BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum
Struktur bangunan merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang
diakibatkan penggunaan dan atau kehadiran bangunan di atas tanah. Struktur
terdiri dari unsur-unsur atau elemen-elemen yang terintegrasi dan berfungsi
sebagai satu kesatuan utuh untuk menyalurkan semua jenis beban yang
diantisipasi ke tanah.
Proyek Westmark Apartement adalah suatu proyek bangunan bertingkat
yang berfungsi sebagai hunian sewa. Dalam bab ini akan dibahas mengenai
asal mula penggunaan beton pracetak dan Beton Ringan di Indonesia,
kelebihan dan kekurangan dari beton pracetak dan Beton Ringan.
B. Dinding
Dinding adalah konstruksi vertikal pada bangunan yang melingkupi,
memisahkan, dan melindungi ruang-ruang interiornya. Dinding dapat berupa
struktur penopang dengan konstruksi homogen atau komposit yang
dirancang untuk mendukkung beban dari lantai dan atap. Dinding bisa juga
terdiri dari dari rangka dengan panel non-struktural yang diisikan
diantaranya. Pola dinding dan kolom-kolom penopang ini harus
dikoordinasikan dengan layout ruang-ruang interior suatu bangunan. Selain
menopang beban-beban vertikal, konstruksi dinding eksterior juga harus
dapat menahan beban angin horisontal. Jika cukup kokoh, dinding dapat
berfungsi sebagai dinding geser (shearwall) dan menyalurkan beban lateral
angin dan gaya seismik ke fondasi dasar. Karena dinding eksterior berlaku
sebagai lapisan pelindung terhadap cuaca bagi ruang-ruang interior
bangunan, konstruksinya harus dapat mengendalikan aliran panas, infiltrasi
udara, suara, kelembaban, dan uap air.1 Dinding dapat dibuat dari
bermacam-macam material sesuai kebutuhannya, antara lain, dinding bata
merah,dinding bata ringan, dinding batu alam/batu kali, dinding kayu,
dinding beton.
1. Fungsi Dinding 2
Secara umum dinding berfungsi :
1. Sebagai pembatas ruang, mempunyai sifat : Privasi, Indah dan bagus
dalam skala, warna, tekstur, Dapat dibuat transparan, Sebagai peredam
terhadap bunyi baik dari dalam maupun dari luar.
2. Pelindung terhadap gangguan dari luar (sinar matahari, Isolasi terhadap
suhu, air hujan dan kelembapan, hembusan angin, dan gangguan dari
luar lainnya).
1 Francis D.K Ching,Cassandra Adams, Ilustrasi Konstruksi Bangunan,Edisi Ketiga,(Jakarta:Erlangga, 2008)2 Francis D.K Ching,Cassandra Adams, Ilustrasi Konstruksi Bangunan,Edisi Ketiga,(Jakarta:Erlangga, 2008)
6
C. Beton Pracetak
1. Pengertian Beton Pracetak
Beton pracetak adalah teknologi konstruksi struktur beton dengan
komponen-komponen penyusun yang dicetak terlebih dahulu pada suatu
tempat khusus (off site fabrication). komponen-komponen tersebut disusun
dan disatukan terlebih dahulu (pre-assembly), dan selanjutnya dipasang di
lokasi (installation).Dengan demikian sistem pracetak ini akan berbeda
dengan konstruksi monolit terutama pada aspek perencanaan yang
tergantung atau ditentukan pula oleh metoda pelaksanaan dari pabrikasi,
penyatuan dan pemasangannya, serta ditentukan pula oleh teknis perilaku
sistem pracetak dalam hal cara penyambungan antar komponen join
(Abduh,2007).
Beberapa prinsip yang dipercaya dapat memberikan manfaat lebih
dari teknologi beton pracetak ini antara lain terkait dengan waktu, biaya,
kualitas, predictability, keandalan, produktivitas, kesehatan, keselamatan,
lingkungan, koordinasi, inovasi, reusability, serta relocatability (Gibb,1999
dalam M. Abduh 2007).
