14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesejahteraan Subjektif
1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif
Kesejahteraan subjektif menurut Diener, dkk., (2006) yaitu mengacu pada
bagaimana orang menilai hidup secara positif, termasuk penilaian variabel
kepuasan hidup, banyak merasakan afek positif seperti emosi dan suasana hati yang
positif, dan kurangnya afek negatif yang dirasakan sepertindepresi dan kecemasan.
Adapun pendapat lain tentang kesejahteraan subjektif yaitu, evaluasi subjektif
seseorang mengenai kehidupan termasuk konsep-konsep seperti kepuasan hidup,
emosi menyenangkan (fulfilment) kepuasan terhadap area-area seperti pernikahan
dan pekerjaan, dan tingkat emosi tidaknmenyenangkan yang rendah (Diener, dalam
Hamdana, dkk., 2015).
Menurut Biswar (dalam Utami, 2012) kesejahteraan subjektif didefinisikan
sebagai evaluasi individu terhadap kehidupannya yang berkaitan dengan komponen
kognitif dan emosional yang mencakup tigankomponen utama, yaitu banyaknya
mengalami afek positif atau afek yang menyenangkannseperti kegembiraan,
kelegaan hati, kasih sayang, sedikitnya mengalami afek negatif atau afek yang tidak
menyenangkan seperti ketakutan, kemarahan, dan kesedihan, serta pendapat pribadi
mengenainkepuasan hidup. Menurut Eddington & Shuman (2005) kesejahteraan
subjektif merupakan evaluasi seseorang terhadapnkehidupannya yang meliputi
15
perkembangan kognitif seperti kepuasan hidup dan evaluasi afektif (mood dan
emosi), seperti perasaan ataunemosi positif dan negatif.
Diener, dkk., (dalam Utami, 2009) menambahkan bahwa kesejahteraan
subjektif adalah evaluasi yang dilakukan seseorangnterhadap kehidupannya.
Evaluasi tersebut bersifat kognitif dan afektif. Evaluasi yang bersifat kognitif
meliputi bagaimana seseorang merasakan kepuasan dalam hidupnya. Evaluasi yang
bersifat afektif meliputi seberapa sering seseorang merasakan emosi positif dan
emosi negatif. Seseorang dikatakan mempunyai tingkat kesejahteraan subjektif
yang tinggi jika orang tersebut merasakan kepuasan dalam hidupnya, sering
merasakan emosi positif seperti kegembiraan dan kasih sayang serta jarang
merasakan emosi negatif seperti kesedihan dan amarah.
Ariati (2010) mengemukakan ada dua pendekatan teori yang digunakan
dalam kesejahteraan subjektif yaitu; a) Bottom up theories, yaitunmemandang
bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup yang dirasakan dan dialami seseorang
tergantung dari banyaknya kebahagiaan kecil serta kumpulannperistiwa-peristiwa
bahagia. Secara khusus, kesejahteraan subjektif merupakan penjumlahan dari
pengalaman-pengalaman positif yang terjadi dalam kehidupan seseorang. Semakin
banyaknya peristiwa menyenangkan yang terjadi, maka semakin bahagia dan puas
individu tersebut. Untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif, teori ini
beranggapan perlunya mengubah lingkungan dan situasi yang akan mempengaruhi
pengalaman individu, misalnya: pekerjaan yang memadai, lingkungan rumah yang
aman, pendapatan/gaji yang layak. b) Top down theories, yaitu kesejahteraan
subjektif yang dialami seseorang tergantung dari cara individu tersebut
16
mengevaluasi dan menginterpretasi suatu peristiwa/kejadian dalamnsudut pandang
yang positif. Perspektif teori ini menganggap bahwa, individu lah yang menentukan
atau memegang peranan apakah peristiwa yang dialaminya akan menciptakan
kesejahteraan psikologis bagi dirinya. Pendekatan ini mempertimbangkan jenis
kepribadian, sikap, dan cara-cara yang digunakan untuk menginterpretasi suatu
peristiwa. Sehingga untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif diperlukan usaha
yang berfokus pada mengubah persepsi, keyakinan dan sifat kepribadian seseorang.
