Uji Kekerasan (Hardness Test)
Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap
pembebanan dalam perubahan yang tetap. Dengan kata lain, ketika gaya tertentu diberikan
pada suatu benda uji yang mendapat pengaruh pembebanan, benda uji akan mengalami
deformasi. Kita dapat menganalisis seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut
melalui besarnya beban yang diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan
tersebut.
Kita harus mempertimbangkan kekuatan dari benda kerja ketika memilih bahan benda
tersebut. Dengan pertimbangan itu, kita cenderung memilih bahan benda kerja yang memiliki
tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Alasannya, logam keras dianggap lebih kuat apabila
dibandingkan dengan logam lunak. Meskipun demikian, logam yang keras biasanya
cenderung lebih rapuh dan sebaliknya, logam lunak cenderung lebih ulet dan elastis.
a. Metode Pengujian Rockwell
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell ini diatur berdasarkan standar DIN 50103. Adapun standar kekerasan metode pengujian Rockwell ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :
Skala Kekerasan Metode Pengujian Rockwell
Tingkatan skala kekerasan menurut metode Rockwell dapat dikelompokkan
menurut jenis indentor yang digunakan pada masing-masing skala. Dalam metode
Rockwell ini terdapat dua macam indentor yang ukurannya bervariasi, yaitu :
1. Kerucut intan dengan besar sudut 120º dan disebut sebagai Rockwell Cone.
2. Bola baja dengan berbagai ukuran dan disebut sebagai Rockwell Ball.
Untuk cara pemakaian skala ini, kita terlebih dahulu menentukan dan memilih
ketentuan angka kekerasan maksimum yang boleh digunakan oleh skala tertentu. Jika
pada skala tertentu tidak tercapai angka kekerasan yang akuran, maka kita dapat
menentukan skala lain yang dapat menunjukkan angka kekerasan yang jelas.
Berdasarkan rumus tertentu, skala ini memiliki standar atau acuan, dimana acuan
dalam menentukan dan memilih skala kekerasan dapat diketahui melalui tabel sebagai
berikut :
Pembebanan dalam proses pengujian kekerasan metode Rockwell diberikan
dalam dua tahap. Tahap pertama disebut beban minor dan tahap kedua (beban utama)
disebut beban mayor. Beban minor besarnya maksimal 10 kg sedangkan beban mayor
bergantung pada skala kekerasan yang digunakan.
Berikut ini merupakan cara pengujian dan penggunaan dengan menggunakan
metode pengujian Rockwell, yaitu :
1. Cara pengujian kekerasan Rockwell
Cara Rockwell ini berdasarkan pada penekanan sebuah indentor dengan suatu
gaya tekan tertentu ke permukaan yang rata dan bersih dari suatu logam yang diuji
kekerasannya. Setelah gaya tekan dikembalikan ke gaya minor, maka yang akan
dijadikan dasar perhitungan untuk nilai kekerasan Rockwell bukanlah hasil
pengukuran diameter atau diagonal bekas lekukan, tetapi justru dalamnya bekas
lekukan yang terjadi itu. Inilah perbedaan metode Rockwell dibandingkan dengan
metode pengujian kekerasan lainnya.
Pengujian Rockwell yang umumnya dipakai ada tiga jenis, yaitu HRA, HRB,
dan HRC. HR itu sendiri merupakan suatu singkatan kekerasan Rockwell atau
Rockwell Hardness Number dan kadang-kadang disingkat dengan huruf R saja.
2. Cara penggunaan mesin uji kekerasan Rockwell
Sebelum pengujian dimulai, penguji harus memasang indentor terlebih dahulu
sesuai dengan jenis pengujian yang diperlukan, yaitu indentor bola baja atau kerucut
intan. Setelah indentor terpasang, penguji meletakkan specimen yang akan diuji
kekerasannya di tempat yang tersedia dan menyetel beban yang akan digunakan untuk
proses penekanan. Untuk mengetahui nilai kekerasannya, penguji dapat melihat pada
jarum yang terpasang pada alat ukur berupa dial indicator pointer [4].
Kesalahan pada pengujian Rockwell dapat disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain :
1. Benda uji.
2. Operator.
3. Mesin uji Rockwell.
Kelebihan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :
1. Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras.
