13
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PEMBIAYAAN MUDHARABAH
1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb, artinya memukul
atau berjalan, yaitu proses seseorang memukulkan kakinya
dalam menjalankan usaha.1 Pembiayaan mudharabah adalah
pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah kepada pihak
lain untuk suatu usaha yang produktif.2
Menurut Ismail, pembiayaan mudharabah merupakan
akad pembiayaan antara bank syariah sebagai shahibul maal
dan nasabah sebagai mudharib untuk melaksanakan kegiatan
usaha, dimana bank syariah memberikan modal sebanyak
100% dan nasabah menjalankan usahanya.3
Menurut UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah penjelasan Bab 1V pasal 19 ayat 1 huruf c pembiayaan
mudharabah adalah akad kerja sama suatu usaha antara pihak
pertama (milik, shohibul maal, atau bank syariah) yang
menyediakan seluruh modal, dan pihak kedua (amil,
mudharib, atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana
1 Syihabudin Said, dan Ma’zumi, Nilai-Nilai Ekonomi Dalam
Perspektif Alquran, ( Jakarta : Hartomo Media Pustaka, 2013), 63 2 Naf’an, Pembiayaan Musyarakah Dan Mudharabah, (Yogyakarta :
Graha ilmu, 2014),123 3 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), 168
14
dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan
yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung
sepenuhnya oleh bank syariah, kecuali jika pihak kedua
melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi
perjanjian4
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
pembiayaam mudharabah adalah suatu pembiayaan yang
diberikan oleh si pemilik modal kepada si pengelola untuk
menjalan usaha, dimana seluruh dananya dari si pemilik
modal, si pengelola yang menjalankan aktivitas usaha dan
keuntungannya disepakati bersama
Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah
lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha,
sebagaimana firman Allah dalam QS.Al-Muzammil: 20
رض يبتغون من فضل الل وآخرون يضبون ف ال
Artinya : Dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi
mencari sebagian karunia Allah SWT (Al-Muzammil: 20)5
Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dari surat Al-
Muzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama
dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan
perjalanan usaha6
4 Undang-Undang Republik Indonesia No 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah 5 Departemen Agama RI, Al quran dan terjemaahaan, (Jakarta : Al-
Huda, 2002), 990 6 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik,
(Jakarta: Gema Insani, 2015), 95
15
2. Jenis-Jenis Pembiayaan Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis,
mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah
a. Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan transakasi mudharabah
muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal
dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah
bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus saleh
seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta
(lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib
yang memberi kekuasaan sangat besar.
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga
dengan istilah resctricted mudharabah/specified
mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah
muthlaqah si mudharib dibatasi dengan batasan jenis
usaha, waktu atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini
seringkali mencerminkan kecenderungan umum si
shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.7
3. Rukun Mudharabah
1. Pelaku (pemilik modal meupun pelaksanaa usaha)
2. Objek mudharabah (modal kerja)
3. Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)
7 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, 97
16
4. Nisbah keuntungan 8
4. Manfaat pembiayaan Mudharabah
Manfaat pembiayaan mudharabah yaitu:
a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat
b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada
nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan
pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan
pernah mengalami negative spread
c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash
flow/ arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan
nasabah
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari
usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan
karena keuntungan yang kongkrit dan benar-benar terjadi
itulah yang akan dibagikan
e. Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah/ al-musyarakah ini
berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan
menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah
bunga tetap beberapa pun keuntungan yang dihasilkan
nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi9
5. Skema Pembiayaan Mudharabah
8Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis fiqih dan Keuangan,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), 205 9 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik,
97-98
17
Gambar 2.1
Skema pembiayaan mudharabah
Keterangan:
1. Dimulai dari pengajuan permohonan pembiayaan oleh
nasabah dengan mengisi formulir permohonan
pembiayaan. Formulir tersebut diserahkan kepada bank
syariah beserta dokumen pendukung. Pihak bank
selanjuatnya melakukan evaluasi kelayakan pembiayaan
mudharabah yang diajukan nasabah dengan menggunakan
analisis 5C (Character,Capacity, Capital, Comitment, dan
Collateral). Analisis diikuti kemudian dengan verifikasi.
