BAB II
PEMBAHASAN
A. Air
1. Pengertian Air
Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi kehidupan manusia
dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Menurut Hartomo &
Widiatmoko (1994: 1) air merupakan senyawa sederhana yang terdiri dari dua
atom hidrogen dan satu atom oksigen dengan rumus molekul H2O. Sedangkan
menurut Winarno (1986: 3) air merupakan molekul yang tersusun dari satu atom
oksigen dan dua atom hidrogen yang berikatan kovalen. Oleh karena itu molekul
air memiliki ikatan yang sangat kokoh.
Dalam sebuah molekul air, dua buah atom hidrogen berikatan dengan
sebuah atom oksigen melalui dua ikatan kovalen. Masing-masing ikatan kovalen
tersebut mempunyai energi sebesar 110,2 kkal per mol (Winarno, 1986: 4-5).
Kemampuan molekul air membentuk ikatan hidrogen menyebabkan air
mempunyai sifat-sifat yang unik. Ikatan hidrogen yang terjadi dalam molekul air
mengakibatkan air bersifat mengalir pada suhu 0-100oC. Selain itu, air menjadi
memuai bila dibekukan tidak seperti molekul lainnya. Sehingga dalam keadaan
padat, kerapatan molekul air menjadi lebih kecil dibanding dalam keadaan
cairnya.
2. Potensi Air dan Sumber Air
Potensi air ialah jumlah air yang tersedia yang berupa air permukaan dan
air tanah yang dinyatakan dalam jangka rata-rata setahun (Winarno, 1986: 21).
Sedangkan sumber air merupakan sumber penyediaan air baku. Sekitar sepertiga
dari jumlah potensi air yang ada, berupa aliran mantap yaitu aliran air rendah yang
tersedia setiap saat sedangkan sisanya berupa aliran tak mantap berupa banjir yang
mengalir dan menghilang dengan cepat tanpa bisa dimanfaatkan.
Banyak sumber air yang bisa dimanfaatkan sebagai air baku. Menurut
Winarno (1986: 22) sumber air pada dasarnya dibedakan menjadi tiga jenis yaitu
5
6
air permukaan, air tanah dan air hujan. Ketiga sumber tersebut merupakan bagian
dari mata rantai siklus hidrologi. Ketiga jenis sumber air tersebut yaitu:
a. Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang terdapat di permukaan tanah (Kodoatie
& Sjarief, 2008: 12). Air permukaan berada di sungai, danau, waduk, rawa dan
badan air lain, sehingga tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah.Air
permukaan banyak dimanfaatkan sebagai air baku karena ketersediaannya lebih
banyak. Namun, pada umumnya air permukaan sudah mengalami pencemaran
sedangkan tingkat pencemarannya tergantung dari lokasi daerahnya.
b. Air Tanah
Air tanah merupakan air yang telah meresap ke dalam tanah melalui
lapisan-lapisan mineral tanah dan batuan (Hartomo & Widiatmoko, 1994: 10).
Sedangkan menurut Kodoatie & Sjarief (2008: 13) air tanah merupakan air
yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Air
tanah terbagi atas air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air tanah dalam
terdapat setelah lapis rapat air yang pertama dalam suatu kedalaman biasanya
antara 100-300 m. Sedangkan air tanah dangkal berada hingga kedalaman 15
m.
Air tanah pada umumnya memiliki kualitas yang baik, akan tetapi
banyak tergantung kepada sifat lapisan tanahnya, apabila kondisi sanitasi
lingkungan sangat rendah maka banyak tercemar oleh bakteri. Apabila
berdekatan dengan industri dengan beban pencemaran tinggi dan tidak
memiliki sistem pengendalian pencemaran air maka akan terpengaruh
rembesan pencemaran.
c. Air Hujan
Air hujan adalah air yang menguap karena panas dan mengembara di
udara kemudian mengembun serta jatuh ke bumi berupa air hujan (Winarno,
1986: 25). Pada saat mengembara di udara, uap air dapat melarutkan gas-gas
7
oksigen, nitrogen, karbondioksida, debu dan senyawa lain. Oleh karena itu,
kualitas air hujan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya.
Air hujan yang jatuh ke bumi dan menjadi air permukaan biasanya
memiliki kadar bahan-bahan terlarut atau unsur hara yang sangat sedikit. Air
hujan biasanya bersifat asam, dengan nilai pH sekitar 4,2. Hal ini disebabkan
air hujan melarutkan gas-gas yang terdapat di atmosfer, misalnya gas
karbondioksida (CO2), sulfur (S), dan nitrogen oksida (NO2) yang dapat
membentuk asam lemah. Setelah jatuh ke permukaan bumi, air hujan
mengalami kontak dengan tanah dan melarutkan bahan-bahan yang terkandung
di dalam tanah.
Pada beberapa daerah yang tidak memiliki cukup sumber air
permukaan maupun sumber air tanah, maka air hujan dapat digunakan sumber
air baku untuk keperluan rumah tangga. Pemanfaatan air hujan guna
penyediaan air bersih dapat dilakukan dengan cara membuat bak
penampungan. Namun, sumber air hujan tidak dapat dipastikan dan diatur
perolehannya karena tergantung curah hujan daerah tersebut.
