Diagnostik dan Remedial Kesulitan Belajar Matematika Di SMP Negeri 29 Bandung
Vilda RoswindaUniversitas Pendidikan [email protected]
Abstrak
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang telah ada sejak seseorang
duduk dibangku sekolah tingkat dasar. Tidak bisa dipungkiri, dalam sistem pendidikan di
Indonesia pencapaian nilai yang baik pada mata pelajaran matematika sering menghasilkan
asumsi di kalangan masyarakat bahwa anak tersebut memiliki kecerdasan yang tinggi.
Sebaliknya, jika ada anak yang mendapatkan nilai yang kurang baik dalam mata pelajaran ini
maka anggapan masyarakat terhadap kecerdasan anak tersebut juga kurang tinggi.
Setiap tenaga pendidik atau guru tentu memahami kondisi setiap siswa karena pada
hakikatnya, manusia diciptakan dengan sifat yang unik dan berbeda antara manusia yang satu
dengan yang lain. Perbedaaan ini dapat diamati oleh guru mulai dari fisik, sifat, minat, bakat,
ataupun kecerdasan yang dimiliki oleh setiap siswanya. Begitu pula saat mengajarkan mata
pelajaran matematika, tidak semua anak memiliki kemampuan sesuai dengan yang
diharapkan oleh guru akibatnya seorang guru dituntut untuk mampu membimbing dan
memberikan pengetahuan kepada semua siswanya.
Kesulitan yang dialami oleh setiap siswa dalam memahami mata pelajaran matematika
dapat terjadi karena beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Hal ini
juga dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan dan ketekunan dari diri siswanya. Peran guru
sangatlah penting untuk mengatasi masalah kesulitan belajar matematika yang dialami oleh
siswanya. Oleh karena itu, guru harus mengambil tindakan nyata untuk meminimalisir hal ini.
Adapun tujuan laporan ini terdiri dari dua macam tujuan: Mengetahui kondisi prestasi
siswa dalam mata pelajaran matematika, mendeskripsikan prestasi belajar peserta didik di
kelas, mendeskripsikan secara umum kesulitan prestasi belajar pada mata pelajaran
matematika dilihat dari KKM dan rata-rata nilai matematika di kelas, mengetahui status
peserta didik dalam mata pelajaran matematika, mengetahui peserta didik mana saja yang
akan diberikan remedial (kuratif, preventif, pengembangan, pengayaan, dan percepatan), dan
menentukan program remedial yang kan diberikan kepada peserta didik tersebut.
Kata Kunci: Diagnostik, Remedial, dan Kesulitan Belajar
Pendahuluan
Pendidikan nasional antara lain bertujun mewujudkan learning society dimana setiap
anggota masyarakat berhak mendapatkan pendidikan (education for all) dan menjadi
pembelajar seumur hidup (longlife education). Empat pilar pendidikan dari UNESCO, yaitu
learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be. Impelementasi
dalam pembelajaran matematika terlihat dalam pembelajaran dan penilaian yang sifatnya
learning to know (fakta, skills, konsep, dan prinsip), learning to do (doing mathematics),
learning to be (enjoy mathematics), dan learning to live together (cooperative learning in
mathematics). Pada dasarnya objek pembelajaran matematika adalah abstrak. Walaupun
menurut teori Piaget bahwa anak sampai umur SMP dan SMA sudah berada pada tahap
operasi formal, namun pembelajaran matematika masih perlu diberikan dengan menggunakan
alat peraga karena sebaran umur untuk setiap tahap perkembangan mental dari Piaget masih
sangat bervariasi. Mengingat hal-hal tersebut di atas, pembelajaran matematika di sekolah
tidak bias terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual
siswa. Karena itu perlu perlu memperhatikan karakteristik pembelajaran matematika di
sekolah (Suherman, 2003) yaitu sebagai berikut:
1. Pembelajaran Matematika Berjenjang (Bertahap)
Materi pembelajaran diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dari hal
konkrit ke abstrak, hal yang sederhana ke kompleks, atau konsep mudah ke konsep
yang lebih sukar.
