UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran...

53
Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL (LEE) Tim Inti: Enri Damanhuri Maryam Dewiandratika Hamdi Wahyudi LAPORAN INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI PEKERJAAN Contract No. IC/2018/0000000160 18 Februari 2019

Transcript of UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran...

Page 1: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

PendekatanEPRdalamMengurangiPenyebaranPBDEpadae-Waste

LAPORANFINALEXTENDEDPRODUCERRESPONSIBILITY(EPR)LIMBAHELEKTRONIK-ELEKTRIKAL(LEE)

Tim Inti: Enri Damanhuri

Maryam Dewiandratika Hamdi Wahyudi

LAPORAN INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI PEKERJAAN Contract No. IC/2018/0000000160

18 Februari 2019

Page 2: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

2

Naskah ini disusun berdasarkan kajian literatur diperkaya dengan serangkaian pertemuan dan diskusi

Seminar tanggal 18 September 2018 di Bandung dengan pembicara:

1. Dr. Asmu Wahyu (PT. Inter Aneka Lestari): Penggunaan PBDE sebagai penghambat nyala

dan bahayanya terhadap kesehatan dan lingkungan 2. Dr. Benno Rahardyan (ITB):

Aliran dan timbulan e-Waste, studi kasus kota Bandung 3. Deny Erianto, ST (ITB):

Peran dan penggunaan eWaste di sektor informal 4. Hj. Suhaedah (Mukti Mandiri Lestari)

5. Mr. Indra Dipa Ananda (TES-AMM) 6. Mr. Supriyanto (TLI)

7. Mr. Michikazu Kojima (ERIA): Japan’s experiences in EPR approach in eWaste

FGD pertama:

tanggal 18 Oktober 2018 di Bandung

FGD kedua: tanggal 13 Desember 2018 di Bandung

Rapat evaluasi laporan fihak ketiga - Kementerian Perindustrian

tanggal 7 Februari 2019 di Jakarta

Page 3: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

3

Kata Pengantar

Proyek pengurangan Polybromodiphenyl Ethers (PBDEs) dan Emisi Polutan Organik

Persisten yang Tidak Disengaja (UPOP) di industri otomotif dan elektronika berbasis plastik,

usaha daur ulang dan pengelolaan sampah merupakan proyek bersama dengan Kementerian

Perindustrian Republik Indonesia dan United Nations Development Programme (UNDP), yang

didukung oleh Global Environment Facility (GEF), dengan tujuan mengurangi emisi PBDEs dan

UPOP melalui perbaikan siklus management produksi dan pengolahan plastik mengandung

PBDEs. Kegiatan ini diupayakan meningkatkan proses pengelolaan produk plastik yang

mengandung PBDEs dan hasil dari pengalihan plastik agar tidak menjadi sampah dengan cara

mengembangkan penggunaan bahan penolong yang berkelanjutan dalam proses produksi

plastik dan daur ulang, serta mengidentifikasi solusi yang berkelanjutan dari sampah yang tidak

dapat didaur ulang atau berbahaya.

Salah satu kegiatan implementasi program PBDEs dan UPOPs adalah penyusunan

dokumen Extended Produducers Responsibility (EPR) khusus untuk produk yang mengandung

PBDE yang nantinya akan diterapkan pada industri elektronik-elektrikal. EPR merupakan sebuah

konsep untuk perlindungan lingkungan melalui penurunan dampak keberadaan PBDEs dari

sebuah produk, dengan melibatkan produsen yang bertanggung jawab atas keseluruhan daur

hidup produk dan terutama untuk mengambil kembali produk agar terhindar dari proses daur

ulang dan pembuangan akhir produk.

Laporan ini merupakan hasil kajian tentang naskah EPR terhadap limbah elektonik-

elektrikal (LEE) dari beberapa negara di Asia, dan berkoordinasi dengan Kementerian

Perindustrian, UNDP, serta melalui serangkaian kegiatan Seminar dan Focus Group Discussion

dengan kementerian terkait, industri elektronik dan asosiasi terkait untuk mendapatkan

masukan dalam penyusunan EPR. Naskah ini diharapkan menjadi dokumen akademnis dalam

penyusunan regulasi terkait penerapan pendekatan EPR limbah elektronika-elektrika di

Indonesia. Semoga.

Bandung, 18 Februari 2019

Tim Penyusun

Page 4: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

4

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .. 3

Daftar isi .. 4

Daftar Singkatan .. 5

BAB: 1. Limbah elektronika dan elektrikal (LEE) .. 7 2. Bahan berbahaya pada peralatan elektronik-elektrik (PEE) .. 8 3. PBDE sebagai pelambat nyala pada barang elektronik-elektrik .. 9 4. Pengelolaan limbah B3 di Indonesia .. 10 5. Pengumpulan dan pengolahan LEE di indonesia .. 11 6. Pengelolaan LEE menurut UNEP .. 14 7. Extended producer responsibility (EPR) dalam pengelolaan LEE .. 16

7.1 EPR di negara maju .. 16 7.2 Tujuan dan manfaat EPR .. 17 7.3 Instrumen kebijakan EPR .. 19 7.4 Jenis-jenis tanggung jawab .. 20 7.5 Beberapa issu EPR .. 22

8. Penerapan EPR untuk LEE di beberapa negara Asia .. 25 9. Naskah pendekatan EPR untuk LEE di Indonesia .. 30

9.1 Terminologi .. 30 9.2 Regulasi yang mengatur .. 31 9.3 Jenis produk yang diatur .. 32 9.4 Organisasi pengelola .. 35 9.5 Mekanisme pembiayaan kegiatan EPR .. 36 9.6 Mekanisme pengumpulan – Pusat take-back .. 36 9.7 Peran para fihak .. 38 9.8 Skema EPR untuk Produk A dan Produk B .. 40 9.9 Skema EPR untuk Produk C .. 42 9.10 Skema EPR untuk Produk D .. 43 9.11 Mekanisme khusus penanganan PBDE pada LEE .. 45

10. Konsep penanganan LEEdi Bandung Raya dalam konteks EPR .. 46 11. Rekomendasi .. 50 REFERENSI .. 52

Page 5: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

5

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Definisi AC Ag As Au

Air conditioner Simbol unsur perak Sembul unsur arsen Simbol unsur emas

B3 BCRC BFR

Bahan berbahaya dan beracun Basel Convention Regional Center Brominated flame retardant

Cd CFC CF CPU CRT CSR

Simbol unsur kadmium Chlorofluorocarbons Compact fluorescent lamps Central processing unit Cathode ray tube Corporate social renponsibility

DfE DU

Design-for-environment Daur ulang

EPR EU e-waste

Extended producer responsibility European Electronic waste

GEF Global Environment Facility HBCD HCFC HFC Hg

heksa bromosiklododekan Hydro chlorofluorocarbons Hydro fluorocarbons Simbol unsur merkuri

IC Integrated circuit LEE LCD

Limbah elektronika dan elektrikal Liquid crystal display

Ni Simbol unsur nikel ODS OECD OPD

Ozone-depleting substance Organisation for Economic Co-operation and Development Organisasi pengelola dana

PBDE PEE Pb PBB PC PCB PCBs Penta BDE PP PRO PVC

Polybrominated diphenyl ether Peralatan elektronika dan elektrikal Plumbom Polybrominated biphenyl Personal computer Printed circuit board Polychlorinated biphenyls Penta bromodifenil eter Peraturan Pemerintah Producer Responsibility Organization Polyvinylchloride

R-and-D RFMC RoHS

Research and development Recycling fund management committee Restriction of hazardous substances

SOP Standard operational procedures TBBPA

Tetrabromobisfenol A

Page 6: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

6

TL TPA TPS TV

Tubular lamp (fluorescent lamp) Tempat pemrosesan akhir Tempat penampungan sementara Television

UMKM UNDP UNEP US-EPA UU

Usaha mikro kecil dan menengah United Nations Development Program United Nations of Environmental Program US-Environmental Protection Agency Undang-undang

WEEE Waste electronic electrical equipment

Page 7: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

7

1. LIMBAH ELEKTRONIKA DAN ELEKTRIKAL (LEE)

Peralatan elektronika dan elektrikal (PEE) kalau sudah tidak digunakan akan menghasilkan limbah yang disebut sebagai limbah peralatan elektronika dan elektrikal atau waste electrical and electronic equipment (UNEP, 2007) disingkat WEEE. Limbah ini lebih dikenal sebagai e-waste atau limbah elektronika dan elektrikal (LEE) yang merupakan campuran yang rumit dari limbah berbahaya dan tidak berbahaya, yang di dalamnya mengandung komponen yang bernilai ekonomi, sehingga dibutuhkan pemilahan dan pemisahan yang khusus.

Limbah elektronik adalah PEE yang tidak dipakai dan atau tidak berfungsi atau tidak diinginkan lagi karena telah menjadi barang yang kedaluwarsa dan perlu dibuang, baik itu dalam bentuk utuh maupun tidak utuh lagi. PEE memiliki bagian/komponen bahan berbahaya dan beracun (B3), sehingga penanganan limbahnya diatur dalam pengelolaan limbah B3. Pengelolaan LEE harus dilakukan dengan benar, sesuai dengan peraturan agar tidak menimbulkan dampak yang membahayakan kesehatan dan lingkungan. Di sisi lain, LEE juga memiliki bagian/komponen yang berharga dan dapat dimanfaatkan kembali. Limbah elektronik dapat dianggap sebagai sumber daya yang mengandung bahan yang berguna secara ekonomi seperti plastik, besi, kaca, aluminium, tembaga dan logam mulia seperti perak, emas, platinum, dan lain-lain.

Untuk mencegah atau mengurangi bahaya kebakaran, misalnya akibat paparan panas dari power supply, sudah umum casing plastik dari PEE ini dilapis oleh pelapis fire retardant. Salah satu kelompok bahan kimia yang digunakan adalah berbasis brom-organik khususnya Polybromodiphenyl Ethers (PBDE), yang ternyata diketahui merupakan kelompok bahan yang berbahaya bagi kesehatan manusia, dan tergolong sebagai Persistent-organic-pollutant (POPs).

Indonesia berkomitmen untuk mengatasi persoalan terkait dengan POPs dan telah meratifikasi Konvensi Stockholm mengenai POPs pada tanggal 28 September 2009 (UU-19/2009). Salah satu upaya adalah melalui kegiatan peningkatan kesadaran semua fihak bagaimana mengurangi penggunaan PBDE di Indonesia khususnya di industri otomotif dan elektronika, meningkatkan daur ulang bahan plastik yang digunakan. Kegiatan ini merupakan proyek bersama dengan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia dan United Nations Development Programme (UNDP), yang didukung oleh Global Environment Facility (GEF), dengan tujuan mengurangi emisi PBDEs dan UPOP melalui perbaikan siklus management produksi dan pengolahan plastik mengandung PBDEs. Komitmen pemerintah Indonesia untuk mengurangi pelepasan PBDE dan POPs dilakukan dengan cara mengurangi penggunaan PBDE di sektor manufaktur yang berbasis plastik. Pemerintah juga menetapkan aturan larangan impor bagi BDE yang spesifik dan produk-produk yang mengandung BDE.

Salah satu kegiatan implementasi program PBDE adalah penyusunan dokumen Extended producer responsibility (EPR) khusus untuk produk elektronika yang mengandung PBDE yang nantinya akan diterapkan pada industri elektronik, industri otomotif dan industri pengguna PBDE sebagai bahan pelambat nyala. EPR merupakan sebuah konsep kebijakan untuk perlindungan lingkungan melalui penurunan dampak keberadaan PBDE dari sebuah produk,

Page 8: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

8

dengan melibatkan Produsen dan semua fihak yang bertanggung jawab atas keseluruhan daur hidup produk.

Terdapat banyak metode terkait penerapan EPR ini yang dilakukan oleh pemerintah maupun implementasi yang langsung dilakukan oleh produsen produk dengan dukungan dari pemerintah. EPR juga dapat diarahkan kepada pengelolaan lingkungan setelah pemakaian produk dengan menekankan kepada penambahan biaya produk dan sistem pembelian kembali untuk beberapa produk tertentu (buy-back system). Dengan strategi EPR tersebut, para produsen dan fihak terkait diharapkan bertanggungjawab terhadap seluruh daur hidup produk dan/atau kemasan dari produk yang mereka hasilkan.

2. BAHAN BERBAHAYA PADA PERALATAN ELEKTRONIK-ELEKTRIK (PEE)

Penggunaan bahan ozone depleting substances (ODS) pada refrigerator dan AC misalnya akan menghasilkan limbah B3. Kehadiran logam berat seperti merkuri dan logam-logam berat lainnya (seperti As, Cd, Pb), dan zat beracun lainnya seperti polychlorinated biphenyls (PCBs), dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan dan lingkungan selama penanganan dan operasi pemulihan.

Bahan berbahaya yang biasa ditemukan pada peralatan elektronik antara lain: - CFC-11: chlorofluorocarbon digunakan sebagai blowing agent untuk isolasi foam

berbahan polyurethane pada refrigerator buatan 1965-1993. - CFC-12: dikenal sebagai freon, adalah chlorofluorocarbon yang digunakan sebagai

refrigerant pada sistem pendingin pada barang buatan tahun sebelum 1993. - HFC-134a: hydro fluorocarbon adalah pendingin yang digunakan setelah 1993. - HCFC-141b: hydro chlorofluorocarbon menggantikan CFC-11. - Hydrocarbon blown agent pengganti CFC, HFC dan HCFC: sangat mudah terbakar. - PCBs: adalah bahan berbahaya yang telah dilarang digunakan, mungkin masih

digunakan pada kapasitor buatan sebelum tahun 1979. - Antimon: bisa digunakan pada CRT TV dan monitor PC, atau pada cone glass. - Barium oksida: terkandung dalam getter plate dari electron gun dalam CRT. Beberapa

barium oksida dari getter mengendap pada permukaan interior layar dan cone glass. Barium oksida berbentuki debu, dapat dilepaskan selama pembongkaran dan penanganan CRT TV dan monitor PC.

- Lead (Pb): terdapat dalam jumlah besa. - r pada CRT, dan dalam panel cirkuit board (PCB), dapat terlepas dalam bentuk asam

timbal, dapat bocor dari kaca bertimbal bila dibuang ke tanah. Pembakaran atau peleburan dapat mengakibatkan pelepasan ke udara, dan menjadi debu oksida. Timah pada papan sirkuit cetak juga akan terlepas dalam bentuk asam timbal jika papan dipanaskan dalam proses pengambilan/pemisahan komponen, atau dalam bentuk partikel halus jika papan dibakar atau dihancurkan.

- Lapisan fosfor dan seng sulfida: biasanya digunakan pada interior layar CRT TV dan monitor PC untuk mengkonversi energi kinetik dari sebuah berkas elektron terhadap cahaya. Kadmium dalam lapisan fosfor dari beberapa layar CRT tua bisa menyebabkan bahaya bila terhirup melalui udara, terutama bagi pekerja saat pemecahan kaca CRT.

Page 9: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

9

- Brominated flame retardant (BFR): digunakan pada bahan plastik untuk mencegah atau membatasi keterbakaran. Sementara klorin dalam PVC (isolator), akan bergabung kembali dengan karbon dan hidrogen dalam pembuangannya atau dalam proses pemulihan yang menggunakan panas, seperti pembakaran atau ekstrusi plastik, dan membentuk senyawa organik terhalogenasi yang berbahaya.

- Merkuri: logam berat yang termasuk sangat berbahaya. Dilepaskan dari flat panel display saat penggilingan. Penimbunan dan pembakaran panel layar datar tersebut dapat mengakibatkan pelepasan merkuri ke lingkungan.

- Kadmium: walau jumlahnya kecil dalam plastik, tetapi dapat teremisi dalam bentuk debu oksida kadmium jika plastik dibakar sebelum atau selama recovery logam. Kadmium dalam plated metal contact dan switch dapat teremisikan sebagai debu oksida kadmium atau asap selama pengolahan logam suhu tinggi. Insinerasi juga dapat melepaskan kadmium ke lingkungan.

- Lithium: terdapat pada batere, akan terlepas ke lingkungan jika batere dihancurkan dengan papan sirkuit yang terpasang. Ketika teremisi, barang ini akan bereaksi dengan oksigen dan uap lembab, menghasilkan panas dan berpotensi menyebabkan kebakaran.

3. PBDE SEBAGAI PELAMBAT NYALA PADA PERALATAN ELEKTRONIK-ELEKTRIK

Istilah brominated flame retardants mengacu pada berbagai bahan kimia brominated yang ditambahkan pada suatu material untuk menghambat nyala dan memperlambat laju pembakarannya. Contoh yang umum digunakan meliputi polybromodiphenyl Ethers (PBDE), heksa bromosiklododekan (HBCD) dan tetrabromobisfenol A (TBBPA), serta bahan polimer dan oligomerik brominasi.

PBDE merupakan kelompok brominasi hidrokarbon. Secara struktur senyawa ini mengandung gugus biphenyl sebagai pusat yang mengikat 10 atom brom. PBDE digunakan sebagai pelambat api pada berbagai produk seperti plastik, furnitur, kain pelapis, peralatan elektronik, gadget elektronik, tekstil, dan produk rumah tangga. Pada temperatur tinggi, PBDE dan PBB (Polybrominated biphenyl) melepaskan senyawa radikal brom yang menurunkan laju pembakaran dan dispersi api.

Terdapat 3 jenis PBDE komersil yang homolog diantaranya penta bromodifenil eter (penta-BDE), oktabromodifenil eter (octa-BDE), dan dekabromodifenil (deka-BDE). Deka-BDE adalah jenis PBDE yang paling banyak digunakan secara global. Produksi okta-BDE dan penta-BDE di Amerika Serikat dihentikan pada akhir tahun 2004 secara sukarela oleh produsen tunggal di U.S. Dua produsen dan importir utama deka-BDE di negara tersebut telah mengumumkan rencana untuk menghapuskan senyawa tersebut secara bertahap hingga akhir 2013. PBDE secara struktur menyerupai PCBs, senyawa yang larut dalam lemak dan bersifat hidrofobik.

