10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pandan Wangi
Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) adalah jenis tumbuhan
monokotil dari famili Pandanaceae. Daunnya merupakan komponen penting dalam
tradisi masakan Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya (Nonato, et al,
2008). Pandan wangi merupakan tanaman jenis perdu yang tumbuh menahun
dengan tinggi 1 – 2 m. Batangnya berbentuk bulat dengan bekas duduk daun,
bercabang, menjalar, serta terdapat akar tunjang yang keluar di sekitar pangkal
batang dan cabang. Pandan wangi memiliki jenis daun tunggal, duduk, dengan
pangkal memeluk batang. Helaian daunnya berbentuk pita, tipis, licin, ujung
runcing, tepi rata, bertulang sejajar, panjang 40 – 80 cm, lebar 3 – 5 cm, dan tepi
daun berduri (Utami, 2008).
Tanaman pandan wangi tumbuh di daerah tropis dan banyak ditanam di
halaman atau kebun. Terkadang pandan wangi tumbuh liar di tepi sungai, tepi rawa,
dan di tempat-tempat lembap, tumbuh subur dari daerah pantai sampai daerah
dengan ketinggian 500 mdpl (Tahir, 2010). Kenampakan dari tanaman pandan
wangi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman Pandan Wangi (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
11
Pandanus amaryllifolius Roxb. merupakan satu-satunya spesies Pandanus yang
memiliki daun yang wangi. Tumbuhan ini dikenal dengan bau wangi yang khas,
sehingga disebut fragrant screw pine (Nonato, et al, 2008). Aroma khas dari pandan
wangi diduga karena adanya senyawa turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-
acetyl-1-pyrroline (Faras, et al, 2014). Beberapa bahan kimia yang terkandung
dalam pandan wangi, diantaranya alkolida, saponin, flavonoid, tannin, polifenol,
dan zat warna (Hariana, 2013). Menurut Hidayat, et al (2008), manfaat pandan
wangi antara lain adalah sebagai bahan aroma, pewarna makanan, kosmetik,
tanaman hias, bahan kerajinan tangan dan obat. Dalam pengobatan tradisional
pandan berkhasiat untuk mengobati rematik, pegal linu, lemah syaraf, dan sebagai
penenang atau mengatasi gelisah.
2.2 Minyak Atsiri
2.2.1 Deskripsi Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah salah satu kandungan tanaman yang sering disebut
“minyak terbang” (Inggris: volatile oils). Minyak atsiri dinamakan demikian karena
minyak tersebut mudah menguap. Selain itu, minyak atsiri juga disebut essential oil
(dari kata essence) karena minyak tersebut memberikan bau pada tanaman
(Koensoemardiyah, 2010). Menurut Sulong (2006), minyak atsiri merupakan
sebuah konsentrasi larutan yang terbentuk dari ratusan komponen beraroma dan
berbahan organik, termasuk hormon, vitamin, dan beragam elemen alami lainnya.
Bahan baku minyak ini diperoleh dari berbagai bagian tanaman seperti daun, bunga,
buah, biji, kulit biji, batang, akar, atau rimpang (Rusli, 2010).
Sejak zaman dahulu, penggunaan minyak esensial di Indonesia diperkenalkan
lewat berbagai tanaman aromatik seperti bunga mawar, melati, kenanga, dan daun
pandan untuk berbagai ritual keagamaan dan adat. Minyak atsiri memiliki
karakteristik alamiah yang terbawa dari tanaman asalnya. Oleh karena itu, minyak
atsiri banyak disukai oleh masyarakat luas hingga penjualannya menembus pasar
dunia. Dalam penggunaannya, minyak atsiri banyak dimanfaatkan sebagai bahan
baku wewangian dan berbagai pengobatan seperti untuk menyambuhkan penyakit.
Hal ini sudah terbukti baik secara empiris maupun ilmiah karena komponen aktif
12
yang terkandung dalam minyak atsiri memiliki berbagai kemampuan seperti
antiinflamasi, antibakteri, deodorant, dan insektisida (Yuliani dan Suyanti, 2012).
