Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

24
JURNAL READING PRIMARY CARE PNEUMONIA ASPIRASI AND PNEUMONITIS ASPIRASI Oleh : Wahyu Tiara Dewiyanti, S.Ked Rayi Kumalasari, S.Ked Dedik Hartono, S.Ked Rizky Triagustin, S.Ked Mulyadin, S.Ked Pembimbing: Dr. Niwan, Sp.P KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN 1

Transcript of Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

Page 1: Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

JURNAL READING

PRIMARY CARE

PNEUMONIA ASPIRASI AND PNEUMONITIS ASPIRASI

Oleh :

Wahyu Tiara Dewiyanti, S.Ked

Rayi Kumalasari, S.Ked

Dedik Hartono, S.Ked

Rizky Triagustin, S.Ked

Mulyadin, S.Ked

Pembimbing:

Dr. Niwan, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU

BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM)

SURAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

1

Page 2: Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

LEMBAR PENGESAHAN

JURNAL READING

PRIMARY CARE

PNEUMONIA ASPIRASI AND PNEUMONITIS ASPIRASI

Yang Diajukan Oleh :

Wahyu Tiara Dewiyanti, S.Ked

Rayi Kumalasari, S.Ked

Dedik Hartono, S.Ked

Rizky Triagustin, S.Ked

Mulyadin, S.Ked

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pada Hari

Pembimbing

Nama : dr. Niwan , Sp. P : (.......................................................)

Dipresentasikan di hadapan

Nama : dr. Niwan , Sp.P : (.......................................................)

Disahkan oleh

Nama : dr. Dona Dewi Nirlawati : (.......................................................)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU

BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM)

SURAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

2

Page 3: Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

PRIMARY CARE

PNEUMONITIS ASPIRASI DAN PNEUMONIA ASPIRASI

PAUL E. MARIK, M.B., B.CH.

Aspirasi di definisikan sebagai terhirupnya isi lambung atau orofaringeal ke

laring dan saluran pernapasan bagian bawah. Beberapa sindrom paru atau gejala paru

dapat terjadi setelah aspirasi, tergantung jumlah dan sifat material yang terhirup atau

tersedot, frekuensi aspirasi dan respon tubuh terhadap material yang teraspirasi.

Pneumonitis aspirasi (Sindrom Mendelson) adalah cedera kimia yang disebabkan oleh

inhalasi isi lambung yang steril , sedangkan Pneumonia Aspirasi adalah proses infeksi

yang disebabkan oleh inhalasi sekresi orofaringeal yang terkolonisasi oleh bakteri

patogen. Meskipun ada beberapa hal yang tumpang tindih antara sindrom ini, namun

keduanya memiliki bentuk klinis yang berbeda (Tabel 1). Beberapa sindrom aspirasi

lainnya antaralain termasuk, obstruksi jalan napas, abses paru, eksogen lipid

pneumonia, kronik interstitial fibrosis dan Mycobacterium fortuitum pneumonia.

Artikel ini fokus pada patofisiologi, gambaran klinis dan managemen atau

penatalaksanaan aspirasi pneumonia dan aspirasi pneumonitis.

Aspirasi paru-paru merupakan penyebab penting dari kematian pada pasien

rawat inap di rumah sakit. Namun kebanyakan , sindrom aspirasi paru-paru sering

salah diagnosis dan mendapatkan penanganan yang buruk. Empat masalah umum

yang sering menyebabkan kegagalan dalam membedakan pneumonitis aspirasi dan

pneumonia aspirasi antaralain, kecenderungan untuk mempertimbangkan semua

komplikasi aspirasi paru menular, kegagalan untuk mengenali spektrum patogen pada

pasien dengan komplikasi infeksi, dan kesalah pahaman bahwa kejadian aspirasi

harus disaksikan dapat di diagnosis.

3

Page 4: Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

EPIDEMIOLOGI

Kurangnya penanda spesifik dan sensitif aspirasi merumitkan studi

epidemiologi sindrom aspirasi. Selain itu kebanyakan studi tidak membedakan

pneumonitis aspirasi dan pneumonia aspirasi. Namun demikian, beberapa penelitian

menunjukan bahwa 5-15 persen dari kasus community acquired pneumonia

aspiration. Pneumonia aspirasi merupakan penyebab paling umum dari kematian

pada pasien dengan disfagia karena gangguan neurologis, suatu kondisi yang

mempengaruhi sekitar 300.000 hingga 600.000 orang setiap tahun di Amerika serikat.