PBDE mencemari lingkungan melalui emisi yang dihasilkan dari proses manufaktur, volatilisasi dari produk yang mengandung PBDE, daur ulang limbah, dan lindi yang dihasilkan oleh limbah yang dibuang di landfill. PBDE terdeteksi di udara, sedimen, permukaan air, ikan dan hewan laut lainnya. Turunan brominasi PBDE yang lebih rendah cenderung untuk ter-bioakumulasi lebih banyak daripada turunan brominasi yang lebih tinggi, dan lebih persisten di lingkungan. Turunan brominasi PBDE yang lebih tinggi

Page 10: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

10

cenderung untuk mengikat sedimen atau partikel tanah dibandingkan turunan brominasi yang lebih rendah. PBDE tidak mudah larut di air dan terikat kuat pada tanah atau partikel sedimen, yang menurunkan mobilitas mereka di tanah, sedimen, dan air tanah, namun mobilitas keduanya meningkat di udara, dimana keduanya terikat pada partikulat di udara. Meskipun PBDE dan PBB relatif stabil, keduanya rentan terhadap debrominasi katalitik ketika terpapar oleh sinar ultraviolet.

Potensi rute paparan PBB dan PBDE kepada manusia melalui pencernaan, pernapasan, atau kontak melalui kulit. Jejak PBDE telah terdeteksi pada sampel jaringan manusia, darah manusia dan air susu ibu. Berdasarkan US-EPA, bukti potensi karsinogen ditujukan untuk deca-BDE. Studi pada tikus menunjukan paparan PBDE berpengaruh terhadap perkembangan saraf, penurunan berat badan, toksik pada ginjal, tiroid, liver, dan kelainan pada kulit. Studi pada hewan dan manusia menunjukan bahwa beberapa jenis PBDE dapat mengganggu sistem endokrin dan cenderung tersimpan pada jaringan adipose. Sebuah studi mengindikasikan okta-BDE mungkin menjadi potensi teratogen (mengganggu perkembangan janin) (Darnerud and other 2001; He and others 2006).

4. PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI INDONESIA

Pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian kegiatan yang terkait satu sama lain, yang tidak dapat terpisahkan sehingga dapat terlaksana dengan baik. Dasar hukum yang terkait dengan pengelolaan limbah B3 di Indonesia adalah UU-32/2009 dan diatur lebih jauh melalui PP 101/2014.

Menurut peraturan di Indonesia yang tertuang dalam PP 101/2014, LEE dikelompokkan sebagai limbah B3, tercantum dalam Lampiran I - Tabel 1 (Sumber tidak spesifik), yaitu: a. Kode limbah A101d: bila mengandung polychlorinated biphenyl (PCBs), dengan kategori

bahaya 1. b. Kode limbah A102d: aki dan batere bekas, dengan kategori bahaya 1. c. Kode limbah A111d: refiregeran bekas, dengan kategori bahaya 1. d. Kode limbah A107d: limbah elektronik termasuk CRT, lampu TL, panel PCB, karet kawat

(wire rubber), dengan kategori bahaya 2.

LEE juga tercantum dalam Lampiran I Tabel 3 sebagai Limbah B3 dari Sumber Spesifik Umum, dengan rincian sebagai berikut:

Kode industri 26: - Kode limbah B326-1: baterai sel kering bekas, barang yang tidak memenuhi

spesifikasi dan kadaluwarsa; - Kategori bahaya 2. Kode industri 27: - Kode limbah:B327-1: baterai bekas, baterai yang tidak memenuhi spesifikasi

teknis, dan baterai kedaluwarsa; - Kategori bahaya 2. Kode industri 28: - Kode limbah:A328-1 Mercury contactor/switch, kategori bahaya 1; - Kode limbah A328-2: lampu fluoresen (Hg), kategori bahaya 1; - Kode limbah A328-4: CRT, kategori bahaya 2;

Page 11: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

11

- Kode limbah B328-2: coated glass, kategori bahaya 2; - Kode limbah B322-3: residu solder dan fluxnya, kategori bahaya 2; - Kode limbah B328-4: PCB, kategori bahaya 2; - Kode limbah B328-5: limbah kabel logam dan insulasinya, kategori bahaya 2. Kode industri 29: - Kode limbah A329-1: mercury contactor/switch, kategori bahaya 1; - Kode limbah A329-2: lampu fluoresen (Hg), kategori bahaya 1; - Kode limbah A329-4: CRT, kategori bahaya 2; - Kode limbah B329-1: coated glass, kategori bahaya 2; - Kode limbah B329-2: residu solder dan fluxnya, kategori bahaya 2; - Kode limbah B329-3: PCB, kategori bahaya 2; - Kode limbah B329-4: limbah kabel logam & insulasinya, kategori bahaya 2. Kode industri 55: - Kode limbah B355-2: batere bekas, kode limbah 2.

5. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN LEE DI INDONESIA

Hingga saat ini penanganan LEE di Indonesia masih didominasi oleh sektor informal (Gambar 1). Sumber penghasil LEE yang utama adalah berasal dari kantor, institusi, pabrik dan berasal dari rumah tangga. Jenis LEE yang diambil cukup beragam, mulai dari televisi, radio, komputer, HP, televisi. LEE yang paling banyak dicari adalah LEE yang berasal dari komputer, HP dan televisi, terutama bagian PCB (papan sirkuit utama) atau panel. Bagian ini memiliki nilai yang cukup tinggi karena mengandung logam berharga seperti emas, perak dan logam precious.

Gambar 1 Sebuah lokasi pengumpulan LEE

Kegiatan penanganan LEE yang umum dilakukan oleh sektor informal di Indonesia antara lain kegiatan pengumpulan LEE dan pengolahan LEE berupa recovery kuningan dan alumunium. Kegiatan pengumpulan dan pengolahan LEE yang berhasil diidentifikasi umumnya berlokasi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya.

Berikut Gambar 2 adalah gambaran interaksi antara sumber LEE, pengumpul dan pengolah.

Pola pengumpulan LEE dilakukan dengan 2 (dua) macam cara: - pengumpul mendatangi langsung sumber LEE (mencari sendiri ke sumber atau membeli

ke pengumpul lainnya), - pengumpul didatangi oleh pihak-pihak yang memberi atau menjual LEE.

Page 12: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

12

Perlakuan terhadap LEE yang terkumpul oleh pengumpul selanjutnya adalah: - dijual ke tingkat pengumpul yang lebih tinggi/besar atau di ekspor, - dijual ke pengolah.

Gambar 2 Interaksi perjalanan LEE

Pengumpul LEE umumnya mengumpulkan dan menjual kembali LEE tersebut, hanya sebagian kecil yang langsung melakukan pengolahan terhadap LEE. Pengumpul LEE umumnya menyatakan bahwa menjual komponen-komponen komputer lebih laku dan lebih menguntungkan dari komponen-komponen elektronik lainnya. Umunya lokasi pengumpul LEE berada dalam komunitas masyarakat umum dan tidak memiliki tempat khusus.

Pengolahan LEE yang dilakukan oleh sebagian besar pengolah adalah recovey untuk daur ulang logam. Sektor formal yang bergerak di bidang ini tidak banyak, karena umumnya kalah bersaing dalam mendapatkan barang berharga yang berada pada PEE. Di beberapa tempat di Indonesia seperti di daerah Bandung, dijumpai sektor informal yang beraktivitas merecovery logam berharga; yang dapat diambil dari LEE antara lain emas, perak, tembaga.

Kecendrungan yang terjadi adalah banyak pengolah LEE beralih dari pengolahan menjadi pengumpul LEE. Alasan yang dikemukakan adalah makin berkurangnya pasokan bahan baku akibat dari semakin berkurangnya jumlah komponen yang bisa dibeli atau didapatkan. Hal ini karena para pengumpul tidak lagi menyisakan bagian komponen yang biasa dilebur seperti prosesor untuk diambil emas-nya.

Rantai perjalanan LEE di Indonesia lebih bervariasi lagi dibandingkan arus PEE baru. Disamping melibatkan sektor formal, juga peran sektor informal sangatlah besar, yaitu: - pedagang PEE baru dan bekas: umumnya sektor formal, - pedagang PEE bekas: sektor formal dan informal, - toko dan tukang servis PEE (formal dan informal), - pegadaian dan pelelangan - pedagang PEE bekas.

Pengumpul

sedang

Pengumpul Kecil

Pengumpul besar / sangat

besar

Sumber E-Waste

Jalur ekspor

Pengolah

Daur-ulang

Page 13: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

13

Secara umum aliran LEE di Indonesia membaginya menjadi 3 (tiga) aliran utama yang saling berhubungan (Damanhuri et al., 2006), yaitu: a. Aliran PEE baru; b. Aliran PEE bekas; c. Aliran LEE.

Peralatan elektronik-elektrikal yang tidak digunakan lagi sebagian akan meneruskan perjalananannya melalui hubungan relasi, yaitu diberikan kepada seseorang, baik kepada keluarga maupun kepada seseorang yang dianggap membutuhkan. Arus perjalanan tersebut akan terus berlanjut dan berantai, dari mereka yang lebih mampu menuju kepada mereka yang relatif kurang mampu, dan kemungkinan besar dari daerah yang lebih mampu (seperti daerah kota) menuju daerah yang masyarakatnya relatif kurang mampu (daerah pedesaan), dan sejenisnya.

Dari berbagai cara yang dilakukan untuk meningkatkan masa pakai PEE, pada akhirnya akan ada saat dimana PEE sudah tidak dapat digunakan atau dimanfaatkan lagi. Kondisi ini menyebabkan PEE dan komponennya tidak dapat berfungsi lagi sebagai barang elektronik. Sisa dari PEE ini menjadi LEE yang masih memiliki nilai ekonomi walaupun tidak setinggi nilai ekonomi PEE bekas.

Peran refurbishment/repair sangat penting untuk memperlama end-of-life sebuah barang elektronik, yang umumnya dilakukan dengan penggantian komponen-komponen elektronik yang rusak dengan yang baru, dan sebagian lagi dilakukan dengan sistem kanibal, yaitu menggunakan komponen elektronika dari barang yang sudah tidak berfungsi. Cara inilah yang menyebabkan sangat sulit untuk memperoleh LEE pada rantai sampah kota, karena akan selalu direcovery dengan cepat oleh mereka yang bergerak dalam sektor informal (Damanhuri et al., 2006). Di negara-negara berkembang biasanya LEE akan mengalami proses recycle (daur ulang) secara informal.

Pada kasus komputer PC, meskipun sudah habis masanya, masih banyak komponen komputer yang masih laku untuk dijual kembali, bukan dibuang atau didaur ulang, yang umumnya dilakukan secara informal, terutama komputer pribadi. Hal ini membuat cukup sulit untuk memperkirakan masa pakai dari sebuah komputer.

Dari hasil investigasi terhadap pilot proyek nasional dan daur ulang informal LEE di Cina, hal terpenting adalah bagaimana proses mengumpulkan sebelum didaur ulang, sistem pengumpulan yang efisien akan berpengaruh pada aktivitas dan biaya daur ulang. Umumnya proses yang dilakukan oleh sektor informal lebih efisien dari pada sistem yang dilakukan pada pilot proyek nasional.

Rantai perjalanan terakhir dari sebuah barang adalah sebagai limbah. Seperti halnya komponen sampah kota yang lain di Indonesia, maka peran sektor informal, termasuk pemulung, adalah sangatlah besar dalam menempatkan LEE sebagai bagian barang yang masih mempunyai nilai jual tinggi. Posisi LEE dapat dikatakan lebih tinggi dibanding plastik dan kertas bekas. Posisinya sejajar dengan sampah besi/logam, yang mempunyai nilai jual tinggi. Akan jarang dijumpai di final disposal adanya paku bekas, kabel listrik apalagi barang atau komponen elektronik dan sejenisnya, kecuali beberapa komponen seperti batere

Page 14: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

14

bekas, yang lolos dari perhatian pemulung di final diposal (TPA) sampah kota, sebagian besar waste tersebut di-recovery sebelum sampai di TPA (Damanhuri et al., 2006).

6. PENGELOLAAN LEE MENURUT UNEP (UNEP, 2007)

Intervensi teknologi atau teknik adalah sesuatu yang sangat penting dalam rangkaian pengelolaan LEE untuk memaksimalkan recovery komponen bermanfaat dan sekaligus meminimalkan resiko. Intervensi tersebut sangat diperlukan baik selama pengumpulan, pengangkutan dan pengolahannya.

Menurut UNEP, model aliran barang elektronik dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu: a. Fase I: produksi dan penjualan peralatan elektronik (termasuk import-eksport), dan

input peralatan untuk daur-guna dari hasil reparasi. Stakeholder yang terlibat adalah manufaktur, importir, eksportir, dan retailer (baru atau barang bekas).

b. Fase II: penggunaan (konsumsi) peralatan elektronik di rumah, kantor, atau kegiatan lain seperti di industri. Stakeholder yang terlibat adalah konsumen seperti rumah tangga, komersial.

c. Fase III: pengumpulan end-of-life peralatan tersebut, termasuk transfer untuk pengolahan, disposal, dan import/eksport. Stakeholder yang terlibat adalah konsumen, importir, eksportir, pengumpul, pedagang limbah, dismantler, operator pengolah limbah.

d. Fase IV: pengolah dan pemrosesan akhir (disposal) LEE.

Fase III dan IV dari model aliran LEE tersebut di atas merupakan komponen sistem pengelolaan LEE, yaitu: - sistem pengumpulan, pemilahan dan pengangkutan, - sistem pengolahan, dan - sistem penyingkiran atau pemrosesan akhir.

Sistem pengumpul LEE dapat melibatkan Produser, Retailer take-back, sistem pengumpul sampah kota, dan sistem daur-ulang/dismantler. Karena peralatan elektronik mengandung bahan berbahaya, maka pengumpulan, pemilahan, penyimpanan, dan pengangkutannya harus di bawah pengawasan. Sistem pengumpulan dan pengangkutan yang efisien menjamin penggunaan kembali, daur-ulang dan penanganan LEE yang memadai, termasuk mencegah rusak atau pecahnya komponen yang mengandung bahan berbahaya. Faktor utama yang menentukan efisiensi sistem pengumpulan adalah: - fasilitas pengumpulan yang mudah terjangkau dan efisien, - sesedikit mungkin pergerakan barang, - seminimal mungkin penanganan secara manual, - memisahkan bahan berbahaya sebagai langkah awal, - memilah dan memisahkan komponen yang bisa terpakai, - informasi yang cukup dan konsisten pada pengguna.

Di Uni Eropa, LEE umumnya dipilah atau dipisahkan menjadi 5 (lima) kelompok, yang didasarkan atas perbedaan dan komposisi bahan yang akan diolah, yaitu: a. Peralatan refrigerator: karena penggunaan ozone depleting substances (ODS),

komponen ini harus dipisahkan terlebih dahulu dari LEE yang lain.

Page 15: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

15

b. Peralatan rumah tangga yang besar lainnya: biasanya peralatan ini dipotong bersama bahan besi lainnya; barang ini perlu dipisahkan dari LEE lainnya.

c. Peralatan mengandung CRT: komponen ini harus dalam kondisi utuh karena alasan kesehatan dan keselamatan, sehingga TV dan monitor komputer harus dikumpulkan terpisah dari LEE lainnya, dan ditangani secara hati-hati.

d. Lampu (linier dan tabung fluorescent): membutuhkan penyimpanan pada kontainer khusus karena mengandung merkuri, mencegah agar tidak mengontaminasi limbah lain yang akan didaur-ulang.

e. Peralatan elektronik-elektrikal lainnya: dapat dikumpulkan pada kontainer yang sama.

Dampak utama akibat penanganan LEE yang tidak terkontrol adalah terbuangnya komponen LEE yang berbahaya, baik melalui insinerasi atau landfilling, atau cara lain yang dapat mengontaminasi lingkungan seperti banyak dilakukan di negara berkembang. Pendekatan utama dalam pengelolaan LEE adalah mengurangi konsentrasi bahan atau komponen berbahaya ini melalui dismantling, recycling dan recovery komponen yang mempunyai nilai ekonomi, lalu residunya ditangani melalui insinerasi atau landfilling.

Langkah penanganLEE yang dapat dilakukan adalah: a. Pengambilan (penyingkiran) bagian komponen/bahan berbahaya seperti CFC, Hg switch,

PCB; b. Pengambilan bagian yang berharga seperti kabel tembaga, baja, besi, logam berharga

lainnya; c. Pemisahan bagian berbahaya dan/atau yang masih bernilai ekonomi, seperti logam besi,

logam non-besi dan plastik, yang biasanya dilakukan setelah shredding, diikuti dengan pemisahan secara mekanis dan magnetis. Kemudian logam besi-baja dilebur pada electrical arc-furnace, dan logam non besi dilebur pada pabrik peleburan.

d. Penanganan bahan dan limbah berbahaya: CFC diolah secara termal, PCBs di-insinerasi atau disimpan dalam penyimpanan bawah tanah, Hg bisa didaur-ulang atau diurug pada landfill, residu dan bagian halus lainnya dibakar melalui insinerasi atau diurug pada landfill.

Menurut UNEP (2007), teknologi daur-ulang LEE yang ramah lingkungan meliputi 3 (tiga) level penanganan, yaitu: Level-1:

- membersihkan, menghilangkan seluruh cairan dan gas, - membongkar (dismantling) secara manual, - memilah dan memisahkan komponen yang bisa dicopot.

Level-2: - memalu (hammering) dan memotong (shredding): bertujuan untuk mereduksi

ukuran, - perlakuan khusus, seperti menangani CRT, yang terdiri dari funnels dan panel kaca

layer, memisahkan secara elektromagnetik, memisahkan dengan arus Eddy, memisahkan berdasarkan densitasnya dengan menggunakan air.

