VIRUS DAN JAMUR PENYEBAB PENYAKIT PERIAPIKAL : FAKTOR VIRULENSI DAN PATOGENESIS

20
VIRUS DAN JAMUR PENYEBAB PENYAKIT PERIAPIKAL : FAKTOR VIRULENSI DAN PATOGENESIS 1. Latar Belakang Lesi periapikal adalah suatu lesi yang berada di daerah periapikal. Penyakit jaringan periapikal dapat dikaitkan dengan penyakit pulpa dan non-pulpa (non - odontogen atau non edodontik). Penyakit atau kelainan periapikal odontogen adalah proses lanjut penyakit pulpa. Jaringan pulpa yang nekrotik akibat radang pulpa merupakan penyebab yang paling banyak terjadi. Sedangkan penyakit atau kelainan periapikal non-odontogen adalah penyakit atau kelainan tulang alveolar yang memberikan gambaran radiografi mirip atau sama dnegan penyakit atau kelainan periapikal odontogen. Penyebab utama radang periapikal adalah mikroorganisme, seperti bakteri, virus, dan jamur. Meskipun tidak selalu mikroorganisme ditemukan pada radang periapikal, namun penyebabnya adalah toksin mikroorganisme tersebut terdapat pada jaringan pulpa nekrotik. Pada umumnya lesi periapikal disebabkan oleh bakteri, namun pada makalah ini akan membahas virus dan jamur yang menyebabkan penyakit periapikal. 2. Jamur penyebab penyakit pada periapikal Mikroorganisme dan produknya erat hubungannya dengan penyebab penyakit pulpa dan lesi periapikal. Mereka dapat menyebabkan nekrosis pulpa oleh karena persistensinya di dalam saluran akar setelah perawatan endodonti dan dapat menginduksi reaksi inflamasi periapikal. Mikroorganisme seperti jamur dapat ditemukan di dalam saluran akar dengan pulpa nekrosis. Jamur terdapat di dalam saluran akar terinfeksi yang tidak merespon baik terhadap perawatan konservatif saluran akar. Penelitian menunjukkan bahwa jamur memiliki peranan dalam menyebabkan kegagalan perawatatan endodonti Berbeda dengan bakteri yang mana merupakan organism prokariotik, jamur merupakan organism eukariotik. Jamur terdiri dali filamen kecil yang disebut hifa. Hifa adalah tabung kecil diisi dengan sitoplasma dan nukleus. Beberapa hifa dibagi oleh segmen cross-section (dinding) yang disebut septa. Septa memiliki lubang di mana sitoplasma dan organel dapat berpindah dari segmen ke segmen. Di antara lebih dari 300 spesies mikroba dalam rongga mulut, terdapat banyak spesies Candida. Terdapat 150-200 spesies Candida. Candida albicans adalah yang paling patogen diantara tujuh spesies yang paling umum

description

added on March 6th, 2014

Transcript of VIRUS DAN JAMUR PENYEBAB PENYAKIT PERIAPIKAL : FAKTOR VIRULENSI DAN PATOGENESIS

  • VIRUS DAN JAMUR PENYEBAB PENYAKIT PERIAPIKAL : FAKTOR

    VIRULENSI DAN PATOGENESIS

    1. Latar Belakang

    Lesi periapikal adalah suatu lesi yang berada di daerah periapikal. Penyakit jaringan

    periapikal dapat dikaitkan dengan penyakit pulpa dan non-pulpa (non - odontogen atau non

    edodontik). Penyakit atau kelainan periapikal odontogen adalah proses lanjut penyakit pulpa.

    Jaringan pulpa yang nekrotik akibat radang pulpa merupakan penyebab yang paling banyak

    terjadi. Sedangkan penyakit atau kelainan periapikal non-odontogen adalah penyakit atau

    kelainan tulang alveolar yang memberikan gambaran radiografi mirip atau sama dnegan

    penyakit atau kelainan periapikal odontogen.

    Penyebab utama radang periapikal adalah mikroorganisme, seperti bakteri, virus, dan

    jamur. Meskipun tidak selalu mikroorganisme ditemukan pada radang periapikal, namun

    penyebabnya adalah toksin mikroorganisme tersebut terdapat pada jaringan pulpa nekrotik.

    Pada umumnya lesi periapikal disebabkan oleh bakteri, namun pada makalah ini akan

    membahas virus dan jamur yang menyebabkan penyakit periapikal.

    2. Jamur penyebab penyakit pada periapikal

    Mikroorganisme dan produknya erat hubungannya dengan penyebab penyakit pulpa

    dan lesi periapikal. Mereka dapat menyebabkan nekrosis pulpa oleh karena persistensinya di

    dalam saluran akar setelah perawatan endodonti dan dapat menginduksi reaksi inflamasi

    periapikal. Mikroorganisme seperti jamur dapat ditemukan di dalam saluran akar dengan

    pulpa nekrosis. Jamur terdapat di dalam saluran akar terinfeksi yang tidak merespon baik

    terhadap perawatan konservatif saluran akar. Penelitian menunjukkan bahwa jamur memiliki

    peranan dalam menyebabkan kegagalan perawatatan endodonti

    Berbeda dengan bakteri yang mana merupakan organism prokariotik, jamur

    merupakan organism eukariotik. Jamur terdiri dali filamen kecil yang disebut hifa. Hifa

    adalah tabung kecil diisi dengan sitoplasma dan nukleus. Beberapa hifa dibagi oleh segmen

    cross-section (dinding) yang disebut septa. Septa memiliki lubang di mana sitoplasma dan

    organel dapat berpindah dari segmen ke segmen. Di antara lebih dari 300 spesies mikroba

    dalam rongga mulut, terdapat banyak spesies Candida. Terdapat 150-200 spesies Candida.

