UP AYA PENI IRIAN ANAK MELA · 2013. 10. 30. · vi ABSTRAK Tukriyah, 2013. Upaya Peningkatan...

183
UP ME KAN Di ajukan se PAYA PENI TODE BER NAK-KANA ebagai salah Program St UN INGKATAN RMAIN PER AK PERTIW satu syarat u tudi Pendidik Nama NIM FAKULTA NIVERSITA SKRIPSI N KEMAND RAN PADA WI JATIRO untuk memp kan Guru Pe Oleh: : Tukri : 16019 PGPAUD AS ILMU PE AS NEGER 2013 DIRIAN AN A KELOMP KEH SON peroleh gelar endidikan An iyah 910025 D ENDIDIKA RI SEMARA NAK MELA POK A TAM NGGOM BR r Sarjana Pen nak Usia Din AN ANG ALUI MAN REBES ndidikan pad ni da

Transcript of UP AYA PENI IRIAN ANAK MELA · 2013. 10. 30. · vi ABSTRAK Tukriyah, 2013. Upaya Peningkatan...

  • UP

    ME

    KAN

    Di ajukan se

    PAYA PENI

    TODE BER

    NAK-KANA

    ebagai salah

    Program St

    UN

    INGKATAN

    RMAIN PER

    AK PERTIW

    satu syarat u

    tudi Pendidik

    Nama

    NIM

    FAKULTA

    NIVERSITA

    SKRIPSI

    N KEMAND

    RAN PADA

    WI JATIRO

    untuk memp

    kan Guru Pe

    Oleh:

    : Tukri

    : 16019

    PGPAUD

    AS ILMU PE

    AS NEGER

    2013

    DIRIAN AN

    A KELOMP

    KEH SON

    peroleh gelar

    endidikan An

    iyah

    910025

    D

    ENDIDIKA

    RI SEMARA

    NAK MELA

    POK A TAM

    NGGOM BR

    r Sarjana Pen

    nak Usia Din

    AN

    ANG

    ALUI

    MAN

    REBES

    ndidikan pad

    ni

    da

  • ii

    PESETUJUAN PEMBIMBING

    Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian

    Skripsi pada :

    Pada Hari :

    Tanggal :

    Pembimbing I Pembimbing II

    Edi Waluyo, M.Pd Amirul Mukminin, S. Pd.M.Kes

    NIP. 19790425 200501 001 NIP.19780330 200501 1 001

    Mengetahui

    Ketua Jurusan PG PAUD FIP UNNES

    Edi Waluyo, M.Pd

    NIP. 19790425 200501 001

  • iii

    PENGESAHAN KELULUSAN

    Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas

    Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang

    Pada Hari : Jum’at

    Tanggal : 28 Juni 2013

    Panitia Ujian

    Ketua Sekretaris

    Drs Harjono, M.Pd Edi Waluyo, M.Pd

    NIP. 19510801 197903 1 007 NIP. 19790425 200501 001

    Pembimbing I Penguji I

    Edi Waluyo,M.Pd Dr Sri Sularti Dewanti Handayani, M, Pd

    NIP. 19790425 200501 1 001 NIP. 19570611 198403 2 001

    Pembimbing II Penguji II

    Amirul Mukminin, S. Pd, M.Kes Edi Waluyo,M.Pd

    NIP.19780330 200501 1 001 NIP. 19790425 200501 1 001

    Penguji III

    Amirul Mukminin, S. Pd, M.Kes

    NIP. 19780330 200501 1 001

  • iv

    PERNYATAAN

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa isi skripsi ini benar-

    benar hasil karya sendiri dengan sumbangan pemikiran dari Edi Waluyo, M.Pd

    Dosen Pembimbing I dan Amirul Mukminin, S.Pd.M.Kes Dosen Pembimbing II,

    bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau

    temuan orang lain yang terdapat pada skripsi ini dirujuk berdasarkan kode etik

    ilmiah.

    Brebes, Juni 2013

    Tukriyah

    NIM. 1601910025

  • v

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN

    MOTTO

    Kemandiriannya sebagai anak manusia tak terjadi begitu saja dan serentak. Seseorang anak akan mengalami proses perkembangan dan pertumbuhan yang berjalan secara terus menerus dalam rentang kehidupannya. - Tim Pustaka famili

    PERSEMBAHAN

    Dengan Mengucap rasa syukur

    Alhamdulillah kepada Allah SWT,

    Skripsi ini kupersembahkan pada:

    1. Almarhum ayah dan ibu

    2. Suami dan anak-anakku

    tersayang

    3. Teman-teman seperjuangan

  • vi

    ABSTRAK

    Tukriyah, 2013. Upaya Peningkatan Kemandirian Anak Melalui Metode Bermain Peran pada Kelompok A Taman Kanak-Kanak Pertiwi Jatirokeh–Songgom Brebes, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Pendidikan Guru Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Edi Waluyo,M.PD dan Pembimbing II Amirul Mukminin, S. Pd.M.Kes. Kata kunci ; Peningkatan Kemandirian Anak Melalui Metode Bermain Peran. Pembelajaran bermain peran merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kemandirian anak usia dini. Dalam kenyataannya tingkat kemandirian anak usia dini di Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya pembelajaran bermain peran. Oleh karena itu diperlukan adanya pembelajaran bermain peran untuk mengatasi hal tersebut. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut: Untuk mengetahui pembelajaran metode bermain peran di TK Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes dan untuk mengetahui sejuah mana metode bermain peran dalam meningkatkan kemandirian anak TK Kelompok A di TK Pertiwi Jatirokeh- Songgom Brebes Subjek penelitian ini adalah anak-anak kelompok A Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes yang berjumlah 20 anak. Dalam penelitian ini menggunakan 3 siklus. Hasil penelitian pada aspek keberanian dan kepercayaan diri anak, memiliki rasa tanggung jawab, menguasai keterampilan sesuai dengan tugas yang diberikan dan mampu mengendalikan emosi mainnya 10 anak atau sebesar 50% mendapatkan nilai ● (lingkaran penuh) sangat baik dan √ (centang) baik sedangkan aspek mampu bekerja sendiri ada 11 anak atau sebesar 55 %. Pada aspek memiliki rasa tanggung jawab ada 11 anak atau sebesar 55 %, aspek keberanian dan kepercayaan diri anak, mampu bekerja sendiri, menguasai keterampilan sesuai dengan tugas yang diberikan dan mampu mengendalikan emosi mainnya 12 anak atau sebesar 60% mendapatkan nilai ● (lingkaran penuh) sangat baik dan √ (centang) baik. Sedangkan aspek keberanian dan kepercayaan diri anak, memiliki rasa tanggung jawab, menguasai keterampilan sesuai dengan tugas yang diberikan dan mampu mengendalikan emosi mainnya 15 anak atau sebesar 75% mendapatkan nilai ● (lingkaran penuh) sangat baik dan √ (centang) baik sedangkan aspek mampu bekerja sendiri (tanpa bantuan orang lain) ada 16 anak atau sebesar 80 %. Berdasarkan hasil penelitian ini metode pengajaran bermain peran bisa meningkatkan tingkat kemandirian di Kelompok A Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh. Perubahan tersebut terlihat anak mau berpisah dengan ibu/pengasuhnya, anak lebih berani dan percaya diri bila tampil di depan kelas, anak mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas dari pengajar.

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas berkat dan kasih

    karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Upaya

    Peningkatan Kemandirian Anak Melalui Metode Bermain Peran pada Kelompok A

    Taman Kanak-Kanak Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes.

    Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Studi

    Strata 1 guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan PG PAUD

    Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang (UNNES).

    Penulis menyadari bahwa tersusunnya skripsi ini bukan hanya atas kemampuan

    dan usaha penulis semata, namun juga berkat bantuan berbagai pihak, oleh karena itu

    penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :

    1. Drs Hardjono, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) yang telah

    memberikan izin penelitian.

    2. Edi Waluyo, M.Pd., Ketua Jurusan PG PAUD, Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP)

    UNNES dan Pembimbing I.

    3. Amirul Mukminin, S.Pd. M. Kes., Pembimbing II

    4. Tim penguji skripsi Jurusan PG PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan(FIP)

    Universitas Negeri Semarang.

    5. Dosen dan Teman-teman mahasiswa Jurusan PG PAUD atas semangat dan

    dukungannya selama ini.

    6. Rekan-rekan guru Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes

    7. Pihak-pihak lain yang langsung maupun tidak langsung yang telah

  • viii

    mendukung baik moril maupun materiil demi terselesaikannya skripsi ini.

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak

    kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

    membangun dari semua pihak, akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini

    dapat bermanfaat bagi para pembaca.

