· Web viewPada masa itu pemerintah sungguh-sungguh menerapkan sistem totaliter, diktator, dan...

40
I. PENDAHULUAN Pada masa lampau kedudukan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari belum dapat dirasakan. Ilmu sama sekali tidak memberikan pengaruhnya terhadap masyarakat. Ungkapan Aristoteles tentang ilmu “umat manusia menjamin urusannya untuk hidup sehari-hari, barulah ia arahkan perhatiannya kepada ilmu pengetahuan”. (Van Melsen, 1987) Dewasa ini ilmu menjadi sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari, seolah-olah manusia sekarang tidak dapat hidup tanpa ilmu pengetahuan. Kebutuhan manusia yang paling sederhana pun sekarang memerlukan ilmu, misalnya kebutuhan pangan, sandang dan papan, sangat tergantung dengan ilmu, meski yang paling sederhana pun. Maka kegiatan ilmiah dewasa ini berdasarkan pada dua keyakinan berikut: 1. Segala sesuatu dalam realitas dapat diselidiki secara ilmiah, bukan saja untuk mengerti realitas dengan lebih baik, melainkan juga untuk menguasai lebih mendalam menurut segala aspeknya. 2. Semua aspek realitas membutuhkan juga penyelidikan primer, seperti air, makanan, udara, cahaya, kehangatan, dan tempat tinggal tidak akan cukup tanpa penyelidikan itu. (Van Melsen, 1987). Dengan demikian, ilmu pada dewasa ini mengalami fungsi yang berubah secara radikal, dari tidak berguna

Transcript of · Web viewPada masa itu pemerintah sungguh-sungguh menerapkan sistem totaliter, diktator, dan...

I. PENDAHULUAN

Pada masa lampau kedudukan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari

belum dapat dirasakan. Ilmu sama sekali tidak memberikan pengaruhnya terhadap

masyarakat. Ungkapan Aristoteles tentang ilmu “umat manusia menjamin urusannya

untuk hidup sehari-hari, barulah ia arahkan perhatiannya kepada ilmu pengetahuan”.

(Van Melsen, 1987)

Dewasa ini ilmu menjadi sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari, seolah-

olah manusia sekarang tidak dapat hidup tanpa ilmu pengetahuan. Kebutuhan manusia

yang paling sederhana pun sekarang memerlukan ilmu, misalnya kebutuhan pangan,

sandang dan papan, sangat tergantung dengan ilmu, meski yang paling sederhana pun.

Maka kegiatan ilmiah dewasa ini berdasarkan pada dua keyakinan berikut:

1. Segala sesuatu dalam realitas dapat diselidiki secara ilmiah, bukan saja untuk

mengerti realitas dengan lebih baik, melainkan juga untuk menguasai lebih

mendalam menurut segala aspeknya.

2. Semua aspek realitas membutuhkan juga penyelidikan primer, seperti air,

makanan, udara, cahaya, kehangatan, dan tempat tinggal tidak akan cukup tanpa

penyelidikan itu. (Van Melsen, 1987).

Dengan demikian, ilmu pada dewasa ini mengalami fungsi yang berubah secara

radikal, dari tidak berguna sama sekali dalam kehidupan praktis menjadi “tempat

tergantung” kehidupan manusia. Penemuan-penemuan secara empiris memberikan

kemungkinan baru, yang ternyata ada gunanya dalam praktis. Ilmu yang semula

rasional-empiris menjadi rasio-eksperimental. Dengan demikian, ilmu mempunyai

akibat yakni berguna dalam kehidupan masyarakat.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa ilmu pengetahuan telah banyak membantu

masyarakat. Akan tetapi juga tidak dapat dipungkiri begitu saja adanya dampak

negatif. Tentu saja dampak negatif ilmu pengetahuan tidak seharusnya membuat

manusia pesimis bahkan menyerah terhadap perkembangan tersebut. Manusia tidak

seharusnya hanya mengekor pada ilmu pengetahuan begitu saja kemudian menjadi

budak, akan tetapi ilmu pengetahuan yang harus berada di tangan manusia atau di

bawah kendali manusia. Ilmu pengetahuan dikembangkan oleh dan untuk kepentingan

kesejahteraan manusia, maka tidak seharusnya manusia menyerah. Justru dengan

ciptaannya manusia harus siap bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.

Ilmu pengetahuan terus menerus dikembangkan untuk membantu kehidupan

masyarakat dan memperpanjang tangan manusia.

I.1 Thomas Kuhn : Hidup dan Karyanya (1922-1996)

Thomas Samuel Kuhn lahir pada tanggal 18 Juli, 1992 di Cincinnati, Ohio,

Amerika Serikat. Pada tahun 1949 ia menerima Ph.D dalam fisika dari Harward

University, dan tinggal disana sebagai asisten profesor pendidikan umum dan sejarah

ilmu pengetahuan. Kemudian pada tahun 1964, ia diangkat oleh M. Taylor Pyne

sebagai Guru Besar Filsafat dan Sejarah Ilmu Pngetahuan di Princeton University.

Pada tahun 1979, ia kembali ke Boston, kali ini ia ke Massachusetts Institute of

Technology sebagai profesor filsafat dan sejarah ilmu pengetahuan. Pada tahun 1983,

ia diangkat oleh Lawrence S. Rockefeller sebagai Guru Besar Filsafat di MIT.

Kuhn merupakan salah satu filsuf yang paling berpengaruh pada pertengahan

abad kedua puluh. Karyanya yang berjudul Struktur Revolusi Ilmiahlah (The Structure

of Scientific Revolution) yang membuat namanya begitu terkenal dalam sejarah dunia

ilmu pengetahuan, hingga saat ini. Dalam buku tersebut Kuhn mulai mempopulerkan

istilah paradigma. Tema dasar argumen Kuhn adalah, bahwa pola perkembangan yang

khas dalam ilmu dewasa ini adalah transisi yang berurutan dari satu paradigma ke

paradigma lain melalui suatu proses revolusi.

I.2 Paradigma ilmu pengetahuan Thomas Kuhn

Thomas Kuhn memulai analisisnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan

dengan berpijak pada teori falsifikasi Karl Popper. Ia memfokuskan diri pada

perkembangan pembentukan sebuah teori. Lebih jauh dari itu, Kuhn ingin melihatnya

dalam konteks historis terbentuknya sebuah ilmu pengetahuan. Ia sampai pada

penemuan, bahwa sebuah teori baru tidak bisa terbentuk hanya dengan mengajukan

bukti-bukti yang bertentangan dengan teori-teori yang lama.

Secara singkat inti pemikiran Kuhn mengenai paradigma adalah, bahwa dalam

sebuah komunitas selalu terdapat sebuah teori yang dianggap mapan, dan semua orang

di dalamnya menggunakan teori tersebut. Dengan kata lain paradigma adalah sebuah

pedoman atau framework sebuah komunitas yang menjadi landasan yang mendasari

setiap gerak dan pola pikir komunitas teresbut. Teori yang mapan dan mempunyai

dominasi kuat dalam sebuah komunitas itulah yang Kuhn sebut sebagai paradigma.