    Candida albicans adalah yang paling patogen diantara tujuh spesies yang paling umum

  • ditemukan di rongga mulut (C. albicans, C. glabrata, C. tropicalis, C. pseudotropicalis, C.

    guilliermondii, C. krusei, dan C. parapsilosis).

    Salah satu mikroorganisme yang dapat ditemui pada saluran akar adalah jamur.

    Candida albicans memiliki peranan yang besar dalam menyebabkan kegagalan dibanding

    jamur lainnya. Candida albicans merupakan jenis jamur yang paling umum ditemui pada

    rongga mulut terutama pada infeksi saluran akar maupun pada perawatan saluran akar yang

    gagal.

    2.1 Candida albicans sebagai salah satu mikroflora yang terdapat pada infeksi

    saluran akar

    2.1.1 Biologi Candida albicans

    Sifat Morfologi Umum

    Candida spp. merupakan mikroflora normal yang terdapat di dalam rongga mulut

    yang diisolasi dari plak, karies, mikroflora subgingival dan kavitas periodontal yang aktif. C.

    albicans dan jenis-jenis Candida adalah aerobik ragi yang dapat bereproduksi dalam kondisi

    anaerobik.

    Jamur ini menunjukan dapat tumbuh dalam jumlah bentuk morfologi seperti ragi

    (blastospore), hifa sejati, pseudohyphae, dan chlamydospores. Organisme ini dapat tumbuh

    baik dalam ragi atau bentuk hifa, atau bentuk peralihan secara fisik seperti sebagai

    pseudohyphae. Dua bentuk utama Candida adalah bentuk ragi dan bentuk pseudohifa yang

    juga disebut sebagai miselium. Perubahan dari komensal menjadi patogen merupakan

    adaptasi terhadap perubahan lingkungan sekitarnya. Dalam keadaan patogen, Candida

    albicans lebih banyak ditemukan dalam bentuk miselium atau pseudohifa atau filamen

    dibandingkan bentuk spora. Sel ragi tumbuh bulat (kadang-kadang oval). Jamur dapat

    menunjukkan berbagai pertumbuhan bentuk yang disebut sebagai pseudohyphae (Sudberyet

    al . 2004).

    Lingkungan Hidup

    Candida spp. adalah sel ragi gram positif yang tumbuh dengan baik pada suhu 370C dan

    pada media yang sedikit asam dengan pH 5. Candida albicans dapat bertahan pada

    lingkungan yang keras di dalam saluran akar dan pH yang tinggi.Oleh karena sifatnya yang

    resisten pada beberapa medikamen setelah kontak langsung dan kemampuannya untuk

  • tumbuh dan bertahan pada lingkungan dengan persediaan nutrisi yang terbatas menjelaskan

    mengapa jamur ini berhubungan dengan persistensi infeksi saluran akar.

    Kondisi anaerob, C. albicans mempunyai waktu generasi yang lebih panjang yaitu

    248 menit diandingkan dengan kondisi pertumbuhan aerob yang hanya 98 menit. Walaupun

    C. albicans tumbuh baik pada media padat tetapi kecepatan pertumbuhan lebih tinggi pada

    media cair pada suhu 37oC. Pertumbuhan juga lebih cepat pada kondisi asam dibandingkan

    dengan pH normal atau alkali Taksonomi Candida albicans dapat diklasifikasikan ke dalam

    Kingdom Fungi, Divisi Ascomycota, Filum Saccharomycotina, Klas Endomycetes, dan

    digolongkan ke dalam Famili Saccharomycetaceae, Genus Candida, Spesies Candida

    albicans.

    Infeksi C. albicans pada infeksi saluran akar

    Tabel 1. Infeksi Candida albicans pada infeksi saluran akar primer, sekunder

    dan resistant

    Infeksi

    Saluran

    Akar

    Primer Sekunder Resistant

    Definisi Mikroorganisme yang

    menyerang jaringan

    pulpa dan saluran akar

    dentin

    Mikroorganisme yang

    menyerang ruang

    endodontik/saluran

    akar selama

    perawatan

    Mikroorganisme yang

    bertahan melawan

    kondisi keras seperti

    proses prosedur

    intrakanal, desinfeksi,

    dan obturasi

    Penyebab - Bakteri

    fakultatif/

    obligat aerob

    - Perubahan

    lingkungan

    mikro

    - Ragi dari air liur

    - Korona

    terbuka

    - Restorasi yang

    cacat

    - Bakteri fakultatif

    gram +

    - Streptococcus

    non hemolitik

    Jumlah

    Jamur

    Rendah Cukup banyak Tinggi

  • 2.2 Faktor Virulensi dan Patogenesis

    2.2.1 Pembentukan Biofilm

    Kemampuan suatu mikroorganisme untuk mempengaruhi lingkungannya diantaranya

    tergantung pada kemampuannya untuk membentuk suatu komunitas (biofilm). Biofilm dapat

    digunakan sebagai penanda pertumbuhan mikroba.

