TRADISI PEMBACAAN SURAT ALFATIHAH DAN ALFIIL Living …etheses.iainponorogo.ac.id/10992/1/SKRIPSI...

84
TRADISI PEMBACAAN SURAT ALFATIHAH DAN ALFIIL (Kajian Living Quran di Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO 2020 SKRIPSI Oleh: Khasin Nur Wahib NIM. 210416008 Pembimbing: Ahmad Faruk, M.FIL.I NIP. 197511142003121001 JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDIN, ADAB, DAN DAKWAH

Transcript of TRADISI PEMBACAAN SURAT ALFATIHAH DAN ALFIIL Living …etheses.iainponorogo.ac.id/10992/1/SKRIPSI...

  • TRADISI PEMBACAAN SURAT ALFATIHAH DAN ALFIIL

    (Kajian Living Quran di Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo)

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO

    2020

    SKRIPSI

    Oleh:

    Khasin Nur Wahib

    NIM. 210416008

    Pembimbing:

    Ahmad Faruk, M.FIL.I

    NIP. 197511142003121001

    JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

    FAKULTAS USHULUDIN, ADAB, DAN DAKWAH

  • TRADISI PEMBACAAN SURAT ALFATIHAH DAN ALFIIL

    (Kajian Living Quran di Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo)

    ii

    SKRIPSI

    Diajukan untuk melengkapi sebagian syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana

    program strata satu (S-1)

    pada Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri

    Ponorogo

    Oleh:

    Khasin Nur Wahib

    NIM. 210416008

    Pembimbing:

    Ahmad Faruk, M.FIL.I

    NIP. 197511142003121001

    JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

    FAKULTAS USHULUDIN, ADAB, DAN DAKWAH

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO

    2020

  • ABSTRAK

    Wahib, Khasin Nur. 2020. Tradisi Pembacaan Surat Alfatihah dan

    Alfiil (Kajian Living Quran di Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono

    Ponorogo). Skripsi. Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas

    Ushuluddin Adab dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

    Ponorogo. Pembimbing, Ahmad Faruk, M.Fil.I.

    Kata Kunci: Tradisi, Pembacaan Surah, Ponpes Ittihadul Ummah, Living

    Quran

    Penelitian ini membahas tentang fenomena sosial living Quran, yaitu fenomena Alquran yang hidup dalam masyarakat,

    dengan kata lain Al-Quran in every day live. Seperti yang terjadi di

    Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo yaitu tradisi

    pembacaan Surat Alfatihah dan Alfiil yang dilaksanakan oleh

    seluruh warga Pesantren. Waktu pelaksanaannya yaitu setelah

    sholat isya’ berjamaah. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk

    mengetahui (1) Bagaimana Praktik Tradisi Pembacaan Surat

    Alfatihah dan Alfiil di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah

    Banyudono Ponorogo (2) Apa Makna Tradisi Pembacaan Surat

    Alfatihah dan Alfiil di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah

    Banyudono Ponorogo.

    Jenis penelitian yang digunakan ialah Kualitatif Deskriptif.

    Adapun tehnik pengumpulan data penelitian adalah dengan

    menggunakan metode (1) Obsevasi, (2) Wawancara, (3)

    Dokumentasi. Kemudian, dalam proses menganalisis data, Peneliti

    menggunakan Teori Pecinta Alquran yang dikemukakan oleh Farid

    Esack dalam bukunya yang berjudul The Quran: a Short

    Indroduction.

    Hasil penelitian skripsi ini menunjukan bahwa (1) Tradisi Pembacaan Surah Alfatihah dan Alfiil di Ponpes Ittihadul Ummah

    Banyudono Ponorogo dilaksanakan malam hari setelah melakukan

    sholat isya’ berjamaah. Penerapannya diawali dengan membaca

    istighfar, doa berlindung dari api neraka, doa keselamatan, tasbih,

    hamdalah, takbir, haukalah, tahmid, sholawat, asmaul husna,

    kalimat thoyyibah (hasbunallh wa ni’mal wakil), Surah Alfatihah,

    Surah Alfiil, dan yang terakhir adalah membaca doa sebagai

    penutupnya. (2) Kemudian Makna yang bisa kita ambil dari tradisi

    pembacaan surat Alfatihah dan Alfiil menurut pengasuh, ustadz

    dan para santri Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono

    Ponorogo adalah bisa digunakan sebagai doa, sebagai tameng untuk

    menolak balak, untuk menambah keberkahan, sarana untuk

    menambah ganjaran, dan yang terakhir adalah digunakan sebagai

    wirid.

    iii

  • iv

  • v

  • vi

  • vii

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Seiring dengan berkembangnya zaman kajian mengenai Al-Quran

    mengalami pengembangan wilayah kajian, mulai dari kajian teks sampai

    dengan kajian sosial budaya yang kemudian dikenal dengan istilah living

    Quran. M. Mansur berpendapat bahwa living Quran bermula dari fenomena

    Al-Quran yang hidup dalam kehidupan masyarakat dengan kata lain Al-

    Quran in every day live. Yang mempunyai makna dan fungsi Al-Quran

    sebagai teks yang telah dipahami dan dialami oleh masyarakat muslim pada

    umumnya. Fenomena yang terjadi di dalam masyarakat misalnya terkait

    dengan pembelajaran membaca Al-Quran, fenomena menulis sebagian

    ayat-ayat tertentu dari Al-Quran, pengobatan, doa-doa dan sebagainya

    yang terjadi pada masyarakat muslim tertentu saja, namun terkadang tidak

    terjadi pada masyarakat Muslim lainnya.1 Seperti halnya yang terjadi di

    pondok pesantren di daerah Ponorogo yaitu Pondok Pesantren “Ittihadul

    Ummah”.

    Pondok Pesantren “Ittihadul Ummah” merupakan pondok pesantren

    yang mempunyai kegiatan rutinan membaca surat Alfatihah dan Alfiil

    disetiap malam setelah melakukan salat Isya berjamaah di Masjid. Tradisi

    1 Muhammad Mansur. “Living Quran dalam Lintasan sejarah studi Alquran”, dalam Sahiron

    Syamsuddin (Ed.), Metode Penelitian Living Quran dan Hadits, (Yogyakarta: Teras, 2007), hlm. 6-7

  • 2

    pembacaan surat Alfatihah dan surat Alfiil ini merupakan kegiatan badah

    Amaliah dengan bertilawah yang dilakukan secara berjamaah yang

    bertujuan mengharapkan Barokah dari bacaan Al-Quran tersebut.

    Penulis sudah melakukan obesrvasi dengan cara mengamati proses

    berjalanya rutinitas pembacaan Surah Alfatihah dan Alfiil yaitu pada

    tanggal 2-4 Desember 2019 di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah

    Banyudono Ponorogo. Dengan begitu, penulis lebih dapat memahami

    mengenai bagaimana proses pelaksanaan kegiatan tersebut.

    Berangkat dari fenomena ini penulis tertarik untuk meneliti tentang

    “Tradisi Pembacaan Surat Alfatihah dan Alfiil (kajian living Quran di

    Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Ponorogo)” secara mendalam dan

    terdorong untuk lebih tahu tentang Penerapan dan Makna tradisi

    pembacaan surat Alfatihah dan Alfiil yang telah berjalan di Pondok

    Pesantren Ittihadul Ummah Ponorogo. Bagi penulis, fenomena ini menarik

    untuk dikaji dan diteliti sebagai model alternatif bagi suatu komunitas

    sosial dan lembaga pendidikan untuk selalu berinteraksi dan bergaul

    dengan Al-Quran sehingga Al-Quran menjadi lebih hidup dalam

    lingkungan masyarakat atau yang lebih dikenal dengan istilah Living

    Quran atau Al quran in everyday live.

  • 3

    B. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana praktik tradisi pembacaan Surah Alfatihah dan Surah Alfiil

    di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo?

    2. Bagaimana pemaknaan atas tradisi pembacaan Surah Alfatihah dan

    Surah Alfiil di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono

    Ponorogo?

    C. Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian ini adalah

    sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui bagaimana praktik pembacaan Surah Alfatihah dan

    Surah Alfiil di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono

    Ponorogo.

    2. Untuk mengetahui bagaimana pemaknaan atas pembacaan Surah

    Alfatihah dan Surah Alfiil di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah

    Banyudono Ponorogo.

    D. Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat penelitian ini secara garis besar, sebagai berikut:

    1. Dari aspek akademik, penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan

    pustaka diskursus Living Qur’an, sehingga diharapkan bisa berguna

    terutama bagi yang memfokuskan pada kajian sosiokultural masyarakat

  • 4

    muslim dalam memperlakukan, memanfaatkan atau menggunakan Al-

    Quran.

    2. Secara praktis, penelitian ini juga dimaksudkan untuk membantu

    meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berinteraksi dengan Al-

    Quran, khususnya bagi para santri Pondok Pesantren Ittihadul Ummah

    Banyudono Ponorogo agar semakin menumbuhkan kecintaan terhadap

    Al-Qur’an dengan cara senantiasa membaca, memahami dan

    mengaplikasikan Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.

    E. Telaah Pustaka

    Dari penelusuran penulis, ada beberapa karya tulis yang hampir sama

    dengan karya tulis yang akan dibuat penulis, seperti karya tulis:

    Yuyun Jahara fithrati, 2017. Dengan judul skripsi Tradisi pembacaan

    surat-surat pilihan sebelum dan setelah bangun tidur di pondok pesantren

    Mutholi’ul Hikmah Brebes. Program Strata 1 jurusan ilmu Al-Quran dan

    Tafsir fakultas Ushuluddin dan pemikiran Islam Universitas Islam Negeri

    Sunan Kalijaga Yogyakarta 2017. Penelitian ini bertujuan untuk

    Meningkatkan kesadaran dan sebagai motivasi lebih bagi jamaah yaitu para

    santri pondok pesantren al-hikmah dan masyarakat luas pada umumnya

    mengenai pentingnya membaca mengkaji dan mencintai Al-Quran dalam

    kehidupan sehari-hari. Fokus dalam tulisan ini adalah dari segi keunikan

    waktu yang dipilih dalam penerapan pembacaan Al-Quran, yaitu sebelum

  • 5

    dan setelah bangun tidur.2

    Idham Hamid, 2017. Dengan judul penelitian Tradisi membaca yasin

    di Makam Annangguru Maddappungan santri pondok pesanttren salafiah

    Parappe kec. Campalagian. Penelitian ini mengulas mengenai bagaimana

    santri memaknai tradisi membacakan Yasin di makam Annangguru, dan

    bagaimana pandangan Al-Qur’an mengenai tradisi tersebut. Fokus yang

    diunggulkan dalam tulisan ini adalah tempat pelaksanaan pembacaan Surat

    Yasin, yaitu di makam seseorang yang dimulyakan oleh kalangan santri

    Pondok Pesantren Salafiah Parappe kec. Campalagain.3

    Ahmadz Zainal Musthofah, 2015. Dengan judul Tradsi pembacaan

    al-quran surat-surat pilihan(kajian living qur’an di pp. manba’ul hikmah,

    Sidoarjo). Penelitian ini membahas mengenai bagaimana pemaknaan dan

    pelaksanaan tradisi pembacaan surat-surat pilihan ini, dan bagaimana

    pemaknaan bagi yang menjalankan tradisi ini. Tradisi ini dilaksanakan atas

    landasan dari kitab Al Majmu’ Ar risalah An Nuriyyah, pembacaan surat-

    surat ini juga dengan menggunakan metode tertentu, dan dalam pembacaan

    ayat-ayat pilihan ini memiliki makna-makna tertentu. Fokus yang

    ditonjolkan dari penelitian ini adalah rujukan yang diambil dari salah satu

    2 Skripsi Yuyun Jahara fithrati, Tradisi pembacaan surat-surat pilihan sebelum dan setelah

    bangun tidur di Pondok Pesantren Matholi’ul Hikmah Brebes (Studi Living Quran) 3 Skripsi Idham Hamid, Tradisi membaca yasin di Makam Annangguru Maddappungan santri

    pondok pesanttren salafiah Parappe kec. Campalagian.