Masa berlaku sebuah paradigma tidak bisa diperkirakan. Paradigma yang lama

akan hancur dan tergeser dengan paradigma baru, ketika mulai muncul masalah

internal di dalamnya. Artinya muncul sebuah masalah dari dalam yang tidak bisa lagi

dijawab oleh paradigma yang lama. Perubahan atau pergeseran paradigma tersebut

tidak bisa dibayangkan sebagai sesuatu yang teratur dan stabil, melainkan sifatnya

sangat acak dan revolusioner.

Dengan demikian Kuhn membagi ilmu pengetahuan menjadi dua bentuk, yaitu

ilmu pengetahuan dalam situasi normal, dan dalam situasi krisis. Pertama, ilmu

pengetahuan dalam situasi normal, yakni situasi dimana dalam dunia ilmu

pengetahuan terdapat sebuah paradigma yang mendominasi secara utuh dan kuat.

Dalam situasi normal ini bisa dikatakan, bahwa paradigma yang mendominasi

tersebut masih mampu menjawab semua masalah yang timbul dalam sebuah

komunitas yang memegang paradigma tersebut. Paradigma ini bertahan sampai terjadi

sebuah masa, dimana terjadi masalah internal didalamnya, dan paradigma tersebut

tidak mampu lagi menjawabnya. Ini berlangsung sampai adanya sebuah paradigma

baru yang mampu menjawab masalah tersebut. Situasi pergantian paradigma itulah

yang disebut sebagai situasi krisis dalam ilmu pengetahuan.

Kuhn menganggap bahwa usaha membandingkan dua paradigma yang

berbeda,demi mencari penilaian mana diantaranya yang valid, tidak akan pernah bisa.

Hal tersebut dikarenakan dalam melakukan penelitian, seseorang pasti telah

mempunyai paradigma juga di dalam pikiran mereka. Bagi Kuhn yang diperlukan

adalah sebuah lompatan penuh keberanian dalam mengganti paradigmanya. Dengan

demikian hal tersebut semakin memperkuat, bahwa paradigma, sadar atau tidak, selalu

mempengaruhi seluruh cara berpikir manusia dalam berbagai aspek hidupnya.

Fenomena perkembangan filsafat ilmu pengetahuan dan politik Indonesia

berdasarkan Teori Paradigma Thomas Kuhn dan Filsafat Politik Machiavelli sangat

menarik untuk tetap menjadi bahan perbincangan dan wacana diskusi yang tidak akan

pernah ada habisnya. Pertama coba kita melihatnya mulai dari ilmu pengetahuan

(sains). Di Indonesia gejolak perkembangan ilmu pengetahuan seolah-olah belum

begitu terdengar gaungnya. Hal tersebut bisa langsung kita amati dalam bidang

teknologi. Sungguh menyedihkan bahwa Indonesia hanya menjadi pemakai semata.

Manusia-manusia Indonesia masih banyak mengimpor hasil-hasil teknologi dari

negara lain. Teknologi masih hanya sekedar menjadi sebuah permainan bisnis yang

menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Tidak ada sebuah nilai kecintaan dan

kreativitas akan perkembangan ilmu pengetahuan.

Perkembangan ilmu pengetahuan di bidang penelitian-penelitian pun masih

banyak yang sekedar pengajuan proposal secara besar-besaran demi mendapat

tunjangan biaya darinya. Bukan menjadi sebuah rahasia lagi, jika kita menengok

lingkungan akademis, seperti di universitas-universitas. Banyak dosen berebut

melakukan penelitian semata-mata demi mendapatkan uang penunjang. Kemudian

bisa dibayangkan bagaimana hasil penelitiannya, yang ada hanya sebuah penelitian

dangkal dan dengan metode yang acak-acakan dan sulit dipercaya validitasnya.

Dengan demikian apa yang sesungguhnya masih menjadi kerangka berpikir orang-

orang yang menyebut dirinya sebagai ilmuan di Indonesia di balik fenomena-

fenomena yang nampak tersebut.

Kemudian mari kiat beralih melihat fenomena politik. Politik di Indonesia

mempunyai sejarah yang cukup kelam, jika mengingat kembali ke masa orde baru.

Pemerintah memerintah rakyat dengan sistem yang totaliter dan bergaya diktator.

Kebebasan berpendapat dibatasi. Ini tampak dengan adanya pembredelan-

pembredelan banyak media masa. Berbagai cara dilegalkan oleh penguasa dengan

mengatasnamakan terciptanya kestabilan sosial dalam masyarakat. Ini semua adalah

pola berpikir yang sangat pragmatis. Namun pada akhirnya kita bisa bertanya,

sesungguhnya kestabilan nasional yang ada memiliki dasar yang kokoh? Menggelikan

kalau jawabannya adalah ya. Bagaimana mungkin moral dibangun, jika tanpa

kebebasan?

Jaman memang sudah berganti. Saat ini kita hidup pada masa reformasi yang

penuh dengan semangat demokrasi. Namun yang tetap menjadi pertanyaan adalah,

apakah paradigma di dalamnya pun telah berubah mengikuti perubahan nama yang

diberikan? Apakah politik di Indonesia benar-benar telah lepas dari paradigma

pragmatisme dangkal para pelakunya.

Fenomena perbuatan kekuasaan demi kepentingan kelompok masih sangat kuat

menghiasi panggung polotik di Indonesia. Hal tersebut dengan jelas bisa kita lihat

dalam perang kepentingan antar partai politik, baik ketika pemilu maupun dalam

praktek dikursi pemerintahan. Segala cara dilakukan demi mendapat tempat di kursi

pemerintahan, mulai dari politik uang, sampai suap di sana-sini. Fenomena lain lagi,

ketika partai masuk sebagai pembuat keputusan melalui jatah meteri, terjadi proses

kompromi dengan presiden. Kompromi ini berimplikasi pada kecenderungan partai

untuk menegosiasikan kepentingannya dengan pihak eksekutif dalam soal-soal

kekuasaan, seperti jatah menteri atau koalisi di parlemen. Kecenderungan tersebut

membuat kekuasaan. Secara singkat bisa dikatakan, bahwa tesis utama ajarannya

adalah politik tanpa moralitas.

Niccolo Machiavelli lahir di Florence, Italia pada 3 Mei 1469. Ia lahir dari

keluarga bangsawan Florentine, ayahnya seorang pengacara kaya bernama Bernardo

Niccolo Machiavelli, dan ibunya bernama Stefano Nelli. Ia hidup dan berkembang di

tengah keadaan yang serba berlimpah, mengingat pada waktu itu, keluarganya

memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam pemerintah. Disamping itu Florence, kota

tempat tinggalnya, merupakan sebuah tempat persilangan dua arus daerah dengan

budaya yang berlawanan. Pertama kota Savanarola yang terkenal dengan kekuatan dan

kekerasannya, kemudian kota penuh cinta, Lorenzo. Karier Machiavelli sebagai

politikus dan diplomat berakhir, ketika ia deberhentikan dari jabatannya oleh penguasa

Italia. Dua buku karyanya yang paling terkenal adalah Discorsi sopra la prima deca di

Tito Livio (Diskursus tentang Livio) dan II Principe (Sang Pangeran). Ia menulis kedua

buku tersebut dengan harapan bisa memperbaiki keadaan politik Italia Utara ketika itu.