3. Polusi Air
Polusi atau pencemaran air adalah segala sesuatu yang masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air oleh
kegiatan manusia atau proses alami, sehingga kualitas air turun sampai tingkat
tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukkannya (Srikandi, 1992: 15). Air yang tersebar di alam
tidak pernah dalam keadan murni, tetapi bukan berarti semua air sudah terpolusi.
Ciri-ciri air yang terpolusi bervariasi tergantung dari jenis air dan
polutannya atau komponen yang mengakibatkan polusi. Berdasarkan sifatnya,
polutan air dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, antara lain:
a. Padatan
Berdasarkan besar partikelnya, menurut Srikandi ( 1992: 25-27) polusi
padatan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
8
1) Padatan terendap
Padatan terendap atau biasa disebut sedimen adalah padatan yang
dapat langsung mengendap jika air didiamkan selama beberapa waktu.
Padatan terendap biasanya berupa pasir dan lumpur.
2) Padatan tersuspensi
Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan
yang tidak terlarut dan tidak dapat diendapkan secara langsung. Padatan
tersuspensi memiliki ukuran yang lebih kecil dari padatan sedimen, seperti
tanah liat dan bahan-bahan organik tertentu.
3) Padatan terlarut
Padatan terlarut adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran
lebih kecil dari pada padatan tersuspensi. Padatan terlarut berupa senyawa-
senyawa orgaik dan anorganik, mineral dan garam-garam yang terlarut
dalam air, seperti merkuri (Hg), timbal (Pb) serta garam-garam kalsium dan
magnesium yang mempengaruhi kesadahan air.
b. Mikroorganisme
Air dapat merupakan medium pembawa mikroorganisme yang
berbahaya bagi kesehatan. Patogen yang sering ditemukan dalam air terutama
adalah bakteri-bakteri penyebab infeksi saluran pencenaan seperti Vibrio
cholerae penyebab penyakit koler, Shigella dysentriae penyebab penyakit
disentri, dan Salmonella thyposa penyebab penyakit tifus (Srikandi 1992: 39).
Selain itu, pencemar air yang lain akibat aktivitas manusia diantaranya
limbah deterjen, pestisida dan limbah radioaktif.
4. Syarat Air Minum
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang
Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air, menyebutkan bahwa air minum
adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum. Kualitas air minum harus memenuhi syarat kesehatan yang meliputi
9
persyaratan Mikrobiologi, Fisika, Kimia, dan Radioaktif. Daftar persyaratan
kualitas air minum adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Persyaratan kualitas air minum berdasarkan tinjauan fisika
ParameterKadar maksimum
yang diperbolehkan
Keterangan
Bau - Tidak berbauJumlah zat padat terlarut 1000 mg/L -
Kekeruhan 5 NTU -Rasa - Tidak berasaSuhu Suhu udara ±30C -
Warna 15 TCU -Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990
Tabel 2.2 Persyaratan kualitas air minum berdasarkan tinjauan kimia anorganik
ParameterKadar maksimum
yang diperbolehkanKeterangan
Air raksa 0,001 mg/L -Alumunium 0,2 mg/L
Arsan 0,05 mg/L -Bakium 1 mg/L
Besi 0,3 mg/L -Flourida 1,5 mg/L -
Kadmium 0,005 mg/L -Kesadanan (CaCO3) 500 mg/L -
Klorida 250 mg/L -Kronium, valensi 6 0,05 mg/L -
Mangan 0,1 mg/L -Natrium 200 mg/L
Nitrat, sebagai N 10 mg/L -Nitrit, sebagai N 1,0 mg/L -
Perak 0,05 mg/L -Selenium 0,01 mg/L -
Seng 5,0 mg/L -Sianida 0,1 mg/L -Sulfat 400 mg/L -
Sulfida (sebagai H2S) 0,05 mg/LTembaga 1,0 mg/LTimbal 0,05 mg/L -
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990
10
Tabel 2.3 Persyaratan kualitas air minum berdasarkan tinjauan kimia organik
ParameterKadar maksimum
yang diperbolehkanKeterangan
Aldrin & dieldrin 0,0007 mg/L -Benzene 0,001 mg/L -
Benzo (a) pyrene 0,00001 mg/L -Chloroform (total isomer) 0,0003 mg/L -
Chloroform 0,03 mg/L -2.4-D 0,10 mg/L -DDT 0,03 mg/L -
Detergen 0,05 mg/L -1,2-Dichloroethene 0,01 mg/L -1,1- Dichloroethene 0,0003 mg/L -
Heptachlor dan heptachlor epoxide 0,003 mg/L -Hexachlorobenzene 0,00001 mg/L -
Gamma-HCH (Lindane) 0,004 mg/L -Metoxychlor 0,03 mg/L -
Pentachloropenol 0,01 mg/L -Pestisida total 0,10 mg/L -
2,4,6-trichorophenol 0,01 mg/L -Zat organik (KmnO4) 10 mg/L -
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990
Tabel 2.4 Persyaratan kualitas air minum berdasarkan tinjauan mikrobiologik
ParameterKadar maksimum
yang diperbolehkanKeterangan
Total koliform (MPN) 0 tiap ml Bukan air pipaanKoliform tinja belum diperiksa 0 tiap ml Bukan air pipaan
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990
Tabel 2.5 Persyaratan kualitas air minum berdasarkan tinjauan radioaktivitas
ParameterKadar maksimum
yang diperbolehkanKeterangan
Aktivitas alpha (gross alpha activity) 0,1 Bg/L -Aktivitas beta (gross beta activity) 1,0 Bg/L -
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990
Jumlah air minum yang diperlukan untuk rumah tangga sehari-hari
sangat berubah-ubah sehingga sulit diketahui dengan tepat. Menurut Fajar Hadi
(1978) perkiraan keperluan air minum tiap orang per harinya berkisar antara 2,5-5
liter (Winarno, 1986: 18). Bila satu rumah rata-rata terdiri dari 5 anggota keluarga
maka kebutuhan air minum rumah tangga berkisar antara 12,5-25 liter tiap
harinya. Dengan syarat-syarat di atas, dalam penyediaan air minum hendaknya
11
memperhatikan kualitas sertas kuantitas sumbernya. Untuk sumber air yang tidak
memenuhi persyaratan air bersih maupun air minum, maka perlu dilakukan usaha
pengolahan air.