2.2.2 Komposisi Minyak Atsiri
Minyak atsiri tersusun atas beragam senyawa kimia, yakni Karbon (C),
Hidrogen (H), Oksigen (O), dan beberapa persenyawaan kimia seperti Nitrogen (N)
dan Belerang (S). Namun komponen utama yang menyusun senyawa kimia dari
minyak atsiri adalah Hidrokarbon dan Hidrokarbon Beroksigen (Oxygenated
Hydrocarbon) (Ketaren, 1985).
Menurut Guenther (1987), kelompok kimia yang terdapat pada minyak atsiri
adalah hidrokarbon, turunan benzene, terpen, dan kelompok senyawa lainnya.
Untuk kelompok senyawa lain tidak dihiraukan karena hanya terdapat pada spesies
tanaman tertentu. Selain itu, Ketaren (1985) menjelaskan bahwa minyak atsiri juga
mengandung resin dan lilin yang merupakan komponen tidak dapat menguap.
Namun, keberadaan kedua jenis kandungan ini di dalam minyak atsiri dalam jumlah
kecil.
1) Hidrokarbon
Golongan hidrokarbon dalam minyak atsiri terdiri dari turunan terpene, yakni
monoterpene (C5H8)2, seskuiterpen (C5H8)3, diterpene (C5H8)4, dan politerpen, serta
paraffin, olefin, dan hidrokarbon aromatik. Kandungan monoterpene dapat dibagi
menjadi tiga golongan yang bergantung kepada struktur kimia seperti geraniol dan
monosiklik misalnya limonene atau bisiklik misalnya α-pinen dan β-pinen
(Guenther, 1987).
Komponen kimia golongan hidrokarbon juga merupakan jenis komponen yang
berhubungan dengan proses metabolisme dan asam lemak. Menurut Guenther
(1987), golongan terpen dapat diubah bentuk satu ke bentuk lainnya melalui reaksi
dalam kondisi yang kondusif bagi proses fisiologis. Perubahan tersebut dapat terjadi
di bawah pengaruh sinar (cahaya), udara, dan air pada minyak atsiri yang dapat kita
lihat ketika disimpan secar sembarang sehingga terjadi rekasi oksidasi, resinifikasi,
dan polimerasi. Hal ini dapat mengakibatkan rusaknya aroma dan warna pada
13
minyak atsiri dan berubahnya warna menjadi kekuningan atau kecoklatan sehingga
dapat menurunkan nilai mutu dan rendemen minyak atsiri yang dihasilkan.
2) Hidrokarbon Beroksida (Orgenated Hydrocarbon)
Dalam komponen hidrokarbon berokosida, terdapat kandungan oksigen
(oxygenated compound atau terpen-O) yang terdiri dari alkohol dan fenol, aldehid,
keton, ester, dan eter (Guenther, 1987). Senyawa yang mengandung golongan
terpen-O dapat menyebabkan aroma yang sangat wangi dari minyak atsiri dan
memiliki tingkat larut yang tinggi dalam alkohol encer. Senyawa ini juga memiliki
ketahanan dan kestabilan terhadap rekasi oksidasi dan resinifikasi, serta dapat
memacu aktivitas antioksidan minyak atsiri (Guenther, 1987).
2.2.3 Sifat Minyak Atsiri
Adapun sifat-sifat minyak atsiri menurut Ketaren (1985) adalah sebagai
berikut:
1) Memiliki aroma yang khas. Umumnya aroma ini mewakili aroma tanaman
penghasilnya. Aroma minyak atsiri satu dengan lainya berbeda-beda.
2) Mempunyai rasa getir.
3) Mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi.
4) Tersusun komponen senyawa hidrokarbon atau terpen dan kelompok
persenyawaan yang mengandung oksigen (oxygenated compound atau
terpen-O).
