Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd...

16
Yusuf Faisal Ali., M.H

Transcript of Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd...

Page 1: Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd yang pertama disebut dengan ijtihâd "istinbâthu'l ahkâm"; sedangkan yang kedua

Yusuf Faisal Ali., M.H

Page 2: Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd yang pertama disebut dengan ijtihâd "istinbâthu'l ahkâm"; sedangkan yang kedua

1. Hukum Munazzal—adalah hukum yang diturunkan Allah kepada Rasûl-Nya untuk memutus perkara di antara hamba-hamba-Nya. Hukum ini adalah hukum Allah swt—yang statusnya wajib untuk diikuti dan harâm untuk ditinggalkan.

2. Hukum Mu'awwal—adalah hukum yang dihasilkan berdasarkan interpretasi mujtahid. Produk hukum ini beragam, karena antara seorang mujtahid yang satu dengan mujtahidnya lainnya memiliki sudut pandang yang berbeda.—Status hukum ini tidak wâjib untuk diikuti, tidak menjadi kâfir bagi yang meninggalkannya dan juga tidak menjadi fâsiq bagi yang menyalahinya.

3. Hukum Mubdal—adalah hukum yang bukan diturunkan dari Allah swt.—Status hukum ini harâm untuk diberlakukan dan diamalkan, dan juga tidak boleh diikuti. Dan bagi para pelakunya dapat dikategorikan kufur, fusûq dan zhâlim. (Lihat: Ibn Qayyim, al-Rûh, 259)

Page 3: Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd yang pertama disebut dengan ijtihâd "istinbâthu'l ahkâm"; sedangkan yang kedua

استفراغ : وفي الاصطلاح. بذل الوسع: الاجتهاد في اللغة

الفقيه الوسع ليحصل له ظن بحكه شرعي؛ وبذل النجهود .في طلب النقصود من جهة الاستدلال

"Ijtihâd menurut bahasa: mencurahkan kemampuan,

kekuatan, kesanggupan. Sedangkan menurut istilah:

seorang faqîh mencurahkan kemampuan (nalar)

untuk memperoleh pendapatnya mengenai hukum

syara'; dan mencurahkan kemampuan untuk mencari

maksud dengan cara menarik kesimpulan." (lihat: al-

Jurjânî, al-Ta'rîfât, 36)

Page 4: Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd yang pertama disebut dengan ijtihâd "istinbâthu'l ahkâm"; sedangkan yang kedua

Berdasarkan rumusan pengertian tersebut dapat

dipahami bahwa ijtihâd merupakan alat atau cara

untuk: (1) menemukan hukum yang menyangkut

persoalan-persoalan yang tidak dijelaskan secara

tegas dalam al-Qur'ân dan hadîts; dan (2)

menjelaskan hukum—baik yang menyangkut batasan

pengertian dan maksud hukum maupun yang

menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum

itu sendiri.—Ijtihâd yang pertama disebut dengan

ijtihâd "istinbâthu'l ahkâm"; sedangkan yang kedua

disebut ijtihâd "tathbîq". (Lihat: al-Khudharî, Ushûl al-

Fiqh, 368)

Page 5: Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd yang pertama disebut dengan ijtihâd "istinbâthu'l ahkâm"; sedangkan yang kedua

ل معاذا بعث الل رسول أن » فقال ؟ تقض كيف : فقال .اليمن ا

ن : قال .الل كتاب ف بما أقض : قال الل؟ كتاب ف يكن لم فا

ن ة : ن : قال .الل رسول فبس ن ة ف يكن لم فا : قال ؟ الل رسول س

د ي لل الحمد : قال .رأي أجت .« الل رسول رسول وف ق ال "Bahwasanya Rasûlullâh saw mengutus Mu'âdz ke Yaman. Lalu beliau bertanya: bagaimana kamu memutuskan hukum (apabila suatu perkara diserahkan kepadamu)? Ia (Mu'âdz) menjawab: aku akan memutuskan hukum berdasarkan kitâbullâh. Beliau bertanya lagi: lalu bagaimana jika tidak terdapat dalam kitâbullâh? Ia menjawab: aku akan meutuskan hukum berdasarkan sunnah Rasûlullâh saw. Beliau bertanya lagi: lalu bagaimana jika tidak terdapat dalam sunnah Rasûlullâh saw? Ia menjawab: aku akan berijtihâd dengan pikiranku. Beliau bersabda: segala puji milik Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasûlullâh saw.”