    Brebes, Juni 2013

    Penulis

  • ix

    DAFTAR ISI

    Halaman Judul……………………………………………………... i

    Halaman Pengesahan ……………………………………………… ii

    Halaman Pesetujuan Pembimbing…………………………………. iii

    Surat Pernyataan …………………………………………………... iv

    Motto dan Pesembahan ……………………………………………. v

    Abstraksi …………………………………………………………... vi

    Kata Pengantar …………………………………………………….. viii

    Daftar Isi …………………………………………………………... x

    Daftar Tabel ……………………………………………………….. xiv

    Daftar Gambar …………………………………………………….. xvi

    Daftar Lampiran…………………………………………………… xvii

    BAB I PENDAHULUAN …………………………………………. 1

    A. Latar Belakang ………………………………………… 1

    B. Pembatasan Masalah …………………………………. 9

    C. Rumusan Masalah …………………………………….. 10

    D. Tujuan Penelitian……………………………………… 10

    E. Manfaat Penelitian ……………………………………. 10

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………...... 12

    A. Anak Usia Dini………………………………………… 12

    1. Pengertian Anak Usia Dini …………...................... 12

  • x

    2. Karakteristik Anak Usia Taman Kanak-Kanak………… 17

    B. Kemandirian Anak Usia Taman Kanak-Kanak …………. 23

    1. Pengertian Kemandirian ………….…………..……. 23

    2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat

    Kemandirian Anak Usia Prasekolah………………. 29

    C. Metode Bermain Peran pada Taman Kanak-Kanak ……… 31

    1. Pengertian Bermain ………………………… 24

    D. Konsep Metode Bermain Peran di Taman Kanak-Kanak 29

    1. Pengertian Metode Bermain Peran ………… 35

    2. Peranan Bermain Peran dalam Kurikulum Taman

    Kanak-Kanak ……………………………….. 40

    3. Macam-Macam Metode Bermain Peran ………. 43

    4. Tujuan Metode Bermain Peran ……………… 45

    5. Jenis Bermain Peran …………………………. 47

    6. Manfaat Bermain Peran ……………………… 49

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………….. 52

    A. Desain Penelitian ……………………………………… 53

    B. Tempat dan Waktu Penelitian ………………………… 53

    C. Subjek Penelitian …………………………………….. 53

    D Instrumen Penelitian …………………………………. 53

    E. Penelitian Tindakan Kelas ……………………………. 53

    1. Proses Penelitian Tindakan Kelas Siklus I ………. 53

  • xi

    a. Persiapan ………………………………… 53

    b. Pelaksanaan ……………………………… 54

    c. Evaluasi/Refleksi………………………… 54

    2. Proses Penelitian Tindakan Kelas Siklus II…… 55

    a. Persiapan ………………………………… 55

    b. Pelaksanaan ……………………………… 56

    c. Evaluasi/Refleksi………………………… 56

    2. Proses Penelitian Tindakan Kelas Siklus III…… 57

    a. Persiapan ………………………………… 57

    b. Pelaksanaan ……………………………… 58

    c. Evaluasi/Refleksi………………………… 58

    4. Pedoman Observasi ………………………………. 59

    5. Dokumentasi ……………………………………… 63

    F. Teknik Analisis Data…………………………………… 65

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………….. 67

    A. Gambaran Umum TK Pertiwi Jatirokeh……………… 67

    B. Sarana dan Prasarana TK Pertiwi Jatirokeh…………. 68

    1. Sarana TK Pertiwi Jatirokeh……………………… 68

    2. Alat Permainan ……………………………. ……… 69

    C. Hasil Penelitian ………………………………………... 70

    1. Deskipsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas

    Siklus I………………………………………. 72

  • xii

    a. Hasil evaluasi/Refleksi……… ……………….. 75

    b. Dokumentasi………………………………….. 83

    2. Deskipsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas

    Siklus II…………………………………………… 86

    a. Hasil evaluasi/Refleksi……… ……………….. 89

    b. Dokumentasi………………………………….. 97

    3. Deskipsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas

    Siklus III…………………………………………… 104

    a. Hasil evaluasi/Refleksi……… ……………….. 107

    b. Dokumentasi………………………………….. 116

    4. Pembahasan Hasil Penelitian……………………… 122

    BAB V PENUTUP………………………………………………….. 125

    A. Kesimpulan…………………………………………… …. 125

    B. Saran………………………………………………….. ….. 126

    DAFTAR PUSTAKA………………………………………...………. . 127

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1 Kategori Penilaian Bermain Peran……………………………. 68

    Tabel 2 Data Tenaga Kepegawaian……………………………………. 71

    Tabel. 3 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Keberanian dan Kepercayaan Diri Anak siklus I…………………………….. 76 Tabel. 4 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Memiliki Rasa Tanggung Jawab Anak siklus I……………………………… 77 Tabel. 5 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Bekerja Sendiri (Tanpa Bantuan Orang Lain) Anak siklus I…………………. 78 Tabel. 6 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Menguasai Keterampilan Sesuai dengan Tugas yang Diberikan Anak siklus I…………. 79 Tabel. 7 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Mengendalikan Emosi Main Anak siklus I……………………………………. 80 Tabel. 8 Rekapitulasi tingkat keberhasilan Peningkatan Kemandirian Anak Kelompok A siklus I…………………………………… 81 Tabel. 9 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Keberanian dan Kepercayaan Diri Anak siklus II…………………………….. 90 Tabel. 10 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Memiliki Rasa Tanggung Jawab Anak siklus II…………………………….. 91 Tabel. 11 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Bekerja Sendiri (Tanpa Bantuan Orang Lain) Anak siklus II………………… 92 Tabel. 12 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Menguasai Keterampilan Sesuai dengan Tugas yang Diberikan Anak siklus II 93 Tabel. 13 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Mengendalikan Emosi Main Anak siklus II…………………………….. 94 Tabel. 14 Rekapitulasi tingkat keberhasilan Peningkatan Kemandirian Anak Kelompok A siklus II 95 Tabel. 15 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Keberanian dan

  • xiv

    Kepercayaan Diri Anak siklus III…………………………… 109 Tabel. 16 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Memiliki Rasa Tanggung Jawab Anak siklus III…………………………… 110 Tabel. 17 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Bekerja Sendiri (Tanpa Bantuan Orang Lain) Anak siklus III………………. 111 Tabel. 18 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Menguasai Keterampilan Sesuai dengan Tugas yang Diberikan Anak siklus III…….. 112 Tabel. 19 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Mengendalikan Emosi Main Anak siklus III………………………………… 113 Tabel. 20 Rekapitulasi tingkat keberhasilan Peningkatan Kemandirian Anak Kelompok A siklus III………………………………. 114

  • xv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1 Bagan Tahapan dalam Penelitian Tindakan Kelas……………….... 52

    Gambar 2 Anak sedang melakukan persiapan potong rambut……………….. 83

    Gambar 3 Anak sedang melakukan persiapan potong rambut ……..………... 84

    Gambar 4 Anak sedang melakukan persiapan potong rambut……………….. 84

    Gambar 5 Anak sedang memotong rambut………………………………….. 85

    Gambar 6 Anak sedang merapikan hasil potongan rambut…………………. 85

    Gambar 7 Anak sedang menunggu giliran potongan rambut………………… 86

    Gambar 8 Anak sedang bermain peran sebagai guruolah raga yang sedang

    mempersiapkan anak masuk ruangan………………………………. 98

    Gambar 9 Salah satu anak yng berperan sebagai guru olah raga sedang

    mengabsen………………………………………………………….. 99

    Gambar 10 Anak yang memerankan tokoh guru olah raga sedang memberi

    penjelasan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan..……… 99

    Gambar 11 Anak sedang memerankan tokoh guru olah raga sedang memberikan

    penjelasan pada anak didiknya …………….…………………… 100

    Gambar 12 Anak yang memerankan guru olah raga sedang membuat garis

    lengkung menjadi angka di papan tulis ..…………………..…… 100

    Gambar 13 Anak yang sedang memerankan sebagai guru olah raga sedang

    memberikan tugas secara bergantian………………………..……… 101

    Gambar 14 Anak yang memerankan guru olah raga sedang mempraktekkan

    kegiatan berolah raga………………………………………..…… 101

  • xvi

    Gambar 15 Kegiatan olah raga dipandu anak yang sedang memerakan

    guru olah raga…………………………………………….……… 102

    Gambar 16 Anak yang berperan sebagai guru olah raga sedang memberi

    ulasan pada anak didiknya dibantu peneliti……………………… 102

    Gambar 17 Anak yang memerankan guru olah raga sedang memberi ulasan… 103

    Gambar 18 Suasana setelah pembelajaran bermain peran selesai……………… 103

    Gambar 19 Anak sedang memerankan pasien yang menunggu giliran berobat. 117

    Gambar 20 Anak sedang memerankan pasien yang mau berobat sedang yang

    satunya sedang memerankan perawat yang sedang mendaftar pasien. 118

    Gambar 21 Anak sedang memerankan pasien yang mau berobat timbang berat

    badannya oleh anak anak yang berperan sebagai perawat…………… 118

    Gambar 22 Anak sedang memerankan perawat memperhatikan timbangan

    pasien…………………………………….……………………………. 119

    Gambar 23 Anak sedang memerankan dokter mengukur suhu badan pasien… 119

    Gambar 24 Anak sedang memerankan dokter sedang memeriksa pasien…… 120

    Gambar 25 Keadaan sesudah pembelajaran bermain peran………………… 120

    Gambar 26 Keadaan sesudah pembelajaran bermain peran………………… 121

    Gambar 27 Anak terlihat senang usai melaksanakan kegiatan bermain peran

    tampak mereka saling bercerita apa yang telah diperankan………. 121

  • xvii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian……………………………… 129

    Lampiran 2 Pedoman Observasi Penilaian Bermain Peran dalam

    Peningkatan Kemandirian Anak Kelompok A

    Pertiwi Jatirokeh-Brebes………………………………... 130

    Lampiran 4 Daftar Nama Anak yang Diobservasi…………………… 131

    Lampiran 5 Rencana Kerja Mingguan………………………………… 132

    Lampiran 6 Rencana Kerja Harian…………………………………… 136

    Lampiran 7 Lembar Observasi Kemandirian Anak…..……………… 148

    Lampiran 8 Lembar Observasi Hasil Kegiatan Bermain Peran

    Tukang Potong Rambut Siklus I………………………… 157

    Lampiran 9 Lembar Observasi Hasil Kegiatan Bermain Peran

    Guru Olah Raga Siklus II………………………………… 160

    Lampiran 10 Lembar Observasi Hasil Kegiatan Bermain Peran

    Dokter Lina Siklus III…………………..………………… 163

  • 1

     BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat mendasar bagi kehidupan

    manusia, salah satunya adalah pendidikan anak usia dini. PAUD merupakan

    pendidikan pertama dan utama dalam kehidupan anak. Pada masa ini anak-

    anak mendapatkan segala sesuatu yang dapat merangsang perkembangan

    anak untuk selanjutnya. Usia dini merupakan saat yang paling tepat untuk

    memberikan stimulasi dan rangsangan yang baik untuk perkembangan anak.

    Dalam Undang-undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 14,

    Pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada

    anak sejak lahir sampai usia 6 tahun, yang dilakukan melalui pemberian

    rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan perkembangan jasmani

    dan rohani, agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih

    lanjut. Pendidikan anak usia dini sudah dianggap penting untuk dilalui dan

    menjadi suatu pendidikan yang dasar.

    Pendidikan anak usia dini, bertujuan untuk memfasilitasi perkembangan

    anak secara menyeluruh, yang menyangkut berbagai aspek perkembangan

    anak. Pengembangan kemampuan anak itu meliputi : motorik halus dan kasar,

    kognitif, sosialisasi, bicara/bahasa dan kemandirian anak. Perlunya

    pengembangan anak sejak usia dini, karena pada masa itu usia anak tergolong

    dalam masa Golden age, yaitu masa yang sangat peka untuk menerima

    stimulasi yang baik dari lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah, pada

  • 2

    masa itu anak banyak menyerap berbagai hal yang positif maupun negative

    dari lingkungan sekitar mudah untuk diserap dan diingat.

    Dari pernyataan di atas, dapat dikemukakan bahwa pendidikan Anak

    usia dini merupakan salah satu jalur pendidikan yang dapat mengembangkan

    perkembangan anak secara menyeluruh. Mengingat pentingnya pendidikan

    ini maka diperlukan pendidik yang dapat memberikan stimulasi dan

    bimbingan untuk perkembangan anak. Pendidikan ini diharapkan dapat

    melahirkan generasi yang baik, baik secara fisik maupun psikisnya sesuai

    dengan harapan orang tua. Dalam perkembangannya, seorang anak selain

    membutuhkan perhatian dari keluarga, juga membutuhkan perhatian dari

    sekolah di mana anak itu belajar, walaupun lingkungan masyarakat juga dapat

    mempengaruhi perkembangan jiwa anak.