    Biofilm tersebut dapat berfungsi sebagai pelindung sehingga mikroba yang

    membentuk biofilm biasanya mempunyai resistensi terhadap antimikroba biasa atau

    menghindar dari sistem kekebalan sel inang. Candida albicans juga memiliki kemampuan

    membentuk biofilm pada berbagai permukaan yang berbeda dan hal inilah yang menyebabkan

    Candida albicans menjadi jenis yang paling virulent diantara jenis Candida lainnya yang

    menghasilkan sedikit biofilm seperti C glabrata, C tropikalis, dan C parapsilosis (Haynes K.,

    2001).

    Pembentukan biofilm dapat dipacu dengan:

    keberadaan serum

    saliva dalam lingkungannya

    ketersediaan udara. Ketersediaan udara akan mendukung pembentukan biofilm.

    Pada kondisi anaerob, C. albicans dapat membentuk hifa tetapi tidak mampu

    membentuk biofilm

    Hasil scanning mikroskop elektron menunjukkan bahwa biofilm C. albicans yang

    matang berisi sel dalam bentuk khamir maupun hifa yang menyisip dan terikat rapat pada

    bahan ektraseluler yang biasanya berbentuk fibrous. Secara struktur, biofilm terbentuk dari

    dua lapisan yaitu:

    lapisan basal yang tipis dan merupakan lapisan khamir

    lapisan luar yaitu lapisan hifa yang lebih tebal tetapi lebih renggang.

    Hifa-mutant memproduksi lapisan basal saja sementara khamir-mutant memproduksi

    lapisan hifa.

  • Biofilm dari khamir-mutant yaitu lapisan hifa yang mudah dihilangkan dari

    permukaan sel membuktikan bahwa lapisan basal merupakan lapisan biofilm yang penting

    dalam perlekatan pada permukaan.

    Kemampuan pembentukan hifa juga berhubungan dengan resistensi. Isolat yang

    resisten tetap dapat membentuk hifa dalam lingkungan yang mengandung antifungi

    sementara isolat yang rentan tidak mampu membentuk hifa.

    Pembentukan biofilm C. albicans

    Skema proses pembentukan biofilm Candida albicans

    Dimulai dengan perlekatan sel C. albicans pada sel inang yang berlangsung antara 0-

    2 jam.Proses tersebut diikuti dengan germinasi dan pembentukan mikrokoloni (2-4 jam).

    Perlekatan sel C.albicans di sel inang (0-2 jam)

    Germinasi dan pembentukkan mikrokoloni (2-9 jam)

    pembentukan hifa (4-6 jam)

    benang-benang hifa membentuk monolayer (6-8 jam)

    poliferasi (8-24 jam)

    maturasi (24-48 jam)

  • Yang diteruskan dengan pembentukan hifa (4-6 jam). Benang-benang hifa tersebut

    membentuk monolayer (6-8 jam) yang akan berproliferasi (8-24 jam) untuk kemudian

    mengalami maturasi (24-48 jam). Ketersediaan saliva dan serum pada masa pra-pembentukan

    biofilm meningkatkan perlekatan C. albicans terhadap sel inang tetapi kurang berpengaruh

    pada pembentukan biofilm.

    Gen yang bertanggungjawab terhadap pembentukan biofilm adalah:

    TEC1p. TEC1p merupakan gen regulator pembentukan hifa

    BCR1p. Pembentukan hifa akan memicu ekpresi BCR1p yang kemudian

    mengaktivasi protein permukaan sel dan gen perlekatan (Adhesion gene). Aktivasi

    protein permukaan dan gen perlekatan menyebabkan differensiasi sel hifa dan

    menampilkan molekul-molekul perlekatan yang juga mendukung integritas

    biofilm.

    yeast wall protein 1 (Ypw1p). Ypw1p dari C. albicans tediri dari kurang lebih 533

    asam amino yang terikat secara kovalen pada glukan yang merupakan matrik

    dinding sel. Produksi paling besar pada Ypw1p terjadi pada fase ekponensial dan

    menurun pada fase stasioner pertumbuhan dan pembentukan hifa.

    Selain itu, fenomena co-agregasi dan co-adhesi antara Candida dan bakteri yang

    berbeda dan efek modulasi faktor-faktor seperti air liur, gula, dan pH meningkatkan

    pembentukan biofilm dan kolonisasi mukosa mulut dan jaringan gigi. Misalnya, ketika ada

    jamur dalam bentuk biofilm, mereka adalah lima sampai delapan kali lebih tahan terhadap

    agen anti jamur klinis penting seperti amfoterisinB, flukonazol, flusitosin, itraconazole, dan

    ketaconazole dari pada sel planktonik.

    2.2.2 Adhesi

    Adhesi melibatkan interaksi antara ligand dan reseptor pada sel inang dan proses

    melekatnya sel C. albicans ke sel inang. Perubahan bentuk dari khamir (ragi) ke filamen

    diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan Candida terhadap sel

    inang yang diikuti pembentukan lapisan biofilm sebagai salah satu cara Candida spp untuk

  • mempertahankan diri dari obat-obat antifungi. Produksi enzim hidrolitik ektraseluler seperti

    aspartyl proteinase juga sering dihubungkan dengan patogenitas C. albicans.