Namun yang mengagumkan kedua buku tersebut malah menjadi buku umum berpolitik

pada masa itu juga. Selain menulis karya-karya dibidang politik, Machiavelli juga

menulis untuk bidang-bidang lainnya, seperti bidang Sejarah, yaitu History of

Florence, Discourse on the First Decade of Titus Livius, a Life of Castruccio

Castrancani, dan History of the Affair of Lucca, serta masih banyak lagi lainnya.

Meskipun demikian sejarah mencatat, bahwa buku The Prince-lah yang mampu

dikenal oleh banyak orang. Secara singkat dalam buku tersebutlah terungkap secara

jelas ajaran Politik (pragmatisme) Machiavelli. Lebih jauh ia juga membenarkan segala

cara dalam rangka mencapai tujuan lestarinya sebuah kekuasaan. Selengkapnya saya

akan membahasnya pada sub-sub selanjutnya bagian Filsafat Politik Machiavelli.

I.3 Agama dan Politik Machiavelli

Seperti sudah kita ketahui, Machiavelli hidup pada masa awal abad pencerahan

di Italia, atau lebih sering dikenal sebagai masa modernitas. Dalam masa itu terdapat

sebuah semangat besar untuk melepaskan diri dari kungkungan tradisi dan agama yang

dirasakan sangat membelenggu kebebasan berfikir. Orang mulai menyadari kembali

jati dirinya sebagai manusia yang mampu berfikir sendiri, tanpa didasari ketakutan

akan aturan dalam tradisi dan agama.

Gejolak perubahan tersebut tidak lepas dari pengalaman akan jaman abad

pertengahan yang lebih bersifat Teosentris, yaitu bahwa segala sesuatu selalu dilihat

dalam kaca mata Tuhan. Pada masa itu filsafat harus selalu menjadi hamba atas

teologi. Lebih lanjut dalam bidang pemerintahan, banyak Kaisar yang diangkat oleh

Paus. Banyak terjadi praktek pencampuran antara agama dan pemerintahan. Paus

sebagai pemimpin gereja pun seperti menjadi penjilat para Raja dan Kaisar untuk

memperoleh wilayah dan keamanan tertentu. Akhirnya muncul banyak sikap yang

bersikap kritis terhadap hubungan antara agama dan negara. Perhatian utama para

pemikir politik ini adalah pada norma dan tujuan (normatif), bukan apa yang terjadi

(deskriptif).

Bagi Machiavelli agama tidak boleh mendominasi dalam negara atau

pemerintahan. Yang harus terjadi justru sebaliknya, bahwa negaralah yang harus

mendominasi agama. Lebih lanjut bahwa agama harusnya hanyalah sebagai pemersatu

negara. Jika agama ikut campur dalam kegiatan pemerintahan negara, maka agama

hanya akan membuat terjadinya perpecahan. Turut campurnya agama dengan berbagai

kepentingan yang ada dibaliknya membuat situasi negara bergejolak, dan tidak sesuai

dengan tujuan negara. Agama memiliki makna bila bergua bagi kepentingan politik

kekuasaan, yakni untuk menjamin stabilitas sosial.

1.4 Moralitas Machiavelli

“Dan dalam tindakan manusia, khusunya raja-raja yang tidak terbatas, tujuan

menghalalkan cara”(Machiavelli, The Prince, Bab. 18). Seperti sudah sedikit

disinggung pada pembahasan sebelumnya, yaitu bahwa Machiavelli banyak mendapat

anggapan sebagai filsuf yang tidak bermoral. Anggapan tersebut muncul dari ajaran

Machiavelli, ketika ia memaparkan pandangan-pandangan politiknya dalam bukunya

yang berjudul The Prince, yang memberikan metode untuk mendapatkan dan

mengamankan kekuasaan. Pada intinya Machiavelli ingin menyajikan sebuah

pandangan tentang sebuah visi kekuasaan politik yang debersihkan dari pengaruh

moral asing, dan menyadari dasar-dasar politik yang efektif dalam menjalankan

kekuasaan. Dalam bukunya The Prine, Machiavelli memusatkan perhatiannya pada

teknik-teknik dalam rangka mensukseskan tercapainya tujuan dalam politik.

Machiavelli menegaskan bahwa demi tercapainyatujuan politik, moralitas tidak perlu

menjadi sebuah pertimbangan yang harus ditaati. Bagi Machiavelli demi tujuan yang

baik, semua cara yang diperlukan bisa dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Lebih dalam bahwa seorang penguasa tidak wajib membahas, apakah cara yang

dilakukannya dalam pemerintahannya bermoral atau tidak. Intinya selama sejalan

dengan tujuan, semua boleh dilakukan, demi tercapainya tujuan tersebut.

Dengan demikian Machiavelli menolak pandangan klasik dan Kristiani yang

mengatakan, bahwa tujuan tidak membenarkan cara. Karena memang bagi

Machiavelli, moralitas hanyalah alat untuk mencapai sebuah tujuan. Logikanya jika

moralitas hanyalah sebuah alat, maka kalau dianggap mengganggu dan mencegah

sampai pada tujuan, orang diperkenankan untuk membuangnya. Sehingga dapat

diketahui bahwa bagi Machiavelli, moralitas tidak mempunyai pengaruh apapun dalam

pencapaian tujuan politik. Peran penguasa yang penuh dengan dominasi dan “tangan

besi”nya diperlukan dalam mengatur pemerintahan. Dari situlah bisa disimpulkan,

bahwa politik Machiavelli adalah politik pragmatisme. Pragmatisme merupakan

sebuah pandangan yang lebih menekankan pada hasil semata. Orientasi utamanya

dalam setiap kegiatan adalah hasil.

Bebas nilai adalah tuntutan yang ditujukan pada ilmu pengetahuan agar ilmu

pengetahuan dikembangkan dengan tidak memperhatikan nilai-nilai lain di luar nilai-

nilai yang diperjuangkan ilmu pengetahuan. Dalam memutuskan apakah ilmu bebas

nilai atau tidak, bisa dipahami mengingat di satu pihak objektivitas merupakan ciri

mutlak ilmu pengetahuan, sedang di pihak lain subjek yang mengembangkan ilmu

dihadapkan pada nilai-nilai yang ikut menentukan pemilihan atas masalah dan

kesimpulan yang dibuatnya. Untuk itu, dalam makalah ini penulis mencoba mengkaji

lebih dalam tentang ilmu pengetahuan dan masyarakat yang ditinjau dari: pengertian

ilmu pengetahuan, pengertian masyarakat, hubungan antara ilmu pengetahuan dan

masyarakat serta ilmu pengetahuan dengan ilmu politik dan masalah bebas nilai.

