepada kemaslahatan dan

kemanfaatan. Tafsir Abu Su-’ud yang diberi komentar oleh Al-Fakhrur Razi,

menyebutkan bahwa orang yang menjalankan Syari’at Allah Swt tak ubahnya laksana

seorang berjalan menuju mata air, dimana ia akan mendapatkan kehidupan yang

bersih, secara lahir yang berdampak pada kebugaran bathinnya. Sumber air membawa

8 ? Mohd. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Sinar grafika (edisi revisi), 2004, Cet. I. hal. 8

9 ? H. Muhammadiyah Djafar, Pengantar Ilmu Fighi, Jakarta: Kalam Mulia, 1993, cet. I, hal. 22-24.

4

Page 5: tinjauan  tentang syari'at Islam

pada kehidupan fisik yang segar dan bersih, sedangkan Syari’at Allah membawa

kepada kehidupan rohaniah dan kesucian jiwa.10

2.1.2. Cakupan Syari’at Islam11

Maslahat manusia tidak terlepas dari tiga kategori kebutuhan yaitu maslahat

primer (utama), maslahat sekunder (penting), maslahat tersier (penunjang).

Sedangkan sebagaimana diketahui hukum-hukum Syari’at bertujuan mewujudkan dan

melindungi ketiga maslahat tersebut.

Yang dimaksud dengan maslahat utama ialah kebutuhan pokok manusia yang

harus dilindungi oleh hukum yaitu yang disebut al-maqâsidus syar’îyah; melidungi

dîn (agama), melindungi nafs (jiwa), melindungi mal (harta), melindungi aql (akal)

dan melindungi nasab (keturunan).

Adapun maslahat sekunder, yang juga mendapat perhatian dan perlindungan

Syari’at Islam adalah berbagai masalah yang dibutuhkan manusia agar hidup mereka

dapat berjalan dengan mudah dan praktis. Sebagai contoh, kita mengenal tentang

hukum rukshoh (keringanan) dalam kondisi tertentu, juga dalam bidang muamalat

telah diatur tentang kebolehan jual beli saham. Dalam pernikahan diatur tentang

perceraian, dan dalam bidang pidana adanya ketentuan tentang diyat (ganti rugi

darah), serta masih banyak masalah-maslah penting lainnya yang diatur dalam

Syari’at Islam.

Sedangkan maslahat penunjang, yaitu kebutuhan manusia akan beberapa hal

untuk menunjang kelangsungan hidup agar terasa indah dan nyaman. Seperti

diSyari’atkannya hukum bersuci (taharah) bagi tubuh dan pakaian, Syari’at melarang

10 ? Mas’adi Sulthani, "Sosialisasi Pemahaman Syari’at Islam", Media Da’wah, Op. Cit. hal. 34

11 ? Susunan sub-sub judul dalam pembahasan ini mengacu pada susunan sub judul dalam buku Garis-Garis Besar Syari’at Islam yang ditulis oleh Mawardi Noor, et. al. Jakarta : Khaerul Bayan Press, 2005, cet. III.

5

Page 6: tinjauan  tentang syari'at Islam

membeli barang yang sedang dalam proses tawar menawar dengan orang

sebelumnya,12 dan lain-lain.

Semua maslahat kebutuhan manusia tersebut terdapat dan telah diatur dalam

Syari’at Islam. Dalam kehidupan ini seorang hamba mestilah menjalankan segala

yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah di dalam Syari’at karena semua

perbuatan-perbuatan yang dilakukan seorang Muslim tersebut bernilai ibadah. Hal itu

dikarenakan esensi dari beragama dalam Islam adalah beribadah.

Secara etimologi al-‘ibâdah diambil dari kata ‘abada-ya’budu, ‘abadan,

‘ibadatan yang artinya patuh, tunduk dan merendahkan diri. Yang dimaksud disini

adalah ketundukan dan kepatuhan kepada Allah. Ibadah dalam makna ketundukan ini

ada dua macam; pertama ibadah taskhiriyah dan kedua ibadah ikhtiyariyah atau

ibadah 'ammah dan ibadah khashshah. Ibadah taskhiriyah adalah ketundukan seluruh

makhluk secara umum baik itu manusia, jin, malaikat, binatang dan seluruh alam

raya, kepada hukum dan ketetapan Allah yang bersifat penciptaan. (Q.S.

Al-Isra/17:44), (Q.S. Al-Hajj/22:18), (Q.S. Ali-Imran/3:83). Sedang ibadah

ikhtiyariyah ialah ibadah dalam arti ketundukan makhluk, yaitu jin dan manusia,

terhadap hukum-hukum yang diperintahkan, berupa hukum Syari’at yang

diwahyukan kepada para Nabi. ( Q.S. Al-Baqarah/2:21), (Q.S. Az-Zariyat/51:56),

(Q.S. An-Nahl/16:36).

Abdul Wahab Khalaf membagi ibadah tasyri’iyah kepada dua kategori; ibadah

yang bersifat murni sebagai hak Allah semata yang disebut ibadah mahdhah seperti

shalat, shaum, do’a. Sedangkan ibadah yang tidak murni sebagai hak Allah saja

diantaranya berupa warisan, hubungan kepada keluarga dan kenegaraan yang disebut

ibadah ghayru mahdhah atau muamalah. Jadi jelas bahwa ibadah tidak boleh

dipahami hanya sebagai ucapan-ucapan kebaktian ritual kepada Allah Swt semata,

melainkan mencakup segala ruang lingkup perbuatan manusia secara lahir maupun

batin13. 12 ? Daud Rasyid, Indahnya Syari’at Islam, Jakarta : Usamah Press, 2003, Cet. I, hal. 35.13 ? Jeje Zainuddin, “Pengantar Fiqih Ibadah”, Makalah, , Bekasi: Materi Kuliah Semester 2 STID Mohammad Natsir, 2005, tidak diterbitkan, hal. 4

6

Page 7: tinjauan  tentang syari'at Islam

A. Ibadah Mahdhah

Ajaran Syari’at Islam, mencakup aturan-turan antara hamba dengan Khaliq yang

disebut ibadah Mahdhah yaitu perbuatan atau tatanan yang sudah jelas dan tidak

mengalami perkembangan, tidak membuka peluang untuk penalaran manusia dan

tidak ada jalan untuk dibandingkan dengan konsep-konsep yang diajukan oleh

manusia dalam bentuk dan aliran apapun juga.14 Ibadah mahdhah meliputi antara lain

shalat, puasa, zakat dan haji. Hal ini ditegaskan Nabi Saw. dalam salah satu hadistnya

د%ا محم وأن الله إال إله ال أن, شهادة خم,س0 على الم ا,إلس, بني

رمضان وصو,م وال,حج> كاة الز وإيتاء الة الص وإقام الله رسول

“ Islam dibangun oleh lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali

Allah dan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah; mendirikan shalat;

menunaikan zakat; menunaikan haji; dan puasa pada bulan Ramadhan”. (HR

al-Bukhari).

1. Shalat

Shalat adalah kewajiban dari Allah Swt kepada setiap Muslim yang telah akil

baligh sebanyak lima kali sehari semalam dan telah ditentukan waktu serta kaifiyah

pelaksanaannya (Q.S An-Nisa/4: 103). Shalat merupakan tiang pokok dinul Islam,

shalat yang benar akan dapat mewujudkan kesuburan iman dan taqwa dalam hati,

sebab ketika shalat sudah ditegakkan dengan ikhas dan benar mengikuti tuntunan

sunnah nabi Saw maka ia akan dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar

(Q.S. Al-Ankabut/29 : 45).15

Rincian shalat yan wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim adalah : shalat Subuh

(2 rakaat), Dhuhur (4 rakaat), Ashar (4 rakaat), Magrib (3 rakaat), Isya (4 rakaat).

Shalat adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan dengan alasan apapun, baik

14 ? Mas’adi Sulthani, "Sosialisasi Pemahaman Syari’at Islam", Media Da’wah, Op. Cit. hal. 33 15 ? Abu Bakar Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim, terj. Fadhli Bahri, Lc., Jakarta : Darul Falah, 2005 Cet. 1X, hal. 298-299

7

Page 8: tinjauan  tentang syari'at Islam

dalam waktu yang lapang, maupun sempit, apakah dalam perjalanan, perang, ataupun

sakit shalat tetap harus ditegakkan. Orang yang sengaja meninggalkan shalat tanpa

ada udzur (halangan) yang dibenarkan oleh Allah dan rasul-Nya, maka ia kafir16.