Pelaksanaan bangunan dengan menggunakan metoda beton pracetak
memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal tersebut disebabkan keuntungan
metoda pelaksanaan dengan mengunakan beton pracetak ini akan mencapai
hasil yang maksimal jika pada proyek konstruksi tersebut tercapai reduksi
waktu pekerjaan dan reduksi biaya konstruksi. Pada beberapa kasus desain
propertis dengan metoda beton pracetak terjadi kenaikkan biaya material
7
beton disebabkan analisa propertis material tersebut harus didesain juga
terhadap aspek instalasi, pengangkatan, dan aspek transportasi sehingga
pemilihan dimensi dan kekuatan yang diperlukan menjadi lebih besar
daripada desain propertis dengan metoda cor ditempat. Selain itu pada
proses instalasi elemen beton pracetak memerlukan peralatan yang lebih
banyak dari proses instalasi elemen beton cor ditempat.
2. Sejarah Perkembangan Sistem Pracetak
Beton adalah konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika
dibandingkan dengan material lain seperti kayu dan baja. Hal ini bisa
dimaklumi, karena bahan-bahan pembentukannya mudah terdapat di
Indonesia, cukup awet, mudah dibentuk dan harganya relatif terjangkau.
Ada beberapa aspek yang dapat menjadi perhatian dalam sistem
konvensional ( Beton Ringan ), antara lain waktu pelaksanaan yang lama
dan kurang bersih, kontrol kualitas yang sulit ditingkatkan serta bahan-
bahan dasar cetakan dari kayu dan triplek yang semakin lama semakin
langkah.
Konstruksi beton pracetak telah mengalami perkembaangan yang
sangat pesat di dunia, termasuk di Indonesia dalam dekade terakhir ini,
karena sistem ini mempunyai banyak keunggulan dibanding sistem
konvensional ( Beton Ringan ).
Sistem beton pracetak adalah metode konstruksi yang mampu
menjawab kebutuhan diera millennium baru ini. Pada dasarnya sistem ini
8
melakukan pengecoran komponen di tempat khusus ( fabrikasi ), lalu dibawa
ke lokasi ( transportasi ) untuk disusun menjadi suatu struktur utuh
(erekstion ).
Keunggulan sistem ini, antara lain mutu yang terjamin, produksi
cepat dan massal, pembangunan yang cepat, ramah lingkungan dan rapi
dengan kualitas produk yang baik.
Sistem pracetak telah banyak diaplikasikan di Indonesia, baik yang
sistem dikembangkan di dalam negeri maupun yang didatangkan dari luar
negeri. Biasanya sistem pracetak yang berbentuk komponen, seperti tiang
pancang, balok jembatan, kolom plat pantai.
Adapun sejarah perkembangan sistem pracetak di Dunia dan di Indonesia :
1. Perkembangan Sistem Pracetak di Dunia
Sistem pracetak jaman modern berkembang mula-mula di Negara
Eropa. Struktur pracetak pertama kali digunakan adalah sebagai balok
beton precetak untuk Casino di Biarritz, yang dibangun oleh kontraktor
Coignet, Paris 1891. Pondasi beton bertulang diperkenalkan oleh
sebuah perusahaan Jerman, Wayss & Freytag di Hamburg dan mulai
digunakan tahun 1906. Th 1912 beberapa bangunan bertingkat
menggunakan sistem pracetak berbentuk komponen-komponen, seperti
dinding, kolom dan lantai yang diperkenalkan oleh
John.E.Conzelmann.
Struktur komponen pracetak beton bertulang juga diperkenalkan di
Jerman oleh Philip Holzmann AG, Dyckerhoff & Widmann G Wayss
9
& Freytag KG, Prteussag, Loser dll. Sistem pracetak tahan gempa
dipelopori pengembangannya di Selandia Baru. Amerika dan Jepang
yang dikenal sebagai Negara maju di dunia, ternyata baru melakukan
penelitian intensif tentang sistem pracetak tahan gempa pada tahun
1991. Dengan membuat program penelitian bersama yang dinamakan
PRESS (Precast Seismic Structure System).
2. Perkembangan Sistem Pracetak di Indonesia
Indonesia telah mengenal sistem pracetak yang berbentuk komponen,
seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom dan plat lantai sejak
tahun 1970an. Sistem pracetak semakin berkembang dengan ditandai
munculnya berbagai inovasi seperti Sistem Column Slab (1996),
Sistem L-Shape Wall (1996), Sistem All Load Bearing Wall (1997),
Sistem Beam Column Slab (1998), Sistem Jasubakim (1999), Sistem
Bresphaka (1999) dan sistem T-Cap (2000).