II. PEMBAHASAN

II.1 Tinjauan tentang Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan selain mengubah cara pandang manusia terhadap realitas,

ilmu pengetahuan melalui teknik ilmiah juga telah berhasil menjadi sarana bagi

perkembangan kekuasaan serta kontrol terhadap masyarakat. Ilmu pengetahuan adalah

warisan bersama umat manusia, bukan milik pribadi dari orang-orang tertentu.

Permulaannya dimulai dengan permulaan umat manusia. Ketika budaya intelektual

Eropa mencapai kedewasaan yang memadai, yang sebagian besarnya dicapai melalui

prestasi negara-negara selain-Eropa lainnya, ilmu-ilmu eksperimental secara khusus

telah matang bagi perkembangan baru menyeluruh melalui Renaissance, Abad

Kebangkitan.

Selain itu, Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,

menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan

dalam alam manusia. Ilmu pengetahuan disini bukan sekedar pengetahuan

(knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori

yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang

diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk

karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.

Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.

Segi-segi ilmu pengetahuan dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang

pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan

kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Contoh: Ilmu Alam hanya bisa

menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bersifat bahani (materiil

saja) atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika membatasi

lingkup pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit.

Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa

jauhnya matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi

sesuai untuk menjadi perawat.

II.2 Tinjauan tentang Masyarakat

Manusia adalah makhluk sosial, ia hidup dalam hubungannya dengan orang

lain dan hidupnya bergantung dengan orang lain. Manusia merupakan makhluk yang

memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di

sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, keinginan dan sebagainya.

Manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Pola

interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu

masyarakat.

II.2.1 Pengertian Masyarakat

Berikut ini adalah beberapa pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi

dunia, diantaranya:

a. Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup

bersama dan menghasilkan kebudayaan.

b. Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu

ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan

antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.

c. Menurut Emile Durkheim masyarakat merupakan suatu kenyataan obyektif

pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.

d. Menurut Paul B. Horton & C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan

manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang

cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan

sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok/

kumpulan manusia tersebut.

e. Menurut Koentjaraningrat masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang

berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat

kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama.

f. Menurut Ralph Linton masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang

hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan mampu

membuat keteraturan dalam kehidupan bersama dan mereka menganggap

sebagai satu kesatuan sosial.

II.2.2 Unsur-unsur Masyarakat

Menurut Soerjono Soekanto alam masyarakat setidaknya memuat unsur

sebagai berikut ini:

a. Berangotakan minimal dua orang.

b. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan.

c. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia

baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan

antar anggota masyarakat.

d. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta

keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat.

II.2.3 Komponen Masyarakat

Ada beberapa komponen masyarakat diantaranya :

a. Populasi dengan aspek-aspek genetik dan demografik

b. Kebudayaan sebagai produk dari aktivitas cipta rasa, karsa dan karya

manusia. Isi kebudayaan meliputi beberapa sistem nilai, yaitu sistem

peralatan (teknologi), ekonomi, organisasi, ilmu pengetahuan, kesenian,

dan kepercayaan sistem bahasa.

II.2.4 Kriteria Masyarakat yang Baik

Menurut Marion Levy diperlukan empat kriteria yang harus dipenuhi agar

sekumpulan manusia bisa dikatakan / disebut sebagai masyarakat.

a. Ada sistem tindakan utama.

b. Saling setia pada sistem tindakan utama.

c. Mampu bertahan lebih dari masa hidup seorang anggota.

d. Sebagian atau seluruh anggota baru didapat dari kelahiran / reproduksi

manusia.

Masyarakat tidak begitu saja muncul seperti sekarang ini, tetapi adanya

perkembangan yang dimulai dari masa lampau sampai saat sekarang ini dan

terdapat masyarakat yang mewakili masa tersebut. Masyarakat ini kemudian

berkembang mengikuti perkembangan jaman sehingga kemajuan yang dimiliki

masyarakat sejalan dengan perubahan yan terjadi secara global, tetapi ada pula

masyarakat yang berkembang tidak seperti mengikuti perubahan jaman melainkan

berubah sesuai dengan konsep mereka tentang perubahan itu sendiri.

Dalam mempertahankan kehidupannya, masyarakat beradaptasi dengan

lingkungannya. Adapun adaptasi tersebut dibedakan sebagai berikut :

a. Adaptasi genetik; setiap lingkungan hidup biasanya merangsang

penghuninya untuk membentuk struktur tubuh yang spesifik, yang bersifat

turun temurun dan permanen

b. Adaptasi somatis yang merupakan penyesuaian secara struktural atau

fungsional yang sifatnya sementara (tidak turun temurun). Bila

dibandingkan dengan makhluk lainnya, maka manusia mempunyai daya

adaptasi yang relatif lebih besar.

II.2 Perkembangan dan Definisi Ilmu Politik

Apabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari

ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar, rangka, fokus, dan ruang lingkup yang jelas,

maka dapat dikatakan bahwa ilmu politik masih muda usianya karena baru lahir pada

akhir abad ke-19. pada tahap itu ilmu politik berkembang secara pesat berdampingan

dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, antropologi, ekonomi,

dan psikologi, dan dalam perkembangan ini mereka saling mempengaruhi. Akan

tetapi, apabila ilmu politik ditinjau dalam rangka yang lebih luas, yaitu sebagai

pembahasan secara rasional dari berbagai aspek negara dan kehidupan politik, maka

ilmu politik dapat dikatakan jauh lebih tua umurnya. Bahkan ia sering dinamakan ilmu

sosial yang tertua di dunia. Pada taraf perkembangan itu ilmu politik banyak bersandar

pada sejarah dan filsafat.

Di Indonesia kita mendapati beberapa karya tulis yang membahas masalah

sejarah dan kenegaraan, seperti misalnya Negarakertagama yang ditulis pada masa

Majapahit sekitar abad ke-13 dan ke-15 Masehi dan Babad Tanah Jawi. Sayangnya di

negara-negara Asia tersebut kesusastraan yang mencakup politik mulai akhir abad ke-

19 telah mengalami kemunduran karena terdesak oleh pemikiran Barat yang dibawa

oleh negara-negara seperti Inggris, Jerman, Amerika Serikat, dan Belanda dalam

rangka imperialisme.

Di negara-negara benua Eropa seperti Jerman, Austria, dan Prancis

bahasan mengenai politik dalam abad ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu

hukum dan karena itu fokus perhatiannya adalah negara semata-mata. Bahasan

mengenai negara termasuk kurikulum Fakultas Hukum sebagai mata kuliah Ilmu

Negara (Staatslehre). Di Inggris permasalahan politik dianggap termasuk filsafat,

terutama moral philosophy, dan bahasannya dianggap tidak dapat terlepas dari

sejarah. Akan tetapi dengan didirikannya Ecole Libredes Sciances Politiques di Paris

(1870) dan London School of Economics and Political Science (1985) , ilmu politik

untuk pertama kali di negara-negara tersebut dianggap sebagai disiplin tersendiri yang

patut mendapat tempat dalam kurikulum perguruan tinggi. Namun demikian,

pengaruh dari ilmu hukum, filsafat dan sejarah sampai perang dunia II masih tetap

terasa.