Level-3: Di negara maju, teknik penanganan produk hasil kegiatan dari level 2 ini diproses lebih lanjut pada level 3 yang umumnya dalam bentuk:

Page 16: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

16

- plastik terpilah sesuai jenis: didaur-ulang sebagai biji plastik, - plastik tercampur: energy recovery seperti umpan untuk insinerasi, bahan RDF atau

umpan gasifikasi, - CRT: daur-ulang dalam bentuk glass-cullet, - merkuri: pengolahan khusus, misalnya distilasi dan recovery, - timah: dilebur, - logam besi: dilebur, - logam non-besi seperti tembaga dan alumunium: dilebur, - logam berharga seperti Au, Ag: perlu pemisahan yang membutuhkan teknologi

khusus, kemudian dilanjutkan dengan peleburan, - batere, khususnya asam, timah, Ni, dan sejenisnya: peleburan dan recovery, - CFC: recovery dan insinerasi, - minyak/oli: recovery energy sebagai umpan insinerasi, - kapasitor dan sejenisnya: recovery energi pada insinerasi.

Biasanya Level-1 dan Level-2 berada dalam satu lokasi, lalu Level-3 berada di lokasi lain karena pengerjaannya bersifat spesifik per bahan yang akan di-recovery (diambil), seperti recovery logam mulia (precious metals). Keluaran dari kegiatan Level-1 akan menjadi input kegiatan Level-2, demikian seterusnya. Efisiensi operasi pada Level 1 dan 2 sangat menentukan seberapa besar bahan akan berhasil di-recovery.

Bahan yang direcovery dari kegiatan daur-ulang LEE biasanya dibagi menjadi 7 (tujuh) jenis, yaitu: - bahan atau komponen yang tingkat bahaya tinggi: seperti Hg-switch, - komponen-komponen elektronik: dikelompokkan sebagai B3, - kabel dan pembungkusnya plastik: dikelompokkan sebagai B3, - kaca: misal dari layar, bisa berkategori B3, - logam besi-baja: wadah, casing, rangka biasanya tidak termasuk B3, - logam non-besi: bukan B3 seperti aluminium, - plastik: casing, pembungkus kabel, dan papan sirkuit. Pembungkus kabel menurut

peraturan di Indonesia adalah B3, dan kemungkinan dilapis oleh PBDE, khususnya produk yang diproduksi sebelum tahun 2000,

7. EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) DALAM PENGELOLAAN LEE

7.1 EPR di negara maju

Limbah elektronik-elektrik (LEE)yang juga dikenal dengan istilah e-waste, saat ini menjadi perhatian banyak kalangan. Laju perkembangan dari beragam jenis barang elektronik terus meningkat dalam beberapa tahun ke belakang. Beberapa negara berkembang menjadi tujuan impor barang elektronik bekas baik secara legal maupun ilegal. Kondisi ini akan mengakibatkan penumpukan LEE di masa depan. Umumnya LEE ditangani oleh sektor daur ulang informal. Metode yang digunakan oleh sektor informal dalam menangani LEE masih sangat tidak terkontrol, misalnya pembakaran kabel yang terbuat dari PVC dan penanganan LEE seringkali menggunakan larutan asam untuk memperoleh kembali emas dan material logam lain yang masih bernilai. Penanganan seperti ini tidak hanya memiliki dampak negatif

Page 17: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

17

terhadap lingkungan, tetapi juga berbahaya bagi kesehatan pelaku daur ulang. Limbah elektronik yang tidak tertangkap oleh sektor informal akan bercampur dengan sampah perkotaan lainnya yang dibuang ke landfill. Secara umujm dapat disimpulkan bahwa belum ada sistem pengelolaan LEE yang berwawasan lingkungan di banyak negara berkembang.

Demikian hanklnya di negara maju, misalnya yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), mereka sebetulnya menghadapi masalah yang sama pada awal-awal maraknya penggunaan peralatan elektronika dan elektrikal (PEE). Mereka akhirya memperkenalkan pendekatan Extended Producer Responsibility (EPR) sebagai strategi utama untuk mengurai permasalahan terkait LEE, yang diikuti oleh negara-begara berkembang seperti China, India, Thailand dan Filipina. Uraian singkat di bawah ini menjelaskan secara garis besar konsep tersebut. Hingga saat ini EPR telah diimplementasikan pada negara-negara OECD, dan memiliki fokus utama pada tahapan akhir daur hidup (saat produk tersebut menjadi limbah). Tanggung jawab pada tahapan ini dirasa paling lemah diantara tahapan lain pada rantai produksi.

7.2 Tujuan dan manfaat Extended Producer Responsibility (EPR)

Istilah Extended Producer Responsibility diperkenalkan pertama kali dalam sebuah laporan yang ditujukan kepada Kementerian Lingkungan Hidup Swedia dengan judul ‘Models for Extended Producer Responsibility’ (Manomaivibool et al., 2007). Definisi EPR diperkenalkan sebagai:

Prinsip kebijakan yang mendorong sistem penciptaan suatu produk dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dari sisi daur hidup produk tersebut dengan cara memperluas tanggung jawab produsen terhadap keseluruhan daur hidup komponen-komponen penyusun produk tersebut, terutama terkait pengambilan kembali (take back), daur ulang dan pembuangan akhir produk.

EPR menggunakan insentif finansial untuk mendorong Produsen merancang produknya agar berwawasan lingkungan dan sekaligus betanggung-jawab terhadap produk tersebut sampai akhir akhir-pelayanannya (end-of-life). Beban pengelolaan limbah dari produk yang beredar menjadi bukan tanggung jawab pemerintah, tetapi tanggung jawab produser, importir, retailer melalui internalisasi biaya produksi. Bentuk EPR dapat berupa program penggunaan kembali (reuse), membeli kembali (buy-back), atau program recycling. Produsen dapat menggunakan bentuk tanggung jawab melalui sebuah organisasi yang dikelola fihak ketiga, dikenal sebagai Producer Responsibility Organization (PRO) seperti yang dilakukan di Taiwan.

Beberapa negara menerapkan konsep mekanisme mengambil kembali (take-back) terhadap produk yang menjadi target EPR, melalui program pengumpulan, terutama karena alasan: - belum tersedia sarana pengumpul, misalnya untuk produk yang mengandung B3, - biaya pengumpulan yang tinggi yang sulit ditangani oleh Pemerintah Daerah. Tujuan utama EPR yaitu: a. Penanganan bahan berbahaya dan recovery untuk daur-ulang: penanganan dan

pemanfaatan produk dan material melalui pengumpulan yang efektif, pengolahan,

Page 18: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

18

penggunaan kembali atau daur ulang menggunakan metode yang berwawasan lingkungan.

b. Perbaikan desain produk (design for environment = DfE): hanya dapat diimplementasikan untuk produk baru yang belum beredar di pasaran, artinya masih bisa didesain ulang.

Mengacu pada dua tujuan EPR di atas, perbaikan desain dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu: - perbaikan desain produk: misalnya pemilihan material yang memiliki dampak

lingkungan terkecil, substitusi komponen dengan komponen lain yang dampak lingkungannya lebih kecil, mengurangi ukuran dan berat produk, menurunkan pemakaian energi selama proses produksi, dan meningkatkan masa hidup produk melalui upgrading,

- perbaikan sistem desain: misalnya dengan pengembangan teknologi daur ulang, strategi pemasaran, dan penyewaan produk.

Program EPR yang efektif seharusnya mampu menyediakan insentif untuk produsen/manufaktur yang mengadopsi konsep desain untuk lingkungan (DfE), yaitu pengembangan produk dengan memasukkan kriteria lingkungan yang ditujukan untuk mengurangi dampak lingkungan pada seluruh fase daur hidup suatu produk.

Setidaknya terdapat dua faktor yang mempengaruhi kekuatan peran insentif desain, yaitu: - Produsen/manufaktur akan lebih tertarik untuk berinvestasi pada DfE, jika mereka

dapat bersaing secara sehat dan dapat menyingkirkan kompetitor atau produsen lain dari keuntungan yang dapat diraih setelah berinvestasi. Semakin dekat program EPR dengan Individual Producer Responsibility (produsen individu memikul tanggung jawab untuk produknya sendiri), maka program EPR akan semakin efektif,

- berkaitan dengan proses diskonto masa depan, yaitu semakin cepat keuntungan diperoleh, peran insentif untuk DfE akan semakin kuat. Untuk pasar yang dinamis seperti penjualan barang elektronik, masa hidup suatu produk bisa jadi lebih lama dibandingkan masa hidup manufakturnya sendiri. Selain itu, Produsen merupakan pelaku ekonomi, insentif keuangan memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan jenis insentif lainnya.

Selanjutnya, tujuan EPR yang pertama tersebut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu: a. Pengumpulan, pengolahan, pemakaian kembali dan daur ulang, tujuannya agar

program EPR harus mampu memisahkan produk yang dibuang dan memasukannya kembali ke dalam sistem.

b. Pengumpulan LEE harus dilakukan dengan metode yang ramah lingkungan. c. Material dan nilai kalor harus dapat diekstraksi melalui pemakaian kembali, daur ulang

material atau perolehan kembali energi]. Kegiatan ini dapat diterapkan baik untuk produk baru maupun produk lama yang sudah beredar di pasaran sebelum program EPR diperkenalkan.

Program EPR dengan menempatkan tanggung jawab pada produsen, menawarkan beberapa keuntungan:

Page 19: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

19

- menempatkan tanggung jawab yang jelas pada satu pelaku, sehingga akan menghindari situasi ‘bukan tanggung jawab siapapun’.

- merupakan penerapan mekanisme pembiayaan di awal (front end financial mechanism), sehingga menjadi sumber pembiayaan bagi penangan post consumer. Jika menggunaan mekanisme pembiayaan di akhir (rear end mechanism), akan dibutuhkan mekanisme tambahan untuk penyediaan biaya penanganan bagi produk “orphan”, yaitu produk dimana produsennya ‘menghilang’ dari pasar sebelum produknya mencapai akhir-masa- hidup.

- jika produsen sudah menyadari bahwa mereka diharuskan bertanggung jawab dalam pengelolaan produk sampai saat produk mencapai akhir masa hidup, maka sejak tahap desain, produsen termotivasi untuk mempertimbangkan akhir-masa-hidup produk, sehingga aspek lingkungan akan dimasukkan ke dalam salah satu kriteria desain.

- tanggung jawab yang dimiliki akan mendorong produsen untuk melibatkan diri dalam pengelolaan produknya di akhir-masa-hidup, yang dapat memberikan kesempatan bagi produsen untuk mendapatkan wawasan terkait desain produk yang lebih baik.

7.3 Instrumen kebijakan EPR

EPR merupakan suatu alat atau instrumen yang dapat membantu pembuat kebijakan untuk membuat pilihan atas kombinasi kebijakan guna mencapai tujuan. Instrumen ini tidak selalu berhubungan lansung dengan EPR, tetapi dapat digunakan dalam program non-EPR. Penggunaan dan potensi dari instrumen ini ditafsirkan ulang dalam konteks EPR, misalnya bagaimana instrumen kebijakan ini beserta kombinasinya berkontribusi terhadap pencapaian dua tujuan utama EPR.

Konsep EPR diimplementasikan melalui instrumen kebijakan administrasi, ekonomi, dan informasi, yang merefleksikan tiga pondasi utama, yaitu: a. pendekatan pencegahan pencemaran (pollution prevention approach), b. pemikiran daur hidup (life cycle thinking), dan c. prinsip pencemar membayar (polluter pays principal).

Konsep tersebut memiliki makna bahwa tanggung jawab produsen (fisik dan/atau finansial) terhadap produk yang dihasilkan diperluas hingga ke tahap post-consumer dalam daur hidup suatu produk. Artinya tanggung jawab produsen tidak terbatas samnpai akhir daur hidup suatu barang (end of life).

Instrumen kebijakan EPR diuraikan lebih lanjut di bawah ini.

Instrumen administratif

o sistem pengumpulan o take back dari barang yang dibuang o pembatasan suatu bahan di dalam produk (substance restrictions) o pencapaian pengumpulan o target pemakaian kembali dan daur ulang o arahan untuk pemanfaatan (utilisation mandates) o standar pengolahan yang berwawasan lingkungan o pembatasan pengolahan dan pembuangan o standar kandungan minimum material yang dapat didaur ulang o standar produk

Page 20: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

20

Instrumen ekonomi

o pajak material/produk o subsidi pengembangan produk yang berwawasan lingkungan (DfE) o sistem biaya pengolahan dan pemrosesan akhir o sistem pengembalian simpanan (deposit)

Instrumen informatif

o pelaporan kepada instansi yang berwenang o pelabelan (labelling) produk dan komponennya o konsultasi dengan pemerintah mengenai jaringan pengumpulan o penyediaan informasi kepada konsumen mengenai tanggung jawab

produsen o penyediaan informasi mengenai struktur dan substansi yang digunakan di

dalam produk kepada sektor daur ulang

7.4 Jenis-jenis tanggung jawab

Perpanjangan tanggung jawab produsen bervariasi antara program EPR yang satu dengan yang lain. Perbedaan ini umumnya didasari oleh tipe tanggung jawab dan kegiatan yang dilaksanakan. Gambar 3 berikut menunjukkan tipologi tanggung jawab yang diperkenalkan oleh Lindhqvist pada tahun 1992 (Manomaivibool et al., 2007)

Gambar 3 Tipologi tanggung jawab dalam EPR (Manomaivibool et al., 2007)

Definisi dari keempat jenis tanggung jawab adalah: a. Liability: tanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang terbukti disebabkan oleh

suatu produk. Tingkatan liability ini ditentukan oleh peraturan dan dapat mencakup bagian yang berbeda dari daur hidup suatu produk, termasuk daur-ulang, penggunaan kembali dan pemerosesan akhir.

b. Tanggung jawab keuangan atau ekonomi (financial responsibility): Produsen bertanggung jawab atas seluruh biaya terkait pengumpulan, daur ulang, pemrosesan akhir dari produk yang dihasilkan. Biaya ini dibayarkan langsung oleh Produsen.

c. Tanggung jawab fisik (physical responsibility): digunakan untuk melakukan karakterisasi sistem dimana Produsen terlibat di dalam pengelolaan produk atau efek dari produk.

d. Tanggung jawab informatif (informative responsibility): Produsen menyediakan informasi terkait dampak lingkungan dari produk yang dihasilkan, misalnya berguna bagi pelaku daur ulang yang akan melakukan kegatan ini.

Beberapa butir penting yang menjadi dasar dalam mekanisme tanggung jawab diuraikan di bawa ini secara umum, yaitu terkait dengan pembatasan produk yang diatur, target

Page 21: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

21

pemakaian kembali dan daur-ulang, standar pengolahan, pembatasan pengolahan dan pemrosesan akhir, dan pelabelan.

Pembatasan produk yang diatur: - pembatasan produk dalam konteks EPR merupakan instrumen administratif, - instrumen ini akan memaksa produsen untuk mengurangi penggunaan bahan

berbahaya dan beracun dalam produk yang didesain, - dari perspektif sektor hilir atau pelaku daur ulang, instrumen ini memastikan

kandungan bahan berbahaya pada suatu produk sudah minimal, sehingga proses pengolahan dan daur ulang pun lebih aman,

- contoh yang menonjol dari penerapan instrumen ini adalah European RoHS Directive melarang penggunaan enam bahan berbahaya dan beracun yaitu timbal, merkuri, kadmium, kromium heksavalen, polybrominated biphenyls (PCBs), polybrominated diphenyl ethers (PBDE) dan CFC untuk alat-alat pendingin.

Target pemakaian kembali dan daur ulang: - jenis instrumen administratif yang menentukan level minimum pemakaian kembali

atau daur ulang dari LEE yang telah dikumpulkan, - metode daur ulang yang sedang berkembang menargetkan daur ulang dengan basis

material yang dipakai, bukan lagi target daur ulang produk. Keuntungan dari penerapan target ini adalah optimasi pengolahan yang telah berjalan dengan menargetkan material dengan kandungan berbahaya yang cukup tinggi atau yang bernilai ekonomi tinggi.

Standar pengolahan yang berwawasan lingkungan: - contohnya adalah standar emisi atau standar produk dan spesifikasi, - standar spesifikasi diklasifikasikan menjadi dua kelompok:

o kelompok 1: standar yang merekomendasikan pengolahan khusus untuk komponen dan material tertentu, dan

o kelompok 2: persyaratan teknis fasilitas penyimpanan dan pengolahan. - terlepas dari jenis standar keefektifan, instrumen ini sangat dipengaruhi oleh

kemampuan instansi yang berwenang untuk memantau dan menegakkannya. Satu cara yang mudah untuk pemantauan dan penegakan instrumen ini adalah dengan mendorong industri pengolahan agar memiliki sistem pengelolaan lingkungan.

Pembatasan pengolahan dan pembuangan (pemrosesan) akhir: - merupakan bagian dari standar pengolahan, misalnya pelarangan praktek pembakaran

bahan yang mengandung PVC, pembatasan pembuangan barang-barang yang mengandung limbah B3 ke landfill, dan lain-lain,

- alasan utama pembatasan ini adalah untuk mengontrol (kalau bukan melarang) kegiatan apapun yang dianggap memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan,

- pembatasan ini juga mendorong produsen barang elektronik dan produsen material untuk mengembangkan alternatif dan metode pengolahan dan pembuangan yang lebih aman untuk produk yang didesain dan material yang dgunakan dalam produk,

Page 22: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

22

- dalam era globalisasi, pembatasan dan standar yang berlaku secara nasional ini sangat berarti, dimana suatu kerangka untuk mengendalikan perpindahan lintas batas negara dari LEE akan menjadi penting,

- sebuah platform global seperti Konvensi Basel memiliki kontribusi untuk program EPR nasional dalam dua cara utama: o standar ini berperan sebagai penghalang untuk mencegah produsen memilih solusi

yang ‘murah dan mudah tapi tidak diinginkan’ dengan tujuan untuk meringankan tanggung jawab mereka atas LEE yang terkumpul,

o dari sisi negara penerima LEE, standar ini melindungi program dari pesatnya arus masuk LEE dari negara lain dan penyalahgunaan sumber daya alam, hal ini sangat penting untuk negara seperti Indonesia yang rentan terhadap impor LEE secara illegal, atau yang masuk ke Indonesia dengan manifest sebagai bahan baku, yang sebetulnya kompnennya adalah limbah.