Kaum Muslimin sangat dianjurkan untuk shalat secara berjama’ah sebab memiliki

banyak keutamaan dari shalat yang dilakukan sendiri-sendiri, salah satunya Allah

melebihkan shalat berjama’ah atas shalat sendiri 27 derajat.

درجة وعشرين بسبع الفذ منصالة افضل عة جما ة صال

“shalat jama’ah lebih utama dari pada shalat sendiri-sendiri 27 derajat

(H.R.Buhkhari).17

2. Zakat

Zakat adalah kewajiban yang dibebankan kepada setiap Muslim apabila telah

memiliki harta benda seukuran nisab (batas minimal) dan haul (jangka waktu)

pemilikan. Fungsi diSyari’atkannya zakat adalah untuk membersihkan jiwa manusia

dari kotoran, membantu orang miskin, menegakkan kemaslahatan umum serta

membatasi pembengkakan kekayaan di tangan orang-orang kaya dan pedagang (Q.S.

At-Taubah/9 :103).

Orang yang menolak membayar zakat dengan tidak mengakui kewajibannya, ia

kafir. Sementara itu siapa yang menolak membayarnya karena kikir, ia berdosa dan

zakat diambil darinya dengan paksa, sedangkan siapa yang mengumumkan perang

karena menolak membayar zakat, ia diperangi hingga ia tunduk pada perintah Allah

Swt dan membayar zakat (Q.S. At-Taubah/9 : 11).18

Harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah emas, perak, tanaman dan

buah-buahan, hewan ternak, barang tambang. Sedangkan orang-orang yang berhak

16 ? Abu Bakar Ba’asyir, “Mengenal Dasar-Dasar Dinul Islam”, Materi Untuk Membuat Buku, Jakarta, 2005, hal. 280

17 ? Abu Bakar Al-Jazairi, Op. Cit. hal. 322-32318 ? Abu Bakar Al-Jazairi, Op. Cit. hal. 395

8

Page 9: tinjauan  tentang syari'at Islam

menerima pembagian zakat, ada delapan kelompok: orang fakir, orang miskin, amil

zakat, muallaf, memerdekakan budak, orang berhutang, fisabilillah, dan ibnu sabil

(Q.S. At-Taubah/9 : 60). Selain itu dalam Islam juga diSyari’atkan zakat fitrah yaitu

zakat yang dikeluarkan untuk membersihkan, mensucikan jiwa orang-orang yang

berpuasa atau orang yang secara hukum diwajibkan berpuasa namun karena alasan

syara’ diperbolehkan tidak berpuasa seperti, anak kecil, orang sakit, menyusui dan

lain sebagainya (Fathul Bari III: 367 no. 1503).19 Setiap individu wajib

mengeluarkan zakat fitrah sebesar setengah atau satu sha’(empat genggam dua

telapak tangan) gandum atau semisal dengan itu yang termasuk makanan pokok

(Muslim II: 678 no. 985). Waktu mengeluarkan zakat fitrah adalah dengan datangnya

malam idhul fitri dan haram hukumnya mengeluarkan zakat fitrah hingga diluar

waktunya tanpa adanya ‘udzur syar’i.20

3. Puasa

Puasa adalah menahan dengan niat ibadah dari makan, minum, hubungan suami-

istri dan semua hal yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar hingga terbenam

matahari. Allah mewajibkan berpuasa bagi kaum Muslimin satu bulan penuh pada

bulan Ramadhan, ia termasuk salah satu rukun Islam yang harus diketahui dan

bahwa orang yang mengingkarinya menjadi murtad dari Islam (Q.S. Al-Baqarah/2:

183-185). Awal bulan Ramadhan ditentukan dengan melihat hilal, tanggal satu

Ramadhan walaupun hanya bersumber dari satu orang laki-laki yang adil, terpercaya,

atau dengan menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari (Fathul Bari

IV: 119 no. 1909).

Para ulama sepakat bahwa puasa wajib dilaksanakan oleh orang Muslim, yang

berakal sehat, baliqh dan mukim (tidak sedang bepergian) dan untuk perempuan

harus dalam keadaan suci dari darah haid dan nifas (Q.S. Al-Baqarah/2: 184).

19 ? Tim Penyusun DDII, Panduan Zakat Infaq dan hadaqah, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, Jakarta , hal. 23.

20 ? Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz, Jakarta : Pustaka as-Sunnah, 2006, Cet. I, hal 419-439

9

Page 10: tinjauan  tentang syari'at Islam

Seseorang yang berpuasa akan batal puasanya ketika ia makan dan minum dengan

sengaja, muntah dengan sengaja, dan jima’. Selain puasa wajib pada bulan

Ramadhan, Islam juga mensyari’atkan beberapa puasa sunnah yaitu: enam hari pada

bulan Syawal, hari Arafah selain jama’ah haji, hari Asy-Syura dan sehari

sebelumnya, puasa Senin dan Kamis, tiga hari setiap bulan qamariyah, puasa nabi

Daud, sepuluh pertama bulan Zulhijjah.

Islam mengharamkan puasa pada hari raya idul fitri dan idul Adha, hari-hari

tasyriq, bagi orang yang sakit parah, menjalani haid dan nifas.21

4. Haji

Haji ialah sengaja pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah: tawaf, sa’i, wukuf

di Arafah dan semua ibadah-ibadah yang berkaitan dengan ibadah haji sebagai

pelaksanaan perintah Allah dan mengharapkan ridhaNya. Haji termasuk rukun Islam

kelima yang diwajibkan oleh agama dan sudah menjadi ketetapan di dalam Syari’at

apa bila ada orang yang mengingkari wajibnya maka ia jadi kafir dan murtad dari

Islam.22

Menunaikan ibadah haji ke Makkah wajib bagi tiap-tiap muslin yang sudah

baligh, berakal sehat dan ada kemampuan sekali seumur hidup (Q.S. Ali Imran/3 : 96-

97). Haji mempunyai empat rukun, yaitu ihram, tawaf, sa’i, dan wukuf di Arafah. Jika

salah satu dari empat rukun tersebut tidak dikerjakan maka hajinya tidak sah. Ihram

adalah niat untuk melaksanakan haji disertai dengan memakai pakain tidak berjahit

dan mengucapkan talbiyyah yang dimuali dari miqat. Tawaf adalah berjalan

mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali tanpa ada jeda, dan orang yang tawaf harus

suci dan menutup aurat. Rukun haji yang ketiga adalah sa’i yaitu berjalan antara Safa

dan Marwa pulang pergi dengan niat ibadah, sa’i dilakukan setelah tawaf sebanyak

tujuh babak. Yang terakhir adalah wukuf di Arafah yaitu hadir di tempat yang

bernama Arafah sesaat atau lebih dengan niat wukuf sejak setelah dzuhur tanggal 9

21 ? Ibid. hal. 385-413

22 ? Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 5, Terj. Kahar Masyhur, Jakarta: Kamam Mulia, 1990, Cet. 1, hal. 32

10

Page 11: tinjauan  tentang syari'at Islam

Dzulhijjah hingga shubuh tanggal 10 Dzulhijjah. Setelah wukuf di Arafah diharuskan

menginap di Muzdalifah, melempar jumrah ‘aqabah dan menginap di Mina selama

tiga hari. Selain itu ada juga umrah yang pelaksanaannya sama dengan haji hanya

minus wukuf di Arafah.23

B. Muamalah

Yang juga termasuk dalam cakupan ajaran Syari’at Islam adalah hubungan

antara hamba dengan sesamanya dan hubungan dengan makhluk lain di

lingkungannya, atau yang dikenal dengan nama muamalah. Yaitu segala sesuatu yang

menyangkut hal-hal sesama manusia dan makhluk lain disekitarnya yang pada

umumnya ketentuan-ketentuannya bersifat global, dapat dikembangkan lebih lanjut

untuk mewujudkan kemaslahatan, keamanan dan ketentraman yang merupakan tujuan

utama dari Syari’at itu sendiri.24

1. Keluarga dan Pusaka (Nizhamul Usrah wal Mawarits)

Pernikahan merupakan bibit pertama dan cikal-bakal kehidupan masyarakat, dan

aturan yang bersifat alami bagi alam semesta serta sunnatullah untuk menjadikan

kehidupan semakin bernilai dan mulia. Pernikahan merupakan hubungan batin yang

hakiki, penuh kejujuran, kerja sama dalam kehidupan dan penuh kasih sayang untuk

membentuk keluaga yang baik.