    Pengaruh masyarakat yang ada dalam lingkungan tempat tinggal anak,

    tentu juga ada yang bersifat positif dan ada pula yang bersifat negatif, di

    sinilah tugas orang tua dan guru dalam memberikan pengarahan pada anak–

    anak usia dini untuk mengendalikan agar mereka dapat mengambil keputusan

    sendiri, dan melatih anak sedini mungkin dapat mandiri sesuai dengan

    perkembangannya, karena itu pendidikan anak usia dini perlu dilakukan

    dengan terarah kepengembangan segenap aspek pertumbuhan dan

    perkembangannya, baik perkembangan jasmani maupun perkembangan

    rohaninya, dan dilaksanakan secara terintegrasi dalam suatu kesatuan

    program yang utuh dan proporsional. Pendidikan anak usia dini sangat

  • 3

    penting bagi kelangsungan bangsa dan perlu menjadi perhatian serius dari

    pemerintah. Pendidikan anak usia dini merupakan strategi pembangunan

    sumber daya manusia, karena pembentukan karakter bangsa dan kemajuan

    ditentukan penanaman sejak anak usia dini, dalam merealisasi upaya tersebut

    pemerintah berupaya keras untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional,

    dalam peningkatan mutu pendidikan baik pendidik maupun tenaga

    kependidikan, yang mencakup jalur pendidikan formal dan pendidikan non

    formal, semua upaya tersebut dengan maksud dalam rangka mencapai tujuan

    pendidikan nasional.

    Guru memiliki tugas untuk menstimulasi perkembangan anak, berbagai

    macam cara dilakukan agar pembelajaran yang diberikan kepada anak akan

    memberikan kepuasan kepada orang tua dan masyarakat pada umumnya.

    Untuk membuat kepuasan itu guru berusaha memberikan pelajaran-pelajaran

    yang merangsang perkembangan kognitif anak, mereka beranggapan bahwa

    anak yang berhasil adalah anak yang pandai dengan kemampuan kognitifnya,

    namun pada kenyataannya bukan hanya kemampuan kognitif saja yang perlu

    diperhatikan, tetapi anak juga perlu dipersiapkan untuk lebih mandiri dalam

    memasuki kehidupan bermasyarakat.

    Pada saat anak memasuki pendidikan di Taman Kanak-kanak atau

    PAUD, anak mulai memasuki dunia lain selain lingkungan keluarga. Di sini

    anak mulai belajar untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang

    baru, berinteraksi dengan orang atau anak-anak yang baru dan lingkungan

  • 4

    yang baru, bukan suatu yang mudah dilakukan oleh anak, terutama jika anak

    jarang bertemu dengan lingkungan yang lain. Anak perlu dilatih untuk

    memiliki kemampuan sosial, dan kemandirian dalam berinteraksi dengan

    lingkungan yang lain.

    Pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) merupakan pendidikan yang

    menyenangkan, dengan prinsip “Belajar sambil bermain, bermain sambil

    belajar”. Karena bermain merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial

    bagi anak TK, melalui bermain anak akan mendapat kepuasan dalam dirinya,

    dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa,

    emosi, sosial, nilai dan sikap hidup. Dengan bermain anak juga berlatih untuk

    membina hubungan dengan orang lain, bertingkah laku yang sesuai dengan

    tuntutan yang ada dalam lingkungan masyarakat, dapat menyesuaikan diri

    dengan teman sebaya, dapat memahami tingkah lakunya sendiri serta paham

    bahwa setiap perbuatannya ada konsukwensinya, agar anak berlatih untuk

    bertanggung jawab, sehingga anak akan lebih mandiri tanpa ketergantungan

    terhadap orang lain.

    Berangkat dari sinilah pembelajaran pada pendidikan anak usia dini

    harus dicermati, sehingga apa yang diharapkan oleh guru, orang tua maupun

    masyarakat, yakni anak-anak yang lebih mandiri dalam segala hal sesuai

    dengan kapasitasnya sebagai anak dapat tercapai. Metode pengajaran yang

    tepat dan cermat akan mengarahkan anak-anak pada hasil yang optimal.

  • 5

    Macam-macam metode pengajaran ada untuk menyampaikan

    pembelajaran di Taman Kanak-kanak, seperti yang terdapat dalam Buku

    Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak (Moeslichatoen. R, 2001:24), jadi

    sebagai guru atau pendidik harus mempersiapkan metode-metode pengajaran

    yang dianggap baik untuk perkembangan anak. Terdapat banyak metode

    pengajaran yang dilakukan oleh guru, diantaranya metode bercerita, metode

    bercakap-cakap, metode karya wisata, metode demonstrasi, metode

    eksperimen, metode proyek, dan metode bermain peran.

    Semua metode pembelajaran yang ada tentu mempunyai tujuan masing

    – masing, walaupun kemungkinan antara metode yang satu dengan yang lain

    mempunyai tujuan yang sama, dan tentu juga ada tujuan yang khusus ingin

    dicapai oleh anak didiknya, metode–metode tersebuat adalah sebuah variasi

    pilihan dalam melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan apa yang

    diinginkan oleh setiap pengajar atau guru, sehingga tidak akan terjadi

    penggunaan metode yang menyimpang, karena penggunaan metode

    pengajaran yang menarik juga akan merangsang siswa dalam kegiatan

    belajar karena siswa mendapatkan hal yang baru, sehingga tidak

    membosankan, seperti kadang guru membiarkan anak–anak duduk dengan

    tenang mengerjakan tugasnya, padahal sebenarnya anak tersebut kadang

    karena takut dimarahi, jika tidak menyelesaikan tugasnya.

    Dengan kebiasaan seperti itu maka diperlukan suatu metode yang akan

    memfasilitasi perkembangan seluruh aspek pada diri anak, salah satunya

  • 6

    adalah program pengembangan sosial kemandirian seperti dalam kurikulum

    2004, dengan tujuan untuk membina anak agar dapat mengendalikan

    emosinya secara wajar, dan dapat berinteraksi dengan sesamanya maupun

    dengan orang dewasa dengan baik, dan dapat menolong dirinya sendiri dalam

    rangka kecakapan hidup.

    Metode bermain peran adalah metode yang akan melatih diri anak

    untuk merasakan menjadi orang lain, dan akan melihat perilaku orang yang

    akan mereka identifikasi, karena pada dasarnya anak senang bermain

    khayalan, menjadi orang tua, meniru tokoh kartun yang disukai dan

    sebagainya. Kegiatan bermain peran merupakan kegiatan bermain tahap

    selanjutnya setelah bermain fungsional, karena bermain peran melibatkan

    interaksi secara verbal atau bercakap – cakap dengan orang lain.

    Bermain peran adalah metode pengembangan yang efektif di mana

    seseorang memerankan karakter orang lain dan mencoba berfikir/berbuat

    dengan cara/sudut pandang sosok yang diperankannya. Bermain peran

    memberikan contoh alamiah terhadap perilaku manusia yang riil dan dapat

    digunakan oleh anak untuk menyadari perasaan mereka dan membangun

    sikap menuju nilai-nilai dan pemahaman mereka sendiri (Suryani, Lilis 2010 :

    10.1).

    Bermain peran merupakan salah satu metode pengajaran yang penting

    untuk mengembangkan potensi anak, dengan bermain peran anak dapat

    menumbuhkan imajinasi, kemampuan sosial dan kemampuan bahasa,

  • 7

    kemampuan sosial merupakan kebutuhan yang perlu dimiliki anak sebagai

    bekal bagi kemandirian anak jenjang kehidupan selanjutnya. Dalam dimensi

    proses bermain peran telah membantu siswa memperoleh pengalaman

    berharga, melalui aktivitas interaksional dengan teman–temannya, anak

    belajar memberikan masukan atas pendapatnya dan anak juga belajar untuk

    menerima masukan dari orang lain. Di samping anak akan mendapatkan

    pengalaman mengenai cara–cara menghadapi masalah, melalui pembelajaran

    bermain peran, anak dapat melatih diri untuk menerapkan prinsip–prinsip

    demokrasi, sedangkan dilihat dari dimensi produk, metode bermain peran

    untuk menyiapkan diri anak menghadapi kehidupan yang akan datang dalam

    lingkungan masyarakat, maka dari itu kemandirian seorang anak perlu dididik

    sejak masih usia dini.

    Melalui bermain peran, anak dapat meningkatkan kepekaan emosinya,

    memperluas kosa kata, mengembangkan kemampuan sosialnya, membina

    hubungan dengan anak lain, menumbuhkan kepercayaan diri tanpa tergantung

    dengan orang lain, bekerja sama dalam kelompok dan memperoleh

    pengalaman yang menyenangkan. Anak belajar memberikan masukan atau

    peran orang lain dan menerima masukan dari orang lain, di samping dapat

    membina pengalaman, melalui bermain peran diharapkan dapat melatih anak

    menjadi percaya diri dan mandiri tanpa harus bergantung dengan orang lain.

    Karena kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara

    kumulatif selama perkembangan, di mana individu akan terus belajar untuk

  • 8

    dapat bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di dalam

    lingkungannya, sehingga individu mampu untuk berfikir dan bertindak

    sendiri. Dengan mandiri anak seseorang memilih jalan hidupnya untuk

    berkembang yang lebih mantap (Mu’tadin, www.e-psikologi.com.akses 8

    oktober 2009 ).

    Dengan melihat permasalahan di atas, maka metode bermain peran

    mempunyai tujuan melatih daya tangkap, melatih daya konsentrasi, melatih

    membuat kesimpulan, membantu perkembangan intelegensi, membantu

    perkembangan fantasi serta membantu mengambil keputusan tanpa bantuan

    orang lain. Untuk menjadikan anak lebih mandiri, agar anak dapat melakukan

    sesuatu tanpa bantuan orang lain adalah suatu harapan bagi semua pihak, baik

    dari pihak sekolah maupun pihak orang tua atau wali murid, karena

    kemandirian adalah suatu hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh

    setiap anak. Kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri, tanpa

    tergantung pada orang lain. Maka dari itu anak–anak perlu dididik dapat

    mandiri sejak masih usia dini, karena jika tidak anak akan mengalami

    kesulitan dalam kehidupan bermasyarakat di kemudian hari.