Pelabelan (labelling): Pelabelan barang elektronik memiliki berbagai fungsi, yaitu: - pertama: menandakan waktu barang dipasarkan; program EPR yang efektif perlu

mekanisme untuk dapat membedakan antara produk baru dan lama, - kedua: label dapat digunakan untuk menginformasikan kepada konsumen mengenai

pentingnya pengumpulan LEE secara terpisah, - ketiga: Produsen yang bertanggung jawab terhadap produk baru akan teridentifikasi. instrumen informatif ini juga dapat menstimulasi perbaikan desain dan pemanfaatan produk dan material. Sebagai contoh, pemerintah Jepang mewajibkan produsen untuk memberi label kandungan bahan yang dilarang dalam EU-RoHS pada kemasan produk jika konsentrasinya melebihi dari yang diizinkan. Dengan adanya ketentuan ini, produsen menjadi khawatir akan citra produsen di depan konsumen dan menyadari pentingnya produk yang ramah lingkungan bagi konsumen, sehingga kondisi ini mendorong produsen untuk melakukan perbaikan desain.

7.5 Beberapa isu EPR

Isu utama yang perlu diperhatikan dalam program EPR untuk LEE adalah: 1. Free rider: pemain dalam system EPR yang ‘tidak membayar’ terhadap keuntungan

yang mereka dapatkan. 2. Orphan product: produk yang masuk dalam subyek EPR, tetapi produser barang

tersebut sudah tidak ada lagi, mungkin karena bangkrut atau alasan lain 3. Produk Eksisting dan/atau pre-existing: produk yang telah beredar di pasar saat

kebijakan EPR diterapkan. Kemampuan menangani isu tersebut secara efisien menjadi pertimbangan penting dalam program EPR.

Kelompok Free rider: - kelompok ini dapat berupa konsumen, produser, importir, retailer, pengumpul, dan

recycler, - mereka dapat memanfaatkan sistem EPR tanpa berkontribusi dalam ‘biaya’ dalam

program ini,

Page 23: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

23

- bisa terjadi sebuah ‘trade-off’ dalam mengurangi kelompok ini, tetapi untuk menghilangkan sampai tiada ada sama sekali bisa tidak menguntungkan dari segi biaya,

- Persoalan free-rider tergantung dari sistem EPR yang digunakan o sebagai instrument kebijakan, atau o campuran beberapa instrument,

- sistem take-back pada produk dengan banyak produser/importir akan lebih sulit ditangani dibadingkan produk yang lebih terkonsentrasi di pasar, sebab harus berhubungan dengan sejumlah besar fihak (Produsen pengemas, pemilik merk, retailer, dsb.) dalam rantai produksi yang panjang,

- produk barang elektronik yang dihasilkan dari Produsen terbatas, biasanya melibatkan jumlah produser yang lebih kecil, sehingga isu free-rider ini akan lebih sederhana.untuk diselesaikan,

- Produser/importir bisa tergolong sebagai ‘free-ride’ dengan membayar lebih sedikit fee EPR, dan menjual produknya dengan biaya lebih tinggi,

- kasus umum, pengumpul dapat mencampur produknya, sehingga mereka bisa membayar lebih sedikit produk yang menjadi kewajibannya,

- Recycler dapat secara illegal membuang produk yang ditanganinya, yang sebetulnya telah dibayar untuk di-daur-ulang,

- untuk program yang bersifat mandatori, peran penegakan aturan main akan sangat membantu mengurangi free-riding.

Produk orphan: - terjadi bila Produser-nya tidak ada lagi dengan berbagai alasan. Dalam kasus Indonesia,

dimana banyak produk elektronik yang komponen penyusunnya sudah tidak original lagi, Retailer dapat diposisikan sebagai penanggung jawab utama dalam pendekatan EPR,

- kerumitan alokasi tanggung jawab untuk produk orphane akan tergantung ‘ketegasan’ Pemerintah untuk menentukan keputusan politik ‘siapa yang akan membiayai’ dan ‘siapa yang bertanggung-jawab’.

Produk eksisting: - produk yang dihasilkan sebelum EPR diberlakukan. Barang elektronik dengan casing

mengandung PDBE masuk dalam kasus ini, - biaya yang dibutuhkan dalam management end-of-life kemungkinan besar akan lebih

tinggi,

Pendekatan EPR yang diterapkan akan tergantung dari sasaran program: - bila skema EPR bertujuan mendorong peningkatan desain masa depan (DfE) sesuai

kebutuhan pasar, maka EPR diterapkan hanya pada produk yang dihasilkan setelah EPR diberlakukan, tidak perlu diterapkan pada produk yang telah beredar di pasar,

- bila obyektfnya terkait dengan masalah penanganan dampak bahaya pasca-pakai produk, maka penerapannya adalah ‘siapa yang bertanggung jawab’ pada produk yang telah beredar tersebut,

- beberapa mekanisme pembiayaan yang berbeda dapat menghasilkan struktur insentif yang terkait produk,

Page 24: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

24

- publikasi bagi produser yang diketahui ‘curang’ mungkin meupakan tool tambahan untuk meningkatkan kepatuhan.

Yang perlu disiapkan: - membuat dan mengaplikasikan EPR secara nasional untuk limbah LEE, - menyiapkan panduan teknik/SOP untuk proses pemisahan LEE, - memberikan contoh proses daur ulang (recycle demonstration), - menyusun katalog LEE apa saja yang harus di-daur ulang, - meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya POPs melalui: website, pameran,

dan surat kabar, serta ke pelajar-mahasiswa, - adanya subsidi dari pemerintah terhadap perusahaan yang telah memenuh kualifikasi

untuk mengolah LEE nya, - meningkatkan kesadaran public tentang daur ulang LEE yang ramah lingkungan (LEE

green recycling), - persaingan di pasar internasional; perhatian terhadap faktor lingkungan semakin

meningkat pada kegiatan perdagangan terutama di pasar internasional. Faktor lingkungan harus dikelola dengan baik karena saat ini sudah menjadi suatu peraturan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam perdagangan,

- citra produk dan izin operasional. Fokus pada bisnis tanpa memperhatikan faktor lingkungan akan dapat merusak reputasi perusahaan karena saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya tanggung jawab lingkungan. Hal ini pun semakin menambah kesempatan suatu produk untuk bersaing dengan produk lain dan memiliki nilai lebih dari produk yang lain,

- penerapan EPR dapat menjadi lebih luas dengan adanya kebijakan dari perusahaan induk yang dapat mempengaruhi dan memaksa perusahaan di bawah mereka untuk lebih meningkatkan tanggung jawab lingkungan.

Isu utama dalam mekanisme EPR adalah dana yang harus dikumpulkan dari stakeholders, dan siapa yang harus memikul beban pendanaan tersebut sesuai dengan porsi tanggung-jawabnya. Model pendanaan (funding) bisa dalam bentuk:

a. Market share model: didasarkan atas produk yang masuk ke pasar oleh setiap anggota, misalnya dalam bentuk berapa biaya per-produk yang dijual.

b. Return share model: didasarkan atas jumlah produk LEE yang dikembalikan ke dalam mekanisme EPR.

Kontribusi dana yang harus disediakan oleh Produsen bisa dalam bentuk (J. Best, 2012): a. Uniform fee: setiap produsen dikenakan biaya yang sama per-produk yang dipasarkan.

- Produsen membayar fee terhadap campuran produk, termasuk yang bukan produknya,

- biaya penanganan ditanggung bersama oleh anggota, biaya ekstra dalam menangani produk bermasalah ditanggung bersama,

- penentuan kontribusi Produsen ditentukan oleh kuantitas produk yang ditangani, bukan berdasarkan kualitas produk, sehingga insentif bagi Produsen untuk mengembangkan DfE tidak terakomodir.

Page 25: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

25

b. Diffrencial fee: - Produsen membayar fee berdasarkan kualitas produknya, apakah lebih ramah

lingkungan atau tidak, apakah lebih mudah dan murah dalam proses penanganannya, dan sejenisnya,

- penentuan fee model ini akan lebih sulit dibandingkan model uniform fee. Dibutuhkan fihak yang netral (dalam hal ini Pemerintah) untuk menentukannya.

Model ini akan meningkatkan insentif yang adil bagi Produsen yang menerapkan kriteria produk sesuai standar perlindungan kesehatan dan lingkungan.

8. PENERAPAN EPR UNTUK LEE DI BEBERAPA NEGARA ASIA

Beberapa negara di Asia telah menerapkan konsep EPR khususnya untuk LEE seperti Jepang, Taiwan dan Korea. China sebagai negara yang banyak mendapatkan masalah dengan LEE telah juga menerapkan pendekatan ini. Beberapa negara berkembang di Asia juga telah membuat konsep untuk EPR LEE seperti India, Thailand dan Filipina.

Berdasarkan pembelajaran yang diangkat dari pengalaman penerapan EPR di negara Asia, Tabel-tabel di bawah ini akan mengerucutkan pilihan penerapan EPR untuk LEE di Indonesia, yang terdiri dari beberapa butir penting, yaitu: a. regulasi – institusi penanggung jawab, b. peralatan LEE yang diatur, c. mekanisme pembiayaan/pendanaan, d. mekanisme pengumpulan, e. kewajiban importir-Produsen, f. kewajiban pengumpul, retailer dan/atau barang bekas, g. kewajiban recycler berserifikasi, h. kewajiban Pemerintah Pusat dan Daerah.

Negara Regulasi Jepang Law for the Promotion of Effective Utilization of Resources (LPUR) Law for

the Recycling of Specified Kinds of Home Appliances (LRHA) Korea Selatan Law for Promotion of Resources Saving and Reutilization (LRSR) Taiwan Recycling Fund Management Committee Cina Ordinance for Administration of Collection and Disposal of Waste

Electronic and Electrical Products Measures for the Collection and Administraton of the Funds for the Recovery and Disposal of Waste Electronic and Electrical Products

India Implementation of LEE Rules Guidance Thailand ((draft) Act on Fiscal Measures for Environmental Management (draft) Philippine (drat) Guidelines on the Environmentally Sound Management of Waste

Electrical and Electronic Equipment

Negara Produk yang diatur Jepang TV, kulkas (refrigerator), mesin cuci, AC Korea Selatan TV, kulkas, mesin cuci, AC

Lalu ditambah: computer, audio-vidio, HP, printer, copy Taiwan TV, kulkas, mesin cuci, AC, komputer Cina TV, kulkas, mesin cuci, AC, komputer

Page 26: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

26

India Komputer, printer, tinta printer, mesin fotokopi, mesin faks, telepon, telepon genggam, laptop, telelvisi, kulkas, mesin cuci, AC

Thailand ((draft) Belum didefinisikan Philippine (draft) Kulkas, mesin cuci, AC, baterai, tinta printer, lampu, computer, mesin

scan, printer, mesin fotokopi, telepon, mesin faks, telepom genggam, microwave, vacuum cleaner, dispenser, coffee maker, toaster, kamera, peralatan laboratorium

Negara Mekanisme pembiayaan Jepang • Komputer: masuk dalam biaya harga barang

• Barang lain: belum masuk biaya harga barang, konsumen membayar biaya penanganan (kumpul dan olah) saat menyerahkan limbah

Korea Selatan Sistem deposit: importir-produsen bayar biaya penanganan berdasarkan kuantitas barang terjual tahun sebelumnya

Taiwan Sistem deposit: importir-Produsen membayar biaya penanganan berdasarkan kuantitas barang terjual tahun sebelumnya

Cina Importir dan manufaktur membayar biaya penanganan produk berdasarkan jumlah yang dijual/diimpor per 3 bulan kepada otoritas yang ditunjuk pemerintah

India Manufaktur membiayai dan mengelola sistem take back dan sistem daur ulang Manufaktur membiayai EPR dengan cara membuat sistem pengumpulan individu atau bergabung dengan sistem pengumpulan yang sudah ada

Thailand ((draft) • Produsen/importir/distributor membayar retribusi EPR kepada organisasi pengelola dana, yang dikoordinir dalam bentuk Fund

• Retribusi EPR ini digunakan untuk membiayai kegiatan pengumpulan yang dipusatkan pada Pusat take-back (menerima LEE dari pengumpul, konsumen, jasa reparasi)

Philippine (draft) Produsen dan importir bergabung dengan Producer Responsibility Organization (PRO) untuk pembiayaan penanganan LEE

Negara Mekanisme pengumpulan LEE dari Konsumen Jepang • Komputer: ke kantor pos, ke Produsen

• Barang lain: take-back oleh retailer Korea Selatan • Ke titik pengumpul yang telah ditentukan

• Retailer wajib ambil dari konsumen • Denda untuk konsumen yang membuang ke sistem sampah kota

tTaiwan Ke pengumpul, retailer atau pemerintah daerah Cina Ke collection point/drop box milik perusahaan daur ulang. Setiap unit

LEE yang diserahkan ditukar dengan subsidi potongan harga 10% untuk pembelian barang elektronik berikutnya

India • Dilakukan dengan beberapa metode: mobile collection vans, take back oleh retailer, collection points di pemukiman, perkantoran, pertokoan, dan lain-lain)

• LEE yang tercampur ke sampah kota harus dipisahkan dan diteruskan ke sector daur ulang

Thailand (draft) Dilakukan dengan sistem take-back (menerima dan membeli LEE dari konsumen, pengumpul, jasa servis)

Philippine (draft) • Ke titik pengumpul yang telah ditentukan • Ke retailer

Page 27: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

27

Negara Peran importir-Produsen Jepang • Menyediakan dana pengumpulan dan recycling untuk LEE computer;

yang lain: kosumen membayar • Membuat fasilitas: daur-ulang sendiri, kerjasama dengan perusahaan

daur-ulang • Memenuhi target pengumpulan dan daur ulang LEE: 50% untuk

televisi, 50% untuk kulkas dan mesin cuci, dan 0% untuk AC Korea Selatan • Produsen/importir dapat membangun-mengoperasikan fasilitas

pengolahan: (a) sendiri (b) kerja-sama dengan recycler, dan (c) oleh PRO

• Memenuhi target pengumpulan dan daur ulang LEE Taiwan • Tidak bertanggung jawab pada tahap pengumpulan dan daur ulang,

karena sebagian besar Produsen di Taiwan termasuk UMKM. • Produsen dan importir bertanggung jawab membayar dana EPR

untuk penanganan LEE kepada RFMC berdasarkan jumlah penjualan tahun sebelumnya

Cina Produsen membayar retribusi untuk membiayai penanganan LEE kepada otoritas yang ditunjuk pemerintah

India • Membiayai EPR dengan membuat fasilitas pengumpulan (individu/kolektif)/ sistem take back dan menghubungkan pengumpul dengan sektor daur ulang berlisensi

• Membangkitkan kesadaran konsumen mengenai tanggung jawab produsen terhadap produknya, meliputi penanganan yang aman setelah produk mencapai masa akhir hidupnya.

• Mempublikasikan kontak yang bisa dihubungi untuk pusat pengumpul (collection centres) dan titik pengumpul (collection points) berlisensi

• Memenuhi target pengumpulan 100% dari produk yag dihasilkan Thailand ((draft) Membayar retribusi untuk membiayai penanganan LEE kepada

pemerintah melalui agen yang ditunjuk Philippine (drat) • Bergabung dengan PRO yang akan memfasilitasi pelaksanaan EPR

dari setiap Produsen dan importir, menyetujui strategi pembiayaan dalam mekanisme EPR. PRO akan mengelola sistem pengumpulan dan pengolahan LEE dari Produsen dan importir

• Memberikan informasi kepada konsumen tentang mekanisme penyerahan produk yang sudah mencapai akhir masa hidupnya dan dampak kesehatan dari LEE

Negara Peeran pengumpul, retailer dan/atau barang bekas Jepang • Menerima pengumpulan LEE, meneruskan ke pengumpul terpusat

dan diteruskan ke fasilitas daur-ulang • Menerima biaya pengumpulan/DU dari konsumen (khusus

computer) Korea Selatan Menerima pengumpulan LEE dan meneruskan ke sector daur ulang

berlisens Taiwan • Menerima pengumpulan LEE dari retailer, PemDa, dan pengumpul

dan menjualnya ke sektor daur ulang • Mendapatkan revenue dari hasil penjualan LEE ke sektor daur ulang • Mendapatkan dana kompensasi EPR dari sector daur ulang

Cina Menerima pengumpulan LEE dan meneruskan ke sector daur ulang berlisensi

India • Menerima pengumpulan LEE dan meneruskan LEE kepada dismantlers/sector daur ulang berlisensi

Page 28: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

28

• Mempunyai lisensi dari pemerintah • Membuat dokumentasi LEE yang terkumpul

Thailand ((draft) • Mendapatkan insentif dari pemerintah untuk setiap LEE yang terkumpul

• Membeli LEE langsung dari konsumen Philippine (drat) • Menyediakan area untuk collection point secara free of charge

• Mengarahkan unit kerja pemerintahan di tingkat daerah untuk membuat fasilitas pengumpulan dan pengolahan LEE.

