BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemberantasan Sarang Nyamuk
2.1.1. Pengertian Pemberantasan Sarang Nyamuk
Pemberantasan jentik nyamuk Aedes aegypti dapat dilakukan dengan cara
(Kemenkes RI, 2010):
1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3 M Pemberantasan jentik nyamuk
secara fisik dilakukan dengan memberantas sarang nyamuk melalui kegiatan
menguras, menutup, dan mengubur (3 M) tempat tempat penampungan air dan
barang-barang yang berisi air jernih tergenang. Pemberantasan sarang nyamuk
dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu secara teratur.
a. Menguras Kegiatan menguras diantaranya yaitu dengan menguras dan
menyikat dinding tempat penampungan air (bak mandi, bak air, tempat
wudhu, WC/toilet, gentong, tempayan, drum, dan lain-lain) seminggu sekali
ataupun dengan mengganti air di vas bunga, tempat minum burung,
perangkap semut, dan lain-lain seminggu sekali (Kemenkes RI, 2010)
b. Menutup Kegiatan menutup dilakukan dengan cara menutup rapat tempat
penampungan air (tempayan, drum, gentong, dan lain-lain) agar nyamuk
tidak dapat masuk dan berkembang biak. Selain itu juga dapat dilakukan
dengan menutup lubang bambu atau besi pada pagar dengan tanah atau
adonan semen (Kemenkes RI, 2010).
c. Mengubur Kegiatan mengubur dilakukan dengan mengubur,
menyingkirkan, dan memusnahkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan seperti kaleng bekas, ban bekas, botol bekas, dan
lain-lain (Kemenkes RI, 2010).
2. Larvasidasi Selektif merupakan pemberantasan jentik nyamuk secara kimia dengan
menggunakan larvasida. Larvasidasi selektif ini merupakan bagian dari kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) atau Pemantauan Jentik Berkala (PJB) yang
dapat dilaksanakan secara perorangan, keluarga, masyarakat, dan petugas PJB
dengan sasarannya yaitu tempat yang sulit atau tidak mungkin dikuras. Cara
melakukan larvasidasi yaitu dengan menaburkan bubuk larvasida
(abate/temephos/altocid) sebanyak 10 gram pada tempat penampungan air yang
terisi air sebanyak 100 liter setiap 2-3 bulan sekali (Kemenkes RI, 2010).
3. Pemasangan Ovitrap (perangkap telur nyamuk) merupakan bagian dari kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Ovitrap merupakan wadah atau tempat
perangkap nyamuk yang berwarna gelap yang ditutup dengan kain kasa dan diisi
air jernih sampai penuh. Ovitrap diletakkan di tempat sekitar tempat perindukan
nyamuk, baik di dalam maupun di luar rumah, sekolah, perkantoran, hotel, pasar,
dan lain-lain. Tujuan pemasangan ovitrap ini agar nyamuk terpancing untuk
bertelur di ovitrap dan nantinya telur yang berkembang menjadi jentik atau
nyamuk terperangkap di dalam ovitrap yang ditutup kain kasa sehingga populasi
nyamuk dapat dikendalikan (Kemenkes RI, 2010).
Memelihara Ikan Pemakan Jentik Pemberantasan jentik nyamuk secara biologi
dilakukan dengan memelihara ikan pemakan jentik seperti ikan kepala timah, ikan
gupi, ikan tempalo, ikan cupang, dan lain-lain (Kemenkes RI, 2010).
10
Hasil penelitian yang di lakukan oleh Eka Trismiyana (2014) dengan judul
hubungan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN – 3 M) dengan keberadaan
jentik nyamuk aedes aegypty di desa bugis wilayah kerja puskesmas menggala
kabupaten tulang bawang tahun 2014 ada hubungan kegiatan PSN – 3M dengan
keberadaan jentik nyamuk aedes aegypti (p value = 0,003 < 0,05). Diharapkan bagi
Petugas Kesehatan di Puskesmas Menggala Kabupaten Tulang Bawang untuk lebih
meningkatkan sosialisasi informasi secara intensif kepada KK tentang pentingnya
melakukan kegiatan PSN – 3M guna mencegah terjadinya DBD dengan melakukan
penyuluhan menggunakan bahasa yang mudah difahami dan membagikan leaflet dan
berosur.
Seperti dalam penelitian (Wulan dan Tri Puji) menyatakan bahwa upaya
pemberantasn DBD dititik beratkan pada penggerakkan potensi masyarakat untuk
dapat berperan serta dalam pemberantasan sarang nyamuk (gerakan 3M plus),
jumantik untuk memantau angka bebas jentik (ABJ) serta pengenalan gejala DBD dan
penanganannya di rumah tangga, sehingga menurut Skinner (1983) (dalam buku
Notoatdmojo, 2012) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi
melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme
tersebut merespon (Notoatdmojo, 2012).
