Download - ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Transcript
Page 1: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KOMODITI KOPI

DI SUMATERA UTARA

T E S I S

OLEH

HOTDEN L. NAINGGOLAN 057018011/ EP

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2 0 0 7

Page 2: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN KOMODITI KOPI DI SUMATERA UTARA

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

HOTDEN L. NAINGGOLAN 057018011/ EP

MAGISTER EKONOMI PEMBANGUNAN SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2 0 0 7

Page 3: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Judul Penelitian : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Permintaan Komoditi Kopi Di Sumatera Utara.

Nama : Hotden L. Nainggolan

NIM : 057018011

Program Studi : Ekonomi Pembangunan.

Menyetujui

Komisi Pembimbing :

Dr. Sya’ad Afifuddin, SE., MEc.

Ketua

Drs. Iskandar Syarief, MA Anggota

Ketua Program Studi Direktur, Dr. Murni Daulay, SE., MSi. Prof. Dr. T. Chairun Nisa, B., MSc. Tanggal Lulus : 6 Juli 2007.

Page 4: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TELAH DIUJI PADA

HARI/ TANGGAL : Jumat, 6 Juli 2007

PANITIA PENGUJI TESIS :

KETUA : Dr. Sya’ad Afifuddin, SE., MEc.

ANGGOTA : 1. Drs. Iskandar Syarief, MA.

2. Dr. Murni Daulay, SE., MSi.

3. Drs. Rujiman, MA.

Page 5: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat rahmat dan

karunianya sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan mulai dari perkuliahan pada

Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara, sampai dengan penyusunan tesis ini dengan judul, “Analisis Faktor-

Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Komoditi Kopi Di Sumatera Utara ”.

Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan,

arahan dan saran-saran dari Dosen Komisi Pembimbing, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan banyak terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya khususnya

kepada Bapak Dosen Pembimbing serta Bapak dan Ibu Dosen Penguji atas

bimbingan, pengarahan dan waktunya yang telah diberikan kepada penulis mulai dari

penulisan proposal hingga penulisan tesis ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis mulai dari perkuliahan

hingga pada penyusunan tesis ini, yaitu kepada :

1. Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K), Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, Wakil Direktur I Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Page 6: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

4. Ibu Dr. Murni Daulay, SE., MSi, Ketua Program Studi Magister Ekonomi

Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Sya’ad Afifuddin, SE.,MEc, Sekretaris Program Studi Magister

Ekonomi Pembangunan selaku ketua Komisi Pembimbing atas arahan dan

bimbingannya selama masa perkuliahan hingga penulisan tesis ini

6. Bapak Drs. Iskandar Syarief, MA sebagai anggota Komisi Pembimbing yang

telah banyak meluangkan waktunya dan memberikan pemikiran, bimbingan dan

arahannya selama masa perkuliahan hingga pada penulisan tesis ini.

7. Bapak Drs. Rujiman, MA, dan Ibu Dr. Murni Daulay, SE, MSi, sebagai

pembanding yang telah banyak memberikan saran-saran perbaikan dalam

penyusunan tesis ini.

8. Para Bapak dan ibu Dosen serta Pegawai Administrasi Program Studi Magister

Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

9. Bapak Dr. Ir. Jongkers Tampubolon, MSc, Rektor Universitas HKBP

Nommensen Medan yang telah memberikan dukungan, motivasi dan semangat

bagi penulis mulai dari masa studi ini hingga penulisan tesis ini.

10. Bapak Dr. Ir. Parulian Simanjuntak, MA, Direktur Program Pascasarjana

Universitas HKBP Nommensen Medan.

11. Ibu Dr. Ir. Erika Pardede, M.App.Sc, Dekan Fakultas Pertanian Universitas

HKBP Nommensen Medan.

Page 7: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

12. Bapak Ir. Jhondikson Aritonang, MS, Dosen Fakultas Pertanian Universitas

HKBP Nommensen Medan, yang telah memberikan semangat dan dorongan bagi

penulis hingga selesainya penulisan tesis ini.

13. Rekan-rekan Mahasiswa khususnya angkatan IX Program Studi Magister

Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

14. Terimakasih yang tak terhingga secara khusus penulis sampaikan kepada Ibunda

S. br. Siringo-ringo di Janji Pusuk Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang

Hasundutan yang senantiasa mendoakan, memberi semangat dan bantuan moril

dan materil kepada penulis dan Ayahanda L. Nainggolan (Alm) atas nasehat dan

arahannya kepada penulis semasa hidupnya. Dan terimakasih yang sedalam-

dalamnya penulis sampaikan kepada Ayah mertua Penulis Pdt. Dr. J. M. Lumban

Tobing, MA dan Ibu mertua Penulis D. br. Simatupang, STh, atas doa dan

perhatian serta bantuan moril maupun materil mulai dari masa studi hingga

penulisan tesis ini.

15. Tak lupa penulis menyampaikan terimakasih kepada Adik-adik penulis, Taruli

Nainggolan, ST, Sutrisno Nainggolan, SH, Blider Nainggolan, SPd, Jubel

Nainggolan, Sanggul Nainggolan dan Sapta Putra Nainggolan atas doa dan

dorongan bagi penulis hingga penulisan tesis ini.

16. Rekan-rekan di PT. Penerbit Erlangga Cabang Medan, yang telah memberikan

semangat dan dorongan bagi penulis dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari.

Page 8: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Ucapan terimakasih yang tak terhingga teristimewa saya sampaikan kepada

Istriku tercinta Ester Maria br. L. Tobing, AMd, yang telah memberikan motivasi,

dorongan, semangat dan pengorbanan yang tulus ikhlas mulai dari masa perkuliahan

sampai penulisan tesis ini, dan terimakasih kepada Putriku tersayang Fidela Inaya

Paskalina br. Nainggolan yang selalu menghibur hati penulis setiap saat.

Tak lupa penulis menghaturkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis

baik moril maupun materil dan Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan

balasan yang berlipat ganda bagi semua pihak yang telah memberikan bantuannya

selama ini.

Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang

diharapkan untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan

tesis ini akan diterima dengan segala kerendahan hati, dan akhir kata semoga tesis ini

bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca yang membutuhkannya.

Medan, Juli 2007.

Penulis

Hotden L. Nainggolan

Page 9: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Hotden Leonardo Nainggolan

2. Agama : Kristen Protestan

3. Tempat/ Tanggal Lahir : Janji Pusuk, 25 Nopember 1976.

4. Pekerjaan : Wiraswasta.

5. Nama Istri : Ester Maria br. L. Tobing, AMd.

6. Anak : Fidela Inaya Paskalina br. Nainggolan

7. Nama Orangtua :

Ayah : L. Nainggolan (Alm).

Ibu : S. br. Siringo-ringo

8. Nama Mertua :

Ayah : Pdt. Dr. J. M. L.Tobing, MA

Ibu : D. br. Simatupang, STh.

9. Pendidikan :

a. SD Negeri No.175788 Janji Pusuk, Kab. Humbahas : Lulus Tahun 1989

b. SMP Negeri Satahi Pusuk, Kab. Humbahas : Lulus Tahun 1992

c. SMA Negeri 1 Balige, Kab. Toba Samosir : Lulus Tahun 1995

d. Fakultas Pertanian Univ. HKBP Nommensen Medan : Lulus Tahun 1999

e. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara : Lulus Tahun 2007

Page 10: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

THE ANALYSIS OF FACTORS INFLUENCING DEMAND FOR COFFEE COMMODITY IN NORTH SUMATERA

HOTDEN L. NAINGGOLAN

057018011

ABSTRACT

This research is aimed to know the factors influencing demand for commodity coffee in North Sumatera. Especially this research is aimed to analyse the influence of domestic coffee price, price expectation of coffee domestic, tea price, sugar price and per capita income on demand for commodity coffee in North Sumatera.

The research used secondary data in the form of time series data in the period 1985-2005, obtained from BPS North Sumatera, Industry and Commerce Department North Sumatera, and the method used is Ordinary Least Squarer Method (OLS).

The result finds that factors which has significant influence on demand of commodity coffee in North Sumatera are domestic coffee price, price expectation of coffee domestic, sugar price and per capita income with significant level 95 percent. The coefficient determination (R2) 96,91 percent. Partially, the result indicates that domestic coffee price have negatively effect on demand of commodity coffee in North Sumatera, tea price have a positively effect on demand of commodity coffee in North Sumatera, sugar price have a negatively effect on demand of commodity coffee in North Sumatera and per capita income both positively having an effect to demand of commodity coffee in North Sumatera, meanwhile price expectation of coffee domestic have an effect on demand of commodity coffee in North Sumatera negatively, it’s meaning if price expectation decrease hence demand of commodity coffee by consumer will increase.

According to result finding the research suggested that by all farmers coffee in North Sumatera try to increase product and remain holding the quality of coffee. The Government of Province North Sumatera require to assist all coffee farmers by giving incentive weather is in the form of capital loan or providing of facilities in order to increase the coffee product in North Sumatera, so it can expand in domestic market even penetrate exporting market.

Keyword : domestic coffee price, tea price, sugar price, per capita income, coffee

demand.

Page 11: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KOMODITI KOPI

DI SUMATERA UTARA

HOTDEN L. NAINGGOLAN 057018011

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Secara khusus bertujuan untuk menganalisis pengaruh harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga teh, harga gula dan pendapatan perkapita terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series tahun 1985–2005, yang bersumber dari BPS Sumatera Utara, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara dan dianalisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Squarer (OLS) dengan menggunakan Model Koyck (model ekspektasi). Berdasarkan hasil estimasi, penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara ialah harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga gula dan pendapatan perkapita pada tingkat kepercayaan 95% dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 96,91%. Secara parsial hasil analisis menunjukkan bahwa harga kopi domestik berpengaruh negatif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, harga teh (barang substitusi) berpengaruh positif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, harga gula (barang komplementer) berpengaruh negatif terhadap permintaan komoditit kopi di Sumatera Utara dan pendapatan perkapita berpengaruh positif terhadap permintaan komoditi kopi Sumatera Utara, sementara itu harga ekspektasi kopi domestik berpengaruh negatif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, artinya jika harga ekspektasi turun maka permintaan komoditi kopi oleh konsumen akan meningkat. Sesuai dengan hasil penelitian tersebut disarankan agar para petani kopi di Sumatera Utara berusaha meningkatkan produksi dan tetap menjaga kualitas kopi yang dihasilkan. Pemerintah Propinsi Sumatera Utara perlu membantu para petani kopi dengan memberikan insentif (rangsangan) apakah berupa pinjaman modal atau penyediaan sarana dan prasarana dalam upaya peningkatan produksi kopi di Sumatera Utara, sehingga mampu menguasai pasar domestik bahkan menembus pasar ekspor (luar negeri). Kata Kunci : harga kopi domestik, harga teh, harga gula, pendapatan perkapita,

permintaan kopi.

Page 12: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vii

ABSTRAK ...................................................................................................... ix

DAFTAR ISI................................................................................................... x

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii

DAFTAR GRAFIK ........................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xvi

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang. ....................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah. ............................................................... 10

1.3. Tujuan Penelitian. ................................................................... 10

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................ . 11

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 12

2.1. Teori Permintaan. ................................................................... 12

2.2. Teori Konsumen. ..................................................................... 18

2.3. Konsepsi Elastisitas. ................................................................ 21

2.4. Komoditi Kopi dan Aspek Ekonomisnya................................ 24

2.5 Penelitian Sebelumnya. ........................................................... 30

2.6 Kerangka Pemikiran. ............................................................... 33

2.7 Hipotesis Penelitian. ................................................................ 36

BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 37

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 37

3.2. Jenis dan Sumber Data. ........................................................... 37

3.3. Metode Analisis Data. ............................................................ 37

3.4. Model Analisis......................................................................... 38

Page 13: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

3.5. Variabel Penelitian. ................................................................. 38

3.6. Uji Kesesuaian (test of goodness of fit). ................................. 39

3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik........................................... 39

3.7.1. ..............................................................................Normalit

as. ................................................................................ 40

3.7.2. ..............................................................................Uji

Multikolinieritas ......................................................... 40

3.7.3. ..............................................................................Uji

Autokorelasi................................................................ 41

3.8. Batasan Operasional. ............................................................... 42

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ..................................................... 43

4.1. Perkembangan Permintaan Kopi di Sumatera Utara............... 43

4.2. Perkembangan Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan

Harga Gula di Sumatera Utara ............................................. .. 45

4.3. Perkembangan Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara ...... 48

4.4. Pembahasan............................................................................. 49

4.4.1. Hasil Estimasi Dengan Menggunakan OLS................ 49

4.4.2. Analisis Permintaan Kopi di Sumatera Utara ............ 51

4.2.2.1. Harga Kopi Domestik .................................... 52

4.2.2.2. Harga Teh....................................................... 53

4.2.2.3. Harga Gula ..................................................... 54

4.2.2.4. Pendapatan Perkapita ..................................... 55

4.5. Elastisitas................................................................................. 55

4.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ......................................... 57

4.6.1. Uji Normalitas. ............................................................ 57

4.6.2. Uji Multikolinearitas. .................................................. 58

4.6.3. Uji Autokorelasi. ......................................................... 60

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 61

5.1. Kesimpulan............................................................................. 61

Page 14: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

5.2. Saran. ...................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 63

LAMPIRAN.................................................................................................... 66

DAFTAR TABEL

Nomor Judul halaman Tabel 1.1. Pendapatan Perkapita Sumatera Utara Tahun 2000 – 2005........... 3 Tabel 1.2. Luas Lahan dan Produksi Teh Sumatera Utara Tahun 2000 – 2005. ........................................................................ 4 Tabel 1.3. Luas Lahan dan Produksi Kopi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2005. ........................................................................ 8 Tabel 4.1. Permintaan Komoditi Kopi Di Sumatera Utara tahun 1985 – 2005 44 Tabel 4.2. Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula Di Sumatera Utara tahun 1985 – 2005........................................... 46 Tabel 4.3. Pendapatan Perkapita dan Jumlah Penduduk Di Sumatera Utara tahun 1985 – 2005........................................... 48 Tabel 4.4. Hasil Estimasi Uji Multikolinearity (Koefisien Korelasi parsial). 59 Tabel 4.5. Uji Autokorelasi pada Hasil Estimasi permintaan Komoditi Kopi di Sumatera Utara ................................................................. 60

Page 15: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul halaman Gambar 1. Kerangka pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Komoditi Kopi di Sumatera Utara .............................. 36

Page 16: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

DAFTAR GRAFIK

Nomor Judul halaman Grafik 1. Hasil Estimasi Jerque Bera Normality Test Permintaan Kopi di Sumatera Utara.................................................................................. 58

Page 17: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul halaman Lampiran 1 : Data Permintaan Kopi, Harga Kopi Domestik, Harga Teh, Harga Gula dan Pendapatan Perkapita Sumatera Utara ............ 66 Lampiran 2: Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara simultan........................................... 67 Lampiran 3: Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara Parsial.............................................. 68 Lampiran 4: Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara Parsial.............................................. 69 Lampiran 5: Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara Parsial.............................................. 70 Lampiran 6: Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara Parsial.............................................. 71 Lampiran 7: Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara Parsial.............................................. 72 Lampiran 8: JB Test Model Koyck (Model Ekspektasi).................................. 73 Lampiran 9: LM Test Model Koyck (Model Ekspektasi). ............................... 74

Page 18: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

DAFTAR SINGKATAN

BPS : Badan Pusat Statistik. I : Income. MU : Marginal Utilitas. OLS : Ordinary Least Squarer. P : Pasar. PCD : Price Coffee Domestic. PCDE : Price Coffee Domestic Expectation. PDRB : Product Domestic Bruto. PR : Perkebunan Rakyat. PS : Price Sugar. PT : Price Tea.