5) Tidak tahan disimpan lama untuk minyak atsiri dari bahan bunga dan daun
sedangkan minyak atsiri dari bahan berupa biji, kulit, akar, dan kayu lebih
tahan disimpan lama.
6) Sangat mudah larut dalam pelarut organik.
7) Tidak larut dalam air.
2.2.4 Karakteristik Fisiko-Kimia Minyak Atsiri
Dalam menentukan kualitas minyak atsiri yang akan dihasilkan, beberapa hal
perlu diperhatikan seperti aroma, warna minyak, bobot jenis, indeks bias, kelarutan
dalam alkohol, bilangan asam, viskositas, sisa pelarut, serta bilangan ester. Menurut
14
Stahl (1985), kriteria tersebut dinyatakan dalam sifat organoleptik atau sifat fisio-
kimia. Sifat fisika minyak atsiri berbeda-beda, tergantung pada komposisinya. Sifat
fisik tersebut berguna untuk menunjukkan ciri khas minyak atsiri. Penentuan mutu
minyak atsiri berasal dari karakteristik alamiah pada masing-masing tanaman
pembentuk minyak.
1) Warna
Sesuai dengan SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning muda
hingga coklat kemerahan, namun setelah dilakukan penyimpanan minyak berubah
warna menjadi kuning tua hingga coklat muda. Ketaren (1985) mengatakan bahwa
minyak akan berwarna gelap oleh penuaan, bau dan flavornya tipikal rempah,
aromatik tinggi, kuat dan tahan lama.
2) Bobot Jenis
Nilai bobot jenis minyak atsiri pada suhu 15oC/15oC didefinisikan sebagai
perbandingan antara bobot minyak pada 15oC dengan bobot air dengan volume
yang sama pada suhu 15oC (Guenther, 1987). Selanjutnya Guenther (1987)
menambahkan bahwa bobot jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat
komponen-komponen yang terkandung di dalamnya. Semakin besar fraksi berat
yang terkandung dalam minyak tersebut, maka semakin besar pula nilai
densitasnya. Berat jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,696-1,188.
3) Indeks bias
Menurut Ketaren (1996), indeks bias adalah derajat penyimpangan dari
cahaya yang dilewatkan pada medium yang cerah. Indeks bias tersebut berguna
untuk mengidentifikasi suatu komponen dan mendeteksi kemurnian minyak atsiri.
Nilai indeks bias salah satunya dipengaruhi dengan adanya kadar air di dalam
kandungan minyak atsiri, semakin banyak mengandung air, maka semakin kecil
nilai indeks biasnya (Sani, et al, 2012). Ini karena sifat dari air yang mudah untuk
membiaskan cahaya yang datang.
4) Kadar Sisa Pelarut
Kadar sisa pelarut merupakan banyaknya kandungan pelarut yang masih
tertinggal pada minyak atsiri. Kadar sisa pelarut yang masih terdapat pada minyak
atsiri akan mempengaruhi mutunya, dimana semakin sedikit kadar sisa pelarut yang
15
terdapat pada minyak, maka mutunya menjadi lebih baik. Menurut Guenther
(1987), kriteria kemurnian yang penting pada minyak atsiri adalah sisa penguapan
yakni persentase minyak yang tidak menguap pada suhu 100oC.
2.2.5 Minyak Atsiri Daun Pandan Wangi
Minyak atsiri daun pandan wangi merupakan minyak atsiri yang diperoleh
dari daun pandan wangi (Pandanus amryllifolius Roxb.). Minyak atsiri daun
pandan wangi dapat digunakan untuk aromaterapi memberikan efek penenang,
obat, dan obat antidepresan. Manfaat daun pandan wangi yang dapat memberikan
efek penenang, Puspitasari (2017) melakukan penelitian yang membuktikan bahwa
pemberian ekstrak daun pandan wangi 10% dapat menurunkan durasi immobility
time dan kadar kortisol tikus jantan galur wistar yang depresi. Aroma khas yang
dimiliki daun pandan wangi banyak disukai dan banyak dimanfaatkan sebagai
aroma terapi dalam industri spa. Aroma khas daun pandan wangi berasal dari
kandungan kimia dan minyak atsiri daun pandan wangi itu sendiri.