2. Pembelajaran Matematika Mengikuti Metoda Spiral
Setiap mempelajari konsep baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah
dipelajari sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah
dipelajari.
3. Pembelajaran Matematika Menekankan Pola Pikir Deduktif
Matematika adalah deduktif, matematika tersusun secara deduktif aksiomatik.
Namun demikian harus dapat dipilihkan pendekatan yang cocok dengan kondisi siswa.
4. Pembelajaran Matematika Menganut Kebenaran Konsisten
Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran
konsistensi, tidak bertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya.
Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan atas pernyataanpernyataan yang
terdahulu yang telah diterima kebenarannya.
Pandangan dan pemahaman guru terhadap pengertian belajar akan mempengaruhi
cara guru melaksanakan proses pembelajaran dan proses evaluasi hasil belajar siswa. Pada
guru yang kurang menekankan belajar pada aspek “proses” tetapi lebih kepada “produk”,
pembelajaran akan lebih berpusat kepada guru melalui pengulangan kegiatan rutin seperti
penjelasan singkat materi baru, pemberian pekerjaan rumah, pemeriksaan di kelas sambil
berkeliling kelas atau menjawab pertanyaan siswa. Namun guru dengan pandangan belajar
sebagai proses mengkonstruksi informasi dan pengalaman baru menjadi pemahaman siswa
yang bermakna, guru akan berusaha melakukan kegiatan dengan melibatkan siswa secara
aktif.
Guru dengan pandangan belajar sebagai proses mengkonstruksi informasi dan
pengalaman baru menjadi pemahaman siswa yang bermakna, guru akan berusaha melakukan
kegiatan sebagai berikut:
1. Memilih tugas-tugas matematika sedemikian sehingga memotivasi minat siswa dan
2. Memilih tugas-tugas matematika sedemikian sehingga memotivasi minat siswa dan
meningkatkan keterampilan intelektual siswa.
3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mendalami pemahaman mereka terhadap
produk dan proses matematika serta penerapannya.
4. Menciptakan suasana kelas yang mendorong dicapainya penemuan dan
pengembangan idea matematika,
5. Menggunakan dan membantu pemahaman siswa, alat-alat teknologi, serta sumber-
sumber lain untuk menigkatkan penemuan matematika,
6. Mencapai dan membantu siswa untuk mencari hubungan antara pengetahuan semula
dengan pengetahuan baru;
Membimbing secara individual, secara kelompok dan secara klasikal. Untuk dapat
melaksanakan kegiatan-kegiatan di atas, selain guru matematika harus menguasai matematika
dengan baik. Diagnosis merupakan istilah yang diadopsi dari bidang medis. Menurut
Thorndike dan Hagen, diagnosis dapat diartikan sebagai :
a. Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa yang
dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-
gejalanya (symtoms);
b. Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik
atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial;
c. Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang saksama atas gejala-gejala
atau fakta-fakta tentang suatu hal.
Menurut Burton (1952 : 622-624) mengidentifikasi seorang siswa kasus dapat
dipandang atau dapat diduga mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan
menunjukkan kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Kegagalan belajar
didefinisikan sebagai berikut :
1) Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak
mecapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan minimal dalam
pelajaran tertentu, seperti yang telah ditetapkan oleh orang dewasa atau guru.
2) Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau
mencapai prestasi yang semestinya. Ia diramalkan akan dapat mengerjakannya atau
mencapai suatu prestasi, namun ternyata tidak sesuai dengan kemampuannya.
3) Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas
perkembangan, termasuk penyesuaian sosial sesuai dengan pola organismiknya pada
fase perkembangan tertentu, seperti yang berlaku bagi kelompok sosial dan usia yang
bersangkutan.
4) Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat
penguasaan yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran
berikutnya.