Di Indonesia bangunan pracetak sering digunakan untuk pembangunan
rumah susun sewa (rusunawa). Sehubungan dengan adanya Program
Percepatan Pembangunan Rumah Susun yang digagas Pemerintah
pada tahun 2006, para pihak yang terkait dengan industri pracetak pada
tahun 2007 telah mengembangkan dan menguji tahan gempa sistem
pracetak untuk rumah susun sederhana bertingkat tinggi yang telah
siap digunakan untuk mendukung program tersebut.
Sistem pracetak telah terbukti dapat mendukung pembangunan rumah
susun dan rumah sederhana yang berkualitas, cepat dan ekonomis.
10
Sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, peneliti, penemu, lembaga
penelitian, dan industri pada bidang ini telah menghasilkan puluhan
sistem bangunan baru hasil karya putra-putra bangsa yang telah
dipatenkan dan diterapkan secara aktif.
Penerapan sistem pracetak untuk bangunan rusuna bertingkat tinggi
pertama kali dilakukan pada rusunami Pulogebang. Saat ini sudah ada
rusunami bertingkat 16 lantai. Pada kawasan Pulogebang juga
dibangun Kawasan Sentra Timur dengan berpusat pada hunian rusuna
20 – 24 lantai (Nurjaman dan Sidjabat,2000 dalam M. Abduh 2007).
Permasalahan mendasar dalam perkembangan sistem pracetak di
Indonesia saat ini adalah :
a. Sistem ini relatif baru.
b. Kurang tersosialisasikan jenisnya, produk dan kemampuan sistem
pracetak yang telah ada.
c. Kendalan sambungan antar komponen untuk sistem pracetak
terhadap beban gempa.
d. Belum adanya pedoman resmi mengenai tatacara analisis,
perencanaan serta tingkat kendalan khusus untuk sistem pracetak
yang dapat dijadikan pedoman bagi pelaku konstruksi.
3. Kelebihan dan Kelemahan Penggunaan Beton Pracetak
Struktur elemen pracetak memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan struktur konvensional, antara lain :
11
1. Penyederhanaan pelaksanaan konstruksi.
2. Waktu pelaksanaan yang cepat.
3. Waktu pelaksanaan struktur merupakan pertimbangan utama dalam
pembangunan suatu proyek karena sangat erat kaitannya dengan biaya
proyek. Struktur elemen pracetak dapat dilaksanakan di pabrik
bersamaan dengan pelaksanaan pondasi di lapangan.
4. Penggunaan material yang optimum serta mutu bahan yang baik.
5. Salah satu alasan mengapa struktur elemen pracetak sangat ekonomis
dibandingkan dengan struktur yang dilaksanakan di tempat (cast in-
situ) adalah penggunaan cetakan beton yang tidak banyak variasi dan
bias digunakan berulang-ulang, mutu material yang dihasilkan pada
umumnya sangat baik karena dilaksanakan dengan standar-standar
yang baku, pengawasan dengan sistem komputer yang teliti dan ketat.
6. Penyelesaian finishing mudah.
7. Variasi untuk permukaan finishing pada struktur elemen pracetak dapat
dengan mudah dilaksanakan bersamaan dengan pembuatan elemen
tersebut di pabrik, seperti: warna dan model permukaan yang dapat
dibentuk sesuai dengan rancangan.
8. Tidak dibutuhkan lahan proyek yang luas, mengurangi kebisingan,
lebih bersih dan ramah lingkungan.
9. Dengan sistem elemen pracetak, selain cepat dalam segi pelaksanaan,
juga tidak membutuhkan lahan proyek yang terlalu luas serta lahan
12
proyek lebih bersih karena pelaksanaan elemen pracetaknya dapat
dilakukan dipabrik.
10. Perencanaan berikut pengujian di pabrik.
11.Elemen pracetak yang dihasilkan selalu melalui pengujian laboratorium
dipabrik untuk mendapatkan struktur yang memenuhi persyaratan, baik
dari segi kekuatan maupun dari segi efisiensi.