Bila nasabah dan usaha dianggap layak, selanjutnya
diadakan perikatan dalam bentuk pendatanganan kontrak
mudharib dihadapan notaris. Kontrak yang dibuat
Bank Syariah (shahibul
maal)
1. Negosiasi dan
Akad Mudharabah Nasabah (Mudharib)
4a. Menerima porsi laba
5.menerima kembalian
modal
4b. Menerima porsi laba
3. Membagi hasil usaha
a. Keuntungan dibagi sesuai nisbah
b. Kerugian tanpa kelalaian nasabah
ditanggung oleh bank syariah
2. pelaksanaan
18
setidaknya memuat berbagai hal untuk memastikan
terpenuhinya rukun mudharabah.
2. Bank mengkontribusikan modalnya dan nasabah mulai
mengelola usaha yang disepakati berdasarkan kesepakatan
dan kemampuan terbaiknya
3. Hasil usaha dievaluasi pada waktu yang ditentuakan
berdasarkan kesepakatan. Keuntungan yang diperoleh
akan dibagi antara bank sebagai shahibul maal dengan
nasabah sebagai mudharib sesuai dengan porsi yang telah
disepakati. Seandainya terjadi kerugian yang tidak
disebabkan oleh kelalaian nasabah sebagai mudharib,
maka kerugian ditanggung oleh bank. Adapun kerugian
yang disebabkan oleh kelalain nasabah sepenuhnya
menjadi akuntansi tanggung jawab nasabah
4. Bank dan nasabah menerima porsi bagi hasil masing-
masing berdasarkan metode perhitungan yang telah
disepakati
5. Bank menerima pengembalian modalnya dari nasabah.
Jika nasabah telah mengembalikan semua modal milik
bank, selanjutnya usaha menjadi milik nasabah
sepenuhnya.10
10 Rizal Yaya, dkk., Akuntansi Pebankan Syariah Teori dan Praktik
Kontemporer, (Jakarta : Salemba Empat, 2014) 116-117
19
B. Pembiayaan Musyarakah
1. Pengertian Pembiayaan Musyarakah
Musyarakah berasal dari kata syirkah. Syirkah artinya
pencampuran atau interaksi. Secara terminologi, syirkah
adalah persekutuan usaha untuk mengambil hak atau untuk
beroperasi.11
Menurut Heri Sudarsono, musyarakah adalah kerja sama
antara kedua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu diamana
masing–masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan12
Menurut Hanafiyah, syirkah adalah perjanjian antara dua
pihak yang berserikat mengenai pokok harta dan keuntungannya,
sedangkan menurut Malikiyah, syirkah artinya keizinan untuk
berbuat hukum bagi kedua belah pihak, yakni masing-masing
mengizinkan pihak lainnya berbuat hukum terhadap harta milik
bersama antara kedua belah pihak, disertai dengan tetapnya hak
berbuat hukum (terhadap harta tersebut) bagi masing-masing.
Menurut hambaliyah, yaitu berkumpul dalam berhak dan berbuat
hukum, sedangkan menurut syafi’iyah, tetapnya hak tentang
sesuatu terhadap dua pihak atau lebih secara merata.13
11 Rizal Yaya, dkk., Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik
Kontemporer,136 12 Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi Dan
Ilustrasi, (Yogyakarta : Ekonisia,2015), 76. 13 Adrian Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum,
( Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), 81
20
Menurut UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
penjelasan Bab 1V pasal 19 ayat 1 huruf c musyarakah adalah
akad kerja sama diantara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu yang masing-masng pihak memberikan porsi dan dengan
ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi
dana masing-masing 14
Dari pengertian diatas dapat disimpukan bahwa musyarkah
adalah kerja sama usaha antara dua orang atau lebih dimana
masing-masing pihak sama-sama memberikan modal untuk
usaha, keuntungan dankerugian dibagi sesuai kesepakatan
Landasan hukum musyarakah merujuk pada Alquran, QS.