Page 19: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

BAB I PENDAHULUAN

1.5. Latar Belakang.

Indonesia yang berada pada ekosistem tropis dan terletak pada ketinggian 500

m dari permukaan laut, memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity) yang

tergolong kaya didunia. Dengan kondisi yang demikian maka hampir semua produk

hayati yang ada di dunia dapat dihasilkan di Indonesia, dengan perkataan lain

Indonesia memiliki keunggulan komperatif (comperative advantage) pada produk-

produk hayati (Saragih, 1999). Atas pertimbangan prinsip keuntungan komperative

tersebut, memungkinkan untuk dikembangkannya sektor agroindustri yang mencakup

industri hulu dan hilir yang mempunyai kaitan langsung dengan sektor pertanian

(Soeharjo, 1991).

Keterkaitan dan ketergantungan antar sektor ekonomi, sangat penting artinya

bagi pengembangan sistem perekonomian wilayah, hal ini disebabkan karena setiap

sektor ekonomi memerlukan input yang diperoleh dari sektor lain seperti sektor

pertanian dan pada saat yang bersamaan sektor tersebut memproduksi sejumlah

output yang dipasarkan pada sektor lainnya.

Pengembangan agroindustri merupakan tindakan yang secara serentak akan

dapat mengembangkan sektor pertanian. Dengan konsep keterkaitan, permintaan

Page 20: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

terhadap hasil pertanian akan meningkat, sebagai akibat berkembangnya agroindustri

maka idealnya lokasi pengembangan agroindustri tersebut ditempatkan di pedesaan,

sesuai dengan prinsip mendekati bahan baku. Disamping karena produk pertanian

sebagai bahan baku agroindustri tersebut umumnya dapat dihasilkan didaerah

pedesaan (Soeharjo, 1991).

Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki

potensi sumber daya alam (SDA) yang beragam terutama pada sektor pertanian dan

perkebunan yang menghasilkan bahan pangan maupun komoditi ekspor. Berdasarkan

data statistik jumlah penduduk Sumatera Utara mencapai 12, 326 juta jiwa (tahun

2005) dan sebagian besar penduduknya tinggal dipedesaan yaitu mencapai 6.659 juta

jiwa atau sekitar 54, 03%, sementara itu jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara

mencapai 14.93 % yang tingkat pendapatannya masih sangat rendah dan terdapat

sekitar 53.73% penduduk Sumatera Utara yang bekerja di sektor pertanian (BPS,

2006). Sehingga untuk memanfaatkan potensi penduduk yang relatif besar tersebut,

industrialisasi pedesaan (agroindustri) saatnya digalakkan, dalam hal ini adalah

industri untuk mengolah bahan dari hasil pertanian setempat (Sari, 2002).

Pada tabel 1.1 dibawah ini dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Sumatera

Utara pada tahun 1996 adalah 10.603.710 jiwa dan mengalami pertambahan pada

tahun 2000 menjadi 11.513.973 jiwa, dengan pendapatan perkapita sebesar Rp.

6.006.103 dan terus mengalami peningkatan menjadi Rp. 7.130.694 pada tahun 2005.

Untuk lebih jelasnya pendapatan perkapita Sumatera Utara disajikan pada tabel

berikut :

Page 21: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Tabel 1.1 . Pendapatan Perkapita dan jumlah penduduk Sumatera Utara Tahun

1996 – 2005.

No Tahun Pendapatan Perkapita (Rp)

Pertumbuhan (%)

Jumlah Penduduk (Jiwa)

1 1996 2,108,670 0.0% 10,603,7102 1997 2,189,128 3.8% 10,513,2593 1998 1,996,987 -8.8% 10,662,4524 1999 2,024,927 1.4% 11,418,3615 2000 6,006,103 196.6% 11,513,9736 2001 6,175,689 2.8% 11,671,7147 2002 6,385,069 3.4% 11,513,9738 2003 6,609,292 3.5% 12,123,3609 2004 6,873,420 4.0% 12,289,45010 2005 7,130,695 3.7% 12,326,678

Sumber : BPS Sumatera Utara, 2006. Pada saat Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997, propinsi

Sumatera Utara juga terkena dampaknya, dan hingga tahun 2000 yang lalu masih

menekan perekonomian secara menyeluruh. Tetapi karena Sumatera Utara memiliki

areal perkebunan yang cukup luas serta terdapatnya agroindustri, walaupun terjadi

krisis ekonomi namun Sumatera Utara masih dapat bertahan hal ini dapat dilihat dari

laju pertumbuhan ekonomi propinsi Sumatera Utara (tanpa migas) yaitu tahun 1997

sebesar 6,88%, tahun 1998 turun menjadi minus 10,99%, tetapi tahun 1999 tumbuh

menjadi 2,66% dan tahun 2001 membaik menjadi 5,23% (Disperindag S.U, 2002).

Secara umum hasil perkebunan yang paling menonjol di Sumatera Utara

adalah; karet, kelapa sawit, tembakau, tebu, teh dan coklat. Komoditi teh merupakan

komoditi unggulan di Sumatera Utara yang juga sangat penting artinya bagi

Page 22: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

kebutuhan masyarakat, dimana teh merupakan barang substitusi dari komoditi kopi.

Pada tabel dibawah ini dapat dilihat luas lahan dan produksi teh di Sumatera Utara

sebagai berikut:

Tabel 1. 2. Luas Lahan dan Produksi Teh Sumatera Utara Tahun 1996– 2005.

No Tahun Luas Lahan Teh (ha)

pertumbuhan (%)

Produksi Teh (Kg)

pertumbuhan (%)

1 1996 10,433.00 0.0% 21,515.00 0.0%2 1997 11,002.00 5.5% 20,987.00 -2.5%3 1998 10,339.00 -6.0% 20,424.00 -2.7%4 1999 11,297.00 9.3% 20,032.00 -1.9%5 2000 11,401.00 0.9% 22,228.00 11.0%6 2001 10,102.00 -11.4% 21,259.00 -4.4%7 2002 8,764.00 -13.2% 78,468.00 269.1%8 2003 8,621.00 -1.6% 73,986.00 -5.7%9 2004 9,311.00 8.0% 73,125.00 -1.2%10 2005 5,396.00 -42.0% 2,542.00 -96.5%

Sumber : BPS Sumatera Utara, 2006

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa luas tanaman teh pada tahun 1996

adalah 10.433 ha, dengan produksi sebesar 21.515 Kg, dan pada tahun 2000 luas

lahan teh menjadi 11,401 ha, dengan produksi sebesar 22.228 Kg. Namun pada tahun

2002 luas lahan tanaman teh di Sumatera Utara berkurang menjadi 8.764 ha, dengan

produksi 78.468 kg dan mengalami peningkatan yang drastis dari tahun sebelumnya.

Dan pada tahun 2005 luas lahan teh di Sumatera Utara mengalami penurunan menjadi

5,396 ha dengan produksi yang menurun menjadi 2.542 Kg.

Disamping itu juga terdapat hasil perkebunan rakyat yang juga mampu

menyumbang bagi devisa negara seperti; kelapa, kemenyan, cengkeh, kayu manis,

kemiri dan kopi. Walaupun komoditi kopi di Sumatera Utara sebagian besar

Page 23: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

merupakan hasil dari perkebunan rakyat namun ternyata kopi mampu menyumbang

bagi devisa yang cukup berarti bagi propinsi Sumatera Utara dan kopi tersebut

termasuk andalan ekspor Sumatera Utara.

Mubyarto (1991), menyebutkan bahwa tahun 1980-an hampir seluruh kopi

Indonesia diproduksi oleh petani kecil. Dan sejak tahun 1986 kopi menjadi komoditas

penting dalam ekspor komoditi pertanian Indonesia. Selanjutnya Mc Stoker (1987),

juga menyatakan bahwa kopi merupakan sumber devisa yang menjanjikan bagi

Indonesia, hal ini setidaknya dapat memberikan gambaran bahwa kalau terjadi krisis

kopi maka banyak petani kopi yang terkena dampaknya.

Secara umum sektor pertanian di Negara berkembang sangat dipengaruhi oleh

kecendrungan globalisasi dan liberalisasi. Dan salah satu komoditas pertanian yang

sangat dipengaruhi oleh pasar global adalah komoditi kopi. Konsumen komoditas

pertanian ini sebagian besar berada di negara maju sedangkan produsennya sebagian

besar berada di negara sedang berkembang (Soekartawi, 2002). Kopi merupakan

komoditas perdagangan global yang penting dan menjadi sumber devisa utama bagi

sejumlah negara yang sedang berkembang. Komoditas ini diyakini sebagai salah satu

cash crops yang penting dan vital bagi kehidupan lebih dari 25 juta petani kopi skala

kecil di negara yang sedang berkembang (Ilyas, 1991).

Jika dilihat secara Nasional tingkat produktivitas kopi per hektarnya di

Indonesia umumnya masih relatif rendah, hal ini dipengaruhi oleh iklim, ekologi,

tanah dan sistem pertanian yang ada sangat mempengaruhi tinggi rendahnya

produktifitas hasil kopi Indonesia (Ilyas, 1991). Dimana produktifitas kopi di

Page 24: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Indonesia hanya rata-rata 500 Kg/ha, sementara negara Brazil bisa menghasilkan 600

Kg/ha, Costarica menghasilkan 1.200 Kg/ha dan Colombia menghasilkan 800 Kg/ha.

Mubyarto (1984), juga menyampaikan bahwa mutu kopi yang dihasilkan oleh

Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang

juga merupakan produsen komoditi kopi, hal ini disebabkan karena di Indonesia

penanganan proses produksinya masih sederhana. Dan sekitar 80% luas areal

tanaman kopi di Indonesia dikelola oleh rakyat (perkebunan rakyat) dan 88,80%

produksi kopi Indonesia berasal dari perkebunan kopi rakyat dengan sistem pertanian,

teknik budidaya, perlakuan dalam proses pasca panen dan kondisi sosial petani kopi

masih relatif sederhana dan bersifat tradisional sehingga menyebabkan mutu kopi

yang dihasilkan petani kita sangat rendah (Mubiyarto, 1984).

Menurut Papas dan Mark Hirshey (1995), bahwa permintaan adalah

merupakan sejumlah barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen selama periode

tertentu berdasarkan situasi dan kondisi tertentu. Mereka juga menyampaikan bahwa

terdapat dua (2) model dasar dalam permintaan, yang pertama adalah permintaan

langsung yang dikenal sebagai teori konsumen dan yang kedua adalah permintaan

turunan yaitu permintaan atas bahan baku sebagai input didalam pembuatan suatu

barang atau jasa yang diminta untuk didistribusikan menjadi produk lainnya

Kopi yang di perdagangkan dipasaran sekarang ini, bukan saja dalam bentuk

tradisional green coffee (biji kopi mentah) yang ditampung oleh para pengolah

roasters, tetapi juga telah siap untuk dikonsumsi dalam bentuk produk turunan.

Produk turunan dari kopi tersebut diantaranya kopi bubuk nescafe, indocafe,

Page 25: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

coffeemix dan capuccino dalam bentuk powder coffee. Kopi selain digunakan sebagai

minuman kenikmatan juga dipergunakan sebagai penyedap berbagai jenis makanan

ringan seperti; tar moka (kue) hingga es krim moka yang sangat disukai oleh

masyarakat, hal ini menyebabkan komoditi kopi menjadi komoditi yang menarik

dalam dunia perdagangan (Spillane, 1991).

Dan pada akhir-akhir ini perkembangan kopi Indonesia sudah mulai

menunjukkan perbaikan, baik dari sisi produksi maupun dari sisi lahan (areal)

tanamannya. Pengelola perkebunan kopi terbesar di Indonesia adalah perkebunan

rakyat (PR) yang luasnya mencapai 94,2% dari total luas tanaman kopi di Indonesia

(Hiraw, 2006). Perkebunan kopi tersebut tersebar diseluruh wilayah Indonesia,

namun hanya beberapa kawasan yang sangat cocok untuk menjadi sentra produksi

kopi seperti Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu serta Sumatera Utara.

Pertumbuhan produksi kopi di Lampung dan Sumatera Utara mencapai 14% per

tahun, sedangkan pertumbuhan luas areal tanaman untuk daerah Lampung mencapai

9,1% dan Sumatera Utara mencapai 4,1%, hal ini menggambarkan bahwa

produktifitas untuk kedua kawasan tersebut sudah mengalami perbaikan (Hiraw,

2006).

Propinsi Sumatera Utara memiliki luas areal kopi 77.720 ha, dengan produksi

berkisar 54,857Kg/ tahun (tahun 2005) dengan produksi rata-rata mencapai 976,19

Kg/ ha (BPS, 2006). Kopi yang ada di Sumatera Utara adalah merupakan tanaman

kopi arabica, yang tersebar pada dataran tinggi antara 700 – 1.300 m diatas

permukaan laut, yaitu di Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten

Page 26: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Tapanuli Selatan. Sedangkan kopi robusta umumnya hidup pada dataran rendah pada

ketinggian dibawah 600 m diatas permukaan laut. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat

luas lahan dan produksi kopi Sumatera Utara pada tahun 1996 – 2005, sebagai

berikut:

Tabel 1. 3. Luas Lahan dan Produksi Kopi Sumatera Utara Tahun 1996 – 2005.

No Tahun Luas Lahan Kopi (ha)

pertumbuhan (%)

Produksi Kopi (Kg)

pertumbuhan (%)

1 1996 59,420 0.0% 28,966.00 0.0%2 1997 60,113 1.2% 25,524.00 -11.9%3 1998 60,134 0.0% 34,019.00 33.3%4 1999 37,381 -37.8% 22,451.00 -34.0%5 2000 62,040 66.0% 38,113.00 69.8%6 2001 61,708 -0.5% 39,198.00 2.8%7 2002 65,469 6.1% 42,973.00 9.6%8 2003 65,152 -0.5% 43,252.00 0.6%9 2004 53,969 -17.2% 43,804.00 1.3%10 2005 77,720 44.0% 54,857.00 25.2%

Sumber : BPS Sumatera Utara, 2006.

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa luas lahan tanaman kopi di Sumatera

Utara pada tahun 1996 adalah 59.420 ha dengan produksi sebesar 28.966 Kg. Dan

pada tahun 2000 luas lahan kopi Sumatera Utara adalah 62,040 ha dengan produksi

sebesar 38.113 Kg dan terus mengalami peningkatan. Dan pada tahun 2005 luas lahan

kopi Sumatera Utara menjadi 77,720 ha dengan total produksi menjadi 54.857 Kg.

Sementara itu nilai ekspor kopi propinsi Sumatera Utara, juga memiliki

peranan penting dalam perekonomian Sumatera Utara, dimana pada tahun 2001

mencapai USD 63.790.788 dengan volume 44.208.475 Kg, atau mampu

menyumbangkan devisa sebesar 2,78% dari total ekspor non-migas propinsi

Page 27: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Sumatera Utara. Sedangkan untuk tahun 2001 secara Nasional ekspor kopi Sumatera

Utara meyumbang devisa sebesar 34,86% dari total ekspor kopi Indonesia sebesar

183.000.000 kg (Disperindag S.U, 2002).

Produktifitas kopi yang dihasilkan di Indonesia secara umum dan Sumatera

Utara secara khusus masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan daerah

penghasil kopi lainnya, hal ini menyebabkan Sumatera Utara masih mendatangkan

komoditi kopi dari luar daerah untuk memenuhi permintaaan masyarakat (kebutuhan

domestik) dan luar negeri (untuk ekspor). Dalam memenuhi permintaan komoditi

kopi tersebut Sumatera Utara mendatangkannya dari daerah Aceh dan daerah lainnya.

Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa komoditi kopi memiliki potensi yang

menjanjikan untuk dikembangkan sebagai komoditi primadona di Sumatera Utara,

dengan demikian akan memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan

kesejahteraan petani kopi di Sumatera Utara, oleh karena itu penelitian ini

dimaksudkan untuk menganalisis permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, maka

penelitian ini berjudul; “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan

komoditi kopi di Sumatera Utara”.

Page 28: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

1.6. Perumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, maka yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Berapa besar pengaruh harga kopi domestik terhadap permintaan komoditi

kopi di Sumatera Utara.