    Tahap pertama dalam proses infeksi ke tubuh hewan atau manusia adalah perlekatan

    (adhesi).

    Bagian pertama dari C. albicans yang berinteraksi dengan sel inang adalah

    dinding sel. Dinding sel Candida mengandung zat yang penting untuk

    virulensinya, antara lain turunan , mannoprotein yang mempunyai sifat

    imunosupresif sehingga mempertinggi pertahanan jamur terhadap imunitas

    penjamu. Dinding sel C. albicans terdiri dari enam lapisan dari luar ke dalam

    adalah fibrillar layer, mannoprotein, -glucan, -glucan-chitin, mannoprotein dan

    membran plasma. Perlekatan lapisan dinding sel dengan sel inang terjadi karena

    mekanisme kombinasi spesifik (interaksi antara ligand dan reseptor) dan

    nonspesifik (kutub elektrostatik dan ikatan van der walls) yang kemudian

    menyebabkan serangan C. albicans ke berbagai jenis permukaan jaringan.

    Faktor lain yang mempengaruhi interaksi C. albicans dengan sel inang adalah

    hidrofobisitas pada awal perlekatan. Diduga protein pada dinding sel terlibat

    dalam perubahan hidrofobisitas permukaan sel dengan melepaskan glukanase

    digestion dalam jumlah tertentu.

    Interaksi sel C. albicans dengan sel inang (cel-cel interaction) juga melibatkan

    fisikomekanik, fisikokimia dan enzimatik materi mikroba serta interaksi mikro

    yang mengarah pada kolonisasi dan infeksi seperti perubahan medan magnet pada

    permukaan sel yang berinteraksi yang menyebabkan sel-sel saling melekat.

    Perlekatan dan kontak fisik antara C. albicans dan sel inang selanjutnya

    mengaktivasi mitogen activated protein kinase. (Map-kinase). Protein kinase

    tersebut merupakan bagian dari jalur integritas yang diaktivasi oleh stress pada

    dinding sel (tempat C. albicans dan sel host melakukan kontak). Map-kinase juga

    diperlukan untuk pertumbuhan hifa invasive dan perkembangan biofilm pada

    tahap selanjutnya. Selain aktivasi Map-kinase pada C. albicans, dalam waktu yang

    hampir bersamaan terjadi pengaturan kembali aktin pada sel inang.

    Menurut HOSTETER (1994) ada tiga macam interaksi yang mungkin terjadi antara

    sel Candida dan sel epitel inang yaitu:

  • (i) interaksi protein-protein. Interaksi protein-protein terjadi ketika protein pada

    permukaan C. albicans mengenali ligand protein atau peptida pada sel

    epitelium atau endothelium.

    (ii) interaksi lectin-like. Interaksi lectin-like adalah interaksi ketika protein pada

    permukaan C. albicans mengenali karbohidrat pada sel epitelium atau

    endothelium.

    (iii) interaksi yang belum diketahui. adalah ketika komponen C. albicans

    menyerang ligand permukaan epitelium atau endothelium tetapi komponen

    dan mekanismenya belum diketahui dengan pasti.

    2.2.3 Switching fenotipic

    Candida albicans memiliki kecendrungan untuk perubahan fenotip, yang berperan

    untuk adaptasi lingkungan. Perubahan fenotip meliputi perubahan morfologi koloni dan

    aktivitas protease. Fenomena ini dikenal sebagai switching fenotipic, dan mungkin sering

    terjadi terutama di bawah tekanan.

    2.2.4 Invasi

    Kemampuan untuk berubah morfologi merupakan faktor penting dalam menentukan

    infeksi dan penyebaran C. albicans pada jaringan inang. Mutan Saccharomyces cerevisiae

    dan C. albicans yang tidak pathogen tidak dapat membentuk hifa dan menginvasi sel

    endothelium sementara C. albicans yang patogen dapat membentuk germ tube dan hifa

    intraseluler.

    Bentuk khamir membuat C. albicans lebih mudah melakukan penyebaran daripada

    bentuk hifa sementara bentuk hifa memudahkan C. albicans melakukan penetrasi ke tubuh

    inang. Bentuk hifa terdiri dari bagianbagian yang dipisahkan oleh septa. Hifa C. albicans

    mempunyai kepekaan untuk menyentuh sehingga akan tumbuh sepanjang lekukan atau

    lubang yang ada di sekitarnya (sifat thigmotropisme). Sifat ini yang mungkin membantu

    dalam proses infiltrasi pada permukaan epitel selama invasi jaringan. Hifa juga bersifat

    aerotropik dan dapat membentuk helix apabila mengenai permukaan yang keras.

    Ujung hifa adalah situs sekresi apikal enzim yang mampu mendegradasi protein ,

    lipid, dan lainnya komponen seluler yang semakin memudahkan infiltrasi ke dalam jaringan,

    mungkin dengan mencairkan substrat di depan sel maju. Hifa jamur patogen juga

  • menunjukkan fenomena kontak penginderaan, atau thigmotropism , yang dapat

    memungkinkan mereka untuk menavigasi menurut mendasari permukaan topografi dan

    sesuai menemukan poin dari melemahkan integritas permukaan , sehingga mendapatkan

    akses ke situs rentan untuk invasi.

