Trematoda hati
-
Upload
meta-emilia-surya-dharma -
Category
Documents
-
view
1.935 -
download
6
description
Transcript of Trematoda hati
Farmakoterapi infeksi Trematoda Hati
1. An Marta2. Bita Revira 10110120053. Meta Emilia Surya Dharma 10110120234. Arini Kurnia 10110120365. Maisyarah Yulianti 10110120526. Wella Citraersya 10110130047. Febri Luciana 10110130408. Hercegovina 10110130639. Fauziah Fachri 1011013008
Pendahuluan
• Trematoda adalah cacing yang secara morfologi berbentuk pipih seperti daun. Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit, kecuali genus Schistosoma.
• Pada dasarnya daur hidup trematoda ini melampui beberapa beberapa fase kehidupan dimana dalam fase tersebut memerlukan hospes intermedier untuk perkembangannya.
• Trematoda hati tinggal di hati manusia, terutama di saluran empedu dan kantong empedu.
• Hewan ini yang diyakini menjadi parasit cacing ketiga di dunia.
• terdapat pada daerah endemik seperti Jepang, Cina, Taiwan, dan Asia Tenggara.
Trematoda Hati
• Clonorchis sinensis• Fasciola Hepatica• Opisthorchis viverrini• Opistorchis felineus
Clonorchis sinensis
morfologi
• Clonorchis sinensis dewasa memiliki bagian-bagian tubuh utama:
– pengisap oral, – faring, – usus buntu, – pengisap ventral, – vitellaria, – rahim, – ovarium, – kelenjar mehlis, – testis, – kandung kemih exretory.
Telur
– Bentuk seperti botol ukuran 25–30 µm– Warna kuning kecoklatan– Kulit halus tetapi sangat tebal– Pada bagian ujung yg meluas terdapat tonjolan– Berisi embrio yg bersilia (mirasidium)– Operculum mudah terlihat– Infektif untuk siput air
Cacing Dewasa
– Ukuran 12 – 20 mm x 3 – 5 mm– Ventral sucker < oral sucker– Usus (sekum) panjang dan mencapai bagian
posterior tubuh– Testis terletak diposterior tubuh & keduanya
mempunyai lobus– Ovarium kecil terletak ditengah (anterior dari
testis)
Hospes
a) Hospes definitif : manusia, kucing dan anjingb) Hospes perantara 1 : siput / keong airc) Hospes perantara 2 : ikan sungai
Siklus hidup
• Mirasidium sporokista redia serkaria
Patologi dan gejala klinis• Perubahan patologi terutama terjadi pada sel epitel saluran empedu.
Pengaruhnya terutama bergantung pada jumlah cacing dan lamanya menginfeksi, untungnya jumlah cacing yang menginfeksi biasanya sedikit.
• Pada daerah endemik jumlah cacing yang pernah ditemukan sekitar 20-200 ekor cacing.
• Infeksi kronis pada saluran empedu menyebabkan terjadinya iritasi pada saluran empedu dan penebalan epithel empedu sehingga dapat menyumbat saluran empedu.
• Pembentukan kantong-kantong pada saluran empedu dalam hati dan jaringan parenchym hati dapat merusak sel sekitarnya. Adanya infiltrasi telur cacing yang kemudian dikelilingi jaringan ikat menyebabkan penurunan fungsi hati.
• Gejala joundice (penyakit kuning) dapat terjadi, tetapi persentasinya masih rendah, hal ini mungkin disebabkan oleh obstruksi saluran empedu oleh telur cacing.
• Kejadian kanker hati sering dilaporkan di Jepang, hal ini perlu penelitian lebih jauh apakah ada hubungannya dengan penyakit Clonorchiasis.
• Cacing ini menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding saluran dan perubahan jaringan hati yang berupa radang sel hati.
• Gejala dibagi 3 stadium:
– stadium ringan tidak ada gejala– stadium progresif ditandai dengan menurunnya
nafsu makan,diare, edema, dan pembesaran hati.
– stadium lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal terdiridari pembesaran hati, edema, dan kadang-kadang menimbulkan keganasan dalam hati, dapat menyebabkan kematian.