Shaad : 24
...
...
Artinya : Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang
lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh15
2. Jenis-Jenis Pembiayaan Musyarakah
Para ulama fiqih membagi syirkah menjadi dua macam
yaitu, Syirkah amlak (perserikatan dalam kepemilikan) dan
Syirkah al-uqud (perserikatan berdasarkan akad)
14 Undang-Undang Republik Indonesia No 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah 15 Departemen Agama RI, Al quran dan terjemaahaan (Jakarta : Al-
Huda, 2002), 735
21
1. Syirkah Amlak
Menurut Sayyid Sabiq yang dikutip oleh Abdurahman
Ghazaly dkk, yang dimaksud dengan syirkah amlak adalah
bila lebih dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa
akad baik bersifat ikhitkari atau jabari, artinya barang
tersebut dimiliki oleh dua orang atau lebih tanpa didahului
oleh akad.16
2. Syirkah al-uqud
syirkah al-uqud (contaractual Partnership), dapat dianggap
sebagai kemitraan yang sesungguhnya, karena pihak yang
bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat
suatu perjanjian investasi bersama dan berbagi untung dan
risiko. Dalam syirkah al-uqud dapat dilakukan tanpa adanya
perjanjian formal atau dengan perjanjian secara tertulis
dengan disertai para saksi.17
Syirkah al-uqud dibagi menjadi 5
jenis
1) syirkah mufawwadah merupakan akad kerja sama usaha
antara dua pihak atau lebih, yang masing-masing pihak
harus menyerahkan modal dengan porsi modal yang sama
dan bagi hasil atas usaha atau risiko ditanggung bersama
dengan jumlah yang sama.18
2) syirkah Inan (harta) adalah perjanjian antara dua orang atau
lebih untuk berserikat dalam sejumlah harta (permodalan)
16 Abdurahman Ghazaly, dkk., Fiqih Muammalat (Jakarta: Kencana,
2010), 130-131 17
Ismail, Perbankan syariah, 177 18
Ismail, Perbankan Syariah, 177-178
22
yang tertentu menjalankannya dengan maksud
mendapatkan keuntungan sesuai dengan perjanjian.
Misalnya koperasi19
3) syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih
yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam
bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu
perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai.
Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian
berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan
oleh tiap mitra, jenis al-musyarkah ini tidak memerlukan
modal karena pembelian secara kredit berdasar pada
jaminan tersebut. karenanya, kontrak ini pun lazim disebut
sebagai musyarakah piutang20
4) Syirkah abdan (syirkah usaha) adalah kerja sama antara dua
pihak atau lebih dalam usaha yang dilakukan oleh tubuh
(praktik) mereka, seperti kerja sama sesama dokter di
klinik, sesama tukang jahit atau sesama
akuntan/konsultan.21
5) Syirkah mudharabah yaitu suatu perjanjian diantara dua
pihak, dimana pihak yang satu menyerahkan modal kepada
pihak yang lain untuk mengelolanya. Misalnya kerja sama
antara nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana
19 Syihabudin Said Dan Ma’zumi, Nilai-Nilai Ekonomi Dalam
Perspektif Alquran, 66 20 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik,
93 21 Rizal Yaya, dkk., Akuntansi Pebankan Syariah, 136
23
untuk membiayai proyek. Setelah proyek selesai, nasabah
mengembalikan modal dan nisbah yang disepakati kepada
bank.22
3. Rukun Syirkah
1. Shigat atau aqad ijab dan qabul
2. Peserta anggota Syirkah
3. Modal dan bidang usaha
4. Beriman dan shalih 23
4. Manfaat Pembiayaan Musyarakah
1. Bank akan menikmati peningktan dalam jumlah
tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah masih
meningkat
2. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah
tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi
disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank,
sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative
spread
3. Pengambilan pokok pembiayaan disesuaikan dengan
cash flow arus kas usaha nasabah, sehingga tidak
memberatkan nasabah