Islam telah memotivasi kepada pernikahan dalam berbagai bentuk (Q.S. Ar-

Ra’ad/13 : 38), (Q.S. Ar-Rum/30: 21), (Q.S. An-Nahl/16: 72).25 Laki-laki Islam

boleh mengawini wanita Yahudi dan Nashrani (Q.S. Al-Maidah/5: 5), tapi dilarang

menikahi wanita musyrik, yaitu wanita yang menyembah selain Allah atau

mengingkari keberadaanNya (Q.S. Al-Baqarah/2: 221).

23 ? Abu Bakar Al-Jazairi, Op. Cit. hal. 435-447

24 ? Mas’adi Sulthani, "Sosialisasi Pemahaman Syari’at Islam", Media Da’wah, Loc. Cit.25 Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak, Terj. Zainal Abidin,

Lc., Jakarta: Darul Haq, 2004, Cet. I hal. 11-12

11

Page 12: tinjauan  tentang syari'at Islam

Sebelum melangsungkan pernikahan Allah Swt dan Rasul-Nya menganjurkan

untuk terlebih dahulu meminang, yaitu permintaan untuk menikah yang disampaikan

kepada pihak wanita dan walinya. Wanita yang boleh dipinang setidaknya memiliki

dua syarat: tidak ada halangan syar’i yang menghambuat pernikahan dan tidak ada

laki-laki lain yang telah meminangnya dengan sah. Islam juga mengharamkan

meminang wanita yang sedang menjalani iddah, baik iddah karena wafat maupun

karena talak. Ketika meminang laki-laki boleh melihat calon istrinya maupun

sbaliknya sebatas yang terbiasa terlihat yaitu wajah dan telapak tangan.26

1.1. Perceraian (Talak)

Talak ialah terurainya ikatan nikah dengan perkataan yang jelas seperti suami

berkata pada istrinya “engkau aku ceraikan” ataupun dengan bahasa sindiran.

Sedangkan istri yang cerai dari suaminya maka ia harus menebus dirinya dengan

sejumlah uang yang ia serahkan kepada suaminya, yang demikian ini disebut khulu’.27

Ketika suatu masalah atau konflik menimpa kehidupan rumah tangga seorang

Muslim dimana suami tidak berdaya lagi memperbaiki istrinya, atau sebaliknya sang

istri tak mampu lagi meluruskan suaminya dimana segala media perdamaian telah

diupayakan tapi tidak bisa menyatukan mereka lagi maka Syari’at Islam menetapkan

hukum agar istri menyerahkan sebagian hartanya untuk menebus dirinya ataupun

suami diperbolehkan mentalak istrinya tentunya dengan cara yang ma’ruf (Q.S. Al-

Baqarah/2 : 229).28

Talak bisa jadi hukumnya wajib jika madharat yang menimpa salah satu dari

suami-istri tidak bisa dihilangkan kecuali dengan talak, karena Rasulullah Saw

bersabda kepada orang yang mengeluh pada baliau tentang keburukan akhlak istrinya,

“ceraikan dia.” (H.R. Abu Daud, hadis ini shahih). Talak juga bisa jadi diharamkan

karena menimbulkan madharat pada salah satu dari suami-istri dan tidak

26 Ibid. hal. 35-39 27 ? Abu Bakar Al-Jazairi, Op. Cit. hal. 605 28 ? Mawardi Noor, et. al., Garis-Garis Besar Syari’at Islam, Jakarta : Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 3. hal. 12

12

Page 13: tinjauan  tentang syari'at Islam

menghasilkan manfaat yang lebih baik dari madharatnya atau manfaatnya sama

dengan madharatnya.29 Jalan talak ini tidak lain sebagai upaya pengobatan sehingga

ia dapat diulang sampai tiga kali dalam periode yang berbeda. Maka dari itu, panjang

pulalah masa untuk berpikir kemungkinan untuk rujuk. Namun apabila setelah tiga

kali talak kemudian ingin rujuk kembali, maka pihak laki-laki harus melalui satu

syarat yakni setelah bekas istri dinikahi oleh laki-laki lain tanpa bermaksud tahlil

(penghalangan) lalu bercerai (Q.S. Al-Baqarah/2 : 228,230).30

1.2. Poligami

Poligami adalah beristri banyak. Sudah menjadi fakta histories bahwa fenomena

beristri banyak telah ada jauh sebelum datangnya Islam. Diriwayatkan dalam

perjanjian lama bahwa Nabi Daud mempunyai 100 orang istri dan nabi Sulaiman

mempunyai 700 orang istri serta 300 orang gundik.31 Demikian pula bangsa Persia

melakukan poligami dimana tidak ditemukan dalam tatanan sosial mereka suatu

aturan yang melarang poligami. Demikian halnya dengan tatanan yang berlaku bagi

bangsa Romawi, cukuplah kita ketahui bahwa Raja Saila telah mengawini empat

orang wanita dalam waktu yang sama, demikian pula Kaisar dan diikuti putranya

Bumbay.32

Islam datang dengan peraturannya tersendiri. Dalam hal ini pembatasan untuk

menikahi wanita maksimal empat orang serta mensyaratkan harus bisa berlaku adil

(Q.S. An-nisa /4:3). Islam adalah agama yang sesuai fitrah dan memperhatikan

kebutuhan pribadi serta masyarakat. Disamping itu, Islam juga memperhatikan

kekebutuhan dan kemaslahatan mereka secara keseluruhan. Diantara manusia ada

orang yang memiliki keinginan besar untuk mendapatkan keturunan tetapi istrinya

mandul, ada pula orang yang kuat nafsu seksualnya sedangkan istrinya tidak begitu

29 ? Abu Bakar Al-Jazairi, Op Cit. hal. 59830 ? Mawardi Noor, et. al. Op Cit. hal.12

31 ? Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Penj. As’ad Yasin, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, Jilid I, Cet. 6, hal. 683

32 ? Ahmad Al Hufy, Mangapa Rasulullah Berpoligami, Jakarta: Pustaka Azzam, 2001, Cet. 1, hal. 45

13

Page 14: tinjauan  tentang syari'at Islam

semangat terhadap laki-laki, dan ada kalanya pula jumlah wanita lebih banyak

daripada kaum laki-laki. Sehingga dalam kondisi seperti ini adalah merupakan

kemaslahatan bagi masyarakat dan bagi kaum wanita itu sendiri kalau mereka

dimadu.33

1.3. Harta Pusaka (waris)

Al-Qur’an telah menjelaskan jenis harta yang dilarang mengambilnya dan jenis

harta yang boleh diambil dengan jalan yang baik. Diantara harta yang halal untuk

diambil ialah harta pusaka atau dikenal dengan harta waris. Didalam Al-Qur’an dan

hadis telah diatur cara pembagian harta waris dengan seadil-adilnya (Q.S. Al-

Baqarah/2: 188), (Q.S. An-Nisa/4: 11).34

Hak memperoleh warisan dalam Islam diatur berdasarkan: pertama, nasab, yaitu

kekerabatan. Artinya ahli waris ialah ayah dari pihak yang diwarisi, atau anak-

anaknya, dan jalur sampingnya seperti saudara dan anak-anak mereka (Q.S. An-

Nisa/4: 11,33). Kedua, pernikahan, yaitu akad yang benar terhadap istri kendati

suaminya belum menggauli dan berduaan dengannya (Q.S. An-Nisa/4: 12). Suami-

istri bisa saling mewarisi dalam talak raj’i dan talak tiga jika suami mentalak istrinya

ketika ia sakit dan meninggal dunia karena sakitnya tersebut. Ketiga, wala’, yaitu

memerdekakan budak laki-laki atau perempuan, dan dengan ia memerdekakannya

maka kekerabatan budak tersebut menjadi miliknya. Keempat, hubungan Islam.

Orang meninggal yang tidak memiliki ahli waris maka yang menjadi ahli warisnya

adalah kaum Muslimin. Sedangkan seseorang terhalang mendapatkan warisan

disebabkan kekafiran, pembunuhan dan perbudakan.35

Harta peninggalan yang dibagi-bagikan menurut prinsip pewarisan adalah harta

sisa setelah dibayarkan hutang, biaya pengurusan mayit, zakat dan wasiatnya. Adapun

wasiat tidak boleh melebihi dari sepertiga harta peninggalan.