Berdasarkan pengertian diagnosis dan kesulitan belajar di atas, dapat disimpulkan
diagnostik kesulitan belajar sebagai suatu proses atau upaya untuk memahami jenis dan
karakteristik serta latar belakang kesulitan-kesulitan belajar dengan menghimpun dan
mempergunakan berbagai data/informasi selengkap dan seobjektif mungkin sehingga
memungkinkan untuk mengambil kesimpulan dan keputusan serta mencari alternatif
kemungkinan pemecahannya.
Ross dan Stanley (1956:332-341) menggariskan tahapan-tahapan diagnosis (the levels of diagnosis) itu sebagai berikut:
5. how can errors be prevented?Bagaimana kelemahan itu dapat dicegah?
4. what remedies are suggested?Penyembuhan-penyembuhan apakah yang disarankan?
3. why do the errors occur?Mengapa kelemahan-kelemahan itu terjadi?
2. where are the errors located
Di manakah kelemahan-kelemahan itu dapat dilokalisasikan?1.who are the pupils having trouble?
Siapa-siapa siswa yang mengalami gangguan
Dari skema tersebut, tampak bahwa keempat langkah yang pertama dari diagnosis itu
merupakan usaha perbaikan atau penyembuhan.Sedangkan langkah yang kelima merupakan
usaha pencegahan.
Burton (2009:310) menggariskan agak lain, yaitu berdasarkan kepada teknik dan
instrument yang digunakan dalam pelaksanaannya sebagai berikut:
1. General Diagnosis
Pada tahap ini lazim digunakan tes baku, seperti yang digunakan untuk evaluasi dan
pengukuran psikoligis dan hasil belajar. Sasarannya, untuk menemukan siapakah
siswa yang diduga mengalami kelemahan tersebut.
2. Analystic diagnostic
Pada tahap ini yang lazimnya digunakan adalah tes diagnostic.Sasarannya, untuk
mengetahui dimana letak kelemahan tersebut.
3. Psychological diagnosis
Pada tahap ini teknik pendekatan dan instrument yang digunakan antara lain :
Observasi, analisis karya tulis, analisis proses dan respons lisan, analisis berbagai
catatan objrktif, wawancara, pendekatan laboratory dan klinis, dan studi kasus.
Dari kedua model pola pendekatan di atas, Prof. Dr. H. Abin Syamsudin Makmun,
M. A. menjabarkannya ke dalam suatu pola pendekatan operasional sebagai berikut :
Pola pendekatan menurut Prof. Abin Syamsudin.
Beberapa langkah pokok/prosedur dan teknik pelaksanaan diagnosis kesulitan belajar
adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Menandai siswa dalam satu kelas atau dalam suatu kelompok yang diperkirakan
mengalami kesulitan dalam belajar baik yang sifatnya umum maupun sifatnya lebih
khusus dalam bidang studi tertentu.
Teknik yang dapat ditempuh bermacam-macam antara lain dengan: meneliti nilai
ujian, menganalisis hasil ujian dengan melihat tipe kesalahan yang dibuatnya, observasi
pada saat siswa dalam proses belajar mengajar, memeriksa buku catatan pribadi yang ada
pada petugas bimbingan, dan melaksanakan sosiometris untuk melihat hubungan sosial
psikologis yang terdapat pada para siswa.
2. Melokalisasikan Letaknya Kesulitan (Permasalahan)
Setelah kita menemukan kelas atau individu siswa yang diduga mengalami kesulitan
belajar, maka pesoalan selanjutnya yang perlu kita telaah, ialah (1) dalam mata pelajaran
(bidang studi) manakah kesulitan itu terjadi, (2) pada kawasan tujuan belajar (aspek
prilaku) yang manakah ada kesulitan itu terjadi, (3) pada bagian (ruang lingkup bahan)
yang manakah kesulitan itu terjadi, dan (4) dalam segi kesulitan belajar manakah
kesulitan itu terjadi.