2. Berapa besar pengaruh harga ekspektasi kopi domestik terhadap permintaan

komoditi kopi di Sumatera Utara

3. Berapa besar pengaruh harga teh terhadap permintaan komoditi kopi di

Sumatera Utara.

4. Berapa besar pengaruh harga gula terhadap permintaan komoditi kopi di

Sumatera Utara

5. Berapa besar pengaruh pendapatan perkapita masyarakat terhadap permintaan

komoditi kopi di Sumatera Utara.

1.7. Tujuan Penelitian.

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh harga kopi domestik terhadap

permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh harga ekspektasi kopi domestik

terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.

Page 29: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

3. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh harga teh terhadap permintaan

komoditi kopi di Sumatera Utara.

4. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh harga gula terhadap permintaan

komoditi kopi di Sumatera Utara.

5. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh pendapatan perkapita terhadap

permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.

1.8. Manfaat Penelitian.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi petani dalam rangka pemenuhan permintaan

kopi di Sumatera Utara. Dan sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam

mengambil kebijakan yang berhubungan dengan komoditi kopi di Sumatera

Utara.

2. Untuk menambah kazanah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan

komoditi kopi.

3. Sebagai bahan studi bagi peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian

lanjutan.

Page 30: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Permintaan.

Dari segi ilmu ekonomi pengertian permintaan sedikit berbeda dengan

pengertian yang digunakan sehari-hari. Menurut pengertian sehari-hari, permintaan

diartikan secara absolut yaitu menunjukkan jumlah barang yang dibutuhkan,

sedangkan dari sudut ilmu ekonomi permintaan mempunyai arti apabila didukung

oleh daya beli konsumen yang disebut dengan permintaan efektif. Jika permintaan

hanya didasarkan atas kebutuhan saja dikatakan sebagai permintaan absolut

(Nicholson, 1995).

Kemampuan membeli seseorang tergantung atas dua unsur pokok yaitu,

pendapatan yang dibelanjakan dan harga barang yang dikehendaki. Apabila jumlah

pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh seseorang berubah, maka jumlah barang

yang diminta juga akan berubah. Demikian juga halnya apabila harga barang yang

dikehendaki berubah maka jumlah barang yang dibeli juga akan berubah (Sudarsono,

1990).

Terdapat dua model dasar permintaan yang berkaitan dengan harga, pertama

adalah kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang lain yang dapat

digunakan sebagai pengganti terhadap barang yang mengalami kenaikan harga

(substitusi atau komplementer). Bila kenaikan harga suatu barang menyebabkan

permintaan barang lain meningkat (hubungan positif), disebut barang substitusi

(Nicholson, 1995). Apabila harga turun maka orang mengurangi pembelian terhadap

Page 31: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

barang lain dengan menambah pembelian terhadap barang yang mengalami

penurunan harga. Penurunan harga suatu barang menyebabkan penurunan

permintaaan barang-barang substitusinya, dimana barang substitusi adalah barang

yang dapat berfungsi sebagai pengganti barang lain (Nicholson, 1995). Dan bila dua

jenis barang saling melengkapi, penurunan harga salah satunya mengakibatkan

kenaikan permintaan akan yang lainnya dan sebaliknya jika terjadi kenaikan harga

salah satunya akan mengakibatkan penurunan permintaan terhadap barang yang

lainnya. Bila kenaikan harga suatu barang menyebabkan permintaan barang lain

menurun (hubungan negatif), maka disebut barang komplementer (Nicholson, 1995).

Kedua adalah kenaikan harga menyebabkan pendapatan real para pembeli berkurang

(Sukirno, 2002).

Dalam analisis ekonomi diasumsikan bahwa permintaan suatu barang sangat

dipengaruhi oleh harga dari barang itu sendiri (ceteris paribus). Permintaan seseorang

atau masyarakat terhadap suatu barang ditentukan oleh banyak faktor, antara lain;

harga barang itu sendiri, harga barang lain yang mempunyai kaitan erat dengan

barang tersebut, pendapatan masyarakat, cita rasa masyarakat dan jumlah penduduk

maka dapat dikatakan bahwa permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh

banyak variabel (Nicholson, 1991).

Teori permintaan diturunkan dari prilaku konsumen dalam mencapai

kepuasan maksimum dengan memaksimumkan kegunaan yang dibatasi oleh anggaran

yang dimiliki. Hal ini tentu dapat dijelaskan dengan kurva permintaan, yaitu kurva

yang menunjukkan hubungan antara jumlah maksimum dari barang yang dibeli oleh

Page 32: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

konsumen dengan harga alternatif pada waktu tertentu (ceteris paribus), dan pada

harga tertentu orang selalu membeli jumlah yang lebih kecil bila mana hanya jumlah

yang lebih kecil itu yang dapat diperolehnya.

Permintaan terhadap suatu komoditi yang dihasilkan oleh produsen terjadi

karena konsumen bersedia membelinya. Komoditi yang dikonsumsi mempunyai sifat

yang khas sebagaimana yang terdapat dalam faktor produksi. Dan semakin banyak

komoditi tersebut dikonsumsi maka kegunaan komoditi tersebut akan semakin

berkurang dengan demikian pembeli akan lebih banyak membeli komoditi tersebut

jika harga satuanya menjadi lebih rendah (Sugiarto, 2000).

Sudarsono (1990), mengelompokkan kerangka pemikiran Marshall bersifat

parsial karena berdasarkan konsep ceteris paribus dimana permintaan dianggap

sebagai kurva. Sementara itu Leon Walras lebih bersifat general karena memasukkan

semua variabel yang mempengaruhi jumlah barang yang diminta, dan secara

matematis dapat digambarkan dalam bentuk umum sebagai berikut :

Qd = f (Pd, Ps, Pk, ……., Y, e), ….............................................................................(1)

dimana :

Qd : jumlah barang yang diminta

Pd : harga barang yang diminta.

Ps : harga barang substitusi.

Pk : harga barang komplementer.

Y : pendapatan konsumen yang tersedia untuk dibelanjakan.

e : faktor lain yang tidak dibahas.

Page 33: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Sejalan dengan pemikiran Walras, beberapa ahli mengemukakan pendapatnya.

Lipsey, Steiner dan Purvis (1993) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat permintaan (determinant of demand) adalah :

1. Harga komoditi itu sendiri.

2. Rata-rata penghasilan rumah tangga.

3. Harga komoditi yang berkaitan.

4. Selera (teste).

5. Distribusi pendapatan diantara rumah tangga.

6. Besarnya populasi.

Sudarsono (1980), mengatakan bahwa tujuan dari teori permintaan adalah

mempelajari dan menentukan berbagai faktor yang mempengaruhi permintaan.

Faktor-faktor yang dimaksud adalah harga barang itu sendiri, harga barang lainnya

(bersifat substitusi atau komplementer), pendapatan dan selera konsumen. Disamping

variabel-variabel yang disebutkan diatas, maka distribusi pendapatan, jumlah

penduduk, tingkat preferensi konsumen, kebijaksanaan pemerintah, tingkat

permintaan dan pendapatan sebelumnya turut juga mempengaruhi permintaan

terhadap suatu barang.

Sukirno (2002), menyampaikan bahwa permintaan suatu barang fluktuasinya

akan sangat tergantung kepada beberapa faktor antara lain :

1. Perkembangan dan perubahan tingkat kehidupan penduduk. Ketika terjadi

perkembangan tingkat kehidupan yang lebih baik, maka permintaan akan suatu

barang akan meningkat, khususnya barang-barang yang berkualitas.

Page 34: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

2. Perkembangan dan peningkatan pendapatan perkapita penduduk. Ketika

pendapatan seseorang naik, akan meningkatkan jumlah konsumsi yang berarti

juga akan meningkatkan permintaan terhadap suatu jenis barang.

3. Pergeseran dan kebiasaan, selera dan kesukaan penduduk. Pergeseran selera

masyarakat terjadi karena adanya perubahan dalam faktor-faktor yang mendasari

permintaan tersebut, seperti kenaikan pendapatan.

4. Kegagalan produksi yang menyebabkan langkanya suatu produk di pasaran. Hal

ini akan menyebabkan meningkatnya permintaan akan barang tersebut hingga

waktu tertentu. Dan apabila sampai dengan waktu yang ditentukan produk juga

belum ada, maka konsumen akan mencari produk penggantinya.

5. Bencana alam dan peperangan. Terjadinya bencana alam dan peperangan dapat

mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap satu jenis produk, karena

terhambatnya saluran distribusi atau aktivitas usaha, misalnya disebabkan oleh

tidak adanya kepastian keamanan ataupun kondisi geografis yang tidak

mendukung.

6. Faktor peningkatan penduduk. Adanya peningkatan jumlah penduduk akan

menyebabkan peningkatan permintaan akan kebutuhan-kebutuhan masyarakat,

yang meliputi sandang, pangan dan papan.

Maka secara sederhana hukum permintaan dapat dirumuskan sebagai berikut;

bahwa jumlah barang yang akan dibeli per unit waktu akan menjadi semakin besar,

jika harga semakin rendah dimana faktor lain tetap (ceteris paribus). Apabila harga

(P) suatu komoditi naik (ceteris paribus), pembeli cenderung membeli lebih sedikit

Page 35: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

komoditi itu (Q). Demikian juga jika harga (P) turun (ceteris paribus) maka kuantitas

yang diminta akan meningkat. Namun demikian terdapat pengecualian untuk

beberapa jenis barang tertentu yaitu :

a. Barang inferior (inferior goods), adalah barang-barang yang permintaannya

menurun jika pendapatan naik.

b. Barang prestise (prestig goods), yakni jika harga barang-barang mengalami

kenaikan maka permintaannya bertambah.

c. Pengaruh harapan yang dinamis (dynamic expectational effects), adalah barang-

barang yang jika harganya turun maka jumlah permintaannya turun, apabila orang

mengharapkan bahwa harga akan terus menerus mengalami penurunan.

Kaidah permintaan dapat dinyatakan dalam cara yang paling sederhana

sebagai berikut; 1) Pada harga tinggi, lebih sedikit barang yang akan diminta jika

dibandingkan dengan harga rendah (ceteris paribus), 2) Pada saat harga komoditi

rendah, maka lebih banyak yang akan diminta jika dibandingkan dengan saat harga

tinggi (ceteris paribus). Jadi kaidah permintaan mengatakan bahwa kuantitas yang

diminta untuk suatu barang berhubungan terbalik dengan harga barang tersebut

(ceteris paribus) pada setiap tingkat harga (Miler dan Meiners, 2000). Dan apabila

pendapatan bertambah, maka bagian yang akan dibelanjakan oleh konsumen juga

akan bertambah, sehingga jumlah barang yang bisa dibeli oleh konsumen akan

meningkat.

Selanjutnya Reksoprayitno (2000), memilah perkembangan teori permintaan

konsumen atas dua bagian yaitu; teori permintaan statis dan teori permintaan dinamis.

Page 36: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Teori permintaan statis dinamakan juga sebagai teori permintaan tradisional, yang

memusatkan perhatiannya pada prilaku konsumen serta beberapa faktor lain yang

mempengaruhi permintaannya. Faktor-faktor ini antara lain adalah; harga barang

yang diminta, harga barang lainnya, tingkat pendapatan dan selera. Teori permintaan

statis ini didasarkan pada beberapa asumsi yaitu; permintaan pasar merupakan total

permintaan perseorangan (individu), konsumen berperilaku rasional, sementara harga

dan pendapatan dianggap tetap dan yang termasuk dalam teori permintaan statis ini

adalah teori utilitas ordinal (ordinal utility theory) dan teori kardinal utilitas (cardinal

utility theory).

2. 2. Teori Konsumen.

Teori konsumen merupakan teori yang mencakup perilaku konsumen dalam

membelanjakan pendapatannya untuk memperoleh alat-alat pemuas kebutuhan,

berupa barang ataupun jasa-jasa konsumsi. Reksoprayitno (2000), menyampaikan

bahwa teori konsumen menjelaskan bagaimana reaksi konsumen dalam kesediaannya

untuk membeli sesuatu barang akan berubah jika jumlah pendapatan konsumen dan

harga barang yang bersangkutan juga berubah. Fungsi utama barang dan jasa

konsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan langsung pemakainya, dengan

terpenuhinya kebutuhan konsumen tersebut akan menimbulkan kepuasan

(satisfaction) bagi konsumen itu sendiri.

Teori konsumen juga mengenal asumsi rasionalitas, dimana konsumen

berusaha untuk menggunakan pendapatannya walaupun jumlahnya terbatas untuk

Page 37: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

memperoleh kombinasi barang atau jasa dengan kepuasan maksimum. Teori

konsumen mengenal dua macam pendekatan, yaitu pendekatan guna kardinal

(cardinal utility approach) dan pendekatan guna ordinal (ordinal utility approach).

Teori kardinal utilitas (teori daya guna) pada awalnya dikembangkan oleh

ahli ekonomi aliran Austria seperti; Gossen (1857), Walras (1874) dan Marshall

(1890), teori ini beranggapan bahwa tinggi rendahnya nilai suatu barang untuk

pemuas kebutuhan tergantung dari subjek yang memberi penilaian (Ilyas, 1991).

Dengan demikian barang sebagai alat pemuas kebutuhan akan memiliki nilai bagi

seseorang apabila barang tersebut mempunyai dayaguna (utilitas) bagi pembeli.

Dalam hal penyusunan teori ini, para ahli ekonomi tersebut menggunakan

beberapa asumsi antara lain; rasionalitas (rationality), utilitas kardinal (cardinal

utility), marginal utilitas yang tetap (constant marginal utility), marginal utilitas yang

semakin menurun (diminishing marginal utility). Perkembangan selanjuntnya dari

teori ini adalah “ indifference curva theory ” oleh Hics (1934), namun masih terdapat

kelemahan dari teori ini, terutama dari segi asumsi yang tidak sesuai dengan keadaan

yang nyata (sebenarnya).

Teori utilitas kardinal dengan asumsi yang telah disebutkan, mencoba

menganalisis equilibirium atau keseimbangan konsumen (equilibirium of consumen)

antara marginal utilitas (MU) seorang konsumen dengan tingkat harga barang yang

berlaku di pasar (P). Menurut teori ini keseimbangan konsumen terjadi apabila;

marginal utilitas barang X yang dikonsumsi sama dengan harga barang itu sendiri,

jadi :

Page 38: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Mux = Px; apabila Mux > Px, maka ………………………………………………..(2)

konsumen dapat meningkatkan kesejahteraannya dengan membeli barang X lebih

banyak. Selanjutnya jika barang yang dikonsumsi lebih dari satu jenis barang

misalnya; X1, X2 dan X3,…….Xn, maka equilibirium konsumen akan terjadi apabila

rasio antara marginal utilitas dari masing-masing barang tersebut sama dengan

harganya, jadi ;

xn

Xn

X

X

X

X

X

X

PMU

PMU

PMU

PMU

==== ..............3

3

2

2

1

1 …………….….…..……………….(3)

derivasi matematis yang sederhana dari keseimbangan konsumen adalah :

U = f (Qx)...................................................................................................................(4)

Apabila konsumen berkehendak membeli barang X maka pengeluarannya Qx. Px,

maka pengeluaran konsumsi adalah :

I – Px. Qx = 0..............................................................................................................(5)

Teori permintaan statis atau tradisional secara umum didasarkan pada daya

guna dan skala preferensi dari konsumen sedangkan teori permintaan yang dinamis

dan pragmatis didasarkan pada prilaku konsumen yang nyata terhadap permintaan

yang berlaku di pasar. Atas dasar ini maka dirumuskanlah permintaan sebagai

hubungan fungsi yang memiliki variabel banyak. Pendekatan ordinal dan kardinal

diatas dengan menggunakan konsep daya guna (utility) sebagai dasar analisis untuk

menyusun permintaan konsumen. Dengan demikian utilitas harus diketahui lebih

dahulu untuk dapat menyusun permintaan konsumen (Bilas, 1984).