• Menyediakan insentif untuk mendorong konsumen untuk mengembalikan LEE ke fasilitas pengumpulan yang teregistrasi, terutama untuk “bulk consumers”

Negara Kewajiban-hak konsumen Jepang Mengumpulkan eWaste kepada pengumpul yang ditentukan atau kepada

retailer. Khusus komputer: tidak dikenakan biaya. Di luar hal tsb: dikenakan biaya pengumpulan dan pengolahan

Korea Selatan Mengumpulkan eWaste ke retailer dan tidak dikenakan biaya Taiwan Mengumpulkan eWaste kepada pengumpul yang ditentukan, retailer,

atau PemDa dan tidak dikenakan biaya Cina • Mengumpulkan LEE kepada pengumpul yang ditentukan atau

langsung ke sector daur ulang berlisensi • Mendapatkan insentif berupa potongan harga 10% untuk pembelian

barang elektronik berikutnya India Bulk consumers wajib terhubung dengan pengumpul/sector daur ulang

berlisensi Thailand ((draft) Menyerahkan eWaste ke pengumpul atau buy back centers, tidak

dikenakan biaya Philippine (drat) • Memastikan bahwa produsen dari produk yang dibeli memiliki

mekanisme pengembalian LEE yang terhubung dengan sektor daur ulang yang teregistrasi

• Menyerahkan eWaste ke collection point, distributor atau retailer (take back)

Negara Peran recycler bersertifikat Jepang Mengolah LEE yang masuk, mempunyai hak menjual hasil daur-ulang, dan

menerima dana kompensasi dari mekanisme EPR. Fasilitas ini bisa difasilitasi oleh PemDa

Korea Selatan Mengolah LEE yang masuk dan menerima dana subsidi EPR untuk setiap unit yang didaur ulang

Taiwan • Membeli LEE dari sektor pengumpul untuk kemudian didaur ulang • Menerima subsidi dari RFMC

Cina • Menerima subsidi untuk setiap unit yang didaur ulang • Mengolah LEE yang terkumpul sesuai tata cara yang ditentukan

India • Mengolah LEE yang terkumpul sesuai tata cara yang ditentukan • Membuat collection point sendiri yang berlisensi dan terhubung

dengan produsen/bulk consumers/pengumpul dari konsumen individu

Thailand ((draft) Mengolah LEE yang terkumpul oleh Pusat take-back Menjual kembali bagian LEE yang masih bernilai ke produsen material, toko spare parts, dll.

Philippine (drat) • Mengolah LEE yang masuk • Memberikan informasi kepada publik mengenai tujuan dan

penggunaan collection point

Page 29: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

29

Negara Peran Pemerintah (Pusat dan Daerah) Jepang Mengolah LEE yang masuk, berhak menjual hasil daur-ulang, dan

menerima dana kompensasi dari mekanisme EPR. Fasilitas ini bisa difasilitasi oleh Pemerintah daerah

Korea Selatan • Pemerintah melalui Korea Recycling Corporation (KORECO) mengumpulkan deposit dari Produsen yang akan dikembalikan ke Produsen saat LEE sudah dapat dikumpulkan dan didaur ulang dengan baik

• Mengelola administrasi terkait capaian target daur ulang dan deposit yang tidak terkembalikan

Taiwan • Mengumpulkan retribusi dari Produsen/importir, • Mendistribusikan dana subsidi EPR kepada sector daur ulang dan

pengumpul yang terdaftar/berlisensi Cina • Mengelola dana EPR (pengumpulan, pemakaian dan administrasi

penggunaan dana) • Membuat dan mengembangkan persyaratan lisensi untuk ector daur

ulang LEE • Memonitor jumlah unit LEE yang didaur ulang • Mendorong produsen untuk membuat operasi daur ulang sendiri • Memberikan insentif kepada produsen yang memasukkan aspek

lingkungan ke dalam desain produk India • Memastikan seluruh produsen telah memiliki mekanisme

pengumpulan LEE yang dapat melayani seluruh masyarakat • Memastikan collection center memiliki luas area penyimpanan

LEE yang memadai • Memastikan sector daur ulang dan dismantler yang mengolah

LEE telah memiliki ijin Thailand ((draft) Mengolah LEE yang terkumpul oleh buy-back centers

Menjual kembali bagian LEE yang masih bernilai ke produsen material, toko spare parts, dll.

Philippine (drat) • Mengumpulkan retribusi dari produsen, dan distributor untuk membiayai program pengelolaan LEE

• Membuat kampanye untuk mengedukasi konsumen tentang bahaya dari penanganan LEE yang tidak terkontrol

• Membuat fasilitas pengumpulan LEE

Rantai pengelolaan Jenis barang Pengumpulan Pengolahan Dana Photo copy (Jepang) oleh produsen, oleh jasa

fihak 3 Oleh Produsen Internalisasi

Komputer dari kantor (Jepang, Belanda, Swiss):

Produsen, jasa fihak 3. Oleh Produsen, jasa fihak 3. Kontrak khusus antara Produsen dengan recycler

Internalisasi

Komputer rumah tangga (Jepang)

Layanan pos, retailer Oleh Produsen Internalisasi

Peralatan elektronika rumah tangga kecil (Jepang)

Jepang: retailer, drop-box Oleh Produsen atau jasa fihak -3

Konsumen (pengguna terakhir)

Page 30: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

30

Peralatan elektronika rumah tangga besar (Jepang)

Jepang: retailer, PemDa, fihak-3

Oleh Produsen atau jasa fihak -3

Konsumen (pengguna terakhir)

Peralatan ICT kantor (Swedia, Norwegia)

Oleh produser Drop-box (fihak ke-3) untuk rumah tangga

Jasa fihak ke-3 Internalisasi

Secara umum skema penerapan EPR adalah seperti tercantum dalam Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Skema umum konsep EPR

9. NASKAH PENDEKATAN EPR UNTUK LEE DI INDONESIA

Berdasarkan pembelajaran yang diangkat dari pengalaman penerapan EPR di negara Asia seperti dibahas di atas, di bawah ini diuraikan naskah usulan pilihan penerapan EPR untuk LEE di Indonesia.

9.1 Terminologi

Terminologi yang digunakan dalam naskah ini adalah:

a. Produk: peralatan eletronika dan elektrikal yang diatur dalam peraturan ini b. Peralatan elektronika dan elektrikal (PEE): peralatan yang tergantung pada adanya

arus listrik atau bidang magnetik agar berfungsi. c. End-of-life product: peralatan LEE yang mencapai akhir masa pakainya, yang bila tidak

ditangani secara baik akan mengganggu kesehatan dan lingkungan. Termasuk disini adalah produk yang mengandung komponen-komponen dari daur-ulang.

d. Limbah elektronika dan elektrikal (LEE): peralatan elektronika dan elektrikal, termasuk bagian-bagian atau asesori-asesorisnya yang telah mencapai akhir masa pakainya atau telah menjadi tidak berfungsi lagi, atau menjadi obsolete.

e. Produsen: orang atau juristic person pemilik dari merk terdaftar (trademark): - bila produk tidak mempunyai nama trademark, nama yang digunakan pada produk

dianggap sebagai produsen, - bila terdapat lebih dari satu nama pada produk, Commissioning manufacturer akan

dianggap sebagai produsen,

Page 31: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

31

- bila tidak terdapat trademark atau nama manufaktur pada produk, maka Inventor, atau Perakit, atau setiap orang yang membuat produk tersebut dianggap sebagai Produsen,

- dalam hal Produsen berlokasi di luar Indonesia, maka Importir atau Distributor yang memasukkan produk tersebut ke Indonesia akan dianggap sebagai Produsen.

f. Distributor-Retailer: setiap orang atau juristic person yang melakukan kegiatan perdagangan secara komersial dari sebuah produk melalui barbagai saluran seperti retail shop, internet, atau penjualan langsung.

g. Konsumen: pemakai akhir yang menggunakan atau memanfaatkan produk, tanpa melihat apakah dia membeli produk tersebut atau hanya sebagai pemakai-akhir, di tingkat rumah tangga, non-rumah tangga, baik pemerintah maupun swasta.

h. Jaringan take-back: orang atau juristic person seperti perusahaan swasta, yayasan, LSM, dan lain-lain oranisasi yang terdaftar pada Pemerintah Daerah setempat untuk memberikan pelayanan take-back atau buy-back dari LEE dari konsumen atau pemakain akhir lainnya.

i. Pusat take-back: sebuah perusahaan yang didirikan atau diberi hak oleh yang berwenang untuk mengoperasikan sebuah pelayanan take-back dari LEE untuk melayani Konsumen atau pemakai akhir lainya.

j. Pemroses LEE: sebuah perusahaan yang mempunyai izin dan berlisensi sesuai dengan peraturan yang berlaku, untuk melakukan kegiatan penanganan LEE menjadi bahan, atau menjadi produk baru melalui proses industri, atau sebuah perusahaan yang memberikan pelayanan pengolahan atau pemrosesan atau penimbunan bahan atau limbah berbahaya sesuai peraturan yang berlaku.

k. Dana (fund): dana lingkungan yang digunakan untuk kegiatan tersebut di atas yang diatur dalam peraturan yang berlaku.

l. Organisas Pengelola Dana (OPD): institusi yang ditunjuk dan disepakati untuk mengelola dana yang terkumpul untuk pelaksanaan penanganan LEE, bisa asosiasi yang dibuat oleh Produsen-Importir.

m. Hal lain: Menteri, Dewan Pengelola, Petugas Daerah.

9.2 Regulasi yang mengatur

Melihat komponen yang dikandungnya, LEE menurut peraturan di Indonesia yang tertuang dalam PP 101/2014 dikelompokkan sebagai limbah B3, tercantum dalam Lampiran I Tabel 1 (Sumber tidak spesifik), yaitu: a. Kode limbah A101d: bila mengandung polychlorinated biphenyl (PCBs), dengan kategori

bahaya 1. b. Kode limbah A102d: aki dan batere bekas, dengan kategori bahaya 1. c. Kode limbah A111d: refiregeran bekas, dengan kategori bahaya 1. d. Kode limbah A107d: limbah elektronik termasuk cathode ray tube (CRT), lampu TL,

printed circuit board (PCB), karet kawat (wire rubber), dengan kategori bahaya 2.

Selanjutnya, limbah elektronik tercantum dalam Lampiran I Tabel 3 sebagai Limbah B3 dari Sumber Spesifik Umum, dengan rincian sebagai berikut: a. Kode industri 26:

Page 32: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

32

o Kode limbah B326-1: baterai sel kering bekas, tidak memenuhi spesifikasi dan kadaluwarsa.

o Kategori bahaya 2. b. Kode industri 27:

o Kode limbah:B327-1: baterai bekas, baterai yang tidak memenuhi spesifikasi teknis, dan baterai kedaluwarsa.

o Kategori bahaya 2. c. Kode industri 28:

o Kode limbah:A328-1 Mercury contactor/switch, kategori bahaya 1. o Kode limbah A328-2: lampu fluoresen (Hg), kategori bahaya 1. o Kode limbah A328-4: CRT, kategori bahaya 2. o Kode limbah B328-2: coated glass, kategori bahaya 2. o Kode limbah B322-3: residu solder & fluxnya, kategori bahaya 2. o Kode limbah B328-4: PCB, kategori bahaya 2. o Kode limbah B328-5: limbah kabel logam & insulasinya, kategori bahaya 2.

d. Kode industri 29: o Kode limbah A329-1: mercury contactor/switch, kategori bahaya 1. o Kode limbah A329-2: lampu fluoresen (Hg), kategori bahaya 1. o Kode limbah A329-4: CRT, kategori bahaya 2. o Kode limbah B329-1: coated glass, kategori bahaya 2. o Kode limbah B329-2: residu solder dan fluxnya, kategori bahaya 2. o Kode limbah B329-3: PCB, kategori bahaya 2. o Kode limbah B329-4: limbah kabel logam & insulasinya, kategori bahaya 2.

e. Kode kegiatan 55: Kode limbah B355-2: batere bekas, kode limbah 2.

Regulasi yang mendasari penerapan EPR adalah UU-18/2008 yang khusus membahas sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Sebagian besar LEE yang bermasalah di dunia sebetulnya berasal dari barang yang statusnya post-consumer yang berasal dari kegiatan rumah tangga.

Menurut Pasal 2 UU-18/2008, salah satu jenis sampah yang diatur dalam UU ini adalah sampah spesifik (ayat 1c). Salah satu jenis sampah spesifik adalah sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (ayat 4a). Pasal 15 UU-18/2008 menetapkan bahwa Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam. Pasal 16 selanjutnya mengemukakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara kewajiban produsen tersebut akan diatur dengan peraturan pemerintah. Sampai saat naskah ini ditulis, Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang sampah spesifik masih dalam posisi naskah draft.

9.3 Jenis produk yang diatur

Salah satu tujuann EPR untuk LEE, selain untuk meningkatkan pengembangan produk yang lebih berwawasan lingkungan melalui DfE. Sebagaimana dibahas dalam Bagian 2 di atas, hal mendasar dalam pengelolaan LEE adalah bagaimana memisahkan komponen yang berbahaya dengan komponen yang tidak berbahaya. Terdapat 7 (tujuh) peralatan

Page 33: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

33

elektronika-elektrikal (PEE) yang mendapat perhatian di dunia seperti tercantum dalam tabel di bawah ini:

Nama Komponen B3 1. Refrigerator Oil and refrigerant (sebelum 1996: CFC-12,

HFC-134) Mercury Compressor (mungkin: PCBs) sebelum 1980) Foam insulation (mungkin PDBB) 2. Televisi: PCB-high grade

Flame retadrdant (PBB, PBDE) pada insulation-casing, mercury

PCB-low grade, CRT, LCD 3. Komputer, laptop: CPU, PCB-high grade, PCB-low grade, CRT, LCD

Flame retadrdant (PBB, PBDE) pada insulation-casing, mercury

4. Air Conditioner Cooling circuit (CFC, HFC), kapasitor-compressor (PCBs), casing (insulation: PBDE)

5. Mesin cuci Timah, mercury (switch), mungkin cover insulation (PBDE)

6. Telpon seluler: PCB-low and high grade

Mercury, sedkit kemungkinan mengandung flame retardant

7. Lampu neon dan sejenisnya

Mercury

8. Power supply (travo) Sebelum 1980: mengandung oli pendingin PCBs (sebelum 1980)

Dari sisi nilai jual khususnya di sektor informal, barang-barang tersebut di atas dapat dikelompokkan seperti Tabel di bawah ini:

Peralatan elektronika elektrika (PEE)

Mempunyai nilai jual khususnya di sektor informal

‘Tidak’ mempunyai nilai jual

Rumah tangga umum Refrigerator, AC, mesin cuci, telpon seluler, PCB, aki

Lampu neon dan sejenisnya, batere

Instansi dan pengguna khusus

Power supply (travo), printer, photo-copy, aki

Lampu neon dan sejenisnya, batere

Implementasi EPR dapat dilakukan dalam beberapa pendekatan utama, yaitu bersifat: a. wajib (mandatory), b. kesepakatan (negosiasi) antar pemangku kepentingan, atau bersifat c. sukarela (voluntary).

Program EPR yang efektif harus dapat: - membedakan produk baru dan lama saat EPR diberlakukan, - mencegah terjadinya produk ‘orphan’ atau ‘free riders’ , - menyediakan insentif untuk DfE untuk pengembangan produk baru, - memastikan pemanfaatan produk dan material melalui pengumpulan, pengolahan,

pemakaian kembali, dan daur ulang yang efektif untuk semua produk, dan - memiliki metode untuk mendistribusikan biaya penanganan untuk produk-produk

lama.

Page 34: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

34

Identifikasi produsen dan produknya sangat penting karena tanggung jawabnya diperlukan saat program EPR diterapkan. Produk yang diatur dalam program EPR dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok (lihat Skema di bawah), yaitu: a. Produk A: produk yang dihasilkan SETELAH konsep EPR diterapkan, dan prosusennya

terindikasi dengan jelas. b. Produk B: produk yang dihasilkan SETELAH konsep EPR diterapkan, namun prosusennya

tidak terindikasi dengan jelas (orphan). c. Produk C: produk yang dihasilkan SEBELUM konsep EPR diterapkan, dan prosusennya

terindikasi dengan jelas. d. Produk D: produk yang dihasilkan SEBELUM konsep EPR diterapkan, namun

prosusennya todak terindikasi dengan jelas (orphane).

Produsen sebuah produk Teridentifikasi Tidak terindentifiasi

Masuk pasar Setelah EPR berlaku A Refrigerator

Televisi Air Conditioner

Mesin cuci Komputer, Laptop

Telpon seluler Lampu TL

B Refrigerator

Televisi Air Conditioner

Mesin cuci Komputer

- -

Sebelum EPR berlaku C Refrigerator

Televisi Air Conditioner

Mesin cuci Komputer, Laptop

-

D Refrigerator

Televisi Air Conditioner

Mesin cuci Komputer

High voltage power supply

Produk A: merupakan sasaran utama dari program EPR karena produsen teridentifikasi dan produk belum dipasarkan: a. Jenis produk LEE: refrigerator, TV, AC, mesin cuci, komputer/laptop, telpon seluler,

lampu TL. b. Penanggung jawab: Importir/Produsen. c. Sifat: mandatory sesuai merk. d. Tujuan: penanganan B3, recovery bahan dan pengembangan desain baru (DfE).

Produk B: pelaksanaannya akan lebih kompleks dibandingkan produk A: a. Jenis produk LEE: refrigerator, TV, AC, mesin cuci, komputer. Laptop tidak dimasukkan,

karena produk ini biasanya diperdagangkan berdasarkan merk. b. Penanggung jawab: Importir, atau Inventor, atau Perakit, atau Distributor-retailer. c. Sifat: mandatory sesuai produk yang dipasarkan. d. Tujuan: penanganan B3 dan recovery bahan. Tujuan lain adalah mengurangi jumlah

produk orphane yang beredar, atau menghilangkan keberadaanya dari pasaran. Retailer akan dipaksa hanya menjual produk yang dihasilkan oleh Produsen/Importir yang resmi.