    Terpenuhinya kebutuhan anak untuk memperoleh rasa aman juga akan

    berpengaruh positif terhadap terbentuknya kepribadian anak khususnya dalam

    membentuk kemandirian anak. Menurut Johnson dan Medinnus (1974)

    apabila anak diberikan suasana yang penuh perlindungan, cukup kasih sayang

    dan perhatian orang tua, jauh dari perasaan iri, cemburu, cemas, khawatir dan

  • 9

    sebagainya, hal ini akan mendorong dan memberikan keberanian bagi anak

    untuk melatih dirinya berinisiatif, bertanggung jawab, menyelesaikan sendiri

    problemanya dan menjadi mandiri (Sulistyaningsih, Wiwiek. 2008: 48).

    Kemandirian seperti halnya psikologis yang lain, dapat berkembang

    dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan–

    latihan yang dilakukan secara terus menerus dan dilakukan sejak dini, latihan

    tersebut berupa pemberian tugas tanpa bantuan orang lain. Kemandirian akan

    memberikan dampak yang positif bagi perkembangan seorang anak, maka

    dari itu sebaiknya kemandirian diajarkan pula dalam lingkungan keluarga

    sendiri sesuai dengan kemampuan anak. Karena segala sesuatu yang dapat

    diusahakan sejak dini akan dapat dihayati dan akan berkembang dengan baik,

    kemandirian seorang anak diperkuat melalaui proses sosialisasi dengan

    teman–teman sebaya, baik di sekolah maupun dalam lingkungannya.

    (Hurlock. 1991) mengatakan bahwa melalui hubungan dengan teman sebaya,

    anak belajar berfikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri.

    Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan perbaikan

    pembelajaran, untuk meningkatkan kinerja pendidik dengan pembelajaran

    yang lebih baik, Peneliti memiliki gagasan untuk memperbaiki pembelajaran

    dalam meningkatkan kemandirian anak Taman Kanak-kanak melalui

    Penelitian tindakan kelas.

    B. Pembatasan Masalah

    Berdasarkan berbagai masalah yang telah dikemukakan, Peneliti tertarik

  • 10

    untuk mengadakan penelitian kemandirian anak. Peneliti melakukan

    pembatasan masalah, agar pembahasan masalah tidak terlalu luas untuk

    diteliti. Pembahasan masalah dalam skripsi ini dibatasi pada upaya

    peningkatan Kemandirian anak melalui metode bermain peran pada TK

    Pertiwi Jatirokeh Brebes.

    C. Rumusan Masalah

    Untuk membuat permasalahan menjadi lebih spesifik dan sesuai

    dengan titik tekan kajian, maka harus ada rumusan masalah yang benar-benar

    fokus, maka rumusan yang bisa diambil:

    - Bagaimanakah metode Bermain Peran dapat meningkatkan kemandirian

    anak di TK Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes

    D. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan penelitian di atas, maka tujuan yang ingin dicapai

    dalam penelitian ini sebagai berikut

    - Untuk mengetahui kemandirian anak melalui metode bermain peran dalam

    meningkatkan kemandirian anak TK Kelompok A di TK Pertiwi

    Jatirokeh- Songgom Brebes.

    E. Manfaat Penelitian

    Manfaat penelitian ini meliputi:

    1. Kegunaan Teoritis

  • 11

    Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan

    pembelajaran pada guru TK, terutama dalam pengajaran metode bermain

    peran dalam meningkatkan kemandirian anak di Taman Kanak-kanak.

    2. Secara praktis bagi guru di Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh-

    Songgom Brebes, penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang dapat

    digunakan dalam rangka untuk memberikan variasi metode pembelajaran

    3. Bagi anak TK Pertiwi Jatirokeh Songgom dapat lebih mandiri, dengan

    belajar melalui metode bermain peran,

  • 12

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Anak Usia Dini

    1. Pengertian Anak Usia Dini

    Anak usia dini adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam

    tahun (Patmonodewo, 1995:16). Anak prasekolah adalah pribadi yang

    mempunyai berbagai potensi. Potensi-potensi itu dirangsang dan

    dikembangkan agar pribadi anak tersebut berkembang secara optimal.

    Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi-potensi itu akan

    mengakibatkan timbulnya masalah. Taman Kanak-kanak adalah salah

    satu bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program

    pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan

    dasar.

    Tahun-tahun prasekolah erat kaitannya dengan keutamaan

    pengembangan kepribadian dan sosial bagi anak-anak muda. Masa

    prasekolah anak-anak tidak lagi sepenuhnya tergantung pada orang tua

    mereka, di mana anak-anak prasekolah mulai menempuh perjalanan

    panjang untuk menjadi mahir berfungsi pada dunia mereka sendiri.

    Selama anak usia dini (usia 2-6 tahun), anak-anak mendapatkan beberapa

    rasa yang terpisah dan independen dari orang tua mereka (Damim,

    Sudarwan. 2011:53). Menurut Erikson, tugas anak usia dini adalah untuk

  • 13

    mengembangkan otonomi atau arah-diri (usia 1-3 tahun), serta inisiatif

    atau kemandirian (usia 3-6 tahun).

    Pendidikan prasekolah merupakan suatu pendidikan yang berbeda

    dari pendidikan formal. Perbedaan itu mencakup lama belajar maupun

    tujuan, serta materi pelajaran yang disajikan. Istilah Prasekolah

    menunjukkan pengertian bahwa anak mengikutinya sebelum masuk

    sekolah formal yaitu Sekolah Dasar. Dengan demikian pendidikan

    prasekolah adalah suatu pendidikan yang diikuti oleh anak sebelum

    masuk kelas I Sekolah Dasar. Biasanya anak menginjak usia 6-7 Tahun se

    waktu mengakhiri pendidikan prasekolahnya (Sulistyaningsih, Wiwiek.

    2008 : 40). Pada tahap perkembangan anak usia prasekolah ini, anak

    mulai menguasai berbagai ketrampilan fisik, bahasa, dan anak pun mulai

    memiliki rasa percaya diri untuk mengeksplorasi kemandiriannya

    (Hurlock, 1997:113).

    Perkembangan anak dapat dibantu dengan lebih baik lagi melalui

    pendidikan prasekolah, asalkan diberikan sesuai dengan kemampuan dan

    tahap perkembangan anak. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa

    lingkungan pendidikan yang kaya akan rangsangan mental

    memungkinkan anak mewujudkan bakatnya secara optimal. Banyak anak

    yang mengalami hambatan dalam perkembangan mentalnya karena

    kurang memperoleh stimulasi yang mereka butuhkan. Dengan demikian,

  • 14

    mereka juga menjadi kurang siap untuk pendidikan di Sekolah Dasar

    (munandar, 1983) dalam (Sulistyaningsih, Wiwiek. 2008: 41).

    Pendidikan prasekolah dapat dibedakan jenisnya menurut usia anak

    yang mengikutinya atau tujuan diselenggarakannya program tersebut. Di

    Indonesia dikenal adanya Taman Kanak-Kanak, Kelompok bermain atau

    Play Group dan Tempat Penitipan Anak, yang kesemuanya itu

    memungkinkan untuk diberikannya stimulasi perkembangan anak

    (Sulistyaningsih, Wiwiek. 2008: 42)

    Masa prasekolah merupakan masa-masa untuk bermain dan mulai

    memasuki taman kanak-kanak. Waktu bermain merupakan sarana untuk

    tumbuh dalam lingkungan dan kesiapannya dalam belajar formal

    (Gunarsa, 2004). Pada tahap perkembangan anak usia prasekolah ini, anak

    mulai menguasai berbagai ketrampilan fisik, bahasa, dan anak pun mulai

    memiliki rasa percaya diri untuk mengeksplorasi kemandiriannya

    (Hurlock, 1997:113).

    Lebih lanjut Menurut Hurlock (1997:108) ciri-ciri anak usia

    prasekolah meliputi fisik, motorik, intelektual, dan sosial. Ciri fisik anak

    prasekolah yaitu otot-otot lebih kuat dan pertumbuhan tulang menjadi

    besar dan keras. Anak prasekolah mempergunakan gerak dasar seperti

    berlari, berjalan, memanjat, dan melompat sebagai bagian dari permainan

    mereka. Kemudian secara motorik anak mampu memanipulasi obyek

    kecil, menggunakan balok-balok dan berbagai ukuran dan bentuk. Selain

  • 15

    itu juga anak mempunyai rasa ingin tahu, rasa emosi, iri, dan cemburu.

    Hal ini timbul karena anak tidak memiliki hal-hal yang dimiliki oleh

    teman sebayanya. Sedangkan secara sosial anak mampu menjalani kontak

    sosial dengan orang-orang yang ada di luar rumah, sehingga anak

    mempunyai minat yang lebih untuk bermain pada temannya, orang-orang

    dewasa, saudara kandung di dalam keluarganya.

    Dunia anak adalah dunia yang penuh dengan canda dan tawa yang

    penuh dengan kegembiraan, sehingga orang dewasa akan ikut terhibur

    dengan melihat tingkah mereka, demikianlah gambaran karakter seorang

    anak, (Siti Aisyah, 2008:13). Ada beberapa definisi tentang anak usia dini

    baik ditinjau dari sisi umur, psikologis, maupun secara fisik, antaranya:

    a. Anak usia dini adalah anak yang berda dalam rentang usia 0-

    8 tahun yang tercakup dalam proram pendidikan di Taman

    Penitipan Anak (TPA), pendidikan Pra-sekolah, TK (Taman

    Kanak – kanak) dan sekolah dasar baik negeri maupun

    swasta.

    b. Sedangkan dalam Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003

    tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 14

    menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu

    upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir

    sampai dengan usia enam tahun (0 – 6 tahun), yang dilakukan

    melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

  • 16

    pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, agar

    anak memilki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih

    lanjut (Depdiknas, 2003).

    Bermain adalah bagian hidup yang terpenting dalam kehidupan

    anak, kesenangan dan kecintaan anak bermain ini dapat digunakan sebagai

    kesempatan untuk mempelajari hal–hal yang konkrit, sehingga daya cipta,

    imajinasi dan kreativitas anak akan dapat berkembang. Teori

    perkembangan anak menurut para ahli antara lain teori Piaget (Teori

    Perkembangan Kognitif), teori ini berkaitan dengan bagaimana seorang

    anak belajar melalui tindakan yang dilakukannya, sehingga pemahaman

    dibangun melalui action, sehingga teori ini sering disebut juga dengan

    teori ”contructivism”. Dengan kata lain anak dapat memahami suatu

    konsep melalui pengalaman konkrit.

    Sedangkan menurut Erik Erikson (Teori Perkembangan Emosi),

    mengatakan bahwa perkembangan jiwa anak dan ini sangat tergantung

    pada peran orang tua dan guru. Setiap anak akan dihadapkan pada dua

    keadaan yang sangat bertolak belakang, yaitu emosi pasif dan negatif.