Pneumonia aspirasi juga umum antara penghuni di rumah jompo. Dalam salah satu

penelitian meneliti terhadap pasien dengan pasien pneumonia di panti jompo dan

kontrol dengan komunitas pneumonia yang kejadian pneumonia aspirasi adalah 18 %

dan 5% masing-masing.

Pneumonitis aspirasi terjadi pada sekitar 10 persen pasien yang dirawat di

rumah sakit setelah overdosis obat. Hal ini juga diakui merupakan komplikasi pada

anestesi umum, terjadi pada sekitar 1 dari 3000 operasi dimana anestesi diberikan,

dan perhitungannya 10-30 persen dari semua kematian terkait dengan anestesi.

Pneumonitis Aspirasi

Pneumonitis aspirasi didefinisikan sebagai cedera paru akut setelah

menghirup muntahan isi lambung. Sindrom ini terjadi pada pasien yang memiliki

gangguan yang ditandai kesadaran yang terganggu, hal itu dapat disebabkan karena

overdosis obat, kejang, kecelakaan atau kerusakan serebrovaskuler yang hebat, atau

penggunaan anestesi. Adnet dan Baud menunjukan bahwa resiko aspirasi meningkat

dengan tingkat ketidaksadaran (yang diukur dengan Glasgow Coma Scale). Secara

historis sindrom yang paling sering digambarkan sebagai pneumonitis aspirasi adalah

4

Page 5: Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

Sindrom Mendelson, laporan pada tahun 1946 aspirasi terjadi pada pasien yang

mendapatkan anestesi umum selama prosedur operasi obstetrik.

Mendolson mengungkapkan pentingnya asam dalam patogenesis pada

sindrom ini ketika menunjukan bahwa isi lambung yang bersifat asam dicobakan ke

dalam paru-paru kelinci yang dimana kemudian menyebabkan pneumonitis yang

parah yang tidak bisa dibedakan dengan yang disebabkan oleh 0,1 N asam klorida

dalam jumlah yang sama. Kemudian , hal itu menunjukan bahwa jika pH isi lambung

dinetralkan sebelum aspirasi, kejadian cedera paru sangat minim. Di penelitian

eksperimental, tingkat keparahan cedera paru-paru meningkat signifikan karena

volume aspirasinya meningkat dan begitu juga pH menurun. Kebanyakan penulis

setuju bahwa pH kurang dari 2,5 dan volume lambung aspirasi lebih besar dari o,3

ml/kg BB (20-25 ml pada orang dewasa) yang diperlukan untuk pengembangan

pneumonitis aspirasi. Namun perut berisi berbagai zat lain selain asam. Aspirasi

partikel makanan dari perut dapat menyebabkan kerusakan paru yang parah, bahkan

jika pH aspirasinya diatas 2,5.

Aspirasi isi lambung dan zat kimianya dapat membakar atau merusak saluran

dan percabangan trakeobronkial dan parenkim paru, dimana menyebabkan reaksi

peradangan yang intens pada parenkim paru. Sebuah penelitian pada tikus

menunjukan bahwa ada pola biphasic cedera paru setelah aspirasi asam. Puncak tahap

pertama pada satu sampai dua jam setelah aspirasi dan mungkin langsung, efek

keustik dari pH rendah dari aspirasi , pada lapisan sel alveolar-kapiler. Fase yang

kedua terjadi 4-6 jam , dimana terjadi infiltrasi neutrofil ke alveoli dan interstitium

paru-paru, dengan karekteristik temuan histologis peradangan akut.