3. Lokalisasi jenis faktor dan sifat yang menyebabkan siswa mengalami berbagai
kesulitan
Pada garis besarnya sebab kesulitan dapat timbul dari dua hal yaitu:
a.Faktor internal yaitu faktor yang berada dan terletak pada diri siswa itu sendiri.
Contohnya Kelemahan mental faktor kecerdasan, intelegensia,atau kecakapan / bakat,
Kelemahan fisik, Gangguan yang bersifat emosional,
b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang datang dari luar yang menyebabkan
timbulnya hambatan atau kesulitan. Contohnya Situasi atau proses belajar mengajar
yang tidak merangsang siswa untuk aktif antisifatif, Metode mengajar yang kurang
memadai.
4. Perkiraan kemungkinan bantuan
Apabila kita telah mengetahui letak kesulitan yang dialami siswa, jenis dan sifat
kesulitan, latar belakangnya, faktor-faktor yang menyebabkannya, maka kita akan dapat
memperkirakan beberapa hal berikut: apakah anak tersebut masih bisa dibantu, oleh siapa
siswa tersebut dibantu, kapan dan dimana bantuan dapat diberikan, kapan waktu
pemberian bantuan, dan siapa saja yang terliabat dalam pemberian bantuan.
5. Penetapan kemungkinan cara mengatasinya
Pada langkah ini perlu menyusun suatu rencana atau alternatif-alternatif rencana yang
akan dilaksanakan untuk membantu peserta didik/siswa mengatasi masalah kesulitan
belajarnya. Rencana ini hendaknya berisi: cara-cara yang harus ditempuh untuk
menyembuhkan kesulitan yang dialami siswa tersebut dan menjaga agar kesulitan yang
serupa jangan sampai terulang.
Rencana ini harus berisi tentang: jadwal kegiatan pemberian bantuan, cara bantuan
diberikan, tempat, petugas yang akan memberikan bantuan, tindak lanjut bantuan.
Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya
dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan
(treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi siswa.
Berkenaan dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria
keberhasilan layanan bimbingan belajar, yaitu: berkembangnya pemahaman baru yang
diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang dibahas, perasaan positif sebagai dampak
dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan rencana kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya
lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.
Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode
deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang menggunakan
kata-kata untuk mengambil kesimpulan (Arikunto, 2002: 213). Metode deskriptif
memusatkan niatnya dalam temuan faktual sesuai dengan kondisi riil (Nawawi, 1994: 73).
Metode deskriptif adalah metode yang berbicara tentang probabilitas dalam memecahkan
masalah faktual dengan mengumpulkan data, ketertiban dan mengklasifikasikan data,
menganalisis dan menginterpretasikan data (Surakmad, 1985: 131).
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika di SMP Negeri
29 Bandung, khususnya kelas 7E dapat diketahui bahwa prestasi belajar siswa cukup baik
untuk mata pelajaran matematika. Untuk mata pelajaran matematika, kriteria ketuntasan
minimal yang berlaku di sekolah ini adalah 76. Kriteria ketuntasan minimal tersebut sudah
menjadi kesepakatan dari pihak sekolah sehingga nilai ini juga berlaku dalam mata pelajaran
yang lain.
Penilaian terhadap kemampuan prestasi peserta didik dilihat dari tiga aspek yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sesuai dengan visi dari sekolah ini yakni handal di jalan
Allah mengindikasikan bahwa akhlak dan budi pekerti juga menjadi salah satu pertimbangan
penting dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Selain itu, penilaian yang dilakukan oleh
guru matematika jug dapat diperoleh dengan memberikan tugas kepada peserta didik, serta
mengadakan ulangan harian di akhir materi pembelajaran.
