Acute Flaccid Paralysis
Ihda Silvia108103000055
Pembimbing:Dr. Alinda Rubiati, SpA
Acute flaccid paralysis
3
KELUMPUHAN• Susunan Saraf Pusat * Kaku / spastis * Refleks fisiologis meningkat * Refleks patologis positif * Tidak ditemukan atrofi, kecuali sudah berlangsung lama
• Susunan Saraf Pusat * Kaku / spastis * Refleks fisiologis meningkat * Refleks patologis positif * Tidak ditemukan atrofi, kecuali sudah berlangsung lama
• Susunan Saraf Tepi * Lemas / flaksid * Refleks fisiologis menurun atau hilang * Refleks patologis negatif * Tonus otot hilang * Atrofi cepat terjadi
• Susunan Saraf Tepi * Lemas / flaksid * Refleks fisiologis menurun atau hilang * Refleks patologis negatif * Tonus otot hilang * Atrofi cepat terjadi
Images02 no 10
, Toksin botulinum,
7
Penyebab Kelumpuhan Susunan Saraf Tepi / Lumpuh Layuh
• Medula Spinalis * mielitis transversa * Polio * Trauma
• Akar saraf tepi * sindrom Guillain-Barre
• Saraf tepi * Neuritis infeksi / kurang gizi * Trauma
• Neuromuskular junction * Miastenia gravis * botulisme
• Otot * Miositis akut virus * Distrofi
8
Pemeriksaan kelumpuhan
9
Uji kelumpuhan anak besar
• Berjalan pincang atau tidak dapat berjalan• Tidak dapat meloncat satu kaki• Tidak dapat berjongkok lalu berdiri lagi• Tidak dapat berjalan pada ujung jari atau tumit• Tidak dapat mengangkat kakinya saat di tempat tidur• Terasa lemas, tidak ada tahanan• Kaki mengecil
10
Pemeriksaan• Kelumpuhan
Kekuatan berkurangAtrofi tungkai yang lumpuh
• Kelumpuhan 2 tungkai– Berat : tidak dapat berjalan– Ringan : kesulitan berjalan
• Kelumpuhan 1 tungkai– Berat : berjalan meloncat menggunakan 1 kaki yg sehat– Ringan : Pincang, satu kaki diseret
11
Bayi normal• Posisi bayi normal terlentang di tempat tidur– Tungkai bawah agak tertekuk pada panggul
dan lutut– Lutut terangkat, tidak menyentuh tempat
tidur–Gerakan tungkai baik, memasukkan jari ke
mulut
12
Bayi lumpuh layuh
• Terlentang di tempat tidur * Posisi seperti katak * Gerakan sedikit * Lutut menyentuh tempat tidur
13
Menguji gerakan pada bayi
• Pegang pada ketiak dan angkatlah bayi • Normal:– Gerakan aktif
• Lumpuh:– Gerakan (-)– Gerakan sedikit
Pemeriksaan AFP
• pemeriksanan neurologis lengkap. Perlu diperhatikan adanya tanda-tanda meningismus, gangguan saraf pusat (ataxia) atau sistem saraf otonom (fungsi usus dan kandung kemih, sfingter dan fungsi berkemih neurogenik).
• LED, elektrofisiologi, lumbal pungsi, kultur bakteri, ct-scan, MRI, echocardiogram.
Diagnosis banding
Poliomielitis
• Penyakit menular akut virus dengan predileksi pada sel anterior masa kelabu sumsum tulang belakang, dan inti motorik batang otak.
• akibat kerusakan bagian susunan saraf pusat kelumpuhan dan atrofi otot
• Umumnya pada usia < 3 tahun
Etiologi
• Termasuk gol. Enterovirus.• Terdiri dari 3 strain, yaitu :– Tipe 1 – Tipe 2– Tipe 3
• Virus dapat bertahan hidup dlm air, bahan kimia, antibiotik.
• Masa inkubasi : 7 – 10 hari
Patogenesis
Poliomielitis
• Poliomielitis adalah suatu infeksi Entero virus yang dapat bermanifestasi klinis menjadi 4 bentuk, antara lain : – silent infeksi (asimptomatis), – poliomielitis abortif , – poliomielitis nonparalytic, – poliomielitis paralitic.
Pem.Penunjang
• Isolasi dan biakan virus bahan : apus tenggorok, darah, likuor serebrospinal, dan feses
• Likuor serebrospinal pleiositosis (< 500/mm3)
Pencegahan
• Jangan masuk daerah epidemi• Didalam daerah endemi jangan lakukkan
“stress” yang berat ex: tonsilektomi, injeksi dsb.