Diagnosis
• Diagnosa didasarkan pada isolasi feses, cairan duodenum atau cairan empedu ditemukan telur C. sinensis .
• Bila infeksi ektopik : – CT scans, – ultrasonografi
• Sejumlah cacing hati lain yang mempengaruhi kucing, seperti Viverrini opisthorchis dan Felineus opisthorchis, dapat dibedakan dengan pemeriksaan mikroskopik atau yang lebih baru tes PCR.
pengobatan
• Prazikuantel merupakan obat pilihan utamaMerupakan antelmintik spektrum lebar dan efektif pada
cestoda dan trematoda pada hewan dan manusia,Mekanisme kerja : Pada kadar efektif terendah menimbulkan
peningkatan aktifitas otot cacing, karena hilangnya Ca2+ intrasel sehingga timbul kontraksi dan paralisis yang sifatnya reversibel.
Pada dosis lebih tinggi mengakibatkan vakualisasi dan veskulaso tegumen cacing, sehingga isi cacing keluar
Efek samping :Sakit kepala, pusing, mual, muntah, lelah
nyeri perut. Eusinofil terlihat setelah beberapa hari pemberian obat.
Kontraindikasi :Sebaiknya tidak diberikan pada ibu hamil dan
menyusuiDosis :tiga kali sehari 25mg/kgBB selama 1-3 hari.
Fasciola Hepatica
Penyebaran geografis
• Ditemukan dinegara empat musim atau subtropis
induk semang utamanya yaitu siput Lymnaea sp
( Diah, 2006)
Amerika
Selatan
Amerika
UtaraEropaAfrika Selata
nRusiaNew
zaeland
Morfologi • Bentuk pipih seperti daun• besarnya ± 30x13 mm• Bagian anterior berbentuk seperti kerucut• pada puncak kerucut terdapat batil isap mulut
yang besarnya ±1 mm• pada bagian dasar kerucu terdapat batil isap perut
yang besarnya ±1,6 mm• Saluran pencernaan bercabang – cabang sampai
ke ujung distal sekum• Testis dan kelenjar vitelin juga bercabang – cabang (Sutanto et al, 2008).
Siklus Hidup
Epidemiologi
• Fasciolosis penyakit yang disebabkan trematoda Fasciola hepatica
• Menyerang ternak ruminansia seperti sappi, kerbau dan domba
• Kasus fasciolosis umumnya terjadi di negara empat musim atau subtropis
• penularan ditentukan oleh keberadaan siput dari Famili Lymnaeidae
• Penularan fasciolosis pada manusia terjadi akibat kebiasaan sebagian masyarakat di Eropa yang gemar mengkonsumsi hati mentah
( Carpenito, 2007 )
Patologi KlinikMigrasi cacing dewasa muda
ke cairan empedu
Kerusakan parenkim
hati
Saluran empedu
meradang
Saluran empedu
menebal dan tersumbat
Sirosis periportal
( Irianto, 2009)
Gejala Klinis
• Anemia• Demam dengan suhu badan 40-42°C• Nyeri dibagian perut• Gangguan Pencernaan
Jika penyakit berlanjut apa yang tejadi???
• Hepatomegali• Asites dirongga perut• Sesak nafas• Gejala kekuningan
( Ganong, 2003)
Diagnosis Infeksi Fasciola hepatica (Aksoy, D.Y et.al, 2005)
• Pemeriksaan feses manusia untuk menemukan telur dengan
metoda sedimentasi
• Pemeriksaaan darah, dengan uji serologi ELISA (Enzyme-
linked Immunosorbent Assay) untuk mengetahui adanya
peningkatan antibodi atau antigen pada tubuh penderita
• Computerised Tomography (CT) dan Ultrasonography (US)
juga bisa digunakan untuk menkonfirmasi lebih lanjut
• CT dan US biasa digunakan untuk mengetahui efikasi
pengobatan
Treatment
• Obat-obat yang biasa digunakan diantaranya praziquantel.