Minyak atsiri daun pandan wangi termasuk minyak atsiri yang masih dalam
pengembangan dan penelitian. Penelitian terdahulu minyak atsiri daun pandan
wangi salah satunya dilakukan oleh Adiyasa, et al, (2014) mengenai karakteristik
minyak atsiri daun pandan wangi hasil perlakuan lama curing dan lama ekstraksi.
kondisi bahan baku yang digunakan yaitu tanpa curing, curing 2 hari, dan curing 4
hari, dengan lama ekstraksi 2 jam, 3 jam, dan 4 jam. Metode ekstraksi yang
digunakan yaitu soxhletasi dengan pelarut etil asetat. Hasil penelitian Adiyasa, et
al, (2014) menyatakan bahwa perlakuan lama curing 4 hari dan lama ekstraksi 3
jam merupakan perlakuan tepat untuk menghasilkan minyak atsiri daun pandan
wangi dengan karakteristik terbaik. Penggolongan minyak atsiri daun pandan wangi
perlakuan lama curing 4 hari dan lama ekstraksi 3 jam disajikan pada Tabel 1.
16
Tabel 1. Penggolongan Komponen Minyak atsiri daun pandan wangi Perlakuan
Lama Curing 4 Hari Dan Lama Ekstraksi 3 Jam
Penggolongan Senyawa Konsentrasi relatif (%)
Alkana
Cyclododecane,
Eicosane, Octadecane,
Nonadecane
46,66
Alkena Cetene, 2-Tetradecene,
1-eicosene, 1-docosene 31,22
Aldehid E-15-Heptadecenal 11,13
Tidak teridentifikasi 10,89
Sumber: Adiyasa, et al, (2014)
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan dari dua atau lebih fasa dengan
menggunakan suatu pelarut. Pelarut merupakan bahan yang ditambahkan untuk
membentuk fasa yang berbeda dari sumber fasa tersebut (Toledo, 2007). Menurut
Sarker dan Lutfun (2012), tipe proses ekstraksi, untuk bahan baku tanaman,
meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1) Pengeringan dan pengecilan ukuran bagian tanaman tersebut (daun, bunga, dan
sebagainya) atau maserasi keseluruhan bagian tanaman tersebut dengan
pelarut.
2) Pemilihan pelarut
a. Pelarut polar: air (aquades), etanol, metanol, dan sebagainya.
b. Pelarut semi polar: etil asetat, diklorometana, dan sebagainya.
c. Pelarut non-polar: n-heksan, pet-eter, kloroform, dan sebagainya.
3) Pemilihan metode ekstraksi
a. Maserasi.
b. Sokletasi.
c. Ekstraksi fluida superkritis.
d. Sublimasi.
e. Distilasi uap atau destilasi air.
f. Ultrasonik.
g. Microwave
h. Percepatan pelarut, dan sebagainya.
17
2.3.1 Microwave Assisted Extraction (MAE)
MAE adalah proses pemanasan pelarut padat atau pelarut campuran (padat-
cair) dengan memanfaatkan energi gelombang micro diamana ekstraksi dilakukan
didalam bejana tertutup yang memungkinkan suhu berada diatas titik didih atmosfer
pelarut sehingga dapat mempercepat proses ekstraksi (LeBlanc, 2000). Proses
ekstraksi microwave (MAE) berbeda dari metode ekstraksi konvensional, karena
ekstraksi ini terjadi akibat perubahan struktur sel akibat gelombang elektromagnetik
(Chemat dan Giancarlo, 2013). Menurut Mandal et al, (2007), efek pemanasan
gelombang micro maksimum terjadi pada frekuensi 2450 MHz dengan energi
luaran 600-700 watt. Gelombang micro ini menggunakan radiasi elektromagnetik
berfrekuensi 0,3-300 GHz (Kaufmann dan Christen, 2002).
