II-1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Umum
Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara
lapis tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi untuk memikul beban
lalu lintas. Selanjutnya beban tersebut diteruskan dan disebarkan ke tanah
dasar sehingga tanah dasar tidak menerima beban melebihi daya dukungnya.
Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut, perkerasan jalan dibuat berlapis-lapis
sehingga perkerasan mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai
(Sukirman, 2003).
Konstruksi lapis perkerasan pada umumnya dibagi menjadi dua jenis
yaitu:
1. Perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu lapis perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat
2. Perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu lapis perkerasan yang
menggunakan semen portland sebagai bahan pengikat.
2.2 Perkerasan Lentur
Menurut Sukirman (1992) konstruksi perkerasan lentur terdiri dari
lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipampatkan.
Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan
menyebarkannya ke lapisan di bawahnya, dapat dilihat pada gambar 2.1
berikut:
II-2
Gambar 2.1 Susunan Lapisan konstruksi perkerasan lentur
Sumber : Rekayasa Jalan Raya II
Berdasarkan gambar di atas, diantara lapisan permukaan dan lapisan
tanah dasar terdapat lapis pondasi yaitu lapis pondasi atas dan lapis pondasi
bawah. Dalam pelaksanaan proyek jalan umumnya pekerjaan lapis pondasi
termasuk dalam lingkup pekerjaan perkerasan berbutir yaitu pekerjaan yang
meliputi lapis pondasi agregat A sebagai lapis pondasi atas dan lapis pondasi
agregat B sebagai lapis pondasi bawah (Spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3
Diisi 5).
2.3 Lapis Pondasi
Lapis pondasi merupakan bagian perkerasan jalan raya yang terletak
diantara lapis permukaan jalan dan tanah dasar. Lapis pondasi terdiri atas dua
bagian yaitu lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah yang berfungsi antara
lain:
a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda
b. Sebagai perletakkan terhadap lapis permukaan
2.3.1 Lapis Pondasi atas
Lapis pondasi atas adalah bagian perkerasan yang terletak di
bawah lapis permukaan dan di atas lapis pondasi bawah. Fungsi lapis
pondasi atas adalah:
1. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya
2. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah
II-3
3. Bantalan terhadap lapisan permukaan
2.3.2 Lapis pondasi bawah
Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak
dibawah lapis pondasi atas dan di atas tanah dasar. Fungsi lapis
pondasi bawah adalah:
1. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda
ke tanah dasar
2. Efisiensi penggunaan material yang relatif murah sehingga
lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya
3. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal
4. Lapisan peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi
5. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar
naik ke lapis pondasi atas
2.3.3 Sumber Bahan untuk Lapis Pondasi
Bahan yang biasa digunakan untuk lapis pondasi adalah agregat atau
batu pecah yang bisa diambil dari kali ataupun gunung.
2.3.4 Kelas Lapis Pondasi
Terdapat tiga kelas yang berbeda dari lapis pondasi agregat yaitu lapis
pondasi agregat Kelas A, Kelas B, dan Kelas S. Dalam penelitian ini
hanya dibahas tentang agregat A dan agregat B.
1. Lapis pondasi agregat kelas A
Lapis pondasi agregat kelas A adalah agregat yang lolos saringan
(37,5 mm) dan biasa digunakan untuk lapis pondasi atas untuk
lapisan di bawah lapisan beraspal dan
2. Lapis pondasi agregat kelas B
Lapis pondasi agregat kelas B adalah agregat yang lolos saringan
2” (50,0 mm) dan bisa digunakan untuk lapis pondasi bawah.
2.3.5 Fraksi Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang tertahan saringan No. 4 (4,75 mm),
biasanya terdiri dari partikel atau pecahan batu yang keras dan awet.
II-4
2.3.6 Fraksi Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan No. 4 (4,75 mm),
terdiri dari partikel pasir alami atau batu pecah halus.