• Imunisasi
Pengobatan simptomatik:
–Analgesik–Antipiretik–Fisioterapi –Foot board
Prognosis
• Bergantung beratnya penyakit• Jika mengenai fungsi pernafasan prognosis
buruk
Non polio enterovirus
• Penyakit lain yang dapat menyebabkan AFP antara lain adalah acute haemorrhagic conjunctivitis (AHC), dan aseptic meningitis. Virus lain yang dapat menyebabkan AFP selain polio yaitu Coxsackievirus A dan b, echoivirus, enterovirus 70, dan enterovirus
GBS
• Demam terjadi sekitar 2 - 3 minggu sebelum awal kelumpuhan
• Kelumpuhan di GBS adalah flaksid dan cenderung simetris, dengan tidak ada atau berkurangnya refleks tendon dalam (DTRs)
• Targetnya adalah saraf perifer, radiks, n. cranialis.
frekuensi
• usia tertinggi di kelompok 1 - 4 tahun dengan rata-rata 0.9/100, 000 penduduk berusia 15 - 35 tahun dan 50-74
• Laki-laki=perempuan• Insidensi terbanyak di indonesia adalah
dekade I, II, III.
Etiologi • Infeksi• Vaksinasi • Surgeon • Kehamilan atau dlm masa nifas• Penyakit sistemink
Cellular & Humoral Immune Mechanisms
Imunopatogenesa
• Adanya antibodi atau respon kekebalan seluler (cell mediated immunity) thd agen infeksius pada saraf tepi
• Adanya auto antibodi thd sistem saraf tepi• Penimbunan kompleks antigen antibodi pada
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi
Kriteria diagnosa (NINCDS)I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:• Terjadinya kelemahan yang progresif• HiporefleksiII. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:a. Ciri-ciri klinis:• Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung
cepat,maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
• Relatif simetris
• Gejala gangguan sensibilitas ringan• Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan
sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain
• Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan.
• Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dangejala vasomotor.
• Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
Kriteria diagnosa (NINCDS)
b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
• Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial
• Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3• Varian:
o Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu• gejala
o Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:• Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus.
Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal
Kriteria diagnosa (NINCDS)
Pengobatan
• Kortikosteroid• Plasmaparesis• Imunosupresan– Imunoglobulin IV– Obat sitotoksik
Prognosis
• 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengankeadaan antara lian:
• pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal• mendapat terapi plasmaparesis dalam 4
minggu mulai saat onset• progresifitas penyakit lambat dan pendek• pada penderita berusia 30-60 tahun
Transverse Myelitis (TM)
• Transverse Myelitis muncul pada usia 4 tahun ke atas.• Demam muncul sebelum onset AFP.• Paralisis yang terjadi simetris pada ekstremitas bawah dan
adanya anesthesia pada semua sensasi.• Daerah yang terkena adalah medula spinalis (thorakal), tetapi
dapat pula terjadi pada daerah lumbal, dan servikal.• Gejala yang paling sering timbul adalah flaksid daerah kaki,
yang diikuti oleh hilangnya kontrol dari sfingter rektal dan kandung kemih.
Miastenia gravis• Miastenia gravis adalah salah satu penyakit
gangguan autoimun yang mengganggu sistem sambungan saraf (synaps).
• Terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline Receptor(AChR)
• Myasthenia Gravis ditandai dengan kelemahan pada otot, yang memburuk ketika digerakkan dan membaik ketika beristirahat.
• Diagnosis edrofonium, elektromiogram, ct-scan dada
• obat-obatan yang bisa menekan reaksi autoimun atau antibodi yang menyerang acetylcholine
botulisme• Racun botulism, biasanya dikonsumsi dalam makanan, bisa
melemahkan atau melumpuhkan otot. • Botulism bisa mulai dengan mulut kering, penglihatan
ganda, dan ketidakmampuan untuk fokus pada mata atau dengan gangguan lambung.
• Deteksi darah, kotoran, atau jaringan luka, dan electromyography kemungkinan dilakukan.
• Penyiapan dan penyimpanan makanan dengan hati-hati membantu mencegah botulism.
• Antitoksin digunakan untuk mencegah atau memperlambat efek racun.
botulisme
• toxin yang menyebabkan botulism bisa sangat merusak fungsi syaraf.
• racun ini merusak syaraf, mereka disebut neurotoxin.
• Racun botulism melumpuhkan otot dengan menghambat pelepasan pada neurotransmitter acetycholine dari syaraf.
• Pada dosis yang sangat kecil, racun bisa digunakan untuk menghilangkan kejang otot dan untuk mengurangi kerutan.
PENYEBAB
• Bakteri clostridium botulinum membentuk sel reproduksi yang disebut spora.
• Seperti biji, spora bisa hidup di bagian yang tidak aktif untuk beberapa tahun, dan mereka sangat bersifat melawan terhadap kerusakan.
• Clostridium botulinum spora bisa ditransportasikan oleh udara.