Pendekatan bottom up theories dan top down theories memberikan
perbedaan terhadap pendekatan kesejahteraan subjektif, sehingga untuk
menyimpulkan seseorang merasa sejahtera dapat dilihat dari bagaimana individu
tersebut menyikapinya. Dari keseluruhan pengertian di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa kesejahteraan subjektif merupakan proses ketika seseorang
melakukan evaluasi secara subjektif terhadap kehidupannya yang meliputi evaluasi
kognitif yang berupa adanya kepuasan hidup maupun evaluasi afektif yang berupa
emosi positif (pleasure) atau negatif (displeasure).
2. Aspek Kesejahteraan Subjektif
Menurut Diener, dkk., (2006) kesejahteraan subjektif memiliki tiga aspek,
antara lain:
a. Life Satisfaction atau kepuasan hidup
Kepuasan hidup merupakan penilaian secara umum terhadap
kehidupan seseorang. Kepuasan hidup merupakan bentuk kemampuan
seseorang untuk menikmati pengalaman disertai dengan kegembiraan.
Penilaian kepuasan hidup dapat terdiri dari kepuasan yang dirasakan dalam
17
berbagai bidang kehidupan seperti rekreasi, cinta, pernikahan,
persahabatan, dan lain sebagainya.
Diener, dkk., (1985) membagi kepuasan hidup menjadi beberapa
sub, di antaranya kehidupan yang ideal, kondisi kehidupan yang baik,
merasa puas dengan kehidupan, mendapatkan hal-hal pentingndalam
kehidupan, tidak ingin merubah apapun jika terlahir kembali.
b. Afek positif atau menyenangkan
Afek positif dapat terbagi menjadi emosi positif khusus seperti
kegembiraan, kasih sayang dan kebanggaan. Afek merupakanngambaran
evaluasi langsung individu terhadap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya
(Putri & Sutarmanto, 2009). Individu akan bereaksi dengan afek positif jika
mengalami sesuatu yang baik dalam hidupnya, begitu pula sebaliknya. Afek
terdiri dari mood dan emosi. Afek terkait dengan penilaian seseorang
terhadap kejadian dalam kehidupan seseorang tersebut (Diener, dkk., 1999).
Afek positif yang dominan cenderung direfleksikannsebagai
kesejahteraan subjektif yang tinggi (Putri & Sutarmanto, 2009). Afek positif
terkait dengan pengalaman emosi yang menyenangkan dan perasaannhati
yang menyenangkan (Diener, 2000). Watson, dkk., (1988) membagi afek
positif menjadi antusias (enthusiastic), tertarik dengannpekerjaan
(interested), penuh tekad (determined), gembira (excited), penuh inspirasi
(inspired), waspada (alert), aktif (active), kuat (strong), bangga (proud),
penuh perhatian (attentive).
18
c. Afek negatif atau tidak menyenangkan
Afek tersebut dapat dipisahkan menjadi emosi dan mood khusus,
seperti malu, rasa bersalah, marah, sedih dan cemas. Perasaan negatif
merujuk kepada rendahnya tingkat pengalaman emosinyang tidak
menyenangkan (Diener, 2000). Watson, dkk., (1988) membagi rendahnya
tingkat perasaan negatif menjadi takut akan sesuatu (scared), takut (afraid),
kecewa (upset), tertekan (distressed), gelisah (jittery), gugup (nervous),
malu (ashamed), bersalah (guilty), mudahnmarah (irritable), memiliki
musuh (hostile).