Page 35: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

35

Produk C: merupakan produk lama yang Produsen-nya masih dapat diidentifikasi: a. jenis produk LEE: refrigerator, TV, AC, mesin cuci, computer/laptop. b. Penanggung jawab: Produsen, Importir, atau Inventor, atau Perakit, atau Distributor-

retailer. c. Sifat: voluntary sesuai dengan merk atau dalam bentuk dana CSR d. Tujuan: penanganan B3 dan recovery bahan.

Produk D: merupakan produk lama yang Produsennya tidak teridentifikasi dan diproduksi setelah regulasi EPR diberlakukan: a. jenis produk: refrigerator, TV, AC, mesin cuci, computer/laptop. b. Penanggung jawab: Perakit, atau Distributor-retailer. c. Sifat: kesepakatan antar stakeholder dan Pemerintah. d. Tujuan: penanganan B3 dan recovery bahan.

9.4 Organisasi pengelola

Menteri yang bertanggung jawab meng-eksekusi dan mengontrol pelaksanaan peraturan ini mempunyai kewenangan menunjuk Institusi lainnya. Dalam versi Drat Thailand terdapat institusi eksekutor, yaitu:

a. Dewan Pengelola (management board): - Permanent Secretary of the Ministry of Natural Resources and Environment sebagai

Ketua, - Secretary-General of the Office of Natural Resources and Environmental Policy and

Planning, - Director-General of Department of Industrial Works, - Director-General of Department of Health, - Secretary-General of the Office of Industrial Product Standard, - Director-General of Department of Local Administration Promotion, - Perwakilan dari Municipality League, - Perwakilan dari Federation of Thai Industry, - Perwakilan dari Chamber of Commerce, - Perwakilan dari Retailers Association, - Perwakilan dari LSM dalam perlindungan lingkungan dan konsumen - Lima orang pakar terkait dengan kepakaran public health, industri, dan lingkungan.

b. Petugas Daerah: ditunjuk oleh Pemerintah Propinsi, Kota dan Kabupaten sesuai dengan lokasi keberadaan fasilitas penanganan LEE.

Tugas dan peran Dewan Pengelola: a. Memberi rekomendasi kepada Menteri dalam pembuatan amandemen, notifikasi,

dan kinerja tugas sesuai peraturan ini. b. Menentukan jenis atau katagori yang menjadi obyek dari peraturan, dan

menentukan besaran fee-registrasi, fee-produk, dan fee-lainnya. c. Menyiapkan rencana strategis 5-tahunan, dan rencana-tahunan untuk

melaksanakan kegiatan ini. d. Menunjuk personal atau pakar untuk menjadi anggota dalam Dewan Pengelola.

Page 36: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

36

e. Menyetujui rencana kepatuhan (compliance plan) yang diusulkan oleh Produsen. f. Menyiapkan laporan kinerja tahunanan sesuai dengan rencana-aksi, dan

mengajukannya ke Kabinet g. Melaksanakan tugas sebagai diuraikan dalam peraturan ini.

Menteri mempunyai kewenangan untuk menerbitkan notifikasi terkait dengan upaya minimasi bahan berbahaya yang digunakan dalam sebuah produk, dan meningkatkan kualitas produk (DfE) yang akan diproduksi dalam upaya memudahkan proses dismantling dan meningkatkan porsi yang bisa di daur-ulang. Menteri dapat mengeluarkan peraturan terkait dengan pelabelan pengemasan produk, penggunaan bahan berbahaya, dan komponen bahan daur-ulang. Hanya produk yang dilengkapi label tersebut yang dapat didistribusikan untuk dijual.

9.5 Mekanisme pembiayaan Dana (fund) Kegiatan EPR

Menteri berwenang menentukan fee pengumpulan dan pengolahan untuk setiap jenis produk yang diatur. Produsen akan membayar fee tersebut kepada Organisasi Pengelola Dana (OPD) yang dibentuk sesuai besaran yang ditentukan. Jumlah fee tersebut tidak melampaui 3% dari income (harga produk saat di manufaktur), untuk membiayai para fihak yang melaksanakan pengumpulan dan pengolahan. Produsen akan melaporkan setiap 6 bulan volume produknya yang masuk ke pasar.

Dana yang dikumpulkan dari fees seperti diuraikan di atas, akan disalurkan ke OPD yang dapat berupa organisasi yang dibentuk oleh fihak Produsen dan Distributor/Importir (Producer Responsibility Organization - PRO). Penggunaan dana tersebut adalah untuk:

a. mendukung kegiatan Pusat take-back dan fasilitas Pemrosesan LEE yang beroperasi. Draft EPR Thailand mengalokasikan dana yang tersedia untuk kegiatan tersebut tidak lebih dari 50%. Alokasi dana ini disesuaikan dengan kualifikasi, kriteria, prosedur, dan kondisi ditentukan oleh Menteri.

b. mendukung kegiatan pusat informasi dan kegiatan edukasi. c. mendukung kegiatan riset dan pengembangan teknologi untuk DfE, dan kegiatan

terkait dengan upaya recycling, pengolahan dan penimbunan akhir. d. memberikan bantuan pengobatan bagi yang terkena dampak akibat dampak LEE

ini, sesuai kualifikasi, kriteria, prosedur, dan kondisi yang ditentukan oleh Menteri.

9.6 Mekanisme pengumpulan LEE (Pusat take-back)

Secara regulasi, tidak seorangpun diperbolehkan untuk membuang LEE di tempat umum, di tempat tak bertuan, dan bercampur dengan sampah kota. Konsumen atau pengguna terakhir dari LEE harus mengembalikan atau menjual barang tersebut ke Distributor/Retailer, atau ke Pusat take-back, atau ke Jaringan take-back yang sudah ditentukan.

Pusat take-bake dapat dibuat oleh Pemerintah Daerah, Produsen, Distributor, atau fihak lain yang berkeinginan untuk mengoperasikan pelayanan pusat tersebut, khususnya fihak Pemroses LEE, dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat pengumpulan LEE dari masyarakat dan penghasil LEE lainnya. Tata-cara pengoperasian Pusat take-back dilakukan sesuai krteria, prosedur dan kondisi yang diatur oleh Menteri. Pemerintah Daerah, sesuai

Page 37: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

37

kriteria dan panduan dari Menteri, dapat menunjuk fihak ketiga untuk mengembangkan dan mengoperasikan Pusat take-back. Pusat take-back ini akan mengumpulkan atau menerima LEE dari Konsumen atau Pengguna-akhir sesuai kriteria, prosedur yang diatur oleh Menteri.

Mekanismenya pengumpulan bisa dalam bentuk: - keterlibatan retailer: dalam mekanisme voucher pembelian produk baru, - melibatkan sektor informal: sesuai dengan tata-cara pengoperasian pengumpulan, - mobile collection vans: mengumpulkan LEE dari konsumen di acara-acara tertentu

seperti acara car free day, running event, konser musik. Mobile collection vans ini juga dapat melayani penjemputan LEE ke tempat konsumen baik di perumahan, pertokoan, atau perkantoran,

- bisa berupa drop-box: dengan kekhasan yang dimiliki Indonesia, bahwa barang LEE adalah bukan sampah yang tidak mempunyai nilai ekonomi, sistem pengumpulan ini tidak bisa mengadopsi sistem drop box yang ditempatkan tanpa penjagaan, kecuali dalam acara-acara yang bersifat amal. Untuk mendorong konsumen memilih jalur pengumpulan yang berada dalam mekanisme EPR, perlu insentif yang diberikan ke Konsumen oleh pengumpul saat penyerahan LEE,

- langsung menjual ke Pusat take-back

Ketika memasok barang baru untuk dipasarkan, Distributor/Retailer akan menerima barang LEE yang sejenis dari pembeli berdasarkan prinsip one-to-one, baik dengan biaya pengganti ataupun tanpa biaya pengganti, atau dengan cara lain (misalnya harga khusus), dan mengirimkan barang LEE yang terkumpul tersebut ke Pusat take-back atau ke Jaringan take-back atau ke sistem lain yang dikembangkan.

Pengumpul memiliki hak untuk mengklaim subsidi ke Pengelola Dana saat LEE sudah diserahkan ke pelaku daur ulang berlisensi (Pemroses LEE), dan menggunakan keuntungan dari hasil penjualan untuk mengembangkan lokasi pengumpulan, meningkatkan harga beli LEE dari konsumen agar dapat bersaing dengan harga beli yang ditawarkan sektor informal.

Pengelola Pusat take-back akan mengirimkan barang LEE terkumpul kepada Pemroses LEE yang berizin dan berlisensi sesuai peraturan yang berlaku. Fasilitas ini dapat menunjuk atau menugaskan fihak ketiga untuk mengoperasikan kegiatan pengumpulan dan pengangkutan barang terkumpul tersebut ke fabriknya. Jasa pengangkutan ini beroperasi menggunakan sistem manifes sesuai kriteria, prosedur dan kondisi yang diatur oleh Menteri.

Untuk mendukung penanganan barang LEE secara baik agar tidak membahayakan kepada kesehatan dan lingkungan, Menteri mempunyai kewenangan membuat panduan notifikasi berisi kriteria, prosedur dan kondisi untuk mengoperasikan pusat take-back, jaringan take-back, penyimpanan, transport menuju ke fihak Pemroses LEE. Isi panduan tersebut paling tidak berisi: a. Pusat take-back dilarang melakukan kegiatan dismantling, kecuali pusat ini berada

dalam kontrol Pemeroses LEE yang berkualifikasi dan berlisensi, termasuk kegiatan memusnahkan isi file penyimpanan data sesuai permintaan Konsumen.

b. Pusat take-back mendata secara lengkap produk yang dikumpulkan dan menyimpan data tersebut paling tidak selama 3 tahun untuk monitoring di masa datang.

Page 38: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

38

c. Pusat take-back membuat laporan jumlah LEE yang dikumpulkan kepada yang berwenang setiap 6 bulan.

Agar perpindahan LEE dapat dikontrol, manifest diperlukan juga saat penyerahan LEE dari Pengumpul ke Pusat take-back atau ke fihak Pemroses LEE. Manifest ini kemudian digunakan sebagai bukti untuk pengajuan subsidi.

9.7 Peran para fihak

Pemerintah:

Untuk keperluan kontrol produk sesuai dengan peraturan ini, Menteri akan menentukan biaya pengumpulan untuk setiap jenis dan kategori produk. Jenis dan kategori akan diatur sesuai kriteria dan prosedur yang berlaku.

Untuk memberikan dorongan dan menujukkan komitmen pemerintah terhadap program EPR, peran pemerintah di tahun-tahun awal implementasi EPR sangat penting. Khusus untuk jenis Produk A, pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan insentif bagi produsen yang melakukan design for environment (DfE). Ketentuan kriteria produsen yang bisa mengklaim insentif DfE ini harus ditentukan, misalnya selain mengurangi/mengeliminasi material yang termasuk dalam RoHS, terdapat kriteria lain seperti kriteria energy saving saat tahap produksi atau kandungan material yang bisa didaur ulang.

Untuk mendorong prosedur tanggung jawab penanganan LEE ini, Produser, Distributor dan Pemroses LEE mempunyai hak untuk mengajukan insentif kepada Pemerintah misalnya dalam bentuk: a. Keringanan pajak atau tarif-khusus karena adanya kegiatan yang mendukung upaya

minimasi, pemisahan, dan recycling, atau karena sesuai target yang direncanakan. Insentif ini juga diberikan untuk usaha memperbaik atau mengembangkan produk yang berwawasan lingkungan, yaitu meminimasi pengunaan bahan berbahaya, dan menaikkan porsi komponen yang bisa di-daur-ulang.

b. Memberikan bantuan atau subsidi untuk kegiatan R-and-D bagi desain produk yang berwawasan lingkungan, yaitu meminimasi pengunaan bahan berbahaya, dan menaikkan porsi komponen yang bisa di-daur-ulang.

c. Mendukung adanya pinjaman (loan) dengan bunga khusus karena kegiatan reduksi, pemisahan, dan recycling dari barang LEE.

d. Promosi investasi. Dukungan tersebut diberikan sesuai dengan kriteria, prosedur, dan kondisi yang diatur dalam peraturan Menteri, dengan mempertimbangkan kebutuhan yang rasional, dampak ekonomi, teknologi, investasi dan kondisi perdagangan secara nasional.

Pemerintah akan mengeluarkan target capaian dari kegiatan ini. Produser dan fasilitas pemrosesan LEE akan bekerjasama untuk mencapai target capaian tersebut. Untuk mendorong keefektifan pengumpulan dan pengangkutan LEE, lima tahun setelah peraturan EPR ini diberlakukan, Menteri akan mengeluarkan notifikasi informasi tentang capaian kegiatan ini, yang berisi paling tidak laju pengumpulan tahunan, yang dihitung berdasarkan jumlah LEE yang terkumpul dalam tahun yang ditinjau, terhadap yang dikelola.

Page 39: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

39

Untuk mendukung pengelolaan yang baik dari LEE tanpa menimbulkan dampak pada kesehatan dan lingkungan, Menteri akan menyusun prosedur dan panduan produk tersebut, termasuk bagian-bagiannya serta residu yang dihasilkan dari berbagai jenis aktivitas, termasuk kegiatan reparasi, reuse dan recycling.

Sebuah pusat informasi terpusat akan dikembangkan oleh Menteri untuk memberikan acuan platform pelayanan dan koordinasi antar fihak. Pusat ini akan berfungi pula sebagai sarana penyebaran pengetahuan kepada masyarakat terhadap dampak dari pengelolaan LEE yang tidak baik. Informasi dan diseminasi tersebut paling tidak berisi: - data Produsen dan Importir, - sistem pengumpulan dan jalur pengembalian LEE yang dioperasikan oleh Produsen,

Distributor, Pusat take-back, Jaringan take-back, dan fihak-fihak yang terkait.

Terkait dengan teknis pengumpulan, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk membuat ketentuan atau persyaratan teknis pelaksanaan pengumpulan LEE bagi semua pelaku yang berperan dalam pengumpulan LEE, misalnya Pengumpul tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan dismantling terhadap LEE yang terkumpul.

Produsen:

Produsen akan memberikan laporan setiap 6 bulan terhadap Produknya yang masuk ke pasar. Produsen akan menyiapkan rencana-kepatuhan (compliance plan) kepada Menteri setiap tahun. Bila rencana tersebut disetujui, Produsen akan mengimplementasikannya, dan akan memberikan laporan pelaksanaan kepada Menteri setiap tahun.

Untuk mempermudah penanganan LEE, Produser mempunyai kewajiban memberikan informasi kepada Pusat take-back atau fasilitas Pemrosesan LEE tentang bagaimana melakukan dismantling, dan informasi tentang bahan berbahaya yang dikandung dalam produk LEE tersebut.

Pemroses LEE:

Pemroses LEE melakukan kegiatan daur-ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Fasilitas ini beroperasi sesuai standar yang berlaku. Untuk mendukung penanganan barang LEE secara baik agar tidak membahayakan kepada kesehatan dan lingkungan, Menteri mempunyai kewenangan membuat panduan notifikasi berisi kriteria, prosedur dan kondisi standar untuk mengoperasikan sarana daur-ulang, pengolahan dan penimbusan akhir dan bagian-bagiannya.

Fasilitas pemrosesan LEE harus melaporkan hasil kegiatannya kepada Menteri atau yang ditunjuk setiap 6 bulan, dan menyimpan datanya paling tidak 3 tahun. Laporan tersebut berisi paling tidak kuantitas dan jenis LEE yang diproses, yang didaur-ulang, yang digunakan-kembali, yang dieksport, dan yang ditimbun di landfill.

Produk yang dihasilkan dari pemrosesan LEE dapat berupa komponen peralatan elektronika-elektrikal yang dapat digunakan kembali, atau dalam bentuk sumber energi untuk berbagai keperluan. Produk ini dapat dijual kembali di dalam negeri atau diekspor ke luar negeri. Setiap fihak yang ingin mengeksport LEE yang diatur dalam peraturan ini atau bagiannya harus melaporkan kepada Menteri. Ekspor LEE harus sesuai dengan Basel

Page 40: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

40

Convention on the Control of Transboundary Movements of Hazardous Wastes and their Disposal, baik di negara asal maupun di negara tujuan.

Sektor Pemroses LEE bertanggung jawab untuk mengelola LEE yang diterima sesuai dengan prosedur yang aman. Sektor ini juga berhak mengklaim subsidi kepada Pengelola Dana atas LEE yang telah dikelola, yang mungkin tidak sebesar yang dapat diklaim oleh Pengumpul karena sektor ini memiliki hak untuk menjual material yang masih berharga dari LEE yang dikelolanya dan mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan tersebut. Sektor ini berhak untuk membuat atau bekerja sama dengan Pengumpul yang sudah ada tanpa melalui Pusat Pengumpul take-back, khususnya untuk jenis Produk D, untuk meningkatkan tingkat pengumpulan LEE.

Produsen, Importir, Perakit, Distributor-retailer yang produknya diatur harus mendaftar kepada Menteri yang diberi kewenangan dalam pelaksanaan EPR ini sesuai dengan kriteria, prosedur yang ditentukan. Mereka harus menyiapkan rencana pengelolaan produknya, baik secara individu, atau melalui kelompok asosiasi, yang setidak-tidaknya berisi: - rencana pengembangan informasi distribusi, - rencana program take-back atau pengumpulan dengan memperhatikan keinginan

konsumen - dukungan finansial untuk biaya pengumpulan yang dilakukan oleh Pusat take-back, dan - tata cara distribusinya.

9.8 Skema EPR untuk Produk A dan Produk B

Keseluruhan uraian naskah EPR di atas adalah paling cocok untuk mengatur Produk A dan Produk B yang masuk pasar sebelum mekanisme EPR ini diberlakukan. Produsen dan Importir teridentifikasi dan produk dipasarkan setelah sistem EPR diberlakukan. Gambar 5 adalah skema aliran dana dan aliran LEE, yang merupakan pengembangan dari Gambar 4.