33 ? Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Penj. Abu Sa’id Al Falahi, Jakarta : Rabbani Press, 2000, Cet. 1, hal. 215-216

34 ? Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2005, Cet. 38. hal. 346 35 ? Abu Bakar Al-Jazairi, Op Cit. hal. 624-626

14

Page 15: tinjauan  tentang syari'at Islam

2. Harta dan Perniagaan (Al-Amwal wal Mubadalat)

a. Harta Dalam Pandangan Islam

Sikap Islam terhadap harta adalah bagian dari sikapnya terhadap kehidupan

dunia. Dalam memandang dunia, Islam selalu bersikap pertengahan dan seimbang.

Islam menSyari’atkan agar manusia menikmati kebaikan dunia. Kehidupan ekonomi

yang baik adalah rangsangan bagi jiwa dan sarana berhubungan dengan Allah.

Menurut Islam, harta adalah sarana untuk memperoleh kebaikan, sedangkan segala

sarana untuk memperoleh kebaikan adalah baik. Harta dalam konteks Al-Qur’an

adalah suatu kebaikan (QS. Al-Adiyat/100:8, Al-Baqarah/2:215, 180).36

b. Sumber dan Pemamfaatan Harta

Allah memerintahkan manusia untuk menjadikan aqidah Islam sebagai dasar

penguasaan di alam dan kekhalifahan di muka bumi untuk memakmurkan dan

mengembangkannya demi menampakan rahmat dan nikmat Allah kepada seluruh

alam (QS. Albaqarah/2: 29).

Dalam mencari dan mengumpulkan harta, Islam memerintahkan agar dilakukan

dengan berbagai cara, yaitu: perdagangan (QS.Al-Quraisy/106: 1-4), pertanian

(QS.Abasa/80: 24-32), perindustrian seperti besi (QS.Al-Hadid/57:25), tekstil

(QS.Al-A’raf/7:26), properti (QS.An-Naml/27:44). Ini semua dilakukan dengan cara

yang ma’ruf. Islam tidak menghendaki adanya kecurangan-kecurangan dalam

melakkukan pekerjaan tersebut. Islam melarang pencarian harta dengan merugikan

orang lain, mencuri, merampok, mengemis, riba dan mengganggu keamanan serta

perdagangan yang merusak akal dan kesehatan seperti khamr.37

36 ? Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, terj. Zainal Arifinn, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, Cet.2, hal.74

37 ? Mawardi Noor, et al. Op. Cit. hal. 22

15

Page 16: tinjauan  tentang syari'at Islam

Dalam memanfaatkan harta, Islam menganjurkan untuk digunakan secukupnya

dalam menginfakan di jalan Allah. Menjauhi kemewahan, tidak boros, tidak kikir

tetapi sewajarnya (QS.Al-Baqarah/2:3, Al-Maidah/5: 87).38

c. Jaminan Kebebasan Ekonomi

Setiap Ulil Amri dalam masyarakat Islam harus bersungguh-sungguh

mewujudkan kemanfaatan terhadap umat dari usaha-usaha ekonomi. Peranan tersebut

terutama mencakup empat macam tindakan: (1) menjamin kesesuaian dengan kode

etik Islam dari tiap pribadi lewat pendidikan, dan bila perlu lewat paksaan. (2)

Menciptakan kondisi sehat dalam pasar guna menjamin fungsinya yang baik. (3)

Perbaikan penyediaan sumber-sumber dan distribusi pendapatan yang diakibatkan

oleh mekanisme pasar dengan bimbingan dan peraturan maupun campur tangan

langsung. (4) Mengambil langkah-langkah positif dibidang produksi dan

pembentukan modal guna mempercepat pertumbuhan dan menjamin kleadilan

sosial.39

d. Etika Jual Beli

Yang membedakan Islam dan materialisme ialah bahwa Islam tidak pernah

memisahkan ekonomi dan etika seorang Muslim baik individu ataupun kelompok.

Dalam lapangan ekonomi atau bisnis, disatu sisi Islam memberikan kebebasan untuk

mencari keuntungan sebesar-besarnya. Namun disisi lain, ia terikat dengan iman dan

etika sehingga ia tidak bebas mutlak dalam membelanjakan hartanya.40

Nabi Muhammad diutus ditengah-tengah bangsa Arab yang telah memiliki

bermacam-macam model jual beli dan melakukan tukar menukar. Kemudian Nabi

membenarkan sebagiannya, dan melarang sebagian yang lain karena tidak sesuai

dengan tujuan dan jiwa Syari’at Islam. Larangan ini berkisar pada beberapa sebab,

38 ? Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Op. Cit. hal. 13539 ? Muhammad Nejatullah Siddiqi, Pemikiran Ekonomi Islam, Terj. A.M. Saefuddin, Jakarta: Media Da’wah, 1986, Cet. 1, hal. 42-43

40 ? Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Op Cit. hal. 51

16

Page 17: tinjauan  tentang syari'at Islam

antara lain karena membantu kemaksiatan, ada unsur penipuan, karena adanya

tindakan zalim oleh salah satu pihak yang mengadakan transaksi dan sebagainya.41

Penipuan adalah akar kehancuran umat terdahulu, seperti kaum Nabi Syu’aib

yang suka menipu takaran/timbangan.(QS. Al-A’raf/7:85, Al-Muthaffifin/83:1-6).

Sementara pengeksploitasian kesempitan orang lain merupakan pangkal timbulnya

riba (QS. Al-Baqarah/2:275,278-279). Prinsip jual beli dalam Islam adalah saling

menolong dan menguntungkan (QS. Al-Baqarah/2: 261-280).

3. Hukuman (Al-‘Uqubat)

Hukuman syar’i adalah zawajir (pencegahan) yang disiapkan Allah Swt untuk

menghalangi terjadinya kasus pelanggaran terhadap sesuatu yang dilarang Allah dan

mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya. Hal itu dikarenakan dominasi syahwat

manusia membuat diri lupa akan ancaman akhirat. Oleh karena itu Allah Swt

membuat hukuman-hukuman yang akan membuat pelaku-pelaku maksiat berhenti

dari kejahatannya, sembari mengingatkan mereka akan sakitnya hukuman dan

menkut-nakuti mereka dengan siksa yang menyakitkan. Ini semua agar hal-hal yang

diharamkan Allah Swt dijauhi dan kewajiban-kewajiban yang Dia perintahkan

diikuti, hingga kemudian kemaslahatan menyebar rata, dan taklif (perintah)

dikerjakan dengan sempurna.42

Islam menSyari’atkan bentuk hukuman di dunia dalam dua jenis, yaitu An-

Nashiyah (bentuk hukuman yang sudah ada nash-nya) dan at-Tafwidhiyah (bentuk

hukuman yang ditetapkan menurut keputusan hakim). Tujuan keduanya adalah:

pertama, mempersiapkan manusia untuk menjadi warga yang baik dan produktif bagi

pembinaan kesejahteraan masyarakat. Kedua, memberikan kebahagiaan hidup di

dunia dan akhirat yang akan terwujud bila ada jaminan atas hal-hal individu dan

41 ? Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Op Cit. hal 293

42 ? Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah: Hukum-Hukum Penyelenggaraan Negara dalam Syari’at Islam, Penj. Padli Bahri, Jakarta: Darul Falah, 2006, Cet. 2. hal. 362

17

Page 18: tinjauan  tentang syari'at Islam

masyarakat dengan cara seadil-adilnya, dengan saling berwasiat dalam kebaikan dan

mencegah kejahatan.

Dengan demikian sasaran yang ingin dicapai oleh Syari’at Islam melalui

penetapan hukuman di dunia adalah memperbaiki dan mendidik jiwa serta

mengupayakan terwujudnya kebahagiaan masyarakat. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

rahimahullah mengatakan;” dimana terdapat kemaslahatan dan kepentingan umum,

disanalah terdapat Syari’at.”43

Objek hukuman atau kejahata-kejahatan yang dapat dikenai hukuman Syari’at

(hudud) ialah:

3.1. Murtad

Murtad adalah tindakan seorang Muslim, baik dengan perkataan maupun

perbuatan yang secara tabiat (umumnya) bisa mengakibatkannya menjadi kafir.