  • 6

    kitab, yaitu Kitab Al Majmu’ Ar risalah An Nuriyyah.4

    Beberapa karya tulis di atas telah membahas kajian dengan tema

    Living Quran. Disini, Penulis juga akan mengkaji dengan tema yang sama

    namun memeiliki fokus yang berbeda dari yang telah penulis paparkan

    diatas. Dalam penelitian ini Penulis akan membahas tentang Pembacaan

    Surah Al Fatihah dan Surah Al Fiil di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah

    Banyudono Ponorogo. Penulis akan memaparkan bagaimana Praktik dan

    Pemaknaan Pembacaan Surah Al Fatihah dan Surah Al Fiil oleh para santri

    di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo ini.

    F. Metode Penelitian

    Metode yang kami gunakan dalam melakukan penelitian ini adalah

    dengan menggunakan metode Living Quran yang merupakan sebuah

    metode baru dalam kajian Al-Quran. Living Quran adalah kajian atau

    penelitian ilmiah tentang berbagai peristiwa sosial terkait dengan

    kehadiran Al-Quran atau keberadaan Al-Quran di sebuah komunitas

    muslim tertentu. Living Quran juga bisa dimaknai sebagai teks al-Quran

    yang hidup dalam masyarakat.” Metode ini berusaha memotret proses

    interaksi masyarakat terhadap Al-Quran, yang tidak sebatas pada

    pemaknaan teksnya, tetapi lebih ditekankan pada aspek penerapan teks-

    teks Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan teks-teks Al-

    4 Skripsi Ahmadz Zainal Musthofah, Tradsi pembacaan al-quran surat-surat pilihan(kajian

    living qur’an di pp. manba’ul hikmah, Sidoarjo).

  • 7

    Quran tersebut kemudian menjadi tradisi yang melembaga dalam

    kehidupan sehari-hari.

    Kajian dalam bidang Living Quran memberikan sumbangsih

    ilmu pengetahuan yang signifikan bagi pengembangan wilayah kajian Al-

    Quran. Jika selama ini tafsir lebih dikenal dengan teks, maka

    sesungguhnya makna tafsir lebih luas dari itu. Tafsir bisa berupa respon

    atau praktik perilaku suatu masyarakat yang diinspirasi oleh kehadiran

    Al-Quran.5

    Arti penting kajian Living Quran berikutnya adalah memberi

    paradigma baru bagi pengembangan kajian Al-Quran kontemporer,

    sehingga studi Al-Quran tidak hanya berjalan pada wilayah kajian teks.

    Pada wilayah kajian Living Quran ini kajian tafsir akan lebih banyak

    mengapresiasi respon dan tindakan masyarakat terhadap kehadiran Al-

    Quran, sehingga tafsir tidak hanya bersifat elitis melainkan mengajak

    partisipasi masyarakat. Pendekatan fenomenologi dan analis ilmu-ilmu

    sosial menjadi sangat penting pada penelitian ini.6

    Meski masih tergolong sebagai rumpun ilmu yang baru, tapi

    studi Living Quran sudah mulai memberikan corak keilmuan yang

    menarik. Hal ini tampak pada eksistensi studi Living Quran yang tidak

    5 Abdul Mustaqim, “Metode Penelitian Living Quran Model Penelitian Kualitatif” dalam

    Sahiron Syamsuddin, (ed) “Metodologi Penelitian Living Qur‟an”, (Yogyakarta: Teras, 2007), hlm. 69. 6 Ibid, hlm. 70.

  • 8

    hanya bertemu pada eksistensi tekstualnya semata, tapi juga pada

    fenomena sosial yang terjadi. Sehingga, metode penelitian yang

    digunakan pun tidak jauh berbeda dengan penelitian ilmu sosial, metode

    penelitian Living Quran bersifat deskriptif kualitatif dengan cara

    observasi, wawancara dan dokumentasi.7

    1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

    Jenis penelitian dalam kajian ini adalah penelitian kualitatif

    dengan menggunakan metode deskriptif. Penelitian kualitatif adalah

    suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis

    fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, kepercayaan, persepsi, pemikiran

    orang secara individual maupun kelompok. Metode deskriptif untuk

    menggambarkan berbagai gejala dan fakta yang terdapat dalam

    kehidupan sosial secara mendalam.

    Kemudian, dalam penelitian ini metode yang digunakan penulis

    adalah metode living Qur’an dengan pendekatan Fenomenologi.8

    Pendekatan fenomenologi merupakan jenis pendekatan yang digunakan

    oleh peneliti untuk mengungkap kesadaran dan pengetahuan pelaku

    tentang perilaku-perilaku atau praktik yang mereka lakukan. Dengan

    perspektif ini peneliti tidak menilai salah benarnya pemahaman dan

    7 Ibid, hlm. 71 8 Asmadi Alsa, Pendekatan Kuantitatif Kualitatif serta Kombinasinya dalam Penelitian

    Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), .37.

  • 9

    praktik yang dilakukan oleh sekelompok orang atau individu. Karena

    dalam perspektif ini yang dianggap penting bukanlah salah benarnya

    pemahaman pelaku, tetapi lebih pada isi dari pemahaman tersebut.

    2. Subjek Penelitian dan Sumber Data

    Dalam penelitian ini, subjek penelitian yang penulis pilih adalah

    Pengasuh Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo, dalam hal ini

    adalah Ustadz Nasta’in M.Pd.I. kemudian Selaku Ustadz Al-Quran

    Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo yaitu Ustadz Anwar

    Sururi Al Hafidz.

    Subjek penelitian di sini juga sekaligus sebagai sumber data dan

    atau informan. Selanjutnya, santri Ponpes Ittihadul Ummah yang sedang

    menempuh pendidikan MA dan Kuliah. Untuk penggalian informasi dari

    subyek penelitian tersebut, penulis melakukan wawancara dengan para

    narasumber terpilih.

    3. Data dan Sumber Data

    a. Pengertian Data

    Data merupakan suatu bahan yang masih mentah yang

    membutuhkan pengolahan lebih lanjut sehingga menghasilkan

    informasi atau keterangan, baik kuantitatif maupun kualitatif yang

    menunjukkan suatu fakta. Pada konteks penelitian data bisa diartikan

    sebagai keterangan tentang variabel pada beberapa objek. Data

    memberikan keterangan tentang objek-objek dalam variabel tertentu.

  • 10

    Data mempunyai peran yang amat penting di dalam penelitian

    karena:

    1. Data mempunyai fungsi sebgai alat uji pertanyaan atau hipotesis

    penelitian.

    2. Kualitas data sangan menentukan kualitas dari hasil penelitian.

    Artinya hasil penelitian sangat bergantung pada kualitas data yang

    sukses dikumpulkan.

    b. Sumber Data

    Yakni data yang diperoleh dari sumber-sumber asli yang

    memuat informasi atau data yang dibutuhkan atau yang biasa disebut

    dengan data Primer. Dalam penelitian ini data primernya adalah

    observasi di Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo dan

    wawancara dengan Pengasuh Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono

    Ponorogo yakni Ustadz Nasta’in M.Pd.I.

    Berikutnya adalah observasi dan wawancara dengan Ustadz

    Anwar Sururi al Hafidz selaku koordinator pengajian Al Quran di

    Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo.

    Setelah melakukan observasi dan wawancara kepada para

    Asatidz, kemudian dilanjutkan observasi dan wawancara dengan para

    santri di Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo. Jikalau ada

    beberapa informasi terkait yang perlu dilacak, maka penulis akan

    melakukan wawancara dengan informan tersebut berdasarkan

  • 11

    rekomendari dari informan sebelumnya.

    Selain data asli yang harus dikumpulkan, ada juga data yang

    diperoleh dari sumber yang bukan asli yang memuat informasi atau

    data yang dibutuhkan atau bisa kita sebut data Sekunder. Data

    sekunder ini diperoleh dari pihak-pihak lain yang tidak langsung

    seperti data dokumentasi dan data lapangan dari arsip yang dianggap

    penting. Sebagai data sekunder dalam penelitian ini adalah data

    dokumentasi, arsip-arsip dan data administrasi santri Ponpes Ittihadul

    Ummah Banyudono Ponorogo. Begitupun majalah-majalah atau buku-

    buku yang konten informasinya berkaitan dengan penelitian ini,

    menjadi data tambahan yang sangat bermanfaat.

    4. Tehnik Pengumpulam Data

    Untuk memperoleh data-data yang sesuai dengan penelitian ini, maka

    teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

    a. Metode Observasi

    Kegiatan mengamati dan mendengar dalam rangka memahami,

    mencari jawab, mencari bukti terhadap fenomena social-keagamaan

    selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang

    diobservasi, dengan mencatat, merekam, memotret fenomena tersebut

    guna penemuan data analisis.9

    9 Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama, (Bandung: Remaja

    Rosdakarya, 2003), Hlm, 167

  • 12

    Dalam penelitian ini, penulis menggunakan observasi

    partisipan dan non partisipan. Adapun yang dimaksud observasi

    partisipan adalah observasi yang dilakukan terhadap objek di tempat

    terjadi atau berlangsungnya peristiwa. Sedangkan observasi non

    partisipan yaitu pengamatan yang dilakukan oleh observer tidak pada

    saat berlangsungnya suatu peristiwa yang akan diteliti.

    Observasi partisipan yang dilakukan penulis dalam penelitian

    ini berlokasi di Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo. Selain

    untuk memperoleh informasi tentang profil Ponpes Ittihadul Ummah

    Banyudono Ponorogo, Pada observasi ini penulis lebih menekankan

    untuk menggali informasi terkait kegiatan-kegiatan keseharian santri.

    Dengan ikut serta dalam kehidupan keseharian santri, penulis bisa

    menggaili informasi dengan mengamati prosesi pembacaan surat al-

    Fatihah dan al-Fiil secara mendalam. Adapun observasi non partisipan

    dalam penelitian ini, penulis akan melakukan pengamatan terhadap

    dokumen dan arsip pondok pesantren.

    b. Metode Wawancara

    Adalah suatu bentuk komunikasi verbal, semacam percakapan

    dengan tujuan memperoleh informasi. Sebagai salah satu cara

    mendapatkan informasi terkait dengan penelitian dengan memberikan

    beberapa pertanyaan untuk memperoleh jawaban. Dalam penelitian

    ini, penulis menggunakan wawancara metode etnografi yaitu

  • 13

    wawancara yang menggambarkan sebuah percakapan persahabatan.

    Metode ini memungkinkan seorang peneliti mewancarai orang tanpa

    kesadaran orang-orang itu dengan cara sekedar melakukan percakapan

    biasa, namun memasukkan beberapa pertanyaan di dalamnya. Penulis

    mengumpulkan data-data melalui pengamatan, terlibat langsung dan

    percakapan sambil lalu, sehingga ada sebagian santri yang

    diwawancarai tanpa menyadari jika penulis sedang menggali

    informasi. Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang tidak

    atau belum ditemukan penulis selama melakukan observasi di

    lapangan. Wawancara ini juga penulis gunakan untuk menguji ulang

    data-data yang ada dari hasil observasi, baik hasil observasi partisipan

    ataupun observasi non-partisipan. Wawancara ini ditujukan kepada

    para santri, pengurus pondok pesantren dan pengasuh Ponpes Ittihadul

    Ummah Banyudono Ponorogo

    c. Metode Dokumentasi

    Metode dokumentasi adalah suatu cara pengumpulan data

    dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik

    berupa dokumen tertulis, gambar ataupun elektronik. Penelitian living

    Quran yang berkaitan tentang fenomena ritual keagamaan yang terjadi

    di masyarakat akan semakin bertambah kuat jika disertai dengan

  • 14

    adanya dokumentasi.10

    Dokumentasi yang dimaksud dapat berupa dokumen dalam

    bentuk tertulis, seperti agenda kegiatan, daftar hadir peserta, materi

    kegiatan, tempat kegiatan dan lain-lain, bisa juga berupa dokumen

    yang tervisualisasikan, seperti foto kegiatan atau rekaman dalam

    bentuk tayangan video, atau juga berupa audio. Dengan cara melihat

    dokumen yang ada, maka serang peneliti bisa melihat perkembangan

    kegiatan tersebut dari waktu ke waktu, sehingga dapat dianalisa

    bagaimana cara respon masyarakat dengan adanya kegiatan ritual

    tersebut.11

    5. Tehnik Analisis Data

    Sebelum kita melakukan analisis data, ada beberapa langkah yang

    harus kita lewati terlebih dahulu yaitu:

    a. Mengumpulkan Data

    Data yang sudah ada perlu dikumpulkan semua agar mudah

    untuk mengecek apakah semua data yang dibutuhkan sudah terekap

    semua. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis

    penelitian. Penyusunan data harus dipilih data yang ada hubungannya

    10 Didi Junaedi, Living Quran: sebuah pendekatan baru dalam kajian al Quran (Studi kasus

    dipondok pesantren As Airoj Al Hasan Desa Kalimukti kec. Pabedilan, kab. Cirebon). JournalOf-Al

    Quran dan Hadits Studie-Vol 4 No, 2(2015) hlm, 179 11 Ibid, hlm 180

  • 15

    dengan penelitian, dan benar-benar otentik. Adapun data yang

    diambil melalui wawancara harus dipisahkan antara pendapat

    responden dan pendapat interviwer.

    b. Pengolahan Data

    Pengolahan data dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah

    dirumuskan. Hipotesis yang akan diuji harus berkaitan dan

    berhubungan dengan permasalahan yang akan diajukan. Semua jenis

    penelitian tidak harus berhipotesis akan tetapi semua jenis penelitian

    wajib merumuskan masalahnya, sedangkan penelitian yang

    menggunakan hipotesis adalah metode eksperimen. Jenis data akan

    menentukan apakah peneliti akan menggunakan teknik kualitatif atau

    kuantitatif. Data kualitatif diolah dengan menggunakan teknik

    statistika baik statistika non parametrik maupun statistika parametrik.