Aspek-aspek kesejahteraan subjektif yang lain dikemukakan oleh
Eddington & Shuman (2005) yaitu:
a. Life satisfaction atau kepuasan hidup, yang dapat dibedakan dalam
kepuasan di masansekarang, masa lalu dan masa depan, serta dalam aspek
keluarga, pekerjaan, kesehatan, cinta, pernikahan, pertemanan atau
hubungan dengan orang lain, rekreasi, ekonomi/keuangan dan sebagainya,
b. Presence of frequent positive affect (pleasant moods and emotions) di mana
pleasant affect / suasana hatinyang menyenangkan ini dapat dibedakan
dalam beberapa emosi, seperti: gembira, disayang, bangga dan berharga.
c. Serta relative absence suasana hati yang tidak menyenangkan tersebut dapat
dibedakan dalamnbeberapa emosi, seperti: malu, bersalah, sedih, marah,
cemas, khawatir, stres, depresi dan iri hati.
Berdasarkan uraian aspek di atas dapat disimpulkan aspek-aspek
kesejahteraan subjektif ke dalam tiga komponen utama, yaitu aspek kognitif
19
(yang berkaitan dengan kepuasan hidup), afek positif (berkaitan dengan
tinggi nya keberadaan emosi-emosi positif), serta afek negatif (berkaitan
dengan rendahnya keberadaan emosi-emosi negatif). Kemudian akan
diambil aspek menurut Diener, dkk., (2006) yaitu tentang kepuasan hidup,
afek menyenangkan dan afek yang tidak menyenangkan yang selanjutnya
akan digunakan sebagai aspek dalam pembuatan Skala Kesejahteraan
Subjektif. Menurut peneliti aspek dari Diener lebih lengkap untuk
mengungkap kesejahteraan subjektif dibanding dengan aspek dari ahli lain,
aspek tersebut juga menggambarkan kriteria yang tepat untuk subjek
penelitian.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif
Menurut Ariati (2010) kesejahteraan subjektif dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain:
a. Harga diri positif
Campbell (dalam Compton, 2005) menyatakan bahwa harga diri merupakan
prediktor yangimenentukan kesejahteraanisubjektif. Harga diri yang tinggi
akan menyebabkan seseorang memiliki kontrol yang baik terhadap rasa
marah, mempunyai hubungan yang intim dan baik dengan orang lain, serta
kapasitas produktif dalam pekerjaan. Hal ini akan menolong individu untuk
mengembangkan kemampuan hubungan interpersonal yang baik dan
menciptakan kepribadian yang sehat.
20
b. Kontrol diri
Kontrol diri diartikan sebagai keyakinan individu bahwa dirinya mampu
berperilaku dalam cara yang tepat ketika menghadapi suatu peristiwa.
Kontrol diri ini akan mengaktifkan prosesiemosi, motivasi, perilaku dan
aktifitas fisik. Kontrol diri akan melibatkan proses pengambilan keputusan,
mampu mengerti, memahami serta mengatasi konsekuensi dari keputusan
yang telah diambil serta mencari pemaknaan atas peristiwa tersebut.
c. Ekstraversi
Individu dengan kepribadian ekstrovert akan tertarik pada hal-hal yang
terjadi di luar dirinya, seperti lingkungan fisik dan sosialnya. Penelitian
Diener, dkk., (dalam Arianti, 2010) mendapatkannbahwa kepribadian
ekstavert secara signifikan akan memprediksi terjadinya kesejahteraan
individual.
d. Optimis
Secara umum, orang yang optimis mengenai masa depan merasa lebih
bahagia dan puas dengan kehidupannya. Individu yang mengevaluasi
dirinya dalam cara yang positif, akan memilikiikontrol yang baik terhadap
hidupnya, sehingga memiliki impian dan harapan yang positif tentang masa
depan.
e. Relasi sosial yang positif
Relasi sosial yang positif akan tercipta bila adanya dukungan sosial
dan keintiman emosional. Hubungan yang di dalamnya terdapat dukungan
dan keintiman akan membuat individu mampu mengembangkan harga diri,
21
meminimalkan masalah-masalah psikologis, kemampuan pemecahan
masalah yang adaptif, dan membuat individu menjadi sehat secara fisik.