4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent)
mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan
22 Syihabudin Said dan Ma’zumi, Nilai-Nilai Ekonomi Dalam
Perspektif Alquran, 66 23 Syihabudin Said Dan Ma’zumi, Nilai-Nilai Ekonomi Dalam
Perspektif Alquran, 67
24
menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang rill
benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan
5. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah / musyarakah ini
berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan
menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah
bunga tetap berupa pun keuntungan yang dihasilkan
nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis
ekonomi24
5. Skema Pembiayaan Musyarakah
Gambar 2.2
Skema Pembiayaan Musyarakah
1. Akad Pembiayaan Musyarakah
3. Modal 30 % 2. Modal 70 %
4. Pengelolaan Usaha
Bagi Hasil 60 % Bagi Hasil 40 %
Modal 30 % Modal 70 %
24 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik,
93-94
Shahibul Maal 2
(Nasabah) Shahibul Maal 1
(Bank Syariah)
Kerja Sama Usaha
pendapatan
modal
25
Keterangan :
1. Bank syariah (shahibul maal 1 ) dan nasabah (shahibul
maal 2) mendatangkan akad pembiayaan musyarakah
2. Bank syariah menyerahkan dana sebesar 70 % dari
kebutuhan proyek usaha yang akan dijalankan oleh
nasabah
3. Nasabah menyerahkan 30 %, dan menjalankan usaha
sesuai dengan kontrak
4. Pengelolaan proyek usaha dijalankan oleh nasabah, dapat
dibantu oleh bank syariah atau menjalankan bisnisnya
sendiri, bank syariah memberikan kuasa kepada nasabah
untuk mengelola usaha
5. Hasil usaha atas kerja sama yang dilakukan antara bank
syariah dan nasabah dibagi sesuai nisbah yang telah
diperjanjiakan dalam akad pembiayaan, misalnya 60 %
untuk nasabah dan 40 % untuk bank syariah. Namun
dalam hal terjadi kerugian, maka bank syariah akan
menanggung kerugian sebesar 70 % dan nasabah
menanggung kerugian sebesar 30 %
6. Setelah kontrak berakhir, maka modal dikembalikan
kepada masing-masing mitra kerja, yaitu 70 %
dikembalikann kepada bank syariah dan 30 %
dikembalikan kepada nasabah25
25 Ismail, Perbankan Syariah, 173-174
26
C. NON PERFORMING FINANCING (NPF)
1. Pengertian Non Performing Financing (NPF)
Non performing financing (NPF) atau pembiayaan
bermasalah merupakan salah satu indikator kunci untuk menilai
kinerja bank. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 31, disebutkan bahwa kredit atau pembiayaan
bermasalah adalah kredit yang pembayaran angsuran pokok
dan/atau bunganya telah lewat 90 hari setelah jatuh tempo, atau
kredit yang pembayarannya secara tepat waktu sangat
diragukan.26
Menurut Khotibul Umam dan Setiawan Budi Utomo kredit
bermasalah yaitu kredit yang mengalami kesulitan dalam
penyelesain kewajiban- kewajibannya, baik dalam bentuk
pembayaran kembali pokoknya dan/ atau pembayaran bunga,
denda keterlambatan serta ongkos-ongkos bank yang menjadi
beban nasabah yang bersangkutan.27
Kualitas pembiayaan ditetapkan menjadi 5 golongan, yaitu
lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukandan
macet. Yang dikategorikan pembiayaan bermasalah adalah
kualitas pembiayaan yang masuk golongan kurang lancar hingga
26
Puji Hidayati, “Pengaruh Non Performing Financing Pembiayaan
Mudharabah dan Musyarkah Pada Bank Muammalah Indonesia,” e-Jurnal
Manajemen dan Bisnis, Vol 1, No. 1 (Oktober, 2013), 5 27 Khotibul Umam, Perbankan Syariah Dasar-Dasar dan Dinamika
Perkembangannya di Indonesia, 206-207
27
golongan macet, disebut juga dengan pembiayaan tidak
berprestasi (Non Performing Financing/NPF)28
Non Performing Financing (NPF) Gross adalah
perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan
kolektibilitas 3 sampai dengan 5 (Kurang lancar, diragukan,
Macet) dibandingkan dengan total kredit yang diberikan oleh
Bank.29
Rumus NPF Gross adalah sebagai berikut:
NPF Gross = Kredit yang diberikan dengan kolektibilitas 3 s/d 5 × 100%
Total Kredit yang diberikan.