Ada kemungkinan, suatu saat Produk A menjadi orphane. Produk B merupakan produk orphane, tetapi terjadi setelah peraturan EPR ini diberlakukan. Sesuai dengan terminologi (lihat butir 9.1) tentang Produsen, karena merk dan/atau Produsennya tidak teridentifikasi lagi, maka penanggung jawabnya adalah Inventor, atau Perakit, atau Distributor-Retailer, sehingga regulasi tentang EPR ini masih dapat di-implimintasikan. Saat regulasi EPR ini diterapkan, posisi produk ini kemungkinan besar belum berada atau sedikit di sektor informal yang lain (reparasi dan seterusnya).

Produsen (manufaktur)/Importir: - Produsen harus mendaftarkan produknya kepada Pemerintah (Menteri yang

berwenang). Produk dilarang masuk ke pasar bila belum terdaftar, - bertanggung jawab atas produk yang dipasarkan atau barang impor yang masuk ke

Indonesia, - melaksanakan mekanisme pembiayaan di awal (front-end-financial) oleh

Produsen/Importir, sehingga andaikata suatu saat produk tersebut menjadi orphane dana penanganan produk tersebut sudah dijamin. Keuntungan utama dari penerapan pembiayaan di awal dibandingkan rear-end-mechanism atau pembiayaan di akhir (dana dibayarkan saat produk sudah menjadi limbah), adalah dapat mengantisipasi jika di

Page 41: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

41

kemudian hari Produsen/Importir tersebut tutup atau tidak beroperasi lagi di Indonesia. Dengan demikian, LEE tersebut sudah ada dana pengelolaannya,

- Pemerintah bersama Produsen memiliki tanggung jawab untuk membentuk sistem ini, dan memastikan setiap Pusat take-back ini telah terhubung dengan sektor Pemroses LEE berlisensi.

Organisasi Pengelola Dana (OPD): - semacam Producer responsibility organisastion (PRO). - organisasi non-profit yang dibentuk oleh asosiasi Produsen/Importir untuk mengelola

dana EPR, yang penerima dan pendistribusi dana (fund) dari Produsen/Importir.

Gambar 5 Skema penerapan EPR untuk Produk A dan B

Aliran dana dibedakan menjadi 2 yaitu: a. Retribusi: yaitu dana yang dibayarkan oleh Produsen/Importir ke Organisasi Pengelola

Dana. b. Subsidi: dana yang dapat diklaim oleh sektor yang melakukan pengumpulan seperti

Retailer/Distributor, Reparasi, dan sektor informal lainnya. Barang yang terkumpul dikirimkan ke Pusat take-back/buy-back. Pemroses LEE dapat pula mengklaim dana subsidi ini, bila ternyata barang yang diproses tidak mempunyai nilai ekonomi.

Idealnya, dana retribusi cukup untuk mensubsidi biaya pengumpulan dan pemrosesan khususnya untuk barang baru. Di Cina, Pemerintah berkontribusi membayar dana retribusi agar dapat menutup besaran subsidi baik untuk penanganan barang baru maupun barang yang sudah beredar di pasar, termasuk bila Produsernya sudah tidak aktif lagi.

Untuk Produk A dan Produk B yang dijamin dengan mekanisme EPR, terdapat 2 jalur pengumpulan LEE dari Konsumen yaitu: a. melalui retailer dengan mekanisme refund voucher, bila Konsumen membeli barang

baru lagi yang sejenis dengan Produk A dan/atau Produk B. b. melalui Pusat take-back/buy-back.

Waktu Konsumen membeli produk baru setelah mekanisme EPR diberlakukan, produk baru tersebut sudah dijamin dalam mekanisme EPR, dalam bentuk voucher. Sistem deposit ini digunakan untuk memfasilitasi sistem take back kelak. Pengembalian dana ini dapat

Page 42: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

42

dilakukan di distributor/retailer, sistem informal, atau langsung di Pusat take-back manapun saat Konsumen kelak ‘menjual’ LEE yang telah dijamin dengan mekanisme EPR.

Beberapa catatan adalah: - Konsumen dapat menjual LEE-nya ke retailer, atau langsung ke Pusat take-back/buy-

back, atau melaui sektor informal (reparasi, dan sektor informal lainnya), dengan menukarkan voucher tersebut untuk mendapatkan pengembalian dana. Harga LEE yang dibayarkan ke Konsumen oleh Pengumpul lebih rendah dibanding harga yang dibayarkan oleh Pusat take-back ke Pengumpul,

- Konsumen membeli produk baru yang sejenis, dan dapat menyerahkan LEE ke retailer dengan menyerahkan voucher-nya, dan Konsumen mendapat potongan harga dari produk baru yang dibeli,

- khusus Produk B, produk orphane kemungkinan besar akan tetap terjadi, yang akan tergantung pada keseriusan Pemerintah untuk menghilangkan status jenis produk ini. Seperti dibahas di muka, bila Produser tidak ‘ditemukan’ lagi, maka yang bertanggung jawab adalah fihak Distributor, Retailer dan juga Perakit, sehingga Retailer akan dipaksa hanya menjual produk yang dihasilkan oleh Produsen/Importir yang resmi. Retailer akan terkena kewajiban mendanai EPR untuk produk yang tidak jelas asal-usulnya. Tentunya mekanisme ini hanya bisa terwujud bila berhadapan dengan retailer besar,

- pembinaan industri perakitan dalam negeri memang tetap perlu digalakkan, khususnya industri kelompok menengah-kecil. Walaupun demikian, produk orphane ini tetap harus dikelola, tetapi besaran pengembalian dana untuk pembelian LEE saat pengumpulan, seharusnya lebih rendah dibanding bila Konsumen dapat menunjukkan voucher dari produk LEE yang dijual tersebut. Peran subsidi dari Pemerintah dan Pemroses LEE yang memang membutuhkan bahan baku LEE untuk proses daur-ulang menjadi penting.

9.9 Skema EPR untuk Produk C

Produk C adalah produk lama yang dipasarkan sebelum mekanisme EPR diberlakukan, tetapi Produsen-nya masih dapat diidentifikasi. Kemungkinan penggunaan PBDE-flame retardant berada pada produk ini yang masuk ke pasar sebelum tahun 2005. Sebagian besar LEE dari produk ini, khususnya dari rumah tangga, kemungkinan berada pada jaringan sektor informal. Walaupun produk ini di negara asalnya sudah dilindungi dana EPR, tetapi sulit untuk dimintakan pertanggungan jawab mekanisme EPR kepada Importir atau Distributor. Sehingga penyertaan dalam mekanisme EPR sebaiknya bersifat sukarela (voluntary) sesuai dengan merk, atau dalam bentuk dana CSR yang akan menaikkan citra positif bagi perusahaan tersebut. Salah satu upaya yang banyak dijumpai dalam pendekatan ini yang dilakukan oleh Produsen kelas dunia adalah mekanisme one-to-one, yaitu memberikan voucher pembelian produk baru yang sejenis dengan merk dari manufaktur tersebut. Bahkan beberapa manufaktur menerima produk yang sama walaupun bukan berasal dari manufaktur tersebut. Bila Produsen menolak menerapkan mekanisme ini, maka produk ini akan masuk ke dalam kategori Produk D, yaitu produk orphane, yang merupakan tanggung jawab bersama.

Page 43: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

43

9.10 Skema EPR untuk Produk D

Produk D adalah produk yang dipasarkan sebelum mekanisme EPR diberlakukan, dan Produsen atau Importirnya tidak teridentifikasi. Salah satu sebabnya karena komponen-komponen utama dari produk ini (misal mother board, power suplyy) sudah tidak sesuai lagi dengan merk yang tertera pada casing. Kemungkinan penggunaan PBDE-flame retardant pada produk ini perlu dipertimbangkan. Sebagian besar LEE dari produk ini, khususnya dari rumah tangga, dipastikan berada pada jaringan sektor informal.

Sebetulnya produk jenis ini kurang tepat bila masuk ke dalam mekanisme EPR. Dibutuhkan peran stakeholders dalam kerjasama khusus yang bertujuan memecahkan masalah LEE yang beredar di Indonesia terutama pada sektor informal. Bila Pemerintah menganggap bahwa PBDE merupakan issu penting untuk diselesaikan, maka peran Pemerintah untuk aktif mendanai menjadi penting. Sehingga sifat dari mekanisme adalah kesepakatan antar stakeholder dan Pemerintah.

Khusus untuk produk high voltage power supply dipastikan tidak akan berasal dari rumah tangga. Produk yang dipasang sebelum tahun 1990-an menjadi sasaran utama karena kemungkinan besar mengandung PCBs (Polychlorinated biphenyls) seperti travo jaringan listrik yang digunakan dalam jaringan PLN

Pelaksanaan EPR untuk Produk D ini difokuskan pada tujuan untuk pembiayaan kegiatan hilir yang lebih efektif, mendorong agar sektor informal tidak lagi melakukan kegiatan dismantling dan upaya recovery bahan dari LEE, dan mendorong upaya daur-ulang yang benar, tanpa mematikan sektor informal. Sektor informal diarahkan untuk menjadi pengumpul.

Oleh karena tidak ada sistem subsidi dari produsen seperti pada skema sebelumnya, insentif timbal balik yang diberikan kepada Konsumen saat penyerahan LEE hanya berasal dari satu sumber, yaitu keuntungan hasil penjualan produk oleh Pengumpul ke sektor Pemroses LEE. Agar harga beli LEE oleh Pengumpul dari masyarakat kompetitif dengan yang ditawarkan dari sektor informal, perlu mekanisme insentif dari pemerintah yang diberikan ke sektor Pemroses LEE. Dengan demikian, sektor daur ulang juga bisa menaikkan harga beli LEE dari pengumpul untuk mengantisipasi larinya LEE ke jalur pengumpulan informal (yang tidak berada dalam skema EPR).

Idealnya keberadaan produk B dan D di pasaran ditiadakan. Salah satu upaya pencegahan agar jumlah produk B dan D tidak meningkat yaitu dengan melakukan inspeksi ke semua distributor/retailer yang ada oleh pemerintah. Distributor/retailer yang ditemukan menjual produk B dan D harus membayar denda ke pemerintah, dimana denda ini menjadi salah satu sumber dana untuk insentif yang diberikan kepada sektor Pemroses LEE yang telah memenuhi target daur ulangnya.

Menarik untuk dipelajari konsep yang diajukan oleh seorang pengusaha formal dalam Pemrosesan Limbah B3 yang diuraikan di bawah ini. Perusahaannya berminat untuk melakukan usaha recovery bahan yang terkandung dalam LEE. Namun fasilitas yang telah dibangun kesulitan untuk mendapatkan bahan baku LEE, karena sebagian besar produk tersebut dikuasai oleh jaringan sektor informal.

Page 44: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

44

Beberapa pendekatan busines telah dilakukan dengan sebuah kelompok sektor informal, yaitu bagaimana agar kelompok informal tersebut menjual LEE (khususnya panel PCB) yang diperolehnya, dengan catatan dalam kondisi belum di-dismantling secara pembakaran terbuka. Kelompok sektor informal ini bersedia melakukan, dengan catatan terdapat margin keuntungan yang realistis dibandingkan bila kelompok ini menjual produk LEE yang dipunyainya melalui proses dismantling sendiri. Berarti Pemroses LEE dapat pula mendapatkan subsidi dari Organisasi Pengelola Dana (OPD) sebagaimana Gambar 4, disamping subsidi dari Pemerintah, agar business ini bisa berjalan dengan baik.

Mekanisme konsep tersebut adalah sejalan dengan mekanisme EPR yang ditunjukkan dalam Gambar 4 di atas (lihat Gambar 6), yaitu:

1. Pemerintah misalnya melalui Kementerian KLHK mempunyai program penghargaan (award) bagi perusahaan (Produsen, Distributor, Pemroses LEE) yang menjalankan mekanisme EPR dengan baik.

2. Manufaktur (produsen) atau Importir (principle merk) menerbitkan discount voucher atas barang sejenis (dan se-merk) yang akan dibeli oleh Konsumen pada Retailer, dengan membawa produk lama (LEE), tanpa melihat apakah produk tersebut dipasarkan setelah mekanisme EPR diberlakukan (Jenis Produk C, bersifat voluntary).

3. Pemerintah dan/atau Organisasi Pengelola Dana (OPD) menerbitkan voucher atas barang sejenis tanpa melihat merk yang akan dibeli oleh Konsumen pada Retailer (Jenis Produk D), yang dapat ditukar secara tunai pada Retailer, dengan membawa produk lama (LEE). Voucher ini didistribusikan pula pada Pusat take-back/buy-back

4. Retailer akan bertindak sebagai Pengumpul LEE, yang akan mengirimkan LEE terkumpul ke Pusat take-back yang berizin.

5. Konsumen: membeli barang sejenis ke retailer, dan mendapat discount voucher untuk produk se-merk dengan menukarkan produk LEE-nya, atau bila tidak semerk, dia dapat menukarkan barang LEE-nya dan mendapat potongan harga berdasarkan voucher cash value. Konsumen atau sektor informal dapat pula menjual LEE-nya ke Pusat take-back, dan akan mendapatkan uang pengganti berdasarkan program voucher cash value.

6 dan 7. Pusat take-back/buy-back: harus mempunyai izin beroperasi secara formal. Pusat ini dapat pula bertindak sebagai Pemroses LEE untuk kegiatan dismantling. Dengan demikian Pusat ini dapat menjual barang non-B3 secara bebas, dan menjual bagian LEE yang mengandung B3 kepada Pemroses LEE berikutnya.

8. Pemroses LEE: mendapatkan produk LEE dari Pusat take-back sesuai nilai harga yang wajar dari produk LEE ini. Dengan mekanisme ini terdapat hubungan yang saling menguntungkan, barang LEE yang selama ini diproses oleh sektor informal, akan diproses lebih baik, sementara Pemroses LEE akan mendapatkan produk LEE dengan lebih mudah.

Page 45: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

45

Gambar 6. Konsep voucher dalam penerapan EPR (U. Santoso, 2011)

9.11 Mekanisme khusus penanganan PBDE pada LEE

Produk elektronik-elektrikal yang mendapat perhatian khusus dalam laporan ini adalah yang mengandung bahan pelambat nyala brominated flame retardant PBDE (BFR). Walaupun penta dan octa BDE di negara industri telah dilarang sekitar tahun 2004, namun produk ini (seperti komputer) masih beredar di sektor informal di Indonesia, atau di kantor-kantor Pemerintah sebagai barang yang belum dikeluarkan dari daftar inventaris. Target pelarangan penggunaan deca-BFR di sejumlah negara industri adalah sampai tahun 2013. Namun diperkirakan barang elektronika yang menggunakan deca-BDE masih beredar di dunia, termasuk di Indonesia. Produk ini adalah jenis Produk C dan Produk D.

Mengingat di Indonesia sampai saat ini belum terdapat insinerator khusus limbah B3 yang bekerja dengan efisiensi destruksi (DRE) POPs sampai 99,99999 % maka jalan satu-satunya bagi casing plastik produk LEE ini harus diberlakukan khusus, yaitu dilarang untuk direcycling, tetapi harus dibawa ke fasilitas kiln di pabrik semen oleh Pemroses LEE. Gambar 7 merupakan kelanjutan dari Gambar 5 di atas, yang khusus memasukkan skema kemungkinan pengolahan PBDE di industry semen melalui fihak Pemroses LEE.

Page 46: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

46

Gambar 7. Penangan LEE mengandung PBDE di Pemroses LEE

10. KONSEP PENANGANAN LEE DI BANDUNG RAYA DALAM KONTEKS EPR Saat kita membeli barang elektronik yang merupakan kebutuhan kita sehari-hari seperti HP baru, laptop, kamera dan sejenisnya, sebagian besar kita tidak memikirkan apa yang harus dilakukan pada barang bekas tersebut tanpa mengganggu kesehatan dan lingkungan. Kita juga memahami bahwa barang bekas tersebut bernilai ekonomi (bisa ditukar-tambah, dijual sebagai barang bekas, dan sejenisnya). Barang elektronik tersebut mengandung bahan berbahaya, bisa beracun, bisa mendatangkan bahaya lain, termasuk adanya bahan pelambat nyala seperti brominated-flame retardant.

Yang menjadi masalah utama, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia, bahwa sebagian besar stakeholder pengumpul yang menangani LEE adalah sektor informal, yang belum tentu memperhatikan masalah kesehatan dan lingkungan.

Masalah pengumpulan barang bekas menjadi persoalan utama, bagaimana agar tidak mematikan sektor informal dalam kegiatannya, dan sekaligus menjamin kualitas penanganan. Konsep EPR yang dapat diterapkan adalah memposisikan sektor informal sebagai salah satu pengumpul, dan tidak melakukan kegiatan dismantling. Kegiatan dismantling dilakukan oleh ‘intermediate’ yang terakreditasi, yang dapat juga berfungsi sebagai recycler.

Bentuk LEE yang dijual ke pengumpul maupun dijual ke pengolah dapat berupa LEE yang sudah dipreteli maupun LEE yang belum dipreteli (Gambar 8 dan 9). LEE yang belum dipreteli memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan LEE yang sudah dipreteli. Misalnya berdasarkan harga pasar di Bandung (tahun 2018) pada PCB komputer, harga 1 kg PCB yang belum dipreteli berkisar Rp. 30.000 – 70.000, sedangkan pada PCB yang sudah dipreteli harga per kilo nya bisa mendapatkan keuntungan sampai 10-15%. Bagian PCB yang dipreteli adalah IC dan chip, dimana pada bagian ini mengandung logam berharga seperti emas dan perak. Harga IC dan chip (Gambar 10) yang sudah dipreteli dari PCB bisa mencapai Rp. 300.000 – Rp. 1.000.000 per kilo-nya. Dari setiap 10 kg PCB komputer dapat dihasilkan ± 1,2 gram emas.