Penelitian yang telah dilakukan Hidayati (2012) menunjukkan ada
hubungan antara kepuasan terhadap imbalan dan dukungan sosial rekan
kerja dengan kesejahteraan subjektif wanita karier dengan peran ganda
sehingga dapat dikatakan bahwaihipotesis dalam penelitian ini diterima.
Setiap terjadinya peningkatan dukungan sosial rekan kerja maka akan
diikuti oleh peningkatan kesejahteraan subjektif.
Tingginya dukungan sosial yang diterima oleh seorang individu
dapat memberikan sumbangan pada kesehatan danikesejahteraan yang
melibatkanihubungan sosial (Miller, 2008). Fromm (dalam Schultz, 2005)
menyatakan bahwa salah satu kebutuhan dasar manusianadalah adanya
hubungan. Fromm percaya bahwa pemuasan kebutuhan untuk berhubungan
atau bersatu dengan orang lain sangat penting untuk kesehatan psikologis.
Sumber kepribadian yang sehat menekankannpada beberapa kekuatan
individu, salah satunya adalahikekuatan sosial (Schultz, 2005).
f. Memiliki arti dan tujuan dalam hidup
Beberapa kajian, arti dan tujuan hidup sering dikaitkan dengan konsep
religiusitas. Penelitian melaporkan bahwa individu yang memiliki
kepercayaan religi yang besar, memiliki kesejahteraan psikologis yang
besar.
22
Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif
menurut Hoyer & Roodin (2003) menjelaskan bahwa faktor yang
mempengaruhi kesejahteraan subjektif ada tujuh yakni:
a. Sumber daya individu
Individu dengan sumberdayaidari dalam atau inner resources yang tinggi
(seperti adanya kesamaan/mutually, pertumbuhan, harapan dan insight),
cenderung merasakan kepuasan dengan diri sendiri dan hidupnya.
Sedangkan individu yang mengalami deficit (mengalami gejala psikologis
seperti kecemasan, hostily danimembenci diri sendiri) cenderung kurang
merasakan kepuasan.
b. Kesehatan fisik
Ada keterkaitan antara well-being dengan kesehatan fisik. individu yang
sehat fisik akan lebih sejahtera hidupnyaidaripada yang kurang sehat
c. Interaksi sosial
Kesejahteraan akan semakin meningkat dengan semakin meningkatnya
interaksi sosial dan akan semakinimenurun pada orang dewasa yang tidak
mempunyai teman dekat dan teman untuk menghabiskan waktu bersama.
d. Usia
Usia menunjukan bahwa environmental mastery dan positive relations with
other semakin meningkat dengan bertambahnya usia, sedangkan personal
growth dan purpose in life semakinimenurun dengan bertambahnya usia
individu.
23
e. Jenis kelamin
Perempuan dari berbagai usia memiliki positive relations with others dan
personal growth yang lebih tinggiiskornya bila dibanding dengan laki-laki.
f. Traits (sifat)
Well-being dan happiness sangat besar kaitannya dengan empat sifat, yaitu
self esteem tinggi, optimisme, kepribadian outgoing dan keyakinan yang
kuat dalam mengontrol dan menguasai lingkungan.
g. Religiusitas
Individu dewasa yang lebih tua usianya cenderung mempunyai skor yang
lebih tinggi pada pengukuran well-being, khususnya jika mempunyai
interaksi sosialiyang memuaskan, secarakeseluruhan mempunyai kesehatan
yang baik dan mempunyai religiusitas yang kuat.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif adalah harga diri positif,
kontrol diri, ekstraversi, optimis, memiliki arti dan tujuan dalam hidup,
sumberdaya individu, kesehatan, usia, jenis kelamin, sifat, agama dan relasi
sosial. Kemudian peneliti memilih faktor dari Ariati (2010) yaitu harga diri
positif, kontrol diri, ekstraversi, optimis, relasi sosial yang positif, memiliki
arti dan tujuan dalam hidup. Pada penelitian ini yang dijadikan variabel
bebas penelitian adalah dukungan sosial rekan kerja. Dukungan sosial rekan
kerja terletak pada relasi sosial seorang individu. Berdasarkan refrensi di
atas peneliti memilih faktor tersebut karena dukungan sosial rekan kerja
24
memiliki peranan penting dalam mempengaruhi kebahagiaan karyawan di
tempat kerja.