Page 39: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Berdasarkan teori yang ada dalam menyusun fungsi permintaan dapat

ditempuh dengan dua cara yaitu cara tidak langsung yang dilakukan oleh Marshall

(marshalian demand function) yang lazim disebut dengan fungsi permintaan biasa

(ordinary demand function). Kemudian ada cara langsung yang disebut dengan cara

pragmatis seperti yang dilakukan oleh Samuelson melalui preferensi nyata yang

diungkapkan (revealed preference) (Sudarsono, 1990).

Dalam membahas permintaan, Marshall menggunakan asumsi bahwa

pendapatan konsumen sifatnya tetap dengan anggapan masih berusaha mencari

pengaruh dari harga terhadap jumlah barang yang diminta. Menurutnya permintaan

diartikan sebagai jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat harga, secara

matematis dituliskan;

Qx = f (Px),.................................................................................................................(6)

dengan anggapan bahwa pendapatan tetap, bukan berarti pendapatan tidak

berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta dengan asumsi bahwa faktor lain

tetap (ceteris paribus).

2.3. Konsepsi Elastisitas.

Adanya perubahan harga suatu barang yang diminta oleh konsumen

bertendensi menimbulkan reaksi para pembeli barang tersebut berupa berubahnya

jumlah barang yang diminta (Reksoprayitno, 2000). Pada umumnya meningkatnya

harga mengakibatkan berkurangnya jumlah barang yang diminta dan sebaliknya jika

harga turun akan mengakibatkan meningkatnya jumlah barang yang diminta.

Page 40: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Reksoprayitno (2002), menyampaikan bahwa untuk mengukur intensitas

reaksi pembeli terhadap perubahan harga suatu barang, para pemikir ekonomi telah

menciptakan suatu alat analisis yang disebut dengan elastisitas. Sudarsono (1990),

mengungkapkan bahwa pada umumnya terdapat tiga variabel yang mempengaruhi

permintaan, yaitu harga barang itu sendiri, harga barang lainnya (substitusi atau

komplementer) dan pendapatan, maka atas dasar ini sehingga dikenal elastisitas harga

barang itu sendiri (price elasticity), elastisitas harga silang (cross elasticity) dan

elastisitas pendapatan (income elasticity).

Pengaruh perubahan harga kadang-kadang tidak dapat ditentukan dengan

pasti, jadi permintaan seseorang akan sesuatu barang akan dapat diketahui melalui

penaksiran empiris statistika. Melalui penaksiran ini akan dapat diketahui besarnya

derajad kepekaan relatif dari perubahan permintaan terhadap perubahan variabel yang

mempengaruhinya.

Bentuk umum yang sering dipakai peneliti dalam penelitian dengan

pendekatan pragmatis yang memiliki elastisitas tetap, sebagai berikut :

43210 .... bbb

ob

xx eYPPbQ = ………………………………………………(7)

Dimana :

Qx : jumlah barang x yang diminta.

bo : intercept

Px : harga barang x

Po : harga barang lain (substitusi atau komplementer).

Y : pendapatan konsumen.

b1 : elastisitas harga dari permintaan.

Page 41: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

b2 : elastisitas silang dari permintaan.

b3 : elastisitas pendapatan dari permintaan.

e b4 : faktor trend selera (skala pereferensi).

Pengertian elastisitas dalam hal ini adalah derajad kepekaan dari jumlah

barang yang diminta terhadap perubahan salah satu faktor yang mempengaruhinya.

Sasaran pendekatan pragmatis ini adalah untuk mempelajari elastisitas yang berguna

untuk menjelaskan bobot pengeluaran untuk suatu barang.

Elastisitas yang digunakan untuk mengukur intensitas reaksi konsumen atau

pembeli pada umumnya dalam bentuk perubahan jumlah barang yang diminta

terhadap perubahan harga satuan barang tersebut, yang disebut dengan elastisitas

harga permintaan (price elasticity of demand) atau disebut juga dengan elastisitas

permintaan (demand elasticity). Reksoprayitno (2002), menyampaikan bahwa dalam

fungsi permintaan kualitas barang yang diminta oleh konsumen selain memiliki

hubungan dengan harga barang yang bersangkutan juga berkaitan dengan faktor lain

sehingga dikenal lebih dari satu elastisitas.

Selain elastisitas harga juga dikenal elastisitas pendapatan dan elastisitas

silang. Elastisitas pendapatan (income elasticity) menjelaskan intensitas hubungan

antara jumlah barang yang diminta dengan pendapatan konsumen, sementara

elastisitas silang (cross elasticity) adalah menjelaskan intensitas hubungan antara

jumlah barang yang diminta dengan harga suatu barang lain atau mengukur

tanggapan kuantitas barang yang diminta terhadap barang yang diminta terhadap

perubahan harga barang lain. Seperti halnya elastisitas pendapatan, elastisitas silang

Page 42: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

dapat positif ataupun negatif. Elastisitas harga silang (cross elasticity) positif

menunjukkan bahwa kenaikan harga dapat menyebabkan permintaan menurun dan

implikasinya barang tersebut merupakan subsitusi. Dan jika elastisitas silang (cross

elasticity) berubah menjadi negatif, kenaikan harga menyebabkan penurunan

permintaan, implikasinya barang tersebut merupakan barang komplementer.

Secara umum perubahan harga pada suatu barang berpengaruh pada jumlah

barang yang diminta, baik pengaruh substitusi maupun pengaruh pendapatan atau

gabungan keduanya yang disebut dengan jumlah pengaruh total (total effect).

Berdasarkan pengaruh harga ini, jika dihubungkan dengan jumlah barang yang

diminta oleh konsumen dapat dibedakan atas barang substitusi dan barang

komplementer, demikian juga pengaruh perubahan pendapatan terhadap jumlah

barang yang diminta oleh konsumen dapat dibedakan atas barang normal (normal

goods) yaitu barang-barang yang permintaanya naik bila pendapatan lebih tinggi dan

permintaannya akan turun bila pendapatan lebih rendah, barang superior (superior

goods) atau barang mewah (luxuries goods), barang inferior (inferior goods) adalah

barang yang permintaanya cenderung turun bila pendapatan naik, barang giffen

(giffen goods) dan sebagainya.

2.4 Komoditi Kopi Dan Aspek Ekonomisnya.

Tanaman kopi adalah pohon kecil yang bernama perpugenus coffea dari

famili rubiceae yang umumnya berasal dari benua Afrika. Diseluruh dunia kini

Page 43: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

terdapat sekitar 4.500 jenis kopi yang dapat dibagi dalam empat kelompok besar

yaitu;

a. Cofffe canefora, salah satu jenis varietasnya yang menghasilkan kopi dagang

robusta.

b. Coffea arabica, yang menghasilkan kopi dagang arabica.

c. Coffea exelca yang menghasilkan kopi dagang exelca.

d. Coffea liberica yang menghasilkan kopi dagang liberica.

Dari segi produksi yang paling menonjol dalam kualitas dan kuantitas adalah

jenis arabica, yang memberikan kontribusi pada pasokan kopi dunia sekitar 70%,

kemudian jenis kopi robusta yang mutunya berada dibawah kopi arabica, hanya

memberikan kontribusi sekitar 24% produksi kopi dunia (Spillane, 1991).

Bredley (1916), didalam bukunya yang berjudul “A short historical account of

coffea, containing the most remarkable observations of greatest men in Europe

concerning it “, merupakan orang yang pertama menulis sejarah tentang kopi

kemudian diikuti oleh penulis lainnya. Linnaeus (1937) dan Smith (1985), melalui

buku yang mereka tuliskan bahwa daerah asal kopi adalah Abyssinia atau Ethiopia

sekarang ini, kemudian masuk ke Yaman sekitar tahun 575 SM (sebelum masehi).

Ada berbagai dugaan yang memperkirakan bahwa masuknya tanaman kopi ke Yaman

adalah melalui akulturasi kebudayaan antara kedua suku bangsa waktu itu. Barangkali

hal ini juga yang menjadi alasan yang kuat terhadap penyebaran kopi kedaerah

lainnya disekitar Abyssinia seperti Mesir, Persia dan jajirah Arab lainnya (Ilyas,

1991).

Page 44: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Legenda lainnya menyebutkan bahwa kopi sebagai tanaman semak dan perdu

ditemukan oleh kepala rombongan Nomade dan penggembala kambing bangsa Arab

bernama Kaldi pada oase-oase yang terdapat dijajirah Arab. Kelompok nomade ini

kemudian membawa tanaman ini keladang penggembalaannya dan dibudidayakan.

Atas jasa Rahib Scialdi dan Aydius, tanaman ini kemudian diperkenalkan secara luas

kepada seluruh suku bangsa yang mendiami gurun pasir pada saat itu.

Kemudian sekitar tahun 1915, pedagang-pedagang dari Venesia membawa

biji kopi dari Mocha (Saudi Arabia) ke Eropa, sejak saat itu mulailah perdangan yang

menguntungkan dunia Arab dan sepanjang 100 tahun mereka menjadi satu-satunya

daerah penghasil kopi di dunia (Spillane, 1991).

Di Prancis pertama sekali kopi diperkenalkan oleh seorang Burgomaster

kepada Raja Louis XIV dan kemudian dikembangkan di Jardin Des Plantes di Paris

Prancis. Kemudian diperkenalkan oleh Spayol kepada koloni-koloninya hingga ke

India Barat. Dan Inggris adalah negara yang terakhir yang mengembangkan kopi

dinegara koloninya mulai dari Jamaika pada tahun 1730 dan India pada tahun 1840.

Pada saat yang sama Brasilia mulai memasuki bidang ini, karena dibawa oleh seorang

pegawai Brasilia yang ketika berkunjung ke Guyama Prancis tahun 1727. Dan sejak

itu mulailah kejayaan Brasilia sebagai penghasil kopi dunia (Spillane, 1991).

Untuk pertama kalinya kedai kopi dibuka di Inggris tahun 1650 oleh Jacob,

tepatnya di Angel Hight di Kota Oxford antara University College dan Examinations

Schools. Kedai kopi pertama di London di buka dua tahun kemudian yaitu sekitar

Page 45: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

tahun 1852 di St. Michael’s Alley berdekatan dengan kantor Kerajaan (Royal

Exchange), (Spillane, 1991).

Pada tahun 1715 ada lebih dari 2.000 kedai kopi yang berdiri di kota London

dan tempat itu menjadi pusat perkembangan kehidupan sosial, politik dan

perdagangan, terutama setelah dilakukan pembangunan gedung-gedung untuk

keperluan bank niaga, asuransi, bursa saham (stock exchange) di kota tersebut.

Berdiri juga sebuah kedai kopi Lioyd di tower street antara dermaga St. Katharine

Docks dan Wapping, kedai kopi ini sangat ramai karena sering dikunjungi oleh

orang-orang kapal dan para pedagang.

Pada tahun 1925, di Pematang Siantar, juga berdiri sebuah kedai kopi dengan

nama Kedai Kopi Massa Koktung, yang didirikan oleh Lim Tie Kie yang berlokasi di

Jalan Cipto. Saat ini kedai kopi tersebut dikelola oleh Jamin yang merupakan

keturunan dari Lim Tie Kie. Kedai kopi ini bisa menjual 500 gelas/ hari dengan harga

rata-rata Rp. 2.000/ gelas. Bahan kopi yang digunakan adalah kopi robusta yang

didatangkan dari Tapanuli Utara, Sidamanik dan Samosir. Selain dijual dalam bentuk

teh kopi (liquid coffee), bubuk kopi massa koktung juga dijual dalam bentuk saset

hingga ke Riau dan pulau Jawa. (SIB, 2006).

Disamping pesatnya perkembangan penjualan dan konsumsi terhadap

komoditi kopi, disatu sisi juga terjadi penolakan untuk mengkonsumsi kopi. Pada

tahun 1511 Kaisar Bey seorang Gubernur muda dari Kesultanan Kairo di Mekkah,

ketika usai berdoa dari Mesjid dia melihat beberapa orang di ujung jalan sedang

merencakan untuk minum kopi, hal ini membuat kaisar Bey tidak senang dan ia

Page 46: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

berkata bahwa hal tersebut bertentangan dengan hukum Islam, maka keesokan

harinya semua kedai kopi didaerah itu ditutup. Sementera itu di Italia para Pastor juga

mengusulkan kepada Paus Clement (1592-1605), untuk melarang penggunaan kopi di

kalangan umat Kristen, karena kopi dianggab berkaitan dengan dunia mistik

(pemberian setan) (Spillane, 1991).

Pada tahun 1656 Ottoman Grand Vizir Koprilli, menganggap bahwa kedai

kopi merupakan sumber keburukan dan korupsi, sehingga warganya dilarang untuk

meminum kopi, bagi yang melanggar akan dihukum. Pada tahun 1674 petisi dari

kaum wanita (a women’s petition a gainst coffee), menerbitkan buku untuk pertama

kalinya tentang penolakan terhadap kopi, mereka mengeluh karena pada saat krisis

mereka sering ditinggalkan suami yang suka pergi untuk mengunjungi kedai kopi.

Selanjutnya pada tahun 1675, Raja Charles II mengeluarkan maklumat untuk

memusnahkan kedai-kedai kopi kerena tempat itu menjadi “ tempat orang-orang yang

suka bermalas-malasan”.

Namun walaupun demikian, nampaknya kopi merupakan barang yang sangat

bermanfaat, dimana pada tahun 1658 kopi sudah merupakan komoditi perdagangan

Internasional, dimana pada waktu itu Eropa Barat telah melakukan impor kopi dari

Ceylon (Sailan). Kemudian tahun 1699 kopi di perkenalkan ke Indonesia yaitu Pulau

Jawa yang dibawa oleh VOC.

Kopi di perdagangkan pada dasawarsa terakhir ini, bukan saja dalam bentuk

tradisional green coffee (biji kopi mentah) yang ditampung oleh para pengolah

roasters, tetapi juga dalam bentuk; olahan setengah jadi dan bahan jadi siap pakai,

Page 47: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

diantaranya dalam bentuk; kopi rendangan (roasted coffee), kopi bubuk (powder

coffee), kapi cair (liquid coffee). Kopi selain digunakan sebagai minuman kenikmatan

juga dipergunakan sebagai penyedap berbagai jenis makanan (makanan ringan) mulai

dari; tar moka (kue), hingga es buah serta es krim moka yang sangat disukai oleh

masyarakat, hal ini menyebabkan komoditi kopi menjadi komoditi yang menarik

dalam dunia perdagangan baik domestik maupun internasional (Marlina, 2005).

Kopi telah merupakan salah satu bahan minuman rakyat di seluruh dunia, baik

di negara produsen apalagi di negara pengimpor (konsumen). Kopi merupakan suatu

komoditi penting dalam ekonomi dunia, dan mencapai nilai perdagangan sebesar US

dolar 10.3 millyar (Spillane, 1991), antara negara yang sedang berkembang dengan

negara-negara maju. Sehingga komoditi kopi menjadi salah satu komoditi ekspor

yang menjanjikan, disamping itu juga memiliki peranan penting sebagai sumber

penghidupan bagi berjuta-juta petani kopi diseluruh dunia.

Di Indonesia kopi merupakan salah satu komponen industri pertanian yang

penting. Pada tahun 1986 sektor perkopian Indonesia mempekerjakan sedikitnya 8

juta orang, termasuk didalamnya 2 juta petani kopi rakyat. Kopi pun merupakan

sumber penghidupan bagi 1, 6 juta keluarga petani dan lebih kurang 30.000 keluarga

karyawan yang bekerja di berbagai perkebunan kopi di Indonesia (Spillane, 1991).

Investasi yang ditanamkan dalam usaha perkopian Indonesia tidak kecil, termasuk

dana bank untuk keperluan kredit bagi petani kopi, guna ekstensifikasi dan

intensifikasi. Sektor kopi ini telah menjadi bidang penting bagi perekonomian

Page 48: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

beberapa propinsi di Indonesia seperti; Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,

Lampung dan Sumatera Utara (Spillane, 1991).