Pemberantasan sarang nyamuk atau PSN adalah kegiatan memberantas telur,
jentik dan kepompong nyamuk penular demam berdarah dengue di tempat-tempat
perkembangbiakannya (Susanti, 2012). Cara pemberantasan sarang nyamuk dapat
11
dilakukan dengan melakukan menguras, menutup, mengubur (3M) plus. Keberhasilan
kegiatan PSN antara lain populasi nyamuk aedes aegypty dapat dikendalikan
sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.
2.2. Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus, ditandai dengan demam yang tinggi dan kadang disertai pendarahan yang
menyerang semua usia terutama anak-anak dan dapat menyebabkan kematian
(Ditjen P2M & PL, 2012).
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit,
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang
nyamuk, terdapat vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya
empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (Daryono, 2013).
Departemen Kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam
mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas
nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan
menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum
memperlihatkan hasil yang memuaskan. Sementara strategi lain yang masih
dijalankan sampai saat ini adalah melalui peningkatan pengetahuan masyarakat
12
tentang penyakit DBD sehingga mampu mempengaruhi perilaku masyarakat
terhadap upaya pencegahan penyakit DBD (Daryono, 2013).
2.2.1. Etiologi
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue. Virus
dengue mempunyai diameter 30 nanometer dan terdiri dari 4 tipe, yaitu tipe 1 (DEN-
1), tipe 2 (DEN-2), tipe 3 (DEN-3), dan tipe 4 (DEN-4). Virus ini merupakan anggota
Arbovirus (Arthropod borne virus) grup B yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. Pada manusia, virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk betina
Aedes aegypti maupun Aedes albopictus (Djunaedi, 2014).
2.2.2. Kriteria Diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD)
Gejala klinik Pada umumnya seseorang yang terkena penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) mengalami gejala-gejala sebagai berikut (Soedarto, 2013) :
1. Demam Demam terjadi secara mendadak dan berlangsung selama 2-7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Demam dapat
disertai dengan gejala-gejala klinik yang tidak spesifik seperti anoreksia, nyeri
punggung, nyeri tulang dan persendian, nyeri kepala, dan rasa lemah.
2. Perdarahan Perdarahan biasanya terjadi pada hari kedua dari demam dan
umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji turniket yang positif, mudah
terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia, dan purpura. Selain itu
13
juga dapat dijumpai epistaksis dan perdarahan gusi, hematemesis, serta
melena.
3. Hepatomegali Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba,
meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah teraba. Bila terjadi
peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal kemungkinan akan
terjadi renjatan pada penderita.
4. Renjatan (syok) Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ketiga sejak
penderita sakit, dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit
lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan dan jari kaki serta sianosis di
sekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya
menunjukkan prognosis yang buruk. Nadi menjadi lembut dan cepat, kecil,
bahkan sering tidak teraba. Tekanan darah sistolik akan menurun sampai di
bawah angka 80 mmHg.
2.2.3. Klasifikasi Kasus DBD
Kasus DBD dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu (Ditjen P2M & PL, 2013): 1.
Kasus Suspect (tersangka), apabila mempunyai gejala demam tinggi mendadak dalam
jangka waktu 2-7 hari dengan satu atau lebih gejala berikut : tes torniquet positif,
perdarahan di bawah kulit (petechiae, encymoses, purpura, perdarahan di sekitar
tempat penyuntikan), perdarahan pada mukosa (hematemisis, melena), pembesaran
hati. 2. Kasus probable, apabila mempunyai trombosit < 100.000/mm3. 3. Pasti
(konfirmasi laboratorium), apabila terjadi kenaikan titer 4 kali kadar antibodi IgH,
14
ditemukan IgM (pada KLB), dan dapat isolasi virus dengue dari serum atau spesimen
autopsi.
2.2.4. Epidemiologi
1. Variabel Manusia (Person)
Pada penyakit DBD di Indonesia umumnya lebih banyak menyerang anak-
anak, terutama umur 15 tahun kebawah. Hanya saja, sekalipun variabel umur adalah
penting, namun untuk menentukan penyebaran suatu masalah kesehatan menurut
umur secara tepat tidaklah mudah. Masalah pokok yang dihadapi, yang terutama
ditemukan dinegara-negara yang sedang berkembang adalah kesulitan dalam
menetapkan umur seseorang. Cara pengelompokkan keterangan umur sangat
dipengaruhi oleh tujuan yang ingin dicapai. Apabila pengelompokan umur telah
dilakukan, maka dapat diukur penyebab tiap-tiap kelompok umur, baik berupa
insiden maupun angka prevalennya, kemudian dicari jalan keluar untuk
menanggulangi masalah kesehatan tersebut (Myrnawati, 2010).