2.3.7 Sifat-sifat bahan yang diisyaratkan
Seluruh lapis pondasi agregat harus bebas dari bahan organik dan
gumpalan lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki dan
setelah dipadatkan harus memenuhi ketentuan gradasi yang diberikan
dalam tabel 2.1 dan memenuhi sifat-sifat yang diberikan dalam tabel
2.2 berikut :
Tabel 2.1 Gradasi Lapis Pondasi Agregat
Ukuran Ayakan Persen Berat Yang Lolos
ASTM (mm) Kelas A Kelas B
2” 50 100
1½” 37,5 100 88-95
1” 25,0 79-85 70-85
3/8” 9,50 44-58 30-65
No.4 4,75 29-44 25-55
No.10 2,0 17-30 15-40
N0.40 0,425 7-17 8-20
No.200 0,075 2-8 2-8
Sumber : Spesifikai Umum 2010 (Revisi 3) Divisi 5
Tabel 2.2 Sifat-sifat Lapis Pondasi Agregat
Sumber : Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) Divisi 5
Kelas A Kelas B
0 - 40 % 0 - 40 %
0 - 25 0 - 35
0 - 6 0 - 10
min. 90 % min. 60 %
-
0 - 5 %
maks. 2/3
Sifat-sifat
Abrasi dari agregat kasar (SNI 2417:2008)
Butiran pecah, tertahan ayakan 3/8" (SNI
7619:2012)
Batas Cair (SNI 1967:2008)
Indeks Plastisitas (SNI 1966:2008)
Hasil kali Indeks Plastisitas dengan %
Lolos Ayakan No. 200
95/901)
maks. 25
0 - 5 %
maks. 2/3
55/502)
Gumpalan Lempung dan Butiran-butiran
Mudah Pecah (SNI 03-4141-1966)
CBR rendaman (SNI 1744:2012)
Perbandingan Persen Lolos Ayakan No.
200 dan No. 40
II-5
2.4 Agregat
Agregat didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang keras dan
padat. ASTM mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari
mineral padat, berupa massa berukuran besar ataupun fragmen-fragmen.
Agregat merupakan komponen utama dari perkerasan jalan yang mengandung
90-95% agregat berdasarkan presentase berat atau 75-85% agregat
berdasarkan persentase volume.
2.4.1 Klasifikasi Agregat
Berdasarkan proses pengolahannya, agregat yang dipergunakan untuk
perkerasan lentur dapat terdiri dari tiga macam, yaitu:
1. Agregat alam
Agregat yang dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam yang
terbentuk melalui proses erosi dan abrasi. Agregat alam yang
sering dipergunakan adalah kerikil dan pasir. Kerikil adalah
agregat dengan ukuran partikel >1/4 inch (6,35 mm), pasir adalah
agregat dengan ukuran partikel <1/4 inch tetapi lebih besar dari
0,075 mm (saringan No. 200). Berdasarkan tempat asalnya agregat
alam dapat dibedakan atas pitrun yaitu agregat yang diambil dari
tempat terbuka di alam dan bankrun yaitu agregat yang berasal
dari sungai (endapan sungai).
2. Agregat yang melalui proses pengolahan
Merupakan agregat yang harus melalui pengolahan berupa proses
pemecahan batu menggunakan mesin pemecah batu (stone
crusher) sehingga ukuran agregat yang dihasilkan dapat terkontrol,
gradasi yang diharapkan dapat dicapai sesuai dengan spesifikasi
yang ditetapkan.
3. Agregat buatan
Agregat buatan adalah agregat yang merupakan mineral filler
(partikel dengan ukuran <0,075 mm), diperoleh dari hasil olahan
pabrik semen dan kapur, atau limbah industri.