B. Pengolahan Air
Pengolahan air diperlukan untuk mengolah air agar mencapai kualitas air
bersih sebagaimana yang disyaratkan sehingga menjadi siap untuk digunakan
memenuhi kebutuhan air minum. Pengolahan air ada banyak macamnya, mulai
dari pelunakan air sadah, penambahan tawas, elektrolisis hingga pemanfaatan
teknologi membran. Pelunakan air sadah dilakukan dengan cara merebus air
sehingga kandungan kalsium dapat terendapkan. Penambahan tawas dapat
menyerap kotoran yang berupa padatan tersuspensi. Elektrolisis dilakukan dengan
cara mengalirkan arus listrik melalui elektroda-elektroda yang terpasang pada air
baku. Sedangkan pengolahan air menggunakan teknologi membran dilakukan
dengan melewatkan air baku melalui pori-pori membran agar terjadi penyaringan
secara selektif.
Teknologi membran merupakan teknologi pengolahan air yang sedang
berkembang dewasa ini. Eryan (2004) menjelaskan bahwa, keunggulan
penggunaan teknologi membran dibandingkan dengan proses pengolahan air yang
lain ialah terjadi penghematan energi karena pemisahan dilakukan pada suhu
kamar, lebih bersih, dan ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan
kimia. Selain itu proses penggunaan membran dapat dengan mudah dipasang
secara cepat dan tidak membutuhkan ruangan yang luas (Andriansyah, 2005: 1).
Oleh karena itu roses pengolahan air dengan menggunakan membran merupakan
salah satu proses pengolahan air yang mudah dan ekonomis.
1. Pengolahan Air Menggunakan Teknologi
Membran
Membran menurut Scott dan Hughes (1996) adalah lapisan
semipermeabel berupa padatan polimer tipis yang menahan pergerakan bahan
tertentu. Menurut Osada dan Nakagawa (1992), membran merupakan lapisan
semipermeabel yang tipis dan dapat digunakan untuk memisahkan dua komponen
12
dengan cara menahan dan melewatkan komponen tertentu melalui pori–pori.
Sedangkan menurut Eryan (2004), membran adalah lapisan tipis dari suatu
material berpori (porous material) yang dapat digunakan untuk beberapa proses
pemisahan (Andriansyah, 2005: 3).
Berdasarkan morfologinya, membran dibagi menjadi dua yaitu membran
asimetrik dan membran simetrik. Mallevialle et.al (1996) menyatakan bahwa
membran simetrik merupakan membran yang memiliki morfologi homogen,
sedangkan membran asimetrik merupakan membran yang memiliki morfologi
pada bagian atas berbeda dengan yang di bawah (Andriansyah, 2005: 3).
Membran semipermeabel pada umumnya mempunyai struktur asimetrik
berbentuk kapiler yang merupakan lapisan semipermeabel yang bersifat selektif
yang dapat menahan dan melewatkan pergerakan bahan tertentu. Ada beberapa
macam teknologi membran yang dapat digunakan untuk mengolah air, antara lain:
a. Membran Mikrofiltrasi
Membran mikrofiltrasi merupakan membran yang digunakan untuk
pemisahan partikel berukuran micron atau submicron. Menurut Brocks (1983)
yang dikutip dari Andriansyah (2005: 4) membran mikrofiltrasi berfungsi
untuk menyaring partikel berukuran 0,10–10,00 µm. Bahan membran ini dapat
berupa katun, wool, rayon, selulosa, fiberglass, polypropilen, akrilik, nilon,
asbes, ester-ester selulosa, polimer hidrokarbon terfluorinasi.
b. Membran Ultrafiltrasi
Membran ultrafiltrasi merupakan membran yang digunakan untuk
menghilangkan berbagai zat terlarut dengan berat molekul tinggi, aneka koloid,
mikroba sampai padatan tersuspensi dari air larutan. Menurut Brocks (1983)
yang dikutip dari Andriansyah (2005: 4) membran ultrafiltrasi berfungsi untuk
menyaring partikel berukuran 0,01–0,100 µm. Membran ultrafiltrasi dibuat
dengan mencetak polimer selulosa acetate (CA) sebagai lembaran tipis tetapi
sayangnya dapat dirusak oleh bakteri dan zat kimia, rentan pH. Adapula
membrane dibuat dari polimer polisulfon, akrilik, polikarbonat, PVC,
13
poliamida, piliviniliden fluoride, kopolimer AN-VC, poliasetal, poliakrilat,
kompleks polielektrolit, PVA ikat silang.
c. Membran Nanofiltrasi
Proses nanofiltrasi merejeksi kesadahan, menghilangkan bakteri dan
virus, menghilangkan warna karena zat organik tanpa menghasilkan zat kimia
berbahaya seperti hidrokarbon terklorinisasi. Nanofiltrasi cocok bagi air
padatan total terlarut rendah, dilunakkan dan dihilangkan organiknya.