B. Dukungan Sosial Rekan Kerja
1. Pengertian Dukungan Sosial Rekan Kerja
Menurut Sarafino (2006) dukungan sosial adalah sebuah tindakan yang
dilakukan olehiorang lain untuk memberikan dukungan padaiindividu lain. Adapun
dukungan tersebut juga mengacu pada persepsi seseorang bahwa kenyamanan,
kepedulian, dan bantuan yang tersedia dari orang lain. Dukungan sosial yang
diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, dicintai, timbul rasa
percaya diri dan kompeten. Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Uchino
(dalam Sarafino, 2006) yang mengatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada
kenyamanan, peduli, harga diri, atau bantuan yang tersediaiuntuk seseorang dari
orangilain atau kelompok. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu
merasa tenang, diperhatikan, dicintai, timbul rasa percaya diri dan kompeten.
Rook (dalam Kumalasari, 2012) mengatakan bahwa dukungan sosial
merupakan salah satu fungsi dari ikatan sosial, dan ikatan-ikatan sosial tersebut
menggambarkan tingkat kualitasiumum dari hubunganiinterpersonal. Ikatan dan
persahabatan dengan orang lain dianggap sebagai aspek yang memberikan
kepuasan secara emosional dalam kehidupan individu. Saat seseorang didukung
oleh lingkungan maka segalanya akan terasa lebih mudah. Dukungan sosial
menunjukkan pada hubungan interpersonal yang melindungi individu terhadap
konsekuensi negatif dari stres.
25
Ada tiga sumber dukungan sosial dalam konteks lingkungan kerja, yakni
atasaniatau supervisor, rekan kerja, dan keluarga (Parasuraman, dkk., 1992).
Berdasarkan pendapat Lane (2004) konsep dukungan sosial rekan kerja yaitu
ketersediaan dukungan dari rekan kerjayang dirasakan individu saatimembutuhkan.
Dukungan sosial rekan kerja merupakan salah satu jenis dukungan sosial yang
bersumber dari internalidunia kerja individu (Lane, 2004). Lebih lanjut di jelaskan
Ganster, dkk., (1986) dukungan sosial rekan kerja berhubungan secara langsung
integrasi seseorang pada lingkunganisosial di tempat kerjanya. Dukungan sosial
rekan kerja menurut Beehr and McGrath (dalam Ibrahim, 2014) adalah kesediaan
rekan kerja untuk membantuisatu samailain dalam melaksanakan tugas.
Gottlieb (dalam Seeman, 2001) mengatakan pengertian tentang dukungan
sosial rekan kerja adalah bantuan yang diberikanirekan kerja mencakup adanya
informasi atau nasehat verbal dan atau nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang
diberikan oleh keakraban sosial dan mempunyai manfaat emosional atau efek
perilakuibagi pihak penerima. Adapun menurut Sumaryono (1994) dukungan sosial
rekan kerja merupakan perilaku saling menunjangiantar individu dalam proses
bekerja. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial
rekan kerja adalah dukungan yang diberikan oleh rekan kerja kepada seorang
karyawan yang bertujuan untuk membantu dalam menghadapi suatu masalah
tertentu sehingga menciptakan perasaan yang lebih nyaman dan bertindak sebagai
sumber motivasi bagi karyawan dalam mengahadapi serta menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi.