Berdasarkan ukuran butirannya, agregat dapat dibedakan atas:
II-6
a. Menurut ASTM (American Society for Testing and Material)
dan Bina Marga[Buku 3 Second nine]
- Agregat kasar, > saringan No. 4 (4,75 mm)
- Agregat halus, < saringan No. 4 (4,75 mm)
- Bahan pengisi (filler) bagian dari agregat halus yang
minimum 75% lolos saringan No. 200 (0,075 mm)
b. Menurut AASHTO (The American Association of State
Highway and Transportation Official)
- Agregat kasar, > saringan No. 8 (2,36 mm)
- Agregat Halus, < saringan No. 8 (2,36 mm)
- Bahan pengisi (filler) bagian dari agregat halus yang lolos
saringan No. 30 (0,60 mm)
2.4.2 Sifat Fisik Agregat
Sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan
perkerasan jalan memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap
cuaca. Oleh karena itu perlu pemeriksaan yang teliti sebelum
diputuskan suatu agregat dapat dipergunakan sebagai material
perkerasan jalan. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai
material perkerasan jalan raya adalah:
1. Gradasi
2. Ukuran maksimum agregat
3. Daya tahan agregat
4. Bentuk dan tekstur agregat
5. Berat jenis agregat
Dalam penelitian ini, sifat fisik yang diuji adalah gradasi, daya tahan
agregat dan berat jenis agregat.
2.4.3 Sifat Mekanis Agregat
Sifat mekanis agregat merupakan salah satu faktor terpenting yang
mendasari pemilihan bahan dalam suatu perancangan. Sifat mekanis
dapat diartikan sebagai respon atau perilaku material terhadap
II-7
pembebanan yang diberikan. Pengujian untuk mengetahui sifat-sifat
mekanis agregat yaitu:
1. Percobaan pemadatan
2. CBR laboratorium
2.4.4 Gradasi
Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya, yang
dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Saringan
berukuran paling besar diletakkan teratas, dan yang paling halus
terbawah sebelum pan. Ukuran bukaan saringan yang digunakan
dalam pemeriksaan gradasi sesuai SNI dalam ASTM dapat dilihat
pada tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3 Ukuran bukaan saringan
Sumber : Beton Aspal Campuran Panas, 2003
Gradasi agregat dinyatakan dalam persentasi lolos saringan atau
persentase tertahan yang dihitung berdasarkan berat agregat.
Gradasi agregat menentukan pengaruh besarnya rongga antara butiran
yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses
pelaksanaan. Selain itu, gradasi agregat menentukan besarnya rongga
pori yang mungkin terjadi dalam agregat campuran. Agregat
campuran adalah agregat hasil pencampuran berbagai macam agregat
yang masing-masing mempunyai gradasi tertentu. Agregat campuran
II-8
yang terdiri dari agregat berukuran sama akan berongga atau berpori
banyak, karena tak terdapat agregat berukuran kecil yang dapat
mengisi rongga yang terjadi. Sebaliknya, jika campuran agregat
terdistribusi dari agregat yang berukuran besar sampai kecil secara
merata, maka rongga atau pori yang terjadi sedikit. Hal ini disebabkan
karena rongga yang terbentuk oleh susunan agregat berukuran besar,
akan diisi oleh agregat berkukuran kecil.
Agregat campuran diperoleh dengan mencampur secara proporsional
fraksi agregat kasar dan fraksi agregat halus. Proporsi dari masing-
masing agregat dirancang secara proporsional sehingga diperoleh
gradasi agregat yang diiinginkan. Agregat campuran adalah hasil a %
fraksi agregat kasar dan b % fraksi agregat halus, dengan nilai a + b =
100%, tetapi apabila nilai a dan b dalam bilangan desimal maka a + b
= 1.
Jenis gradasi agregat dapat dibedakan atas:
1. Agregat bergradasi baik
Agregat bergradasi baik adalah agregat yang ukuran butirnya
terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran butir. Agregat
bergradasi baik disebut juga agregat bergradasi rapat. Berdasarkan
ukuran butir agregat, agregat bergradasi baik dibedakan atas:
a. Agregat bergradasi kasar adalah agregat bergradasi baik yang
mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai
dengan halus, tetapi dominan berukuran kasar
b. Agregat bergradasi halus adalah agregat bergradasi baik yang
mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai dengan
halus, tetapi dominan berukuran agregat halus.