5

Page 6: Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

Mekanisme cedera paru-paru setelah aspirasi lambung melibatkan spektrum mediator

inflamasi, sel-sel inflamasi, adhesi molekul, dan enzim, termasuk tumor necrosis

factor alpha, Interleukin-8, siklooksigenase dan produk lipoxygenase, dan spesies

oksigen reaktif. Namun,neutrofil dan komplemen yang muncul memiliki peran kunci

dalam pengembangan cedera paru-paru. Dalam studi pada hewan, neutropenia,

penghambatan pada fungsi neutrofil, inaktivasi interleukin-8 (kemoatraktan

neutrophil yang potent), dan dilemahkannya inaktivasi komplemen pada cedera paru-

paru akut yang disebabkan oleh aspirasi asam.

Karena asam lambung mencegah pertumbuhan dari bakteri,bagian dalam dari

perut adalah steril dibawah kondisi normal. Infeksi bakteri tidak memiliki peran

penting dalam tahap awal cedera paru akut setelah aspirasi isi lambung. Infeksi

Bakteri dapat terjadi pada tahap berikutnya dari cedera paru-paru, namun kejadian

komplikasi ini tidak diketahui. Kolonisasi dari isi lambung yang berpotensi

organisme patogen dapat terjadi bila pH di perut bertambah dengan menggunakan

antasida, histamin H2 Antagonis reseptor, atau inhibitor pompa proton. Selain itu,

6

Page 7: Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

mungkin ada kolonisasi lambung oleh bakteri gram negatif pada pasien yang

menerima pemberian makan secara enteral serta pada pasien dengan gastroparesis

atau obstruksi usus kecil. Dalam situasi ini, respon inflamasi di paru-paru mungkin

hasil yang baik dari infeksi bakteri dan dari respon inflamasi terhadap partikulat

masalah lambung.

Pasien yang telah disedot bahan lambung dapat hadir dengan tanda-tanda dan

gejala dramatis. Di sana mungkin bahan lambung pada orofaring serta mengi, batuk,

sesak napas, sianosis, edema paru, hipotensi, dan hipoksemia, dengan perkembangan

yang cepat sampai parah gangguan pernapasan akut sindrom dan kematian. Namun,

banyak pasien yang hanya batuk atau mengi, dan beberapa pasien memiliki apa yang

sering disebut sebagai “silent aspiration”, yang dimanifestasikan hanya sebagai

desaturasi arteri dengan radiologis bukti aspirasi. Warner dan rekan mempelajari 67

pasien yang disedot saat menjalani anestesi. Empat puluh dua (63 persen) dari pasien

tidak memiliki gejala. Dari 25 yang memiliki gejala, 13 diperlukan dukungan

ventilasi mekanis untuk lebih dari enam jam, dan 4 meninggal.

PNEUMONIA ASPIRASI

Pneumonia aspirasi berkembang setelah inhalasi dari materi orofaringeal yang

terkolonisasi. Aspirasi dari kolonisasi sekresi dari orofaring adalah mekanisme utama

oleh bakteri yang mendapatkan pintu masuk ke paru-paru. Memang, Haemophilus

influenzae dan Streptococcus pneumoniae berkolonisasi pada nasofaring atau

orofaring sebelum mereka disedot dan menyebabkan “community-acquired

pneumonia”. Istilah "pneumonia aspirasi”,Namun, mengacu khusus untuk

pengembangan dari infiltrat yang jelas dari radiografi pada pasien yang meningkatkan

risiko aspirasi orofaringeal.

Sekitar setengah dari seluruh aspirasi pada orang dewasa yang sehat dalam

jumlah kecil dari sekresi orofaringeal selama tidur. Agaknya, beban rendah bakteri

virulen pada sekresi faring normal, bersama-sama dengan batuk yang kuat,

7

Page 8: Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

transportasi silia aktif, dan mekanisme imun humoral dan seluler yang normal, hasil

pada pengeluaran dari pada material infeksi tanpa sekuel. Namun, jika mekanisme

ini, humoral, mekanis atau mekanisme selular atau jika jumlah bahan yang di aspirasi

cukup besar, pneumonia dapat terjadi. Dalam pembersihan bahan menular tanpa

gejala sisa. Namun, jika mekanisme humoral maupun seluler terganggu atau jumlah

materi tersedot cukup banyak maka dapat terjadi pneumonia.