Page 47: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

47

Dalam satu bulan, pengumpul LEE di Bandung dapat mengumpulkan LEE hingga 1-20 ton. Para pengumpul besar biasanya akan menjual LEE nya kepada pengumpul di Jakarta atau langsung mengekspornya ke negara seperti China, Hong Kong, atau Korea. Menurut informasi dari pengumpul di Bandung, pengusaha Korea mendatangi langsung pengumpul LEE di Bandung untuk membeli LEE dalam jumlah besar. Sebuah perusahaan formal pengumpul LEE di Indonesia yang mendapatkan barang LEE dari sumber non-rumah tangga, secara rutin mengekspor barang jenis tersebut ke Singapura.

Gambar 8 PCB panel HP yang belum dipreteli

Gambar 9 PCB komputer yang sudah dipreteli

Gambar 10 IC dan Chip yang dipreteli dari HP dan komputer

Berdasarkan identifikasi terhadap beberapa pengolah LEE yang terdapat di Kota Bandung, diperoleh fakta bahwa kegiatan daur ulang logam dari LEE ini telah dilakukan sejak tahun 1970-an. Pada tahun 1970-an, daur ulang logam diperoleh dengan mudah dari LEE produk televisi dan radio, akan tetapi semenjak 15 tahun belakangan ini, daur ulang logam didominasi oleh LEE komputer dan HP. Lihat Gambar 11 dan 12.

Dalam kasus Bandung Raya, gagasan Kemeterian Perindustrian (melalui UNDP-Jakarta) untuk membuat pilot project HUB-KHUSUS dalam mata rantai penanganan LEE patut mendapatkan dukungan. Pusat ini dapat berfungsi sebagai Pusat take-back dan sekaligus

Page 48: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

48

sebagai Pemroses LEE. Rencananya fasilitas ini akan dibangun dan dioperasikan oleh Kementerian Perindustrian dan direncanakan berlokasi di kota Bandung.

Gambar 11 Logam emas dan perak yang diperoleh dari pengolahan LEE

Semua pengolah masih menggunakan cara tradisional dalam mengolah bahan-bahan logam dalam LEE, Ddan masih banyak menggunakan bahan berbahaya seperti merkuri untuk mengurai bahan emas dalam komponen LEE.

Gambar 12 Kegiatan pengolahan LEE secara tradisional

Komponen LEE yang mengandung logam berharga dipisahkan terlebih dahulu dari komponen utamanya. Komponen LEE sisa (yang tidak mengandung logam bernilai tinggi) umumnya masih bernilai dan dijual kembali oleh pengolah kepada penampung (Gambar 13).

Gambar 13 Sisa pengolahan LEE yang siap dijual kembali

Page 49: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

49

Skema berikut adalah rangkaian kegiatan lengkap yang biasa dilakukan dalam penanganan LEE, yang dapat diterapkan.

Gambar 14. Skema umum rangkaian kegiatan penanganan LEE

Keterangan gambar: 1. Titik pengumpulan: untuk LEE yang mempunyai nilai jual, barang ini bisa diperoleh dengan

‘mengganti’ biaya yang biasa dilakukan kosumen saat barang tersebut di bawa ke tukang loak dan sejenisnya, atau tanpa biaya apapun bila barang tersebut tidak mempunyai nilai jual.

2. Khusus untuk computer dan laptop, bila owner menginginkan data yang tersimpan dalam memori dan hardisk harus ‘tidak bisa terbaca’, maka titik ini perlu dilengkapi dengan alat yang bisa menghancurkan data yang tersimpan (data destroyer), dan penyedia jasa harus mampu memberikan sertifikat bahwa datanya sudah dihilangkan. Kegiatan khusus untuk computer/laptop ini bisa diletakkan nomor 5.

3. Barang yang terkumpul perlu disimpan sesuai jenisnya menunggu dibawa ke pusat pengolah LEE, dalam hal ini adalah pada sarana yang rencananya akan dibangun di Bandung oleh Kementerian Perindustrian.

4. Proses berikutnya adalah pengangkutan, dengan alat angkut yang sesuai 5. Di pusat pengolahan dan recycling, barang yang datang dikumpulkan, dan disimpan sesuai

jenisnya, setelah melalui pendataan yang terintegrasi. 6. Proses berikutnya adalah dismantling (pemretelan), untuk memisahkan bagian LEE yang

mengandung B3 untuk dikirim ke proses pengolahan B3, dan memisahkan bagian yang bernilai jual sesuai jenisnya. Disinilah peran pencatatan perlu dilakukan untuk mendata kumpulan komponen-komponen yang bernilai jual.

7. Sebagian barang yang masuk bisa saja sebetulnya masih berfungsi. Dengan proses refurbish dan repair, barang tersebut dapat difungsikan kembali.

8. Langkah berikutnya adalah shredding khususnya casing untuk dimanfaatkan lebih lanjut sebagai bahan baku (palstik, logam, dan sejenisnya). Bila ditengarai bahwa LEE tersebut mempunya casing yang dilapis brominated flame retardant, maka hasil shreeding ini dikirim ke pabrik semen sebagai co-processor. Komponen-komponen elektronika yang benilai jual tinggi dipisahkan (misalnya IC yang bisa mengandung logam berharga), untuk direcovery lebih lanjut, atau kalau teknologinya belum tersedia di Indonesia, dapat di-eksport ke luar negeri

Sasaran EPR ini tidak serta mematikan aktivitas sector informal yang sudah lama menekuni bisnis ini. Tetapi dalam jangka panjang, keberadaan sektor ini perlu diintegrasikan, sehingga kegiatannya menjadi formal, aman, dan tidak mencemari

1. Titikpengumpulan

2. Pre-treatment • Penghancuran

data onsite• Sertifikasi

4. Pengangkutan

3 Pengumpulanbarang

5. Penerimaanbarang

6. Dismantling

8b. Komponen non-B3 à BAHAN DAUR-ULANG

7.Refurbishment danRepair à PRODUK

8. Shredding danpemisahan komponen

8a. Komponen mengandung B3 - KHUSUS

8B. Komponen mengandung NON-B3

Page 50: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

50

lingkungan. Dalam sistem pengumpul informal, maka sektor ini diarahkan hanya untuk mengumpulkan, dan sedapat mungkin tidak melakukan dismantling. Berarti harus terdapat mekanisme ‘ganti-rugi’ yang bisa diterapkan.

11. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Instrumen ekonomi lingkungan hidup menurut PP 46/2017 (tentang Instrumen ekonomi) adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong semua fihak ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pada dasarnya, industri perlu memasukkan biaya pencemaran atau kerusakan lingkungan dalam perhitungan biaya produksinya.

Bila PP 46/2017 menitik beratkan pada penyediaan dana untuk pemulihan lingkungan, penanggulangan pencemaran dan konservasi akibat kegiatan industri, konsep EPR lebih fokus kepada bagaimana dana (fund) yang tersedia ditujukan untuk mendorong penanganan limbah elektronik-elektrikal (LEE) yang lebih berwawasan lingkungan yang harus dilakukan oleh industri recycling formal yang berlisensi. Disisi lain, dana EPR tersebut ditujukan untuk mendorong munculnya produk elektronik-elektrikal yang beredar di Indonesia yang mempertimbangkan design-for-environment dan design-for-recyclability. Dana yang digunakan dalam PP46/2017 bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara, dan/atau dana lain yang tidak mengikat. Dana yang terkumpul menurut PP46/2017 sebagian besar seolah menunggu terjadinya kasus lingkungan, sementara dana yang terkumpul dalam konsep EPR akan bersifat aktif karena industri recycling akan selalu beraktivitas dalam penanganan LEE.

2. Penerapan EPR tentang LEE perlu adanya kesamaan persepsi dari semua stakeholder. Kesalah-fahaman dapat terjadi, seolah konsep EPR akan menambah beban industri. Konsep EPR menghindari situasi ‘bukan tanggung jawab siapapun’. Konsep EPR sudah diterapkan dengan baik di negara industri, dan mulai diterapkan di negara berkembang seperti China dan India, dua negara yang mendapatkan masalah ‘kiriman’ barang LEE dari luar yang menimbulkan dampak pencemaran signifikan bagi kesehatan dan lingkungan di negara tersebut. Thailand dan Filipina juga sedang menyiapkan undang-undang terkait EPR dari LEE. Tujuan penerapan EPR adalah mendorong penanganan LEE yang lebih baik agar tidak membahayakan kesehatan dan lingkungan, dan mendorong industri untuk mengembangkan dan/atau mengimpor peralatan elektronik-elektrikal yang lebih ramah lingkungan, yang meminimisasi komponen berbahaya dan memperbanyak komponen yang bisa didaur-ulang.

3. Konsep yang yang ditawarkan dalam Laporan ini sepertinya tidak bisa diterapkan sekaligus. Target utama sebaiknya adalah kelompok produk baru yang masuk setelah regulasi EPR ini diterapkan (PRODUK A), dengan sasaran awal adalah produk yang telah dikenal baik di Indoensia, khususnya produk branded misalnya dari Jepang, Korea, USA dan Uni-Eropa. Beberapa produk dari negara tersebut telah mempunyai fabrik sendiri di Indonesia. Negara-negara tersebut telah dikenal konsisten dalam mengembangkan produk yang memperhatikan aspek lingkungan dan daur-ulang. Mungkin di awal akan bersifat voluntary, atau dapat pula dalam bentuk kegiatan CSR yang lebih terstruktur dan berkesinambungan. Yang paling mendasar adalah bagaimana membangun mekanisme pendanaan yang kredibel dan transparan, dikelola oleh organisasi yang

Page 51: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

51

dipercaya oleh semua fihak, khususnya oleh fihak industri, importir dan distributor. Cikal bakal kegiatan tertsebut secara bertahap ditransformasi menjadi konsep EPR yang sebetulnya. Sebaiknya di awal, produk-produk yang dijadikan target tidak terlalu banyak.

4. Mekanisme tersebut di atas perlu didukung oleh industri daur-ulang formal yang telah berkembang di Indonesia, yang selama ini mendapatkan kesulitan memperoleh bahan baku LEE, karena kalah bersaing dengan pengumpul informal. Dari diskusi dan informasi yang terkumpul selama ini, secara potensi bisnis, kegiatan daur-ulang LEE mempunyai potensi ekonomi yang cukup baik dan menjanjikan. Bahkan beberapa komponen LEE ini mempunyai pasar pembeli dari luar negeri. Adanya mekanisme funding dalam konsep EPR akan lebih berperan dalam mendistribusikan dana secara proporsional, khususnya untuk menangani LEE yang bersifat ‘orphane’ dan masuk sebelum regulasi EPR diterapkan. Secara bertahap, Pemerintah hendaknya konisten meniadakan produk-produk yang sifatnya ‘tanpa produsen’ atau produk orphane, termasuk produk-produk perakitan dalam negeri yang perlu dikembangkan dan dibina, tetapi dengan konsep yang tetap memperhatikan kesehatan dan lingkungan hidup.

5. Sejalan dengan tahapan penerapan EPR seperti diuraikan di atas, Pemerintah diharapkan secara aktif menangani LEE yang sudah berada di sektor informal (PRODUK D) tetapi berpotensi menimbulkan masalah lingkungan, termasuk produk-produk yang ditengarai menggunakan penghambal nyala dari Brom (PBDE) yang telah dilarang penggunaannya oleh Konvensi Stockholm, disamping memperketat pengawasan penggunaan bahan penghambat nyala yang digunakan di dalam negeri. Produk-produk tersebut sebagian besar berada di tangan sektor karena masih tetap mempunyai nilai ekonomi yang menjanjikan. Bila kegiatan tersebut dilakukan secara terpadu dengan konsep EPR, dalam bentuk subsidi yang dibantu pendanaannya sebagian dari anggaran pemerintah (misal dari dana PP46/2017), maka secara bertahap dan pasti, persoalan LEE yang menimbulkan masalah kesehatan dan lingkungan ini bisa ditangani secara baik dan berkessinambungan.

6. Konsep EPR tidak mengharuskan kepada produsen atau importir untuk secara fisik betanggung jawab pada produknya, misalnya dalam mekanisme pengumpulan. Peran organisasi EPR menjadi bermakna dengan adanya pusat dan jaringan pengumpul LEE. Saat laporan ini disiapkan, Pemerintah melalui Kementerian KLHK sedang menyiapkan regulasi terkait sampah spesifik seperti diamanatkan dalam UU-18/2018. Salah satu sampah spesifik yang berasal dari rumah tangga adalah yang mengandung B3, termasuk LEE. Konsep penanganan sampah spesifik yang sedang disiapkan adalah, bahwa LEE tersebut selama berada di rumah tangga secara regulasi belum berkategori B3. Masyarakat hanya diwajibkan memisahkan dari sampah lain, dan dibawa ke sebuah TPS di bawah koordinasi pemerintah kota/kabupaten. Saat LEE ini berada di TPS, statusnya menjadi limbah B3 dan terkena regulasi yang sesuai. TPS dalam konsep LEE akan berstatus sebagai pusat atau jaringan pengumpul LEE.

Page 52: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

52

REFERENSI

Basel Convention (2006): Guideline of Reduce, Reuse, Recycle – Repair and Refurbishment of Electrical and Electronic Waste, BCRC for Southeast Asia. J. Best (2012): Incentivizinggreen design – the application of differential fee in EPR programs, RCBC Confrerence, May 25, 2012.

S. R. Bhardwaj (2016): International workshop on extended producer responsibility in india: opportunities, challenges and lessons from international experience, Ministry of Environment, Forest and Climate Change, India, May 12-13.

Central Pollution Control Board – Delhi (2016): Guidelines on Implementation of E-Waste (Management) Rules.

E. Damanahuri (2018): Development of e-Waste management in Indonesia, Seminar electronic industrial waste management and waste as industrial resources to support reducing releases of PBDEs/UPOPs, Ministry of Industry – UNDP, Sanur-Bali, 8-9 January.

E. Damanhuri (2017): 3E and e-Waste flow in Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hotel Ritz Cartlon – Jakarta, 2 October.

E. Damanhuri, D. Erianto, W. Adriani (2015): Naskah pedoman pengelolaan limbah elektronik, Laporan Versi Final kepada Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, 10 Desember.

E. Damanhuri, Sukandar, S. P. Hapsari (2007): Development of guideline document on the 3R (reduce, reuse recycle) and repair and refurbishment of electrical and electronic waste, Draft Report to BCRC for South-East Asia, December

E. Damanhuri (2006): Preliminary identification of E-waste flows in Indonesia and its hazard characteristics, the third NIES Workshop on e-waste, Tsukuba, November 17-18.

IGES (2016): Extended Producer Responsibility Policy in East Asia in consideration of International Resource Circulation, Edited by Y. Hotta; S. Hayashi; M. Bengtsson; H. Mori With editorial support by Jeffrey Bowyer.

M. Kojima (2011): The Challenge and Strategy of EPR Concept in Developing Country, Tantangan dan Strategi Pengelolaan Limbah Elektronik (E-Waste) di Indonesia, November 14, Aula Barat ITB.

P. Mahesh (…..): EPR Sustainable solution to electronic waste, Toxics Link, India

P. Manomaivibool; T. Lindhqvist; N. Tojo (2009): Extended producer responsibility in a non-OECD contex - the management of waste electrical and electronic equipment in India, IIIEE, Lund University.

Page 53: UNDP-Final Report-EPR 18022019-doc Report-EPR.pdf · Pendekatan EPR dalam Mengurangi Penyebaran PBDE pada e-Waste LAPORAN FINAL EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) LIMBAH ELEKTRONIK-ELEKTRIKAL

53

P. Manomaivibool; T. Lindhqvist; N. Tojo (2007): Extended producer responsibility in a non-OECD contex - the management of waste electrical and electronic equipment in Thailand, IIIEE, Lund University. H-K. Ma (2018): Electronic waste policy and technologies in Taiwan, Seminar electronic industrial waste management and waste as industrial resources to support reducing releases of PBDEs/UPOPs, Ministry of Industry – UNDP, Sanur-Bali, 8-9 January. Ministry of Environment and Forests and Central Pollution Control Board (2011): Implementation of E-waste Rules 2011 Guidelines, Delhi P. Modak (2018): E-waste as a tool of circular economy, Seminar electronic industrial waste management and waste as industrial resources to support reducing releases of PBDEs/UPOPs, Ministry of Industry – UNDP, Sanur-Bali, 8-9 January. Y. Morita (2018): Home appliances recycling Act under EPR concept in Japan, Seminar electronic industrial waste management and waste as industrial resources to support reducing releases of PBDEs/UPOPs, Ministry of Industry – UNDP, Sanur-Bali, 8-9 January. OECD (2001): Extended producer responsibility, a guidance manual for governments, OECD Publication Service. S. Pongyart (……): Extended producer responsibility for e-waste management – Thailand prospective, Ministery of Naturan Resources. Sungwoo Chung (2010): A comparative study of e-waste recycling systems in Japan, South Korea and Taiwan form the EPR perspective: implications for developing countries, ERIA meeting at ITB, 1 Maret. U. Santoso (2011): Konsep nasional pengelolaan limbah elektronik dengan basis EPR, Seminar Nasional Limbah Elektronik di Indonesia, Aula Barat ITB, 14 November. UNEP (2007): E-waste management manual, Vol I and II, United Nations Environment Programme.

Virogreen: E-Waste Recycling and Management Singapore - http://www.virogreen.net/e-waste-recycling-singapore:

Extended Producer Responsibility A Guidance Manual for Governments: EPR-24112018 https://books.google.co.jp/books?id=DNM4brpcKO4C&pg=PA134&hl=ja&source=gbs_toc_r&cad=3#v=onepage&q&f=false: http://www.wrap.org.uk/WEEEguidence. How Does the Chinese E-waste Disposal Fund Scheme Work: Ministry of Environmental Protection of China https://www.oecd.org/environment/waste/China%20case%20study%20final.pdf