II.2.1 Ilmu Politik Sebagai Ilmu Pengetahuan (Science)

Adakalanya dipersoalkan apakah ilmu politik merupakan suatu ilmu

pengetahuan (science) atau tidak, dan disangsikan apakah ilmu politik memenuhi

syarat sebagai ilmu pengetahuan. Soal ini menimbulkan pertanyaan: apakah yang

dinamakan ilmu pengetahuan (science) itu? Karakteristik ilmu pengetahuan (science)

ialah tantangan untuk menguji hipotesis melalui eksperimen yang dapat dilakukan

dalam keadaan terkontrol (controlled circumstances) misalnya laboratorium.

Berdasarkan eksperimen-eksperimen itu ilmu-ilmu eksakta dapat menemukan hukum-

hukum yang dapat diuji kebenarannya. Jika definisi ini dipakai sebagai patokan, maka

ilmu politik serta ilmu-ilmu sosial lainnya belum memenuhi syarat, karena sampai

sekarang belum ditemukan hukum-hukum ilmiah seperti itu. Mengapa demikian?

Oleh karena yang diteliti adalah manusia dan manusia itu adalah makhluk yang

kreatif, yang selalu didasarkan atas pertimbangan rasional dan logis, sehingga

mempersukar usaha untuk mengadakan perhitungan serta proyeksi untuk masa depan.

Dengan kata lain perilaku manusia tidak dapat diamati dalam keadaan terkontrol.

II.2.2 Definisi Ilmu Politik

Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau politics atau

kepolitikan. Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik. Di Indonesia kita

teringat pepatah gemah ripah loh jinawi. Orang Yunani Kuno

terutama Plato dan Aristoteles menamakannya sebagai en dam onia atau the good

life. Mengapa politik dalam arti ini begitu penting? Karena sejak dahulu kala

masyarakat mengatur kehidupan kolektif dengan baik mengingat masyarakat sering

menghadapi terbatasnya sumber daya alam, atau perlu dicari satu cara distribusi

sumber daya agar semua warga merasa bahagia dan puas. Ini adalah politik.

Bagaimana caranya mencapai tujuan dengan berbagai cara, yang kadang-kadang

bertentangan dengan satu sama lainnya. Akan tetapi semua pengamat setuju bahwa

tujuan itu hanya dapat dicapai jika memiliki kekuasaan suatu wilayah tertentu

(negara atau sistem politik). Kekuasaan itu perlu dijabarkan dalam keputusan

mengenai kebijakan yang akan menentukan pembagian atau alokasi dari sumber daya

yang ada.

Dengan demikian kita sampai pada kesimpulan bahwa politik dalam suatu

negara (state)berkaitan dengan masalah kekuasaan (power) pengambilan

keputusan (decision making), kebijakan publik(public policy), dan alokasi atau

distribusi (allocation or distribution). Politik adalah perebutan kekuasaan,

kedudukan, dan harta (Politics at its worst is a selfish grab for power, glory and

riches). 

Di bawah ini ada dua sarjana yang menguraikan definisi politk yang berkaitan

dengan masalah konflik dan consensus :

1. Menurut Rod Hague et al.: “politik adalah kegiatna yang menyangkut cara

bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat

kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan

di antara anggota-anggotanya.

2. Menurut Andrew Heywood: “Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang

bertujuan untuk membuat, mempertahankan , dan mengamandemenkan

peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, y ang berarti tidak

dapat terlepas dari gejala konflik dan kerja sama.

Perbedaan-perbedaan dalam definisi yang kita jumpai disebabkan karena

setiap sarjana meneropong hanya satu aspek atau unsur dari politik. Unsur ini

diperlukannya sebagai konsep pokok yang akan dipakainya untuk meneropong

unsur-unsur lain. Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa konsep-konsep itu

adalah :

1.Negara(state)

2.Kekuasaan(power)

3.Pengambilan keputusan (decision making)

4. Kebijakan (policy, beleid)

5. Pembagian (distribution)

II.2.3 Bidang-bidang Ilmu Politik

Dalam contemporary Political Science, terbitan Unesco 1950, ilmu politik

dibagi menjadi empat bidang :

1. Teori Politik.

2. Lembaga-lembaga politik.

3. Partai-partai, golongan-golongan (groups), dan pendapat umum.

4. Hubungan internasional.

II.2.4  Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Pengetahuan Lain

Sejarah

Seperti diterangkan di atas, sejak dahulu kala ilmu politik erat hubuganya dengan

sejarah dan filsafat. Sejarah merupakan alat yang paling penting bagi ilmu politik,

oleh karena menyumbang bahan, yaitu data dan fakta dari masa lampau, untuk

diolah lebih lanjut.

Filsafat

Ilmu pengetahuna lain yang erat sekali hubungannya dengan ilmu politik ialah

filsafat. Filsafat ialah usaha untuk secara rasional dan sistematis mencari

pemecahan atau jawaban atas persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta

(universe) dan kehidupan manusia.

Sosiologi

Di antara ilmu-ilmu sosial, sosiologi-lah yang paling pokok dan umum sifatnya.

Sosiologi membantu sarjana ilmu politik dalam usahanya memahami latar

belakang, susunan dan pola kehidupan sosial dari berbagai golongan dan

kelompok dalam masyarakat.

Antropologi

Apabila jasa sosiologi terhadap perkembangan ilmu politik adalah terutama dalam

memberikan analisis terhadap kehidupan sosial secara umum dan menyeluruh,

maka antrophology menyumbang pengertian dan teori tentang kedudukan serta

peran berbagai satuan sosial-budaya yang lebih kecil dan sederhana.

Ilmu Ekonomi

Pada masa silam ilmu politik dan ilmu ekonomi merupakan bidang ilmu tersendiri

yang dikenal sebagai ekonomi politik (political economy), yaitu pemikiran dan

analisis kebijakan yang hendak digunakan untuk memajukan kekuatan dan

kesejahteraan negara Inggris dalam menghadapi saingannya seperti Portugis,

Spanyol, Prancis, dan Jerman, pada abad ke-18 dan ke-19.

Psikologi Sosial

Psikologi sosial adalah pengkhususan psikologi yang mempelajari hubungan

timbal balik antara manusia dan masyarakat, khususnya faktor-faktor yang

mendorong manusia untuk berperan dalam ikatan kelompok sosial, bidang

psikologi umumnya memusatkan perhatian pada kehidupan perorangan.

Geografi

Faktor-faktor yang berdasarkan geografi, seperti perbatasan strategis, desakan

penduduk, daerah pengaruh mempengaruhi politik. 

Ilmu Hukum

Terutama negara-negara Benua Eropa, ilmu hukum sejak dulu kala erat

hubungannya dengan ilmu politik, karena mengatur dan melaksanakan undang-

undang merupakan salah satu kewajiban negara yang penting. Cabang-cabang

ilmu hukum yang khususnya meneropong negara ialah hukum tata-negara (dan

ilmu negara).