12. Sertifikasi untuk mendapatkan pengakuan Internasional. Apabila hasil
produksi dari elemen pracetak memenuhi standarisasi yang telah
ditetapkan, maka dapat diajukan untuk mendapatkan sertifikasi ISO
9002 yang diakui secara internasional.
13. Secara garis besar mengurangi biaya karena pengurangan pemakaian
alat-alat penunjang, seperti : scaffolding dan lain-lain.
14. Kebutuhan jumlah tenaga kerja dapat disesuaikan dengan kebutuhan
produksi.
Namun demikian, selain memilki keuntungan, struktur elemen
pracetak juga memiliki beberapa kelemahan / keterbatasan, antara lain :
1. Tidak ekonomis bagi produksi tipe elemen yang jumlahnya sedikit.
2. Perlu ketelitian yang tinggi agar tidak terjadi deviasi yang besar antara
elemen yang satu dengan elemen yang lain, sehingga tidak
menyulitkan dalam pemasangan di lapangan.
3. Panjang dan bentuk elemen pracetak yang terbatas, sesuai dengan
kapasitas alat angkat dan alat angkut.
13
4. Jarak maksimum transportasi yang ekonomis dengan menggunakan truk
adalah antara 150 sampai 350 km, tetapi ini juga tergantung dari tipe
produknya. Sedangkan untuk angkutan laut, jarak maksimum
transportasi dapat sampai di atas 1000 km.
5. Hanya dapat dilaksanakan didaerah yang sudah tersedia peralatan untuk
handling dan erection.
6. Di Indonesia yang kondisi alamnya sering timbul gempa dengan
kekuatan besar, konstruksi beton pracetak cukup berbahaya terutama
pada daerah sambungannya, sehingga masalah sambungan merupakan
persoalan yang utama yang dihadapi pada perencanaan beton pracetak.
7. Diperlukan ruang yang cukup untuk pekerja dalam mengerjakan
sambungan pada beton pracetak.
8. Memerlukan lahan yang besar untuk pabrikasi dan penimbunan (stock
yard)
4. Sistem Komponen Pracetak
Ada beberapa jenis komponen beton pracetak untuk struktur
bangunan gedung dan konstruksi lainnya yang biasa dipergunakan, yaitu :
1. Tiang pancang
2. Sheet pile dan dinding diaphragma.
3. Half solid slab (precast plank), hollow core slab, single-T, double-T,
triple-T, channel slabs dan lain-lain.
4. Balok beton pracetak dan balok beton pratekan pracetak (PC I Girder)
14
5. Kolom beton pracetak satu lantai atau multi lantai
6. Panel-panel dinding yang terdiri dari komponen yang solid, bagian dari
single-T atau double-T. Pada dinding tersebut dapat berfungsi sebagai
pendukung beban (shear wall) atau tidak mendukung beban.
7. Jenis komponen pracetak lainnya, seperti : tangga, balok parapet,
panel-panel penutup dan unit-unit beton pracetak lainnya sesuai
keinginan atau imajinasi dari insinyur sipil dan arsitek.
Secara umum sistem struktur komponen beton pracetak dapat
digolongkan sebagai berikut (Nurjaman,2000 dalam M. Abduh 2007) :
1. Sistem struktur komponen pracetak sebagian, dimana kekakuan system
tidak terlalu dipengaruhi oleh pemutusan komponenisasi, misalnya
pracetak pelat, dinding di mana pemutusan dilakukan tidak pada balok
dan kolom/bukan pada titik kumpul.
2. Sistem pracetak penuh, dalam sistem ini kolom dan balok serta pelat
dipracetak dan disambung, sehingga membentuk suatu bangunan yang
monolit. Pada dasarnya penerapan sistem pracetak penuh akan lebih
mengoptimalkan manfaat dari aspek fabrikasi pracetak dengan catatan
bahwa segala aspek kekuatan (strength), kekakuan,layanan
(serviceability) dan ekonomi dimasukkan dalam proses perencanaan.
5. Kendala dan Permasalahan Seputar Beton Pracetak
Yang menjadi perhatian utama dalam perencanaan komponen beton
pracetak seperti pelat lantai, balok, kolom dan dinding adalah sambungan.