Agregat bergradasi baik atau buruk dapat diperiksa dengan
menggunakan rumus Fuller
(
)
...................................................................... (2.1)
II-9
Dengan:
P = persen lolos saringan dengan bukaan saringan d mm
d = ukuran agregat yang diperiksa
D = ukuran maksimum agregat dalam gradasi tersebut
2. Agregat bergradasi buruk
Agregat bergradasi buruk tidak memenuhi persyaratan gradasi
baik. Tiga macam gradasi agregat yang dikelompokkan ke dalam
agregat bergradasi buruk, yaitu:
a. Agregat bergradasi seragam adalah agregat yang hanya terdiri
dari butir-butir agregat berukuran sama atau hampir sama,
mempunyai pori antar butir yang cukup besar sehingga sering
dinamakan juga agregat bergradasi terbuka
b. Agregat bergradasi terbuka adalah agregat yang distribusi
ukuran butirnya sedemikian rupa sehingga pori-porinya tidak
terisi dengan baik
c. Agregat bergradasi senjang adalah agregat yang distribusi
ukuran butirnya tidak menerus, atau ada bagian ukuran yang
tidak ada, jika ada hanya sedikit sekali
2.4.5 Ukuran Maksimum Agregat
Ukuran maksimum butir agregat dapat dinyatakan dengan
mempergunakan:
1. Ukuran maksimum agregat yaitu menunjukkan ukuran saringan
terkecil dimana agregat yang lolos saringan tersebut sebanyak
100%
2. Ukuran nominal maksimum agregat menunjukkan ukuran saringan
terbesar dimana agregat yang tertahan saringan tersebut sebanyak
tidak lebih dari 10%. Ukuran maksimum agregat adalah satu
saringan atau ayakan yang lebih besar dari ukuran nominal
maksimum.
II-10
2.4.6 Daya Tahan Agregat
Daya tahan agregat adalah ketahanan agregat untuk tidak hancur
atau pecah oleh pengaruh mekanis ataupun hujan. Agregat dapat
mengalami degradasi, yaitu perubahan gradasi akibat pecahnya butir-
butir agregat. Kehancuran agregat dapat disebabkan oleh proses
mekanis, seperti gaya-gaya yang terjadi selama proses pelaksanaan
perkerasan jalan (penimbunan, penghamparan, pemadatan), pelayanan
terhadap beban lalu lintas, dan proses kimiawi seperti pengaruh
kelembapan, kepanasan, dan perubahan suhu sepanjang hari.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat degradasi yang terjadi
sangat ditentukan oleh jenis agregat, gradasi campuran, ukuran
partikel, bentuk agregat, dan besarnya energi yang dialami oleh
agregat tersebut.
Daya tahan terhadap beban mekanis diperiksa dengan
melakukan pengujian abrasi menggunakan alat abrasi Los Angeles,
sesuai dengan SNI-03-2417-1991 atau AASHTO T 96-87. Gaya
mekanis pada pemeriksaan dengan alat abrasi Los Angeles diperoleh
dari bola-bola baja yang dimasukkan bersama agregat yang hendak
diuji.
2.4.7 Bentuk dan Tekstur Agregat
1. Bentuk Agregat
Berdasarkan bentuknya, partikel atau butir agregat dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Bulat
Agregat bentuk bulat umumnya ditemui di sungai sebagai
akibat erosi, sehingga berbentuk bulat. Bidang kontak antar
agregat berbentuk bulat sangat sempit, sehingga menghasilkan
penguncian antara agregat yang tidak baik, dan menghasilkan
kondisi kepadatan lapisan perkerasan yang kurang baik.