Bithionol lebih efektif dibanding praziquantel untuk
fascioliasis dan lebih dipilih. (Sweetman, C, 2009)
• Namun Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
merekomendasikan triclabendazole sebagai drug of Choice
• Namun dilaporkan sudah terjadi toleransi triclabendazol
terhadadap fascioliasis (Millan J C, 2000)
• 1st line Triclabendazole : 10 mg/kgBB 2 x p.o setelah makan
• 2nd line Bithyhionol : 30-50 mg/kgBB 1 x sehari selama 10-
15 hari (berselang). WHO merekomendasikan 30 mg/kgBB
sehari selama 5 hari
Efek samping Bithionol : anoreksia, nausea, vomiting,
abdominal discomfort, diare, salivasi, pusing, dan skin rashes
(Sweetman, C, 2009)
• 3rd line Prazikuantel : dewasa dan anak > 4 th 25 mg/kgBB 3 x sehari selama 1-2 hari atau 40 mg/kgBB 1 x sehari
Efek Samping : sakit kepala, diare, mengantuk, malaise, abdominal discomfort, nausea, dan vomiting
KI : pasien penderita ocularcysticercosis, ibu menyusui
Interaksi : -Albendazol : [] albendazol ↑- Rifampisin oral : [] prazikuantel ↓- Karbamazepin & fenitoin : ↓ BA prazikuantel- Klorokuin : ↓ BA prazikuantel- Kortikosteroid : ↓ [] prazikuantel- Antagonist-H2 : ↑ BA prazikuantel(Sweetman, C, 2009)
Opisthorchis viverrini
Opisthorchis viverrini
• Hospes : manusia• Reservoir : kucing dan anjing.• Penyakit : opistorkiasis• Penyebaran geografis :
O. viverrini : Endemi di Thailand , Vietnam, Camboja
Morfologi dan Siklus Hidup
• Habitat : sal. empedu dan sal. pankreas.• Ukuran 7 – 12 mm• Batil isap mulut > batil isap perut• Telur : mirip telur C. sinensis, tapi lebih
langsing• Cara infeksi: makan ikan yang mengandung metaserkaria yg dimasak kurang matang.
Siklus Hidup Opisthorchis viverrini
Patologi Klinis
- Lemah- Perut Kembung/ dispepsia- Nyeri perut di bagian atas kanan- Anoreksia- Mual- Muntah- Demam tinggi
Diagnosa
Adanya indikasi telur o.vevverini pada feses pasien
Manajemen Pengobatan
Praziquantel : 25 mg/kg BB dalam tiga kali sehari
Efek samping : mual, muntah , sakit kepala, rasa tidak nyaman pada perut.
Health education : tidak memakan ikan yang tidak dimasak sempurna untuk mencegah infeksi ulang.
Opistorchis felineus
• Penyebaran Geografis
• Ditemukan di Eropa Tengah, Siberia dan Jepang. Parasit ini ditemukan pada manusia di Prusia, Polandia dan Siberia ditemukan di Jepang yang bukan daerah endemik Clonorchiasis.
• Cacing dewasa panjangnya kira-kira 1 cm hidup dalam saluran empedu dan hati manusia serta kucing. Telur besarnya kira-kira 30 mikron.
Morfologi
• Cacing dewasa hidup dalam saluran empedu dan saluran pankreas.
• Ukuran cacing dewasa 7-12 mm ,• mempunyai batil isap mulut dan perut. • Bentuknya seperti lanset, pipih dorsoventral. • Telur mirip telur C. Sinensis, hanya bentuknay
lebih langsing.• Infeksi terjadi dengan makan ikan yang
mengandung metaserkaria dan dimasak kurang matang.
Daur hidup
• Hospes definitifnya : manusia • hospes reservoarnya: kucing, anjing, babi
dan serigala.• Hospes perantara pertama: siput air tawar,
bithynea iechi.• Hospes perantara kedua : ikan jenis idus
dan tinca.