2. Dapat dipakai untuk batu gerinda sampai plastik.
3. Cocok untuk semua material yang keras dan lunak.
Kekurangan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :
1. Tingkat ketelitian rendah.
2. Tidak stabil apabila terkena goncangan.
3. Penekanan bebannya tidak praktis.
b. Metode Pengujian Brinell
Cara pengujian Brinell dilakukan dengan penekanan sebuah bola baja yang
terbuat dari baja krom yang telah dikeraskan dengan diameter tertentu oleh suatu gaya
tekan secara statis ke dalam permukaan logam yang diuji tanpa sentakan. Permukaan
logam yang diuji harus rata dan bersih. Setelah gaya tekan ditiadakan dan bola baja
dikeluarkan dari bekas lekukan, maka diameter paling atas dari lekukan tersebut
diukur secara teliti, yang kemudian dipakai untuk menentukan kekerasan logam yang
diuji dengan menggunakan rumus:
dimana :
P = beban yang diberikan (KP atau Kgf)
D = diameter indentor yang digunakan
d = diameter bekas lekukan
Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji
kekerasan logam dengan metode Brinell, yaitu :
1. Memeriksa dan mempersiapkan specimen sehingga siap untuk diuji.
2. Memeriksa dan mempersiapkan mesin yang akan dipakai untuk menguji.
3. Melakukan pemeriksaan pada pembebanan, diameter bola baja yang digunakan, dan
alat pengukur waktu.
4. Membebaskan beban tekan dan mengeluarkan bola dari lekukan lalu memasang alat
optis untuk melihat bekas yang kemudian mengukur diameter bekas sebelumnya
secara teliti dengan mikrometer pada mikroskop. Pangukuran diameter ini untuk
sebuah lekuk dilakukan dua kali secara bersilang tegak lurus dan baru dari dua nilai
diameter yang diperoleh, diambil rata-ratanya. Kemudian dimasukkan ke dalam
rumus Brinell untuk memperoleh hasil kekerasan Brinell-nya (HB).
5. Melakukan proses pengujian sebanyak lima kali sehingga diperoleh nilai ratarata
dari uji kekerasan Brinell tersebut.
6. Yang perlu diperhatikan adalah jarak dari titik pusat lekukan baik dari tepi specimen
maupun dari tepi lekukan lainnya minimal 2 dari 3/2 diameter lekukannya.
c.Metode Pengujian Vickers
Metode Vickers ini berdasarkan pada penekanan oleh suatu gaya tekan tertentu
oleh sebuah indentor berupa pyramid diamond terbalik dengan sudut puncak 136º ke
permukaan logam yang akan diuji kekerasannya, dimana permukaan logam yang diuji
ini harus rata dan bersih.
Setelah gaya tekan secara statis ini kemudian ditiadakan dan pyramid diamond
dikeluarkan dari bekas yang terjad, maka diagonal segi empat bekas teratas diukur
secara teliti, yang digunakan sebagai kekerasan logam yang akan diuji. Permukaan
bekas merupakan segi empat karena pyramid merupakan piramida sama sisi. Nilai
kekerasan yang diperoleh disebut sebagai kekerasan Vickers, yang biasa disingkat
dengan Hv atau HVN (Vickers Hardness Number). Untuk memperoleh nilai kekerasan
Vickers, maka hasil penekanan yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus berikut
ini:
Bahan-bahan atau perlengkapan yang biasa digunakan untuk uji kekerasan
Vickers
adalah sebagai berikut :
1. Mesin percobaan kekerasan Vickers. 5. Mesin gerinda.
2. Indentor pyramid diamond. 6. Ampelas kasar dan halus.
3. Mikroskop pengukur diagonal bekas. 7. Benda uji (test specimen).
4. Stopwatch.
Hal terpenting yang harus dipelajari dalam pengujian Vickers adalah
bagaimana menggunakan alat uji kekerasan Vickers dalam hal memasang indentor
pyramid diamond, meletakkan specimen di tempatnya, menyetel beban yang akan
dipakai, melihat dan mengukur diagonal persegi empat teratas dari bekas yang terjadi
seteliti mungkin.