2. Penyebab Non Performing Financing (NPF
Penyebab pembiayaan bermasalah terjadi disebabkan oleh
beberpa faktor yaitu faktor internal dan eksternal
Faktor Internal ( berasal dari pihak bank)
a. Kurang baiknya pemahaman atas bisnis nasabah.
b. Kurang dilakukan evaluasi kauangan nasabah.
c. Kesalahan setting fasilitas pembiayaan (berpeluang
melakukan side streaming) atau dana digunakan oleh
nasabah tidak sesuai dengan peruntukan pembiayaan
yang telah disepakati dalam petjanjian
28 Trisadini P. Usanti, dan Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), 105 29
Maidalena, “Analisis Faktor Non Performing Financing (NPF) pada
Industri Perbankan Syariah,” Human Falah: Jurnal, Vol. 1, No. 1 (Januari –
Juni 2014), 132-133
28
d. Perhitungan modal kerja tidak didasarkan kepada
bisnis usaha nasabah
e. Proyeksi penjualan terlalau optimis
f. Proyeksi penjualan tidak memperhitungkan kebiasaan
bisnis dan kurang memperhitungkan aspek kompetitor
g. Aspek jaminan tidak diperhitungkan aspek marketable
h. Lemahnya supervisi dan monitoring
i. Terjadinya erosi mental: kondisi ini dipengaruhi
timbal alik antara nasabah dengan pejabat bank
sehinggga mengaibatkan proses pemberian
pembiayaan tidak didasarkan pada praktik perbankan
yang sehat
1. Faktor Eksternal (berasal dari pihak luar)
a. Karakter nasabah tidak amanah (tidak jujur dalam
memberikan informasi dan laporan tentang
kegiatannya)
b. Melakukan sidestreaming penggunaan dana
c. Kemampuan pengelolaan nasabah tidak memadai
sehingga kalah dalam persaingan usaha.
d. Usaha yang dijalankan relatif baru.
e. Bidang usaha nasabah telah jenuh
f. Tidak mampu menanggulangi masalah/ kurang
menguasai bisnis
g. Perselisihan sesama direksi
29
h. Terjadinya bencana alam30
2. Penyelamatan Non Performing Fainancing (NPF)
Penyelamatan pembiayaan merupaka upaya yang dilakukan
perbankan syariah untuk membantu nasabah yang masih
memiliki prospek usaha, tetapi mengalami kesulitan memenuhi
kewajiban pokok, untuk dapat melakukan kegiatan usahanya
kembali sehingga bisa menyelesaikan kewajibannya pada
perbankan31
Pembiayaan dalam bentuk mudharabah dan musyarakah
dapat dilakukan proses restrukturisasi dengan cara:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling)
Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang
jangka waktu jatuh tempo pembiayaan tanpa mengubah
sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada
BUS dan UUS
b. Persyaratan kembali (reconditioning )
Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan
kembali syarat-syarat pembiayaan, antara lain nisbah bagi
hasil, jumlah angsuran, jangka waktu,jadwal pembayaran,
pemberian potongan pokok, dan/ atau lainnya tanpa
menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan
kepada BUS dan UUS
30 Trisadini P. Usanti, dan Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah,
102-103 31
A.Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, 448
30
c. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan
dana
Restrukturisasi yang dilakukan dengan penambahan dana
oleh Bus atau UUS kepada nasabah agar kegiatan usaha
nasabah dapat berjalan dengan baik kembali32
D. Penelitian Terdahulu
1. Mutiara Hanifah, dengan judul penelitian Pengaruh
pembiayaan berdasarkan jenis akad terhadap non
performing fainancing bank pembiayaan rakyat syariah di
indonesia periode 2011-2015, hasil penelitiannya yaitu
Pada jangka panjang jenis akad yang berpengaruh
signifikan terhadap NPF BPRS adalah akad mudharabah,
akad musyarakah, akad murabahah, akad salam, dan akad