    Tahap setelah perlekatan adalah invasi.

    Hifa C. albicans melakukan penetrasi ke dalam permukaan epitelium terutama

    pada cell junction bersamaan dengan internalisasi sel khamir.

    Penetrasi pada Brain Microvascular Endothelial Cell (BMEC) menginduksi sel

    tersebut untuk melakukan vakuolasi tetapi C. albicans tidak hanya mampu

    bertahan hidup dan beradaptasi dalam BMEC tetapi juga mampu berkembang dan

    membentuk hifa.

    pH optimal C. albicans yang sekitar pH 5 sangat dekat dengan pH pada vakuola

    endosom yang memungkinkan C albicans dapat bertahan bahkan berkembang

    menjadi hifa.

    Invasi dan pathogenesis C. albicans juga ditandai dengan sekresi proteinse

    aspartat (Saps) yang dikode oleh 10 gen. Ekspresi gen SAP diyakini berhubungan

    dengan kerusakan pada kulit.

    Salah satu penanda invasi C. albicans adalah perubahan khamir ke dalam bentuk

    hifa (filamen). Perubahan bentuk khamir ke hifa sangat dipengaruhi oleh

    lingkungan mikro sel inang yang terdeteksi oleh C. albicans selama proses invasi.

    Penetrasi permukaan sel epitel oleh hifa Candida mungkin disebabkan oleh

    enzimatik.

    Proses dalam kombinasi dengan kekuatan mekanik. Proteinase aspartil disekresikan ( SAP )

    menurunkan banyak protein manusia di lokasi lesi, seperti albumin hemoglobin, keratin, dan

    sekretorik IgA.

    Aktivitas proteolitik SAP telah dikaitkan dengan invasi jaringan. Selain SAP enzim

    proteolitik termasuk kolagenase, glucosaminidases, asam dan basa fosfatase,

    aminopeptidases, hyaluronidase, dan chondroitin sulfatase, yang bertindak atas degradasi

    protein matriks ekstraseluler. Protein saliva, termasuk IgA, dapat mengalami degradasi oleh

    proteinase asam Candida terutama pada kondisi pH rendah. Telah terbukti bahwa enzim

    collagenolytic diproduksi oleh C. albicans dapat mencerna dentin kolagen manusia. Telah

  • terbukti bahwa phospholipases terkonsentrasi di ujung hifa jamur dan lokal dalam sekitar

    kompartemen selular host dimana aktif invasi terjadi.

    Enzim yang terlibat dalam morfogenesis dari khamir ke bentuk hifa diantaranya

    adalah

    Ras dan Rho-type GTP ase yang diketahui sebagai salah satu enzim yang

    mengatur proses morfologi pada sel eukaryote termasuk stabilitas polaritas,

    proliferasi sel dan pertumbuhan sebagi respon rangsangan ekstraseluler.

    Ras-like GTPase (Rsr1p) dan GTPase activating protein (Bud2p) C. albicans

    yang terletak pada korteks sel waktu awal pembelahan sel berfungsi sebagai

    penentu letak sel anakan dan penentu percabangan sel hifa.

    C albicans mempunyai 2 cara untuk merusak jaringan keras gigi, pertama dengan cara

    melarutkan material anorganik ( kalsium) pada jaringan keras gigi dengan sifat

    asidogeniknya, kedua dengan cara menyerang kolagen dan menghilangkan material organik

    dengan enzim kolagenolitiknya. Kolonisasi dan penetrasi terhadap dentin oleh

    mikroorganisme merupakan langkah penting untuk inisiasi dan persistensi infeksi saluran

    akar. Terdapat 2 faktor: invasi pada dentin melewati tubulus dentin, kolonisasi spesies untuk

    mempertahankan infeksi dan nutrisi untuk bertahan hidup. Candida albicans ini mendukung

    proses invasi dentin.

    Penghindaran C. Albicans Dari SelSel Pertahanan Tubuh

    Dinding sel merupakan bagian C. albicans yang terlibat interaksi paling awal dengan

    sel inang dan berpengaruh besar terhadap aktivasi sel-sel kekebalan inang. Aktivasi terjadi

    ketika terjadi kontak antara sel inang dengan dinding sel C. albicans sebagai akibat adanya

    antigen C. albicans pada dinding sel. Sel inang memberikan respon seluler dan antibodi

    untuk mengurangi invasi dan mengeliminasi C. albicans dari jaringan yang terinfeksi.

    Sebaliknya C. albicans juga melakukan upaya pengindaran dari sistem kekebalan dengan

    menginduksi aktivitas sel T dan sel B supresif sehingga C. albicans lebih mudah menginvasi

    sel inang. Kemampuan menghindar C. albicans dari makrofag juga dipengaruhi oleh

    keberadaan phospholipomannan (PLM) sebuah glikolipid unik dengan phytoceramid moiety

    yang diekspresikan pada permukaan dan dilepaskan oleh C. albicans. Penambahan PLM pada

  • makrofag menyebabkan disregulasi dalam makrofag dan membuat S cerevisiae dan C.

    albicans yang sensitive mampu bertahan hidup lebih lama dalam sel.