Salah satu dari variabel orang yang dapat mempengaruhi perkembangan
penyakit adalah umur. Umur termasuk variabel yang penting dalam mempelajari
masalah kesehatan karena :
1. Ada kaitannya dengan daya tahan tubuh. Pada umumnya daya tahan tubuh
orang dewasa lebih kuat dari daya tahan tubuh anak-anak.
15
2. Ada kaitannya dengan ancaman terhadap kesehatan. Orang dewasa yang
karena pengalamanya ada kemungkinan menghadapi ancaman penyakit lebih
besar dari pada anak-anak.
Bentuk ringan Demam Berdarah dengue (DBD) menyerang segala golongan
umur dan bermanivestasi lebih berat pada orang dewasa dari pada anak-anak.
Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di golongkan dalam golongan usia dewasa
muda yaitu antara umur 13-20 tahun dan selebihnya berumur kurang dari 40 tahun.
Penderita yang klinis di diagnosis sebagai Dengue Syok Sindrom (DSS) meninggal
termasuk dalam golongan usia dewasa muda (Sumarmo, 2015).
2.3. Klasifikasi dan Tanda Tanda Nyamuk Aedes aegypti
Ciri fisik nyamuk yang menularkan penyakit DBD dengan nama aedes aegypty
adalah sebagai berikut : Berwarna hitam dengan loreng putih (belang-belang
berwarna putih) di sekujur tubuh nyamuk, Bisa terbang hingga radius 100 meter dari
tempat menetas, Nyamuk betina membutuhkan darah setiap dua hari sekali, Nyamuk
betina menghisap darah pada pagi hari dan sore hari, Senang hinggap di tempat
gelap dan benda tergantung di dalam rumah, Hidup di lingkungan rumah, bangunan
dan gedung, Nyamuk bisa hidup sampai 2-3 bulan dengan rata-rata 2 minggu.
Nyamuk penyebab DBD bertelur dengan ciri sebagai berikut: Jumlah telur bisa
mencapai 100 buah, Warna telur hitam dengan ukuran rata-rata 0,8m, Menetas
16
setelah 2 hari terendam air bersih, Jika tidak ada air maka telur akan tahan
menunggu air selama 6 bulan.
Setelah telur menetas, lantas menjadi jentik nyamuk dengan ciri-ciri : Gerakan
lincah dan bergerak aktif di dalam air bersih dari bawah ke permukaan untuk
mengambil udara nafas lalu kembali lagi ke bawah, Memiliki ukuran 0,5 s/d 1 cm, Jika
istirahat jentik terlihat tegak lurus dengan permukaan air, Setelah 6-8 hari akan
berubah jadi kepompong nyamuk,
Kepompong nyamuk aides aigypty memiliki ciri seperti di bawah ini : Bergerak
lamban di dalam air bersih. Sering berada di permukaan air, Memiliki bentuk tubuh
seperti koma, Setelah usia 1-2 hari maka kepompong siap berubah menjadi nyamuk
baru dan siap mencelakakan umat manusia yang ada di sekitarnya.
Waspadalah terhadap nyamuk demam berdarah dengue karena jika penyakit
dbd tersebut tidak ditanggulangi dengan baik maka bisa menyebabkan kematian
pada manusia yang ada di sekitarnya (Ginanjar, 2008).
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh
berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis
putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis
melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-
sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga
menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis
ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang
diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki
17
perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina
dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini
dapat diamati dengan mata telanjang (Anonymous, 2011).
2.3.1 Kebiasaan Nyamuk Aedes aegypti
1. Kebiasaan Menggigit
Sifat nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai menggigit manusia pada siang
hari dan senang beristirahat didalam rumah atau bangunan (endoking dan eksofiling)
nyamuk aktif menggigit pada pukul 08.00-13.00 dan sore hari pukul 15.0-17.00
(Depkes RI, 2008).
2. Kebiasaan Mendapatkan Sumber Darah
Nyamuk Aedes aegypti betina menghisap darah untuk proses pematangan
telurnya. Berbeda dengan nyamuk betina, nyamuk jantan tidak memerlukan darah ,
tetapi menghisap sari bunga atau nectar. Jadi, nyamuk betinalah yang berbahaya.
2.3.2 Tempat perkembangbiakan Aedes aegypti
Tempat berkembang-biakan utama ialah tempat-tempat penampungan air
berupa genangan yang tertampung disuatu tempat atau bejana didalam atau sekitar
rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi 500 meter dari rumah.
Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung
berhubungan dengan tanah (Kemenkes RI, 2012).
18
Jenis tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti dapat di
kelompokkan sebagai berikut:
1. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti drum,
tangki, reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember
2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat
minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas(ban,
kaleng, botol, plastic dan lain-lain).
3. Tempat penampungan air alamiah seperti: Lobang pohon, lobang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu
(Kemenkes RI, 2012).