    Statistika non parametrik tidak menguji parameter populasi akan

    tetapi yang diuji adalah distribusi yang menggunakan asumsi bahwa

    data yang akan dianalisis tidak terikat dengan adanya distribusi

    normal atau tidak harus berdistribusi normal dan data yang banyak

    digunakan untuk statistika non parametrik adalah data nominal atau

    data ordinal.

    c. Menganalisis Data

    Teknis analisis data yang akan digunakan penulis untuk

    menganalisa informasi-informasi mengenai pembacaan surat-surat

  • 16

    pilihan dalam al-Qur’an di Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono

    Ponorogo adalah analisis deskripsi-eksplanasi. Analisis deskripsi

    menganalisis data yang telah dideskripsikan dengan cara

    membangun tipologi.

    Adapun dalam kaitannya dengan penelitan ini, penulis

    memaparkan data yang telah diperoleh dari hasil wawancara saat di

    lapangan yaitu dengan mengklasifikasikan objek penelitian yang

    meliputi siapa saja yang melakukan dan mengikuti tradisi pembacaan

    surat-surat pilihan dalam al-Qur’an, apa saja yang menjadi surat-

    surat pilihan untuk dibaca secara rutin, dan kapan pelaksanaan

    pembacaan suratsurat pilihan dalam al-Qur’an sebagai kegiatan rutin

    santri Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo.

    Adapun analisis eksplanasi adalah analisis yang digunakan

    untuk mencari alasan dan motif kenapa pembacaan al-Qur’an hanya

    surat-surat pilihan tertentu, apa yang melatarbelakangi adanya tradisi

    pembacaan al-Qur’an tersebut di Ponpes Ittihadul Ummah

    Banyudono Ponorogo. Berikutnya adalah maksud dan tujuan yang

    ingin dicapai dari kegiatan rutin santri dari pembacaan surat-surat

    pilihan dalam al-Qur’an tersebut.

    d. Interpretasi hasil pengolahan data

    Tahap ini menerangkan setelah peneliti menyelesaikan analisis

    datanya dengan cermat. Kemudian langkah selanjutnya peneliti

  • 17

    menginterpretasikan hasil analisis akhirnya peneliti menarik suatu

    kesimpulan yang berisikan intisari dari seluruh rangkaian kegiatan

    penelitian dan membuat rekomendasinya. Menginterpretasikan hasil

    analisis perlu diperhatikan hal-hal antara lain: interpretasi tidak

    melenceng dari hasil analisis, interpretasi harus masih dalam batas

    kerangka penelitian, dan secara etis peneliti rela mengemukakan

    kesulitan dan hambatan-hambatan sewaktu dalam penelitian.

    6. Pengecekan dan Keabsahan Data

    Dalam penelitian ini dapat diadakan pengecekan dengan teknik

    pengamatan yang tekun dan teknik pemeriksaan keabsahan data yang

    peneliti lakukan dengan jalan:

    1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil

    wawancara

    2. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

    berkaitan.12

    G. Sistematika Pembahasan

    Sistematika pembahasan ini dimaksud untuk mempermudah para

    pembaca dalam menelaah isi kandungan yang ada di dalamnya. Skripsi ini

    tersusun atas lima bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:

    BAB I : Berisi tentang Pendahuluan. Dalam bab ini dijelaskan tentang Latar

    12 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2006),Hal 300.

  • 18

    Sistematika Pembahasan.

    BAB II : Berisi Teori mengenai Living Quran dan urgensinya. Kemudian

    juga mengenai teori makna, pecinta Alquran, keutamaan dan makna

    surat Al-Fatihah dan Al-Fiil menurut Kitab Tafsir Al Misbah.

    BAB III : Berisi sejarah dan perkembangan Ponpes Ittihadul Ummah

    Banyudono Ponorogo. Kemudian Paparan Data Khusus Yang

    terdiri dari Bagaimana Praktik Pembacaan surat Al-Fatihah dan

    Al-Fiil.

    BAB IV : Berisi tentang Pemaknaan Tradisi Pembacaan surat al-Fatihah dan

    al-Fiil menurut warga Pondok Pesantren Ittihadul Ummah

    Banyudono Ponorogo

    BAB V : Berisi Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

    Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

    Penelitian, Telaah Pustaka, Kerangka Teori, Metode Penelitian dan

  • BAB II

    TRADISI MEMBACA ALQURAN

    A. Pengertian Living Quran dan Urgensinya

    1. Pengertian Living Quran

    Muhammad Yusuf, mengatakan bahwa “respons sosial (realitas) terhadap

    al-Quran dapat dikatakan Living Quran. Baik itu Al-Quran dilihat masyarakat

    sebagai ilmu (science) dalam wilayah profane (tidak keramat) di satu sisi dan

    sebagai buku petunjuk (hudā) dalam yang bernilai sakral (sacred) di sisi yang

    lain.13 Dengan demikian bisa kita simpulkan bahwa Studi mengenai Living

    Quran adalah studi tentang Al-Quran tetapi tidak bertumpu pada eksistensi

    tekstualnya, melainkan studi tentang fenomena sosial yang lahir terkait dengan

    kehadiran al-Quran dalam wilayah geografi tertentu dan mungkin masa tertentu

    pula.14

    Menawarkan The Living al-Quran sebagai sebuah objek kajian pada

    dasarnya adalah menawarkan fenomena tafsir atau pemaknaan al-Quran dalam

    arti yang lebih luas daripada yang selama ini dipahami, untuk dikaji dengan

    menggunakan perspektif yang juga lebih luas, lebih bervariasi. Sementara itu,

    mengusung pemaknaan gejala sosial-budaya ke kancah sebuah perbincangan,

    13 Yusuf, M., “Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living Qur’an,” dalam M. Mansyur,

    dkk., Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, (Yogyakarta: TH. Press, 2007), h. 36-37. 14 Ibid., hlm. 39

  • 20

    hal itu menurut Peneliti berarti menempatkan asumsi-asumsi paradigma

    antropologi hermeneutik atau antropologi interpretif sebagai landasan

    pemikiran untuk menelaah dan memperbincangkan gejala tersebut.

    2. Living Quran dalam Lintasan Sejarah

    Jika ditelisik secara historis, praktek memperlakukan Al-Quran, surat-

    surat atau ayat-ayat tertentu di dalam Al-Quran untuk kehidupan praksis umat,

    pada hakekatnya sudah terjadi sejak masa awal Islam, yakni pada masa

    Rasulullah Saw. Sejarah mencatat, Nabi Muhammad Saw. dan para sahabat

    pernah melakukan praktek Ruqyah, yaitu mengobati dirinya sendiri dan juga

    orang lain yang menderita sakit dengan membacakan ayat-ayat tertentu di

    dalam Al-Quran. Hal ini didasarkan atas sebuah hadis shahih yang diriwayatkan

    oleh Imam al-Bukhari dalam Sahih al-Bukhari yang berbunyi “Dari ‘Aisyah

    r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah membaca surat al-

    Mu‘awwidhatain, yaitu surat Al-Falaq dan An-Nas ketika beliau sedang sakit

    sebelum wafatnya”.15

    Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa sahabat Nabi pernah mengobati

    seseorang yang tersengat hewan berbisa dengan membaca al-Fatihah.16 Dari

    beberapa keterangan riwayat hadis di atas, menunjukkan bahwa praktek

    interaksi umat Islam dengan Al-Quran, bahkan sejak masa awal Islam, dimana

    15 Imam al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Bab al-Raqa bi al-Quran, CD Rom, Maktabah

    al-Shamilah, al-Isdar al-Thani. 16 imam al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Bab al-Raqa bi Fatihat al-Kitab, CD Rom,

    Maktabah al-Shamilah, al-Isdar al-Thani.

  • 21

    Nabi Muhammad Saw. masih hadir di tengah-tengah umat, tidak sebatas pada

    pemahaman teks semata, tetapi sudah menyentuh aspek yang sama sekali di

    luar teks.

    Jika kita cermati, praktek yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. dengan

    membaca surat Al-Mu‘awwidhatain untuk mengobati sakitnya, jelas sudah di

    luar teks. Sebab secara semantis tidak ada kaitan antara makna teks dengan

    penyakit yang diderita oleh Nabi Muhammad Saw. maupun orang lain yang

    diobati. Demikian juga halnya dengan praktek yang dilakukan oleh sahabat

    Nabi yang membacakan surat Al-Fatihah untuk mengobati orang yang terkena

    sengatan kalajengking. Secara makna, rangkaian surat al-Fatihah sama sekali

    tidak ada kaitannya dengan sengatan kalajengking. Dari beberapa praktek

    interaksi umat Islam masa awal, dapat dipahami jika kemudian berkembang

    pemahaman di masyarakat tentang fadilah atau khasiat serta keutamaan surat-

    surat tertentu atau ayat-ayat tertentu di dalam Al-Quran sebagai obat dalam arti

    yang sesungguhnya, yaitu untuk menyembuhkan penyakit fisik. Disamping

    beberapa fungsi tersebut, Al-Quran juga tidak jarang digunakan masyarakat

    untuk menjadi solusi atas persoalan ekonomi, yaitu sebagai alat untuk

    memudahkan datangnya rezeki.

    3. Living Quran di Tengah Masyarakat

    Berinteraksi dengan Al-Quran merupakan bagian dari living Quran yang

    menjadi pengalaman tersendiri bagi umat islam, pengalaman berinteraksi

    dengan Al-Quran banyak menghasilkan pemahaman dan penghayatan yang

  • 22

    kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.17 Kegiatan yang dapat

    dihasilkan dari berinteraksi bersama Al-Quran meliputi berbagai macam bentuk

    kegiatan. Di antara bentuk kegiatan tersebut bisa berupa membaca Al-Quran,

    memahami dan menafsirkan Al-Quran, menghafal Al-Quran, berobat dengan

    Al-Quran, memohon berbagai hal dengan Al-Quran, mengusir makhluk halus

    dengan Al-Quran, menuliskan ayat-ayat Al-Quran untuk hiasan maupun untuk

    menangkal gangguan, dan menerapkan ayat-ayat Al-Quran tertentu dalam

    kehidupan sehari-hari.18

    4. Living Quran Berdasarkan Pendekatan Sosiologi

    Penelitian Living Quran memerlukan pendekatan sosiologi dalam

    prakteknya. Hal ini dikarenakan Living Quran juga merupakan suatu upaya

    untuk membuat hidup dan menghidup-hidupkan Al-Quran oleh masyarakat,

    dalam arti respon sosial terhadap Al-Quran. Baik Al-Quran dalam hal ini dilihat

    oleh masyarakat sebagai ilmu dalam wilayah yang profan ataupun sebagai

    petunjuk dalam keadaan yang bernilai sakral. Karena kedua keadaan inilah yang

    sesungguhnya menghasilkan sikap dan pengalaman kemanusiaan berharga

    yang membentuk sistem religi karena dorongan emosi keagamaan, dalam hal

    ini emosi diri dan Al-Quran.19

    17 Muhammad, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan Al-Qu‟ran” dalam

    Sahiron Syamsuddin (Ed.), Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadits, (Yogyakarta: Teras, 2007),

    hlm. 12. 18 Ibid, hlm. 14. 19 Muhammad Yusuf, “Pendekatan Sosiologi Dalam Penelitian Living Quran”, dalam Sahiron

    Syamsuddin (Ed.), Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadits, (Yogyakarta: Teras, 2007), hlm.36.