Lepi Tarmizi (1990) memperkirakan bahwa permintaan kopi untuk

dikonsumsi di Indonesia adalah 0,50 Kg/ kapita/ tahun, hal ini sesuai dengan

perhitungan Assosiasi Ekonomi Kopi Indonesia (AEKI) 1987 yaitu sebesar 0,50

Kg/kapita/ tahun (Ilyas, 1991).

Angka ini tentunya sangat kecil jika dibandingkan dengan permintaan kopi

untuk konsumsi masyarakat di negara-negara Amerika Latin seperti Brazil, Colombia

dan negara lainnya. Sementara itu konsumsi kopi masyarakat di Brazil adalah 5,50

Kg/ kapita/ tahun, Colombia adalah 4,50 Kg/kapita/ tahun, Costarica adalah 6,50

Kg/kapita/ tahun, Elsalvador adalah 2,00 Kg/kapita/ tahun, Guatemala adalah 4,00

Kg/kapita/tahun, Haiti adalah 3,00 Kg/kapita/ tahun dan Mexico adalah 1,50

Kg/kapita/tahun. Permintaan kopi untuk konsumsi di Indonesia juga masih sangat

rendah, jika dibandingkan dengan permintaan masyarakat terhadap kopi di negara-

negara Afrika, bahkan Asia seperti India. Dengan demikian permintaan kopi untuk

konsumsi di Indonesia, jika dibandingkan dengan negara-negara lain sebagai

produsen kopi, relatif sangat rendah.

2.5. Penelitian Sebelumnya.

Edison (1971), melakukan penelitian mengenai permintaan atau konsumsi

kopi di Indonesia, dia membedakan permintaan kopi biji dan permintaan bubuk kopi.

Sasaran penelitiannya adalah permintaan bubuk kopi secara Nasional dan regional.

Page 49: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 52,3% sampel (dari 10 propinsi), tidak

meminum kopi dengan alasan kesehatan dan tingkat kemurnian kopi yang

dikonsumsi responden sangat bervariasi. Tidak terdapat konsumsi kopi murni, dan

selanjutnya dikatakan bahwa rata-rata kemurnian kopi yang dikonsumsi adalah 64%

untuk daerah perkotaan dan 73 % untuk daerah pedesaan (Ilyas, 1991).

Venkatram dan Deodhar, (1999), melakukan penelitian mengenai permintaan

kopi di pasar domestik India. Konsumsi kopi diwilayah itu adalah 80 gr/ kapita tahun

1960- 1961 dan menurun menjadi 60 gr/ kapita tahun 1996-1997. Sementara itu

konsumsi teh sebagai barang substitusi kopi mengalami peningkatan dari 296 gr/

kapita menjadi 657 gr/ kapita untuk tahun 1997 – 1998. Adapun variabel yang

diamati dalam penelitian tersebut adalah produksi kopi itu sendiri, harga kopi,

pendapatan perkapita dan harga teh. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh

kesimpulan bahwa harga kopi memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan

kopi, pendapatan perkapita memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan

kopi. Dan ternyata harga teh memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan

kopi diwilayah itu artinya adanya peningkatan harga disebabkan oleh jumlah

permintaan yang semakin meningkat. Dan selanjutnya beliau mengatakan permintaan

kopi in-elastis dalam jangka panjang dan memiliki nilai in-elastisitas yang sangat

tinggi dalam jangka pendek, tetapi elastisitas harga terhadap permintaan kopi adalah

rendah.

Hutabarat (2004), melakukan penelitian mengenai Kondisi pasar dunia dan

dampaknya terhadap kinerja industri perkopian Nasional. Hasil penelitiannya

Page 50: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

menunjukkan bahwa perkembangan industri dan ekonomi kopi nasional tidak terlepas

dari prilaku dan perkembangan pasar kopi dunia. Berdasarkan penelitian tersebut

ditemukan bahwa elastisitas permintaan kopi terhadap pendapatan negara pengimpor

(Jepang, Jerman dan Belanda) menunjukkan nilai positif dan sangat elastis.

Selanjutnya dikemukakan bahwa elastisitas permintaan pengimpor kopi terhadap

perubahan nilai tukar US dolar bernilai positif (untuk Jepang dan Amerika), artinya

jika rupiah semakin terkoreksi (terdepresiasi) terhadap US dollar, maka kopi

Indonesia relatif lebih murah sehingga volume kopi yang di impor oleh negara

pengimpor akan meningkat.

Dureval (2005), melakuan penelitian dengan maksud untuk mengevaluasi

keuntungan potensial dari pertumbuhan produksi kopi yang dilihat dari harga yang di

inginkan oleh konsumen. Variabel yang diteliti adalah; harga kopi relatif, pendapatan

masyarakat dan faktor lain yang mempengaruhi permintaan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa harga kopi berhubungan negatif dengan permintaan kopi itu

sendiri sementara pendapatan masyarakat memiliki hubungan yang positif dengan

permintaan kopi secara signifikan.

Deodhar dan Pandey (2006), melakukan penelitian untuk mengetahui keadaan

tingkat persaingan dalam pasar domestik dalam konteks pasar kopi instan. Beliau

menyampaikan bahwa perdagangan bebas ternyata memberikan kontribusi dalam

persaingan dipasar domestik yang memungkinkan terjadinya persaingan sempurna

(perfect competition). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita

masyarakat memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan kopi di pasaran

Page 51: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

dalam kondisi pasar persaingan sempurna, dan harga memiliki hubungan yang negatif

terhadap pola konsumsi kopi instan diwilayah dimana penelitian itu dilakukan.

Wahyudian, dkk (2003), melakukan penelitian tentang Analisis faktor-faktor

yang mempengaruhi konsumsi kopi di Jakarta. Hasil regresi logistik menunjukkan

bahwa konsumen berusia muda (18-25 tahun) berpeluang mengkonsumsi kopi lebih

besar daripada konsumen yang berusia 45 tahun. Peningkatan rasio anggota rumah

tangga yang mengkonsumsi kopi terhadap total rumah tangga sebagai pengaruh

lingkungan konsumen semakin mendorong peluang seseorang untuk mengkonsumsi

kopi. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa permintaan kopi masyarakat Jakarta

mengalami peningkatan dengan tingkat perubahan yang sedang, hal ini disebabkan

karena rata-rata konsumsi kopi perkapita masyarakat Jakarta antara 0,75 – 1,13 kg/

kapita/ tahun, lebih tinggi daripada konsumsi masyarakat Indonesia secara umum

yaitu sebesar 0,64 Kg/ kapita/ tahun.

2.6. Kerangka Pemikiran.

Permintaan terhadap suatu komoditi pertanian merupakan banyaknya

komoditi pertanian yang dibutuhkan dan dibeli oleh konsumen. Karena itu besar

kecilnya permintaan terhadap komoditi pertanian umumnya dipengaruhi oleh harga,

harga substitusi atau harga komplementernya, selera dan keinginan jumlah konsumen

dan pendapatan konsumen yang bersangkutan (Soekartawi, 2002).

Dilain pihak Wanardi (1976), menyatakan bahwa pengertian permintaan

adalah jumlah barang yang sanggub dibeli oleh para pembeli pada tempat dan waktu

Page 52: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Sedangkan menurut Bishop dan

Toussaint (1958), pengertian permintaan dipergunakan untuk mengetahui hubungan

jumlah barang yang dibeli oleh konsumen dengan harga alternatif untuk membeli

barang yang bersangkutan dengan anggapan bahwa harga barang lainnya tetap. Hal

ini dapat dijelaskan dengan kurva permintaan, yaitu kurva yang menunjukkan

hubungan antara jumlah maksimum dari barang yang dibeli oleh konsumen dengan

harga alternatif pada waktu tertentu.

Menurut Bishop dan Toussaint (1958), adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi permintaan adalah jumlah penduduk, pendapatan, harga barang,

harga barang lainnya, selera dan pereferensi konsumen. Namun karena jumlah

penduduk dan penyebaran pendapatan berpengaruh teradap permintaan barang

dipasaran, maka fungsi permintaan ini juga dipengaruhi oleh variabel ini. Jumlah

penduduk yang semakin bertambah akan menggeser kurva permintaan ke sebelah

kanan yang berarti bahwa pada harga yang sama jumlah barang yang diminta

bertambah besar, ceteris paribus tetapi untuk permintaan perkapita, kurva permintaan

dapat bergerak ke kanan atau kekiri atau bahkan tidak bergeser sama sekali

(Soekartawi, 2002).

Perubahan keseimbangan antara permintaan dan penawaran akan menetukan

perubahan harga. Jika dilihat dari perubahan harga maka pengaruh harga komoditi

substitusi atau komoditi komplementernya adalah penting sekali. Dengan demikian

besar kecilnya elastisitas harga terhadap besarnya permintaan atau penawaran bagi

komoditi pertanian juga akan terpengaruh oleh adanya perubahan harga komoditi

Page 53: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

substitusi atau komplementernya. Harga beberapa komoditi pertanian sering naik

atau turun secara tidak terkendali (berfluktuasi), yang lazim terjadi adalah turunnya

harga pada saat panen dan adanya kenaikan harga pada saat paceklik. Fluktuasi harga

ini pada akhirnya juga mempengaruhi ramai tidaknya pemasaran komoditi pertanian

tersebut, dan sesekali kenaikan harga yang terjadi dapat menguntungkan petani

sehingga merangsang mereka untuk tetap berproduksi (Soekartawi, 2002).

Sementara itu Papas dan Mark Hirshey (1995), menyatakan bahwa

permintaan adalah sejumlah barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen selama

periode tertentu berdasarkan situasi dan kondisi tertentu. Menurut Papas dan Mark

Hirshey (1995), terdapat dua (2) model dasar dalam permintaan, yang pertama adalah

permintaan langsung yang dikenal sebagai teori konsumen, dan yang kedua adalah

permintaan turunan yaitu permintaan atas bahan baku sebagai input didalam

pembuatan suatu barang atau jasa yang diminta untuk didistribusikan menjadi produk

lainnya. Dan secara skematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan

sebagai berikut:

Page 54: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Gambar 1. Kerangka pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan

Komoditi Kopi di Sumatera Utara.

2.7. Hipotesis Penelitian.

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka

dikemukakan hipotesis sebagai berikut :

1. Harga kopi domestik berpengaruh negatif terhadap permintaan komoditi kopi di

Sumatera Utara, ceteris paribus.

2. Harga Ekspektasi kopi domestik berpengaruh negatif terhadap permintaan

komoditi kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus

3. Harga teh berpengaruh positif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera

Utara, ceteris paribus.

4. Harga gula berpengaruh negatif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera

Utara, ceteris paribus.

5. Pendapatan perkapita masyarakat berpengaruh positif terhadap permintaan

komoditi kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus.

PERMINTAAN KOMODITI KOPI

PENDAPATAN PERKAPITA

HARGA TEH

HARGA EKSPEKTASI

KOPI DOMESTIK

HARGA GULA

HARGA KOPI DOMESTIK

Page 55: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memfokuskan kepada masalah permintaan komoditi kopi di

Sumatera Utara, dimana pembahasan dalam penelitian ini mencakup beberapa faktor

seperti; harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga teh (barang

substitusi), harga gula (barang komplementer) dan pendapatan perkapita masyarakat

terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.

3.2. Jenis dan Sumber Data.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang bersumber

dari lembaga resmi pemerintah. Adapun data yang digunakan adalah data time series

21 tahun, mulai dari tahun 1985 – 2005, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik

(BPS), Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, dan sumber-sumber

lain seperti jurnal dan hasil penelitian.

3.3. Metode Analisis Data.

Setelah data dikumpulkan dan ditabulasi, selanjutnya akan dianalisis sesuai

dengan hipotesa yang diajukan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Ordinary Least Square (OLS), dengan bantuan softwer eviews 4.1.

Page 56: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

3.4. Model Analisis.

Dalam analisis regresi hubungan antara variabel independent dan variabel

dependent adalah dalam bentuk linier maka untuk itu fungsi persamaan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah :

Qdc = f (Pcd, Pt, Ps, I, T)……………………………………………..……………(8)

Dari fungsi tersebut diatas kemudian diderivasikan ke dalam model

persamaan ekonometrika dalam bentuk Model Koyck (Model Ekspektasi) untuk

melihat permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara sebagai berikut :

Model Koyck (Model Ekspektasi) :

Qdc = a + b1Pcd + b2Pcde + b3Pt + b4Ps + b5 I + µ ……………..…….………..(9)

Dimana :

Qdc : Jumlah permintaan kopi di Sumatera Utara (Kg)

a : Intercept

b1-b5 : Koefisien regresi.

Pcd : Harga kopi domestik (Rp/ kg).

Pcde : Harga ekspektasi kopi domestik di Sumatera Utara (Rp/ kg).

Pt : Harga komoditi teh (Rp/ Kg).

Ps : Harga gula (Rp/ kg).

I : Pendapatan perkapita (Rp)

3.5. Variabel Penelitian.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel-variabel

ekonomi yang terdapat dalam persamaan model. Sebagai variabel terikat (dependent

Page 57: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

variable) adalah permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Sedangkan variabel

bebas (independent variable) adalah; harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi

domestik harga teh (barang substitusi), harga gula (barang komplementer) dan

pendapatan perkapita masyarakat.

3.6. Uji Kesesuaian (test of goodness of fit).

Uji kesesuaian (test of goodness of fit) dilakukan berdasarkan perhitungan nilai

koefisien determinasi (R2 ) yang kemudian dilanjutkan dengan uji F (f-test) dan Uji T

(t-test), yaitu :

1. Penilaian terhadap koefisien determinasi (R2), yang bertujuan untuk melihat

kekuatan variabel bebas (independent variable) dalam mempengaruhi kekuatan

variabel terikat (dependent variable).

2. Uji - F (over all test), uji ini dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik

koefisien regresi secara bersama-sama/ serentak.

3. Uji- t (partial test), uji ini dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik

koefisien regresi parsial.

3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik.

Ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi dalam model regresi linier yang

secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah ditetapkan

dan bahkan dapat membuat kesimpulan menjadi tidak signifikan (menyesatkan

Page 58: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

kesimpulan). Untuk itu perlu dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik yang terdiri

dari :

3.7.1. Uji Normalitas.

Asumsi model regresi linier klasik adalah bahwa faktor pengganggu µ

mempuyai nilai rata-rata yang sama dengan nol, tidak berkorelasi dan mempunyai

nilai yang konstan. Dengan dasar asumsi ini OLS sebagai estimator atau penaksir

akan memenuhi sifat-sifat statistik yang diinginkan seperti ketidakbiasan dan

mempunyai varians yang minimum.

Untuk dapat mengetahui normal atau tidaknya faktor pengganggu µ

dilakukan dengan J.B Test (Jarque – Bera test). Uji menggunakan hasil estimasi

residual dan chisquare probability distribution, adalah dengan membandingkan nilai

JB hitung dengan nilai X2 tabel, dengan kriteria keputusan sebagai berikut :

a. Bila nilai JB test hitung > nilai X2 tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa

residual µ adalah berdistribusi normal ditolak.

b. Bila nilai JB test hitung < nilai X2 tabel, maka yang menyatakan bahwa residual µ

adalah berdistribusi normal diterima.

3.7.2. Uji Multikolinieritas

Interpretasi dan persamaan regresi linier secara implisit tergantung pada

asumsi bahwa variabel-variabel bebas dalam persamaan tersebut tidak saling

berkorelasi. Jika dalam sebuah persamaan terdapat multikolinieritas, maka akan

Page 59: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

menimbulkan beberapa akibat, sehingga perlu dideteksi terjadinya multikolinearitas

dengan besaran-besaran regresi yang diperoleh, yakni :

d. Variabel besar (berdasarkan taksiran OLS).

e. Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar maka standard error besar dengan

demikian interval kepercayaan lebar).

f. Uji T (t-rasio) tidak signifikan. Suatu variabel bebas yang signifikan baik secara

substansi maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana bisa menjadi tidak

signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas. Dan bila standar error terlalu

besar maka kemungkinan taksiran koefisien regresi (a1–a5) tidak signifikan.