Daftar Nilai Siswa/Siswi SMP N 29 BandungMata Pelajaran Matematika
Kelas 7E / Semester 2Tahun Pelajaran 2014/2015
No Nama Siswa
NilaiRata-Rata
KKM 76Ranking
UH 1 UH 2 UTS Selisih Kelas
1 Fajar Sidiq 64 100 100 88.00 12.00 25.15 12 Yudi 72 93 80 81.67 5.67 18.82 23 M.Fajar Ramdani 76 83 85 81.33 5.33 18.48 34 Rima 66 93 85 81.33 5.33 18.48 35 Rendi 56 97 85 79.33 3.33 16.48 56 Devani 58 93 77 76.00 0.00 13.15 67 Eka 56 80 92 76.00 0.00 13.15 68 Jasmin 58 77 91 75.33 -0.67 12.48 89 Nabila Nur Fathiya 60 90 75 75.00 -1.00 12.15 910 Tiya 58 77 85 73.33 -2.67 10.48 1011 Uung 42 87 88 72.33 -3.67 9.48 1112 Didan 51 77 78 68.67 -7.33 5.82 1213 Ardi 41 90 74 68.33 -7.67 5.48 1314 Citra 45 90 68 67.67 -8.33 4.82 1415 Luthfiyyyah 33 80 90 67.67 -8.33 4.82 1416 Meisha 33 80 90 67.67 -8.33 4.82 1417 Harry 58 60 79 65.67 -10.33 2.82 1718 M.Reddy 30 87 80 65.67 -10.33 2.82 1719 Arni 57 70 67 64.67 -11.33 1.82 1920 Saskia 56 73 63 64.00 -12.00 1.15 2021 Suci Utama 35 90 65 63.33 -12.67 0.48 2122 Rizki Nurbagja 34 80 68 60.67 -15.33 -2.18 2223 Gita Purry 54 77 50 60.33 -15.67 -2.52 2324 Rd. Mufid 32 90 59 60.33 -15.67 -2.52 2325 Dea 66 33 81 60.00 -16.00 -2.85 2526 M. Rizal 32 77 67 58.67 -17.33 -4.18 2627 Nasya Y.P 34 76 60 56.67 -19.33 -6.18 2728 Nabila Priluiwani 34 77 55 55.33 -20.67 -7.52 2829 Sandi Saharani 42 60 62 54.67 -21.33 -8.18 2930 Aji 16 69 74 53.00 -23.00 -9.85 30
31 Dafa 40 63 55 52.67 -23.33 -10.18 3132 Rismayanti 47 43 68 52.67 -23.33 -10.18 3133 Novita 40 53 61 51.33 -24.67 -11.52 3334 Raihani 59 37 58 51.33 -24.67 -11.52 3335 Aditya 32 33 69 44.67 -31.33 -18.18 3536 Yesi 16 33 81 43.33 -32.67 -19.52 3637 Nurlinda S. 34 33 51 39.33 -36.67 -23.52 3738 Nabil Fadila B 42 30 40 37.33 -38.67 -25.52 3839 Amey 36 0 0 12.00 -64.00 -50.85 39
Rerata 62.24Simpangan Baku 14.70
Namun, saat diadakannya ulangan harian tidak semua murid yang mampu mencapai
kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan. Akibatnya, guru harus memberikan
pelajaran tambahan kepada murid yang dianggap memiliki kesulitan dalam memepelajari
mata pelajaran matematika. Akan tetapi pemberian remedial ini hanya diberikan kepada
peserta didik yang nilainya tidak memenuhi kriteria ketuntasan minimal. Jadi, tidak ada
program remedial lain yang dilakukan oleh guru seperti, percepatan, pengayaan, ataupun
pengembangan.
Saat pemberian pelajaran tambahan murid yang telah mencapai nilai kriteria ketuntasan
minimal juga ikut dalam proses pembelajaran hal ini tentu dapat merugikan anak yang
seharusnya mempelajari materi lain. Program remedial yang diberikan berupa pelajaran
tambahan yang kemudian akan diadakan ujian kembali kepada peserta didik tersebut. Akan
tetapi, jika peserta didik tetap tidak dapat melampaui kriteria ketuntasan minimal tersebut
maka guru akan memberika tugas tambahan. Penilaian kepada peserta didik yang telah lulus
dalam ujian yang diadakan setelah mendapatkan remedial tetap mengikuti nilai ketuntasan
minimal walaupun nilai yang diperoleh nya adalah seratus. Hal ini juga berlaku untuk peserta
didik yang dianggap telah memenuhi syarat untuk lulus dari penilaian tugas tambahan, nilai
yang diperolehnya sama dengan nilai kriteria ketuntasan minimal.