Seperti menghalalkan sesuatu yang haram hanya berdasar ta’wil, menolak Syari’at

Islam dan menggantinya dengan hukum ciptaan manusia. Jadi pada dasarnya murtad

adalah pengingkaran terhadap hal-hal yang sudah diketahui berupa kewajiban-

kewajiban agama atau melakukan sesuatu yang bersifat meremehkan dan

mendustakan agama.

Hukum bagi orang-porang yang murtad adalah dihapuskan amal-amalannya, dan

kelak dihari Kiamat kekal dalam Neraka (Q.S. Al Maidah/5: 54, Al-Baqarah/2: 217).

Sedangkan hukuman di dunia adalah hukuman mati, sebagaimana kesepakatan para

Fuqaha berdasarkan hadis rasulullah Saw; “Barang siapa mengganti agamanya maka

bunulah dia.” (H.R. Bukhari). Meskipun demikian, sebagian ulama mengatakan

sebelum dilakukan hukuman mati harus terlebih dahulu diberi kesempatan untuk

bertaubat.44

3.2. Berzina dan Menuduh Zina (Qadzaf)

43

? Abdurrahman Madjrie dan Fauzan Al-Anshari, Qishas Pembalasan yang Hak, Jakarta: Khaerul Bayan, 2003, Cet. 1. hal. 9-1044 ? Disarikan dari : Fauzan Al-Anshari dan Halawi Makmun, Hukum Murtad, Jakarta: Lembaga Kajian Syari’at Islam, 2005.

18

Page 19: tinjauan  tentang syari'at Islam

Zina ialah tindakan seorang laki-laki memasukkan kemaluannya kedalam vagina

wanita seperti masukknya batang pemoles celak mata kedalam botolnya, atau seperti

masuknya tali timba kedalam sumur atau seperti seorang suami menggauli istrinya

yang dihalalkan oleh Allah Swt. (berdasarkan Hadis yang diriwatkan Abu daud dan

Ad-Daru Quthny).45

Syari’at Islam menetapkan hukuman bagi pezina yang sudah pernah menikah dan

telah melakukan persetubuhan dalam pernikahan itu (Muhshan) dengan rajam yaitu

dilempar dengan batu yang ukurannya paling besar sekepalan tangan sampai mati.

Sedangkan hukuman bagi pezina yang belum menikah atau sudah menikah tetapi

belum persetubuhan dalam pernikahan itu (gairu Muhshan) didera 100 kali dan

diasingkan selama satu tahun (Q.S. An-Nisa/4:15, An-Nur/24:2-3).

Adapun penuduh zina yang tidak bisa mendatangkan empat orang saksi maka

didera 80 kali dan kesaksiannya tidak boleh diterima selamanya (QS. An-Nur/24: 4-

9). Suami atau istri yang menuduh pasangannya melakukan zina, keduanya

melakukan Al-Li’an (sumpah yang dibuat oleh suami atau istri terhadap pasangannya

dan ditolak pula dengan sumpah) di depan hakim yang mengakibatkan perceraian

selamanya bagi mereka.46

3.3. Mencuri (Sarîqah) dan Terorisme (Hirabah)

Mencuri adalah suatu tindak kejahatan mengambil harta orang lain dengan cara

sembunyi, baik dari pandangan pemilik harta yang dicuri atau dari pihak lain menurut

anggapan orang yang mencurinya. Mencuri jelas perbuatan haram dan termasuk dosa

besar (QS. Al-Mumtahana/60:12).

Pelaku kejahatan pencurian baik laki-laki maupun perempuan dikenai hukuman

potong tangan bila telah memenuhi syarat-syaratnya berupa jumlah barang yang

dicuri sampai nishabnya senilai ¼ dinar emas atau 3 dirham perak. Tingkatan

45 ? Fauzan Al-Anshari dan Abdurrahman Madjrie, Hukuman Bagi Pezina dan Penuduhnya, Jakarta: Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 2, hal. 10-11. 46 ? Fauzan Al-Anshari, KUHP Syariah dan Penjelasannya, Jakarta:Departemen Data dan Informasi Majelis Mujahidin Indonesia, 2005, hal. 9-10.

19

Page 20: tinjauan  tentang syari'at Islam

hukuman pelaku sariqah adalah: Untuk kejahatan pertama dipotong tangan kanannya.

Kejahatan kedua dipotong kaki kirinya. Kejahatan ketiga dipotong tangan kirinya.

Untuk kejahatan keempat dipotong kaki kanannya. Dan untuk kejahatan kelima

dihukum mati (QS. Al-Maidah/5:33).47

Adapun yang dimaksud kejahatan terorisme atau pelanggaran ketentraman umum

(hirabah) didefinisikan oleh para ulama sebagai tindakan seseorang yang mengambil

barang orang lain dengan cara anarkis dan menimbulkan suasana yang mencekam,

semisal megambil harta lalu membunuh orangnya. Sementara ulama lainnya

berpendapat bahwa cukuplah seseorang itu dikatakan melakukan tindakan hirabah

apabila membuat suasana mencekam atau membuat orang lain takut keluar rumah.

Dan hukuman terhadap pelaku kejahatan hirabah ini ada empat macam yaitu: hukum

bunuh, hukum bunuh dengan salib, hukum potong tangan dan kaki secara bersilang,

dan hukuman dengan diasingkan. Dalam hal pemilihan hukuman terhadap seorang

muharib terdapat perbedaan dikalangan fuqaha, ada yang mengatakan bahwa seorang

imam atau qadi boleh memilih salah satu dari empat hukuman tersebut untuk

dilaksanakan terhadap seorang muharib (QS. Al-Maidah/5:33).48

3.4. Minum Khamr (Syurb)

Kharm adalah segala minuman atau sejenisnya yang menyebabkan peminum atau

pemakainya dapat mabuk karenanya atau tidak sadar alias hilang akal sehatnya. Salah

satu jenis khamr adalah miras, bahkan sebagian ulama memasukkan narkoba karena

sejenis dengan miras.

Pelaku kejahatan mengkonsumsi khamr ini dikenakan hukuman cambuk minimal

40 kali dan maksimal 80 kali (Q.S. Al-Maidah/5:90-91). Bagi peminum khamr lebih

dari tiga kali maka hukumannya tidak lagi dicambuk, melainkan harus dihukum mati

47 ? Disarikan dari : Fauzan Al-Anshari dan Abdurrahman Madjrie, Hukuman Bagi Pencuri, Jakarta : Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 2.

48 ? Fauzan Al-Anshari dan Halawi Makmun, Pidana Terorisme, Jakarta : Lembaga Kajian Syari’at Islam, 2005, hal. 16-18, 35.

20

Page 21: tinjauan  tentang syari'at Islam

(dipancung). Demikian pula dengan pihak-pihak yang terkait seperti penjual atau

pengedar maka mereka ini dihukum sama dengan peminum atau penggunanya.49

3.5. Membunuh, Melukai Tubuh

Pelaku pembunuhan dengan sengaja (qatlu al-‘amd) dan telah dibuktikan

berdasarkan saksi yang cukup maka dikenakan hukuman qishash, yaitu dibunuh pula.

Sementara itu penyebab kematian karena salah sasaran (qatlu syibhi al-‘amd)

dikenakan hukuman dengan membayar diyat kepada wali korban dan tambahan

hukuman ta’zir. Sedangkan pembunuhan karena tidak sengaja maka dia pun

membayar diyat kepada wali korban dan bisa dikenakan hukuman ta’zir. Adapun

melakukan kecederaan atau menghilangkan anggota tubuh seseorang maka dihukum

dengan qishash yaitu kecederaan yang sama dengan yang dilakukannya.

Meskipun Islam telah menetapkan hukum qishash, tetapi Islam tidak

memandangnya sebagai kewajiban yang mutlak harus dilaksanakan. Bagi korban atau

ahli warisnya, Islam memberi alternhatif berupa menuntut qishash atau memberi

maaf. Bentuk pemaafan bisa berupa denda atau damai, boleh juga dengan memaafkan

sama sekali tanpa konpensasi apapun, dan memaafkan itu lebih baik dalam

pandangan Allah (QS. Al-Baqarah/2:178, Al-Maidah/5:45, Al-Isra/17:33).50

3.6. Hak Allah dan Hak Hamba

Kejahatan-kejahatan yang oleh Syari’at Islam telah dinashkan hakikat dan

hukumnya dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak Allah, yakni yang berkaitan

dengan kehormatan agama dan keturunan. Sedangkan kejahatan yang berkaitan

dengan kehormatan jiwa dan anggota tubuh manusia disebut pelanggaran hak hamba.