15
Selain berfungsi untuk menyalurkan beban-beban yang bekerja, sambungan
juga harus berfungsi menyatukan masing-masing komponen beton pracetak
tersebut menjadi satu kesatuan yang monolit sehingga dapat mengupayakan
stabilitas struktur bangunannya. Beberapa kriteria pemilihan jenis
sambungan antara komponen beton pracetak diantaranya meliputi:
1. Kekuatan (strength).
Sambungan harus memilki kekuatan untuk dapat menyalurkan gaya-
gaya yang terjadi ke elemen struktur lainnya selama waktu layan
(serviceability), termasuk adanya pengaruh dari rangkak dan susut
beton.
2. Daktalitas (ductility)
Kemampuan dari sambungan untuk dapat mengalami perubahan
bentuk tanpa mengalami keruntuhan. Pada daerah sambungan untuk
mendapatkan daktilitas yang baik dengan merencanakan besi tulangan
yang meleleh terlebih dahulu dibandingkan dengan keruntuhan dari
material betonnya.
3. Perubahan volume (volume change accommodation)
Sambungan dapat mengantisipasi adanya retak, susut dan perubahan
temperature yang dapat menyebabkan adanya tambahan tegangan yang
cukup besar.
4. Ketahanan (durability)
16
Apabila kondisi sambungan dipengaruhi cuaca langsung atau korosi
diperlukan adanya penambahan bahan-bahan pencegah seperti
stainless steel epoxy atau galvanized.
5. Tahan kebakaran (fire resistance)
Perencanaan sambungan harus mengantisipasi kemungkinan adanya
kenaikan temperatur pada sistem sambungan pada saat kebakaran,
sehingga kekuatan dari baja maupun beton dari sambungan tersebut
tidak akan mengalami pengurangan.
6. Mudah dilaksanakan dengan mempertimbangkan bagian-bagian berikut
ini pada saat merencanakan sambungan :
a. Standarisasi produksi jenis sambungan dan kemudahan tersedianya
material lapangan.
b. Hindari keruwetan penempatan tulangan pada derah sambungan
c. Hindari sedapat mungkin pelubangan pada cetakan
d. Perlu diperhatikan batasan panjang dari komponen pracetak dan
toleransinya
e. Hindari batasan yang non-standar pada produksi dan pemasangan.
f. Gunakan standar hardware seminimal mungkin jenisnya
g. Rencanakan sistem pengangkatan komponen beton pracetak
semudah mungkin baik di pabrik maupun dilapangan
h. Pergunakan sistem sambungan yang tidak mudah rusak pada saat
pengangkatan
i. Diantisipasi kemungkinan adanya penyesuaian di lapangan.
17
6. Perbedaan Analisa Beton Pracetak dengan Beton Konvensional
Pada dasarnya mendesain konvensional ataupun pracetak adalah
sama, beban-beban yang diperhitungkan juga sama, faktor-faktor koefisien
yang digunakan untuk perencanaan juga sama, hanya mungkin yang
membedakan adalah :
1. Desain pracetak memperhitungkan kondisi pengangkatan beton saat
umur beton belum mencapai 24 jam. Apakah dengan kondisi beton
yang sangat muda saat diangkat akan terjadi retak (crack) atau tidak.
Di sini dibutuhkan analisa desain tersendiri, dan tentunya tidak pernah
diperhitungkan kalau kita menganalisa beton secara konvensional.
2. Desain pracetak memperhitungkan metode pengangkatan, penyimpanan
beton pracetak di stock yard, pengiriman beton pracetak, dan
pemasangan beton pracetak di proyek. Kebanyakan beton pracetak
dibuat di pabrik.
3. Pada desain pracetak menambahkan desain sambungan. Desain
sambungan di sini, didesain lebih kuat dari yang disambung.
18
D. Beton Ringan
1. Pengertian Beton Ringan
Beton Ringan adalah beton yang memiliki berat jenis (density) lebih
ringan dari pada beton pada umumnya. Beton Ringan bisa disebut sebagai
Beton Ringan aerasi (Aerated Lightweight Concrete/ALC) atau sering
disebut juga (Autoclaved Aerated Concrete/ AAC) yang mempunyai bahan
baku utama terdiri dari pasir silika, kapur, semen, air, ditambah dengan
suatu bahan pengembang yang kemudian dirawat dengan tekanan uap air.