H.R. Tirmidzî (III/62), Abû Dâwud (II/168), Dârimî (I/60), Bayhaqî (al-Shaghir: II/455; al-Kubrâ: XV/92-3), Ibn Abû Syaybah (Mushannif: V/358; VII/13) dan al-Baghawî (VI/90—dari Mu'âdz Ibn Jabal .

Page 6: Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd yang pertama disebut dengan ijtihâd "istinbâthu'l ahkâm"; sedangkan yang kedua

Berdasarkan hadîts di atas dipahami tiga hal:

1. Ijtihâd merupakan cara atau alat untuk

menemukan dan menetapkan hukum dengan

menggunakan ra'yu (akal, nalar) apabila tidak

secara tegas dijelaskan dalam al-Qur'ân dan

hadîts.

2. Pemberlakuan ijtihâd menyangkut persoalan-

persoalan furû' atau hukum yang bersifat 'amalî.

Page 7: Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd yang pertama disebut dengan ijtihâd "istinbâthu'l ahkâm"; sedangkan yang kedua

1. Memfungsikan peran akal (nalar) untuk

menggali dan menetapkan hukum—baik

terhadap hukum yang tersirat maupun

terhadap hukum yang tidak dijelaskan secara

tegas dalam al-Qur'ân dan hadîts.

2. Memberikan respons terhadap masalah-

masalah yang berkembang dalam kehidupan

manusia, yang secara tegas ditemukan dalam

al-Qur'ân dan hadîts—sehingga dengan

demikian tidak terjadi kekosongan hukum.

Page 8: Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd yang pertama disebut dengan ijtihâd "istinbâthu'l ahkâm"; sedangkan yang kedua

1. Menurut al-Syahrastânî, hukum berijtihâd

termasuk ke dalam fardhu kifâyah dan bukan

fardhu 'ayn. (lihat: al-Milal wa al-Nihal, 166; dan

al-Suyûthî, Taysîr al-Ijtihâd, 21).

2. Menurut al-Khudharî Bik terkait dengan ijtihâd

terdapat tiga hukum: (a) wâjib 'aynî; (b) wâjib

kifâ'î; dan (3) al-Nadb. (lihat: al-Khudharî Bik,

Ushûl al-Fiqh, 368)

Page 9: Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd yang pertama disebut dengan ijtihâd "istinbâthu'l ahkâm"; sedangkan yang kedua

1. Ditinjau dari bentuknya

a. Ijtihâd syar'î

b. Ijtihâd 'urfî

2. Ditinjau dari segi materinya

a. Ijtihâd istinbâth.

b. Ijtihâd tathbîq.

3. Ditinjau dari segi pelaksanaannya

a. Ijtihâd fardî (individu)

b. Ijtihâd jamâ'î (kolektif)

Page 10: Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd yang pertama disebut dengan ijtihâd "istinbâthu'l ahkâm"; sedangkan yang kedua

a. Ditinjau dari segi metode pengkajian

1. Para penganut hadîts "Ash-hâb al-Hadîts".

2. Para penganut ra'yu (nalar) "Ash-hâb al-Ra'y". (lihat: al-Syahrastânî, al-Milal wa al-Nihal, 166).

b. Ditinjau dari segi peringkatnya

1. al-Mujtahid fî al-Syar'î (al-Mujtahid al-Mustaqill).

2. al-Mujtahid al-Muntasib (al-Mujtahid al-Muthlaq).

3. al-Mujtahid fî al-Madzhab (al-Mujtahid al-Muqayyad).

4. al-Mujtahid al-Murajjih’ (lihat: Abû Zahrah, Ushûl Fiqh, 289-396; dan Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Antar Madzhab-madzhab Barat dan Islam, 57)

Page 11: Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd yang pertama disebut dengan ijtihâd "istinbâthu'l ahkâm"; sedangkan yang kedua

1. Menurut al-Syawkânî

a. Mengetahui al-Qur'ân dan hadîts.

b. Mengetahui persoalan-persoalan yang telah

disepakati (ijmâ').

c. Mengetahui bahasa Arab.

d. Mengetahui ilmu ushûl fiqh.

e. Mengetahui nâsikh-mansûkh. (lihat: Irsyâd al-

Fuhûl, 250-2)

Page 12: Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd yang pertama disebut dengan ijtihâd "istinbâthu'l ahkâm"; sedangkan yang kedua

2. Menurut al-Suyuthî

a. Mengetahui ilmu-ilmu al-Qur'ân.

b. Mengetahui ilmu hadîts.

c. Mengetahui Ushûl Fiqh.

d. Mengetahui ilmu-ilmu bahasa Arab.

e. Mengetahui makna-makna yang tersirat dalam susunan kalimat.

f. Mengetahui Nahwu

g. Mengetahui Sharaf.

h. Mengetahui ilmu Ma'ânî.

i. Mengetahui ilmu Bayân.

j. Mengetahui ilmu Badî'.

k. Mengetahui ijmâ'.

l. Mengetahui ilmu Hisâb (perhitungan) bagi mereka yang berijtihâd dalam persoalan waris.

m. Mengetahui fiqh nafs (fiqh batin, pen).

n. Mengetahui sebagian besar kaidah-kaidah syara'.

o. Mengetahui ilmu akhlâk dan pengobatan hati (mudâwâtu'l qulûb). (lihat: Taysîr al-Ijtihâd, 39-40).