Setiap kondisi dimana mekanisme pertahanan terganggu yang meningkatkan

bakteri atau sekresi dari orofaringeal dapat mengakibatkan aspirasi pneumonia.

Terdapat korelasi yang kuat antara volume aspirasi dan pengembangan pneumonia

pada pasien yang mengalami stroke dan mengalami evaluasi menelan. Faktor risiko

yang meningkatkan kolonisasi organisme patogen dan meningkatkan beban bakteri

pada orofaringeal dapat meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Risiko pneumonia

aspirasi lebih rendah terjadi pada pasien tanpa gigi dan pada pasien lansia yang

menerima perawatan mulut dibandingkan dengan pasien lain. Faktor risiko inilah

yang membedakan pneumonia aspirasi dari pneumonia komunitas, namun terjadi

tumpang tindih seperti pada pasien lansia dengan pneumonia komunitas yang secara

signifikan lebih tinggi daripada aspirasi pada usia kontrol.

Tidak seperti pada pneumonitis aspirasi pada pasien dengan pneumonia

aspirasi, episode aspirasinya tidak disaksikan. Oleh karena itu diagnosis aspirasi

disimpulkan dari pasien dengan bukti radiografi berupa infiltrat di bronkopulmonalis.

Pada pasien yang mengalami aspirasi sementara dalam posisi telentang, sering kali

yang terlibat adalah segmen posterior dari lobus atas dan segmen apikal lobus bawah

(Gambar 1), sedangkan pada pasien yang mengalami aspirasi dalam posisi tegak atau

setengah duduk, terjadi pada segmen basal lobus bawah. Ini merupakan proses

pneumonia akut, dengan gambaran mirip pada pneumonia komunitas. Jika pasien ini

tidak mendapatkan pengobatan, maka insiden terjadinya abses paru dan kavitas dapat

meningkat.

8

Page 9: Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

Faktor Risiko Aspirasi orofaringeal

Pasien dengan disfagia neurologis, gangguan pada gastroesophageal, atau kelainan anatomi dari Saluran pernafasan dan pencernaan atas dapat meningkatan resiko aspirasi orofaringeal. Risiko aspirasi relatif tinggi pada orang tua karena peningkatan kejadian disfagia dan gastroesophageal refluks pada populasi ini. Selain itu, perawatan mulut pada orang tua buruk, sehingga terjadi kolonisasi dari bakteri patogen Enterobacteriaceae, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus. 41,44,45

Pada pasien stroke, prevalensi terjadinya disfungsi menelan berkisar antara 40 -70 persen.8,9,46-48 terjadi pada pasien silent aspirasi.49 Pasien dengan disfagia terjadi peningkatan risiko pneumonia aspirasi. Di antara pasien stroke, kejadian pneumonia tujuh kali lebih mungkin terjadi pada mereka yang mengalami aspirasi dibanding yang tidak. 9,50

Gambar 1. Radiograph anteroposterior Dada, MenampilkanAir-Space Konsolidasi (Panah) di Kanan Bawah Lobus pada

Pasien yang Memtelah mengalami Stroke trombotik.

9

Page 10: Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

Menilai Risiko Aspirasi Orofaringeal

Reflek batuk dan muntah tidak dapat dijadikan indikator penilaian untuk mengidentifikasi risiko terjadinya aspirasi. Diperlukannya evaluasi menelan baik dari videofluoroscopic maupun endoskopi fiberoptik. Seorang ahli patologi dapat melakukan evaluasi ini di samping tempat tidur. 51-53 Untuk mengurangi risiko aspirasi lanjut maka manajemen medis, diet, dan perubahan perilaku dapat dilakukan. Pada pasien dengan disfungsi menelan, disarankan untuk melakukan diet makanan lunak dan diajrakan strategi makan (misalnya, mengurangi ukuran gigitan, menjaga dagu terselip dan perubahan kepala saat makan, dan menelan berulang kali). Feeding tube merupakan makanan yang dianjurkan pada pasien yang makan makanan bubur.