Mekanisme ekstraksi gelombang micro yaitu dimulai dengan pelarut masuk
ke dalam bahan. Dalam bahan yang telah mengandung pelarut terjadi proses
degradasi atau perusakan komponen dalam bahan secara perlahan. Zat terlarut
(komponen yang diinginkan untuk diekstrak) keluar dari bahan sehingga larut
dalam pelarut (Chemat dan Giancarlo, 2013).
Menurut Chemat dan Giancarlo (2013), prinsip dasar ekstraksi konvensional
dengan microwave dibedakan berdasarkan panas yang diterima oleh bahan.
Perpindahan massa pada ekstraksi konvensional terjadi dari dalam ke luar,
sedangkan perpindahan panas terjadi luar ke bagian dalam substrat. Jadi, panas
disalurkan ke bahan melalui rambatan (medium) dari permukaan ke inti bahan
sehingga suhu di permukaan akan lebih tinggi dibandingkan suhu di inti bahan
karena permukaan mendapatkan panas terlebih dahulu. Sedangkan pada ekstraksi
menggunakan microwave, panas disalurkan secara merata ke seluruh bagian bahan
atau panas dihamburkan secara volumetrik di dalam media iradiasi karena di dalam
microwave bahan mengalami gerakan getaran-putaran sehingga terdapat
keseragaman pelepasan panas di setiap titik di dalam bahan. Gambar 2 menjelaskan
mekanisme perpindahan panas dan massa ekstraksi konvensional dan microwave.
18
Gambar 2. Mekanisme Perpindahan Panas dan Massa pada Ekstraksi Microwave
dan Ekstraksi Konvensional Produk Alami
(Sumber : Chemat dan Giancarlo, 2013)
Ekstraksi menggunakan microwave (MAE) merupakan metode ekstraksi
yang relatif baru, metode ekstraksi ini menggabungkan gelombang micro dan
pelarut organik. MAE memiliki kelebihan yaitu waktu ekstraksi lebih pendek,
pelarut sedikit, tingkat ekstraksi lebih tinggi, dan biaya yang lebih rendah
dibandingkan metode tradisional (Sarker dan Lutfun, 2012).
2.3.1.1 Gelombang Micro
Gelombang micro merupakan gelombang elektromagnetik yang
mempunyai panjang gelombang antara 1.0 cm – 1.0 m dan frekuensi antara
0.3–30 GHz (Taylor, 2005). Menurut Ramanadhan (2005), gelombang
elektromagnetik merupakan energi listrik dan magnet yang bergerak bolak balik
(oscillate) dan menghasilkan gelombang yang harmonis. Menurut Taylor (2005)
sesuai dengan namanya, oven gelombang micro adalah pemanas yang bekerja
dengan menggunakan gelombang radio, adapun frekuensi yang digunakan antara
900 – 30000 MHz. Federal Communications Comission menetapkan bahwa untuk
keperluan industri, ilmu pengetahuan dan kesehatan digunakan empat besaran
frekuensi yaitu 915 MHz, 2450 MHz, 5800 MHz dan 24125 MHz. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa frekuensi tersebut tidak akan mengganggu
frekuensi gelombang lainnya dan aman bagi kesehatan manusia. Untuk keperluan
di rumah tangga dan industri, gelombang micro umumnya menggunakan frekuensi
19
2450 MHz yaitu pada panjang gelombang 12,25 cm. Lebih jelasnya spektrum
gelombang elektromagnetik disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Spektrum Gelombang Elektromagnetik
(Sumber: Dibben, 2010)
Menurut Soesanto (2007), penggunaan energi gelombang micro pada
microwave termasuk mekanisme perpindahan panas secara radiasi. Radiasi
merupakan perpindahan panas dari suatu benda ke benda lainnya, tanpa
adanya kontak fisik, melalui gerakan gelombang. Menurut Taylor (2005),
mekanisme dasar dari pemanasan gelombang micro disebabkan adanya agitasi
molekul-molekul polar atau ion-ion yang bergerak (oscillate) karena adanya
gerakan medan magnetik atau elektrik. Adanya gerakan medan magnetik dan
elektrik menyebabkan partikel-partikel mencoba untuk berorientasi atau
mensejajarkan dengan medan tersebut. Pergerakan partikel-partikel tersebut
dibatasi oleh gaya pembatas (interaksi partikel dan ketahanan dielektrik). Hal
ini menyebabkan gerakan partikel tertahan dan membangkitkan gerakan acak
sehingga menghasilkan panas.