Sumber infeksi
• Foodborne botulism• Luka botulism• Botulism bayi
GEJALA
• Gejala-gejala pada foodborne botulism terjadi tiba-tiba, biasanya 18 sampai 36 jam setelah racun memasuki tubuh, meskipun gejala-gejala bisa mulai lebih cepat selama 4 jam atau selambat-lambatnya 8 hari setelah mencerna racun.
• pada foodborne botulism, gejala-gejala pertama seringkali mual, muntah, kram perut, dan diare
• Kerusakan syaraf oleh racun mempengaruhi kekuatan otot tetapi bukan indra perasa.
• Nada otot pada wajah kemungkinan hilang. Berbicara dan menelan menjadi sulit. Karena menelan adalah sulit, makanan atau ludah seringkali terhisap (asoirated) ke dalam paru-paru, menyebabkan cekikan atau sumbatan dan meningkatkan resiko pneumonia.
• Beberapa orang menjadi sembelit• Otot pada lengan dan kaki dan otot yang
berhubungan dalam pernafasan menjadi lemah secara progresif sebagaimana gejala-gejala secara bertahap menurunkan tubuh
DIAGNOSA
• botulism berdasarkan pada gejala-gejala• Electromyography (merangsang otot dan
merekam kegiatan listrik mereka)• eteksi pada kultur kotoran foodborne
botulism• deteksi di dalam darah/kultur jaringan luka
luka botulisme
Acute viral myositis• Myositis adalah bentuk peradangan atau inflamasi
yang terjadi pada otot volunter. Pada myositis, inflamasi menyerang serabut-serabut otot.
• Myositis terbagi atas beberapa kelompok, antara lain idiopathic inflammatory myopathies, infectious myositis, benign acute myositis, myositis ossificans, dan drug-induced myositis.
• . Infeksi virus yang dapat menyebabkan myositis antara lain influenza A dan B virus, enterovirus, HIV dan hepatitis B dan C virus.
Trauma
• Trauma akibat suntikan pada otot gluteus
• Spinal Cord Injury• Gangguan kardiovaskuler dan komplikasi
operasi
Surveilans AFP
Daftar pustaka • Soetomenggolo Taslim S. Ismael Sofyan. Buku Ajar Neurologi Anak. Cetakan ke-2. Jakarta, 1999: 190-
241. • DSS Harsono.2007. Kapita selekta neurologi. Jakarta : Gajah Mada University Press; 2007. p. 119-26;
137-43• The commission on Classification and Terminology of the International League Against Epilepsy.
Proposal for revised clinical and electroencephalographic classification of epileptic seizures. Epilepsia, 1981; 22: 489-501.
• Behrman RE, Kliegman RM, Jensen HB, Nelson Text book of paediatrics, 17th edition. Philadelphia: WB Sauders company. 2004, page 833-40.
• Draft Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Agustus 2007. Hal: 299-302.• National Institut of neurological disorder and stroke, myelitis trasversa dalam
www.ninds.nih.gov/disorder/trasversemyeilitis.• Anonymous. transversa myelitis Dalam www.wikipedia.org/wiki/trasverse myelitis • Anonymous, mielitis tranversa Dalam www.healthnewsflash.com/conditions/transverse_myelitis.htm• Harsono, dr. 2003. Mielitis transversa Dalam Kapita Selekta Neurologi, Gajah mada University press,
Yogyakarta• Igusti Gede Ngoerah,dr,Prof. 1994. Mielitis Dalam Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Saraf, Airlangga
University Press, Surabaya• anonymous. Mielitis tranversa dalam www.answer.com/topic/transverse mielitis
Daftar pustaka• Biller J. 2002. Acute Motor Axonal Paralysis, in: Practical Neurology, Second Edition. Lippincott
Williams and Wilkins: Pg 361.• Dewanto, George, dkk. 2009. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.• Japardi, Iskandar. 2002. Sindroma Guillain Barre Thesis. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.• Marjono M dan Sidharta P. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.• Marx, Arthur; Jonathan D. Glass and Roland W. Sutter. Differential Diagnosis of Acute Flaccid
Paralysis and Its Role in Poliomyelitis Surveillance Available at: http.epirev.oxfordjournals.org/content/22/2/298.full.pdf
• Mohammad Saiful Islam. 2006. Cedera Medula Spinalis. Cermin Dunia kedokteran no 153 hal 17-19 available at: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/153_10SELSTEMCMS_MohS aifulIslam.pdf/153_10SELSTEMCMS_MohSaifulIslam.html.
• Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
• Pinzon, Rizaldi. 2007. Mielopati Servikal Traumatika: Telaah Pustaka Terkini.• Sidharta, Priguna. 2004. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian Rakyat.• http://www.who/nt/mediacentre/factsheets/who270/en• http://www.cdc.gov/ncidod/dbrnd/diseaseinfo/botulism-9.htm• http://www.en.wikipdia.org/wiki/botulism
Top Related