26
2. Aspek Dukungan Sosial Rekan Kerja
Menurut Sarafino (2006) dukungan sosial terdiri dari empat aspek yaitu:
a. Dukungan emosional yaitu meliputi empati, kepedulian, perhatian,
penghormatan positif dan semangat kepada seseorang. Dukungan emosi
memberikan rasa nyaman, jaminan, kepemilikan dan dicintai ketika
seseorang dalam situasi stres, misalnya memberikan dukungan emosi pada
seseorang yang kehilangan pasangan hidupnya. Dukungan emosi membantu
seseorang memiliki rasa kompetensi dan dihargai. Dukungan emosi lebih
mengacu kepada pemberian semangat, kehangatan, cinta kasih dan emosi,
pemberian perhatian, rasa percaya pada individu, empati, perasaan nyaman,
membuat individu percaya bahwa dia dikagumi, dihargai, dicintai dan
bahwa orang lain bersedia memberi perhatian dan rasa aman pada individu
tersebut.
b. Dukungan instrumental atau alat yaitu meliputi bantuan langsung, seperti
ketika orang meminjamkan atau memberi uang kepada orang lain, atau
menolong memberi pekerjaan ketika orang tersebut membutuhkan
pekerjaan. Dukungan sosial ini mengacu pada penyediaan benda-benda dan
layanan untuk memecahkan masalah praktis, aktivitas-aktivitas seperti
menyediakan benda-benda seperti alat kerja, meminjamkan uang dan
membantu menyelesaikan tugas.
c. Dukungan informasi yaitu meliputi pemberian nasehat, arahan, saran atau
umpan balik mengenai bagaimana cara memecahkan persoalan, contohnya
seseorang yang sedang sakit mendapat informasi dari keluarga atau dokter
27
bagaimana mengatasi penyakit tersebut, atau seseorang yang menghadapi
keputusan sulit dalam pekerjaannya mendapat umpan balik atas idenya dari
rekan kerjanya. Dukungan sosial ini terbagi dalam dua bentuk, yaitu bentuk
pemberian informasi atau pengajaran suatu keahlian yang dapat memberi
solusi pada suatu masalah, serta bentuk pemberian informasi yang dapat
membantu individu dalam mengevaluasi performance pribadi.
d. Dukungan persahabatan yaitu mengacu pada ketersediaan orang lain untuk
menghabiskan waktu bersama dengan orang tersebut, dengan demikian
memberikan perasaan keanggotaan dalam kelompok untuk berbagi
ketertarikan dan aktivitas sosial. Dukungan sosial ini dapat berupa
menghabiskan waktu bersama dalam aktivitas-aktivitas rekreasional di
waktu senggang, juga bisa berbentuk lelucon, membicarakan minat dan
melakukan kegiatan yang mendatangkan kesenangan.
Selanjutnya menurut House (dalam Suroso, dkk., 2014) menyatakan ada
beberapa aspek yang terlibat dalam pemberian dukungan sosial dan setiap aspek
mempunyai ciri-ciri tertentu. Aspek-aspek itu adalah:
a. Aspek emosional, aspek ini melibatkan kelekatan, jaminan dan keinginan
untuk percaya pada orang lain sehingga dirinya menjadi yakin bahwa orang
lain tersebut mampu memberikan cinta dan kasih sayang padanya.
b. Aspek informatif, meliputi pemberian informasi untuk mengatasi masalah
pribadi, terdiri atas pemberian nasehat, pengarahan dan keterangan lain
yang dibutuhkan.
28
c. Aspek instrumental, aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk
mempermudah menolong orang lain, meliputi peralatan, uang,
perlengkapan dan sarana pendukung yang lain termasuk di dalamnya
memberikan peluang waktu.
d. Aspek penilaian, terdiri atas peran sosial yang meliputi umpan balik,
perbandingan sosial dan afirmasi (persetujuan).