    3. Virus penyebab penyakit periapikal

    3.1 Virus Herpes

    Virus adalah mikroorganisme yang paling sederhana dan terkecil yang dapat

    menginfeksi manusia. Virus terdiri dari baik DNA atau RNA yang dikelilingi oleh

    lapisan protein disebut sebagai "kapsid. Virus yang paling umum dikenal dalam rongga

    mulut adalah virus herpes. Virus harpes merupakan virus DNA terpenting yang dapat

    menyebabkan penyakit mulut pada manusia. Ciri dari infeksi virus herpes adalah

    penurunan kekebalan tubuh.

    Gambar 1. Mekanisme proses infeksi virus herpes

    Replikasi herpesvirus dilakukan di nukleus sel host dan melalui tahap immediate-

    early, early, dan late hingga akhirnya terjadi reaktivasi harpesvirus. Kebanyakan virus

    herpes didapat sejak lahir dan biasanya menginfeksi individu yang berasa dari daerah dan

    ekonomi terbelakang (Britt and Alford 1996; Rinckinson and Kueff 1996). Transmisi virus

    herpes muncul melaui kontak dengan cairan yang terinfeksi, seperti saliva, darah, dan sekresi

    genital.

    Penelitian terbaru telah menyelidiki keberadaan virus herpes pada lesi periapikal

    (Sabeti et al. 2003a, b, c; Sabeti dan Slots 2004). Identifikasi cDNA dari akhir transkipsi gen

  • selama siklus infeksi harpes virus digunakan untuk mengindikasi infeksi aktif virus harpes

    (Sabeti et al. 2003a). Pada keadaan infeksi laten, setiap jenis harpesvirus berada diberbagai

    macam sel sebagai host. Reaktivasi virus harpes yang laten terjadi akibat trauma fisik, stres,

    immunosuppression, disfungsi imun, dan radioterapi. Berikut tabel jenis virus herpes dan

    host-nya.

    3.2 Virus-virus Herpes

    Tabel 2. Jenis-jenis virus herpes dan host-nya

    No. Jenis-Jenis Virus Letak pada fase laten Penyakit

    1

    Virus Herpes

    Simplex tipe 1 dan

    tipe 2

    Ganglia saraf sensorik dan

    monosit

    Gingivostomatitis

    herpetic

    2 Virus Epstein-barr B-limfosit dan jaringan

    kelenjar saliva

    Mononukleosis,

    nasofaringeal

    karsinoma,

    lymphoproliferative

    disorders,

    burkittslymphoma,

    rheumatoid atritis,

    shodgkins disease,

    chronic fatigue

    syndrome

    3 Varicella-zoster Ganglia saraf sensorik Chickenpox

    4 Human

    Cytomegalovirus

    Monosit, makrofag,

    limfosit, dan jaringan

    kelenjar saliva

    Pasien terinfeksi HIV,

    necrotizing netiritis

    5 Human Herpervirus-

    6

    Limfosit dan duktus

    kelenjar saliva

    Periodontitis,Mononukl

    eosis, tumor, pada

    rongga mulut

    penumonia, meningitis

  • dan encephalitis

    6 Human Herpervirus-

    7

    Limfosit dan jaringan

    kelenjar saliva Periodontal pocket

    7 Human Herpervirus-

    8 Limfosit dan makrofag

    Kaposis sarcoma,

    Castleman disease and

    anti-immunoblastic

    lymphadenopathy

    3.3 Patogenesis

    Virus Herpes mungkin menyebabkan penyakit sebagai akibat dari infeksi dan replikasi

    viral atau sebagai hasil dari penurunan ketahanan host.

    Patogenensis virus herpes memiliki beberapa mekanisme, cara kerja sendiri maupun

    kombinasi, dan mungkin melibatkan seluler dan respon host:

    1. Virus-virus herpes dapat menyebabkan efek-efek sitopatik secara langsung pada

    fibroblas periapikal, hasilnya yang dapat mengganggu pergantian dan perbaikan jaringan,

    bahkan kehilangan jaringan.

    2. HCMV dan EBV dapat menginfeksi dan memecah fungsi monosit, makrofag, limfosit,

    dan polimorfonuklear leukosit. Terganggunya pertahanan sel host menyebabkan

    mudahnya pertumbuhan bakteri patogen endodontik. Aktivasi virus herpes dapat

    menyebabkan efek immunospuresif dam immunomodulatory pada daerah periapikal

    secara signifikan. Virus herpes dapat memicu sebuah susunan repson host yang termasuk

    disregulasi makrofag dan limfosit, dan mempunyai sebuah tujuan untuk mengatur respon

    imun host antiviral. Lemahnya host termasuk pembunuh sel secara natural, inhibisi

    apoptosis dan hancurnya jalan komponen MHC kelas I dan kelas II dalam makrofag ,

    yang nyatanya mempengaruhi peran utama host dalam penyajian antigen. Selain itu.

    HCMVmengkode sebuah intlekleukin(IL)-10 homolog yang unik, sebuah sitokin Th2

    yang antagonis dengan respon Th1, dan sifat immunosupresif dapat membantu deteksi

    dan penghancuran circumvent HCMV oleh sistem imun host. HCMV juga memilki

    kemampuan menghambat ekspresi reseptor permukaan makrofag untuk lipopolisakarida

    yang mengganggu respon terhadapa infkesi bakteri gram-negatif.