  • 23

    Teori penelitian tentang bagaimana cara melihat masyarakat ketika

    mensikapi dan berinteraksi dengan Al-Quran dikatakan masih sulit untuk

    dirumuskan secara definitif. Akan tetapi, bagaimanapun teori-teori yang

    menyangkut sistem sosial dan sistem religi dapat didekati untuk membantu

    melihat kenyataan dalam masyarakat yang telah dan sedang melakukan proses

    pemahaman dan menerjemahkan ke dalam kehidupan sehari-hari menurut

    kapasitasnya masing-masing, sebagai representasi dari keyakinan

    mendalamnya terhadap Al-Quran. 20

    Hal lainnya yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan Living Quran

    dan sosial adalah pada para peneliti dan mufassir. Peneliti, penulis dan Mufassir

    di sepanjang sejarah ini telah menawarkan berbagai macam metode, cara dan

    pendekatan terhadap Al-Quran yang kemudian menghasilkan jutaan karya

    tafsir. Hal ini membuktikan bahwa respon masyarakat sosial terhadap Al-Quran

    lebih menguat dibandingkan dengan kitab-kitab suci yang lainnya.

    Hubungan antara Al-Quran dan masyarakat Islam dapat dilihat dari

    bagaimana Al-Quran itu disikapi secara teoritik maupun dipraktekkan secara

    memadai dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian Living Quran adalah

    studi tentang Al-Quran tetapi tidak hanya bertumpu pada eksistensi tekstualnya,

    melainkan studi tentang fenomena sosial yang lahir terkait dengan kehadiran

    Al-Quran dalam wilayah geografi tertentu dan mungkin masa tertentu pula.21

    20 Ibid, hlm. 37 21 Ibid, hlm. 39

  • 24

    Ungkapan di atas semata-mata melakukan pembacaan objektif terhadap

    fenomena keagamaan yang menyangkut langsung dengan Al-Quran, bukan

    untuk mencari kebenaran positivistik yang selalu melihat konteks. Muhammad

    Yusuf mengungkapkan bahwa fenomena yang ada dalam masyarakat muncul

    tanpa diformat dan di struktur secara sengaja, tetapi muncul atas kesadaran

    religiusnya, dalam hal ini terhadap Al-Quran yang meskipun berbahasa Arab

    yang sangat asing secara lisan maupun pendengaran bagi kebanyakan

    masyarakat muslim. Justru dengan diturunkannya Al-Quran dengan

    menggunakan bahasa Arab itulah sehingga memunculkan spekulasi yang

    sangat variatif untuk melakukan eksperimen tanpa menghilangkan aspek

    sakralitas. Terlebih di dalam Al-Quran sendiri menyatakan bahwa dirinya

    secara fungsional sebagai petunjuk, rahmat, syifa, furqan dan quran yakni

    bacaan. Itulah hal yang menyebabkan nampaknya variasi sikap dan verbagai

    tindakan yang muncul pada masyarakat muslim terhadap Al-Quran.22

    5. Urgensi Living Quran

    Al-Quran merupakan kitab suci yang menjadi manhaj al-hayat di mana

    kemudian muncul sebagai muntij al-saqafah (produsen peradaban). Hal inilah

    yang kemudian menstimulasi lahirnya beragam ilmu yang mempelajari seputar

    Al-Quran seperti misalnya ilmu tajwid dan ilmu qiraat, rasm Al-Quran dan

    seni-seni kaligrafi, hingga ilmu tafsir dan lain sebagainya. Sehingga, ilmu-ilmu

    22 Ibid, hlm 42

  • 25

    seputar Al-Quran ini menjadi hal yang sangat penting untuk dipelajari tidak

    hanya oleh umat Muslim tapi juga orang-orang yang berkepentingan terhadap

    Al-Quran.23

    Meski selama ini, kajian seputar Al-Quran lebih banyak diarahkan pada

    kajian teks atau biasa disebut dengan hadlarat an-nass. Tapi studi Al-Quran

    kemudian semakin berkembang pada respon masyarakat terhadap kehadiran

    Al-Quran yang kemudian disebut sebagai Living Quran (Al-Quran al-Hayy)

    atau Al-Quran in everyday life. Sehingga, studi Living Quran memberi

    paradigma yang baru bagi pengembangan kajian Al-Quran yang lebih

    kompleks dan kontemporer.24

    B. Makna dan Keutamaan Surah Alfatihah dan Alfiil

    1. Makna dan Keutamaan Surah Alfatihah

    Al-Fatihah juga disebut dengan Fatihatul- Kitab karena merupakan

    pembuka tulisan Al-Kitab. Dengan surah tersebut juga disertakan (wajib) dalam

    setiap sholat saat dimulainya. Al-Fatihah memiliki nama lain. Nama-namanya

    berupa Ummul-Kitab dan Ummul-Qur’an, karena ia memiliki makna-makna

    kandungan Alquran yang berkiblat kepada al-Fatihah. Disebut juga nama

    lainnya dengan sebutan as-Sab`ul-Matsani dan Alquranul-`Azhim. 25

    23 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Living Quran Model Penelitian Kualitatif (Yogjakarta:

    Teras, 2007), hlm. 68. 24 Ibid, Hlm, 68 25 Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir IBNU KATSIR (Surah al-Fatihah- an-Nisaa),

    Jilid 1, terj. Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 2012), Cet. Pertama, h. 43-44

  • 26

    Surat Al-Fatihah adalah “Ummul Qur’an” atau “Induk Alquran. Surat

    Al-Fatihah meurpakan salah satu dari beberapa surat yang terdapat dalam

    Alquran yang mempunyai keutamaan dan kelebihan yang sangat luar biasa.

    Salah satu keutamaan dari surat tersebut meliputi tujuan–tujuan pokok Alquran

    yakni, pujian kepada Allah, Ibadah kepada Allah dengan melaksanakan segala

    perintahNya dan menjauhi segala laranganNya serta menjelaskan janji-janji dan

    ancaman–ancamanNya. Surat Al-Fatihah merupakan yang paling agung, surat

    yang paling penuh dengan keberkahan dari surat Al-Fatihah.26 Al-Fatihah juga

    disebut dengan Asasul-Qura’an, telah dijelaskan oleh asy-Sya`bidari Ibnu

    Abbas bahwa, “Dasar al-Fatihah adalah bismillahir-rahmanir-rahim.”

    Yahyabin Abi Katsir menamainya dengan al-Kafiyah (yang mencukupi)

    berdasarakanketerangan dalam beberapa hadits mursal yang menyatakan,

    “Ummul Qur’an sebagai pengganti dari selain nama-nama al-Fatihah. Selain

    nama-nama al-Fatihah tersebut, tidak ada lagi nama sebagai penggantinya27

    Bey Arifin mengatakan bahwa makna inti dalam surat alfatihah

    terdapat pada surat yang ke-5 yang berbunyi Iyyaka Na'budu wa Iyyaka

    Nasta'in, yang memiliki arti "Hanya kepada-Mulah kami menyembah dan

    26 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi terj. Bahrun Abu Bakar

    (Semarang: Karya Toha Putra, 2012), 1 27 Lihat Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan… Hal 44

  • 27

    hanya kepada-Mulah kami meminta pertolongan." Ayat ini mengandung dua

    persoalan pokok yaitu soal beribadah dan soal meminta pertolongan atau

    berdoa. Bisa disimpulkan bahwa kahadiran seorang makhluk di alam semesta

    ini adalah hanya untuk beribadah dan meminta pertolongan kepada Allah Swt.

    semata.28

    Banyak ulama yang menganjurkan doa agar ditutup dengan “alhamdu

    lillahi robbil alamīn” atau bahkan ditutup dengan bacaan surat AlFatihah.

    Sebagaimaana disebutkan dalam kitab Sifat ash-Shalah an-Nabi, karangan

    Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, bahwa menutup doa dengan bacaan

    surat Al Fatihah sangatlah dianjurkan, bahkan termasuk kepada amalan sunnah

    yang diisyaratkan. Hal ini dikarenakan surat Al-Fatihah merupakan surah yang

    paling agung dalam Alquran dan membacanya bernilai ibadah. Bertawasul

    dengan amal saleh merupakan perkara yang sudah disepakati oleh para ulama.

    “Termasuk bagian dari sunnah adalah orang yang berdoa mengakhirinya

    dengan membaca shalawat kepada Nabi saw., kemudian membaca surat Al-

    Fatihah.” Oleh karena itu, dianjurkan untuk menutup doa dengan surat Al-

    Fatihah sebagai wasilah dan perantara supaya doa yang dipanjatkan diterima

    oleh Allah. Para sahabat Nai saw, menjadikan surat Al-Fatihah sebagai wasilah

    dan perantara terpenuhinya kebutuhan di dunia, dan juga termasuk untuk

    28 Bey Arifin, Samudra Al-Fatihah, (Surabaya, Bina Ilmu) Hlm, 217-218

  • 28

    menyembuhkan penyakit.29

    Dalam bukunya yang berjudul Samudra Al-Fatihah, Bey Arifin juga

    menjelaskan bahwa ada banyak keutamaan dari Surah Alfatihah ini, yaitu: a)

    Paling Besar (A’zham), b) Tak Ada Samanya dalam Taurat, Injil, Zabur dan Al-

    Quran, c) Hanya Kepada Muhammad s.a.w. Diturunkan, d) Langsung

    Mendapat Jawaban Dari Allah, e) Aman Dari Segala Bahaya, f) Langsung Dari

    Arasy, g) Sebagai Obat (Mantera).30

    2. Makna dan Keutamaan Surat Alfiil

    Surah ini disepakati turun di Mekah. Ada yang menamainya surah Alam

    Taro, tetapi namanya yang lebih populer adalah surah AlFiil, kedua nama itu

    diambil dari ayatnya yang pertama. Tema utamanya adalah uraian tentang

    kegagalan upaya ekspansi yang dilakukan oleh Abrahah al Asyram al Habasyi

    dengan pasukan bergajahnya yang dikerahkan dari arah Yaman menuju Mekah

    untuk menghancurkan Ka‘bah. Al Biqi‘i berpendapat bahwa tujuan utama surah

    ini adalah pembuktian tentang kebenaran uraian pada akhir surah yang lalu

    menyangkut kebinasaan para pendurhaka. Tujuan ini jelas dengan

    memperlihatkan nama surah ini serta kenyataan sejarah yang dialami oleh

    tentara bergajah itu.31

    29 Muhammad Sirojuddin Iqbal A.Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Angkasa,

    2009),256

    30 Lihat, Bey Arifin, Telaga…. Hal 12 31 Quraish Shihab, Tafsir al Misbah Juz 15 (Jakarta, Lentera Hati:2005) hlm 512

  • 29

    Selain yang telah diuraikan di atas, Surat Alfiil juga menjelaskan

    tentang bagaimana perbuatan Tuhan kepada kelompok tentara bergajah

    pimpinan Abrahah yang hendak menghancurkan rumah-Nya. Ayat di atas

    menyatakan Dan Dia yakni Allah swt. mengirimi bencana yang jatuh di atas

    mereka berupa burung-burung dengan jumlah yang banyak lagi berbondong-

    bondong. Yang melempari mereka dengan batu-batu yang kecil-kccil yang

    berasal dari sijjil yakni tanah yang telah membatu. Lalu dalam waktu yang

    relatif singkat menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat.32

    Penjelasan dari Syeikh Muhammad ‘Abduh, yang dikutip oleh Qurais

    Shihab dalam kibanya Tafsir Almisbah, menjelaskan bahwa: “Surah ini

    mengajarkan kepada kita bahwa Allah swt. mengajar Nabi-Nya dan umat

    manusia melalui satu dari sekian banyak perbuatan Tuhan, yang menunjukkan

    betapa besar kekuasaan-Nya dan bahwa segala kekuasaan tunduk di bawah

    kekuasaanNya. Dia Yang berkuasa atas hamba-Nya. Tiada ada kekuasaan dan

    kekuatan yang dapat melindungi mereka dari kekuasaan Allah, sebagaimana

    dibuktikan dalam peristiwa yang menimpa tentara bergajah itu, yang tadinya

    merasa diri kuat dengan jumlah personil dan peralatan mereka. 33

    Selain menukil dari penjelasan Muhammad Abduh, Qurais Shihab juga

    mengambil penjelasan dari seorang tokoh yang bernama Sayyid Quthub. Ia

    menjelaskan bahwa, Allah bermaksud memelihara rumah-Nya (Ka‘bah)

    32 Ibid Hal 526 33 Ibid Hal 527

  • 30

    sebagai tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman agar ia menjadi

    pusat akidah yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan kekuatan, baik dari luar

    maupun dari dalam sehingga dijadikannya peristiwa tersebut sebagai pelajaran

    bagi seluruh generasi. Dengan demikian peristiwa tersebut dijadikan sebagai

    bukti anugerah Ilahi kepada penduduk Mekah tentang kekuasaan dan

    pembelaan-Nya terhadap agama-Nya.34

    Selain itu, turunya Surat ini juga merupakan salah satu dari tanda

    turunnya nikmat, yang dengannya Allah menguji kaum Quraisy, yaitu berupa

    penghindaran mereka dari pasukan gajah yang telah bertekad bulat untuk

    menghancurkan Ka'bah, serta menghilangkan bekas keberadaannya, maka

    Allah membinasakan dan menghinakan mereka, menggagalkan usaha mereka,

    menyesatkan perbuatan mereka, serta mengembalikan mereka dengan

    membawa kegagalan yang memalukan. Mereka adalah kaum Nasrani, agama

    mereka pada saat itu lebih dekat dengan agama kaum Quraisy, yaitu

    penyembahan Berhala.