Formulasi dasarnya mirip reverse osmosis tetapi mekanisme operasionalnya
mirip ultrafiltrasi. Menurut Brocks (1983) yang dikutip dari Andriansyah
(2005: 4) membran nanofiltrasi berfungsi untuk menyaring partikel berukuran
0,001–0,010 µm.
d. Membran Reverse Osmosis
Membran reverse osmosis berfungsi menyaring garam–garam atau
partikel berukuran 0.0001 –0. 0010 µm. Membran RO dibuat dari berbagai
bahan seperti selulosa asetat (CA), poliamida (PA), poliamida aromatis,
polieteramida,polieteramina, polieterurea, polifelilene oksida, polifenilen
bibenzimidazol,dsb.
Osada & Kagawa (1992) menjelaskan bahwa kinerja atau effisiensi
membran ditentukan oleh dua parameter utama yaitu, nilai fluks dan rejeksi
(Andriansyah, 2005: 3). Fluks adalah jumlah permeat yang dihasilkan pada
operasi membran tiap satuan luas permukaan membran tiap satuan waktu. Secara
umum fluks dapat dinyatakan sebagai berikut:
(1)
di mana N merupakan fluks volume permeat dengan satuan liter/m².jam, V
merupakan volume permeat yang tertampung dengan satuan liter, A merupakan
luas permukaan membran dengan satuan m² dan t merupakan waktu dengan
satuan jam. Persamaan di atas kemudian diturunkan terhadap tekanan operasi
sehingga diperoleh permeabilitas membran (K) dengan persamaan
14
(2)
(Luqman, 2010: 39)
Rejeksi suatu membran merupakan ukuran kemampuan suatu membran
menahan atau melewatkan suatu molekul. Rejeksi membran tergantung pada
interaksi antar permukaan dengan molekul, ukuran molekul, dan ukuran pori
membran. Nilai rejeksi suatu zat padat terlarut dinyatakan sebagai berikut:
R (%) = (1 – ) x 100% (3)
(Susanto, 2009: 205)
di mana R merupakan rejeksi membran, Cpermeat merupakan konsentrasi partikel
dalam permeat dan Cumpan merupakan konsentrasi partikel dalam larutan umpan.
Nilai rejeksi membran bervariasi antara 0% – 100%. Nilai rejeksi membran 100%
artinya terjadi pemisahan sempurna, dalam hal ini membran semipermeabel ideal
sedangkan nilai rejeksi membran 0% berarti partikel semua lolos dari membran.
Tabel 2.6 Kisaran fluks dan tekanan operasi berbagai jenis membran
Jenis MembranKisaran Tekanan
OperasiKisaran Fluks
Mikrofiltrasi 1.104–2,0.105 Pa >50 L/m2.jamUltrafiltrasi 2,0.105 –5,0. 105 Pa 10–50 L/m2.jamNanofiltrasi 5,0. 105 –2,0. 106 Pa 1.4–12 L/m2.jam
Reverse osmosis 106 –107 Pa 0.05 –1.4 L/m2.jamSumber: Mulder (1996) dikutip dari (Andriansyah, 2005: 5).
Pemilihan sistem reverse osmosis sebagai metode pengolahan air karena
sistem reverse osmosis dapat memisahkan komponen-komponen yang tidak
diinginkan. Menurut Ariyanti & Widiasa (2011: 193) sistem reverse osmosis
dapat memisahkan air dengan komponen organik, non organik, bakteri, virus,
partikulat, ion atau garam terlarut serta memiliki pori paling kecil dibandingkan
membran-membran yang lain yaitu 0.0001 µm.
2. Reverse Osmosis sebagai Sistem Pengolahan Air
a. Pengertian Osmosis
15
Gejala osmosis merupakan fenomena pencapaian kesetimbangan
antara dua larutan yang memiliki perbedaan konsentrasi zat terlarut, dimana
kedua larutan ini berada pada satu bejana dan dipisahkan oleh lapisan
semipermeabel. Kesetimbangan terjadi akibat perpindahan pelarut dari larutan
yang memiliki konsentrasi zat terlarut rendah ke larutan yang memiliki
konsentrasi zat terlarut tinggi (Ariyanti & Widiasa, 2011: 193). Sedangkan
besarnya tekanan osmosis menurut Atkins (2006: 187) sebanding dengan
tekanan yang harus diberikan kepada larutan agar alirannya akibat gejala
osomosis dapat berhenti.