II-11
b. Kubus
Agregat bentuk kubus pada umumnya merupakan agregat hasil
pemecahan mesin pemecahan batu (stone crusher). Bidang
kontak agregat ini luas, sehingga mempunyai daya saling
mengunci yang baik. Agregat ini merupakan agregat yang
terbaik untuk dipergunakan sebagai material perkerasan jalan.
c. Lonjong
Agregat berbentuk lonjong dapat ditemui di sungai atau bekas
endapan sungai. Sifat campuran agregat berbentuk lonjong
hampir sama dengan agregat berbentuk bulat..
d. Pipih
Agregat berbentuk pipih dapat merupakan hasil produksi dari
mesin pemecah batu, dan biasanya agregat ini memang
cenderung pecah dengan bentuk pipih.
e. Tak beraturan
Agregat berbentuk tak beraturan adalah bentuk agregat yang
tidak mengikuti salah satu bentuk diatas.
2. Tekstur Agregat
Tekstur permukaan agregat dapat dibedakan atas licin,
kasar, atau berpori. Agregat berbentuk bulat pada umumnya
mempunyai permukaan licin, dan seringkali dijumpai di snugai.
Permukaan agregat yang licin menghasilkan daya penguncian
antar agregat yang rendah, dan mempunyai tingkat kestabilan
rendah.
Permukaan argregat kasar mempunyai gaya gesek yang
baik, ikatan antara butir agregat kuat, sehingga lebih mampu
menahan deformasi akibat beban lalu lintas. Agregat kasar
merupakan agregat yang terbaik untuk dipergunakan sebagai
material perkerasan jalan.
Agregat berpori dapat dibedakan atas agregat berpori
sedikit berguna untuk menyerap aspal sehingga terjad ikatan yang
II-12
baik antara aspal dan agregat, dan agregat berpori banyak yang
mempunyai tingkat kekerasan rendah, sehingga mudah pecah dan
terjadi degradasi.
2.4.8 Berat Jenis Agregat
Dalam perhitungan rancangan campuran dibutuhkan parameter
berat, yaitu berat jenis agregat. Berat jenis agregat adalah
perbandingan antara berat volume agregat dan berat volume air.
Agregat dengan berat jenis kecil, mempunyai volume besar, atau berat
yang ringan.
Jenis berat jenis (specific gravity) agregat, yaitu:
1. Berat jenis bulk (bulk specific gravity), adalah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh
volume agregat
2. Berat jenis kering permukaan (saturated surface dry), adalah berat
jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan
kering permukaan, jadi merupakan berat agregat kering+berat air
yang dapat meresap ke dalam pori agregat, dan seluruh volume
agregat.
3. Berat jenis semu (apparent specific gravity), adalah berat jenis
dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, dan
volume agregat yang tak dapat diresapi oleh air
4. Berat jenis efektif (efective specific gravity) adalah berat jenis
dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering.
Pengukuran volume agregat dalam proses penentuan berat jenis
agregat dilakukan dengan mempergunakan hukum Archimedes, yaitu
berat benda di dalam air akan berkurang sebanyak berat zat cair yang
dipindahkan. Dengan mengasumsikan berat jenis dan berat volume air
adalah selalu sama dengan satu, maka volume agregat sama dengan
berat zat cair yang dipindahkan.
II-13
2.4.9 Pemadatan Agregat
Pemadatan merupakan usaha untuk merapatkan butran-butiran
tanah yang satu dengan yang lainnya, dalam satu satuan volume yang lebih
padat. Pada struktur tanah kohesif, pemadatan menimbulkan perubahan-
perubahan yang meliputi perubahan pada daya rembes (permeability),
kemampuan pemadatan (compressibility), dan kekuatan dari tanah. Usaha
pemadatan yang lebih tinggi cenderung menghasilkan lebih banyak
partikel lempung dengan orientasi yang sejajar sehingga lebih banyak
struktur tanah yang terdispersi. Partikel-partikel tanah lebih dekat satu
sama lain dan dengan sendirinya dipadatkan berat volume yang lebih
tinggi.