    Peristiwa di atas merupakan tanda sekaligus pendahuluan bagi

    pengutusan Rasulullah Saw, sebab menurut pendapat yang paling populer, pada

    tahun itu beliau dilahirkan. Secara tersirat Allah ta'ala mengatakan, “kami tidak

    menolong kalian, wahai sekalian kaum Quraisy, untuk mengalahkan kaum

    Habsyi, karena posisi kalian yang lebih baik daripada mereka, akan tetapi kami

    34 Ibid Hal 528

  • 31

    menghancurkan mereka untuk memelihara Baitul ‘Atiq (Ka'bah) yang akan

    senantiasa kami muliakan, agungkan, serta hormati melalui pengutusan

    Seorang nabi yang Ummi (tidak dapat membaca dan menulis) yaitu, Nabi

    Muhammad Saw yang menjadi penutup para Nabi.35

    Dapat ditambahkan bahwa Allah dapat melakukan apa saja baik melalui

    hukum-hukum sebab akibat yang telah lumrah diketahui manusia, maupun di

    luar hukum-hukum tersebut, dan yang belum diketahui manusia, untuk

    menghalangi setiap langkah dan tindakan makhluk yang dapat mengalihkan

    tujuan dan kehenndak-Nya. Sulit disangkal adanya tangan Tuhan dalam

    beberapa peristiwa sejarah. Terkadang orang berhitung dengan sangat teliti dan

    menduga basil yang hampir pasti, tetapi terjadi sesuatu di luar dugaan yang

    memutarbalikkan perhitungan itu. Allah adalah Rabb-Al-alamin.36

    35 Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir

    Juz 30, (Bandung: Sinar Baru al-Gensindo: 2002), Hlm 540-541 36 Ibid Hal 530

  • 32

    BAB III

    PRAKTIK TRADISI ACARA PEMBACAAN SURAT ALFATIHAH DAN

    ALFIIL

    A. Profil Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo

    1. Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono

    Ponorogo

    Pada tahun 1990 datanglah seorang musafir yang bernama KH. Imam

    Sayuti Farid yang baru saja menyudahi belajarnya di Pondok Pesantren “Al-

    Ishlah” Bandar Kidul Kediri (1959-1970) di bawah asuhan K.H Thoha Mu’id.

    Yang sebelumnya juga sempat berta’allum di pondok “Menara” Mangunsari

    Tulungagung (1953-1959) di bawah asuhan Romo Kyai Luqman Siroj.37

    KH. Imam Sayuti Farid sebenarnya berdarah Ponorogo namun bertanah

    kelahiran Tulungagung. Dari jalur ayahnya adalah termasuk keluarga Bani

    Abdul Ghoni Gandu Mlarak Ponorogo, sedangkan dari jalur ibunya merupakan

    bagian dari Bani Abu Syakur Kradenan Jetis Ponorogo. KH. Imam Sayuti Farid

    di bawa ke Jarakan Banyudono oleh Bapak Slamet Basri, seorang tokoh yang

    lahir di Jarakan Banyudono dan menjabat sebagai sekertaris Lembaga

    Pendidikan Ma’arif Cabang Ponorogo.38

    37 Ibnu Ridwan Muhammad, “Sejarah Pendidikan Islam di Jarakan Banyudono Ponorogo”

    (Ponorogo: Bagian Penerbitan Pondok Pesantren Ittihadul Ummah, 2017 )Hlm, 17

    38 Ibid, Hlm 17

  • 33

    KH. Imam Sayuti Farid tinggal bersama orang tua Bapak Slamet Bisri

    selama kurang lebih 17 tahun dari masa lajang sampai lahirnya 3 orang putra

    putrinya. KH. Imam Sayuti Farid segera bisa menyatu dengan masyarakat

    Jarakan termasuk dengan aktifitas masjid. Kyai Muhammad Syujak Sulam

    sebagai kader dan tokoh penting di Jarakan menyambut baik kedatangan KH.

    Imam Sayuti Farid dan mengamanahkan kepada KH. Imam Sayuti Farid untuk

    mendirikan madrasah dan Pondok Pesantren. Kyai Muhammad Syujak Sulam

    mengatakan bahwa dulu di Jarakan telah ada madrasah dan pondok namun

    dalam keadaan tidak beraktifitas. Maka dari itu, Kyai Muhammad Syujak

    Sulam berharap kepada KH. Imam Sayuti Farid untuk menghidupkan lagi

    pendidikan kemadrasahan dan Pondok Pesantren di Jarakan.39

    Apa yang dinyatakan oleh Kyai Muhammad Syujak Sulam amat terkesan

    dan dipegangi oleh KH. Imam Sayuti Farid, paling tidak atas dua pertimbangan.

    Pertama : beliau merasa mendapat sambutan dan uluran tangan dari masyarakat

    yang sangat baru. Beliau merasa sebagai pendatang yang memasuki wilayah

    dan komunitas yang sama sekali tidak mempunyai hubungan khusus namun

    langsung mendapat uluran dan sambutan yang sangat baik. Kedua : KH. Imam

    Sayuti Farid merasa mendapat amanah dari Kyai pengasuhnya ketika di Pondok

    Pesantren, bahwa para santri di kemudian hari nanti harus mengembangkan

    ilmu yang dia peroleh sewaktu dipesantren dan dikembangkan kepada

    39 Ibid, Hlm 18

  • 34

    masyarakat yang membutuhkan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

    Dengan dasar dua pertimbangan tersebut, KH. Imam Sayuti Farid segera

    mengambil langkah dan yang pertama dilakukan adalah mendirikan Madrasah

    Awwaliyyah Al-Jariyah Banyudono Ponorogo pada tahun 19671. Sarana yang

    dipakai adalah bangunan lama yang dibangun atas sumbangan Haji Umar Sidiq

    dan Haji Idris pada tahun 1930. Madrasah Awwaliyah ini sampai sekarang

    masih beraktifitas meskipun telah mengalami pergantian pimpinan (kepala

    madrasah) dan terdaftar di Kantor Kemenag Kabupaten Ponorogo dengan

    Nomor Statistik Madrasah Diniyyah : 311235020002.40

    Dalam perkembangannya KH. Imam Sayuti Farid segera mempunyai

    beberapa jaringan aktifitas yang pada pokoknya ada tiga jaringan yang

    menonjol, yaitu:

    1. Jaringan yang ada hubungannya dengan Madrasah Muallimat Ma’arif

    Ponorogo.

    2. Jaringan yang ada hubungannya dengan Fakultas Tarbiyah Wat-

    Ta’lim Unsuri Malang Cabang Ponorogo. Hal tersebut disebabkan Al-

    Faqir Imam Sayuti Farid mulai tahun 1971 direkrut sebagai tenaga

    pengajar di Fakultas tersebut.

    3. Jaringan yang ada hubungannya dengan Fakultas Syari’ah IAIN Sunan

    Ampel Cabang Ponorogo. Hal tersebut disebabkan KH. Imam Sayuti

    40 Ibid, Hlm 18

  • 35

    Farid mulai tahun 1972 direkrut sebagai tenaga pengajar honorer di

    Fakultas tersebut.41

    Ketiga jaringan tersebut secara terpadu ternyata dapat menjadi modal di

    dalam mewujudkan cita-cita besar yakni mendirikan pondok pesantren pada

    tahun 1972. Santri-santri tahap awal di Pondok Jarakan ada hubungannya

    dengan ketiga jaringan tersebut, yakni beberapa siswa Muallimat yang

    domisilinya tidak jauh dari Jarakan, beberapa mahasiswa Fakultas Syari’ah

    IAIN dan Fakultas Tarbiyah Wat Ta’lim Unsuri yang berasal dari luar

    Ponorogo yang bertempat tinggal di Jarakan Banyudono. Diantara mereka yang

    ingin mengaji kitab kuning menjadi santri angkatan awal dari Pondok Pesantren

    ini. Pondok ini akhirnya diberi nama Pondok Pesantren Ittihadul Ummah yang

    beralamatkan di Jl. Soekarno Hatta Gang VI Nomor 24. Pondok Pesantren

    Ittihadul Ummah telah terdaftar di Kantor Kementrian Agama Kabupaten

    Ponorogo dengan Nomor Statistik Pondok : 510035020046.42

    2. Kegiatan Keagamaan di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono

    Ponorogo

    Secara keseluruhan Pondok pesantren ittihadul Ummah merupakan

    pondok pesantren yang tidak jauh berbeda dengan pondok pesantren lainnya.

    Kegiatan utama di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah adalah mengkaji kitab-

    41 Ibid, Hlm 19 42 Ibid, Hlm 19

  • 36

    kitab Salaf, diantaranya yaitu; fiqih, bahasa Arab, nahwu, shorof, akhlak,

    tauhid, tasawuf, Hadits, tafsir dan juga lmu tafsir. Kegiatan pembelajaran

    tersebut dilaksanakan malam hari pada pukul 18.45-21.00.

    Selain mengkaji kitab-kitab salaf, di Pondok Pesantren Ittihadul

    Ummah juga memiliki kelas Alquran. Di dalam kelas alquran ini, proses

    pengajaranya dibagi menjadi tiga kelas, yang pertama adalah kelas Ula. Kelas

    Ula merupakan kelas pembelajaran alquran yang diisi oleh para santri yang baru

    memulai belajar dan mengenal alquran. Kemudian kelas yang kedua adalah

    Kelas Wustho. Kelas ini merupakan tempat dimana para santri belajar

    mengenai keilmuan alquran, diantaranya yaitu; tentang panjang pendeknya

    huruf, huruf Fawatihus Suwar, bacaan ghunnah, lam jalalah, waqof, washol dan

    ibtidak, dan mengenai beberapa kesulitan yang perlu disadari saat membaca

    alquran. Kemudian kelas yang ke-tiga yaitu Kelas Ulya. Kelas ulya merupakan

    tempat dimana para santri sudah mulai menyetorkan bacaan alqurannya secara

    Binnadhor atau melihat langsung mushaf alquran. Selain dengan membaca

    alquran, di kelas ini juga ada setoran hafalan bil ghoib atau menghafalkan

    alquran. Kelas ini merupakan kelas paling istimewa dibanding kelas sebelum-

    sebelumnya karena diisi oleh mereka-mereka yang sudah benar dan fasih

    bacaan alquran-nya.