Gambar 2.1 Kesetimbangan tekanan osmosis π antara pelarut murni A pada satu sisi membran semipermeabel, dengan larutan A* pada sisi lain membran
(Atkins, 2006: 187).
Pada sisi pelarut murni, potensial kimia pelarut pada tekanan P adalah
πA*(P). Pada sisi larutan, potensial kimia diturunkan dengan adanya zat terlarut
sebanyak fraksi mol xA, tetapi dinaikkan karena tekanan lebih besar P + π yang
dialami larutan itu. Pada kesetimbangan, kedua belah sisi tekanan harus sama,
sehingga:
(4)
karena adanya zat terlarut, maka
(5)
sedangkan besarnya efek tekanan
(6)
dari persamaan (4), (5), dan (6) diperoleh
))
P P + π
Membran
16
(7)
(Atkins, 2006: 187)
Untuk larutan encer, ln XA dapat digantikan dengan ln (1-XB) ≈ -XB
dengan Vm merupakan konstanta dari fungsi tekanan, sehingga menghasilkan
(8)
(Atkins, 2006: 187)
jika larutan itu encer, XB ≈ dan Vm = dengan V volume total pelarut, maka persamaan (8) disederhanakan menjadi persamaan
Van’t Hoff
(9)
Besarnya tekanan osmosis tersebut tergantung dari temperatur air, dan
konsentrasi garam yang dapat terlarut dalam air. Karena nB/V = CB, yaitu
konsentrasi molar zat terlarut. Besarnya tekanan osmosis dapat disederhanakan
sebagai berikut:
(10)
(Atkins, 2006: 188)
dengan π adalah tekanan osmotik (Pa), C adalah konsentrasi molar total zat
terlarut (Molar), R adalah konstanta gas ideal, dan T adalah suhu larutan
(Kelvin).
b. Prinsip Kerja Reverse Osmosis
Supaya terjadi reverse osmosis, larutan harus mengalir dari
konsentrasi tinggi ke sisi larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah
sehingga diperlukan suatu tekanan operasi yang diberikan pada larutan agar
proses penyaringan dapat terjadi. Dengan tekanan operasi tertentu maka akan
dihasilkan aliran akibat perbedaan tekanan dari dalam ke luar dinding membran
dengan arah yang melintasi permukaan membran.
Ariyanti & Widiasa menyatakan bahwa prinsip dasar reverse
osmosis adalah memberi tekanan hidrostatik yang melebihi tekanan osmosis
17
larutan sehingga pelarut dalam hal ini air dapat berpindah dari larutan yang
memiliki konsentrasi zat terlarut tinggi ke larutan yang memiliki konsentrasi
zat terlarut rendah (2011: 193). Prinsip kerja reverse osmosis ditunjukkan oleh
Gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Skema fenomena osmosis dan reverse osmosis (Ariyanti & Widiasa, 2011: 193)
Menurut Mallevialle et. al. (1996), pada dasarnya operasi pemisahan
menggunakan membran reverse osmosis adalah memisahkan bagian tertentu
dari air umpan (feed) menjadi rentetat (larutan yang tidak tersaring) dan
permeat (larutan yang telah tersaring) (Andriansyah, 2005: 6). Pemisahan
bahan bukan berdasarkan ukuran molekul tetapi berdasarkan solution diffusion.
Menurut Ariyanti & Widiasa (2011: 194) teori solution diffusion
mengasumsikan bahwa baik zat terlarut (garam) maupun pelarut (air) terlarut
Membransemipermeabel
C1 C2
C1 < C2
π1 < π2
π = Tekanan Osmotik
Membransemipermeabel
C1 C2
Reverse OsmosisC1 << C2
π1 << π2
π = Tekanan Osmotik
P > π
Membransemipermeabel
C1 C2
Saat kesetimbangan(osmosis)
C1 = C2
π1 = π2
π = Tekanan Osmotik
18
secara homogen pada permukaan membran dan masing-masing akan berdifusi
melewati membran.
Difusi merupakan peristiwa transfer materi melalui materi lain
(Sudirham & Utari, 2009: 1). Fenomena difusi pada membran reverse osmosis
dijelaskan berdasarkan hukum Fick. Dalam keadaan mantap, Fick menyatakan
bahwa fluks aliran berbanding lurus dengan gradien konsentrasi (perubahan
konsentrasi tiap satuan panjang). Persamaan fluks materi yang berdifusi ( J )
dituliskan sebagai berikut:
(11)
(Alonso & Finn, 1994: 358)
D adalah koefisien difusi, adalah gradien konsentrasi dalam keadaan mantap
di mana C0 dan C bernilai konstan. Persamaan (11) ini disebut Hukum Fick
Pertama. Difusi dalam keadaan mantap digambarkan pada gambar 2.3 di
bawah ini.
Gambar 2.3 Fenomena difusi dalam keadaan mantap
Fenomena difusi seringkali lebih rumit dibandingkan persamaan yang
telah ada. Peristiwa yang lebih umum terjadi adalah peristiwa transien dimana
konsentrasi berubah terhadap waktu. Difusi dalam keadaan transien
digambarkan sebagai berikut
19
Gambar 2.4 Fenomena difusi dalam keadaan transien
Dengan menggabungkan hukum Fick pertama dengan prinsip kekekalan
molekul akan menghasilkan perubahan konsentrasi terhadap waktu.