Berdasarkan beberapa aspek di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
dukungan sosial rekan kerja meliputi aspek emosional, informatif, instrumental,
persahabatan dan penilaian. Selanjutnya yang akan digunakan dalam penyusunan
Skala Dukungan Sosial Rekan Kerja adalah aspek menurut pendapat Sarafino
(2006) yaitu aspek emosional, informatif, instrumental, dan persahabatan. Peneliti
memilih aspek tersebut dikarenakan lebih lengkap dan sesuai untuk digunakan pada
subjek penelitian yaitu rekan kerja, setiap aspeknya juga dapat mewakili atribut apa
yang akan di ukur.
C. Hubungan Antara Dukungan Sosial Rekan Kerja Dengan
Kesejahteraan Subjektif Karyawan
Dukungan sosial rekan kerja merupakan perilaku saling menunjang antar
individu dalamnproses bekerja (Sumaryono, 1994). Hal ini diperlukan oleh
karyawan, karena karyawan membutuhkan dorongan atau dukungan dari
lingkungannya baik yang bersifat moril maupun materil agar dapat mencapai hasil
kerja yang optimal. Suasana kerja yang saling mendukung, memperhatikan dan
menolong adalah suasana yang dapat menjadikan karyawan bekerja dengan baik
29
dan menyenangkan. Lebih lanjut di jelaskan Ganster, dkk., (1986) dukungan sosial
rekan kerjanberhubungan secara langsung integrasi seseorang pada lingkungan
sosial di tempat kerjanya.
Berdasarkan pendapat Lane (2004) konsep dukungan sosial rekan kerja
yaitu ketersediaan dukungan dari rekan kerja yang dirasakannindividu saat
membutuhkan. Gottlieb (dalam Seeman, 2001) mengatakan pengertian tentang
dukungan sosial rekan kerja adalah bantuan yang diberikan rekanikerja mencakup
adanya informasinatau nasehat verbal dan atau nonverbal, bantuan nyata atau
tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial dan mempunyai manfaat emosional
atau efek perilaku bagi pihak penerima. Dukungan sosial rekan kerja menurut Beehr
and McGrath (dalam Ibrahim, 2014) adalah kesediaan untuk membantu satu sama
lain (misalnya, peduli, ramah, hubungan yang hangat, empati, saling kerjasama,
tidak adanya rasa untuk salingnmenjatuhkan, penghargaan, penghormatan dan
dukungan) dalamimelaksanakan tugas
Memberikan dukungan sosial di lingkungan kerja akan berdampak pada
perasaan positif yang di alami oleh karyawan, sehingga perasaan tersebut dapat
membantu meningkatkan kesejahteraan subjektif pada seorang karyawan. Sesuai
dengan pendapat Desiningrum (2014) perasaan-perasaan positif tersebut akan
berdampak pada kesejahteraan subjektif yang dialami oleh setiap individu yang
mengalamiiperasaan positif tersebut. Rekan kerja yang mendukung menciptakan
situasi tolong menolong, bersahabat, dan bekerja sama akan menciptakan
lingkungan kerja yang menyenangkaniserta menimbulkan kepuasanidalam bekerja
(Hadipranata dalam Almasitoh, 2011).
30
Adapun menurut Sarafino (2006) individu yang memiliki dukungan sosial
percaya bahwa dirinya dicintai, dihargai, dan merasa bagian dari jaringan sosial
seperti keluarga atau komunitas organisasi yang dapatnmembantu pada saat
dibutuhkan. Menurut Hodson (dalam Almasitoh, 2011) mengatakan dukungan
sosial dari tempat kerja dapatimemberikan kontribusi, terutama padaiproduktifitas
dan kesejahteraan karyawan. Mengacu pendapat di atas seorang karyawan yang
memiliki dukungan sosial rekan kerja yang baik di lingkungan kerja, maka dapat
meningkatkan kesejahteraan subjektif pada karyawan itu sendiri, sehingga
karyawan yang merasa sejahtera maka dapat bekerja secara optimal.