    Pada setiap tahap perkembangan seseorang akan mengalami konflik tarik

    menarik antara kedua emosi tersebut, keberhasilan dalam mengelola

    konflik tersebut apabila anak dapat mencapai emosi positif. Dan masih

    banyak lagi pendapat para ahli yang mengulas tentang perkembangan

    anak.

  • 17

    2. Karakteristik Anak Usia Taman Kanak-kanak

    Anak usia dini merupakan kelompok anak yang berada dalam proses

    pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, artinya memiliki pola

    pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik kasar dan

    halus), kecerdasan (daya pikir, daya cipta), sosioemosional, bahasa, dan

    komunikasi.

    Usia 0 s.d. masa 6 tahun merupakan usia yang sangat menentukan

    dalam pembentukan dan kepribadian anak dan sangat penting dalam

    perkembangan inteligensi. Adapun beberapa masa yang dilalui anak usia

    dini sebagai berikut:

    a. Masa Peka

    Masa yang sensitive dalam penerimaan stimulasi dari lingkungan

    b. Masa Egosentris

    Sikap mau menang sendiri, selalu ingin dituruti sehingga perlu

    perhatian dan kesabaran dari orang dewas/pendidik.

    c. Masa Berkelompok

    Anak-anak lebih senang bermain bersama teman sebayanya,

    mencari teman yang dapat menerima satu sama lain sehingga orang

    dewasa seharusnya memberi kesempatan pada anak untuk bermain

    bersama-sama.

    d. Masa Meniru

    Anak merupakan peniru ulung yang dilakukan terhadap lingkungan

  • 18

    sekitarnya. Proses peniruan terhadap orang-orang disekelilingnya

    yang dekat (seperti memakai lipstick, memakai sepatu hak tinggi,

    mencoba-coba) dan berbagai perilaku ibu, ayah, kakak maupun

    tokoh-tokoh kartun di TV, majalah, komik, dan media masa

    lainnya.

    e. Masa Eksplorasi (penjelajahan)

    Masa menjelajahi pada anak dengan memanfaatkan benda-benda

    yang ada di sekitarnya, mencoba-coba dengan cara memegang,

    memakan/meminumnya, dan melakukan trial and error terhadap

    benda-benda yang ditemukannya.

    Secara alamiah perkembangan anak berbeda-beda, unik dan tidak

    ada satu anakpun yang sama persis meskipun berasal dari anak yang

    kembar. Anak yang berbeda baik dalam inteligensi, bakat, minat,

    kreativitas, kematangan emosi, kepribadian, kondisi jasmani, dan

    sosialnya. Pada usia dini diperlukan intervensi dari orang dewasa, orang

    tua maupun pendidik untuk memberikan perhatian khusus dengan cara

    memberikan pengalaman yang beragam sehingga akan memperkuat

    perkembangan otaknya yang 2,5 kali lebih aktif dari orang dewasa. Karena

    pada dasarnya setiap anak memiliki kemampuan yang tidak terbatas dalam

    belajar (unlimitless capacity to learn) yang telah ada dalam dirinya (secara

    potensi) belum secara actual dalam kemampuannya untuk berpikir kreatif

    dan produktif. Oleh karena itu diperlukan suatu program pendidikan yang

  • 19

    mampu membuka kapasitas tersembunyi tersebut (unlocking the capacity)

    melalui pembelajaran bermakna dan interesting.

    Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak

    TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam

    Masitoh dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai berikut. 

    a. Anak bersifat unik. 

    b. Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan. 

    c. Anak bersifat aktif dan enerjik. 

    d. Anak itu egosentris. 

    e. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap

    banyak hal. 

    f. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang. 

    g. Anak umumnya kaya dengan fantasi. 

    h. Anak masih mudah frustrasi. 

    i. Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak. 

    j. Anak memiliki daya perhatian yang pendek. 

    k. Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial. 

    l. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman. 

    Anak usia dini (0 – 8 tahun) adalah individu yang sedang

    mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.

  • 20

    Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan karena itulah maka

    usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat

    berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase

    kehidupan yang unik. Secara lebih rinci akan diuraikan karakteristik anak

    usia dini sebagai berikut :

    a. Usia 0 – 1 tahun

    Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar

    biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan

    ketrampilan dasar dipelajari anak pada usia ini. Beberapa karakteristik

    anak usia bayi dapat dijelaskan antara lain :

    1) Mempelajari ketrampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk,

    berdiri dan berjalan.

    2) Mempelajari ketrampilan menggunakan panca indera, seperti melihat atau

    mengamati, meraba, mendengar, mencium dan mengecap dengan

    memasukkan setiap benda ke mulutnya.

    3) Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap

    melaksanakan kontrak sosial dengan lingkungannya. Komunikasi

    responsif dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon

    verbal dan non verbal bayi.

  • 21

    Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar tersebut merupakan

    modal penting bagi anak untuk menjalani proses perkembangan

    selanjutnya.

    b. Usia 2 – 3 tahun

    Anak pada usia ini memiliki beberapa kesamaan karakteristik

    dengan masa sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami

    pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak

    usia 2 – 3 tahun antara lain :

    1) Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Ia

    memiliki kekuatan observasi yang tajam dan keinginan belajar yang luar

    biasa. Eksplorasi yang dilakukan oleh anak terhadap benda-benda apa saja

    yang ditemui merupakan proses belajar yang sangat efektif. Motivasi

    belajar anak pada usia tersebut menempati grafik tertinggi dibanding

    sepanjang usianya bila tidak ada hambatan dari lingkungan.

    2) Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa. Diawali dengan

    berceloteh, kemudian satu dua kata dan kalimat yang belum jelas

    maknanya. Anak terus belajar dan berkomunikasi, memahami

    pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran.

    3) Anak mulai belajar mengembangkan emosi. Perkembangan emosi anak

    didasarkan pada bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Sebab emosi

    bukan ditemukan oleh bawaan namun lebih banyak pada lingkungan.

  • 22

    c. Usia 4 – 6 tahun

    Anak usia 4 – 6 tahun memiliki karakteristik antara lain :

    1) Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan

    berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk mengembangkan otot-otot

    kecil maupun besar.

    2) Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami

    pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam

    batas-batas tertentu.

    3) Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa

    ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hl itu terlihat

    dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat.

    4) Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial.

    Walaupun aktifitas bermain dilakukan anak secara bersama.

    d. Usia 7 – 8 tahun

    Karakteristik perkembangan anak usia 7 – 8 tahun antara lain :

    1) Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat. Dari

    segi kemampuan, secara kognitif anak sudah mampu berpikir bagian per

    bagian. Artinya anak sudah mampu berpikir analisis dan sintesis, deduktif

    dan induktif.

  • 23

    2) Perkembangan sosial anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas

    orangtuanya. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan anak untuk selalu

    bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebaya.

    3) Anak mulai menyukai permainan sosial. Bentuk permainan yang

    melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi.

    4) Perkembangan emosi anak sudah mulai berbentuk dan tampak sebagai

    bagian dari kepribadian anak. Walaupun pada usia ini masih pada taraf

    pembentukan, namun pengalaman anak sebenarnya telah menampakkan

    hasil

    B. Kemandirian Anak Usia Taman Kanak-Kanak

    1. Pengertian Kemandirian

    Kemandirian diawali ketika seorang bayi dilahirkan di dunia.

    Ketergantungan sepenuhnya terhadap ibu selama Sembilan bulan dalam

    kandungan benar-benar diputuskan. Tangisan bayi sesaat setelah keluar

    dari rahim ibu adalah penanda awal kemandiriannya sebagai manusia.

    Pada saat itulah ia harus menggunakan paru-parunya sendiri untuk

    bernafas. Kemandiriannya sebagai anak manusia tak terjadi begitu saja

    dan serentak. Seseorang anak akan mengalami proses perkembangan dan

    pertumbuhan yang berjalan secara terus menerus dalam rentang

    kehidupannya. Kemandirian fisik, emosional, moral, berjalan seiring dan

    sangat dipengaruhi oleh kematangan biologis maupun dukungan sosial

    (Tim Pustaka Familia, 2006:24).

  • 24

    Secara ringkas kemandirian dapat diartikan sebagai suatu

    kemampuan untuk memikirkan, merasakan serta melakukan sesuatu

    sendiri atau tergantung pada orang lain. Kemandirian sendiri, menurut

    Havighurst, memiliki Empat aspek, yakni aspek intelektual (kemauan

    untuk berfikir dan menyelesaikan masalah sendiri), aspek sosial

    (Kemampuan untuk mengatur ekonomi sendiri) Tim Pustaka Familia

    (2006:32)

    Di dalam aspek sosial dari kemandirian, terdapat kemampuan

    individu untuk berani secara aktif membina relasi dengan orang lain

    namun tidak tergantung pada kehadiran orang lain. Artinya ketika

    menjalin relasi sosial orang tidak menunggu orang lain berperilaku

    tertentu lebih dulu tetapi secara proaktif dan didorong oleh faktor

    internalnya ia mulai membina relasi.

    Mengharapkan inisiatif dari anak yang tidak mandiri cukup sulit,

    karena anak membutuhkan peran orang-orang di sekelilingnya untuk

    mengambil inisiatif bagi dirinya. Anak-anak ini biasanya juga

    membutuhkan kedekatan fisik dengan orang tua dan pengasuhnya (Coles,

    2003:141).

    Lebih lanjut oleh (Coles, 2003:145) bahwa tanda lain yang bisa

    muncul pada anak usia prasekolah yang masih sangat tergantung pada

    orang tua adalah seringnya ia menangis ketika ditinggal sebentar saja oleh

    ibunya. Untuk mendapatkan bantuan dari orang di sekelilingnya, anak

  • 25

    sering kali cengeng. Kecengengan ini bahkan bisa terbawa hingga masa

    akhir masa prasekolah dan menjadikan anak-anak ini rewel, merengek

    serta sering melontarkan protes bila menemui hal-hal yang tidak sesuai

    dengan keinginannya. Tetapi biasanya orang tua tidak merasa cemas

    dengan sikap anak mereka yang tidak mandiri. Pada umumnya sikap ini

    terbentuk karena pemanjaan berlebihan dengan cara melayani anak

    melewati batas usia, ketika anak seharusnya sudah mulai dapat mengurus

    dirinya sendiri, serta kebebasan menjadi manusia dewasa pada saat

    nantinya (Hurlock, 1998:268).

    Kartini dan Dali dalam syarafuddin dkk (2012:147), kemandirian

    adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri secara

    singkat, dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian :

    a. Suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat

    bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya.

    b. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi

    masalah yang dihadapi.

    c. Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-

    tugasnya.

    d. Bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan.