Jumlah partikel pada saat tertentu adalah
(12)
Kemudian persamaan (12) diturunkan terhadap waktu diperoleh
(13)
Persamaan (13) di atas merupakan laju penimbunan yang besarnya juga
sebanding selisih antara fluks yang masuk di xo dan fluks yang keluar di x dan
luas membran. Sehingga diperoleh persamaan
(14)
Dari persamaan (11) dan (14) diperoleh persamaan
(15)
(Alonso & Finn, 1994: 358)
Persamaan (15) di atas merupakan hukum Fick II yang menyatakan bahwa laju
perubahan konsentrasi sebanding dengan turunan kedua konsentrasi terhadap
panjang. Penyelesaian persamaan (15) di atas dapat dilihat pada lampiran 1.
Suatu fenomena umum yang sering ditemukan dalam suatu proses
pemisahan dengan membran reverse omosis, yaitu apabila fluks membran
besar maka rejeksi akan rendah, demikian pula sebaliknya jika rejeksi tinggi
20
maka fluks juga akan rendah. Menurut Hartomo & Widiatmoko (1994: 147)
fluks nyata sering lebih kecil dari prakiraan akibat polarisasi konsentrasi, pada
saat penyaringan air melewati membran sedangkan garam yang tertinggal
memekat di dekat membran. Oleh karenanya, terjadi polarisasi konsentrasi
yang mengakibatkan efisiensi membran merosot pelan-pelan seiring
menebalnya lapisan garam tersebut.
Gambar 2.5 Skema peristiwa polarisasi konsentrasi
Perbedaan konsentrasi penetran yang terjadi di fasa ruah C1 dengan di
permukaan C2 akan menghasilkan difusi balik umpan dari permukaan membran
ke fasa ruah. Namun, setelah beberapa waktu keadaan mantap akan tercapai
dengan tebal polarisasi tetap (Hartomo & Widiatmoko, 1994: 147). Untuk
menghindari terbentuk lapisan pada permukaan membran berupa polarisasi
konsentrasi, digunakan proses dengan menggunakan metode pengaliran air
umpan secara cross–flow.
Pengaliran secara cross-flow dilakukan dengan cara mengalirkan air
umpan sejajar melalui suatu membran dengan hanya sebagian saja yang
melewati pori membran untuk memproduksi permeat. Partikel atau padatan
tersuspensi pada permukaan membran akan tersapu oleh kecepatan aliran
umpan. Sebagian aliran air umpan akan melewati permukaan membran
sehingga larutan, koloid, dan padatan tersuspensi yang tertahan oleh membran
akan terus terbawa menjadi aliran balik atau rentetat. Prinsip cross–flow
filtration pada membran dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini
21
Gambar 2.6 Prinsip Cross-Flow Filtration (Andriansyah, 2005: 6)
c. Pembuatan Membran Reverse Osmosis
Terdapat dua jenis polimer yang dapat digunakan sebagai membran
reverse osmosis, yaitu selulosa asetat dan komposit poliamida. Kedua jenis
material membran ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan seperti yang
terlihat pada tabel berikut:
Tabel 2.7 Jenis membran reverse osmosis dan perbedaannya
BatasanMembran
selulosa asetatMembran
komposit poliamidapH 2-8 2-11
Temperatur 500C-3000C 500C-5000CKetahanan pada serangan bakteri Lemah Sangat kuat
Ketahanan pada klorin 0-1 ppm 0-0.1 ppmRejeksi terhadap garam saat 60 psi 85-92% 94-98%Rejeksi terhadap nitrat saat 60 psi 30-50% 70-90%
Sumber: Ariyanti & Widiasa (2011: 194)
Pembuatan membran dapat dilakukan dengan metode dry/wet phase
inversion dengan mengubah fasa polimer dari fasa cair menjadi padatan dengan
dilakukan pengepresan dan penguapan. Untuk menambah kinerja membran, zat
aditif sering ditambahkan ke dalam larutan polimer. Menurut Ahmad (2005)
yang dikutip dari Supriyadi (2013: 96), penambahan zat aditif dapat mengubah
sifat membran dan meningkatkan kinerja membran serta mempengaruhi jumlah
dan ukuran pori membran yang dihasilkan. Salah satu jenis aditif yang sering
digunakan adalah polietilen glikol (PEG). Sedangkan menurut Kim (2001)
yang dikutip dari Supriyadi (2013: 96), menjelaskan bahwa adanya pemanasan
22
dalam pembuatan membran menghasilkan membran yang memiliki fluks lebih
rendah tetapi memilikis selektivitas yang lebih tinggi.
C. Proses Pengolahan Air dan Instalasi Alat Sistem Reverse Osmosis
1. Proses Pengolahan Air Sistem Reverse Osmosis
Proses pengolahan air menggunakan sistem reverse osmosis pada
umumnya terdiri dari 3 proses, yaitu :
a. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Kualitas air umpan yang digunakan sangat berpengaruh terhadap
kualitas permeat yang akan dihasilkan. Air umpan yang akan masuk ke dalam
membran reverse osmosis harus mempunyai persyaratan tertentu, antara lain
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.8 Standar kualitas air untuk air umpan unit reverse osmosis
Parameter Kandungan maksimal
WarnaBau
KekeruhanBesi
ManganKhlorida
Bahan organikTDS
100 TCURelatif
20 NTU2,0 mg/L1,3 mg/L
4000 mg/L40 mg/L
12000 mg/L
(Widayat, 2005: 268)
Oleh karena itu, air umpan terlebih dahulu diolah agar sesuai dengan
kondisi membran dengan menghilangkan padatan tersuspensi, menyesuaikan
pH operasi dan menambahkan inhibitor yang disebabkan oleh pengotor.