II.2.5 Politik Pragmatisme Indonesia dan Paradigma Politik

Politik Indonesia mempunyai sejarah yang cukup kelam dan traumatis bagi

banyak orang, lebih tepatnya sejarah politik pada masa Orde Baru. Pada masa itu

pemerintah sungguh-sungguh menerapkan sistem totaliter, diktator, dan

militeristik dalam memerintah rakyatnya. Segala sesuatu yang dianggap

mengganggu dan menghalangi pemerintah dalam langkah dan geraknya akan

langsung dihilangkan.

Pemerintah seolah-olah telah mempunyai paradigma pragmatisme dalam

mengatasi setiap masalah yang muncul didalamnya. Hal itu tercermin dalam sikap

perintah yang menghalalkan segala cara dalam rangka menciptakan suasana yang

seolah-olah harmonis dan damai. Bahkan moralpun tidak menjadi sesuatu yang

penting lagi untuk dipertimbangkan, persis seperti apa yang Machiavelli ajarkan.

Paradigma tersebut ada sampai terjadi sebuah krisis, dimana rakyat mulai

berontak, dan menggulingkan pemerintahan saat itu.

Kini era telah berganti menjadi apa yang banyak orang sebut sebagai era

reformasi. Usaha menjadi pemerintah yang demokratis terus digalakkan ke

berbagai bidang kehidupan. Namun apakah sungguh paradigma lama telah

berganti pula menjadi paradigma yang baru, setelah mengalami krisis? Apakah

paradigma pragmatis sudah benar-benar hilang dari para pelaku politik Indonesia?

Jika diamati secar mendalam ternyata paradigma pragmatisme dalam politik

diam-diam masih kuat. Paradigma politik pragmatisme masih dipakai dalam

kehidupan politik di Indonesia, mulai dari tingkat daerah sampai pusat. Banyak

contoh yang bisa digunakan untuk membuktikan keberadaan paradigma politik itu.

Salah satu contoh besar yang kita angkat adalah fenomena yang ada dalam partai-

partai politik

Politik di Indonesia tidak lebih dari sekedar politik perang kepentingan antar

golongan dalam memperebutkan kekuasaan. Pemerintah seolah-olah tidak berani

mengambil sebuah langka berbeda untuk melepaskan diri dari arus tersebut.

Namun rasanya sulit juga bagi pemerintah untuk melepaskan diri dari arus

tersebut, karena mereka menjadi penguasa politis juga dengan memegang

paradigma pragmatisme tersebut.

III. Hubungan Kesesatan Berpikir dengan Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Politik

Sama halnya dengan ilmu sosial lainnya, metode ilmiah yang digunakan dalam

ilmu politik menggunakan model deduksi, yaitu melihat hal-hal yang bersifat umum

dahulu kemudian baru melihat hal-hal yang bersifat khusus (deduksi). Ruang lingkup

yang dipelajari ilmu politik sangat luas. Tidak hanya masalah mengenai negara saja,

tetapi juga banyak mempelajari tentang kekuasaan, cara mengelolanya, kebaikan

bersama dan masalah lainnya yang saling berkaitan. Oleh karena itu para ahli ilmu

politik melihat sebuah permasalahan dari hal-hal yang bersifat umum atau cakupan

yang luas, baru kemudian mengambil beberapa masalah yang dibahas lebis spesifik.

Pada ilmu poltik terdapat sejumlah perdebatan mengenai pendekatan-

pendekatan yang digunakan. Ada yang berpendapat tentang pendekatan normatif

yang membahas baik buruk dan pendekatan perilaku yang memusatkan pada tingkah

laku perilaku manusia pada perilaku politiknya. Namun kebanyakan ahli

menggunakan pendekatan perilaku dalam metode pengamatannya. Dengan

pendekatan tersebut para ahli dapat memprediksi gejala-gejala politik yang akan

terjadi melalui tingkah laku aktor politik dan masyarakat.

IV. Hubungan antara Ilmu Pengetahuan dan Masyarakat

Perbedaan antara situasi ilmu pengetahuan dulu dan sekarang tentu tidak

terbatas pada kesatuan lebih besar yang menandai ilmu pengetahuan di masa lampau.

Terdapat juga perbedaan-perbedaan lain. Antara lain cukup menyolok mata bahwa

tempat yang diduduki ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari dulu sama

sekali berbeda, kalau dibandingkan dengan situasi sekarang. Dulu ilmu pengetahuan

praktis tidak mempengaruhi hidup sehari-hari. Dan dianggap biasa saja, bila ilmu

pengetahuan tidak mempunyai konsekuensi dalam kehidupan kemasyarakatan.

Dalam konteks ini terdapat perkataan Aristoteles yang cukup menarik, umat

manusia menjamin urusannya untuk hidup sehari-hari barulah dapat diarahkan

perhatiannya kepada ilmu pengetahuan. Jadi, rupanya kegiatan ilmiah tidak bertujuan

mempermudah urusan ini atau meningkatkan taraf hidup jasmani. Apalagi, pada

waktu itu tidak mungkin orang berpikir untuk meningkatkan taraf hidup, karena

tingginya taraf hidup dianggap telah ditentukan oleh alam kodrat dan manusia tidak

sanggup mengubah alam kodrat.

Dulu ilmu pengetahuan mempunyai tujuan yang sama sekali berbeda. Ilmu

pengetahuan bertujuan memperingatkan manusia bahwa selain makhluk alamiah

(makhluk yang tersimpul dalam tata susunan alam), ia masih merupakan sesuatu

yang lain, yaitu makhluk yang mengetahui tentang dirinya dan dengan demikian juga

tentang perbedaannya dengan alam. Ilmu pengetahuan bermaksud mendalami

pengertian tentang diri manusia dan alam itu supaya secara rohani manusia dapat

sampai pada inti dirinya. Karena itu ilmu pengetahuan tidak berguna dalam arti

bahwa ilmu pengetahuan tidak berusaha mencapai sesuatu yang lain. Ilmu

pengetahuan dipraktekkan untuk ilmu pengetahuan itu sendiri.

Kini fungsi kemasyarakatan dari ilmu pengetahuan telah berubah secara

radikal. Bahwa ilmu pengetahuan sekarang ini melayani kehidupan sehari-hari

masyarakat menurut segala aspeknya. Tentu saja dapat dikatakan juga bahwa kita

sekarang ini berada dalam semacam gerak spiral: di satu sisi kita harus menggunakan

ilmu pengetahuan untuk menjamin kebutuhan-kebutuhan kita yang paling elementer

dan di lain sisi keharusan itu sebagian disebabkan karena telah mempengaruhi dan

mengubah keadaan hidup kita yang natural. Kita sendiri telah menciptakan suatu

situasi yang ganjil.