Sebelumnya, di sekolah ini telah menerapkan kurikulum 2013 yang dicanangkan oleh
pemerintah. Namun, kurikulum yang berlaku di sekolah ini yaitu kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP). Metode pembelajaran yang diterapkan pada kegiatan pembelajaran
adalah metode ceramah. Metode pembelajaran yang diterapkan di sekolah ini adalah metode
ceramah sehingga pembelajaran bersifat satu arah dan murid cenderung pasif.
4.2 Analisis Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan kajian teori mengenai diagnostik dan remedial
kesulitan belajar dapat diketahui bahwa penerapan program remedial seperti kuratif,
preventif, pengembangan, pengayaan, dan akselerasi tidak diterapkan kepada peserta didik.
Hal ini, kurang baik karena tingkat kesulitan peserta didik dalam memahami materi
pembelajaran tidak sama. Selain itu, kendala yang dihadapi tiap peserta didik juga berbeda.
Pemberian remedial yang secara klasikal yang juga melibatkan anak yang telah mencapai
nilai kriteria ketuntasan minimal tentu akan merugikan peserta didik tersebut.
Tabel Diagnostik Ulangan Harian 1Siswa/Siswi SMP Negeri 29 Bandung
Kelas 7E Semester IITahun Ajaran 2014/2015
No Nama Nilai
Program Remedial (Interval 10)Kuratif Preventif Pengembangan Pengayaan Akselerasi (16-25) (26-35) (36-45) (46-55) (>55)
1 Fajar Sidiq 64 2 Yudi 72 3 M.Fajar Ramdani 76 4 Rima 66 5 Rendi 56 6 Devani 58 7 Eka 56 8 Jasmin 58 9 Nabila Nur Fathiya 60
10 Tiya 58 11 Uung 42 12 Didan 51 13 Ardi 41 14 Citra 45 15 Luthfiyyyah 33 16 Meisha 33 17 Harry 58 18 M.Reddy 30 19 Arni 57 20 Saskia 56 21 Suci Utama 35 22 Rizki Nurbagja 34 23 Gita Purry 54 24 Rd. Mufid 32 25 Dea 66 26 M. Rizal 32 27 Nasya Y.P 34 28 Nabila Priluiwani 34
29 Sandi Saharani 42 30 Aji 16 31 Dafa 40 32 Rismayanti 47 33 Novita 40 34 Raihani 59 35 Aditya 32 36 Yesi 16 37 Nurlinda S. 34 38 Nabil Fadila B 42 39 Amey 36 Rata-Rata 46 Nilai Minimum 16 Nilai Maksimum 76 Range 60 Banyak Kelas 6
Berdasarkan tabel nilai ulangan harian pertama diatas dapat diketahui bahwa selisih
nilai maksimum dan nilai minimum adalah 60. Banyak kelas yang diperoleh adalah enam dan
interval pembagian jenis-jenis program remedial adalah sepuluh sehingga dapat diketahui
jumlah anak yang perlu mendapatkan program remedial berdasarkan kemampuannya.
Program remedial kuratif diberikan kepada peserta didik yang memperoleh nilai dari 16-25
sebanyak dua orang. Program remedial preventif diberikan kepada anak yang memperoleh
nilai dari 26-35 sebanyak sebelas orang. Program remedial pengembangan diberikan kepada
peserta didik yang memeperoleh nilai dari 36-45 sebanyak 8 orang. Program remedial
pengayaan diberikan kepada anak yang memperoleh nilai dari 46-55 sebanyak 3 orang.