    Selain mengkaji kitab-kitab salaf dan belajar alquran, di di Pondok

    Pesantren Ittihadul Ummah ini juga ada kegiatan yang mendukung dan melatih

    kreativitas para santri, diantaranya adalah hadroh Al Banjari, seni baca alquran

  • 37

    qiroah dan tartil, kaligrafi, pidato bahasa, Arab, bahasa Jawa, dan bahasa

    Inggris. Selain itu itu di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah juga dilengkapi

    dengan sarana prasarana yang mendukung untuk para santri berolahraga seperti

    lapangan sepak bola, lapangan bola voli, dan juga badminton.

    B. Praktik Tradisi Pembacaan Surat Al-Fatihah dan Al-Fiil di Pondok

    Pesantren Ittihadul Ummah.

    1. Sejarah Tradisi Pembacaan Surat Alfatihah dan Alfiil di Pondok Pesantren

    Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo

    Pondok Pesantren Ittihadul Ummah adalah pondok pesantren yang

    memiliki keunikan tersendiri yang tidak banyak dimiliki oleh pondok pesantren

    pada umumnya. Pondok pesantren Ittihadul Ummah merupakan pondok

    pesantren yang memiliki wilayah terpadu dengan masyarakat lingkungan

    sekitar, setiap saat selalu berkomunikasi langsung dengan masyarakat, bahkan

    tidak jarang dari masyarakat itu sendiri meminta bantuan tenaga ataupun

    fikirkan dari para santri yang mereka kehendaki. Jadi hubungan antara pondok

    pesantren dengan masyarakat sangatlah erat.

    Pondok Pesantren Ittihadul Ummah ini tidak memiliki masjid pribadi

    untuk para santri. Ini bisa terjadi karena memang pada awal berdirinya pondok

    pesantren ini, masyarakat sudah terlebih dahulu berada di sini dan sudah

    mempunyai masjid. Dengan begitu maka dari pihak pondok pesantren

    memutuskan untuk tidak memiliki masjid sendiri dengan alasan memanfaatkan

    fasilitas yang sudah disediakan oleh masyarakat.

  • 38

    Layaknya seorang tamu, maka Pondok Pesantren Ittihadul Ummah pun

    juga mengikuti apapun kegiatan yang dilaksanakan di masjid walaupun

    sebenarnya kegiatan tersebut milik masyarakat setempat, termasuk juga

    kegiatan sholat berjamaah. Dengan seiring berjalanya waktu, pondok pesantren

    memutuskan untuk mendirikan sholat jamaah dimasjid masyarakat namun

    dengan waktu yang berbeda. Ini dikarenakan pondok pesantren memeliki

    jadwal madrasah malam dan juga belajar wajib yang dimulai pukul 18.45 -

    21.00. karena jadwal tersebut melewati waktu dilaksanakanya sholat isya

    berjamaah oleh masyarakat, maka pihak pondok memutuskan untuk melakukan

    sholat isya berjamaah khusus di untuk para santri yang dilaksanakan setelah

    usai madrasah malam.43

    Setelah mempunyai jadwal sholat isya sendiri, lambat laun pondok

    pesantren ini menyusun dzikir atau wirid setelah sholat berjamaah yang agak

    berbeda dengan masyarakat. Memang perbedaan wiridnya tidak signifikan,

    namun dengan adanya penyusunan wirid baru tersebut, pihak pondok pesantren

    lebih mudah untuk memberikan amalan khusus untuk para santri. Diantara

    amalan khsusus tersebut ialah pembacaan surat Alfatihah dan Alfiil ini.

    Begitulah sejarah awal mula diadakanya tradisi pembacaan surat Alfatihah dan

    Alfiil di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo.44

    43 Lihat Transkip, Kode : TW/1/XII/VII/2020 44 Ibid

  • 39

    2. Pelaksanaan Tradisi Pembacaan Surat Alfatihah dan Alfiil di Pondok Pesantren

    Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo

    Dalam pelaksanaan pembacaan Surat Al-Fatihah dan Al-fil, ada beberapa

    wirid atau bacaan yang harus dibaca terlebih dahulu sebelum sampai pada tahap

    membaca Surah Al-Fatihah dan Al-Fil. Wirid-wirid yang dibaca di Pondok

    Pesantren Ittihadul Umma Banyudono Ponorogo tidak jauh berbeda derngan

    wirid-wirid yang biasa dibaca oleh umumnya orang islam pada umumnya, haya

    saja ada beberapa lafadz yang ditambahkan dengan tidak lain tujuanya adalah

    mengharap berkah dari wirid yang berisi kalamullah tersebut.

    Berikut urutan Praktik Rutinan Pembacaan Surat Al-Fatihah dan Al-Fil

    di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo.

    1. Membaca Istighfar

    َنا َاْستَ ْغِفُرهللَا اْلَعِظْيم ِِل َوِلَواِلَديَّ َوِِلَْصَحاِب اْْلُُقْوِق اْلَواِجَباِت َعَلىَّ َوِِلَِمْيِع َمَشاِِيُِهْم َواِْلَ ْمَواتِ ....3# َوِِلََساِتِدََنَوِِلَِمْيِع اْلُمْسِلِمْْيَ َواْلُمْسِلَماِت َواْلُمْؤِمِنْْيَ َواْلُمْؤِمَناِت اِْلَْحَياِء ِمن ْ

    Yang Artinya:

    “Aku meminta ampunan kepada Allah yang Maha Agung, dan untuk

    kedua orang tuaku, dan untuk sahabat yang mempunyai hak dan kewajiban

    atas diriku, dan untuk para syech dan para guru-guruku, dan untuk seluruh

    kaum muslimin dan muslimah, untuk orang beriman laki-laki dan

    perempuan, dan dari mereka semua yang masih hidup dan yang sudah

    mati.”

  • 40

    Termasuk Sunnah Nabi adalah memohonkan ampunan untuk orang-

    orang beriman yang telah meninggal ataupun yang masih hidup. 45

    2. Membaca doa agar terhindar dari siksa api neraka

    اَلّلُهمَّ َاِجْرََن ِمَن النَّارِ ....3#Yang artinya:

    “Ya Allah kami berlindung kepadamu dari siksa api neraka”.

    Banyak sekali pendapat para ulama yang menyatakan bahwa, kita

    sebagai muslim harus senantiasa meminta perlindungan kepada Allah SWT.

    dari pedihnya siksa api neraka. Doa diatas adalah salah satu doa yang kami

    dapat di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono yang bertujuan

    untuk berlindung dari siksa api neraka.

    3. Membaca doa keselamatan

    اَلُم َوِمنْ اَلِم َواَْدِخْلناَ اِْلَنَّ الّلُهمَّ اَْنَت السَّ اَلُم َفَحيِّنا َربَ َنا ِِبلسَّ اَلُم َواَِلْيَك يَ ُعْوُد السَّ َة َك السَّاَلِم تَ َبارَْكَت َرب ََّنا َوتَ َعاَلْيَت ََي َذااِلَْاَلِل َواْْلِْكَرام َداَرالسَّ

    Yang artinya:

    “Ya Allah, Engkaulah As-Salaam (Yang selamat dari kejelek-helekan,

    kekurangan-kekurangan dan kerusakan kerusaman) dan dari-Mu as-salaam

    (keselamatan), Maha Berkah Engkau Wahai Zat Yang Maha Agung dan

    Maha baik”.

    Doa diatas merupakan doa yang kita panjatkan agar Allah SWT.

    senantiasa memberikan keselamatan kepada kita semua dari segala macam

    45 Abu Usman Kharisman, Sukses Dunia Akhirat dengan Istighfat Dan Tauba

    t(probolinggo, Pustaka Hudaya:2011) hlm, 52

  • 41

    mara bahaya yang selalu datang silih berganti dengan tujuan untuk

    meningkatkan taqwa kita kepada Allah SWT.

    4. Membaca tasbih

    ُسْبَحاََنللِّ ....33#

    Yang artinya:

    “Maha suci Allah”

    Begitu ringan diucapkan namun ternyata sangat besar dampaknya untuk

    bekal kita diakhirat nanti, sampai-sampai Rosululloh SWA. Lebih

    menyukainya dibandingkan dengan dunia seisinya.

    5. Membaca Tahmid

    وَ اْلَْْمُدللِّ ....33#

    Yang artinya:

    “Segala puji bagi Allah”

    Kalimat Tahmid Merupakan kalimat terpuji yang biasa kita ucapkan

    ketika kita mendapatkan nikmat dari Allah SWT.

    6. Membaca Takbir

    َوالّلُ اَْكَبُ ....33#

    Yang artinya:

    “Allah Maha Besar”

  • 42

    Begitu mulia kalimat takbir tersebut, sampai-sampai seorang hamba

    yang memiliki dosa sebanyak buih di lautan, Allah SWT. dengan segala

    keagunganya akan sangat mudah memberi ampunan kepada seorang hamba

    yang dengan tulus melafadzkan kalimat takbir.

    7. Membaca Haukalah

    ِ اْلعَِلىهِ اْلعَِظيْمِ ةَ ااِلَّ بِاّلله َوالَ َحْوَل َوالَ قُوَّ

    Yang Artinya:

    “Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah yang Maha Tinggi

    lagi Maha Agung.”

    8. Membaca Tauhid

    اَْفَضُل الدِّْكِر َفاْعَلُم أَنَّهُ .....)َِل اِلَه ِاِلَّ هللا... 33#(

    Yang mempunyai arti :

    “Tidak ada tuhan yang layak disembah kecuali Allah”

    9. Membaca Sholawat

    د....11# َصلى هللا َعَلى ُمَُمَّ

    Yang artinya:

    “Semoga Rahmat dan keselamatan tetap tercurahkan kepada Nabi

    Muhammad SAW.”

    Membaca sholawat sangan banyak keutamaan dan manfaatnya, oleh

  • 43

    karenanya Allah menganjurkan kepada setiap orang yang beriman untuk

    selalu memperbanyak membaca sholawat kepada Baginda Nabi Muhammad

    Saw.

    10. Membaca Asmaul Husna

    َيَ َحىُّ ََي قَ ي ُّْوم....11#

    Yang artinya:

    “Yang Maha Hidup dan tidak Bergantung dengan makhluk.”

    Kalimat Ya Hayyu Ya Qoyyum adalah kalimat yang sangat singgkat

    dan ringan ketika diucapkan, namun siapa yang mengira bahwa

    fadhilahnya sangat luar biasa.

    11. Membaca Kalimat Toyyibah (Hasbunalloh wa Ni’mal Wakil)

    َحْسبُ َناهللاُ َونِْعمَ اْلوَِكْيل....11#

    Yang artinya:

    “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik

    Pelindung.”

    Hasbunallah Wa Ni’mal Wakil, Ni’mal Maula Wa Ni’man Nashir

    merupakan kalimat dzikir sederhana, namun mengandung makna yang luar

    biasa. Dzikir ini menandakan bahwa seorang hamba hanya pasrah pada

    Allah dan menjadikanNya sebagai tempat bersandar.

    12. Membaca Surah Al-Fatihah

    Dalam praktek membaca Surat Al-Fatihah, Disini dibaca hanya satu

  • 44

    kali, namun ketika sampai pada ayat yang ke-4, itu diulangi sebanyak 10 X

    (10X... َُك َنْسَتِعْْي َك نَ ْعُبُد َواَيَّ (ِاَيَّ ... اْلَفاِِتَةُ

    (Ayat ke-4)Yang artinya:

    “Hanya Kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami

    meminta pertolongan.”

    Ayat inilah yang menjadi inti dari surat al-Fatihah, karena Surat al-

    Fatihah adalah inti Al-Quran, sedangkan Al-Quran inti seluruh kitab suci

    atau ajaran seluruh nabi-nabi dan rasul-rasul. Maka ayat ini adalah menjadi

    inti seluruh kitab-kitab Suci inti ajaran seluruh nabi-nabi dan rasul-rasul.

    13. Membaca Surah Al-Fil

    Dalam praktek membaca Surat Al-Fil, Disini dibaca hanya satu kali,

    namun ketika sampai pada ayat yang ke-4 yang berbinyi “Tarmihim”,

    hanya ayat tersebut diulangi sebanyak 10 X.

    (X 10تَ ْرِمْيِهْم ... )ُسْوَرُة اْلِفْيل

    Surat ini disepakati turun di Mekah ada yang menamainya surah

    Alam Tara. Tetapi namanya yang lebih populer adalah surah al-Fil. Kedua

    nama itu diambil dari ayatnya yang pertama.