Pretreatment berfungsi untuk memisahkan padatan-padatan yang
terlarut dalam air umpan seperti partikulat, klorin dan komponen lain. Menurut
Ariyanti & Widiasa (2011: 195), pretreatment biasanya berupa sedimen filter,
karbon aktif, penambahan antiscalant atau kombinasi dari ketiganya. Widayat
(2005: 268) menambahkan bahwa kapasitas total unit pengolahan awal
23
diperlukan air baku tiga kali lipat dari jumlah kebutuhan air minum yang
diinginkan.
b. Pengolahan Lanjutan (Treatment)
Pada tahapan ini dilakukan proses penyaringan dengan membran
reverse osmosis. Air umpan yang sudah diolah pada pengolahan awal
dinaikkan tekanannya dengan pompa sampai tekanan operasi yang diinginkan.
Peningkatan tekanan operasi dapat meningkatkan fluks tetapi menurunkan
rejeksi, sehingga tekanan operasi harus disesuaikan dengan membran dan kadar
garam air umpan. Laju alir akan meningkat seiring peningkatan tekanan, tetapi
tekanan yang besar dapat merusak membran reverse osmosis sehingga
komponen yang semula akan dipisahkan dari air akan terikut sebagai produk.
Mulder (1996) menjelaskan bahwa operasi tekanan pada membran reverse
osmosis berkisar antara 106-107 Pascal pada suhu 21 oC - 35 oC (Andriansyah,
2005). Winduwati (2000), dalam kesimpulannya menjelaskan bahwa agar
memperoleh faktor rejeksi dan fluks permeat yang tinggi, larutan umpan harus
di bawah 40 mg/L dengan tekanan operasi di atas 100 psi atau berkisar di atas
7.105 Pascal.
Penggunaan membran reverse osmosis dapat menghambat jalannya
partikulat dari air umpan yang melewatinya. Namun, karena tidak ada
membran yang memiliki nilai rejeksi 100% sempurna, maka ada sebagian kecil
partikulat yang masih dapat melewati membran. Srikandi (1992: 88)
menyebutkan bahwa proses reverse osmosis dapat mengurangi 90% padatan
dan menghasilkan rekoveri air sebanyak 75%. Menurut Hartomo &
Widiatmoko menyebutkan bahwa reverse osmosis dapat mencapai rejeksi 95-
99% sedangkan rejeksi bakteri, virus dan pirogen dapat mencapai 100%
kecuali jika ada kebocoran atau membran rusak. Sedangkan menurut Widayat
(2005: 270), air hasil olahan lanjutan mempunyai kualitas sebagai air siap
minum dan kandungan jumlah padatan terlarut umumnya lebih kecil dari 150
ppm.
c. Stabilisasi Air
24
Air hasil keluaran kemudian disesuaikan pHnya terlebih dahulu
sebelum dialirkan ke sistem distribusi. Stabilisasi berfungsi untuk
menghilangkan bau, rasa yang tidak diinginkan. Proses ini biasanya
menggunakan karbon aktif yang dengan mudah dapat mengadsorbsi komponen
penyebab bau dan rasa yang tidak diinginkan.
2. Instalasi Reverse Osmosis
Secara sederhana, desain alat pengolahan air sistem reverse osmosis
untuk memenuhi kebutuhan air minum rumah tangga menggunakan tipe Whole
House. Menurut Ariyanti & Widiasa (2011: 194) tipe Whole House didesain
untuk memenuhi kebutuhan air di dalam sebuah rumah tangga, seperti air minum
dan air untuk memasak. Desain alat pengolahan air sistem reverse osmosis
menggunakan tipe Whole House memiliki spesifikasi teknis sebagai berikut:
a. Pompa Air Umpan
Pompa air umpan adalah pompa sentrifugal biasa dengan kapasitas
yang sesuai dengan kapasitas maksimum dari unit pengolah awal (BPPT,
2013).
b. Tangki Pencampur
Tangki pencampur adalah alat untuk mengakomodasikan terjadinya
proses pencampuran antara air umpan dengan bahan kimia KMnO4. Menurut
Widayat (2005: 268) penambahan KMnO4 berfungsi untuk menangkap
kelebihan besi dan mangan atau logam-logam bervalensi dua lainnya.