Tidak seperti beton biasa, berat Beton Ringan dapat diatur sesuai
kebutuhan. Pada umumnya berat Beton Ringan berkisar antara 600 – 1600
kg/m3. Karena itu keunggulan Beton Ringan utamanya ada pada berat,
sehingga apabila digunakan pada proyek bangunan tinggi (high rise
building) akan dapat secara signifikan mengurangi berat sendiri bangunan,
yang selanjutnya berdampak kepada perhitungan pondasi.
2. Sejarah Beton Ringan
Teknologi material bahan bangunan berkembang terus, salah satunya
Beton Ringan aerasi (Aerated Lightweight Concrete/ALC) atau sering
disebut juga (Autoclaved Aerated Concrete/ AAC). Sebutan lainnya
Autoclaved Concrete, Cellular Concrete (semen dengan cairan kimia
penghasil gelembung udara ), Porous Concrete, dan di Inggris disebut
Aircrete and Thermalite. Bata Ringan AAC ini pertama kali dikembangkan
di Swedia pada tahun 1923 sebagai alternatif material bangunan untuk
19
mengurangi penggundulan hutan. Bata Ringan AAC ini kemudian
dikembangkan lagi oleh Joseph Hebel di Jerman Barat di tahun 1943.
Dia memutuskan untuk mengembangkan sistem bangunan yang lebih
baik dengan biaya yang lebih ekonomis. Inovasi-inovasi brilian yang
dilakukannya, seperti proses pemotongan dengan menggunakan kawat,
membuka kemungkinan kemungkinan baru bagi perkembangan produk ini.
Hasilnya, Beton Ringan aerasi ini dianggap sempurna, termasuk material
bangunan yang ramah lingkungan, karena dibuat dari sumber daya alam
yang berlimpah. Sifatnya kuat, tahan lama, mudah dibentuk, efisien, dan
berdaya guna tinggi. Kesuksesan Hebel di Jerman segera dilihat negara-
negara lain. Pada tahun 1967 bekerja sama dengan Asahi Chemicals
dibangun pabrik Hebel pertama di Jepang. Sampai saat ini Hebel telah
berada di 29 negara dan merupakan produsen beton aerasi terbesar di dunia.
Di Indonesia sendiri Beton Ringan mulai dikenal sejak tahun 1995, saat
didirikannya PT Hebel Indonesia di Karawang Timur, Jawa Barat.
3. Pembuatan Beton Ringan
Pembuatan Beton Ringan ini pada prinsipnya membuat rongga
udara di dalam beton. Ada tiga macam cara membuat beton aerasi, yaitu :
1. Yang paling sederhana yaitu dengan memberikan agregat/campuran
isian Beton Ringan. Agregat itu bisa berupa batu apung, stereofoam,
batu alwa, atau abu terbang yang dijadikan batu.
20
2. Menghilangkan agregat halus (agregat halusnya disaring, contohnya
debu/abu terbangnya dibersihkan).
3. Meniupkan atau mengisi udara di dalam beton. Cara ketiga ini terbagi
lagi menjadi secara mekanis dan secara kimiawi.