    14. Berdoa

    ...ُدَعاءْ

    Berdoa artinya bermohon atau meminta bukan bermohon atau

  • 45

    meminta kepada manusia tetapi kepada Tuhan Yang Maha Esa bermohon

    atau meminta kepada sesama manusia harus dengan cara-cara tertentu yang

    baik menurut kedudukan si peminta dan kedudukan orang tempat kita

    meminta atau memohon pada umumnya cara yang baik yang lazim dan

    berlaku dalam masyarakat manusia ialah bahwa si peminta atau si pemohon

    harus merendahkan diri dan meninggikan atau memuliakan orang tempat

    meminta atau memohon.

  • BAB IV

    PEMAKNAAN TRADISI PEMBACAAN SURAH ALFATIHAH DAN ALFIIL

    DI PONPES ITTIHADUL UMMAH BANYUDONO PONOROGO

    Banyak pelaku, banyak pula hal yang dirasakan disetiap individu masyarakat

    Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo. Pelaksanaan Tradisi Pembacaan Surah

    Alfatihah dan Alfiil yang mereka laksanakan secara rutin dan berjamaah ternyata tidak

    menimbulkan persepsi yang sama. Banyak yang memiliki perbedaan pemaknaan dalam

    satu kegiatan yang dirutinkan disetiap malam tersebut.

    Berikut paparan data dari hasil wawancara mengenai makna Tradisi pembacaan

    Surah Alfatihah dan Alfiil di Ponpes Ittuhadul Ummah Banyudono.

    A. Makna Pembacaan Surat Alfatihah

    1. Sebagai Doa

    Surat Alfatihah merupakan senjata bagi umat islam, khususnya yaitu pada

    ayat ke-5 “Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in”. Menurut Ustadz Nasta’in,

    beliau berkata; “”Alfatihatu lima kulli Athlah”, Surat Alfatihah itu tergantung

    pada niatan apa digunakan. Surat Alfatihah merupakan Surat yang bisa kita

    jadikan sebagai lantara untuk mempermudah Doa kita agar lebih cepat didengar

    dan dikabulkan oleh Allah SWT.”46 Dari perkataan beliau tadi bisa kita

    simpulkan bahwa surah Alfatihah merupakan Surah Alquran yang multifungsi,

    46 Lihat Transkip, Kode : TW/1/XII/VII/2020

  • 47

    maksudnya adalah surah yang bisa digunakan untuk meminta apa saja, tentunya

    yang kita maksud adalah mengenai doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT.

    Doa kita akan lebih cepat dikabulkan dengan lantaran Surah Alfatihah.

    Dengan adanya pemahaman yang diterima oleh para santri mengenai

    rutinan pembacaan Surah Alfatihah khususnya pada ayat ke-5 “Iyyaka Na’budu

    wa Iyyaka Nasta’in”, meraka tentunya akan menjalankan rutinan membaca

    Surah Alfatihah tersebut dengan lebih khusyu’. Ini bisa saja terjadi karena

    mereka memehami bahwa rutinan membaca Surah Alfatihah ternyata bukanlah

    sekedar membaca surat Alfatihah secara berjamaah, namun maksud dari rutinan

    pembacaan surah Alfatihah tersebut bukan lain adalah berdoa kepada Allah.

    Dan lebih istimewanya lagi, surah ini bisa diamalkan sesuai niatan masing-

    masing, karena isi pemikiran dari para santri bisa saja berbeda-beda. Jadi

    amalan ini sangat cocok untuk kalangan santri. Lebih umumnya lagi amalan ini

    juga bisa diamalkan oleh siapa saja, kapan saja dan dimanapuin berada.

    2. Menambah barokah

    Membaca Alquran adalah salah satu ibadah yang sangat mulia dan sangat

    dianjurkan bagi umat muslim, karena Alquran sendiri merupakan kalamullah

    yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. secara berangsur-angsur

    melalui perantara malaikat Jibril. Merutinkan membaca Alquran sudah jelas

    memberikan banyak manfaat bagi pembacanya.

    Seperti yang dikatakan oleh Ilham Maghfiroh;” Membaca Alquran bisa

    mendatangkan barokah bagi pembacanya. Karena Alquran diturunkan kepada

  • 48

    Nabi Muhammad SAW. yang beliau merupakan manusia pilihan Allah SWT.

    yang paling diberkahi. Dengan lantaran membaca Alquran, kita berharap

    keberkahan yang ada pada beliau bisa turun kepada para pembaca Alquran.”47

    Kata barakah yang digunakan oleh para santri umumnya menunjukkan

    suatu kondisi psikologis dan sosial tertentu yang bersifat positif yang dirasakan

    seseorang atau suatu masyarakat. Karena itu barakah bisa dimaknai dengan

    kecukupan, kesejahteraan, keselamatan, atau ketenangan. Kata barakah juga

    menunjukkan rasa ketergantungan kepada Yang Maha Kuasa. Sebab yang

    mampu memberikan kebarakahan hanya Allah. Sehingga kebarakahan tersebut

    didapati seseorang sebagai simbol dari kasih sayang Allah kepada manusia

    yang tulus beribadah kepada Allah. Oleh karena itu, tidak semua ibadah

    mendapat barakah dari Allah, misalnya, ibadah yang dilakukan dengan tidak

    ikhlas.

    Dalam al-Qur’an kata “Baraka” dan berbagai macam derivasinya selalu

    dihubungkan dengan Allah, sebagai pemilik kekuasaan. Ayat-ayat al-Qur’an

    yang menyatakan bahwa “Allah membarakahi” atau “Kami membarakahi”

    lebih banyak ditujukan kepada suatu tempat seperti Masjid al-Aqsa dalam surat

    al-Isra’ ayat 1, dan perkampungan Saba dalam surat Saba ayat 18. Lafad baraka

    dalam ayat tersebut bermakna bahwa Allah menyediakan tempat yang member

    kesejahteraan, ketenangan, keamanan, dan kenyamanan” bagi para

    47 Lihat Transkip, Kode : TW/4/XIV/VII/2020

  • 49

    penghuninya. Dalam al-Qur’an kalimat “barakna” yang ditujukan kepada

    orang hanya ditunjukkan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Ishak (as-Shaffat:

    113), yakni orang yang mendapat kemuiaan dan kehormatan dari Allah.

    Sebagai orang yang dimuliakan tentunya mereka mendapat kenyamanan,

    kesejahteraan, keamanan dan ketenangan.

    Barokah itu sangat luas maknanya, semuanya bisa berbeda pengertian

    tergantung dimana posisi atau letak barokah tersebut dirasakan. Misal kita

    membaca Alquran, dengan Alquran hati kita bisa menjadi lebih tenang dan

    damai, misalnya lagi mata kita yang digunakan untuk membaca Alquran,

    dengan Alquran mata kita menjadi lebih terjaga dari hal-hal yang diharamkan

    oleh Allah SWT. Memang benar Nabi muhammad SAW. merupakan seorang

    hamba yang paling mulia disisi Allah SWT. karena kemuliaan yang diberikan

    oleh Allah SWT. kepada beliau, beliau diamanahi untuk menerima wahyu atau

    Kalamullah berupa Alquran. Alquran itu sendiri merupakan kitab penyempurna

    dari kitab-kita sebelumnya yang dulunya telah diturunkan kepada nabi-nabi

    sebelumnya.

    B. Makna Pembacaan Surat Alfiil

    1. Sebagai Penolak Balak

    Menurut Ustadz Nasta’in, Beliau berkata;”Surat Alfil khususnya pada

    Lafadz “Tarmihim”, ayat tersebut digunakan sebagai penolak balak. Jikalau

    ada seseorang yang berbuat sesuatu kepada kita dengan niatan jelek, maka ayat

  • 50

    ini bisa menjadi tameng bagi diri kita.”48 Memang, yang namanya kehidupan

    ini tidak akan lepas dari yang namanya iri dan dengki, maka dengan kita

    khususnya para santri akan lebih tenang dalam menghadai segala permasalahan

    dalam hidup ini karena kita telah diberi bekal yang memadai berupa amalan

    yang salah satunya telah kita bahas tadi.

    2. Memperoleh ganjaran

    Memperoleh ganjaran sebanyak-banyaknya merupakan tujuan yang

    boleh dicapai dari sebuah ibadah. Semua orang islam yakin, kita di dunia

    memperoleh banyak ganjaran, maka kelak dikehidupan akhirat akan

    mendapatkan tempat yang baik disisi Allah SWT. yaitu surga yang dipenuhi

    oleh kenikmatan.

    Sama halnya tujuan kita saat melaklukan ibadah merutinkan membaca

    Iyyakana’budu wa Iyyaka Nasta’in dan Tarmihim sebanyak sebelas kali. Sirojut

    Tholibin, Santri Ponpes Ittihadul Ummah Mengatakan;” Barang siapa yang

    membaca satu huruf Alquran maka akan mendapatkan kebaikan, dan kebaikan

    tersebut akan dilipatgandakan menjadi sepuluh klebaikan”.49 Bisa kita

    bayangkan kalau kita membaca Iyyakana’budu wa Iyyaka Nasta’in dan

    Tarmihim sebanyak sebelas kali, berapa banyak kebaikan yang kita dapatkan,

    itu belum dikalikan dengan sepuluh kebaikan dan belum lagi jika kita

    48 Lihat Transkip, Kode : TW/1/XII/VII/2020 49 Lihat Transkip, Kode : TW/3/XIV/VII/2020

  • 51

    melakukanya setiap hari, tentunya kita akan memperoleh kebaikan yang tidak

    bisa kita bayangkan dengan akal sehat kita. Allah SWT. sang Maha Pemurah

    lagi Maha penyayang kepada seluruh hambanya tanpa terkecuali, Dialah yang

    memberikan segala kebaikan kepada kita semua walaupun terkadang kita lalai

    dari menjalankna kewajiban kita sebagai seorang hamba, namun lagi-lagi Allah

    SWT. dengan segala kemurahanya akan senantiasa memberikan kebaikan

    kepada kita semua yaitu memberikan petunjuk untuk mernuntun kita kembali

    ke jalan yang senantiasa diridhoi-Nya.

    3. Sebagai wirid

    Wirid adalah kebiasaan membaca kalimat-kalimat Allah SWT., bisa

    berupa ayat Alquran, bisa Sholawat kepada Nabi Muhammad SAW., bisa

    kalimat pujian kepada Allah SWT, dll. Mayoritas muslim memiliki sebuah

    kebiasaan merutinkan sebuah wirid yang dianggap mempunyai keistimewaan.

    Mereka percaya bahwa jika mereka senantiasa menjaga wirid tersebut, mereka

    akan mendapatkan kemudahan, melancarkan dan keberkahan dalam segala

    aktifitas mereka sehari-hari.

    Salah satunya Seperti yang telah dikatakan oleh Santri Ponpes Ittihadul

    Ummah Banyudono yaitu Miftahul Huda, dia berkata bahwa;”Pengamalan

    membaca Surah Alfatihah dan Alfiil adalah sebuah wirid. Dengan membaca

    Surat Alfatihah dan Alfiil bisa membuat hati saya tenang dan damai.”50

    50 Lihat Transkip, Kode : TW/2/XIV/VII/2020

  • BAB V

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    1. Penerapan Tradisi Pembacaan Surat Alfatihah dan Alfiil Di Ponpes Ittihadul

    Ummah Banyudono Ponorogo

    Kegiatan ini adalah diawali dengan membaca Istighfar, doa agar

    terhindar dari siksa api neraka, doa keselamatan, tasbih, hamdalah, takbir,

    haukalah, tahmid, sholawat, asmaul husna, kalimat thoyyibah (Hasbunallh wa

    ni’mal wakil), Surah Alfatihah, Surah Alfiil, dan yang terakhir adalah membaca

    doa sebagai penutup. Hal ini merupakan bagian aplikasi dari amalan ibadah

    yang dianjurkan dalam agama islam agar kita senantiasa berjalan lurus dalam

    keridhoan Allah SWT.

    2. Makna Tradisi Pembacaan Surah Alfatihah dan Alfiil di Ponpes Ittihadul

    Ummah Banyudono Ponorogo.