Page 13: Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd yang pertama disebut dengan ijtihâd "istinbâthu'l ahkâm"; sedangkan yang kedua

3. Menurut Abû Zahrah

a. Mengetahui ilmu bahasa Arab.

b. Mengetahui ilmu al-Qur'ân, nâsikh dan mansûkh.

c. Mengetahui persoalan-persoalan yang disepakati (ijmâ') dan yang diperselisihkan (al-Khilâf).

d. Mengetahui tentang qiyâs (analogi hukum).

e. Mengetahui tujuan-tujuan hukum.

f. Memiliki pemahaman yang baik dan kemampuan (nalar) yang cukup.

g. Berniat ikhlâs dan meluruskan tekad. (lihat: Ushûl al-Fiqh, 388).

4. Menurut Abdu'l Wahhâb Khallâf

a. Mengetahui ilmu bahasa Arab.

b. Mengetahui ilmu al-Qur'ân

c. Mengetahui ilmu hadîts.

d. Mengetahui bentuk-bentuk qiyâs. (lihat: 'Ilm Ushûl al-Fiqh, 218-9)

Page 14: Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd yang pertama disebut dengan ijtihâd "istinbâthu'l ahkâm"; sedangkan yang kedua

1. Nash al-Qur'ân

2. Khabar Mutawâtir

3. Khabar Âhâd (gharîb, 'azîz dan Masyhûr)

4. Makna zhahir ayat; dan jika ditemukan makna zhahir ayat maka hendaklah perhatikan apakah terdapat pengkhususan ataukah tidak baik berupa khabar maupun qiyâs. Dan jika tidak terdapat pengkhususan, maka tetapkanlah hukum berdasarkan makna zhahir ayat.

5. Pandangan para imâm madzhab; jika terdapat kesepakatan di antara mereka, maka ikutilah apa yang menjadi kesepakatan mereka.

6. Qiyâs (analogi hukum).

7. Qaidah Kulliyyah.

8. Qaidah Juz'iyyah.

9. Nash-nash (al-Qur'ân dan hadîts, pen) dan ijmâ'; dan jika terdapat kesamaan makna pada salah satu di antara keduanya, maka hendaklah mengkaitkan dengannya.

10. berpegang pada persoalan-persoalan hukum yang serupa. (lihat: al-Suyuthî, Taysîr al-Ijtihâd, 49-50).

Page 15: Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd yang pertama disebut dengan ijtihâd "istinbâthu'l ahkâm"; sedangkan yang kedua

ذا »ذا أجران فل أصاب ث فاجتد الحاك حك ا

ث فاجتد حك وا

.« أجر فل أخطأ “Apabila seorang hâkim (akan) memutuskan hukum lalu berijtihâd kemudian benar (sesuai dengan hukum Allah dan Rasûl) maka ia memperoleh dua ganjaran. Dan apabila memutuskan lalu berijtihâd kemudian keliru (berlawanan dengan hukum Allah dan Rasûl) maka ia memperoleh satu ganjaran.“

H.R. Syâfi'î (419), Ahmad (IV/198, 204), Bukhârî (IV/312), Muslim (III/131), Abû Dâwud (II/165), Ibn Mâjah (II/728), Dâruquthnî (II/112), Bayhaqî (II/456) dan al-Baghawî (VI/90)—dari 'Amr Ibn al-'Âsh; dan juga Syâfi'î (419), Bukhârî (IV/312), Muslim (III/131), Ahmad (IV/198, 204), Tirmidzî (II/62), Nasâ'î (VIII/238), Abû Dâwud (II/165), Ibn Mâjah (II/728), Dâruquthnî (II/112) dan Bayhaqî (II/456)—dari Abû Hurayrah.

Page 16: Yusuf Faisal Ali., M...menyangkut penerapan, praktik, aplikasi dari hukum itu sendiri.—Ijtihâd yang pertama disebut dengan ijtihâd "istinbâthu'l ahkâm"; sedangkan yang kedua

Terima Kasih