Feeding Tube dan Pneumonia Aspirasi

Pada tahun 1995, lebih dari 121.000 endoskopik perkutan dari tabung gastrostomy pada Medicare di Amerika Serikat, 54 paling sering terjadi pada disfagia setelah stroke.54,55 Namun, penggunaan dari tabung gastrostomy perkutan endoskopik belum terbukti daripada penggunaan nasogastric tube untuk mencegah aspirasi pada pasien ini.

Dua penelitian membandingkan kedua metode cara makan terhadap efikasi

dan tingkat komplikasinya. Dalam kedua studi, tabung gastrostomy secara signifikan

lebih efektif dari pada tabung nasogastrik dalam memberikan nutrisi. Namun,

kejadian pneumonia aspirasi sama banyak pada kedua metode. Pasien yang pernah

stroke, kejadian pneumonia aspirasi dengan tabung postpyloric (yang ditempatkan di

usus kecil) telah terbukti sama dengan tabung intragastrik.

Saluran pencernaan tidak menawarkan perlindungan dari sekresi oral, yang

merupakan ancaman serius bagi pasien dengan disfagia. Selanjutnya, penelitian

skintigrafik telah mengungkapkan bukti aspirasi lambung pada pasien yang makan

melalui tabung gastrostomy. Selama jangka panjang, aspirasi pneumonia merupakan

penyebab kematian paling umum pada pasien yang makan melalui tabung

gastrostomy. Namun, karena masalah yang terkait dengan tabung nasoenteric

termasuk ketidaknyamanan, muntah berlebihan, esofagitis, misplacement,

10

Page 11: Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

displacement, atau penyumbatan tabung, dan cosmesis. Tabung gastrostomy

biasanya disukai untuk dukungan gizi jangka panjang. Pasien yang bisa memulihkan

kemampuan menelan dalam beberapa minggu tidak masuk kandidat untuk

pemasangan tabung gastrostomy, dan pasien dengan harapan hidup pendek yang

dijadikan kandidat untuk tabung gastrostomy masih diperdebatkan.

Aspirasi pada Pasien Kritis III

Pasien kritis memiliki peningkatan risiko aspirasi dan pneumonia aspirasi.

Sejumlah faktor dapat meningkatkan resiko aspirasi pada pasien, termasuk posisi

terlentang, gastroparesis, dan intubasi nasogastrik. Gastroesophageal reflux terjadi

pada pasien sakit kritis bahkan tanpa adanya tabung nasogastric dan makan secara

enteral, lebih dari 30 % pasien dengan posisi terlentang diperkirakan mengalami

gastroesophageal reflux. Tanda klinis penting dari dismotilitas gastrointestinal, mulai

dari penundaan moderat pengosongan lambung menandai terjadinya gastroparesis,

telah dijelaskan pada pasien sakit kritis dengan kondisi seperti luka bakar, sepsis,

trauma, operasi, dan shock. volume tinggi dari sisa lambung akibat gastroparesis,

yang menyebabkan distensi lambung dan regurgitasi, meningkatkan risiko aspirasi isi

lambung. Penggunaan tabung postpyloric untuk makan mungkin memiliki

keunggulan pada pasien kritis.

Risiko aspirasi tinggi setelah pengambilan tabung endotrakeal, efek sisa obat

penenang, nasogastrictube, disfungsi menelan terkait perubahan sensitivitas napas

atas, cedera glotis, dan disfungsi otot laring. Perubahan dalam refleks menelan dapat

dideteksi pada pasien yang telah diintubasi dalam waktu 24 jam, tetapi komplikasi ini

biasanya sembuh dalam waktu 48 jam. Di rekomendasikan penghentian pemberian

oral selama minimal 6 jam setelah ekstubasi (dalam kasus reintubasi), diikuti oleh

diet makanan bubur dan kemudian makanan lunak selama minimal 48 jam. Evaluasi

menelan mungkin berguna dalam kasus intubasi traumatis dan pada pasien dengan

kelainan anatomi atau fungsional saluran napas bagian atas.

11

Page 12: Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

Bakteriologi

Sejumlah penelitian pada awal tahun 1970 menyelidiki bakteriologis disebut

pneumonia aspirasi didapat. Spesimen bakteriologis diperoleh dengan sampling

perkutan transtracheal atau thorakosintesis. Organisme anaerobik ditemukan sebagai

patogen dominan, terisolasi sendiri atau dengan aerob. Berdasarkan studi ini,

antibiotik dengan aktivitas terhadap organisme anaerobik menjadi standar perawatan

untuk pasien dengan pneumonia aspirasi dan aspirasi pneumonitis.