Program remedial akselerasi diberikan kepada anak yang memperoleh nilai >55 sebanyak 15
orang. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kesulitan yang diberikan kepada
peserta didik cukup tinggi karena hanya satu orang saja yang dapat mencapai kriteria
ketuntasan minimal.
Tabel Diagnostik Ulangan Harian 2Siswa/Siswi SMP Negeri 29 Bandung
Kelas 7E Semester IITahun Ajaran 2014/2015
No Nama Nil
ai
Program Remedial (Interval 16)Kura
tif Preven
tif Pengembang
an Pengaya
an Akselera
si (0-15) (16-31) (32-47) (48-63) (>63)
1 Fajar Sidiq 10
02 Yudi 93
3M.Fajar Ramdani 83
4 Rima 93 5 Rendi 97 6 Devani 93 7 Eka 80 8 Jasmin 77
9Nabila Nur Fathiya 90
10 Tiya 77 11 Uung 87 12 Didan 77 13 Ardi 90 14 Citra 90 15 Luthfiyyyah 80 16 Meisha 80 17 Harry 60 18 M.Reddy 87 19 Arni 70 20 Saskia 73 21 Suci Utama 90 22 Rizki Nurbagja 80 23 Gita Purry 77 24 Rd. Mufid 90 25 Dea 33 26 M. Rizal 77 27 Nasya Y.P 76 28
Nabila Priluiwani 77
2 Sandi Saharani 60
930 Aji 69 31 Dafa 63 32 Rismayanti 43 33 Novita 53 34 Raihani 37 35 Aditya 33 36 Yesi 33 37 Nurlinda S. 33 38 Nabil Fadila B 30 39 Amey 0 Rata-Rata 70 Nilai Minimum 0
Nilai Maksimum 100
Range 100 Banyak Kelas 6
Berdasarkan tabel nilai ulangan harian kedua diatas dapat diketahui bahwa selisih nilai
maksimum dan nilai minimum adalah seratus. Banyak kelas yang diperoleh adalah enam dan
interval pembagian jenis-jenis program remedial adalah enam belas sehingga dapat diketahui
jumlah anak yang perlu mendapatkan program remedial berdasarkan kemampuannya.
Program remedial kuratif diberikan kepada peserta didik yang memperoleh nilai dari 0-15
sebanyak satu orang. Untuk program remedial preventif yang dimulai dari nilai 16-31 tidak
ada. Program remedial pengembangan diberikan kepada peserta didik yang memeperoleh
nilai dari 32-47 sebanyak tujuh orang. Program remedial pengayaan diberikan kepada anak
yang memperoleh nilai dari 48-63 sebanyak empat orang. Program remedial akselerasi
diberikan kepada anak yang memperoleh nilai >63 sebanyak 27 orang. Dari data tersebut
dapat disimpulkan bahwa tingkat kesulitan yang diberikan kepada peserta didik cukup mudah
hal ini dapat terlihat bahwa sebanyak 26 peserta didik dapat mencapai nilai kriteria
ketuntasan minimal.