Hukum terhadap pelanggaran hak Allah disebut Hudud (Had) (QS.

Al-Baqarah/2:187, 229-230, An-Nisa/4:12,13, Al-Mujadilah/58:4). Adapun hukum

49 ? Disarikan dari : Fauzan Al-Anshari dan Abdurrahman Madjrie, Hukuman Bagi Konsumen Miras dan Narkoba, Jakarta : Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 2

50 ? Disarikan dari : Abdurrahman Madjrie dan Fauzan Al-Anshari, Qishash Pembalasan yang Hak, Jakarta : Khairul Bayan Press, 2003, Cet. 1.

21

Page 22: tinjauan  tentang syari'at Islam

pelanggaran terhadap hak hamba disebut Qishash (Q.S Al-Baqarah/2:178-179, Al-

Maidah/5:48).51

3.7. Ta’zir

Ta’zir menurut bahasa berarti mencegah atau menolong sedangkan ta’zir

menurut istilah syar’i adalah hukum yang diSyari’atkan atas tindakan maksiat atau

tindakan kejahatan lainnya yang tidak ada ketentuan hududnya atau kifaratnya.

Kemaksiatan itu baik terhadap hak Allah seperti meninggalkan shalat lima waktu,

maupun kemaksiatan terhadap hak manusia seperti mencuri yang nilainya yang

kurang dari satu nishab.

Yang berhak menetapkan dan melaksanakan hukum ta’zir adalah Waliyul Amri

atau wakilnya, bentuknya bisa berupa pemukulan atau penahanan yang menurut

hakim sepadan dengan kejahatannya.52

4. Akhlak Islami

Secara etimotogi kata ”akhlak” berasal dari akar bahasa Arab "khuluk" yang

berarti tabiat, muruah, kebiasaan, fithrah, naluri dan lain-lain. (Lisanul ’Arab 1/889-

892). Secara epistemologi Syar'i, kata akhlak adalah seperti yang dikatakan oleh Al

Ghozali yaitu, sesuatu yang menggambarkan tentang perilaku seseorang yang

terdapat dalam jiwa yang baik, yang darinya keluar perbuatan secara mudah dan

otomatis tanpa terpikir sebelumnya. Jika perilaku dibenarkan oleh akal dan syariat

maka ia dinamakan akhlak yang mulia, namun jika sebaliknya maka ia dinamakan

akhlak yang tercela.

Demensi akhlak yang mulia dalam Islam mencakup beberapa hal ; Pertama,

Akhlak kepada Allah Swt dengan cara mencintai-Nya, mensyukuri nikmat-Nya, malu

kepada-Nya untuk berbuat maksiat, selalu bertaubat, bertawakkal, takut akan adzab-

Nya dan senantiasa berharap akan rahmat-Nya. Kedua, akhlak kepada Rasulullah

Saw dengan cara beradab dan menghormatinya, mentaati dan mencintai beliau, 51 ? Mawardi Noor, et. al. Op. Cit. hal. 28.

52 ? Ibid, hal. 30.

22

Page 23: tinjauan  tentang syari'at Islam

banyak menyebut nama beliau, menerima seluruh ajaran beliau, menghidupkan

sunnah-sunnah beliau dan lebih mencintai beliau daripada diri kita sendiri serta

keluarga kita. Ketiga, akhlak terhadap Al-Qur`an dengan cara membacanya dengan

khusyuk, tartil dan sesempurna sambil memahaminya, menghapalnya dan

mengamalkannya dalam kehidupan riil. Keempat, akhlak kepada makhluk Allah Swt

mulai diri sendiri, orangtua, kerabat, handaitaulan, tetangga dan sesama mukmin

sesuai dengan tuntunan Islam. Kelima, akhlak kepada orang kafir dengan cara

membenci kekafiran mereka, tetapi tetap berbuat adil kepada mereka berupa

membalas kekejaman mereka atau memaafkannya dan berbuat baik kepada mereka

secara manusiawi selama hal itu tidak bertentangan dengan syariat Islam serta

mengajak mereka kepada Islam. Keenam, akhlak terhadap makhluk lain termasuk

menyayangi binatang yang tidak mengganggu, menjaga tanaman dan tumbuh-

tumbuhan dan melestarikannya.

Prinsip-prinsip Akhlakul Karimah

Akhlak Islam adalah akhlak Nabi yang bersumber dari Al Qur’an. Beberapa

prinsip yang membedakan akhlak Islam dengan akhlak yang lainnya (etika atau

moral) adalah sebagai berikut :

1. Kebaikannya bersifat absolut, karena kebaikan yang terkandung dalam akhlak

Islam merupakan kebaikan yang haqiqi, baik untuk individu maupun untuk

masyarakat di dalam lingkungan, keadaan, waktu dan tempat.

2. Kebaikan akhlak Islam bersifat universal, karena merupakan kebaikan untuk

seluruh umat manusia disemua zaman dan tempat.

3. Akhlak Islam bersifat abadi, tidak berubah-ubah menurut keadaan waktu,

tempat dan lingkungannya.

4. Kebaikan yang ada dalam akhlak Islam merupakan hukum yang harus

dilaksanakan, sehingga ada sanksi hukum tertentu bagi orang-orang yang

23

Page 24: tinjauan  tentang syari'at Islam

tidak melaksanakannya.53

Beberapa akhlak penting yang harus dimiliki oleh setiap Muslim antara lain:

a. Malu

Rasa malu merupakan bagian akhlak Nabi Saw yang harus dijadikan teladan

bagi kaum Muslimin. sifat pemalu menurut pengertian para ulama selalu bertolak

kepada sifat-sifat tercela, pantang menolak kebenaran dan takut mengkebiri hak-hak

orang lain. Selalu melakukan kebaikan dan menghargai pelaku kebaikan. Umron bin

Hashin r.a. mengatakan bahwa rasulullah Saw bersabda:

“sifat pemalu itu tidak mendatangkan sesuatu apapun kecuali kebaikan”.

(Muttafaqun alaih).

Setiap Muslim malu kepada manusia, sehingga tidak menginginkan auratnya

terbuka. Untuk itu lebih pantas lagi bagi manusia untuk malu kepada Allah Yang

Maha Mengetahui atas segala sesuatu. Nabi Saw bersabda; “Maka Allah lebih berhak

untuk manusia malu kepada-Nya daripada manusia malu kepada orang lain.” (H.R.

Bukhari) 54.

b. Tawadhu’

Lawan takabbur adalah tawadhu’ (rendah hati). Setiap mukmin hendaknya

selalu rendah hati baik di hadapan Allah maupun di depan manusia. Sikap yang

demikian ini menyebabkan akan diangkatnya derajat manusia dihadapan Allah.

Rasulullah bersabda yang artinya :

“sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikaf tawadhu’,

sehingga setiap kalian tidak angkuh terhadap yang lain, dan tidak salaing

53 ? Pusat Informasi dan Komunikasi Indonesia. Website:http://www. Al- Islam.org/19 Oktober 2006 54 ? Muhammad Ali Hasyimi, Apakah Anda Berkepribadian Muslim, Terj. H. Salim Basyarahil, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, cet 13. 29

24

Page 25: tinjauan  tentang syari'at Islam

menindas.”(HR Muslim)55.

c. Sabar

Sabar dalam segala kondisi dan situasi merupakan kemenangan dan

kebahagiaan bagi hamba Allah Swt. Sabar termasuk sebagian dari iman. Dengan

kesabaran manusia akan sampai kepada tujuan yang diinginkannya.