Percobaan ini untuk menentukan kadar air optimum dan berat isi
kering maksimum. Ada dua macam percobaan di laboratorium yang biasa
menentukan kadar air optimum (optimum moisture content) dan berat isi
kering maksimum (maximum dry density), yaitu:
a. Percobaan pemadatan standar (standar compaction test)
Tujuannya yaitu untuk menentukan hubungan antara kadar air
optimum dan berat isi kering yang akan diperoleh dari hasil-hasil
percobaan yang akan dilakukan, dengan menggunakan alat-alat yang
terdiri dari tabung pemadat dan palu
b. Percobaan pemadatan modifikasi (modifiet compaction test)
Alat-alat yang digunakan hampir sama dengan alat-alat pada
percobaan pemadatan standar, hanya berat palu, tinggi jatuh palu dan
jumlah lapis tanah yang berbeda. Cara melakukannya juga sama.
Garis angka pori udara sama dengan nol.
Pada dasarnya pemadatan merupakan usaha untuk mempertinggi
kepadatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan
pemadatan partikel. Pemadatan di laboratorium digunakan alat-alat
pemadatan tanah untuk percobaan (compaction soil test apparatus).
II-14
Tujuan pemadatan adalah untuk memperbaiki sifat-sifat teknis massa tanah
yaitu:
a. Mempertinggi kekuatan tanah
b. Memperkecil pengaruh air pada tanah
c. Memperkecil compressibility dan daya rembes airnya
Bila kadar air campuran agregat rendah, maka agregat kaku dan
sukar dipadatkan, jika ditambah air, maka air akan berlaku sebagai
pelumas sehingga campuran agregat lebih mudah dipadatkan. Jika
penambahan air terlalu banyak, maka nilai kepadatan akan turun karena
pori-pori tanah terisi penuh dengan air. Berdasarkan kondisi di atas
dilakukanlah 5 kali percobaan dengan kadar air bervariasi, hasilnya adalah
kadar air (w) dan berat isi kering (d) yang bervariasi pula, kemudian
nilai-nilai ini di plot pada kurva hubungan antara kadar air pada absis dan
berat isi kering pada ordinat. Nilai berat isi kering maksimum terdapat
pada puncak kurva, nilai ini akan berpadanan dengan kadar air optimum
pada absis. Hubungan antara kadar air dan berat isi kering dapat dilihat
pada gambar 2.2 berikut:
Gambar 2.2 Hubungan kadar air dengan berat isi kering
Sumber : Jurnal Rekyasa Sipil Volume 10 No. 2 Oktober 2014, Herman
dan Jon Edwar
II-15
2.4.10 CBR Laboratorium
Daya dukung tanah dasar (sub grade) pada perkerasan lentur
dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). CBR untuk
pertama kalinya diperkenalkan oleh California Division of Highways pada
tahun 1928. Sedangkan metode CBR ini dipopulerkan oleh O.J. Porter.
CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan
terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang
sama, dinyatakan dalam presentase. Pengujian ini dimaksudkan untuk
menentukan CBR (California Bearing Ratio) tanah dan campuran tanah
agregat yang dipadatkan di laboratarium pada kadar air tertentu. Prinsip
pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan memasukkan benda ke
dalam benda uji. Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau
bahan lain yang dipergunakan untuk membuat perkerasan. Nilai kekuatan
tanah tersebut digunakan sebagai acuan perlu tidaknya distabilisasi setelah
dibandingkan dengan yang diisyaratkan dalam spesifikasinya.
Tujuan dilakukan pengujian CBR adalah untuk mengetahui nilai
CBR pada variasi kadar air pemadatan. Untuk menentukan kekuatan
lapisan tanah dasar atau bahan lain dengan cara percobaan CBR diperoleh
nilai yang kemudian dipakai untuk menentukan tebal perkerasan yang
diperlukan. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengujian CBR adalah
tekstur tanah, kadar air, dan kepadatan. Prosedur pelaksanaan pengujian
tergantung dari jenis tanah yang diuji. Pada percobaan pemadatan akan
diperoleh berat isi kering maksimum dan nilai kadar air optimum. Nilai
kadar air inilah yang akan digunakan untuk percobaan CBR, sedangkan
nilai berat isi kering maksimum digunakan untuk mengetahui besar nilai
CBR. Penggunaan grafik hubungan kepadatan dengan nilai CBR.