2.3.1.2 Oven Gelombang Micro
Oven gelombang micro terdiri dari beberapa bagian penting yang
menyusunnya seperti: turntable, door dan choke, power, magnetron, waveguide,
stirrer, dan cooking cavity. Ilustrasi oven gelombang micro dan komponennya
terdapat pada Gambar 4.
20
Gambar 4. Oven Gelombang Micro
(Sumber: Picow, 2008)
Turntable merupakan sebuah piringan yang biasanya berputar dalam oven
gelombang micro ketika oven gelombang micro itu bekerja; door dan choke sebuah
pintu atau tempat buka tutup oven gelombang micro dan lapisan kaca transparan
yang berada pada oven gelombang micro; power adalah pengatur daya pada oven
gelombang micro; magnetron merupakan tabung hampa udara penghasil
gelombang micro; waveguide adalah sebuah kompenen yang didesain untuk
mengarahkan gelombang; stirrer merupakan komponen menyerupai baling-baling
dan berfungsi untuk menyebarkan gelombang micro di dalam oven gelombang
micro; dan cooking cavity merupakan aktivitas memasak yang berada di dalam oven
gelombang micro saat bekerja.
Pada oven gelombang micro, gelombang micro dihasilkan oleh sebuah
tabung vakum elektronik yang disebut sebagai "magnetron" yang terletak di luar
ruang oven. Kemudian gelombang micro tersebut merambat melalui tabung metal
berongga yang disebut sebagai waveguide menuju ke ruang oven. Perpindahan
energi panas pada oven gelornbang micro terjadi karena masuknya gelombang
micro ke dalam bahan yang berinteraksi dengan senyawa kimianya. Protein, gula,
lemak, dan bahan kimia yang lainnya yang menimbulkan agitasi dipol antar
gelombang yang menyebabkan energi panas di dalam bahan (Taylor, 2005).
2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Proses Microwave Assisted Extraction
Pemilihan pelarut merupakan hal mendasar dalam mendapatkan proses
ekstraksi optimal. Pilihan pelarut didasarkan pada kelarutan senyawa target
21
(selektifitas), interaksi antara pelarut dan matriks bahan, dan faktor disipasi
(Mandal, et al, 2007). Menurut Chemat dan Giancarlo (2013), faktor pertama yang
harus dipertimbangkan saat memilih konstanta fisik gelombang micro adalah
pelarut yang akan digunakan.
Menurut Sarker dan Lutfun (2012), selain pemilihan pelarut ekstraksi, faktor
berikut dapat mempengaruhi hasil ekstraksi MAE:
a. Waktu ekstraksi
Peningkatan lama waktu ekstraksi meningkatkan hasil ekstraksi tersebut.
Namun, hal itu juga meningkatkan resiko degradasi komponen akibat
thermolabile (kerusakan akibat suhu). Oleh karena itu keseimbangan antara hasil
ekstraksi dan stabilitas komponen harus dicapai untuk memastikan MAE
berperan.
b. Daya microwave
Untuk mengoptimalkan metode MAE, kombinasi daya rendah atau sedang
dengan lama waktu ekstraksi yang umumnya diinginkan. Menurut Mandal, et al,
(2007), daya microwave menjadi faktor yang berhubungan satu sama lain dengan
waktu ekstraksi karena penggunaan daya yang tinggi dan waktu ekstraksi yang
lama akan menimbulkan risiko termal degradasi. Selain itu, penggunaan daya
yang lebih tinggi akan mengurangi kemurnian ekstrak akibat dinding sel yang
rusak secara cepat sehingga larutan ekstrak mengandung zat pengotor yang ikut
keluar. Perlakuan untuk menghindari hal tersebut, maka daya yang digunakan
lebih rendah agar dinding sel rusak secara perlahan sehingga memungkinkan
proses ekstraksi yang selektif.
c. Karakteristik bahan
Karakteristik bahan, misalnya adalah ukuran bahan dan sifat alami bahan.