Proses pembuatan Beton Ringan atau Autoclaved Aerated Concrete
secara kimiawi kini lebih sering digunakan. Sebelum beton diproses
secara aerasi dan dikeringkan secara autoclave, dibuat dulu adonan
Beton Ringan ini. Adonannya terdiri dari pasir kuarsa, Semen, Kapur,
Gypsum, Aluminium pasta (Zat Pengembang). Untuk memproduksi 1
m3 Beton Ringan hanya dibutuhkan bahan sebanyak ± 0,5 – 0,6 m3
saja, karena nantinya campuran ini akan mengembang. Dalam
komposisinya, secara umum pasir kuarsa memiliki persentase yang
cukup tinggi yaitu berkisar 60%, kemudian perekat yang terdiri dari
semen dan kapur sebanyak 30%, dan sisanya sebanyak 10% yaitu
campuran gypsum dan aluminium pasta. Semen yang digunakan
merupakan semen tipe I. Semen tipe I merupakan yang biasanya
digunakan untuk segala macam jenis konstruksi. Untuk proses
produksi, dalam 1 hari dapat dihasilkan Beton Ringan sebanyak ± 300
– 400 m3. Pembuatan Beton Ringan ini sepenuhnya dikerjakaan
dengan mesin. Mesin yang digunakan seperti mesin penggiling, mesin
mixxing, mesin cutting, autoclaved chamber. Untuk proses awal semua
bahan baku ditempatkan didalam tangki masing – masing untuk
memper mudah proses pencampuran. Khusus untuk pasir kuarsa harus
21
dimasukkan kedalam mesin penggiling terlebih dahulu sebelum
dimasukkan ke dalam tangki, untuk menghaluskan butiran – butiran
pasir. Kemudian melalui ruang control, diatur kadar campuran yang
akan dibuat. Kadar campuran dapat berubah – ubah tergantung dari
keadaan bahan baku yang ada. Kemudian campuran Beton Ringan
tersebut dituangkan kedalam cetakan yang memiliki ukuran 4,20 x
1,20 x 0,60 m. Adonan tersebut diisikan sebanyak ½ bagian saja.
Kemudian didiamkan sekitar ± 3 – 4 jam, sehingga adonan dapat
mengembang.
Dalam proses pengembangan ini, terjadi reaksi kimia. Saat
pencampuran pasir kuarsa, semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan
dicampur alumunium pasta ini terjadi reaksi kimia. Bubuk alumunium
bereaksi dengan kalsium hidroksida yang ada di dalam pasir kwarsa
dan air sehingga membentuk hidrogen. Gas hidrogen ini membentuk
gelembung-gelembung udara di dalam campuran beton tadi.
Gelembung-gelembung udara ini menjadikan volumenya menjadi dua
kali lebih besar dari volume semula. Di akhir proses pengembangan
atau pembusaan, hidrogen akan terlepas ke atmosfir dan langsung
digantikan oleh udara. Rongga-rongga udara yang terbentuk ini yang
membuat beton ini menjadi ringan.
Meskipun hidrogennya hilang, tekstur beton tetap padat tetapi lembut.
Sehingga mudah dibentuk balok, atau palang sesuai kebutuhan. Setelah
mengembang, adonan dipotong untuk memperoleh ukuran yang
22
persisi, karena pada saat pengembangan ukurannya tidak dapat
dikontrol sehingga dipotong setelah proses pengembangan selesai.
Setelah melalui proses pemotongan, Beton Ringan dimasukkan
kedalam autoclave chamber selama ± 12 jam. Didalam autoclaved ini
pasir kwarsa bereaksi dengan kalsium hidroksida menjadi kalsium
hidrat silika. Dalam proses ini Beton Ringan diberi tekanan sebesar 11
bar atau sebesar 264 psi ( = 1,82 Mpa) dengan suhu setinggi 374 ⁰F.
Sehingga terbentuk kalsium silikat dan Beton Ringan berubah warna
menjadi putih. Pada saat didalam autoclaved ini, semua reaksi kimia
dituntaskan dan dibersihkan pada suhu tinggi, sehingga nantinya pada
saat digunakan tidak mengandung reaksi kimia yang berbahaya.
Kenapa tidak dijemur saja? Karena kalau adonan ini dijemur di bawah
terik matahari hasilnya kurang maksimal, karena tidak bisa stabil dan
merata hasil kekeringannya. Setelah keluar dari autoclave chamber,
Beton Ringan aerasi ini sudah siap untuk dipasarkan dan digunakan
sebagai konstruksi bangunan.
4. Kelebihan dan Kelemahan Beton Ringan
Ada beberapa kelebihan dari Beton Ringan atau Autoclaved
Aerated Concrete (AAC), yaitu :
1. Balok AAC mudah dibentuk. Sehingga dapat dengan cepat dan akurat
dipotong atau dibentuk untuk memenuhi tuntutan dekorasi gedung.
Alat yang digunakan pun sederhana, cukup menggunakan alat
23
pertukangan kayu. Karena ukurannya yang akurat tetapi mudah
dibentuk, sehingga dapat meminimalkan sisa-sisa bahan bangunan
yang tak terpakai.
2. AAC dapat mempermudah proses konstruksi. Untuk membangun
sebuah gedung dapat diminimalisir produk yang akan digunakan.