Adapun bentuk-bentuk kesabaran yaitu:

1. Sabar dalam suka dan duka. Sabar seperti ini dijelaskan oleh rasulullah Saw

dalam salah satu hadisnya:

“Keistimewaan orang mukmin itu karena semua urusannya selalu baik dan

hal itu tidak terdapat pada orang lain. Apabila ia mendapat nikmat dan dia

bersyukur maka baginya kebaikan. Tatkala ia ditimpa musiba dan dia bersabar,

maka kebaikan pulalah baginya.(HR. Muslim)

2. Sabar dalam taat. Firman Allah Swt:

“…Maka sembalah Allah dan berteguh hatilah dalam beribadah Kepada-

Nya….”(Q.S. Maryam/: 65)

3. Sabar dalam menghadapi cobaan. Firman Allah Swt :

“Dan sungguh kami akan berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,

kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita

gembira kepada orang-orang yang sabar.”(Al-Baqarah/2:155)

4. Sabar dalam bergaul dengan sesama manusia. Firman Allah;

“…Dan kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah

kamu bersabar?;dan adalah Tuhanmu Maha Melihat.”(Q.S. Al-Furqan/: 20).56

55 ? Ibid. hal. 85 56 ? Majdi Al-Hilali, 38 Sifat Generasi Unggulan, Terj.LESPISI, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, Cet. 2, hal. 54

25

Page 26: tinjauan  tentang syari'at Islam

5. Perdata dan Pidana (Al-Masuliyah Madaniyah wal Jinayah)

Petunjuk Syari’at Islam dalam hal muamalah sudah sangat jelas dengan

tujuannya yaitu untuk mencapai sebuah kemaslahatan, tata tertib hak, serta

peningkatan taraf hidup. Oleh sebab itu sebagian besar Syari’at Islam ditetapkan

dalam bentuk ketentuan-ketentuan umum. Darinya ditarik rincian aturan yang

diserahkan kepada para pemikir (Mujtahid) Islam disetiap waktu dan tempat.57

a. Pertanggungjawaban Perdata

Dalam fikih Islam, kata dhaman (jaminan) atau tadhmin (hal yang mewajibkan

jaminan) mungkin lebih mendekati pengertian yang dimaksud dengan kata-kata

mas’uliyah madaniyah (pertanggungjawaban perdata) yang terdapat dalam kitab-

kitab hukum modern. Pewajiban jaminan atas seseorang mengandung arti pengenaan

hukuman atasnya untuk membayar ganti rugi yang diderita orang lain akibat

perbuatannya. Pembayaran ganti rugi itu ada dua macam, yaitu: yang sudah

dijelaskan nashnya dalam Syari’at, misalnya diyat (denda) dan irsy (ganti rugi); dan

yang tidak dijelaskan nash-nya dalam Syari’at, yang keputusannya diserahkan kepada

hakim.58

Tanggungjawab perdata baru ada jika telah terjadi kerusakan yang ditimbulkan

karena pelanggaran atas suatu hak orang lain yang sudah jelas. Para fuqaha membagi

hak kepada hak Allah dan hak hamba. Hak Allah merupakan sesuatu yang

manfaatnya berlaku umum dan tidak boleh digugurkan (QS. Al-Maidah/5;95),

sedangkan hak hamba adalah sesuatu yang bertalian dengan kepentingan khusus

seseorang dan pelanggaran atas hak ini boleh digugurkan pemiliknya atau ia

menuntutnya (QS. An-Nisa/4:92).

Pengambilan harta orang lain dengan cara kekerasan dan tanpa ijin, sehingga

benda itu menjadi rusak. Maka menjadi kewajiban orang yang merampas itu untuk

mengembalikan (menggatinya). Inilah prinsip pertanggungjawaban yang timbul dari 57 ? Mawardi Noor, et al. Op. Cit. hal. 47

58 ? Ibid, hal. 48

26

Page 27: tinjauan  tentang syari'at Islam

penguasaan harta secara paksa (perampasan). Kemudian mengenai tabib (dokter)

yang mengobati orang lain, padahal ia tidak ahli dalam pengobatan sehingga

pengobatannya justru mengakibatkan kerusakan. Dalam hal ini Nabi Saw

bersabda:”Barangsiapa melakukan pengobatan, padahal ia tidak memiliki

pengetahuan tentangnya, maka ia bertanggungjawab (atas perbuatannya itu).” (HR.

Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah).

Pendek kata, Nabi Saw bersabda: “Tidak ada kerusakan kerugian) dan tidak

pula menimbulkan kerusakan .” Ini menjadi kaidah umum bagi pelaksanaan hukum

mengenai pertanggungjawaban perdata dan penuntutan atas pelanggaran. Karena itu

para fuqaha berkata; ”kerugian harus ditiadakan’, “Kerugian harus ditolak sejauh

mungkin”, “Kerusakan yang bersifat khusus (bagi orang tertentu) boleh dilakukan

dalam upaya menghindarkan kerugian yang bersifat umum (bagi orang banyak)”.59

b. Pertanggungjawaban Pidana

Jarimah (pidana, jinayah dan delik) didefinisikan sebagai larangan-larangan

hukum yang diberikan Allah, dimana pelanggarannya membawa hukuman berasal

dari ketentuanNya. Larangan hukum memiliki arti, melakukan perbuatan yang

dilarang atau tidak melakukan suatu perbuatan yang diperintahkan Syari’at. Dengan

demikian tindak pidana adalah hanya merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh

Syari’at.60

Jarimah dibagi menjadi tiga, yaitu jarimah hudud, jarimah qishash, jarimah

ta’zir. Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam hukuman hudud, yaitu hukuman

yang telah ditentukan macam dan jumlahnya yang menjadi hak Allah. Yang tidak

bisa dihapuskan baik oleh perseorangan (korban) maupun masyarakat yang diwakili

oleh negara. Termasuk jarimah hudud adalah zina, qadzab (menuduh orang lain

berzina), (Q.S. An-Nur/24: 2,4), minum minuman keras (Q.S. Al-Maidah/5:90-91),

59 ? Ibid, hal. 50

60 ? Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung: As-Syamil Press & Grafika, 2001, Cet 2. hal. 132

27

Page 28: tinjauan  tentang syari'at Islam

mencuri (QS. Al-Maidah/5:38-39), hirabah (QS. Al-Maidah/5:33), murtad (QS. Al-

Baqarah/2: 217) dan pemberontakan.

Jarimah Qishash-diyat, ialah perbuatan-perbuatan yang diancam hukuman

qishash atau hukuman diyat, yaitu hukuman yang telah ditentukan batasannya. Akan

tetapi korban bisa juga memberi maaf, dimana hukuman tersebut dapat terhapuskan.

Termasuk dalam katagori jarimah adalah pembunuhan sengaja (al-qathl al-‘amdu),

pembunuhan semi sengaja (al-qathl syibhu al-‘amdi), pembunuhan tidak sengaja (al-

qathl al-khatha’), penganiayaan sengaja (al-jahr al-‘amdu), penganiayaan tidak

sengaja (al-jahr al-khatha’),(QS. Asy-Syura/42: 40).

Jarimah Ta’zir, pengertian ta’zir adalah memberi pengajaran, dalam hukuman

ini Syari’at tidak menentukan macam-macam hukuman untuk tiap jarimah, tetapi

hanya menyebutkan sekumpulan hukuman dari seringan-ringannya sampai seberat-

beratnya, jadi hakim diberi kebebasan untuk menentukan dan memilih hukuman yang

sesuai untuk diterapkan terhadap seseorang. Termasuk dalam bentuk jarimah ta’zir

adalah riba, korupsi dan sebagainya.61

6. Keumatan (Al-Ummatu fil Islam)

a. Penegakkan Imamah

Pengangkatan imam (Khalifah) hukumnya wajib berdasarkan Syari’at. Allah Swt

berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allsh dsn tsstilsh rasul dan ulil amri

diantara kalian.”(QS. An-Nisa/4:59)

61 ? Buletin Dakwah, No. 29 tahun XXIX, 19 Juli 2002

28

Page 29: tinjauan  tentang syari'at Islam

Jika imamah telah diketahui sebagai hal yang wajib menurut Syari’at, maka

status wajibnya adalah fardu kifayah seperti mencari ilmu.62

b. Sistem Kepemimpinan dalam Islam

Kepemimpinan dalam Islam dipimpin oleh seorang Khalifah atau Amirul

Mukminin. Ia adalah seorang pemimpin yang diangkat oleh kaum Muslimin dngan

persyaratan tertentu sesuai dengan Syari’at Islam untuk memimpin mereka

menegakkan Syari’at Islam.