2.3.3 Tempat Istirahat Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk akan istirahat pada tempat-tempat yang gelap dan sejuk dibagian
kamar, lemari yang terlindung oleh sinar matahari. Apabila sudah menghisap darah,
sampai proses penyerapan darah untuk perkembangan telur selesai. Nyamuk akan
mencari tempat berair untuk meletakkan telurnya, kemudian bertelur dan nyamuk
akan mulai mencari darah lagi untuk siklus bertelur berikutnya (Kemenkes RI, 2012).
2.2.4. Habitat dan Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti
19
Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan
perumahan, dimana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun
tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan Aedes
albopictus yang cenderung berada didaerah hutan berpohon rimbun (Anonymous,
2011).
Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter,
namun secara pasif misalnya karena angina tau terbawa kendaraan dapat berpindah
lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas didaerah tropis dan sub-tropis. Di Indonesia
nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun ditempat-tempat umum.
Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah 1.000 m dari
permukaan air laut. Diatas ketinggian 1000 m tidak dapat berkembang biak, karena
pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan
bagi kehidupan nyamuk tersebut (Kemenkes RI, 2012).
2.2.5 Nyamuk Aedes aegypti Kaitannya Sebagai Vektor Penyakit
Nyamuk sebagai binatang pengganggu terhadap kesehatan manusia. Nyamuk
Aedes aegypti salah satu jenis nyamuk yang paling ditakuti keberadaannya di
lingkungan manusia. Nyamuk Aedes aegypti yang sudah terinfeksi virus Demam
Berdarah (DBD), sangat suka darah untuk proses pematangan telurnya (Kardinan,
2013). Nyamuk Aedes aegypti dapat mengandung virus dengue bila menghisap darah
seorang penderita Demam Berdarah (DBD). Virus ini kemudian masuk kedalam
20
intestinum dan masuk kedalam hemococlum bereplikasi dan akhirnya masuk ke
kelenjar air liur (Soegeng, 2014).
Apabila nyamuk yang terjangkit menggigit manusia, ia akan memasukkan virus
dengue yang berada didalam air liurnya kedalam sistem aliran darah manusia.
Setelah empat hingga enam hari atau yang disebut sebagai periode inkubasi,
penderita akan mulai mendapat demam yang tinggi. Penularan mekanik juga dapat
terjadi apabila nyamuk Aedes aegypti betina sedang menghisap darah orang yang
terinfeksi virus dengue diganggu, dan nyamuk itu segera akan menggigit orang lain
pula. Hal ini menyebabkan virus yang terdapat didalam belalai nyamuk tersebut akan
masuk kedalam peredaran darah orang kedua tanpa masa inkubasi. Seekor nyamuk
yang sudah terjangkit akan membawa virus itu didalam badannya sampai berakhir
kehidupannya.
Kriteria klinis Demam Berdarah Dengue dapat didiagnosa dengan melihat
kondisi sebagai berikut :
1. Demam nyata, yang tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara
cepat.
2. Demam disertai hilangnya nafsu makan, perasaan malas, lemah, nyeri pada
tulang, persendian, dan kepala.
3. Pendarahan dibuktikan dengan test bebat pada lengan (test turniket) yang (+)
positif. Perdarahan dapat terjadi pada kulit, gusi, hidung, dan usus dalam.
4. Pembesaran lever atau hati dan terasa nyeri pada penekanan, tanpa ada
gejala-gejala kuning.
21
5. Dapat terjadi syok pada hari ke-3 sampai ke-7. Syok yang terjadi pada saat
demam merupakan pertanda penyakit yang kian memburuk.
2.4. Pengendalian Nyamuk Aedes aegypti
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara
penyemprotan dengan insektisida. Alat yang digunakan adalah mesin Fog dan
penyemprotan dilakukan dengan cara pengasapan tidak mempunyai efek residu.
Untuk membatasi penularan virus dengue penyemprotan dilakukan 2 siklus dengan
interval 1 minggu. Pada penyemprotan siklus I, semua nyamuk yang mengandung
virus dengue dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Tetapi akan muncul nyamuk-
nyamuk baru yang diantaranya akan menghisap darah penderita viremia yang masih
ada yang dapat menimbulkan ter jadinya penularan kembali. Oleh klarena itu perlu
dilakukan penyemprotran siklus ke 2. Penyeprotan yang kedua dilakukan 1` minggu
sesudah penyemprotan yang pertama agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan
terbasmi sebelum tertularkan kepada orang lain (Kemenkes RI, 2012)
Beberapa usaha pencegahan dan pengendalian terhadap serangan nyamuk
demam berdarah tidak akan berjalan efektif jika dilakukan secara simultan dan
terpadu. Jika salah satu lingkungan saja tidak ikut berpartisifasi, lingkungan tersebut
bisa menjadi sumber infeksi serangan nyamuk demam berdarah. Usaha-usaha
pencegahan dan pengendalian yaitu dengan cara pengendalian secara kimiawi,
pengendalian secara mekanis, dan pengendalian secara biologis (Kardinan, 2015).