Misalnya pada tumbukan 10 kali didapat titik A, pada tumbukan 35 kali
didapat titik B dan pada tumbukan 65 kli didapat titik C. Titik-titik ini
dihubungkan dengan menggunakan nilai berat isi kering maksimum,
kemudian diperoleh nilai CBR.
II-16
2.5 Pengujian Laboratorium Terhadap Agregat
2.5.1 Pengujian Analisa Saringan Agregat Kasar dan Halus
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk pemeriksaan gradasi agregat
dengan menggunakan saringan. Tujuannya untuk mengetahui susunan
butir agregat sesuai ukurannya yang dinyatakan dalam presentase
lolos atau presentase tertahan yang dihitung berdasarkan berat agregat.
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan SNI 03-1968-1990.
2.5.2 Pengujian Abrasi Agregat dengan Mesin Los Angeles
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan daya tahan agregat
terhadap keausan dengan menggunakan mesin Los Angeles. Keausan
dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lewat
saringan No. 12 terhadap berat semula yang dinyatakan dalam persen.
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan SNI-03-2417-2008
............................................................ (2.2)
dimana:
a = berat benda uji semula (gram)
b = berat benda uji tertahan saringan No. 12 (gram)
2.5.3 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat
1. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
Pemeriksaan berat jenis bertujuan untuk memperoleh berat jenis
(bulk), berat jenis permukaan jenuh (saturated surface-dry Specific
Gravity), berat jenis semu (Apparent Specific Gravity), dan angka
penyerapan dari agregat kasar. Penyerapan ialah perbandingan
berat air yang dapat diserap quarry terhadap berat agregat kering
dinyatakan dalam persen.
Perhitungan berat jenis dan penyerapan agregat kasar yaitu sebagai
berikut:
a. Berat jenis bulk (bulk specific gravity):
............................................................................. (2.3)
II-17
b. Berat jenis kering-permukaan jenuh (saturated surface dry):
............................................................................. (2.4)
c. Berat jenis semu (apparent specific gravity):
............................................................................ (2.5)
d. Penyerapan:
.............................................................. (2.6)
Keterangan:
Bk = berat benda uji kering oven (gram)
Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram)
Ba = berat benda uji kering jenuh di dalam air (gram)
2. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
a. Berat jenis bulk (bulk specific gravity):
....................................................................... (2.7)
b. Berat jenis kering-permukaan jenuh (saturated surface dry):
....................................................................... (2.8)
c. Berat jenis semu (apparent specific gravity):
....................................................................... (2.9)
d. Penyerapan:
................................................................ (2.10)
Keterangan:
Bk = berat benda uji kering oven (gram)
Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram)
Ba = berat piknometer berisi air (gram)
Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air (gram)
2.5.4 Percobaan Pemadatan Agregat
Pemadatan ini dilakukan dengan memadatkan contoh tanah
basah dengan jumlah berat tertentu (pada kadar air terkontrol) dalam
cetakan silinder dengan ukuran tertentu dan alat penumbuk tertentu
II-18
pula. Setiap lapisan dipadatkan dengan jumlah tumbukan tertentu
berdasarkan massa dan tinggi jatuh penumbuk. Untuk setiap daya
pemadatan tertentu, pemadatan yang tercapai tergantung pada
banyaknya air yang ditambahkan ke dalam tanah tersebut atau kadar
airnya. Pemadatan menggunakan variasi kadar air secara bertahap
menyebabkan berat air dari bahan persatuan volume juga meningkat
seara bertahap, sampai adanya penambahan kadar air tertentu yang
akan dapat menurunkan berat volume dari tanah tersebut. Hal ini
disebabkan karena air lebih banyak menempati ruang pori-pori tanah.
Besarnya kepadatan dapat diukur atau dinyatakan dalam satuan
berat kering (dry density) yaitu berat butiran tanah persatuan volume.
Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi kepadatan yaitu:
1. Kadar air
Kadar air yang digunakan diukur berdasarkan berat air dan berat
kering yang dijabarkan dengan rumus:
........................ (2.11)
2. Jenis tanah
Cara dan besarnya usaha pemadatan diukur berdasarkan berat
volume kering material (Dry) ditentukan oleh berat volume basah
(Wet) dan kadar air. Berat volume basah didapat dari perbandingan
antara berat material dan volume mol.
Secara matematis ditulis:
.............................. (2.12)
............................. (2.13)
2.5.5 Hubungan kadar Air dan Kepadatan
Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air
dan berat butiran padat dan volume tanah yang diselidiki. Pada setiap
usaha pemadatan tertentu, kepadatan yang tercapai tergantung pada
kadar air. Apabila kadar air rendah maka tanah akan sulit dipadatkan,
II-19
namum bila tanah dipadatkan dalam jumlah kadar air terkontrol maka
air akan berfungsi sebagai pelumas pada partikel-partikel tanah
tersebut sehingga akan lebih mudah bergerak atau bergeser satu sama
lain dan membentuk kedudukan yang lebih padat atau rapat.
Peningkatan kadar air secara bertahap akan menyebabkan berat
dan bahan padat tanah persatuan volume juga meningkat secara
bertahap sampai adanya penambahan kadar air tertentu yang akan
dapat menurunkan berat volume kering dari tanah tersebut. Hal ini
dapat disebabkan karena air lebih banyak menempati ruang-ruang pori
tanah. pada keadaan dimana kadar air yang memebrikan berat volume
kering disebut kadar air optimum (optimum moisture content). Tujuan
kepadatan adalah untuk mendapatkan nilai kepadatan maksimum dari
suatu bahan serta mendapatkan kadar air optimum yang dapat
digunakan sebagai acuan untuk pelaksanaan pemadatan di lapangan.
kadar air optimum juga berfungsi untuk mencapai kepadatan optimum
yang dikehendaki dalam percobaan CBR (California Bearing Ratio).
Ada dua macam percobaan di laboratorium yang biasa
menentukan kadar air optimum (optimum moisture content) dan berat
isi kering maksimum (maximum dry density), yaitu:
c. Percobaan pemadatan standar (standar compaction test)
Tujuannya yaitu untuk menentukan hubungan antara kadar air
optimum dan berat isi kering yang akan diperoleh dari hasil-hasil
percobaan yang akan dilakukan, dengan menggunakan alat-alat
yang terdiri dari tabung pemadat dan palu
d. Percobaan pemadatan modifikasi (modifiet compaction test)
Alat-alat yang digunakan hampir sama dengan alat-alat pada
percobaan pemadatan standar, hanya berat palu, tinggi jatuh palu
dan jumlah lapis tanah yang berbeda. Cara melakukannya juga
sama. Garis angka pori udara sama dengan nol.
II-20
2.5.6 CBR (California Bearing Ratio)
Prosedur pelaksanaan pengujian CBR Laboratorium mengikuti
standar SNI-03-1744-1989. Pengujian CBR yang bertujuan untuk
medapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
.................................................................... (2.14)
Keterangan:
PT = beban penetrasi
PS = beban standar
Pengujian CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi
suatu bahan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan
penetrasi yang sama. Nilai CBR dihitung pada penetrasi sebesar 0,1”
dan penetrasi sebesar 0,2” dan selanjutnya dari hasil kedua
perhitungan tersebut dibandingkan sesuai SNI 03-1744-1989 diambil
hasil terbesar. Alat percobaan untuk menentukan besarnya CBR dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.3 Alat Pemeriksa CBR di laboratorium
Sumber: Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1999
Alat tersebut berupa alat yang mempunyai piston dengan luas
3”. Piston digerakkan dengan kecepatan 0,05” per menit, vertikal ke
bawah. Proving ring digunakan untuk mengukur beban yang
dibutuhkan pada penetrasi tertentu yang diukur dengan arloji
pengukur.
Top Related