3.7.3. Uji Autokorelasi.

Autokorelasi dapat didefenisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian

observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam konteks model regresi linier klasik

mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam disturbansi atau

pengganggu µ yang dilambangkan dengan F (µi, µj) = 0; i # j. Secara sederhana

dapat dikatakan model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang

berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur gangguan (disturbance)

yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun. Tetapi jika ada

ketergantungan antara unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi

dipengaruhi oleh unsur disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan

pengamatan lain, terdapat autokorelasi yang disimbolkan dengan F (µi, µj) # 0; i # j.

Dan untuk menguji autokorelasi tersebut digunakan Lagrange Multiplier Test (LM-

Page 60: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

test), dimana jika nilai LM-test < nilai X2 tabel maka hipotesis nol (Ho) diterima,

artinya tidak ada autokorelasi. Namun jika nilai LM-test > nilai X2 tabel maka

hipotesis nol (Ho) ditolak, artinya ada autokorelasi.

3.8. Batasan Operasional.

Untuk memudahkan penafsiran dan memberikan batasan yang jelas mengenai

variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka disusun batasan operasional

sebagai berikut :

a. Permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara adalah selisih dari total produksi

dengan total ekspor (luar negeri dan dalam negeri) yang diolah di dalam negeri

untuk di konsumsi masyarakat Sumatera Utara (Kg)

b. Harga kopi domestik adalah harga rata-rata kopi dipasaran domestik Sumatera

Utara dalam satu tahun (Rp/ kg).

c. Harga teh adalah harga rata-rata teh dalam satu tahun (Rp/ kg) di Sumatera Utara.

d. Harga gula adalah harga rata-rata gula dalam satu tahun (Rp/ kg) di Sumatera

Utara.

e. Pendapatan perkapita adalah product domestic regional bruto (PDRB) perkapita

Sumatera Utara dalam harga konstan dalam satu tahun (Rp).

f. Harga ekspektasi kopi domestik adalah selisih dari harga kopi domestik saat ini

(Pcd(to)) dengan harga kopi domestik setelah dikurangi dengan harga kopi

domestik tahun sebelumnya (Pcd (t-1)) di Sumatera Utara (Rp/ kg).

Page 61: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perkembangan permintaan kopi di Sumatera Utara.

Secara umum kopi merupakan komoditas perkebunan komersial di Indonesia

yang sebagian besar produksinya di ekspor ke pasar dunia. Saat ini Indonesia

merupakan negara produsen terbesar ketiga di dunia, yang menguasai pangsa pasar

sebesar 7,9% dan sekaligus merupakan negara pengekspor kopi terbesar keempat

yang menguasai pangsa ekspor dunia sebesar 6.6% (Hutabarat, B, 2004).

Perkembangan kopi Indonesia pada umumnya menunjukkan perbaikan baik

dari sisi produksi maupun lahan areal tanamannya. Pengelola perkebunan kopi

terbesar di Indonesia adalah perkebunan rakyat (PR) dengan luas yang mencapai

94,2% dari total areal tanam kemudian diikuti oleh perkebunan negara dan swasta.

Sumatera Utara sebagai salah satu sentra produksi kopi di Indonesia, dengan

luas tanaman tahun 1985 adalah 45.468 ha dengan produksi sebesar 16.084 ton, terus

mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dan tahun 2005 luas tanaman kopi di

Sumatera Utara menjadi 77.720 ha dengan produksi 54.857 ton (BPS, 2006).

Tanaman kopi di Sumatera Utara pada umumnya dikelola oleh rakyat dengan luas

lahan rata-rata relatif kecil dengan alokasi faktor produksi yang terbatas dengan

demikian sangat mempengaruhi kualitas produksi komoditi itu sendiri. Pertumbuhan

produksi kopi di Sumatera Utara mencapai 14% untuk setiap tahunnya yang

dibarengi dengan pertumbuhan luas lahan sebesar 4,1% pertahunnya. Produksi kopi

Page 62: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Sumatera Utara setiap tahunnya adalah untuk memenuhi permintaan kopi di Sumatera

Utara yang terdiri atas kebutuhan ekspor dan kebutuhan akan permintaan pasar

domestik untuk konsumsi rumah tangga. Berikut tabel permintaan kopi di Sumatera

Utara.

Tabel 4.1 Permintaan Komoditi Kopi Di Sumatera Utara tahun 1985 – 2005.

No Tahun Permintaan Kopi (Kg)

Pertumbuhan (%)

1 1985 17,450,200 0.00%2 1986 18,570,500 6.42%3 1987 19,250,250 3.66%4 1988 19,450,000 1.04%5 1989 19,870,000 2.16%6 1990 20,150,000 1.41%7 1991 20,150,650 0.00%8 1992 20,565,000 2.06%9 1993 21,650,250 5.28%10 1994 21,780,020 0.60%11 1995 21,980,400 0.92%12 1996 22,565,250 2.66%13 1997 22,540,750 -0.11%14 1998 23,450,310 4.04%15 1999 23,750,025 1.28%16 2000 24,015,250 1.12%17 2001 24,125,425 0.46%18 2002 24,250,450 0.52%19 2003 25,100,250 3.50%20 2004 25,150,625 0.20%21 2005 25,625,125 1.89%

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2006 Pada tabel 4.1 tersebut diatas dapat dilihat bahwa secara umum permintaan

komoditi kopi di Sumatera Utara terus mengalami peningkatan. Dapat kita lihat

bahwa pada tahun 1985 permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara adalah sebesar

Page 63: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

17.450.200 Kg, dan terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 1998 menjadi

23.450.310 Kg. Pada tahun 1999 mengalami peningkatan menjadi 23.750.025 Kg

atau tumbuh sebesar 1.28% dan barangkali peningkatan permintaan ini erat kaitannya

dengan krisis monoter yang terjadi pada saat itu, sehingga permintaan komoditi kopi

meningkat dipasaran.

Kemudian pada tahun 2000 permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara

meningkat menjadi 24.015.250 Kg tumbuh 1,12% sementara pada tahun 2001

permintaan kopi di Sumatera Utara konstan yaitu pada angka 24.125.425 Kg. Dan

pada tahun 2002 mengalami kenaikan menjadi 24.250.450 Kg, dan pada tahun 2004

menjadi 25.150.625 Kg. Dan pada tahun 2005 permintaan komoditi kopi di Sumatera

Utara kembali mengalami peningkatan menjadi 25.625.125 Kg atau tumbuh sebesar

1,89 % dari tahun sebelumnya.

4.2. Perkembangan Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula tahun

1985 – 2005 di Sumatera Utara.

Harga rata-rata komoditi pertanian pada dasarnya cendrung tidak stabil dan

selalu berfluktuasi, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adanya musim

panen raya (produksi melimpah) dan panen kecil (produksi sedikit) dan pengaruh

faktor lain seperti kualitas produksi dari komoditas pertanian tersebut.

Secara umum pada saat panen kecil dimana ketika produksi sedikit, harga dari

komoditi tersebut cendrung bergerak naik. Sedangkan pada saat panen raya dimana

produksi melimpah maka harga akan drastis menurun. Perkembangan harga kopi

Page 64: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

domestik, harga teh dan harga gula di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut

ini :

Tabel 4.2. Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula Di Sumatera Utara tahun 1985 – 2005.

No Tahun Harga Kopi Domestik (Rp/ Kg)

Pertumbuhan (%)

Harga Teh (Rp/ Kg)

Pertumbuhan (%)

Harga Gula (Rp/Kg)

Pertumbuhan (%)

1 1985 1,150 0.00% 1,250 0.00% 1,250 0.00%2 1986 1,300 13.04% 1,365 9.20% 1,450 16.00%3 1987 1,450 11.54% 1,625 19.05% 1,650 13.79%4 1988 1,650 13.79% 1,850 13.85% 1,780 7.88%5 1989 1,750 6.06% 2,550 37.84% 1,950 9.55%6 1990 2,150 22.86% 2,860 12.16% 2,150 10.26%7 1991 2,450 13.95% 3,650 27.62% 2,250 4.65%8 1992 3,050 24.49% 3,950 8.22% 2,540 12.89%9 1993 3,150 3.28% 4,250 7.59% 3,250 27.95%10 1994 3,250 3.17% 4,375 2.94% 3,600 10.77%11 1995 3,350 3.08% 4,950 13.14% 4,580 27.22%12 1996 3,350 0.00% 5,350 8.08% 3,750 -18.12%13 1997 2,850 -14.93% 7,250 35.51% 5,525 47.33%14 1998 2,950 3.51% 8,350 15.17% 6,950 25.79%15 1999 3,550 20.34% 8,750 4.79% 8,750 25.90%16 2000 3,750 5.63% 6,800 -22.29% 6,250 -28.57%17 2001 3,850 2.67% 6,900 1.47% 4,850 -22.40%18 2002 4,150 7.79% 5,400 -21.74% 4,250 -12.37%19 2003 3,590 -13.49% 5,100 -5.56% 3,850 -9.41%20 2004 3,950 10.03% 3,250 -36.27% 4,500 16.88%21 2005 4,050 2.53% 4,850 49.23% 4,250 -5.56%

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2006 Pada tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa perkembangan harga kopi domestik

Sumatera Utara cendrung berfluktuasi. Pada tahun 1985 harga kopi domestik adalah

Rp. 1.150/ Kg dan mengalami peningkatan menjadi Rp. 1.450/ Kg atau sebesar

11,54% pada tahun 1987. Dan harga kopi domestik Sumatera Utara mengalami

kenaikan menjadi Rp. 1.750/ Kg pada tahun 1989 atau tumbuh 6,06%.

Page 65: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Kemudian pada tahun 1990 harga kopi domestik di Sumatera Utara

mengalami kenaikan menjadi Rp. 2.150/ Kg dan pada tahun 1992 sebesar Rp. 3.050/

Kg atau tumbuh sebesar 8,22%. Kemudian pada tahun 1993 harga kopi domestik

Sumatera Utara juga mengalami kenaikan hingga 3,28% menjadi Rp. 3,150/ Kg, dan

naik menjadi Rp. 3.550/ kg pada tahun 1999. Dan tahun 2005 harga kopi domestik di

Sumatera Utara berada di angka Rp. 4.050/ kg atau tumbuh 2,53% dari tahun

sebelumnya.

Soekartawi, (2002) mengatakan bahwa harga beberapa komoditi pertanian

sering naik atau turun secara tidak terkendali (berfluktuasi), yang lazim terjadi adalah

turunnya harga pada saat panen dan adanya kenaikan harga pada saat paceklik.

Fluktuasi harga ini pada akhirnya juga mempengaruhi ramai tidaknya pemasaran

komoditi pertanian tersebut, dan sesekali kenaikan harga yang terjadi dapat

menguntungkan petani sehingga merangsang mereka untuk tetap berproduksi.

Pada tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa harga teh di Sumatera Utara

mengalami peningkatan secara teratur dimana pada tahun 1985 adalah Rp. 1.250/ Kg.

Kemudian pada tahun 1995 adalah Rp. 4.950/ Kg atau meningkat sebesar 13,14%

dari tahun sebelumnya dan pada tahun 2005 harga teh di Sumatera Utara tercatat

sebesar Rp. 4.850/Kg atau mengalami pertumbuhan sebanyak 49,23% dari tahun

sebelumnya.

Pada tabel 4.2 diatas juga dapat dilihat bahwa harga gula, mengalami

perubahan yang fluktuatif, dimana pada tahun 1985 harga gula di Sumatera Utara

adalah 1.250/ Kg dan dan mengalami pertumbuhan menjadi Rp. 2.150/ Kg atau

Page 66: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

0,26% pada tahun 1990. Dan pada tahun 1998 harga gula di Sumatera Utara berada

pada angka Rp. 6.950/ Kg dan mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi Rp.

4.250/ Kg atau turun sebesar 5,56% dari tahun sebelumnya.

4.3. Perkembangan Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara tahun 1985-2005.

Product Domestic Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator

tingkat kesejahteraan masyarakat dan kemajuan suatu daerah. Pendapatan perkapita

Sumatera Utara adalah PDRB perkapita Sumatera Utara dengan harga konstan. Pada

tabel dibawah ini dapat dilihat pendapatan perkapita Sumatera Utara pada tahun

1985–2005 sebagai berikut :

Tabel 4.3. Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara tahun 1985 – 2005.

No Tahun Pendapatan Perkapita (Rp)

Pertumbuhan (%)

1 1985 354,594 0.00%2 1986 370,228 4.41%3 1987 394,054 6.44%4 1988 432,381 9.73%5 1989 465,951 7.76%6 1990 504,561 8.29%7 1991 593,649 17.66%8 1992 630,070 6.14%9 1993 1,698,094 169.51%10 1994 1,830,005 7.77%11 1995 1,960,537 7.13%12 1996 2,108,670 7.56%13 1997 2,189,128 3.82%14 1998 1,996,987 -8.78%15 1999 2,024,927 1.40%16 2000 6,006,103 196.61%17 2001 6,175,689 2.82%18 2002 6,385,069 3.39%19 2003 6,609,292 3.51%20 2004 6,873,420 4.00%21 2005 7,130,695 3.74%

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2006

Page 67: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Dari tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 1985 pendapatan

perkapita Sumatera Utara adalah sebesar Rp. 354.594 dan terus mengalami

pertumbuhan yang sangat drastis untuk tiap tahunnya. Pada tahun 1999-2000 terjadi

peningkatan pendapatan perkapita Sumatera Utara dari Rp.2.024.927 menjadi Rp.

6.006.103 atau tumbuh sebesar 196,61% dari tahun sebelumnya. Perhitungan

pendapatan perkapita tahun 1991-1999 dengan menggunakan harga konstan 1993.

Dan pada tahun 2000 Pendapatan perkapita Sumatera Utara adalah Rp. 6.006.103

mengalami peningkatan menjadi Rp. 7.130.694 pada tahun 2005 atau meningkat

sebesar 3,74 % dari tahun sebelumnya, peningkatan ini terlihat sangat baik dan

perhitungan pendapatan perkapita untuk tahun 2000-2005 adalah dengan

menggunakan harga konstan 2000.

4.4. Pembahasan.

4.4.1. Hasil Estimasi dengan menggunakan OLS.

Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan pada permintaan komoditi kopi di

Sumatera Utara Tahun 1985 – 2005, dengan variabel yang digunakan adalah variabel

harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga teh, harga gula dan

pendapatan perkapita masyarakat Sumatera Utara, dimana hasil regresi yang

diperoleh melalui penelitian ini dengan menggunakan Model Koyck (Model

Ekspektasi), adalah sebagai berikut:

Page 68: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Model Koyck (Model Ekspektasi) :

Qdc = 6754424 - 0,93 Pcd – 0,75 Pcde + 0,63 Pt (-3,450143)** (-2,914132)** (1,289146)

- 0,82 Ps + 0,34 I (-1,864850)** (3,286566)**

R2 = 0,969154 F. Stat = 72,44571*** DW = 1,150539

Sumber : Lampiran 2

Keterangan : Angka dalam kurung adalah T- Statistik. *** signifikan pada α = 1 %.

** signifikan pada α = 5 %. * signifikan pada α = 10 %.

Berdasarkan nilai R-Squared (R2) sebesar 0,969154 berarti variabel-variabel;

harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga teh, harga gula dan

pendapatan perkapita mampu menjelaskan variasi permintaan komoditi kopi di

Sumatera Utara sebesar 96,91 %. Sedangkan sisanya sebesar 3,09% dijelaskan oleh

variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi ini.

Berdasarkan uji t - statistik (uji secara parsial), maka dapat diketahui bahwa

variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan komoditi kopi

(Qdc) di Sumatera Utara, ialah harga kopi domestik (Pcd) berpengaruh negatif dan

signifikan pada α =5% (t. hitung 3,450 > t tabel 1,746). Harga ekspektasi kopi

domestik (Pcde) berpengaruh negatif dan signifikan pada α = 5 % (t. hitung 2,914 >

t. tabel 1,746). Pendapatan perkapita (I) berpengaruh positif dan signifikan pada α =

5% ( t. hitung 3,286 > t tabel 1,746). Demikian juga dengan harga gula (Ps) juga

Page 69: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera

Utara, pada α = 5% (t. hitung 1,864 > t. tabel 1,747). Sementara itu harga teh (Pt)

juga berpengaruh secara positif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara

namun tidak signifikan pada α=10 % (t. hitung 1,289 < t. tabel 1,337).