    Lebih jauh dijelaskan Robert Havighurst bahwa kemandirian terdiri

    dari beberapa aspek yaitu :

  • 26

    a. Emosi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk

    mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi

    dari orang tua.

    b. Sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk

    mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung

    atau menunggu aksi dari orang lain.

    Kemandirian anak usia prasekolah dapat ditumbuhkan dengan

    membiarkan anak memiliki pilihan dan mengungkapkan pilihannya sejak

    dini (Hurlock, 1998:114). Ibu dapat mendorongnya dengan menanyakan

    makanan apa yang diinginkannya, pakaian apa yang ingin dipakainya atau

    permainan apa yang ingin dimainkan, serta menghargai setiap pilihan

    yang dibuatnya sendiri (Hurlock, 1998:121).

    Memupuk kemandirian pada anak harus dilakukan sejak dini, tetapi

    tetap harus dalam kerangka proses perkembangan manusia. Artinya,

    orang tua tidak boleh melupakan bahwa seorang anak bukanlah miniature

    orang dewasa, sehingga ia tidak bisa dituntut menjadi dewasa sebelum

    waktunya. Orang tua harus memiliki kepekaan terhadap setiap proses

    perkembangan anak dan menjadi fasilitator bagi perkembangannya Tim

    Pustaka Familia (2006:27).

    Jika kelangsungan kematangan di awali dari sebuah ketergantungan,

    maka orang tua harus sadar hal ini sejak semula. Ini berarti orang tua

    tidak bisa memaksa anak mandiri sebelum waktunya. Kemandirian harus

  • 27

    ditingkatkan setahap demi setahap seiring dengan perkembangan motorik,

    afeksi dan kognitif anak. Memaksa anak untuk mandiri sebelum

    waktunya, merupakan maltreatment yang nantinya bisa menyebabkan

    anak mengalami gangguan perkembangan sehingga bukan kematangan

    yang didapatkan, tetapi anak tidak mampu untuk menyesuaikan diri

    secara sehat pada setiap tahap perkembangan dalam hidupnya Tim

    Pustaka Familia (2006:27).

    Anak usia prasekolah membutuhkan kebebasan untuk bergerak

    kesana kemari dan mempelajari lingkungan, dengan diberi kesempatan

    dan didorong untuk melakukan semuanya dengan bebas maka lingkungan

    yang penuh rangsangan ini akan membantu anak untuk mengembangkan

    rasa percaya diri. Setelah anak menyadari dirinya sebagai pribadi yang

    terpisah dari ibunya, anak tidak lagi dapat menerima kontrol orang tua

    dengan mudah, anak ingin menegaskan dirinya sebagai pribadi yang

    mandiri.

    Di sisi lain kadang anak belum memahami banyak hal, dan sering

    ingin melakukan sesuatu di luar batas kemampuan fisik, sehingga anak

    sering mengucapkan kata “tidak”, sebenarnya kata tersebut merupakan

    ungkapan dari kemampuan yang baru saja ditemukan, yaitu kemampuan

    untuk memilih.

    Anak suka sekali melatih kemampuan untuk memilih, meskipun

    anak tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan, misalnya memilih baju

  • 28

    yang akan dipakai. Sebagai orang tua, dapat membantu anak mengatasi

    pilihan tersebut dengan menyederhanakan pilihan yang ada, tetapi anak

    pada usia prasekolah merasa dapat mandiri maka anak akan melakukan

    segala sesuatunya sendiri dan tidak mau kalau dibantu orang lain. Dalam

    hal ini orang tua memberi kesempatan pada anak untuk melakukannya

    sendiri.

    Kemandirian adalah suatu sikap yang harus ada pada setiap

    individu. Kebutuhan akan kemandirian sangatlah penting, karena pada

    masa yang akan datang setiap individu akan menghadapi berbagai macam

    tantangan dan dituntut untuk dapat melepaskan diri dari ketergantungan

    pada orang tua atau dapat mandiri. Hal ini terkait dengan kepentingan

    setiap individu dalam mengarungi kehidupannya. Tanpa bekal sikap

    kemandirian, setiap individu akan mengarungi kehidupannya dengan

    ketidakpastian. Setiap ketidakpastian yang muncul tersebut akan menjadi

    sebuah celah yang berpotensi sebagai jurang yang terjal.

    Kemandirian adalah suatu tugas perkembangan anak yang tidak

    bersifat instan atau langsung jadi, melainkan melalui proses yang panjang.

    Mu’tadin (www.e-psikologi.com.akses 8 oktober 2009) mengatakan

    bahwa kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara

    komulatif selama perkembangan di mana individu akan terus belajar untuk

    bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan,

    sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak

  • 29

    sendiri. Dengan kemandirian, seseorang dapat memilih jalan hidupnya

    untuk dapat berkembang dengan lebih mantap.

    Diharapkan setiap individu memiliki kemandirian. Karena dengan

    demikian banyak hal positif yang bisa diperoleh oleh setiap individu

    tersebut, yaitu tumbuhnya rasa percaya diri, tidak tergantung pada orang

    lain, tidak mudah dipengaruhi, dan bertambahnya kemampuan berfikir

    secara objektif (Mu’tadin, www.e-psikologi.com.akses 8 oktober 2009 ).

    2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian Anak Usia

    Taman Kanak-Kanak

    Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemandirian anak usia

    prasekolah terbagi menjadi 2 meliputi faktor internal dan faktor eksternal

    (Soetjiningsih, 1995:213). Faktor internal merupakan faktor yang ada dari

    diri anak itu sendiri yang meliputi emosi dan intelektual. Faktor emosi ini

    ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak

    terganggunya kebutuhan emosi orang tua. Sedangkan faktor intelektual

    diperlihatkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang

    dihadapi. Sementara itu faktor eksternal yaitu faktor yang datang atau ada

    dari luar anak itu sendiri. Faktor ini meliputi lingkungan, karakteristik

    sosial, stimulasi, pola asuh, cinta dan kasih sayang, kualitas informasi

    anak dan orang tua, dan pendidikan orang tua dan status pekerjaan ibu

    (Soetjiningsih, 1995:216).

  • 30

    Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau

    tidaknya tingkat kemandirian anak usia prasekolah, sehingga lingkungan

    yang baik akan meningkatkan cepat tercapainya kemandirian anak. Selain

    itu karakteristik sosial juga dapat mempengaruhi kemandirian anak,

    misalnya tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda dengan

    anak dari keluarga kaya, akan tetapi anak yang mendapat stimulasi terarah

    dan teratur akan lebih cepat mandiri dibanding dengan anak yang kurang

    atau mendapat stimulasi. Selain itu anak dapat mandiri akan

    membutuhkan kesempatan dukungan dan dorongan peran orang tua

    sebagai pengasuh sangat diperlukan, oleh karena itu pola pengasuhan

    merupakan hal yang penting dalam pembentukan kemandirian anak

    (Soetjiningsih, 1995:2).

    Rasa cinta dan kasih sayang kepada anak hendaknya diberikan

    sewajarnya karena ini akan mempengaruhi mutu kemandirian anak bila

    diberikan berlebihan anak menjadi kurang mandiri kemungkinan semua

    itu dapat diatasi bila interaksi antara anak dan orang tua berjalan dengan

    lancar dan baik karena interaksi dua arah anak-orang tua menyebabkan

    anak menjadi mandiri. Orang tua akan memberikan informasi yang baik

    jika orang tua tersebut mempunyai pendidikan karena dengan pendidikan

    yang baik, maka orang tua dapat menerima segala info dari luar terutama

    cara memandirikan anak.

  • 31

    Peran orang tua dalam memandirikan anak usia prasekolah, adalah

    sangat penting untuk perkembangan anak selanjutnya, walaupun anak

    hidup dalam lingkungan kelurga yang berkecukupan, tapi orang tua perlu

    mendidik anak untuk dapat bersikap mandiri terutama pada perawatan diri

    sendiri, walaupun mungkin di rumah ada pengasuh tapi anak perlu dididik

    sejak dini agar kelak punya tanggung jawab, apabila anak hidup

    bermasyarakat untuk itu keterlibatan orang tua juga sangat membantu

    seoarang anak dapat mandiri, jadi tidak hanya peran para pendidiknya saja

    peran orang tua juga sangat penting.

    C. Metode Bermain Peran Pada Taman Kanak-Kanak

    1. Pengertian Bermain

    Menurut (Musfiroh, Tadkiroatun. 2008:1) Bermain adalah kegiatan

    yang dilakukan atas dasar suatu kesenangan dan tanpa mempertimbangkan

    hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan

    atau tekianan dari pihak luar (Hurlock, 1997:125). Sebagian orang

    menyatakan bermain sama fungsinya dengan bekerja. Meskipun demikian,

    anak anak memiliki persepsi sendiri mengenai bermain.

    Beberapa ahli peneliti memberi batasan arti bermain dengan

    memisahkan aspek-aspek tingkah laku yang berbeda dalam bermain.

    Dikemukakan sedikitnya ada lima kriteria dalam bermain (Moeslichatoen,

    R. 2004 : 31).

  • 32

    a. Motivasi intrinsik : tingkah laku bermain dimotivasi dari

    dalam diri anak, karena itu dilakukan demi kegiatan itu

    sendiri dan bukan karena adanya tuntutan masyarakat atau

    fungsi-fungsi tubuh.

    b. Pengaruh positif : tingkah laku menyenangkan atau

    menggembirakan untuk dilakukan.

    c. Bukan dikerjakan sambil lalu : tingkah laku itu bukan

    dilakukan sambil lalu, karena itu tidak mengikuti pola atau

    aturan yang sebenarnya, melainkan lebih bersifat pura-pura.

    d. Cara/tujuan : cara bermain lebih diutamakan dari pada

    tujuannya. Anak lebih tertarik pada tingkah laku itu sendiri

    dari pada keluaran yang dihasilkan.

    e. Kelenturan : bermain itu perilaku yang lentur. Kelenturan

    ditunjukkan baik dalam bentuk maupun dalam hubungan

    serta berlaku dalam setiap situasi.

    Jika menggunakan kelima kriteria tersebut, maka dapat dikatakan

    bahwa bila seorang anak menggunakan mainan hewan-hewanan dengan

    cara yang lentur tanpa tujuan yang jelas dalam pikirannya, kegiatannya

    berpura-pura, menyenangkan bagi dirinya sendiri, dan melakukan kegiatan

    hanya untuk bergiat, maka dapat dikatakan sedang bermain.