22
2.4.1 Pengendalian Secara Kimia.
Cara ini dilakukan dengan menyemprotkan insektisida ke sarang-sarang
nyamuk, seperti got, semak, dan ruangan rumah. Banyak sekali jenis insektisida anti
nyamuk yang saat ini beredar di pasaran. Selain penyemprotan, bisa juga dilakukan
penaburan insektisida butiran ketempat jentik atau larva nyamuk demam berdarah
biasa bersarang, seperti tempat penampungan air, atau selokan yang airnya jernih.
Penggunaan obat nyamuk bakar juga di golongkan kedalam pengendalian secara
kimia karena mengandung bahan beracun, misalnya piretrin.
2.4.2. Pengendalian Secara Mekanis
Cara ini bisa dilakukan dengan mengubur kaleng-kaleng atau wadah sejenis
yang dapat menampung air hujan dan membersihkan lingkungan yang potensial
dijadikan sebagai sarang nyamuk demam berdarah, misalnya semak belukar dan got.
Pengendalian secara mekanis lain yang bisa dilakukan adalah pemasangan kelambu
dan pemasangan perangkap nyamuk, baik menggunakan cahaya, lem, atau raket
pemukul.
2.4.2 Pengendalian Secara Biologis
Cara biologis bisa dilakukan dengan menggunakan kelompok makhluk hidup,
baik dari golongan mikroorganisme hewan invertebrata, atau hewan vertebrata.
Sebagai pengendalian hayati, kelompok makhluk hidup tersebut dapat berperan
sebagai patogen, parasit atau pemangsa. Beberapa jenis ikan seperti panchax (ikan
kepela timah), dan gambusia affinis (ikan gabus) adalah pemangsa yang cocok untuk
larva nyamuk, tetapi tidak dapat diterapkan pada seluruh tempat-tempat perindukan
23
nyamuk Aedes aegypti. Beberapa jenis cacing dari golongan Nematoda seperti
Romanomorsis iyengari dan Culiciforax merupakan parasit pada larva nyamuk, tetapi
juga tidak dapat diterapkan diseluruh tempat-tempat perindukan larva Aedes
aegypti. Sebagai patogen seperti dari golongan virus, bakteri, fungi, atau protozoa
dapat dikembangkan sebagai pengendalian hayati larva Aedes aegypti ditempat
perindukan.
2.5. Pencegahan Nyamuk Aedes aegypti
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektor, yaitu
nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
1. Menjaga Kebersihan Lingkungan
Lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk hasil sampling kegiatan manusia, dan perbaikan desain
rumah (Nurjanah, 2013). Sebagai contoh:
a. Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
b. Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
c. Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
d. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan
lain sebagainya (Nurjanah, 2013).
24
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik
(ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14) (Nurjanah, 2013).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan: Pengasapan/fogging dengan
menggunakan malathion dan fenthion, berguna untuk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk abate (temephos) pada
tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-
lain. Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan “3M Plus”, yaitu menutup,
menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara
ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,
memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent,
memasang obat nyamuk, dan memeriksa jentik berkala (Nurjanah, 2013).
2.6. Siklus Penularan DBD
Virus DBD biasanya menginfeksi nyamuk Aedes aegypti betina ketika
menghisap darah seseorang yang tengah dalam fase demam akut (viraemia). Fase ini
terjadi dua hari sebelum panas sampai lima hari setelah demam timbul. Nyamuk
menjadi infektif dalam waktu 8-12 hari (periode inkubasi ekstrinsik) setelah mengisap
darah penderita yang sedang viremia dan tetap infektif selama hidupnya.
Setelah periode inkubasi ekstrinsik terlalui, kelenjar ludah nyamuk tersebut
akan terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk menggigit dan
25
mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Masa
inkubasi penyakit DBD 3-14 hari, tetapi pada umumnya 4-7 hari. Setelah masa
inkubasi di tubuh manusia selama 34 hari (rata-rata selama 4-6 hari) akan timbul
gejala awal penyakit, seperti demam tinggi mendadak yang berlangsung sepanjang
hari, nyeri kepala, nyeri saat menggerakkan bola mata, nyeri punggung, terkadang
disertai adanya tanda-tanda pendarahan. Pada kasus yang lebih berat dapat
menimbulkan nyeri ulu hati, pendarahan saluran cerna, syok, hingga kematian.
2.7. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M
Dalam penanganan DBD, peran serta masyarakat untuk menekan kasus ini
sangat menentukan. Oleh karenanya program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
dengan cara 3M Plus perlu terus dilakukan secara berkelanjutan sepanjang tahun
khususnya pada musim penghujan. Program PSN , yaitu: 1) Menguras, adalah
membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air seperti bak
mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air lemari es dan
lain-lain 2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air
seperti drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya; dan 3) Memanfaatkan kembali
atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat
perkembangbiakan nyamuk penular Demam Berdarah.