Ada empat sendi kekuatan terpenting yang menjadi ciri dan tugas pokok dan

sistem kekhalifahan tersebut, yaitu: Pertama, Menegakkan persaudaraan seagama

(Al-Ukhuwah Ad-Dîniyah). Sistem kekhalifahan tidak memandang perpedaan bangsa,

suku, ras sebagaimana lazimnya dikenal manusia sebagai “negara”. Islam berada

jauh diatas semua itu. Disini Islam bermaksud mempersatukan manusia dengan

aqidah yang menjadi panutan seluruh manusia berdasarkan keimanan. Aqidah inilah

yang menjadi alat pemersatu yang mengikat mereka (QS. Al-Hujurat/49:10; Al-

Mujadalah/58:22; Ali Imran/3:103). Kedua, Memberikan jaminan sosial. Jaminan

sosial merupakan konsekwensi logis dari kewajiban-kewajiban persaudaraan.

Jaminan ini meliputi dua segi, yaitu material dan moral. Material yakni saling tolong

meolong dalam bidang materi, sedangakan moral, yakni saling menasehati dalam

kebaikan dan taqwa (QS. Ali Imran/3:104; At-Taubah/9:71). Ketiga, Menjalankan

sistem musyawarah. Musyawarah merupakan salah satu sendi terbentuknya

pemerintahan yang baik, karena ia adalah jalan untuk melihat kebenaran, mengetahui

pendapat yang matang dan diperintahkan oleh Syari’at (QS. Ali Imran/3:159; An-

Nisa/4:59). Keempat, Menjamin keadilan. Di antara pilar kebahagiaan yang

senantiasa dicari dan diupayakan manusia adalah ketentraman atas hak-hak mereka

dan berlakuanya keadilan antara sesama manusia. (QS. Al-Maidah/5:8;

An-Nahl/16:90; Al-An’am/6:152).63

62 ? Imam Al Mawardi, Op Cit. hal. 1-2

63 ? Mawardi Noor, et al. Op. Cit. hal. 56-58

29

Page 30: tinjauan  tentang syari'at Islam

c. Ahlul Halli Wal Aqli

Ahlul Halli wal-Aqli adalah para ulama mujtahid dan para ahli yang menguasai

ilmu tauhid dan Syari’at. Dengan ilmu itu mereka dapat memilih dan menentukan

seorang khalifah. Mereka yang duduk dalam kategori ini harus memiliki kriteria-

kriteria yang legal, yaitu: (1). Adil dengan segala syarat-syaratnya. (2). Ilmu yang

luas, yang membuatnya mampu mengetahui siapa yng berhak menjadi imam sesuai

dengan kriteria-kriterianya. (3). Wawasan dan sikap bijaksana yantg membuatnya

mampu memilih siapa yag paling tepat menjadi imam dan paling efektif, serta paling

ahli dalam mengelola semua kepentingan.64

d. Tugas Kewajiban Imam

Pada dasarnya kewajiban dan tugas-tugas imam sangat banyak tapi meskipun

demikian dapat dibatasi pada dua tugas yang mencakup tugas-tugas lainnya, yaitu:

1. Menegakkan Syari’at Islam

2. Menangani urusan-urusan negara sesuai dengan batasan hukum-hukum Syari’at

Islam. Al-Mawardy berkata, ”kepemimpinan merupakan inti khilafah nubuwah untuk

menjaga agama dan mengatur kehidupan dunia.” Sedangkan Ibnu Taimiyah berkata,

”kepemimpinan negara merupakan khilafah yang berasal dari Allah untuk

mengaplikasikan Syari’at Allah.”

Di sini terlihat bahwa Syari’at Islam sudah menetapkan dasar tanggung jawab

seorang pemimpin Muslim terhadap kondisi rakyatnya (QS. Al-Maidah/5:48-49;

Shad/38:26).65

Daftar Pustaka :

1. Majalah Media Da’wah, Jumadil Awal 1427 H/ Juni 20062. Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT.Hidakarya Agung,

1989

64 ? Imam Al Mawardi, Op Cit. hal. 3

65 ? Shalih bin Ghanim As-Sadlan, Op. Cit. hal. 6-7

30

Page 31: tinjauan  tentang syari'at Islam

3. Muhammad Ali As-Sayis, Sejarah Fiqih Islam, terj. Nurhadi AGA, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003, Cet. I

4. Mohd. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Sinar grafika (edisi revisi), 2004, Cet. I

5. H. Muhammadiyah Djafar, Pengantar Ilmu Fighi, Jakarta: Kalam Mulia, 1993, cet. I

6. Daud Rasyid, Indahnya Syari’at Islam, Jakarta : Usamah Press, 2003, Cet. I7. Jeje Zainuddin, “Pengantar Fiqih Ibadah”, Makalah, , Bekasi: Materi Kuliah

Semester 2 STID Mohammad Natsir, 2005, tidak diterbitkan 8. Abu Bakar Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim, terj. Fadhli Bahri, Lc., Jakarta :

Darul Falah, 2005 Cet. 1X9. Abu Bakar Ba’asyir, “Mengenal Dasar-Dasar Dinul Islam”, Materi Untuk

Membuat Buku, Jakarta, 200510. Tim Penyusun DDII, Panduan Zakat Infaq dan hadaqah, Dewan Da’wah

Islamiyah Indonesia, Jakarta11. Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz, Jakarta : Pustaka as-Sunnah,

2006, Cet. I12. Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 5, Terj. Kahar Masyhur, Jakarta: Kamam Mulia,

1990, Cet. 113. Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak,

Terj. Zainal Abidin, Lc., Jakarta: Darul Haq, 2004, Cet. I14. Mawardi Noor, et. al., Garis-Garis Besar Syari’at Islam, Jakarta : Khairul

Bayan Press, 2005, Cet. 315. Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Penj. As’ad Yasin, Jakarta:

Gema Insani Press, 2000, Jilid I, Cet. 616. Ahmad Al Hufy, Mangapa Rasulullah Berpoligami, Jakarta: Pustaka Azzam,

2001, Cet. 117. Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Penj. Abu Sa’id Al Falahi,

Jakarta : Rabbani Press, 2000, Cet. 118. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2005, Cet.

38 19. Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, terj. Zainal Arifinn,

Jakarta: Gema Insani Press, 1997, Cet.220. Muhammad Nejatullah Siddiqi, Pemikiran Ekonomi Islam, Terj. A.M.

Saefuddin, Jakarta: Media Da’wah, 1986, Cet. 121. Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah: Hukum-Hukum

Penyelenggaraan Negara dalam Syari’at Islam, Penj. Padli Bahri, Jakarta: Darul Falah, 2006, Cet. 2

22. Abdurrahman Madjrie dan Fauzan Al-Anshari, Qishas Pembalasan yang Hak, Jakarta: Khaerul Bayan, 2003, Cet. 1

23. Fauzan Al-Anshari dan Halawi Makmun, Hukum Murtad, Jakarta: Lembaga Kajian Syari’at Islam, 2005.

31

Page 32: tinjauan  tentang syari'at Islam

24. Fauzan Al-Anshari dan Abdurrahman Madjrie, Hukuman Bagi Pezina dan Penuduhnya, Jakarta: Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 2

25. Fauzan Al-Anshari, KUHP Syariah dan Penjelasannya, Jakarta:Departemen Data dan Informasi Majelis Mujahidin Indonesia, 2005

26. Fauzan Al-Anshari dan Abdurrahman Madjrie, Hukuman Bagi Pencuri, Jakarta : Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 2

27. Fauzan Al-Anshari dan Halawi Makmun, Pidana Terorisme, Jakarta : Lembaga Kajian Syari’at Islam, 2005

28. Fauzan Al-Anshari dan Abdurrahman Madjrie, Hukuman Bagi Konsumen Miras dan Narkoba, Jakarta : Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 2

29. Abdurrahman Madjrie dan Fauzan Al-Anshari, Qishash Pembalasan yang Hak, Jakarta : Khairul Bayan Press, 2003, Cet. 1.

30. Pusat Informasi dan Komunikasi Indonesia. Website:http://www. Al- Islam.org/19 Oktober 2006

31. Muhammad Ali Hasyimi, Apakah Anda Berkepribadian Muslim, Terj. H. Salim Basyarahil, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, cet 13

32. Majdi Al-Hilali, 38 Sifat Generasi Unggulan, Terj.LESPISI, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, Cet. 2

33. Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung: As-Syamil Press & Grafika, 2001, Cet 2

34. Buletin Dakwah, No. 29 tahun XXIX, 19 Juli 2002

32