istishna. NPF BPRS akan merespon positif guncangan
yang terjadi pada akad mudharabah, akad musyarakah,
dan akad istishna. Guncangan yang terjadi akad
murabahah dan akad salam akan direspon negatif oleh
NPF BPRS. Berdasarkan hasil analisis Forecast Error
Variance Decomposition (FEVD), variabel jenis akad
yang membentuk keragaman pada NPF BPRS dengan
kontribusi yang paling besar dijelaskan oleh akad salam.33
32 A.Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, 459-450 33 Mutiara Hanifah, “Pengaruh Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad
Terhadap Non Performing Financing Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Di
Indonesia Periode 2011 Sampai 2015”
(Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian
Bogor,2016). (diunduh pada tanggal 6 desember 2017 pukul 8.00 WIB)
31
2. Hamdan Bin Osman dengan judul penelitian pengaruh
pembiayaan mudharabah dan musyarakah terhadap non
performing financing (npf) pada Bank Umum Syariah,
hasil penelitiannya yaitu menunjukan bahwa pembiayaan
mudharabah tidak berpengaruh signifikan terhadap non
performing financing(npf). Hal ini dapat dijelaskan pada
uji regresi (uji t) yang menghasilkan nilai lebih besar dari
0,05 yaitu sebesar 0,183. Pembiayaan musyarakah juga
tidak berpengaruh signifikan terhadap non performing
financing (npf). Hal ini dapat dijelaskan pada hasil uji
regresi (uji t) yang menghasilkan nilai lebih besar dari
0,05 yaitu sebesar 0,11734
3. Haifa dan Dedi Wibowo dengan judul penelitian pengaruh
faktor internal bank dan makro ekonomi terhadap non
performing financing (npf) perbankan syariah di indonesia
periode 2010: 01 – 2014:04, hasil penelitiannya yaitu
analisis data dengan menggunakan metode ECM (Error
Correction Model) menyebutkan bahwa dalam jangka
panjang Financing to Deposit Ratio berpengaruh positif
terhadap Non Performing Financing, Rasio Alokasi
Pembiayaan Murabahah Terhadap Pembiayaan Profit
34 Hamdan Bin Osman, “Pengaruh Pembiayaan Mudharabah Dan
Musyarakah Terhadap Non Performing Financing (Npf) Pada Bank Umum
Syariah” (Artikel Ilmiah, pada Jurusan Akuntansi, Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Perbanas Surabaya, 2013). (diunduh pada tanggal 6 Desember 2017
pukul 13.00 wib) ,
32
Loss Sharing berpengaruh negatif terhadap Non
Performing Financing, Inflasi berpengaruh negatif
terhadap Non Performing Financing35
Berdasarkan penelitian terdahulu, penelitian yang akan
dilakukan memiliki persamaan dan perbedaan dengan peneliti-
peneliti sebelumnya, persamaan peneliti ini dengan penelitian
terdahulu sama-sama membahas mengenai pembiayaan
mudharabah, musyarakah dan NPF. Sedangkan perbedaannya
dengan beberpa penelitian terdahulu dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Penelitian Mutiara Hanifah mengunakan variabel X nya
pembiayaan berdasarkan jenis akad, tahun penelitian
2011-2015, obyek penelitiannya pada BPRS. Sedangkan
penelitian ini hanya menggunakan pembiayaan
mudharabah dan musyarakah, tahun penelitiannya Juni
2015- September 2017, obyek penelitiannya pada BUS
milik BUMN
2. Penelitian Hamdan Bin Osman, obyek peneltiannya pada
Bank Umum Syariah (BUS), teknik pengambilan sample
yang digunakan purposive sampling, tahun penelitianya
2007-2012. Sedangkan penelitian ini obyek peneltiannya
35 Haifa dan Dedi Wibowo, “ Pengaruh Faktor Internal Bank dan
Makro Ekonomi Tergadap Non Performing Financing Perbankan Syariah di
Indonesia: Periode 2010:01- 2014:04”( Jurnal Nisbah Volume 1 Nomor 2 2015
Program Studi Timur Tengah dan Islam, Pascasarjana Universitas Indonesia).