    Adapun batasan yang diberikan tentang pengertian bermain, bermain

    membawa harapan dan antisipasi tentang dunia yang memberikan

  • 33

    kegembiraan, dan memungkinkan anak berkhayal seperti sesuatu atau

    seseorang, suatu dunia yang dipersiapkan untuk berpetualang dan

    mengadakan telaah; suatu dunia anak-anak (Moeslichatoen, R. 2004 : 32).

    Melalui bermain anak belajar mengendalikan diri sendiri, memahami

    kehidupan, memahami dunianya. Jadi bermain merupakan cermin

    perkembangan anak. Bermain juga merupakan tuntutan dan kebutuhan

    yang esensial bagi anak. Melalui bermain anak akan dapat memuaskan

    tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif,

    kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai, dan sikap hidup.

    Melalui kegiatan bermain anak dapat melakukan koordinasi otot

    kasar. Bermacam cara dan teknik dapat dipergunakan dalam kegiatan ini

    seperti merayap, merangkak, berjalan, berlari, meloncat, melompat,

    menendang, melempar, dan lain sebagainya.

    Melalui kegiatan bermain anak dapat berlatih menggunakan

    kemampuan kognitifnya untuk memecahkan berbagai masalah seperti

    kegiatan mengukur isi, mengukur berat, membandingkan, mencari

    jawaban yang berbeda dan sebagainya.

    Melalui kegiatan bermain anak dapat mengembangkan

    kreativitasnya, yaitu melakukan kegiatan yang mengandung kelenturan;

    memanfaatkan imajinasi atau ekspresi diri; kegiatan-kegiatan pemecahan

    masalah, mencari cara baru dan sebagainya.

  • 34

    Melalui kegiatan bermain anak juga dapat melatih kemampuan

    bahasanya dengan cara: mendengarkan beraneka bunyi, mengucapkan

    suku kata atau kata, memperluas kosa kata, berbicara sesuai dengan tata

    Bahasa Indonesia, dan sebagainya.

    Melalui bermain anak dapat meningkatkan kepekaan emosinya

    dengan cara mengenalkan bermacam perasaan, mengenalkan perubahan

    perasaan, membuat pertimbangan, menumbuhkan kepercayaan diri.

    Melalui bermain anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya,

    seperti membina hubungan dengan anak lain, bertingkah laku sesuai

    dengan tuntutan masyarakat, menyesuaikan diri dengan teman sebaya,

    dapat memahami tingkah lakunya sendiri, dan paham bahwa setiap

    perbuatan ada konsekuensinya.

    Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan bermain anak akan

    memperoleh kesempatan memilih kegiatan yang disukainya,

    bereksperimen dengan bermacam bahan dan alat, berimajinasi,

    memecahkan masalah dan bercakap-cakap secara bebas, berperan dalam

    kelompok, bekerja sama dalam kelompok, dan memperoleh pengalaman

    yang menyenangkan (Moeslichatoen, R. 2004 : 33). Sesuai dengan

    pengertian bermain yang merupakan tuntutan dan kebutuhan bagi

    perkembangan anak usia TK, menurut mayke S Tedjasaputra (2001 : 38)

    bermain juga mempunyai manfaat yang besar bagi perkembangan anak.

    Bermain merupakan pengalaman belajar yang sangat berguna untuk anak,

  • 35

    misalnya saja memperoleh pengalaman dalam membina hubungan dengan

    sesama teman, memperoleh perbendaharaan kata, menyalurkan perasaan-

    perasaan tertekan. Masih banyak lagi manfaat yang bias dipetik dari

    kegiatan bermain.

    Menurut (Jamaris, Marini. 2005:123) bermain merupakan sarana

    perkembangan kognitif, koordinasi gerakan motorik, bahasa, dan

    psikososial. Oleh karena itu kegiatan belajar yang dilakukan anak usia

    Taman Kanak-kanak, baik di rumah ataupun di sekolah, hendaknya

    memanfaatkan kegiatan bermain anak secara efektif. Melalui kegiatan

    bermain proses belajar dapat dilakukan oleh orang tua dan guru Taman

    Kanak-kanak perlu ditingkatkan inisiatifnya dalam menciptakan bentuk

    permainan. Khususnya permainan yang dapat dijadikan sarana belajar bagi

    anak usia Taman Kanak-kanak.

    Dengan bermain peran anak dapat menampilkan bermacam–macam

    peran, anak berusaha untuk memahami peran orang lain dan dapat

    menghayati peran yang akan diambilnya setelah anak dewasa. Bermain

    juga memberikan dorongan emosi secara aman, misalnya melepaskan

    dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima dalam kehidupan nyata,

    dalam situasi bermain anak dapat berkhayal menjadi polisi, sopir, ayah

    atau ibu bahkan menjadi presiden dan sebagainya.

  • 36

    D. Konsep Metode Bermain Peran di Taman Kanak-Kanak

    1. Pengertian Metode Bermain Peran

    Pembelajaran yang sebaiknya diberikan di Taman Kanak-kanak

    adalah pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, karena

    pembelajaran yang menarik artinya memiliki unsur menyenangkan bagi

    anak untuk dapat terus diikuti, sehingga anak mempunyai motivasi untuk

    terus mengikuti proses pembelajaran. Pembelajaran yang menyenangkan

    berarti pembelajaran yang sesuai dengan suasana yang terjadi pada diri

    anak sehingga anak memiliki perhatian yang lebih.

    Bermain peran adalah metode pengembangan yang efektif di mana

    seseorang memerankan karakter orang lain dan mencoba berfikir/berbuat

    dengan cara/sudut pandang sosok yang diperankannya. Bermain peran

    memberi contoh alamiah terhadap perilaku manusia yang riil dan dapat

    digunakan oleh anak untuk menyadari perasaan mereka dan membangun

    sikap menuju nilai-nilai dan pemahaman mereka sendiri (Suryani, Lilis.

    2010:10)

    Suryani juga berpendapat bahwa bermain peran sangat sesuai dengan

    karakteristik anak usia dini karena pada saat ini anak berfikir secara

    simbolik sehingga nenjadikan bermain peran sebagai metode

    pengembangan anak usia dini adalah sangat tepat dan efektif dalam rangka

    mengoptimalkan potensi anak bagi pembentukan kemampuan dasar (fisik,

    bahasa, kognitif, seni) dan perilaku (moral-agama dan social-emosional).

  • 37

    Menurut Tedjasaputra mayke S (2001 : 33), bermain peran mulai

    tampak sejalan dengan mulai tumbuhnya kemampuan anak untuk berfikir

    simbolik. Dalam bermain peran atau berkhayal ini, misalnya anak tampak

    sedang menyuapi boneka, mengajak berbicara dan bermain, mengajari

    boneka binatangnya berpakaian dan sebagainya. Sekelompok anak dapat

    bekerja sama menciptakan jalan cerita sendiri dalam kegiatan bermain ini.

    Tedjasaputra mayke S (2001 : 33) Kegiatan bermain memberi kesempatan

    pada anak untuk bergaul dengan anak lain dan belajar mengenal berbagai

    aturan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Secara garis

    besar, kegiatan bermain dibedakan menjadi 3 katagori yaitu:

    a. Exploratory and manipulative play (bermain menjelajah dan

    manipulatif)

    Kegiatan ini bisa diamati sejak masa bayi, anak sering

    menunjukkan rasa senang atau antusiasme yang besar sewaktu ia

    mengamati atau bermain dengan benda-benda di sekelilingnya.

    b. Destruktive Play (Bermain Menghancurkan)

    Bermain menghancurkan mulai tampak pada awal masa kanak-

    kanak. Sering kita lihat anak sambil bermain menghancurkan

    balok-balok kayu yang sudah disusunnya dengan susah payah dan

    berhati-hati, lalu membangunnya kembali dengan bersemangat

    hanya untuk dihancurkannya kembali. Kegiatan tersebut dilakukan

    berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak

  • 38

    c. Imaginative atau make-believe play (Bermain berkhayal atau

    berpura-pura)

    Kegiatan ini dimulai sejak anak berusia 3 tahunan. Kegiatan ini

    memperlihatkan unsur imajinasi dan peniruan terhadap perilaku

    orang dewasa, misalnya bermain dokter-dokteran, ibu-ibuan,

    masak-masakan, polisi-polisian dan lain-lain. Kegiatan bermain ini

    dikatagorikan sebagai kegiatan bermain peran (dramatic) oleh

    Stasen Berger(1983) maupun Catherine Garvey (1977).

    (Tedjasaputra Mayke S, 2001:57) Bermain peran termasuk salah satu

    jenis bermain aktif, diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap

    anak usia sekitar 2 sampai 8 tahun, dapat bersifat produktif atau terhadap

    apa yang diamati dalam kehidupan sehari-hari. Pada kegiatan bermain

    peran yang produktif maka anak akan memasukkan unsur-unsur baru

    benda, situasi dan anak memerankan tokoh yang ia pilih. Kegiatan

    bermain peran biasanya dilakukan oleh pengajar dengan

    mendramakan/memerankan cara bertingkah laku dalam hubungan sosial,

    yang lebih menekankan pada kenyataan-kenyataan di mana para murid

    diikutsertakan dalam memainkan peranan di dalam mendramakan

    masalah-masalah hubungan sosial, dan metode ini kadang-kadang disebut

    dengan dramatisasi (Kartini, 2005: 35). Masitoh dkk (2006)

    mengemukakan bahwa metode bermain peran adalah suatu cara

  • 39

    memainkan peran dalam suatu cerita tertentu yang menuntut kerjasama

    secara utuh diantara para pemainnya.

    Bermain peran dikenal juga dengan sebutan bermain pura-pura,

    khayalan, fantasi, make-belive atau simbolik. Bermain peran membolehkan

    anak memproyeksikan dirinya ke masa depan dan menciptakan kembali ke

    masa lalu dan mengembangkan keterampilan khayalan. Menurut Hurlock

    (1978: 329) bermain peran adalah bentuk bermain aktif di masa anak-anak,

    melalui perilaku dan bahasa yang jelas berhubungan dengan materi atau

    situasi seolah-olah hal itu mempunyai atribut yang lain ketimbang yang

    lainnya.

    Suryani, Lilis (2010: 10.9) memberikan pengertian bermain peran

    dikatagorikan sebagai metode belajar yang berumpun pada metode

    perilaku yang diterapkan dalam kegiatan pengembangan. Karakteristiknya

    adalah adanya kecenderungan memecahkan tugas belajar dalam sejumlah

    perilaku yang beruntun, konkret dan dapat diamati.

    Menurut Gilstrap dan Martin, bermain peran adalah memerankan

    karakter/tingkah laku dalam pengulangan kejadian yang diulang kembali,

    kejadian masa depan, kejadian masa kini yang penting, atau situasi yang

    imajinatif. Anak-anak pemeran mencoba untuk menjadi orang lain dengan

    memahami peran untuk menghayati tokoh yang diperankan sesuai dengan

    karakter dan motivasi yang dibentuk pada tokoh yang telah ditentukan.