Tabel Diagnostik Ulangan Tengah SemesterSiswa/Siswi SMP Negeri 29 Bandung
Kelas 7E Semester IITahun Ajaran 2014/2015
No Nama Nila
i
Program Remedial (Range 10)Kurati
f Preventi
f Pengembanga
n Pengayaa
n Akselera
si (0-15) (16-31) (32-47) (48-63) (>63)
1 Fajar Sidiq 100 2 Yudi 80 3 M.Fajar Ramdani 85 4 Rima 85 5 Rendi 85 6 Devani 77 7 Eka 92 8 Jasmin 91 9 Nabila Nur Fathiya 75
10 Tiya 85 11 Uung 88 12 Didan 78 13 Ardi 74 14 Citra 68 15 Luthfiyyyah 90 16 Meisha 90 17 Harry 79 18 M.Reddy 80 19 Arni 67 20 Saskia 63 21 Suci Utama 65 22 Rizki Nurbagja 68 23 Gita Purry 50 24 Rd. Mufid 59 25 Dea 81 26 M. Rizal 67 27 Nasya Y.P 60 28 Nabila Priluiwani 55 29 Sandi Saharani 62 30 Aji 74 31 Dafa 55 32 Rismayanti 68 33 Novita 61 34 Raihani 58 35 Aditya 69 36 Yesi 81 37 Nurlinda S. 51
38 Nabil Fadila B 40 39 Amey 0 Rata-Rata 71 Nilai Minimum 0 Nilai Maksimum 100 Range 100 Banyak Kelas 6
Berdasarkan nilai ulangan tengah semester diatas dapat diketahui bahwa selisih nilai
maksimum dan nilai minimum adalah seratus. Banyak kelas yang diperoleh adalah enam dan
interval pembagian jenis-jenis program remedial adalah enam belas sehingga dapat diketahui
jumlah anak yang perlu mendapatkan program remedial berdasarkan kemampuannya.
Program remedial kuratif diberikan kepada peserta didik yang memperoleh nilai dari 0-15
sebanyak satu orang. Untuk program remedial preventif yang dimulai dari nilai 16-31 tidak
ada. Program remedial pengembangan diberikan kepada peserta didik yang memeperoleh
nilai dari 32-47 sebanyak satu orang. Program remedial pengayaan diberikan kepada anak
yang memperoleh nilai dari 48-63 sebanyak sepuluh orang. Program remedial akselerasi
diberikan kepada anak yang memperoleh nilai >63 sebanyak 27 orang. Dari data tersebut
dapat disimpulkan bahwa tingkat kesulitan yang diberikan kepada peserta didik cukup mudah
hal ini dapat terlihat bahwa sebanyak 27 peserta didik dapat mencapai nilai kriteria
ketuntasan minimal.
Dari hasil analisis data, hasil wawancara, serta landasan teoretis yang digunakan dapat
diketahui bahwa konsep pemberian remedial tidak sejalan dengan konsep remedial yang
digunakan sebagai acuan dalam standar pendidikan. Hal ini terlihat dari pemberian program
remedial yang disamaratakan bagi tiap peserta didik yang belum mencapai nilai kriteria
ketuntasan minimum. Selain itu, dalam proses belajar mengajar kegiatan diagnostic pun tidak
dilakukan untuk menandai peserta didik mana yang seharunya mendapatkan bantuan belajar
agar saat ujian tidak ada peserta didik yang tidak mencapai nilai minimal.
Sebaiknya pemberian remedial tidak disamaratakan karena kemampuan tiap peserta
didik berbeda. Oleh karena itu, harus ada pembagian kelompok dalam pemberian program
remedial agar guru dapat mengembangkan kemampuan dan membantu mengatasi kendala
yang dihadapi peserta didik. Selain itu,guru sebaiknya juga memantau setiap perkembangan
peserta didik agar mengetahui peserta didik mana yang perlu mendaptkan bantuan sebelum
melaksanakan ujian agar tujuan dari pembelajaran dapat dicapai dengan baik.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan anilisis penelitian dapt disimpulkan bahwa:
1. Diagnostik pada peserta didik yang dianggap memiliki kesulitan belajar adalah hal yang
penting agar tujuan dari pendidikan itu dapat tercapai.
2. Pemberian remedial kepada peserta didik juga merupakan hal penting, baik untuk
membantu kesulitan belajar maupun untuk mengembangkan kemampuan peserta didik
dalam mencapai tujuan belajar.
Daftar Pustaka
Syamsuddin, A. (2009). Psikologi Kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Harta,I.(2013).[Online].Tersedia:http://www.academia.edu/9582110/kurikulum_matematika_2013_dari_mana_akan_kemana_1 [14 Maret 2015].
Muqsid, M. (2013).[Online]. Tersedia:http://masulmuqsid333.blogspot.com/2013/10/analisis-kurikulum.html [14 Maret 2015].
Top Related