Dan jika dilihat dari F-statistik yang diperoleh, yaitu sebesar 72, 45571, lebih

besar dari F0,01 (4,16) = 4,77; ini berarti secara bersama-sama (serentak) harga kopi

domestik (Pcd), harga ekspektasi kopi domestik (Pcde), harga teh (Pt), harga gula

(Ps), dan pendapatan perkapita (I) mempengaruhi permintaan komoditi kopi di

Sumatera Utara, pada α = 1 % atau pada tingkat kenyakinan 99%.

4.4.2. Analisis Permintaan Kopi di Sumatera Utara.

Setelah mengadakan penelitian permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara,

dengan menggunakan Model Koyck (Model Ekspektasi) data diproses dengan

program eviews 4,1, dan dari hasil regresi OLS diperoleh R2 yang cukup baik.

Dari hasil estimasi dengan Model Koyck (Model Ekspektasi), permintaan

komoditi kopi di Sumatera Utara dipengaruhi oleh harga ekspektasi kopi domestik

(Pcde) yang berhubungan negatif nyata dan signifikan. Berdasarkan hasil estimasi

diperoleh nilai T-statistik 2,914 > dari nilai Ttabel 1,746, hal ini menunjukkan bahwa

permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, dipengaruhi oleh harga ekspektasi kopi

domestik pada α = 5 % (t. hitung 2,914 > t. tabel 1,746 ) atau pada tingkat keyakinan

95 %, artinya jika harga ekspektasi kopi domestik akan menurun dipasaran maka

permintaan kopi domestik di Sumatera Utara akan meningkat.

Page 70: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

4.4.2.1. Harga Kopi Domestik.

Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan diketahui bahwa harga kopi

domestik berpengaruh negatif sebesar 0,93 terhadap permintaan kopi di Sumatera

Utara, artinya jika harga kopi turun sebesar Rp 1, maka permintaan kopi di Sumatera

Utara akan naik sebesar 0,93 kg. Sesuai dengan hasil estimasi yang diperoleh bahwa

variabel harga kopi domestik memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap

permintaan kopi di Sumatera Utara, pada α = 5% (t.hitung 3,450 > t. tabel 1,746)

dengan tingkat keyakinan 95%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Venkatram dan Deodhar (1999), yang meneliti tentang permintaan kopi di pasar

domestik India. Dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh

kesimpulan bahwa harga kopi memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan

kopi di pasar domestik India, dimana jika harga kopi mengalami penurunan maka

permintaan akan kopi di pasar domestik akan mengalami peningkatan.

Menurut Miller dan Meiners (2000), kaidah permintaan mengatakan bahwa

kuantitas yang diminta untuk suatu barang berhubungan terbalik dengan harga barang

tersebut (ceteris paribus). Sugiarto (2000), juga berpendapat bahwa permintaan

terhadap suatu komoditi dari produsen dapat berlangsung jika konsumen bersedia

membelinya dan memberikan kepuasan maksimum. Komoditi yang dikonsumsi ini

memiliki sifat yang khas dimana jika semakin banyak komoditi tersebut dikonsumsi

maka kegunaan komoditi (marginal utilities) tersebut akan semakin berkurang.

Dengan demikian konsumen akan semakin banyak melakukan pembelian jika harga

satuan dari komoditi tersebut menjadi lebih murah.

Page 71: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

4.4.2.2. Harga Teh.

Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan diketahui bahwa harga teh

berpengaruh positif sebesar 0,63 terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera

Utara. Sesuai dengan hasil estimasi diperoleh bahwa variabel harga teh memiliki

pengaruh yang positif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara (tidak

signifikan pada α = 10 %, t. hitung 1,289 < t. tabel 1,337). Namun jika terjadinya

kenaikan harga teh maka masyarakat akan memilih untuk mengkonsumsi kopi

sebagai barang subsitusi dari teh, sehingga permintaan kopi di pasar akan meningkat.

Menurut Nicholson (1991), ke dua barang tersebut dapat dikatakan sebagai “net

substitutes”, dimana jika harga dari salah satu barang tersebut mengalami kenaikan

akan menyebabkan peningkatan permintaan terhadap barang lainnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Venkatram dan Deodhar (1999),

tentang permintaan kopi di pasar domestik india dan berdasarkan penelitian yang

dilakukan diperoleh hasilnya bahwa harga teh memiliki hubungan yang positif

terhadap permintaan kopi diwilayah di pasar domestik, artinya terjadinya peningkatan

harga teh disebabkan oleh jumlah permintaan yang semakin meningkat. Dan

berdasarkan hasil penelitian tersebut hasil yang diperoleh menyatakan bahwa

konsumsi teh sebagai barang substitusi kopi di tengah masyarakat India mengalami

peningkatan dari 296 gr/ kapita menjadi 657 gr/ kapita untuk tahun 1997 – 1998.

Page 72: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

4.4.2.3. Harga Gula.

Sesuai dengan hasil estimasi yang dilakukan bawah harga gula berpengaruh

negatif sebesar 0,82 terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Artinya

jika harga gula mengalami kenaikan sebesar Rp.1 maka akan diikuti dengan

penurunan permintaan akan komoditi kopi sebesar 0,82 Kg. Sesuai dengan hasil

estimasi diperoleh bahwa variabel harga gula (Ps) berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, pada α = 5 % (t. hitung 1,864>

t. tabel 1,746). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kenaikan harga gula

dipasaran akan dapat menyebabkan terjadinya penurunan permintaan terhadap kopi di

pasaran. Gula dan kopi merupakan barang “komplementer”, dimana jika terjadi

kenaikan harga pada salah satu barang tersebut (kopi atau gula) dapat menyebabkan

kenaikan harga barang lain sebagai komplemennya.

Sementara itu Gultom (1996), menambahkan bahwa harga dapat

mempengaruhi permintaan pangan masyarakat karena terjadinya fluktuasi harga akan

mengakibatkan terjadinya pergantian (substitusi) barang yang dikonsumsi. Dan

tingkat harga suatu barang sangat berpengaruh terhadap jumlah yang dibeli oleh

seseorang, dimana semakin mahal harga barang tersebut maka jumlah yang dibeli

akan semakin berkurang (ceteris paribus).

Page 73: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

4.4.2.4. Pendapatan Perkapita.

Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan diketahui bahwa pendapatan

perkapita berpengaruh positif sebesar 0,34 terhadap permintaan komoditi kopi di

Sumatera Utara. Berdasarkan hasil estimasi bahwa variabel pendapatan perkapita

berpengaruh positif dan nyata terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara

pada α = 5% (t hitung 3,286 > t tabel 1,746) atau pada tingkat keyakinan 95%.

Artinya jika pendapatan perkapita meningkat sebesar Rp 1, maka permintaan akan

komoditi kopi akan meningkat sebesar 0,344 Kg. Dan jika pendapatan seseorang

mengalami perubahan maka barang yang dimintanya juga akan mengalami

perubahan. Menurut Sudarsono (1990), bahwa tingkat kemampuan membeli (daya

beli) seseorang tergantung atas dua unsur pokok yaitu; pendapatan yang dapat

dibelanjakan dan harga barang yang dikehendaki. Apabila jumlah pendapatan yang

dapat dibelanjakan oleh sesorang berubah maka jumlah barang yang diminta juga

akan berubah. Demikian juga halnya dengan barang yang dikehendaki oleh konsumen

juga dapat berubah maka secara matematis pengaruh perubahan harga dan

pendapatan terhadap jumlah barang yang diminta oleh konsumen dapat diketahui

secara serentak.

4.5. Elastisitas.

Model dinamik umumnya mempunyai permintaan yang berbeda untuk jangka

panjang dan jangka pendek, demikian pula dengan elastisitasnya. Besarnya nilai

Page 74: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

elastisitas tersebut dipengaruhi oleh koefisien penyesuaian (adjustment coefficient)

dan faktor lainnya.

Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan diperoleh elastisitas harga

permintaan (price elasticity of demand) dengan nilai – 0,93, artinya jika terjadi

penurunan harga kopi domestik di Sumatera Utara sebesar 1%, maka akan

mengakibatkan terjadinya kenaikan permintaan komoditi kopi sebesar 0,93% di

Sumatera Utara. Nilai elastisitas – 0,93 < 1 (inelastis), menggambarkan bahwa jika

terjadi kenaikan harga komoditi kopi tersebut tidak begitu mempengaruhi terhadap

kanaikan permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan juga diperoleh elastisitas silang

permintaan (cross elasticity) atas barang substitusi (teh) yang menggambarkan

intensitas hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan harga barang lain

dengan nilai elastisitas 0,63, artinya jika terjadi kenaikan harga teh sebesar 1% maka

dapat mengakibatkan kenaikan permintaan komoditi kopi sebesar 0,63 % di Sumatera

Utara. Nilai elastisitas 0,63 < 1 (inelastis), menggambarkan bahwa jika terjadi

kenaikan harga teh dipasaran tidak begitu mempengaruhi naiknya permintaan

komoditi kopi di Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan juga diperoleh elastisitas

pendapatan (income elasticity) yang menggambarkan intensitas hubungan antara

jumlah barang yang diminta dengan tingkat pendapatan konsumen (masyarakat)

dengan nilai elastisitas 0,34, artinya jika terjadi kenaikan pendapatan perkapita

sebesar 1% maka dapat mengakibatkan kenaikan permintaan komoditi kopi sebesar

Page 75: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

0,34% di Sumatera Utara. Nilai elastisitas 0,34 < 1 (inelastis), menggambarkan

bahwa jika terjadi kenaikan pendapatan perkapita tidak begitu mempengaruhi

terhadap kenaikan permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.

4.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik Pada Hasil Estimasi Permintaan Kopi. 4.6.1. Uji Normalitas.

Untuk penerapan ordinary least square (OLS) untuk model regresi linier

klasik diasumsikan bahwa distribusi probabilitas dari gangguan mempunyai nilai

rata-rata yang diharapkan sama dengan nol. Dengan asumsi ini, OLS estimator atau

penaksir akan memenuhi sifat-sifat statistik yang diinginkan seperti unbiased dan

mempunyai varian minimum.

Uji Normalitas ini dilakukan untuk mengatahui normal atau tidaknya faktor

pengganggu, yang dapat dideteksi melalui uji JB-test. Uji ini menggunakan hasil

estimasi residual dan chi-square probability distribution.

Sebagai pedoman dalam uji normalitas dengan uji JB test ini adalah; jika nilai

JB test hitung (X2) > nilai X2 tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual

adalah berdistribusi normal ditolak. Dan Jika nilai JB test hitung (X2) < nilai X2 tabel,

maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual adalah berdistribusi normal tidak

dapat ditolak

Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan maka diperoleh JB-test

sebagaimana pada grafik berikut :

Page 76: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Grafik 1. Hasil Estimasi Jerque Bera Normality Test Permintaan Kopi di Sumatera Utara.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

-2000000 -1000000 0 1000000

Series: ResidualsSample 1986 2005Observations 20

Mean 1.68E-09Median 179961.8Maximum 1171492.Minimum -1802112.Std. Dev. 751788.1Skewness -0.655383Kurtosis 2.854026

Jarque-Bera 1.449511Probability 0.484443

Sumber : Lampiran 8.

Sebagaimana terlihat pada grafik diatas, berdasarkan hasil estimasi uji JB-test

yang dilakukan, maka diperoleh besarnya nilai Jarque-Bera Normality (JB-test)

sebesar 1,449511 dan bila dibandingkan dengan nilai X2 tabel sebesar 2,58 dengan

tingkat keyakinan 5%, maka dapat disimpulkan bahwa nilai JB-test lebih kecil dari

nilai X2 tabel (JB-test hitung 1,449511 < X2

tabel 2,58). Dengan demikian dapat

diartikan bahwa model empiris yang digunakan dalam analisa tersebut mempunyai

residual atau faktor pengganggu yang berdistribusi normal tidak dapat ditolak.

4.6.2. Uji Multikolinearitas.

Uji multikolinearitas pertama sekali diperkenalkan oleh Ragnar Frisch (1934),

yang mengatakan bahwa suatu model regresi dikatakan menghadapi masalah

multikolinearitas bila terjadi hubungan linier yang perfect atau exact diantara

beberapa atau semua variabel bebas dari suatu model regresi. Maka akibatnya akan

Page 77: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

mempersulit dalam melihat pengaruh variabel penjelas terhadap variabel yang

dijelaskan.

Kaidah (rule of tumb) yang lazim digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya

multikolinearity dalam model estimasi adalah dengan melihat nilai R2 yang

dihasilkan. Jika nilai R-Square (R2) yang dihasilkan berdasarkan estimasi model

empiris sangat tinggi dan terdapat tingkat signifikan variabel bebas berdasarkan uji t-

statistik yang juga tinggi dan semua variabel bebas memiliki signifikansi yang

diharapkan, biasanya menandakan tidak adanya multikolinearity. Pada tabel dibawah

ini ditampilkan hasil uji multikolinearity sebagai berikut :

Tabel 4. 4. Hasil Estimasi Uji Multikolinearity (Koefisien Korelasi parsial).

Variabel R2 Qdc 0,969154 Pcd 0,943498 Pcde 0,952289

Pt 0,925453 Ps 0,907530 I 0,790583

Sumber : Lampiran 2 - 7.

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa nilai R2 (Qdc, C, Pcd, Pcde,

Pt, Ps, I,), yaitu 0,969154 lebih besar dari pada nilai R2 dalam regresi parsial yaitu;

0,943498, 0,952289, 0,925453, 0,907530, 0,790583, maka berdasarkan ketentuan

rule of thumb sebagai pedoman dengan menggunakan metode ini maka dapat

disimpulkan bahwa dalam model tersebut tidak terdapat multikolinearity.

Page 78: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

4.6.3. Uji Autokorelasi.

Untuk mendiagnosa terjadinya korelasi serial (autokorelasi) dapat dilakukan

dengan menggunakan Lagrange Multiplier Test (LM-test), sebagai mana terlihat pada

tabel dibawah ini :

Tabel 4. 5. Uji Autokorelasi Pada hasil Estimasi Permintaan Komoditi Kopi.

Jenis Uji

Alat Uji

Obs R2

Nilai Tabel X2

Kesimpulan

Autokorelasi

LM-test

12,41743

16,91

dalam model estimasi tidak ditemukan adanya

autokorelasi Sumber : Lampiran 9.

Pada tabel 4.5 diatas diperoleh besarnya nilai LM-test sebesar 12,41743 dan

bila dibandingkan dengan nilai X2 tabel sebesar 16,91 pada tingkat kenyakinan 5%,

maka dapat disimpulkan bahwa nilai LM-test lebih kecil dari nilai X2 tabel (R2

12,41743< X2 tabel 16,91). Dengan demikian hipotesis nol (Ho) diterima, artinya tidak

ada autokorelasi antara permintaan komoditi kopi (Qdc) dengan harga kopi domestik

(Pcd), harga ekspektasi kopi domestik (Pcde), harga teh (Pt), harga gula (Ps) dan

pendapatan perkapita (I).

Page 79: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab

terdahulu, maka disimpulkan sebagai berikut :

1. Dari hasil estimasi yang dilakukan diperoleh bahwa nilai R-Squared (R2) sebesar

0,969154, artinya variasi yang terjadi pada variabel permintaan komoditi kopi di

Sumatera Utara (Qdc), dapat dijelaskan oleh variable-variabel harga kopi

domestik (Pcd), harga ekspektasi kopi domestik (Pcde), harga teh (Pt), harga gula

(Ps), dan pendapatan perkapita (I), sebesar 96,91% dan sisanya sebesar 3,09%

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

2. Faktor-faktor yang signifikan yang mempengaruhi permintaan komoditi kopi di

Sumatera Utara ialah harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga

gula dan pendapatan per kapita.