  • 40

    Moeslichatoen (2004 : 34) menjelaskan bermain pura-pura adalah

    bermain yang menggunakan daya khayal yaitu dengan memakai bahasa

    atau berpura-pura bertingkah laku seperti benda tertentu, situasi tertentu,

    atau orang tertentu, dan binatang tertentu, yang di dalam dunia nyata tidak

    dilakukan. Bermain peran adalah metode pengembangan yang efektif di

    mana seseorang memerankan karakter orang lain, dan mencoba

    berfikir/berbuat dengan sudut pandang sosok yang diperankannya.

    Bermain peran ditandai oleh penerapan cerita pada objek di mana cerita itu

    sebenarnya tidak dapat diterapkan (anak mengaduk pasir dalam sebuah

    mangkuk dengan sekop dan pura-pura mencicipinya) dan mengulang

    ingatan yang menyenangkan (anak usia dini melihat sebuah botol bayi dan

    mencoba memberi makan sebuah boneka). Adapun menurut Vygotsky,

    1967; Erikson, 1963 bermain peran disebut juga bermain simbolis, pura-

    pura, make-believe, atau bermain drama, sangat penting untuk

    perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak pada usia tiga sampai enam

    tahun.

    Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bermain peran merupakan

    salah satu metode yang selain menyenangkan bagi anak dan efektif juga

    dapat meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak.

    2. Peranan Bermain Peran dalam Kurikulum Taman Kanak-Kanak

    Drama peran tidak hanya berhubungan dengan formasi konsep yang

    abstrak melainkan juga kepada objek yang kita kenali sebagai bagian dari

  • 41

    kurikulum sekolah, seperti dalam pengembangan konsep sosial,

    matematika, ilmu pengetahuan dan membaca.

    Childrend Resources International (Kenny: 2002). Peranan bermain

    peran dalam kurikulum prasekolah:

    a. Konsep Ilmu Sosial

    Anak-anak mengembangkan pemahaman mengenal orang-

    orang, perannya serta perilaku-perilakunya. Kesemua ini bersama

    dengan pengembangan kemampuan interpersonal serta kemampuan

    sosial, adalah beberapa diantara kontribusi penting yang dapat dibuat

    oleh bermain peran serta pembelajaran seorang anak.

    b. Konsep matematika

    Bermain peran memberikan kesempatan kepada anak-anak

    untuk menjelajahi konsep-konsep matematika awal. Di pusat kegiatan

    bermain peran anak-anak mampu mengkategorikan material serta

    peralatan-peralatan. Piaget membuat “Klasifikasi” ini dan sangat

    penting dalam pemahaman logika. Karena tidak sangat mungkin

    menambahkan atau mengurangi benda-benda, anak tersebut harus

    mengerti apa yang membuat sebuah kategori.

    Anak-anak berlatih konsep korespondensi satu-satu ketika

    menyiapkan meja untuk pura-pura makan. Dengan memastikan bahwa

    ada sebuah kursi, sebuah piring, sebuah sendok, satu garpu dan pisau

    untuk setiap orang membawa anak tersebut kepemahaman konsep

  • 42

    seperti “cukup, terlalu sedikit, lebih dari, dan sama dengan”. Anak-

    anak juga menggunakan konsep-konsep seperti “lebih besar dan lebih

    kecil”, “lebih lebar dan lebih sempit”, “lebih tinggi dan lebih pendek”,

    “lebih berat dan lebih ringan” selama bermain peran. Menepuk tangan

    dan berbaris semuanya memberikan kesempatan kepada anak-anak

    untuk mempelajari pola-pola yang akan membimbing mereka sejalan

    dengan pelajaran menghitung, urutan dan pengulangan.

    c. Konsep ilmu pengetahuan

    Bermain peran juga memuaskan konsep-konsep yang

    berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Anak-anak bisa

    bereksperimen di dalam bermain perannya: apa yang terjadi jika …. ?

    Atau menegaskan: apakah hal yang sama akan terjadi bila saya

    melakukannya lagi?. Anak-anak belajar melalui pengamatan (sebuah

    teknik ilmiah yang sangat diperlukan), dengan membandingkan

    benda-benda atau kejadian-kejadian atas dasar pemahaman dan

    perbedaan mereka mengidentifikasi masalah-masalah dan

    menyimpulkan secara umum kondisi interaksinya di kemudian hari

    dengan ilmu pengetahuan.

    d. Konsep Kesiapan Membaca

    Kosa kata dan konsep perkembangan sangat penting dalam

    membaca. Dalam bermain peran anak-anak menggunakan bahasa

  • 43

    untuk memperlancar komunikasi dan bertukar ide hingga

    meningkatkan kelancaran membaca dan memperkaya kosa katanya.

    3. Macam-macam Metode Bermain Peran

    Metode pendidikan Taman Kanak-kanak dikenal dengan enam macam

    permainan drama (Dramatisasi = bermain peran) antara lain sebagai

    berikut:

    a. Drama Spontan atau Bebas

    Bermain spontan adalah permainan drama yang dilakukan anak

    atas kemauannya sendiri, dengan cara-cara sendiri, berupa dialog atau

    perbuatan yang timbul dari pengalaman anak sendiri serta tidak

    membutuhkan peranan pemimpin atau kontrol dari guru.

    Manfaat bermain peran spontan ini adalah:

    1) Mengembangkan bahasa anak,

    2) Mengembangkan perasaan sosial,

    3) Mengembangkan daya cipta,

    4) Mengembangkan spontanitas anak,

    5) Mengembangkan ekspresi anak,

    6) Terapi psikologi anak.

    Melalui bermain peran anak diberi kesempatan untuk :

    1) Menirukan orang dewasa,

    2) Menirukan kehidupan yang sesungguhnya menurut anak,

    3) Menceritakan kehidupan keluarga,

  • 44

    4) Mengekspresikan perasaannya,

    5) Menyatakan keinginan dan harapannya.

    b. Drama Terpimpin

    Permainan drama terpimpin yakni guru membimbing anak dalam

    memilih perannya, tanpa mengurangi kebebasan anak dalam berbicara

    dan menjalankan perannya. Berikut ini adalah peranan guru dalam

    permainan drama terpimpin:

    1) Mempersiapkan naskah sederhana untuk anak (anak tidak disuruh

    membaca),

    2) Guru bercakap-cakap sekitar pengalaman kesehatan anak,

    3) Guru berbagi peran di antara mereka,

    4) Mengulangi permainan,

    5) Guru mengulang dialog untuk dihapalkan anak, jika anak tidak

    bisa membaca,

    6) Guru menyediakan peralatan-peralatan drama,

    7) Drama terpimpin biasa dilakukan anak sekitar 15 menit.

    c. Sandiwara Boneka

    Sandiawara boneka berguna membantu siswa untuk

    mengekspresikan isi jiwa dan mengembangkan daya fantasinya. Guru

    dapat menyediakan alat peraga yang sangat menarik bagi anak-anak

    berupa sandiwara boneka dengan menyediakan alat-alat yaitu:

    1) Boneka-boneka tangan

  • 45

    2) Panggung boneka sehingga boneka ini bisa dijalankan guru atau

    oleh anak-anak menurut fantasinya.

    d. Pantomim

    Jenis bermain peran ini adalah sandiwara bisu untuk memberikan

    pelajaran melalui visualisasi seperti adegan-adegan tanpa bicara, tetapi

    hanya melakukan gerakan mimik. Istilah pantomim berasal dari bahasa

    Yunani yang artinya: “Serba isyarat” berarti secara etomologis

    pertunjukkan yang bahkan biasa sepenuhnya tanpa apa-apa, jelasnya

    pantomim adalah suatu pertunjukkan bisu. Dalam pelaksanaan kegiatan

    pantomim, guru harus melakukan hal-hal berikut:

    1) Mengingat gerakan-gerakan yang dilakukan sehari-hari

    2) Menyusun gerakan-gerakan tersebut agar menjadi adegan-adegan

    untuk ditirukan

    3) Guru membimbing sambil menirukan gerakan pantomim

    bersama-sama dengan siswa

    4) Tampilkan siswa seorang-seorang.

    4. Tujuan Metode Bermain Peran

    Tujuan bermain peran di Taman Kanak-kanak (TK) menurut buku

    Didaktik Metodik di Taman Kanak-kanak (Depdiknas, 2003: 41) adalah

    sebagai berikut:

    a. Melatih daya tangkap,

    b. Melatih anak berbicara lancar,

  • 46

    c. Melatih daya konsentrasi,

    d. Melatih membuat kesimpulan,

    e. Membantu perkembangan intelegensi,

    f. Membantu perkembangan fantasi, dan

    g. Menciptakan suasana yang menyenangkan.

    Selain itu, adapun tujuan bermain peran menurut Gunarti,dkk

    (2008:109). Yakni:

    Anak dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan,

    a. Memperoleh wawasan tentang sikap-sikap, nilai-nilai, dan

    persepsinya,

    b. Mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan

    masalah yang dihadapi.

    c. Melatih daya tangkap,

    d. Melatih daya konsentrasi,

    e. Melatih membuat kesimpulan,

    f. Membantu mengembangkan kognitif,

    g. Membantu perkembangan fantasi,

    h. Menciptakan suasana yang menyenangkan,

    i. Mencapai kemampuan berkomunikasi secara spontan/berbicara

    lancar,

    j. Membangun pemikiran yang analitis dan kritis,

    k. Membangun sikap positif dalam diri anak,

  • 47

    l. Menumbuhkan aspek afektif melalui penghayatan isi cerita,

    m. Mengembangkan kreativitas dengan membuat jalan cerita atas

    inisiatif anak,

    n. Untuk membawa situasi yang sebenarnya ke dalam bentuk simulasi

    miniatur kehidupan,

    o. Untuk membuat variasi yang menarik dalam kegiatan

    pengembangan.

    Disimpulkan tujuan metode bermain peran yaitu dapat melatih

    daya tangkap, berbicara dengan lancar, konsentrasi anak dapat lebih

    fokus, membuat kesimpulan, mengembangkan kognitif anak,

    menciptakan suasana yang menyenangkan, mengembangkan

    keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

    Tujuan tersebut diharapkan akan memudahkan anak dalam

    meningkatkan kemandirian anak usia dini dengan cara menerapkan

    metode bermain peran.

    5. Jenis Bermain Peran

    Dalam teorinya, Erikson ( Depdiknas, 2004: 4) mengemukakan

    bahwa bermain peran terbagi ke