Namun, dalam semua studi ini spesimen mikrobiologi diperoleh di akhir

perjalanan penyakit, sering setelah komplikasi seperti abses, pneumonia nekrosis,

atau empiema. Selain itu, banyak dari pasien adalah alkoholisme kronis, dan sebagian

dilaporkan memiliki sputum busuk, pasien ini tidak terlihat seperti pasien yang khas

dengan pneumonia aspirasi akut.

Selain itu, ada kemungkinan bahwa organisme ditemukan pada sampel

transtrakeal adalah flora orofaringeal yang terkontaminasi trakea selama prosedur

(karena aspirasi) atau kolonisasi trakea, dari pada patogen asli dari paru. Hipotesis ini

didukung oleh karya Moser dan rekan, yang menunjukkan pada anjing dengan

pneumonia eksperimental bahwa ada perbedaan antara bakteri dengan sampling

transtrakeal dan yang diperoleh dengan biopsi jarum transthorakik

Dalam dua studi yang dilakukan pada 1990-an, sampling saluran pernapasan

bagian bawah dengan sikat spesimen, diikuti dengan kultur kuantitatif dan anaerobik

dari spesimen, dilakukan pada pasien dengan sindrom aspirasi akut. Mier dan

rekannya mempelajari 52 pasien di unit perawatan intensif dengan diagnosis

pneumonia aspirasi. Bakteri patogen diisolasi dalam konsentrasi yang cukup besar

(»1000 unit pembentuk koloni per milliliter) dari 19 pasien, dan spektrum organisme

diidentifikasi tergantung pada apakah sindrom aspirasi didapat dari komunitas atau

didapat dari sakit rumah. Strep. pneumoniae, Staph. aureus, H. influenzae, dan

Enterobacteriaceae predominan pada pasien dengan sindrom aspirasi didapat dari

12

Page 13: Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

masyarakat, sedangkan organisme gram negative, termasuk P. aeruginosa,

predominan pada pasien dengan sindrom aspirasi didapat di rumah sakit. Tidak ada

organisme anaerobik diisolasi. Dalam sebuah penelitian serupa, di mana pengambilan

sampel dengan sikat spesimen dilakukan secara acak pada 25 pasien dengan aspirasi

lambung, bakteri patogen diisolasi dari 12 pasien, 8 di antaranya memiliki faktor

risiko untuk kolonisasi lambung (obstruksi usus kecil atau ileus , adanya selang

makanan, atau terapi dengan histamin H2 antagonis). Spektrum patogen serupa yang

dilaporkan oleh Mier dan kawan-kawan, dan tidak ada organisme patogen anaerob

yang diisolasi.

MANAJEMEN

Manajemen umum kegagalan pernafasan pada pasien dengan cedera paru akut

telah ditinjau ekstensif dalam literatur dan tidak akan dibahas di sini. Bagian ini

menjelaskan isu-isu spesifik yang relevan dengan pengelolaan sindrom aspirasi.

1. Aspirasi Pneumonitis

Bagian saluran napas atas harus disuction setelah terjadi aspirasi isi lambung.