Konsentrasi KMnO4 yang masuk ke dalam tangki pencampur diatur agar
konsentrasinya sekitar 0,3 ppm.
c. Tangki Penyaring
Air dari tangki pencampur kemudian masuk ke tangki penyaringan
dengan tekanan maksimum sekitar 4 Bar. Alat ini berfungsi menyaring partikel
kasar yang berasal dari air baku dan hasil oksidasi kalium permanganat,
termasuk besi dan mangan. Media penyaring yang digunakan berupa pasir
silika dan terdiri dari 4 ukuran, yaitu dari diameter terbesar 2 - 3 cm, kemudian
25
0,5 - 1 cm, 3 - 5 mm dan yang terkecil 1 - 2 mm. Selain itu, media filter yang
digunakan adalah mangan zeolit (K2Z.MnO.Mn2O7) yang berdiameter sekitar
0,3 - 0,5 mm.
d. Penyaring Karbon Aktif
Unit ini khusus digunakan untuk penghilang bau, warna, logam berat
dan pengotor-pengotor organik lainnya. Media penyaring yang digunakan
adalah karbon aktif granular atau butiran dengan ukuran 1 - 2,5 mm atau resin
sintetis, serta menggunakan juga media pendukung berupa pasir silika pada
bagian dasar (BPPT, 2013).
e. Pompa Tekanan Tinggi (High Pressure Pump)
Pompa Tekanan Tinggi digunakan untuk mengalirkan air dari sistem
penyaringan konvensional ke sistem penyaringan skala molekuler. Untuk
menembus membran reverse osmosis membutuhkan tekanan besar berkisar 20
- 30 bar (BPPT, 2013).
f. Unit Reverse Osmosis
Unit reverse osmosis merupakan jantung dari sistem pengolahan air
secara keseluruhan. Unit ini terdiri dari selaput membran yang digulung secara
spiral (spiral wound) dengan pelindung kerangka luar yang tahan terhadap
tekanan tinggi. Kapasitas tiap unit bermacam-macam tergantung desain yang
diinginkan.
Saat ini banyak instalansi pengolahan air dengan reverse osmosis
menggunakan modulasi membran spiral wound. Menurut Ariyanti & Widiasa
(2011: 194), pada aplikasi reverse osmosis, konfigurasi modul membran yang
digunakan yaitu spiral wound sedangkan konfigurasi yang lain yaitu hollow
fiber, tubular dan plate and frame tidak terlalu banyak digunakan pada aplikasi
reverse osmosis, hanya diaplikasikan pada industri makanan serta sistem
khusus.
26
Gambar 2.7 Modul membran spiral woundSumber: Morales dan Maria (2002) dikutip dari Edward (2009: 2).
Membran dengan modul spiral wound terdiri dari dua lembar
membran datar, spacer umpan dan bahan berpori pengumpul permeat yang
digulung membentuk silinder. Pada bagian tengah silinder terdapat pipa
pengumpul permeat yang berfungsi untuk menampung aliran permeat dan
mengalirkannya sebagai produk. Spacer umpan merupakan suatu penyaring
yang berfungsi untuk meningkatkan turbulensi aliran umpan pada permukaan
membran. Dua lembar membran dan bahan berpori pengumpul permeat
disatukan dengan lem, sedangkan spacer umpan dibiarkan terbuka agar aliran
umpan dapat masuk. Larutan umpan mengalir aksial sepanjang modul dalam
celah yang terbentuk antara spacer dan membran. Skema modul spiral wound
dapat dilihat pada Gambar 2.7 di atas.
Daya tahan membran reverse osmosis sangat tergantung pada proses
pengolahan awal. Jika pengolahan awalnya baik, maka membran dapat tahan
lama. Elemen membran spiral wound yang digunakan untuk skala rumah
tangga memiliki panjang 25-100 cm dengan diameter 5-10 cm (Ariyanti &
Widiasa, 2011: 194).
27
Gambar 2.8 Unit reverse osmosis dengan modul spiral wound (Widayat, 2005: 266).
g. Tangki Penampung Air Olahan
Air hasil pengolahan sistem reverse osmosis ini ditampung pada
tangki penampung air olahan. Jumlah tangki penampung disesuaikan dengan
kebutuhan.
h. Sistem Jaringan Perpipaan
Sistem jaringan perpipaan terdiri dari tiga bagian, yaitu jaringan pipa
masukan, jaringan pipa keluaran, dan jaringan pipa pembuangan. Sistem
jaringan ini dilengkapi dengan keran-keran sesuai dengan ukuran
perpipaan. Pipa terbuat dari bahan PVC yang tahan terhadap tekanan
tinggi. Sedangkan keran yang dipakai adalah keran tahan karat terbuat dari
plastik.
Desain alat dan contoh instalasi pengolahan air sistem reverse osmosis
tipe Whole House dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
28
Gamba 2.9 Desain alat dan contoh instalasi pengolahan air sistem
reverse osmosis tipe Whole House (Ariyanti & Widiasa, 2011: 195).
Sedangkan biaya yang dibutuhkan dalam instalasi maupun pengoperasian
sistem reverse osmosis skala rumah tangga sangat bervariasi. Biaya instalasi
meliputi biaya pembelian membran dan peralatan proses lainnya, serta biaya
operasi yang diperlukan setelah sistem reverse osmosis terpasang dan siap
digunakan. Berikut contoh analisis biaya pengolahan air sistem reverse osmosis.
Tabel 2.9 Contoh analisis biaya pengolahan air sistem reverse osmosis
Macam Biaya Besar BiayaMembran dan peralatan Rp 2.500.000,-
Perawatan Rp 950.000,-/ 3 tahunBiaya operasi Rp 1.604,- /galon
(Ariyanti & Widiasa, 2011: 195)
Top Related