· Web viewGerakan Reformasi tahun 1998 Ditinjau dari segi politik,ekonomi,dan sosial...
Transcript of · Web viewGerakan Reformasi tahun 1998 Ditinjau dari segi politik,ekonomi,dan sosial...
Gerakan Reformasi tahun 1998
Ditinjau dari segi politik,ekonomi,dan sosial Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu menciptakan kehidupan masyarakat
yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. Oleh karena itu, tujuan lahirnya gerakan reformasi adalah untuk
memperbaiki tatanan perikehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupakan faktor atau
penyebab utama lahirnya gerakan reformasi. Namun, persoalan itu tidak muncul
secara tiba-tiba. Banyak faktor yang mempengaruhinya, terutama ketidakadilan dalam
kehidupan politik, ekonomi, dan hukum. Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin
Presiden Suharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam
melaksanakan cita-cita Orde Baru. Pada awal kelahirannya tahun 1966, Orde Baru
bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan
Orde Baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan
ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat
kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk
mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis
multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi, seperti
berikut ini:
a. Krisis Politik
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan
politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan
pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi
Pancasila. Namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan
kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya. Artinya, demokrasi yang
dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan
demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti
dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk
penguasa. Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya
tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang
berpikir kritis. Ciri-ciri kehidupan politik yang represif, di antaranya:
1. Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh
sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).
2. Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau
demokrasi rekayasa.
3. Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan
masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
4. Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara
(sipil) untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
5. Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Suharto dipilih
menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapipemilihan itu merupakan hasil
rekayasa dan tidak demokratis.
b. Krisis Hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada
bidang politik. Dalam bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya,
kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa
dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering
dijadikan alat pembenaran para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan
ketentuan pasa 24 UUD 1945 yanf menyatakan bahwa‘kehakiman memiliki
kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif).
c. Krisis Ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ternyata, ekonomi Indonesia
tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi
Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.00
menjadi Rp 2,603.00 per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997, nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp 5,000.00 per dollar.
Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik
terendah, yaitu Rp 16,000.00 per dollar Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak
dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti: 1)Hutang luar negeri Indonesia yang
sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan
sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya
untuk mengatasi krisis ekonomi.
d. Krisis Sosial
Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial.
Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya
konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada
meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah. Ketimpangan perekonomian
Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial. Pengangguran,
persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya
beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial.
Tragedi Mei 1998 di berbagai daerah
Pemerintahan orde baru mulai goyah pada awal th 1998.Karena krisis moneter yang melanda
asia termasuk indonesia. Tiada hari tanpa demo dari mahasiswa…Apalagi ketika pemerintah
menaikkan harga BBM demo tambah menjadi-jadi,sampai pemerintah menurunkan harga
BBM ke harga semula.Mahasiswa seluruh indonesia melakukan aksi demonstrasi besar-
besaran menuntut reformasi .Yang di jakarta di motori mahasiswa tri sakti melakukan demo
ke gedung MPR.Dan hari ini 15 TAHUN yang lalu atau tepatnya pada tanggal 12 MEI 1998
Mereka melakukan aksi damai dari kampus Trisakti menuju GEDUNG MPR pada pukul 12.30.
Namun aksi mereka dihambat oleh blokade dari PASUKAN ANTI HURU HARA dan DI
SUSUL PASUKAN PENDUKUNG militer datang kemudian. Beberapa mahasiswa mencoba
bernegoisasi dengan pihak Polri.Akhirnya, pada pukul 5.15 sore hari tanggal 12 mei 1998 ,
para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak majunya aparat keamanan.Keadaan mulai
memanas,entah siapa yang memulai provokasi. Aparat keamanan pun mulai menembakkan
peluru ke arah mahasiswa. Para mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar
berlindung di universitas Trisakti. Namun aparat keamanan terus melakukan penembakan.
Korban pun berjatuhan di pihak mahasiswa tri sakti.
Sementara itu, sebagian besar korban luka masih berhadapan dengan polisi. Mereka berusaha
membuka barikade dengan melempari polisi dengan batu.TIBA-TIBA DARI ATAS
JEMBATAN LAYANG ADA PASUKAN MILITER MENGARAHKAN SENAPAN KE
MAHASISWA TRISAKTI Akhirnya empat mahasiswa tri sakti gugur.
Aksi unjuk rasa yang dikumandangkan setiap hari di berbagai kota besar Indonesia
sudah mendekati titik puncaknya. Masyarakat sudah tidak dapat menahan emosi dan
rasionalitas lagi. Dalam keadaan seperti ini masyarakat akan sangat mudah untuk
dipengaruhi dan diajak melakukan tindakan yang tidak terpuji. Mereka kehilangan
kesabaran karena harus menunggu sangat lama reaksi dari wakil rakyat atas kehendak
mereka yang disuarakan oleh mahasiswa. Mereka sangat yakin dan selalu mendukung
mahasiswa, sayangnya tidak dengan wakil rakyat..
Mahasiswa Medan sangat aktif dan terus reaktif atas tindakan pasif wakil rakyat yang
tidak mendegar suara mereka. Padahal mereka melakukan aksi hampir setiap hari dan
sudah turun ke jalan bersama masyarakat untuk menuntut Reformasi di segala bidang.
Keberhasilan mahasiswa Medan turun ke jalan menyampaikan aspirasinya bergabung
dengan masyarakat memiliki efek samping. Masyarakat Medan terlanjur tak terkendali
dan mulai melakukan keonaran.
Medan merupakan kota besar pertama yang dilanda kerusuhan besar berkaitan dengan
Reformasi. Mulai dari hari Senin tanggal 4 Mei 1998 pecah kerusuhan sampai hari
Kamis 7 Mei 1998. Pembakaran, perusakan dan penjarahan terhadap toko-toko, bank,
pasar, dan kendaraan terjadi selama beberapa hari. Tampaknya mahasiswa tidak
mampu mengendalikan perusuh, tidak juga aparat keamanan.
Kerusuhan ini menjalar terus sampai keluar kota Medan seperti Lubuk Pakam
Kabupaten Derli Serdang dan kota-kota kecil lainnya di sekitar Medan. Kerusuhan
masih terus berlanjut walau dalam skala lebih kecil pada hari Kamisnya juga.
Dampak dari kerusuhan adalah lumpuhnya perekonomian kota Medan dan sekitarnya.
Penduduk Medan keturunan Cina juga pergi meninggalkan kota karena merasa
keamanan mereka tidak terjamin, walau ada juga yang tinggal untuk melindungi harta
benda mereka supaya tidak dijarah. Selama beberapa hari masyarakat kesulitan
mendapat bahan makanan pokok.
Setelah peristiwa kerusuhan Mei 1998 di Jakarta, dibentuk Tim Gabungan Pencari
Fakta (TGPF), yang juga mengeluarkan rekomendasi mengenai keterkaitan peristiwa
kerusuhan di Medan ini dengan kerusuhan di berbagai daerah lainnya selama bulan
Mei 1998. Disebutkan pula keterlibatan provokator yang mengajak masyarakat untuk
melakukan kerusuhan dengan pola yang sama terjadi di berbagai daerah. Rupanya niat
suci mahasiswa dikotori oleh orang-orang yang memiliki kemampuan 'lebih' dalam hal
management manusia dan yang lebih hebat lagi orang-orang ini memiliki jaringan
'nasional'.