    3. Infeksi virus herpes menimbulkan proinflamasi sitokin dan kemokin yang dilepas dari

  • sel-sel inflamatori. Interleukin - 1 dan tumor necrosis factor - hadir dalam tingkat

    yang signifikan pada lesi periapikal , dan prostaglandin E2 (PGE2) konsentrasi lebih

    tinggi pada akut dibandingkan pada lesi periapikal kronis. Mediator inflamasi ini, yang

    kemungkinan besar diproduksi secara lokal oleh makrofag periapikal, adalah agen yang

    merangsang resorpsi tulang potent. Penelitian sebelumnya telah difokuskan pada

    lipopolisakarida sebagai induktor produksi sitokin makrofag, tetapi infeksi HCMV

    mungkin memiliki potensi lebih tinggi untuk upregulate ekspresi gen interleukin - 1 dan

    tumor necrosis factor pada monosit dan makrofag. Mungkin hubungan makrofag dan

    produk mereka untuk pathosis periapikal adalah sebagian karena HCMV-dimediasi

    pelepasan sitokin dari makrofag periapikal . EBV adalah poliklonal aktivator B - limfosit

    kuat, mampu merangsang proliferasi dan diferensiasi sel-sel yang mensekresi

    imunoglobulin. Infeksi EBV periapikal mungkin sebagian bertanggung jawab atas sering

    terjadinya sel B pada lesi periapikal. Infeksi virus herpes juga mempengaruhi jaringan

    sitokin. Sitokin dan kemokin memainkan peran penting dalam baris pertama pertahanan

    terhadap infeksi virus herpes manusia dan juga memberikan kontribusi signifikan

    terhadap regulasi respon imun. Namun, dengan beragam strategi, virus herpes dapat

    mengganggu produksi sitokin atau mengalihkan respon sitokin antivirus poten, yang

    memungkinkan virus untuk bertahan hidup sepanjang masa infeksi HCMV melalui host.

    Infeksi HCMV biasanya menginduksi profil sitokin proinflamasi, dengan produksi IL -

    1 , IL - 6 , IL - 12 , tumor necrosis factor ( TNF ) - , interferon ( IFN ) - / , dan IFN

    - , Dan PGE2 . Infeksi EBV merangsang produksi IL - 1 , IL-1 receptor antagonis ( IL -

    1Ra ) , IL - 6 , IL8 , IL - 18 , TNF - , IFN - / , IFN - , Monokin diinduksi oleh IFN -

    (MIG), IFN--Inducible protein 10 ( IP - 10 ) , dan faktor granulosit-makrofag colony-

    stimulating. Kegiatan proinflamasi biasanya melayani tujuan biologis positif dengan

    bertujuan untuk mengatasi infeksi atau invasi oleh agen infeksi, tetapi juga dapat

    memberi efek merugikan ketika tantangan menjadi luar biasa atau dengan stimulus

    patofisiologi kronis. Dalam upaya untuk menangani peradangan berkelanjutan, respon

    proinflamasi awal memicu pelepasan mediator anti - inflamasi , seperti transforming

    growth factor - dan IL-10 . Selain itu, virus menampilkan keunikan yang besar ketika

    datang untuk mengalihkan respon sitokin antivirus poten untuk keuntungan mereka .

    PGE2 yang merupakan mediator kunci dari respon inflamasi periapikal, meningkat

    dengan cepat dalam menanggapi paparan sel untuk HCMV, lipopolisakarida bakteri , dan

    sitokin IL - 1 dan TNF - , dan PGE2 , dalam kondisi tertentu dapat mendukung

    replikasi HCMV. Tidak diragukan lagi , infeksi HCMV periapikal dapat menyebabkan

  • banyaknya reaksi imunomodulator yang saling berhubungan, dan berbagai tahap infeksi

    akan menampilkan berbagai tingkat sel-sel inflamasi spesifik dan mediator, menggaris

    bawahi kompleksitas interaksi HCMV - host penyakit periapikal

    4. Virus-virus herpes dapat memproduksi kerusakan jaringan periapikal sebagai hasil dari

    repson immunopatologi. Sel Th1, yang menonjol pada lesi periapikal, adalah mediator

    hipersensitivitas delayed-type. HCMV memiliki potensial untuk menimbulkan

    immunosupresi cell-mediated oleh ekspresi permukaan sel downregulating dari molekul-

    molekul histokompatibilitas mayor kompleks kelas I, sehingga mengganggu pengenalan

    sitotoksik limfosit T, tujuan utama yaitu untuk mengenali dan menghancurkan sel yang

    terinfeksi virus, tetapi secaara sekunder juga menghambat berbagai aspek dari respon

    imun.

    Skema mekanisme patogenesis pada periapikal:

    1.

    2.

    3.

    Virus-Virus Herpes Host Menyerang

    Pergantian jaringan

    terganggu / hilanganya

    jaringan

    Efek Sitopatik pada fibroblas

    periapikal, sel-sel endotel, dan

    sel tulang

    Menyebabkan

    Menimbulkan

    HCMV/ EBV

    Fungsi Monosit, makrofag, limfosit,

    polimononuklear

    leukosit

    Menginfeksi dan

    memecah

    Pertahanan sel host Menurun &

    Bakteri patogen enodontik meningkat

    Efek Immunosupresif

    Efek Inmmunomodulatory

    Pelepasan sitokin dan kemokin dari

    sel inflamatori

  • 4.