Lebih dahulu kita telah merusak lingkungan hidup yang natural (air, udara,

tanah) dan kemudian kita harus membersihkan lagi lingkungan itu. Tidak alasan

untuk membanggakan situasi seperti itu. Namun demikian, kita sepatutnya hati-hati

dulu dan tidak terlanjur cepat melontarkan penilaian kita. Bagaimanapun juga dulu

hanya sejumlah kecil orang sanggup memanfaatkan sumber-sumber alamiah dan

dengan berbuat demikian mereka selalu merugikan serta mengorbankan orang lain.

Bagi kita sekarang lebih penting adalah pertanyaan bagaimana sampai terjadi bahwa

ilmu pengetahuan tidak saja menjadi berguna untuk kehidupan sehari-hari melainkan

juga unsur yang tidak mungkin dilepaskan lagi dari hidup kita.

Gagasan Islam tentang ilmu pengetahuan menyatu dengan keinginan mencapai

kebahagian akhirat, cita-cita akan manfaat bagi kemanusiaan, dan tanggung jawab

dalam rangka meraih ridha Allah. Mengalir ke masa depan bak banjir cepat yang

penuh kekuatan dan daya hidup, dan terkadang menyerupai taman mempesona, alam

semesta ini seperti buku yang dipersembahkan kepada kita untuk dipelajari, sebuah

pameran untuk disaksikan, dan sebuah amanah yang dipercayakan kepada kita

dengan kebolehan mengambil manfaat darinya. Dengan mempelajari makna dan isi

amanah ini, kita harus menggunakannya dengan cara yang bermanfaat bagi generasi

masa depan serta generasi sekarang. Jika kita mau, kita dapat mengartikan ilmu

pengetahuan sebagai hubungan sebagaimana diidamkan di atas antara manusia dan

dunia ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan adalah warisan bersama umat manusia, bukan milik pribadi

dari orang-orang tertentu. Permulaannya dimulai dengan permulaan umat manusia.

Ketika budaya intelektual Eropa mencapai kedewasaan yang memadai, yang

sebagian besarnya dicapai melalui prestasi negara-negara selain-Eropa lainnya, ilmu-

ilmu eksperimental secara khusus telah matang bagi perkembangan baru menyeluruh

melalui Renaissance, Abad Kebangkitan.

Jika ilmu pengetahuan sejati berarti mengarahkan kecerdasan menuju

kebahagiaan akhirat tanpa mengharapkan keuntungan materi, melakukan pengkajian

tak kenal lelah dan terperinci tentang alam semesta untuk menemukan kebenaran

mutlak yang mendasarinya, dan mengikuti metoda yang diperlukan untuk mencapai

tujuan itu, maka ketiadaan hal-hal tersebut memiliki arti bahwa ilmu pengetahuan

tidak dapat memenuhi harapan kita.

Sebelum Kristen, Islam adalah pembawa obor pengetahuan ilmiah. Pemikiran

agama yang memancar dari kebahagian akhirat, dan cinta serta semangat yang

muncul dari pemikiran itu, yang disertai rasa kefakiran dan ketidakberdayaan di

hadapan Pencipta Maha Kekal, berada di balik kemajuan ilmiah besar selama 500-

tahun yang tersaksikan di dunia Islam hingga akhir abad kedua belas. Gagasan ilmu

pengetahuan berdasarkan Wahyu Ilahi, yang mendorong penelitian ilmiah di dunia

Islam, dipersembahkan nyaris sempurna oleh tokoh-tokoh terkemuka zaman itu, yang

tenggelam dalam pikiran tentang kebahagiaan akhirat, meneliti alam semesta tanpa

kenal lelah untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Ketaatan mereka kepada Wahyu

Ilahi menyebabkan kecerdasan yang berasal dari Wahyu itu memancarkan cahaya

yang memunculkan gagasan baru ilmu pengetahuan di dalam jiwa manusia.

Jika gagasan ilmu pengetahuan, yang diterima dan dimanfaatkan oleh

masyarakat seolah merupakan bagian dari risalah Ilahi, dan yang dipelajari dengan

semangat ibadah, tidak pernah terkena serangan Mongol yang menghancurkan serta

terpaan Perang Salib yang tak berbelas kasih dari Eropa, maka dunia hari ini akan

lebih tercerahkan, memiliki kehidupan intelektual yang lebih kaya, teknologi yang

lebih sehat, dan ilmu pengetahuan yang lebih menjanjikan. Saya katakan ini karena

gagasan Islam tentang ilmu pengetahuan menyatu dengan keinginan mencapai

kebahagian akhirat, cita-cita akan manfaat bagi kemanusiaan, dan tanggung jawab

dalam rangka meraih ridha Allah.

Cinta akan kebenaran mengarahkan penelitian ilmiah sejati. Ini berarti

mendekati alam semesta tanpa pertimbangan keuntungan materi dan balasan

duniawi, dan mengamati dan mengenalinya sebagaimana kenyataan sebenarnya.

Sementara mereka yang dilengkapi dengan cinta seperti itu dapat mencapai tujuan

akhir dari penelitian mereka, mereka yang terkena syahwat duniawi, cita-cita materi,

prasangka ideologis, dan taklid buta terhadapnya, serta tidak mampu

mengembangkan rasa cinta akan kebenaran apa pun, akan gagal, atau lebih buruk

lagi, mengalihkan jalannya penelitian ilmiah dan menjadikan ilmu pengetahuan

sebagai senjata mematikan untuk digunakan melawan kemampuan terbaik umat

manusia.

V. Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Filsafat Ilmu dengan Ilmu Politik.

Politik dapat dikatakan sebagai filsafat karena dalam mempelajari politik

diperlukan cara berfikir yang kompleks, sistematis, serta politik adalah sebuah ilmu

yang menyangkut aspek kehidupan manusia berkaitan dengan kemenangan yang

perlu dianalisis secara kritis.

Politik juga dapat dikatakan sebagai ilmu, karena politik memenuhi syarat

sebagai sebuah ilmu. Van Dyke mengatakan politik sebagai ilmu dengan

mengemukakan 3 syarat yakni :

1. Variability

Politik dapat diuji oleh banyak spesialis dalam bidang ilmu yang bersangkutan

sehingga menimbulkan keyakinan yang mantap, baik bobot maupun pengakuan

dan dapat menjadi dasar bagi prediksi.

2. Sistematis

Pengetahuan dikatakan sistematis jika diorganisir kedalam pola atau struktur

dengan hubungan yang jelas, kepedulian terhadap system berarti para ahli ingin

meneruskan dari fakta-fakta yang khusus ke yang umum, dari pengetahuan fakta-

fakta yang terpisah menuju pengetahuan hubungan antara fakta-fakta tersebut. Hal

ini sesuai dengan tujuan ilmu yaitu mencapai suatu hubungan antar fakta yang

sistematis.

3. Generality

Alasan untuk menekankan pada generality ini berkaitan dengan tujuan utama

karya ilmiah yaitu memberikan eksplanasi dan prediksi. Objek dalam ilmu adalah

untuk mengembangkan generalisasi sehingga eksplanasi dan prediksi dapat

berjalan dengan tingkat kemungkinan yang maksimal.