Uji Impact Charpy
Uji impact charpy digunakan untuk mengetahui kegetasan atau keuletan suatu bahan
(specimen) yang akan diuji dengan cara pembebanan secara tiba-tiba terhadap benda yang
akan diuji secara statik. Benda uji dibuat takikan terlebih dahulu sesuai dengan standar JIS
Z2202 dan hasil pengujian benda tersebut akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
seperti bengkokan atau patahan sesuai dengan keuletan atau kegetasan terhadap benda uji
tersebut.
Langkah-langkah Uji Impact Charppy
Adapun langkah-langkah pengujian impact tipe charpy ini adalah sebagai
berikut :
1. Meletakkan benda uji di tempat benda uji pada alat uji impact. Penempatan
benda uji harus benar-benar berada pada posisi tengah dimana pisau pada
pendulum berada sejajar dengan takikan benda tersebut.
2. Menyetel posisi jarum penunjuk pada 0º.
3. Mengangkat pendulum sejauh 140º dengan cara memutar berlawanan arah
jarum jam secara perlahan-lahan.
4. Melepaskan pendulum untuk mengayun dan mematahkan benda uji.
5. Melihat dan mencatat hasil data yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk pada
busur derajat.
6. Melakukan perhitungan dari data pengujian yang telah diperoleh, yaitu
menghitung besarnya usaha (W) dan harga impact (K).
Berikut ini merupakan gambar dari dimensi benda uji dan cara menempatkan
benda uji.
I. Uji Tarik
Uji Tarik merupakan salah satu pengujian untuk mengetahui sifat-sifat suatu
bahan. Dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan
tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu
bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkeraman
(grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff).
Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik
suatu bahan (dalam hal ini suatu logam) sampai putus, kita akan mendapatkan profil
tarikan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada Gambar 1. Kurva
ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini
sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut.
Hukum Hooke (Hooke's Law)
Hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan
antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan
panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini,
kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke yaitu rasio
tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan.
“Stress adalah beban dibagi luas penampang bahan”
“strain adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan”
Dirumuskan,
Stress (Tegangan Mekanis): σ = F/A , F = gaya tarikan, A = luas penampang
Strain (Regangan): ε = ΔL/L , ΔL = Pertambahan panjang, L = Panjang awal
Maka, hubungan antara stress dan strain dirumuskan:
E = σ/ε
Untuk memudahkan pembahasan, Gambar 1 kita modifikasi sedikit dari
hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara
tegangan mekanis dan regangan (stress vs strain). Selanjutnya kita dapatkan Gambar
2, yang merupakan kurva standar ketika melakukan eksperimen uji tarik. Eadalah
gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan
(ε) selalu tetap. Ediberi nama "Modulus Elastisitas" atau " Modulus Young". Kurva
yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini sering disingkat dengan
kurva SS (SS curve).
Kita akan membahas istilah mengenai sifat-sifat mekanik bahan dengan berpedoman
pada hasil uji tarik seperti pada Gambar 3. Asumsikan bahwa kita melakukan uji tarik mulai
dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah dalam gambar.
Batas elastic σE (elastic limit)
Pada Gambar 3 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban sampai
pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi
semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan “nol” pada titik O (lihat
Gambar 3). Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi
berlaku.
Batas proporsional σp (proportional limit)
Titik di mana penerapan hukum Hooke masih bisa ditolerir. Tidak ada standarisasi
tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.
Deformasi plastis (plastic deformation)
Perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada Gambar 3 yaitu bila
bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.
Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress). Tegangan maksimum sebelum bahan
memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.
Tegangan luluh bawah σly (lower yield stress). Tegangan rata-rata daerah landing sebelum
benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield
stress), maka yang dimaksud adalah tegangan mekanis pada titik ini.
Regangan luluh εy(yield strain). Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase
deformasi plastis.
Regangan elastis εe(elastic strain). Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan.
Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.
Regangan plastis εp (plastic strain). Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat
beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.
Regangan total (total strain). Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastic (εT
= εe+εp).Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah
regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan
yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.
Tegangan tarik maksimum (UTS, Ultimate Tensile Strength). Pada Gambar 3 ditunjukkan
dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
Kekuatan patah (breaking strength). Pada Gambar 3 ditunjukkan dengan titik D, merupakan
besar tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah.
Top Related