    3.4 Virulensi

    Identifikasi cDNA dari gen yang terlambat ditranskripsi selama siklus penularan virus-

    virus herpes digunakan untuk menunjukkan infeksi virus herpes yang aktif. Berdasarkan

    beberapa penelitian, adanya hubungan yang kuat antara virus human cytomegalovirus dan

    epstein-barr virus dengan gejala lesi periapikal. Infeksi virus Herpes simpleks didemonstrasi

    tidak memiliki hubungan dengan penyakit periapikal. Lesi-lesi periapikal mempunyai infeksi

    rangkap yaitu cytomegalovirus/epstein-barr virus cenderung menunjukkan terjadinya

    peningkatan bakteri anaerob, dilihat dari gejala, dan menunjukkan ukuran besar kerusakan

    tulang radiografi.

    Cytomegalovirus dan Epstein-barr virus bekerjasama dengan spesies bakteri tertentu

    juga telah dikaitkan dengan berbagai jenis periodontitis dan beberapa penyakit menular non-

    oral. Kebanyakan bakteri anaerob diisolasi dari lesi periapikal yang menunjukkan infeksi

    rangkap HCMV/EBV adalah gejala atau yang besar. Porphyromonas gingivalis /

    Porphyromonas endodontalis ditemukan kembali hanya dari lesi periapikal simtomatik,

    mendukung gagasan bahwa kelompok organisme mampu menginduksi infeksi endodontik

    akut. Namun, sebagian besar lesi periapikal simtomatik gagal dipelajari untuk menghasilkan

    Infeksi Virus-Virus Herpes

    Infeksi virus-virus

    herpes

    Kerusakan Jaringan

    Periapikal

    Immunosupresi

    Menimbulkan

    Pengenalan

    sitotoksik limfosit T

    Mengganggu

    Menyebabkan

  • bakteri batang anaerob yang berpigmen hitam. Eksaserbasi akut penyakit periapikal dapat

    disebabkan oleh kumpulan bakteri patogen yang unik atau sebaliknya, mungkin akibat dari

    kombinasi penyebab virus herpes dan bakteri. Yang terakhir kemungkinan adalah konsisten

    dengan kehadiran yang seragam diamati darti infeksi herpes aktif pada lesi periapikal

    simtomatik dan potensi proinflamasi dari virus-virus herpes.

    Herpesvirus memiliki beberapa faktor virulensi potensial yang penting bagi pathosis

    periapikal , termasuk kemampuan untuk menginduksi penurunan kekebalan tubuh dan

    pertumbuhan berlebih selanjutnya mikroorganisme patogen. Dalam periodontitis, kehadiran

    HCMV atau EBV subgingival terkait dengan kenaikan muatan bakteri dan terjadinya patogen

    periodontal Porphyromonas gingivalis ,Tannerella forsythensis, Dialister pneumosintes,

    Prevotella intermedia, Prevotella nigrescens, Treponema denticola, dan Aggregatibacter

    actinomycetemcomitans.

    Virus herpes tampaknya juga bekerja sama dengan bakteri patogen dalam memproduksi

    berbagai penyakit medis, termasuk penyakit radang usus, enterocolitis, esofagitis, infeksi

    paru, sinusitis, otitis media akut, abses kulit, dan penyakit radang panggul.

    Selain itu, virus herpes dapat menimbulkan pathosis periapikal dengan menginduksi

    sitokin dan pelepasan kemokin dari sel inang inflamasi dan non-inflammatory. Daerah

    periapikal memiliki respon imun antiviral inadekuat yang memungkinkan sangat rentan

    terhadap kerusakan jaringan. Virus yang menginfeksi mamalia selain HCMVand EBV,

    sendiri atau bekerja sama dengan virus herpes, juga mungkin memainkan peran dalam

    patogenesis pulpa dan patosis periapikal.

  • Daftar Pustaka

    Fuad, Asraf. Chapter 8&9: Endodontic Microbiology. Department of Endodontics,

    Prosthodontics and Operative Dentistry Director, Advanced Specialty Program in

    Endodontics Dental School, University of Maryland Baltimore, MD, USA

    Ingle II, Backland LK.. Endodontics. 5th

    ed. Chapter 3 : Microbiology of endododontics and

    asepsis in endodontic practice. Baumgartner JC, Bakland LK, Sugita EI. London : BC Decker

    Inc. Hamilton. 2002. p. 63-79

    Eni Kusumaningtyas.Mekanisme Infeksi Candida Albicans Pada Permukaan Sel. Lokakarya

    Nasional Penyakit Zoonosis

    Grossman , Louis. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek ed.11 .Jakarta : EGC

    Walton, Richard E. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Jakarta : EGC

  • MAKALAH BIOLOGI ORAL 3

    VIRUS DAN JAMUR PENYEBAB PENYAKIT PERIAPIKAL : FAKTOR

    VIRULENSI DAN PATOGENESIS

    Disusun Oleh :

    1. Repika Ayu Yulanda (04121004056)

    2. Bebbi Arisya Kesumaputri (04121004058)

    3. Harentya Suci Sabillah (04121004059)

    4. Haritsa Budiman (04121004060)

    5. Febri Rusdi (04121004061)

  • Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M,Si

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

    2014