Intubasi endotrakeal harus dipertimbangkan untuk pasien yang tidak mampu

melindungi jalan napas mereka (misalnya, mereka dengan menurunnya tingkat

kesadaran). Meskipun praktek umum, penggunaan profilaksis antibiotik pada

pasien yang diduga terjadi aspirasi tidak dianjurkan. Demikian pula, penggunaan

antibiotik tak lama setelah aspirasi pada pasien yang demam, leukositosis, atau

pulmonary infiltrate develops tidak disarankan, karena antibiotik dapat dipilih

untuk organisme yang lebih resisten pada pasien dengan pneumonitis kimia

uncomplicated. Namun, terapi empiris antibiotik yang sesuai untuk pasien

dengan aspirasi isi lambung dan yang memiliki obstruksi usus kecil atau kondisi

lain yang terkait dengan kolonisasi dari isi lambung. Terapi antibiotik harus

dipertimbangkan untuk pasien dengan aspirasi pneumonitis yang gagal untuk

13

Page 14: Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

menyelesaikan terapi dalam waktu 48 jam setelah aspirasi. Terapi empiris dengan

agen spektrum luas dianjurkan (Tabel 2); antibiotik dengan aktivitas anaerobik

tidak diperlukan secara rutin. Sampling dari saluran pernapasan bagian bawah

(dengan dilindungi sikat spesimen atau dengan bronchoalveolar lavage) dan

kultur kuantitatif pada pasien yang diintubasi, memungkinkan ditargetkan terapi

antibiotik dan, pada pasien dengan kultur negatif dilakukan penghentian

antibiotik.

Kortikosteroid telah digunakan selama beberapa dekade di pengelolaan

aspirasi pneumonitis. Namun, ada data terbatas pada peran agen ini. Di sebuah

penelitian prospektif, studi plasebo-terkontrol, Sukumaran dan rekan menemukan

bahwa gambaran radiografi pada cedera paru-paru jelas meningkat lebih cepat

pada pasien yang diberi kortikosteroid dibandingkan mereka yang diberikan

plasebo, namun, pasien yang diberi kortikosteroid lebih lama tinggal di unit

perawatan intensif, dan tidak ada yang signifikan perbedaan antara kedua

kelompok dalam kejadian komplikasi atau hasilnya. Dalam studi kasus-kontrol,

Wolfe dan rekan menemukan bahwa pneumonia karena bakteri gram negatif

lebih sering terjadi setelah aspirasi antara pasien yang diobati kortikosteroid

dibandingkan dengan mereka yang tidak. Demikian pula, studi pada hewan telah

gagal untuk menunjukkan efek kortikosteroid yang menguntungkan pada fungsi

paru, cedera paru-paru, permeabilitas alveolar-kapiler,atau hasil setelah aspirasi

asam. Selanjutnya, mengingat kegagalan dua multicenter, acak, percobaan

terkontrol untuk menunjukkan manfaat dari dosis tinggi kortikosteroid pada

pasien dengan sindrom gangguan pernapasan akut, administrasi kortikosteroid

tidak bisa di rekomendasikan.

2. Aspirasi Pneumonia

Terapi antibiotik diindikasikan pada pasien dengan pneumonia aspirasi.

Pemilihan antibiotik harus tergantung pada pengaturan, dimana aspirasi

disamakan dengan kesehatan umum pasien (Tabel 2). Namun, agen antibiotik

14

Page 15: Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

dengan aktivitas terhadap organisme gram-negatif, seperti generasi ketiga

sefalosporin, fluoroquinolones, dan piperasilin, biasanya diperlukan. Penisilin

dan klindamisin, yang sering disebut agen antibiotik standar aspirasi pneumonia,

tidak memadai untuk sebagian besar pasien dengan aspirasi pneumonia. Agen

antibiotik dengan aktivitas spesifik anaerobik tidak secara rutin dijamin dan

dapat diindikasikan hanya pada pasien dengan penyakit periodontal berat,

sputum busuk, atau bukti necrotizing pneumonia atau abses paru pada gambaran

radiografi dari dada.

15

Page 16: Tugas Word Translet Fix Jurnal Paru (w,r,d,r,d)

KESIMPULAN

Dalam pengelolaan sindrom aspirasi, sangat penting untuk membedakan

aspirasi pneumonitis dari pneumonia aspirasi. Meskipun ada beberapa over-lap,

keduanya adalah sindrom klinis yang berbeda. Antibiotik tidak diindikasikan

(setidaknya pada awalnya) di mayoritas pasien dengan aspirasi pneumonitis, dan

kortikosteroid terbukti tidak memiliki manfaat. Aspirasi pneumonia harus

dipertimbangkan dalam diferensial diagnosis untuk setiap pasien dengan disfagia dan

infiltrat pada segmen bronkopulmonalis. Antibiotik spektrum luas ditunjukkan pada

kebanyakan pasien dengan pneumonia aspirasi.

16