Misalnya tidak perlu batu atau kerikil untuk mengisi lantai beton.
Bobotnya yang ringan mengurangi biaya transportasi. Apalagi pabrik
AAC dibangun sedekat mungkin dengan konsumennya.
3. Karena ringan, tukang bangunan tidak cepat lelah. Sehingga cepat
dalam pengerjaannya.
4. Semennya khusus cukup 3 mm saja.
5. Mengurangi biaya struktur besi sloff atau penguat.
6. Mengurangi biaya penguat atau pondasi.
7. Waktu pembangunan lebih pendek.
8. Tukang yang mengerjakan lebih sedikit. Sehingga secara keseluruhan
bisa lebih murah dan efisien.
9. Tahan panas dan api, karena berat jenisnya rendah.
10. Kedap suara.
11. Tahan lama, kurang lebih sama tahan lamanya dengan beton
konvensional.
12. Kuat tetapi ringan, karena tidak sekuat beton. Perlu perlakuan khusus.
dibebani AC menggunakan fisher FTP, Wastafel fisher plug FX6/8,
panel dinding fisher sistem injeksi.
24
13. Anti jamur.
14. Tahan gempa.
15. Anti serangga.
16. Biaya perawatan yang sedikit, bangunan tak terlalu banyak mengalami
perubahan atau renovasi hingga 20 tahun.
17. Nyaman
18. Aman, karena tidak mengalami rapuh, bengkok, berkarat, korosi.
Selain kelebihan, Beton AAC juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu :
1. Karena ukurannya yang besar, untuk ukuran yang tanggung, akan
memakan waste yang cukup besar. Diperlukan keahlian tambahan
untuk tukang yang akan memasangnya, karena dampaknya berakibat
pada waste dan mutu pemasangan. Perekat yang digunakan harus
disesuaikan dengan ketentuan produsennya, umumnya adalah semen
instan.
2. nilai kuat tekannya (compressive strength) terbatas, sehingga sangat
tidak dianjurkan penggunaan untuk perkuatan (struktural).
3. Harganya cenderung lebih mahal dari bata konvesional. Di pasaran,
Beton Ringan dalam bentuk bata dijual dalam volume m3, sehingga
dengan ukuran 60cmx20cmx10cm / m3 Bata Ringan terdiri dari 83
buah. Jika dikonversikan dalam m2 maka 1 m2 terdiri dari 8.5 buah.
Harga per bata kurang lebih Rp. 8000,-, sehingga harga per m2 nya
Rp.68.000,-. Belum termasuk semen instan dan ongkos pasangnya.
25
5. Aplikasi Beton Ringan
Dengan berbagai kelebihan dari Beton Ringan yang telah disebutkan
di atas, saat ini Beton Ringan banyak diaplikasi dalam pelbagai proyek
dalam bentuk :
1. Blok (bata)
Contohnya Bata Celcon, yang dapat digunakan pada dinding dan atap.
2. Panel
Contohnya Panel Beton Ringan yang digunakan sebagai pengganti
tembok.
3. Bentuk Khusus
Contohnya bentuk-bentuk dekorasi, sebagai ornamen bangunan.
4. Ready Mix
Contohnya pada ready mix sebagai material pengisi.
6. Karakteristik Beton Ringan
Adapun karakteristik dari Beton Ringan, yaitu :
1. Presisi, karena dibuat oleh pabrik dan menggunakan mesin, maka
ukuran dan bentuk dari Beton Ringan ini lebih presisi daripada bata
konvensional yang dibuat dengan menggunakan tenaga manusia.
2. Sudut siku, sudut yang dimilik Beton Ringan benar – benar tegak
lurus membentuk 90o.
26
3. Permukaan halus dan pori – pori lebih rapat, Permukaan pada
Beton Ringan umumnya rata dan halus, serta memiliki pori yang lebih
rapat, hal ini menyebabkan Bata Ringan lebih kedap air.
4. Ringan dan kuat, Beton Ringan sesuai namanya memiliki berat yang
lebih ringan dari bata konvensional, hampir 1/3 berat dari bata
konvensional. Tetapi walaupun memiliki berat yang ringan, Beton
Ringan tetap kuat.
27
Top Related