Kedua hal tersebut dapat mempengaruhi pemulihan senyawa. Semakin halus
ukuran bahan, maka semakin besar luas permukaannya dan lebih baik pada
proses penetrasi gelombang micro, oleh karena itu ukuran partikel yang lebih
halus menghasilkan ekstraksi yang lebih efesien. Menurut Mandal, et al, (2007),
ukuran partikel dari bahan yang akan diekstrak umumnya berkisar 100 𝜇m – 2
mm.
22
d. Volume Pelarut (Mandal, et al, 2007)
Volume pelarut termasuk faktor penting dalam mengekstraksi suatu bahan
dari tanaman. Volume pelarut harus cukup agar seluruh bagian dari bahan
tanaman yang ingin diekstrak dapat tercelup ke dalam pelarut selama waktu
radiasi dilakukan. Secara umum, rasio bahan dengan pelarut yang digunakan
dalam metode MAE tergantung pada jenis bahan yang akan diekstraksi.
2.4 Pelarut Organik
Menurut Brady (1987), pelarut umumnya adalah zat yang berada pada larutan
dalam jumlah yang besar sedangkan zat lainnya dianggap sebagai zat terlarut.
Menurut Ketaren (1996), suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai nilai
polaritas yang sama, yaitu zat polar akan larut dalam pelarut polar dan tidak larut
dalam pelarut nonpolar. Prinsip ini disebut dengan prinsip Like Dissolve Like yang
dapat digunkan dalam penentuan yang akan dipilih untuk proses ekstraksi.
kosntanta fisik dan faktor disipasi pelarut yang digunakan pada Microwave Assisted
Extraction (MAE) disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Konstanta Dielektrik Pelarut yang digunakan pada Microwave Assisted
Extraction (MAE)
Pelarut
Konstanta
dielektrika Titik didihb Viskositasc
ɛʹ (˚C) (cP)
Aseton 20,7 56 0,30
Asetonitril 37,5 82
Etanol 24,3 78 0,69
Heksana 1,89 69 0,30
Metanol 32,6 65 0,54
2-Propanol 19,9 82 0,30
Air 78,3 100 0,89
Etil asetat 6,02 77 0,43
Heksana-aseton (1:1) 52 aDetermined at 20˚C bDetermined at 101.4 kPa cDetermined at 25˚C
(Sumber : Chemat dan Giancarlo, 2013)
23
Salah satu faktor yang paling menentukan berhasilnya proses ekstraksi adalah
mutu dari pelarut yang digunakan (Guenther, 1948). Pelarut yang ideal, harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Bersifat selektif
Pelarut dapat melarutkan semua zat yang akan diekstrak dengan cepat dan
sempurna.
2) Titik didih pelarut
Pelarut harus mempunyai titik didih yang cukup rendah, sehingga pelarut
mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi pada proses pemurnian
dan jika diuapkan tidak tertinggal dalam ekstrak.
3) Pelarut tidak larut dalam air
Jika pelarut larut dalam air maka air dalam bahan akan ikut terekstraksi
sehingga menyebabkan minyak hasil ekstraksi mudah teroksidasi.
4) Pelarut bersifat inert
Artinya pelarut tidak bereaksi dengan komponen lain.
5) Pelarut harus mempunyai titik didih yang seragam dan jika diuapkan tidak
akan tertinggal dalam ekstrak setelah proses penguapan.
6) Harga murah, tidak beracun dan tidak mudah terbakar.
Top Related