Adapun yang dimaksud dengan 3M Plus adalah segala bentuk kegiatan
pencegahan seperti 1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air
yang sulit dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3)
26
Menggunakan kelambu saat tidur; 4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk; 5)
Menanam tanaman pengusir nyamuk, 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam
rumah; 7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa
menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.
PSN perlu ditingkatkan terutama pada musim penghujan dan pancaroba,
karena meningkatnya curah hujan dapat meningkatkan tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk penular DBD, sehingga seringkali menimbulkan kejadian
luar biasa (KLB) terutama pada saat musim penghujan. Selain PSN 3M Plus, sejak Juni
2015 Kemenkes sudah mengenalkan program 1 rumah 1 Jumantik (juru pemantau
jentik) untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat Demam Berdarah
Dengue. Gerakan ini merupakan salah satu upaya preventif mencegah Demam
Berdarah Dengue (DBD) dari mulai pintu masuk negara sampai ke pintu rumah.
Terjadinya KLB DBD di Indonesia berhubungan dengan berbagai faktor risiko,
yaitu: 1) Lingkungan yang masih kondusif untuk terjadinya tempat perindukan
nyamuk Aedes; 2) Pemahaman masyarakat yang masih terbatas mengenai
pentingnya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus; 3) Perluasan daerah
endemic akibat perubahan dan manipulasi lingkungan yang etrjadi karena urbanisasi
dan pembangunan tempat pemukiman baru; serta 4) Meningkatnya mobilitas
penduduk. Untuk mengendalikan kejadian DBD, Kementerian Kesehatan terus
berkoordinasi dengan Daerah terutama dalam pemantauan dan penggiatan
27
surveilans DBD. Selain itu, bantuan yang diperlukan Daerah juga telah disiagakan
untuk didistribusikan.
2.8. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk(PSN) Demam Berdarah Dengue
2.8.1 Hubungan Partisipasi Keluarga dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)Demam Berdarah Dengue
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu
atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Setiawati (2008), ada beberapa
faktor yang mempengaruhi perlunya partisipasi keluarga dalam pelayanan kesehatan
antara lain:
1. Keluarga dipandang sebagai sumber daya kritis untuk menyampaikan pesan-
pesan kesehatan: Kasus meningkatnya DBD membuat pemerintah dengan
gencar menggalakkan PSN dalam skala nasional, keluarga sebagai unit terkecil
dalam masyarakat berperan dalam PSN agar terhindar dari wabah DBD.
2. Keluarga sebagai satu unit antar anggota dalam keluarga: Keluarga dipandang
sebagai kesatuan dan saling mempengaruhi.
3. Hubungan yang kuat dalam keluarga dengan kesehatan anggotanya: partisipasi
keluarga sangat penting dalam tahapan perawatan kesehatan, mulai dari tahapan
peningkatan kesehatan, pencegahan, pengobatan sampai dengan rehabilitasi.
28
4. Keluarga sebagai tempat penentuan kasus dini: Adanya masalah kesehatan
pada salah satu anggota keluarga akan memungkinkan munculnya faktor resiko
pada anggota keluarga lainnya
5. Individu dalam konteks keluarga: Seorang dapat mencapai suatu pemahaman yang
lebih jelas terhadap individu dan fungsinya dipandang dalam keluarga mereka.
6. Keluarga sebagai sumber pendukung bagi anggota keluarga lainnya.
Adapun bentuk-bentuk partisipasi keluarga dalam pencegahan penyakit DBD
adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2015):
1. Keluarga turun serta melaksanakan PSN DBD dengan melakukan 3M + 1T yaitu
menguras, menutup dan mengubur serta telungkup.
2. Apabila ada keluarga yang anggota keluarganya menunjukkan gejala DBD maka
keluarga mengerti cara pertolongan pertama (memberi minum banyak,
kompres dingin dan obat penurun panas yang tidak mengandung asam siali
silat) dan segera periksa ke dokter/unit pelayanan kesehatan.
3. Keluarga segera melaporkan kepada Lurah melalui kader atau kepala
lingkungan/kepala dusun.
4. Keluarga melakukan PSN secara serentak dan mengikuti petunjuk dalam
pelaksanaan pananggulangan demam berdarah.
5. Keluarga mengikuti/menghadiri kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh
petugas Puskesmas.
29
2.8.2 Hubungan pengetahuan dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)Demam Berdarah Dengue
Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orangan mengadakan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terhadap objek terjadi
melalui pancaindra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciyuman, rasa dan
raba dengan sendiri. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek.
Sebagian besar pengetahuan di peroleh melalui mata dan telinga (Wawan dan Dewi,
2010)
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian
ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langeng dari pada
perilaku yang tidak disertai oleh pengetahuan.
Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu:
(Wawan dan Dewi, 2010)
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karna itu “tahu”
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rencah.
b. Memahami (comprehention)
30
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dimana dapat menginterpretasikan secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi trus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau pun kondisi riil (sebenarnya). Apabila disini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisa adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komposen tetapi masih didalam struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (syntesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk
melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan
yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.
31
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan terbagi dua yaitu:
1. Faktor Internal
a. Pendidikan
Pendidikan bearti bimbingan yang diberikn seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah cit-cita tertentu yang
menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk
mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehtan
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut Yb Mantra yang
dikutip Notoadmojo, 2016 pendidikan dapat mempengaruhi seseorang
termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam
memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan pada
umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima
informasi.
b. Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam, pekerjaan adalah
keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber
kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan car mencari nafkah yang
membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja
umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu.
32
c. Umur
Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan smpai berulang tahun.
Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir
dan bekerja.
2. Faktor Eksternal
a. Faktor lingkungan
Menurut An.Mariner yang dikutip dari Nursalam lingkungan merupakn
seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat
mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
b. Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari
sikap dalam menerima informasi.
2.8.3 Hubungan peran petugas kesehatan dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk(PSN) Demam Berdarah Dengue
Penempatan tenaga atau personil merupakan bagian yang paling banyak
mengeluarkan biaya dalam kebanyakan sistem pemeliharaan kesehatan. Penting bagi
petugas kesehatan untuk turut mendukung dan berpartisipasi dalam proyek
masyarakat misalnya, mereka dapat membantu mengetahui penyebab masalah
kesehatan dan mengusulkan cara perbaikannya. Hendaknya, petugas kesehatan
33
terutama memikirkan keseluruhan masyarakat sebagai tanggung jawabnya, tidak
hanya sebagai penunjang klinik saja (Tarimo, 2004).
Hal yang membuat petugas kesehatan sangat berharga karena mereka
mengenal secara pribadi semua keluarga di daerah mereka. Petugas kesehatan
merupakan anggota yang sangat penting dalam Tim Kesehatan karena pengetahuan
yang mereka miliki tentang keadaan setempat. Sebagai tenaga/petugas kesehatan
kunjungan rumah merupakan tugas tambahan yang penting bagi pemeliharaan
kesehatan dan membutuhkan orang tertentu untuk melaksanakan dengan baik
(Tarimo, 2004).
Keterlibatan petugas dalam hal ini adalah petugas puskesmas adalah dengan
melaksanakan kunjungan rumah terhadap keluarga, yaitu keluarga dari individu
pengunjung Puskesmas, atau keluarga-keluarga lain yang berada di wilayah kerja
Puskesmas. Dalam kunjungan rumah ini dikumpulkan semua anggota keluarga dan
diberikan informasi berkaitan dengan perilaku yang diperkenalkan.
Pemberian informasi dilakukan secara sistematis sehingga anggota-anggota
keluarga itu bergerak dari tidak tahu ke tahu, dan dari tahu ke mau. Bila sarana untuk
melaksanakan perilaku yang bersangkutan tersedia, diharapkan juga sampai tercapai
fase mampu melaksanakan (Depkes RI, 2015).
Peran petugas kesehatan dan sektor terkait dalam praktik pencegahan
penyakit DBD adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2015):
34
1. Camat dan Kepala Desa yang menerima laporan rencana penanggulangan,
memerintahkan warga setempat melalui kepala lingkungan/kepala dusun untuk
melakukan PSN dan membantu kelancaran penanggulangan demam berdarah.
2. Petugas kesehatan (tenaga terlatih) melakukan penyemprotan insektisida 2 siklus
dengan interval 1 minggu dan memberikan penyuluhan masyarakat.
3. Kepala lingkungan/Kepala Dusun dibantu pemuka masyarakat dan kader
menyampaikan informasi tentang rencana penanggulangan demam berdarah dan
membantu pelaksanaan penyuluhan.
4. Kepala Lingkungan dan kader mendampingi petugas kesehatan dalam
pelaksanaan penyemprotan.
5. Keluarga melakukan PSN secara serentak sesuai petunjuk pelaksanaan
penanggulangan demam berdarah.
Tanggung jawab petugas Kesehatan dalam penangulangan DBD adalah
(Depkes RI, 2006):
1. Petugas DBD mempunyai tanggung jawab untuk melakukan kunjungan rumah.
Kunjungan rumah ini dimaksudkan agar keluarga mengerti dan mau
melaksanakan penanggulangan DBD.
2. Melakukan pemeriksaan jentik secara berkala di rumah-rumah. Untuk melihat
ada tidaknya jentik dibak-bak penampungan air yang ada rumah keluarga yang
ada di wilayah kerjanya.
3. Berperan sebagai penggerak dan pengawas dalam pemberantasan sarang
nyamuk DBD.