Politik adalah sebuah ilmu yang memerlukan segenap pemikiran reflektif

terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan

ilmu maupun hubungan ilmu dengan seala segi dari kehidupan manusia. Selain

itu, politik suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi pemekarannya

bergantung pada hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan

ilmu sehingga terjadi relevansi antara politik dan filsafat ilmu.

VI. Dampak Ilmu Pengetahuan Terhadap Masyarakat

Dampak ilmu pengetahuan terhadap life-world (disebut juga dunia praktis,

mencakup pengalaman subjektif-praktis manusia) ada dua, yaitu dampak intelektual

langsung terutama tentang perubahan cara pandang terhadap realitas dan dampak tidak

langsung melalui mediasi teknili-teknik ilmiah terutama teknik-teknik produksi dan

organisasi sosial. Terdapat beberapa hal dalam ilmu pengetahuan yang menyebabkan

modernisasi, hilangnya pemikiran-pemikiran tradisional, dan majunya efisiensi dan

kemandirian dalam penerapan ilmu pengetahuan di kehidupan sehari-hari. Yang

pertama adalah ilmu pengetahuan merintis jalan kepada kemandirian dalam berpikir

berdasarkan pengamatan terhadap gejala-gejala alam atau sosial melalui kemajuan

teknologi. Karenanya manusia menjadi mengetahui fakta-fakta mengenai gejala-gejala

alam dan sosial, serta dapat rnemecahkan sendiri masalah-masalah alam dan sosial

tersebut berdasarkan fakta-fakta yang diketahui.

Yang kedua adalah ilmu pengetahuan berangkat dari suatu filosofi tentang

alam sebagai suatu yang otonom, yang memiliki hukumnya sendiri. Dunia fisik dan

dunia organis berkembang menurut regularitas tertentu dan regulitas itu pada

gilirannya mempertegas sifat otonomi dari dunia fisik dan organis. Yang ketiga adalah

disingkirkannya konsep tujuan. Ilmu pengetahuan hanya mengenal sebab efisien dari

suatu peristiwa. Oleh karena itu ilmu pengetahuan lebih memperhatikan konsep

kasualitas dibandingkan dengan konsep finalitas. Yang keempat adalah munculnya

globalisasi sebagai dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan

adanya globalisasi, informasi dari berbagai belahan dunia menjadi mudah untuk diraih

dan oleh karenanya terjadiah modernisasi dan regresi kebuda;aaan tradisional.

Yang terakhir adalah dari segi kontemplasi, tampaknya ilmu pengetahuan

merendahkan manusia, dengan tidak segan-segan menjelaskan bahwa manusia tidak

banyak artinya daiarn seluruh alam semesta. Namun dari segi praktis, ilmu

pengetahuan dapat mengangkat manusia justru karena dengan ilmu pengetahuan

manusia dapat berbuat banyak. Rasionalitas ilmu pengetahuan itu tidak hanya

mengubah cara pandang tradisional kita, tetapi juga teologi yang terlalu teosentris.

VII. Masalah Bebas Nilai

Bebas nilai adalah tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan

pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Tujuan dari tuntutan bebas nilai ini adalah

agar ilmu pengetahuan tidak tunduk pada pertimbangan lain di luar ilmu pengetahtuan

sehingga mengalami distorsi dan agar kebenaran tidak dikorbankan untuk nilai-nilai di

luar ilmu pengetahuan.

Ada tiga faktor sebagai indikator bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai,

yaitu sebagai berikut:

1. Ilmu harus bebas dari berbagai pengandaian, yakni bebas dari pengaruh eksternal

seperti faktor politis, idoelogi, agama, budaya, dan unsur kemasyarakatan lainnya.

2. Perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu pengetahuan terjamin.

Kebebasan itu menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.

3. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding

menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis itu sendiri bersifat universal.

Terdapat dua konteks bebas nilai dalam ilmu pengetahtuan, yakni context of

discovery dan context of justification. Context of discovery merupakan konteks di mana

ilmu pengetahtuan ditemukan. Dalam konteks ini ilmu pengetahuan tidak bebas nilai.

Banyak penemuan ilmu pengetahtuan dilatarbelakangi oleh nilai-nilai di luar ilmu

pengetahuan. Sedangkan dalam context of justification, yaitu konteks pengujian ilmiah

terhadap hasil penelitian dan kegiatan ilmiah, ilmu pengetahuan harus bebas nilai.

Hanya kebenaran data, fakta, dan keabsahan metode ilmiah yang diperhitungkan.

VIII. KESIMPULAN

1. Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan

meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam

manusia.

2. Menurut Koentjaraningrat masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang

berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan

terikat oleh suatu rasa identitas yang sama.

3. Tidak dapat dipungkiri Ilmu pengetahuan telah banyak membantu masyarakat dan

mempermudah segala urusan masyarakat. Akan tetapi juga tidak dapat dipungkiri

begitu saja adanya dampak negatif.

4. Ilmu pengetahuan dapat menciptakan suatu masyarakat yang enlightened hanya

bila masyarakat itu mengikuti rasionalitas ilmu pengetahuan yang taat pada rasio.

Apabila kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak diimbangi dengan adanya

watak intelektual, maka kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut akan

disalahgunakan. Orang-orang akan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan

dan teknologi hanya untuk keuntungan pribadi semata, bukan untuk kepentingan

orang banyak. Dengan adanya watak intelektual dalam menghadapi kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi, maka masyarakat yang modern, maju, serta

makmur akan dapat tercapai.

5. Bebas nilai adalah tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan pada

hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri.

6. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, sadar atau tidak, politik dan sains di

Indonesia mempunyai sebuah kesamaan paradigma, yaitu bahwa keduanya sama-

sama memegang paradigma pragmatisme khas Machiavelli dalam aktivitasnya.

Hal tersebut nampak jelas dalm fenomena-fenomena yang terjadi dalam sains dan

politik yang hanya berorientasi pada tujuan, hingga akhirnya sedikit demi sedikit

mengabaikan proses atau cara mencapainya. Pandangan Machiavelli banyak

dibenci oarang, namun tanpa sadar, banyak juga yang melakukannya.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas Hamami M. 1976. Filsafat ( Suatu Pengantar Logika Formal-

Filsafat Pengetahuan ). Yogyakarta : Yayasan Pembinaan Fakultas

Filsafat UGM.

Adib, Mohammad. 2007. Bahan Ajar Filsafat Ilmu dan Logika. Surabaya :

Laboratorium Humaniora Tingkat Perisapan Bersama (TPB) Universitas

Airlangga.

Taat Putra, Suhartono. 2010. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Penerbit Pustaka

Pelajar.

Anonim.2009.Dampak Intelektual Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

http://kuliahfilsafat.wordpress.com/2009/08/28/dampak-intelektual-

ilmu-pengetahuan-dan-teknologi/. Diakses pada tanggal 10 Desember

2011. Pukul 20:00

“Hubungan Ilmu Pengetahuan dan Politik”

http://a2i3sc0ol.blogspot.com/2008/09/sifat-arti-dan-hubungan-ilmu-

politik.html.