    Makna Tradisi Pembacaan Surah Alfatihah dan Alfiil di Pondok

    Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo adalah sebagai berikut: a)

    Sebagai Doa, b) Penolak Balak, c) Menambah Barokah, d) Memperoleh

    Ganjaran, e) Sebagai Wirid

  • 53

    B. Saran

    1. Setiap masyarakat Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono

    Ponorogo untuk terus melestarikan tradisi pembacaan surat Alfatihah dan

    Alfiil

    2. Sebagai santri semoga tradisi pembacaan surat Alfatihah dan Alfiil yang

    telah diterapkan dan dipahami dapat diamalkan agar berguna bagi

    kehidupan bermasyarakat yang madani.

    3. Bagi Pembina pelaksanaan tradisi pembacaan surat Alfatihah dan Alfiil di

    Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo hendaknya tradisi

    pembacaan tidak hanya Surah Alfatihah dan Alfiil, sehingga seluruh surat

    dalam Alquran menjadi hidup di dalam masyarakat yang disebut dengan

    living al-Qur’an (al-Qur’an al Hayy) atau al-Qur’an in every day life.

    4. Kepada para peneliti, dalam skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh

    karenanya saran dan kritik dari peneliti maupun para intelektual sangat

    peneliti harapkan, dan bagi peneliti berikutnya hendaknya lebih lengkap

    dalam memberikan kajian teori agar lebih mudah dipahami oleh pembaca.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Mansur, Muhammad. “Living Quran dalam Lintasan sejarah studi Alquran”, dalam

    Sahiron Syamsuddin (Ed.), Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadits,

    (Yogyakarta: Teras, 2007)

    Skripsi Yuyun Jahara fithrati, Tradisi pembacaan surat-surat pilihan sebelum dan

    setelah bangun tidur di Pondok Pesantren Matholi’ul Hikmah Brebes (Studi

    Living Quran)

    Skripsi Idham Hamid, Tradisi membaca yasin di Makam Annangguru Maddappungan

    santri pondok pesanttren salafiah Parappe kec. Campalagian

    Skripsi Ahmadz Zainal Musthofah, Tradsi pembacaan al-quran surat-surat

    pilihan(kajian living qur’an di pp. manba’ul hikmah, Sidoarjo)

    Mustaqim, Abdul, “Metode Penelitian Living Quran Model Penelitian Kualitatif”

    dalam Sahiron Syamsuddin, (ed) “Metodologi Penelitian Living Qur‟an”,

    (Yogyakarta: Teras, 2007)

    Alsa, Asmadi, Pendekatan Kuantitatif Kualitatif serta Kombinasinya dalam Penelitian

    Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003)

    Suprayogo, Imam dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama, (Bandung:

    Remaja Rosdakarya, 2003)

    Junaedi, Didi, Living Quran: sebuah pendekatan baru dalam kajian al Quran (Studi

    kasus dipondok pesantren As Airoj Al Hasan Desa Kalimukti kec. Pabedilan,

    kab. Cirebon). JournalOf-Al Quran dan Hadits Studie-Vol 4 No, 2(2015)

    Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2006)

  • 55

    Yusuf, M., “Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living Qur’an,” dalam M.

    Mansyur, dkk., Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, (Yogyakarta:

    TH. Press, 2007)

    Al-Bukhari, imam, Sahih al-Bukhari, Bab al-Raqa bi al-Quran, CD Rom, Maktabah al-

    Shamilah, al-Isdar al-Thani.

    Al-Bukhari, imam, Sahih al-Bukhari, Bab al-Raqa bi Fatihat al-Kitab, CD Rom,

    Maktabah al-Shamilah, al-Isdar al-Thani.

    Muhammad, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan Al-Qu‟ran”

    dalam Sahiron Syamsuddin (Ed.), Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadits,

    (Yogyakarta: Teras, 2007)

    Yusuf, Muhammad, “Pendekatan Sosiologi Dalam Penelitian Living Quran”, dalam

    Sahiron Syamsuddin (Ed.), Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadits,

    (Yogyakarta: Teras, 2007)

    Mustaqim, Abdul, Metode Penelitian Living Quran Model Penelitian Kualitatif

    (Yogjakarta: Teras, 2007)

    Pateda, Mansoer, Semantik leksikal, (Jakarta:Rineka Cipta,2001)

    Kridalaksana, Harimurti, Kamus Linguistik. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001)

    Esack, Farid, The Qur’an: a Short Indtroduction (London: Oneworld Publicatioan

    2002)

    Arifin, Bey, Samudra Al-Fatihah, (Surabaya, Bina Ilmu)

    Muhammad, Ibnu Ridwan, “Sejarah Pendidikan Islam di Jarakan Banyudono

    Ponorogo” (Ponorogo: Bagian Penerbitan Pondok Pesantren Ittihadul Ummah,

  • 56

    2017 )

    Hasil Wawancara dengan Ustadz Nasta’in selaku Pengasuh Ponpes Ittihadul Ummah.

    Pada Tanggal 12 Juli 2020

    Hasil Wawancara dengan santri yaitu Ilham Maghfiroh. Pada Tanggal 14 Juli 2020

    Hasil Wawancara dengan santri yaitu Sirojut Tholibin. Pada Tanggal 14 Juli 2020

    Hasil Wawancara dengan santri yaitu Miftahul Huda. Pada Tanggal 13 Juli 2020

  • LAMPIRAN

    TRANSKRIP DOKUMENTASI

    Kode : TD/1/III/VII/2020

    Bentuk : Tulisan

    Isi Dokumen : Sejarah Berdirinya Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono

    Ponorogo

    Tanggal Pencatatan : 3 Juli 2020

    Bukti

    Dokumentasi

    Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Putra Putri Ittihadul

    Ummah Banyudono Ponorogo

    Pada tahun 1990 datanglah seorang musafir yang bernama

    Al-Faqir Imam Sayuti Farid yang baru saja menyudahi belajarnya

    di Pondok Pesantren “Al-Ishlah” Bandar Kidul Kediri (1959-

    1970) di bawah asuhan K.H Thoha Mu’id. Bahkan sebelumnya

    pernah berta’allum di pondok “Menara” Mangunsari Tulungagung

    (1953-1959) di bawah asuhan Kyai Luqman Siroj.

    Al-Faqir Imam Sayuti Farid sebenarnya berdarah Ponorogo

    namun kelahiran Tulungagung. Dari jalur ayahnya adalah termasuk

    keluarga Bani Abdul Ghoni Gandu Mlarak Ponorogo, sedangkan

    dari jalur ibunya merupakan bagian dari Bani Abu Syakur

    Kradenan Jetis Ponorogo. Al-Faqir Imam Sayuti Farid di bawa ke

    Jarakan Banyudono oleh Bapak Slamet Basri, seorang tokoh yang

    lahir di Jarakan Banyudono dan menjabat sebagai sekertaris

    Lembaga Pendidikan Ma’arif Cabang Ponorogo.

    Al-Faqir Imam Sayuti Farid tinggal bersama orangtua Bapak

    Slamet Bisri selama kurang lebih 17 tahun dari masa lajang sampai

  • 58

    lahirnya 3 orang putra putrinya. Al-Faqir Imam Sayuti Farid segera

    bisa menyatu dengan masyarakat Jarakan termasuk dengan

    aktifitas masjid. Kyai Muhammad Syujak Sulam sebagai kader dan

    tokoh penting di Jarakan menyambut baik kedatangan Al-Faqir

    Imam Sayuti Farid dan mengamanahkan kepada Al-Faqir Imam

    Sayuti Farid untuk mendirikan madrasah dan Pondok Pesantren.

    Kyai Muhammad Syujak Sulam mengatakan bahwa dulu di

    Jarakan telah ada madrasah dan pondok namun dalam keadaan

    tidak beraktifitas. Maka dari itu, Kyai Muhammad Syujak Sulam

    berharap kepada KH Imam Sayuti Farid untuk menghidupkan lagi

    pendidikan kemadrasahan dan Pondok Pesantren di Jarakan.

    Apa yang dinyatakan oleh Kyai Muhammad Syujak Sulam

    amat terkesan dan dipegangi oleh KH Imam Sayuti Farid, paling

    tidak atas dua pertimbangan. Pertama : beliau merasa mendapat

    sambutan dan uluran tangan dari masyarakat yang sangan baru.

    Beliau merasa sebagai pendatang yang memasuki wilayah dan

    komunitas yang sama sekali tidak mempunyai hubungan khusus

    namun langsung mendapat uluran dan sambutan yang sangat baik.

    Kedua : KH Imam Sayuti Farid merasa mendapat amanah dari Kyai

    pengasuhnya ketika di Pondok Pesantren, bahwa para santri di

    kemudian hari nanti harus mengembangkan ilmu yang dipunyai

    kepada masyarakat yang membutuhkan seberapapun yang ia

    mampu.

    Atas dasar dua pertimbangan tersebut, Al-Faqir Imam Sayuti

    Farid segera mengambil langkah dan yang pertama dilakukan

    adalah mendirikan Madrasah Awwaliyyah Al-Jariyah Banyudono

    Ponorogo pada tahun 19671. Sarana yang dipakai adalah bangunan

    lama yang dibangun atas sumbangan Haji Umar Sidiq dan Haji

  • 59

    Idris pada tahun 1930. Madrasah Awwaliyah ini sampai sekarang

    masih beraktifitas meskipun telah mengalami pergantian pimpinan

    (kepala madrasah) dan terdaftar di Kantor Kemenag Kabupaten

    Ponorogo dengan Nomor Statistik Madrasah Diniyyah :

    311235020002.

    Dalam perkembangannya Al-Faqir Imam Sayuti Farid

    segera mempunyai beberapa jaringan aktifitas yang pada pokoknya

    ada tiga jaringan yang menoinjol, yaitu :

    4. Jaringan yang ada hubungannya dengan Madrasah

    Muallimat Ma’arif Ponorogo.

    5. Jaringan yang ada hubungannya dengan Fakultas Tarbiyah

    Wat-Ta’lim Unsuri Malang Cabang Ponorogo. Hal tersebut

    disebabkan Al-Faqir Imam Sayuti Farid mulai tahun 1971

    direkrut sebagai tenaga pengajar di Fakultas tersebut.

    6. Jaringan yang ada hubungannya dengan Fakultas Syari’ah

    IAIN Sunan Ampel Cabang Ponorogo. Hal tersebut

    disebabkan Al-Faqir Imam Sayuti Farid mulai tahun 1972

    direkrut sebagai tenaga pengajar honorer di Fakultas

    tersebut.

    Ketiga jaringan tersebut secara terpadu ternyata dapat

    menjadi modal di dalam mewujudkan cita-cita besar yakni

    mendirikan pondok pesantren pada tahun 1972.

    Santri-santri tahap awal di Pondok Jarakan ada hubungannya

    dengan ketiga jaringan tersebut, yakni beberapa siswa Muallimat

    yang domisilinya tidak jauh dari Jarakan, beberapa mahasiswa

    Fakultas Syari’ah IAIN dan Fakultas Tarbiyah Wat Ta’lim Unsuri

    yang berasal dari luar Ponorogo yang bertempat tinggal di Jarakan

    Banyudono. Diantara mereka yang ingin mengaji kitab kuning

  • 60

    menjadi santri angkatan awal dari Pondok Pesantren ini. Pondok

    ini akhirnya diberi nama Pondok Pesantren Ittihadul Ummah yang

    beralamatkan di Jl. Soekarno Hatta Gang VI Nomor 24. Pondok

    Pesantren Ittihadul Ummah telah terdaftar di Kantor Kementrian

    Agama Kabupaten Ponorogo dengan Nomor Statistik Pondok :

    510035020046.

    Refleksi

    Pondok Pesantren Putra Putri Ittihadul Ummah didirikan oleh

    seorang musafir berdarah Ponorogo yang baru menyudahi

    belajarnya di Pondok Pesantren Al-Ishlah Bandar Kidul Kediri,

    yaitu K.H Imam Sayuti Farid, sekaligus beliau mendapatkan

    amanah dari Kyai Muhammad Syujak Sulam untuk mendirikan

    madrasah dan Pondok Pesantren di Jarakan Banyudono Ponorogo.

  • 61

    TRANSKRIP DOKUMENTASI

    Kode : TD/2/V/VII/2020

    Bentuk : Tulisan

    Isi dokumen : Identitas Inti Pondok Pesantren Ittihadul Ummah

    Tanggal pencatatan : 5 Juli 2020

    Bukti

    Dokumentasi

    Identitas Inti Pondok Pesantren Ittihadul Ummah

    1. Nama : Pondok Pesantren Ittihadul Ummah

    2. Nomor Statistik Pondok