35
4. Membuat catatan/rekapitulasi hasil pemeriksaan jentik.
6. Melaporkan hasil pemeriksaan jentik kepada puskesmas sebulan sekali.
2.8.4 Hubungan Peran Kader Jumantik dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk(PSN) Demam Berdarah Dengue
Juru pemantau jentik atau jumantik adalah orang yang melakukan
pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk penyebab DBD,
khususnya Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Kemenkes RI, 2016). Kader juru
pemantau jentik (jumantik) adalah orang yang dipilih oleh masyarakat untuk
melakukan pemeriksaan keberadaan jentik secara berkala dan terus-menerus serta
menggerakan masyarakat dalam melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
penyebab DBD (Depkes RI, 2004). Kader jumantik adalah kelompok kerja kegiatan
pemberantasan penyakit DBD di tingkat desa dalam wadah lembaga kesehatan
masyarakat desa (Bay, 2012).
Tujuan dibentuknya kader jumantik agar dapat memberikan penyuluhan dan
menggerakan masyarakat dalam usaha pemberantasan penyakit DBD terutama
dalam pemberantasan jentik nyamuk penyebab DBD, sehingga penularan penyakit
dapat dicegah dan dibatasi (Prastyabudi & Susilo, 2013). Tujuan kader jumantik
dalam menanggulangi DBD adalah (Depkes RI, 2005):
1. Sebagai Anggota PJB di rumah-rumah dan tempat umum.
2. Memberikan penyuluhan serta mengajak keluarga dan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam penanganan DBD.
36
3. Mencatat dan melaporkan hasil PJB ke Kepala Dusun atau Puskesmas secara
rutin minimal setiap minggu atau setiap bulan.
4. Mencatat dan melaporkan kejadian DBD kepada RW/Kepala Dusun atau
Puskesmas
5. Melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan pencegahan DBD
sederhana seperti pemberian bubuk abate atau ikan pemakan jentik.
Peran jumantik dimasyarakat sangatlah penting dan tidak hanya berfokus pada
petugasnya saja, melainkan perlunya peran aktif dari masyarakat. Adapun peran
jumantik antara lain (Nugroho, 2012) :
a. Memeriksa keberadaan jentik-jentik nyamuk di tempat-tempat penampungan
air yang ada di dalam dan luar rumah, serta tempat-tempat yang tergenang air.
Apabila pada genangan atau TPA terdapat jentik dan tidak tertutup maka
petugas mencatat sambil memberikan penyuluhan agar dibersihkan dan
ditutup rapat. Untuk TPA yang sulit dikuras atau dibersihkan seperti tangki air
biasanya tidak diperiksa, tetapi diberi bubuk pembunuh jentik atau larvasida
setiap satu sampai tiga bulan sekali.
b. Memberikan peringatan kepada pemilik rumah agar tidak menggantungkan
pakaian dan menumpuk pakaian didalam rumah.
c. Mengecek kolam renang dan kolam ikan agar bebas dari jentik nyamuk
d. Memeriksa rumah kosong yang tidak berpenghuni untuk melihat keberadaan
jentik nyamuk pada tempat-tempat penampungan air yang ada.
37
2.9 Kerangka Teoritis
Kajian penelitian ini dilandaskan pada teori-teori utama untuk memnjelaskan
hubungan antara variabel independen yaitu: Pengetahuan (Wawan dan Dewi, 2010),
Peran Petugas Kesehatan (Depkes RI, 2006), Peran Kader (Kemenkes RI, 2016),
Partisipasi Keluarga (Depkes RI, 2015) dengan variabel dependen yaitu Praktik
Pencegahan DBD (Kemenkes, 2016). Kerangka teori penelitian ini sebagai berikut:
Peran Kader (Kemenkes RI, 2016):
1. Pengertian2. Tujuan3. Peran
Peran Petugas Kesehatan(Depkes RI, 2006):1. Melakukan kunjungan rumah2. Melakukan pemeriksaan jentik3. Penggerak dan pengawas PSN DBD4. Membuat rekapitulasi hasil
pemeriksaan jentik5. Melaporkan hasil pemeriksaan jentik
Pengetahuan(Wawan dan Dewi, 2010):
- Pendidikan,- Pekerjaan,- Umur,- Lingkungan, dan- Sosial Budaya
Partisipasi Keluarga (Depkes RI, 2015):
1. Keluarga turun serta melaksanakanPSN DBD
2. Mengerti cara pertolongan pertamapenyakit DBD
3. Melaporkan gejala-gejala DBD4. Melakukan PSN secara serentak5. Mengikuti kegiatan penyuluhan
tentang DBD
Pemberantasan sarang nyamuk
(Nurjanah, 2013):
1. Menguras tempat-tempat yangdapat menampung air
2. Menutup rapat tempat-tempat yangdapat menampung air
3. Mengubur barang-barang bekas
Gambar 2.7 Kerangka TeoritisSumber : Wawan dan Dewi (2010), Depkes RI (2006), Kemenkes RI (2016), Depkes
RI (2015)
Top Related