Siklus hidup
Diagnosa
• Sama dengan Clonorchis sinensis
Pengobatan
1. Bithionol (Lorothidol, Bitin) Mekanisme Kerja: • menghambat fosforilasi oksidatif pada parasit, mendorong
ke arah blokade sintesis ATP. ini merupakan pilihan obat karena efektivitas dan keselamatannya pada Fh Dan Fg. Data pendukung adalah dari negara berkembang. Ini merupakan suatu campuran fenolic yang secara struktur berhubungan dengan heksaklorofen. Tersedia dari Pusat untuk Kendali Penyakit Dan Pencegahan ( CDC). Dosis
• Dewasa: 30-50 mg/kg per oral selama 5-15 hari perawatan; beberapa pasien memerlukan perawatan pengulangan
• •Interaksi Obat : Tidak dilaporkan • •Kontraindikasi: Hipersensitivitas • •Perhatian • C- Resiko janin diteliti pada hewan percobaan;
tetapi tidak dipelajari pada manusia; boleh digunakan jika manfaat lebih besar daripada resiko pada janin.
• Dapat menyebabkan anoreksia, mual, muntah, diare, sakit perut, hipotensi, pusing, sakit kepala, fotosensitivitas, atau pruritus.
•
2. Triclabendazole (Fasinex) Mekanisme kerja
• Laporan terbaru menyarankan obat dokter hewan ini aman dan efaktif pada anak-anak dan orang dewasa. Ini merupakan obat pilihan kedua sampai data lebih lanjut terkumpul, mengikat ke cacing pada tubulin, mengganggu formasi microtubule dan fungsinya. Mulai dari 2009, ini tak tersedia Amerika Serikat.
Dosis • Dewasa: 10-20 mg/kg/hari PerOral setelah makan dibagi 12-24jam
untuk 1 dosis.Pediatrik: Diberikan sama seperti orang dewasa.
Interaksi Obat: Tidak dilaporkan Perhatian
Pada ibu hamil: Menyatakan resiko C- fetal pada penelitian pada hewan percobaan
tetapi tidak diteliti pada manusia. Boleh digunakan jika manfaat lebih besar daripada resiko terhadap janin dapat menyebabkan sakit kepala dan pusing temporer.
3. Praziquantel (Biltricide)
Mekanisme kerja • Walaupun secara umum aman dan efektif untuk infeksi trematode lain,
praziquantel nampak sangat sedikit manjur melawan terhadap Fasciola hepatica. Karenanya ini siap tersedia dan lebih umum dikenal dibanding triclabendazole ( Fasinex), ini adalah obat pilihan ketiga. Penggunaan Cadangan untuk situasi di mana pilihan pertama dan kedua tak dapat diperoleh. Praziquantel meningkatkan permeabilitas kulit trematoda terhadap kalsium, menyebabkan kontraksi otot parasit.
Dosis: • Dewasa: 25 mg/kg/dosis PerOral tiap 8 jam untuk 1 hari • Pediatric: sama seperti dewasa
Interaksi obat • Hydantoin mengurangi kadar praziquantel dalam serum, yang memungkinkan
ke arah kegagalan perawatan.Kontraindikasi: Hipersensitivitas, cysticercosis pada mata
Perhatian • Pada ibu hamil:• resiko B-fetal belum dipastikan pada manusia tetapi telah ditunjukkan dalam
beberapa studi pada hewan percobaan.
ReferensiAksoy, D Y, et al. 2005. Infection With Fasciola hepatica. Clinical Microbiology and Infection, Vol 11, Issue 11 (859-861).Carpenito, Moyet. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.Diah, Aryulina.2006. Biologi 1. Jakarta : Erlangga.F.Ganong,William. 2003. Medical
Physiologi and Medical publishing division. Jakarta : Garamedia.
Irianto, Kus. 2009. Parasitologi untuk Paramedis dan Nonmedis. Bandung: YramaWidya.
Millan J C, et al. 2000. The Efficacy and Tolerability of Triclabendazole in Cuban Patients with Latent and
Chronic Fasciola hepatica Infection. USA : The Journal of Tropical medicine and Hygiene, Vol 63,
No. 5 (264-269).Robert, dkk. 2002. Resensi Ilmu Laboratorium Klinis. Jakarta :Sweetman, C Sean. 2009. Martindale : The Complete Drug
Reference 36th Edition. London : Pharmaceutical Press.
Widjajanti, S. 2006. Fasciolosis pada manusia: mungkinkah terjadi di Indonesia?.Bogor : Balai Penelitian Veteriner.
www.cdc.gov/parasites/fasciola.html [diakses tanggal 6 September 2013, 17:00 WIB].