(di unduh pada tanggal 6 Desember2017 pukul 15.00 wib)
33
BUS milik BUMN, teknik pengambilan sample
menggunakan sample jenuh, tahun penlitiannya dari Juni
2015- September 2017.
3. Penelitian Haifa dan Dedi Wibowo, variabel X nya
pengaruh faktor internal bank dan makro ekonomi, obyek
penelitiannya pada perbankan syariah di indonesia, tahun
penelitian 2010:01-2014:04. Sedangkan pada penelitian
ini variabel X nya menggunakan pembiayaan
mudharabah dan musyarakah, obyek penelitiannya pada
BUS milik BUMN tahun penelitiannya Juni 2015-
September 2017.
E. Hubungan Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah
dengan Non Performing Financing (NPF)
Pembiayaan mudharabah dan musyarakah adalah
pembiayaan jenis kerja sama usaha. Pembiayaan kerja sama bank
syariah merupakan aktivitas penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa kerja sama usaha antara bank
syariah dan pihak yang membutuhkan modal untuk meningkatkan
volume usahanya.36
Non Performing financing merupakan rasio
antara total pembiayaan yang diberikan dengan kategori non
lancar dengan total pembiayaan yang diberikan37
.
36
Ismail, Perbankan Syariah, 167-168 37 www. bi.go.id (diunduh pada tanggal 13 januari 2018 pukul 16.22
WIB)
34
Pemberian suatu fasilitas pembiayaan/kredit mengandung
suatu resiko kemacetan, menurut Kasmir, sepandai apa pun
analisis kredit dalam menganalisis setiap permohonan kredit,
kemungkinan kredit tersebut macet pasti ada, hal ini disebabkan
oleh dua unsur yaitu :
1. Dari pihak Perbankan, artinya dalam melakukan
analisisnya, pihak analisis kurang teliti,sehingga apa yang
seharusnya terjadi, tidak diprediksi sebelumnya atau
mungkin salah dalam melakukan perhitungan. Dapat pula
terjadi akibat kolusi dari pihak analisis kredit dengan pihak
debitur sehingga dalam analisisnya dilakukan secara
subjektif dan akal-akalan.
2. Dari pihak Nasabah, kemacetan kredit dapat dilakukan
akibat dua hal, yaitu:
a. Adanya unsur kesengajaan. Dalam hal ini nasabah
sengaja untuk tidak bermaksud membayar
kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang
diberikan macet. Dapat dikatakan tidak adanya unsur
kemauan untuk membayar, walaupun nasabah
sebenarnya mampu
b. Adanya unsur tidak sengaja. Artinya si debitur mau
membayar, akan tetapi tidak mampu. Sebagai contoh
kredit yang dibiayai mengalami musibah seperti
35
kebakaran, hama, kebanjiran dan sebagainya, sehingga
kemampuan untuk membayar kredit tidak ada.38
F. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, diamana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalaimat pertanyaan.39
Adapun hipotesis ini dapat dirumuskan dalam penelitian ini
yaitu :
Ho1 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial
antara pembiayaan mudharabah terhadap NPF
Ha1 : Secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan antara
pembiayaan mudharabahn terhadap NPF
Ho2 : Secara parsial tidak terdapat pengaruh yang signifikan
antara pembiayaan musyarakah terhadap NPF
Ha2 : Secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan antara
pembiayaan musyarakah terhadap NPF
Ho3 : Secara simultan tidak terdapat pengaruh yang signifikan
antara pembiayaan mudharabah dan musyarakah terhadap
NPF
Ha3 : Secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara
pembiayaan mudharabah dan musyarakah terhadap NPF
38
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2014), 148 39
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2015), 64
Top Related