3. Teh merupakan komoditi penting bagi masyarakat dan sebagai komoditi

substitusi terhadap komoditi kopi. Dimana jika harga teh meningkat maka

permintaan komoditi kopi juga akan mengalami peningkatan atau sebaliknya.

4. Gula merupakan bahan penting bagi masyarakat, sebagai bahan komplementer

bagi kopi. Dimana jika harga gula mengalami peningkatan maka konsumen akan

mengurangi tingkat konsumsi terhadap kopi sehingga permintaan terhadap

komoditi kopi akan berkurang dan sebaliknya.

Page 80: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

5.2. Saran.

Sebagai suatu rangkaian logis dari penelitian maka saran yang dapat

dikemukakan adalah :

1. Permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, setiap tahunnya selalu mengalami

peningkatan, oleh karena itu para petani kopi perlu meningkatkan produktifitas

dan kualitas kopi yang dihasilkan sehingga dapat bersaing dipasar domestik dan

internasional (pasar ekspor).

2. Harga kopi domestik merupakan faktor yang paling mempengaruhi permintaan

komoditi kopi di Sumatera Utara. Harga kopi domestik ini juga dipengaruhi oleh

berbagai faktor misalnya kualitas kopi atau bisa saja volume perdangan

internasional dan beberapa faktor lain yang belum terdeteksi, oleh karena itu

pemerintah perlu mengatur tataniaga kopi yang lebih baik, sehingga para petani

kopi dapat memperbaiki kehidupannya. Pemerintah juga perlu memberikan

insentif (rangsangan) berupa kredit lunak bagi petani dalam meningkatkan

produktifitas dan kualitas kopi yang dihasilkan oleh petani sehingga mampu

menembus pasar ekspor.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terutama menyangkut permintaan komoditi

kopi. Dengan memasukkan aspek fungsi produksi dari komoditi kopi serta

beberapa faktor sosial lainnya dalam menganalisis lebih lanjut mengenai

permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, sehingga penelitian ini dapat

dijadikan sebagai perbandingan.

Page 81: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

DAFTAR PUSTAKA

BPS, 2006. Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka. Medan. BPS, 2006. Kondisi Kesejahteraan Rakyat dan Ekonomi Propinsi Sumatera Utara.

Medan. BPS, 2004. Kondisi Kesejahteraan Rakyat dan Ekonomi Propinsi Sumatera Utara.

Medan. Bilas, R, A, 1984. Teori Ekonomi Mikro. Terjemahan dari Microeconomic Theory

oleh Djoerban Wahid. Penerbit Erlangga. Jakarta. Deodhar, Y, S dan Pandey, V, 2006. Degree of Instan Competition; Estimation of

Market Power in India’s Instan Coffee Market. Journal. Indiana Institute Of Management. Ahmedabd. India.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Utara, 2002. Kondisi dan

Perkembangan Sektor Industri dan Perdagangan Propinsi Sumatera Utara. Medan.

Dureval, D, 2005. Demand for Coffee; The Role of Price, Preference and Market

Power. Journal. Departement of Economic. School of Economics And Commercial Law, Goteborg University. Sweden.

Gultom, H. L.T, 1996. Pengantar Ilmu Ekonomi. Fakultas Pertanian USU. Medan. Harian Sinar Indonesia Baru (SIB), 2006. Ada apa di kedai Kopi Massa Koktung Jl.

Cipto Pematang Siantar. Harian SIB Medan. Hiraw, N, 2006. Perkembangan Komoditi Kopi Indonesia. Jurnal. Departemen Studi

Makro dan Mikro. PT. Bank Ekspor Indonesia. Jakarta. Hutabarat Budiman, 2004. Kondisi Pasar Dunia dan Dampaknya Terhadap Kinerja

Industri Perkopian Nasional. Jurnal. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Ilyas, R, 1991. Analisis Permintaan Luar Negeri Terhadap Kopi Indonesia. Disertasi.

Program Pascasarjana. UGM. Yogyakarta. Kartosapoetra, G, 1993. Administrasi Perusahaan Industri. Bina Akasara. Jakarta.

Page 82: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Lepi T, Tarmizi, 1990. Strategi Pemasaran Kopi Bubuk Dalam Negeri. Makalah Seminar Peningkatan Konsumsi Kopi. AEKI. Jakarta.

Lipsey, RG, Steiner, P.O dan Purvis, D, D, 1993. Pengantar Mikro Ekonomi.

Penerbit Erlangga. Jakarta. Marlina, L, 2005. Analisis Ekspor Kopi Sumatera Utara dan Pengaruhnya Terhadap

Tingkat Pendapatan Petani Kopi Serta Kaitannya Dengan Pengembangan Wilayah. Tesis. Program Pascasarjana USU. Medan.

Mc Stoker, Robert, 1987. The Indonesian Coffee Industries. BIES. Miler, Roger Le Roy. Roger E. Meiners, 2000. Teori Ekonomi Intermediate. Edisi

ketiga. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Mubyarto, 1991. Membangun Sistem Ekonomi. BPFE. Yokyakarta. Mubyarto, 1984. Ekonomi Pertanian. LP3S. Jakarta. Nicholson, W, 1995. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Terjemahan dari

Intermediate Microeconomics, oleh Agus Maulana. Bina Rupa Aksara. Jakarta.

Nicholson, W, 1991. Teori Ekonomi Mikro I. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Pappas James, L dan Mark Hirschey, 1995. Ekonomi Managerial. Bina Rupa Aksara

Jakarta. Reksoprayitno, S,. 2000. Pengantar Ekonomi Mikro. Edisi Millenium. Penerbit

BPFE UGM. Yogyakarta.

Saragih, Bungaran, 1999. Pembangunan Agribisnis dan pengembangan Kewirausahaan Agribisnis. Makalah untuk Kegiatan Pelatihan Agribisnis IKIP. Medan.

Sari, L. R, 2002. Analisis Permintaan Bahan Baku Industri Kerupuk Singkong

Kecamatan Pancurbatu Kabupaten Deliserdang dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Wilayah. Tesis. Program Pascasarjana USU. Medan.

Spillane, J., J, 1991. Komoditi Kopi, Perananya Dalam Perekonomian Indonesia.

Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Page 83: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Soeharjo, A, 1991. Profil Agroindustri. Bahan Kursus Agroindustri BKS-BTN Barat. USU. Medan.

Soekartawi, 2002. Prinsip Dasar Eonomi Pertanian, Teori dan Aplikasi. PT. Raja

Grafindo Persada. Jakarta. Sukirno, S, 2002. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. LP

FEUI. Jakarta. Sudarsono, 1980. A Study of Elasticity of Demand And Supply of Indonesian

Fisheries 1960-1977. Journal. Tropical Ecologi and Development. Sudarsono, 1990. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. LP3S. Jakarta. Sugiarto, Et, Al, 2000. Ekonomi Mikro Suatu Pendekatan Praktis. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta. Venkatram, R dan Deodhar, Y, S., 1999. Dynamic Demand Analysis of India’s

Domestic Coffee Market. Journal. Indiana Institute of Management. Ahmedabd. India.

Wahyudian, dkk, 2003. Anaslisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Kopi

dan Analisis Pemetaan Beberapa Merek Kopi dan Implikasinya Pada Pemasaran Kopi. Jurnal Managemen Agrbisnis. IPB. Bogor.

Page 84: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Lampiran 1 : Data Permintaan Kopi, Harga Kopi Domestik, Harga Teh, Harga Gula dan Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara tahun 1985-2005.

No Tahun Permintaan Kopi (kg)

Harga Kopi Domestik (Rp/Kg)

Harga Teh (Rp/ Kg)

Harga Gula (Rp/Kg)

Pendapatan Perkapita

(Rp)

Harga Ekspektasi Kopi domestik

(Rp/Kg)

1 1985 17,450,200 1,150 1,250 1,250 354,594 1,1502 1986 18,570,500 1,300 1,365 1,450 370,228 1,4503 1987 19,250,250 1,450 1,625 1,650 394,054 1,6004 1988 19,450,000 1,650 1,850 1,780 432,381 1,8505 1989 19,870,000 1,750 2,550 1,950 465,951 1,8506 1990 20,150,000 2,150 2,860 2,150 504,561 2,5507 1991 20,150,650 2,450 3,650 2,250 593,649 2,7508 1992 20,565,000 3,050 3,950 2,540 630,070 3,6509 1993 21,650,250 3,150 4,250 3,250 1,698,094 3,25010 1994 21,780,020 3,250 4,375 3,600 1,830,005 3,35011 1995 21,980,400 3,350 4,950 4,580 1,960,537 3,45012 1996 22,565,250 3,350 5,350 3,750 2,108,670 3,35013 1997 22,540,750 2,850 7,250 5,525 2,189,128 2,35014 1998 23,450,310 2,950 8,350 6,950 1,996,987 3,05015 1999 23,750,025 3,550 8,750 8,750 2,024,927 4,15016 2000 24,015,250 3,750 6,800 6,250 6,006,103 3,95017 2001 24,125,425 3,850 6,900 4,850 6,175,689 3,95018 2002 24,250,450 4,150 5,400 4,250 6,385,069 4,45019 2003 25,100,250 3,590 5,100 3,850 6,609,292 3,03020 2004 25,150,625 3,950 3,250 4,500 6,873,420 4,31021 2005 25,625,125 4,050 4,850 4,250 7,130,695 4,150

Sumber Data : BPS Sumatera Utara dan Deperindag Sumut, 2006.

Page 85: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Lampiran 2 : Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS

secara simultan.

Dependent Variable: QDC Method: Least Squares Date: 07/24/07 Time: 21:48 Sample: 1985 2005 Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 6754424 520840.5 3.216801 0.0000

PCD -0.930220 789.4315 -3.450143 0.6270 PCDE -0.752860 561.6775 -2.914132 0.5777

PT 0.636682 203.9511 1.289146 0.7026 PS -0.828117 206.8853 -1.864858 0.2819 I 0.344631 0.104861 3.286566 0.1050

R-squared 0.969154 Mean dependent var 2197368 Adjusted R-squared 0.945538 S.D. dependent var 2368769 S.E. of regression 552801.8 Akaike info criterion 29.51834 Sum squared resid 4.580212 Schwarz criterion 29.81678 Log likelihood -303.9426 F-statistic 72.44571 Durbin-Watson stat 1.150539 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 86: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Lampiran 3 : Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS

secara Parsial.

Dependent Variable: PCDE Method: Least Squares Date: 07/24/07 Time: 21:50 Sample: 1985 2005 Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 227.4952 224.7389 1.012264 0.3265

PCD -0.300982 0.132958 -2.784898 0.0000 PT 0.191440 0.077136 1.481832 0.0246 PS -0.166067 0.082193 -2.020442 0.0604 I 0.982005 2.945105 2.529647 0.0223

R-squared 0.952289 Mean dependent var 3030.476 Adjusted R-squared 0.940362 S.D. dependent var 1007.534 S.E. of regression 246.0495 Akaike info criterion 14.05320 Sum squared resid 968645.5 Schwarz criterion 14.30189 Log likelihood -142.5586 F-statistic 79.83870 Durbin-Watson stat 1.340837 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 87: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Lampiran 4 : Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS

secara Parsial.

Dependent Variable: PCD Method: Least Squares Date: 07/24/07 Time: 21:50 Sample: 1985 2005 Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 351.3502 139.6077 2.516696 0.0229

PCDE 0.658592 0.067307 2.784898 0.0000 PT 0.158093 0.051083 1.094814 0.0070 PS -0.115337 0.058831 -0.960489 0.0676 I 0.932505 2.201205 2.506862 0.0004

R-squared 0.943498 Mean dependent var 2892.381 Adjusted R-squared 0.936872 S.D. dependent var 961.8311 S.E. of regression 175.0633 Akaike info criterion 13.37243 Sum squared resid 490354.3 Schwarz criterion 13.62112 Log likelihood -135.4105 F-statistic 146.9307 Durbin-Watson stat 0.859378 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 88: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Lampiran 5 : Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS

secara Parsial.

Dependent Variable: PT Method: Least Squares Date: 07/24/07 Time: 21:51 Sample: 1985 2005 Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -692.8983 614.4886 -1.127602 0.2761

PCD 0.368594 0.765343 1.094814 0.0070 PCDE -0.451956 0.585034 -1.481832 0.0246

PS 0.914763 0.109599 1.346488 0.0000 I -0.000262 0.000111 -0.365780 0.0310

R-squared 0.925453 Mean dependent var 4508.333 Adjusted R-squared 0.906816 S.D. dependent var 2219.799 S.E. of regression 677.6155 Akaike info criterion 16.07929 Sum squared resid 7346605. Schwarz criterion 16.32799 Log likelihood -163.8326 F-statistic 49.65750 Durbin-Watson stat 1.443361 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 89: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Lampiran 6 : Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS

secara Parsial.

Dependent Variable: PS Method: Least Squares Date: 07/24/07 Time: 21:52 Sample: 1985 2005 Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 410.5025 620.9598 0.661077 0.5180

PCD -0.679345 0.856595 -1.960489 0.0676 PCDE 0.224047 0.605832 2.020442 0.0604

PT 0.888999 0.106512 2.346488 0.0000 I 0.000188 0.000118 1.602405 0.1286

R-squared 0.907530 Mean dependent var 3779.762 Adjusted R-squared 0.884413 S.D. dependent var 1964.827 S.E. of regression 668.0051 Akaike info criterion 16.05073 Sum squared resid 7139693. Schwarz criterion 16.29942 Log likelihood -163.5326 F-statistic 39.25728 Durbin-Watson stat 1.538820 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 90: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Lampiran 7 : Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS

secara Parsial.

Dependent Variable: I Method: Least Squares Date: 07/24/07 Time: 21:53 Sample: 1985 2005 Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -3217249. 946052.2 -3.400710 0.0037

PCD 0.530575 1249.334 3.506862 0.0004 PCDE -0.862988 1131.774 -2.529647 0.0223

PT -0.901309 418.5219 -2.365780 0.0310 PS 0.736869 457.8662 1.602405 0.1286

R-squared 0.790583 Mean dependent var 2701624. Adjusted R-squared 0.738229 S.D. dependent var 2575947. S.E. of regression 1317945. Akaike info criterion 31.22530 Sum squared resid 2.78E+13 Schwarz criterion 31.47400 Log likelihood -322.8657 F-statistic 15.10069 Durbin-Watson stat 0.498157 Prob(F-statistic) 0.000027

Page 91: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Lampiran 8 : JB Test Model Koyck (Model Ekspektasi).

0

1

2

3

4

5

6

7

8

-2000000 -1000000 0 1000000

Series: ResidualsSample 1986 2005Observations 20

Mean 1.68E-09Median 179961.8Maximum 1171492.Minimum -1802112.Std. Dev. 751788.1Skewness -0.655383Kurtosis 2.854026

Jarque-Bera 1.449511Probability 0.484443

Page 92: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Lampiran 9 : LM Test Model Koyck (Model Ekspektasi).

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 10.12774 Probability 0.001905 Obs*R-squared 12.41743 Probability 0.002012

Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 07/24/07 Time: 21:54 Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 112158.4 647241.3 0.173287 0.8649

PCD 298.7017 947.2514 0.315335 0.7572 PCDE -523.5209 808.4388 -0.647570 0.5277

PT 149.4938 340.5717 0.438949 0.6674 PS -4.986322 321.3481 -0.015517 0.9878

RESID(-1) 0.781263 0.302886 2.579401 0.0218 RESID(-2) 0.059528 0.366679 0.162345 0.8734

R-squared 0.591306 Mean dependent var 1.55E-09 Adjusted R-squared 0.416152 S.D. dependent var 1178806. S.E. of regression 900725.4 Akaike info criterion 30.52099 Sum squared resid 1.14E+13 Schwarz criterion 30.86916 Log likelihood -313.4704 F-statistic 3.375913 Durbin-Watson stat 1.900138 Prob(F-statistic) 0.028433