Dukungan sosial sendiri menurut Sarafino (2006) memiliki empat aspek di
antaranya adalah aspek emosional, instrumental, informasi dan persahabatan.
Aspek pertama adalah dukungan emosional, menurut Sarafino (2006) dukungan
emosional adalah dukungan emosi yang memberikan rasannyaman, jaminan,
kepemilikan dan dicintai saat individu dalam situasi yang tertekan. Sarafino (2006)
mengatakan pemberian dukungan emosionalmberupa pemberian semangat,
kehangatan dalam berinteraksi sosial dan cinta kasih dapat menjadikan individu
percaya bahwa dirinya dikagumi, dihargai, dicintai dalam kehidupan sosial karena
mengetahui bahwa orang lainibersedia memberi perhatian danirasa aman pada
individu tersebut. Sarafino (2006) menambahkan bahwa dukungan emosional atau
penghargaan dapat melindungi seseorang dari emosi negatif seperti stres. Sesuai
dengan pendapat Miner (1992) mengatakan bahwa dukungan emosi dapat
mencegah perasaan tertekan, yaitu mencegahiapa yang dipandang individuisebagai
stresor yang diterima, kemudian dukungan sosial dapat memberikan arti buat
31
individu dalamipenyelesaian masalah. Mengacu dari teori tersebut jika individu
dapat mengatasi suatu masalah, maka akan meningkatkan kebahagiaan dan
kesejahteraan dalam hidupnya.
Lahey (2003) mengatakan bahwa individu yang memiliki dukungan sosial
khususnya dukungan emosional menunjukkan reaksi yang kecil terhadap peristiwa
negatif sepertindepresi, kecemasan dan masalah-masalah kesehatan, karena
dukungan emosional dapat membantu membuat keputusan untuk mengatasi stres.
Mengacu dari teori tersebut, karyawan yang tidak mendapatkan dukungan
emosional cenderung menunjukan reaksi yang besar terhadap perasaan negatif
seperti depresi, cemas dan masalah kesehatan. Berbagai perasaan negatif tersebut
akan berdampak pada kebahagiaan dan kesejahteraan karyawan yang rendah.
Aspek kedua adalah dukungan instrumental, menurut Sarafino (2006)
dukungan instrumental adalah bentuk dukungan yang melibatkan bantuan
langsung, misalnya berupa bantuan finansial atau bantuan dalam mengerjakan
tugas-tugas tertentu. Caplan, dkk., (dalam Sackey & Sanda, 2011) mengatakan
bahwa dukungan instrumental dapat berupa bantuan nyata seperti bantuan fisik atau
bantuan dalam bentuk sarana sepertiimemberikan tumpangan saat rekan kerja
tersebutntidak membawa kendaraan. Menurut Weiss (dalam Cutrona, 1994)
individu yang menerima bantuan materi akan merasaitenang karena menyadari ada
orang yang dapat diandalkan untuk menolongnya bila dirinyaimenghadapi masalah
dan kesulitan. Pernyataan tersebut di dukung oleh teori Gibson, dkk., (1994) yang
mengatakan bahwa pemberian bantuan berupa materi atau penghargaan yang di
32
berikan baik secara langsung maupun tidaknlangsung dapat meningkatkan
kesejahteraanidalam hidup.
Menurut Jurgensen (dalam Blum, dkk., 1986) bantuan materi atau imbalan
gaji merupakan kebutuhan hidup yang palingimendasar bagi setiap karyawan,
sehingga bantuan materi atau imbalan gaji yang sesuaiiakan mendorong motivasi
kerja karyawan. Berdasarkan teori tersebut jika seorang karyawan tidak
mendapatkan dukungan instrumental seperti bantuan materi atau gaji yang sesuai
harapan, maka akan menurunkan kebahagiaan dan kesejahteraannya sehingga akan
berdampak pada motivasi kerja yang rendah. Miller (2008) mengatakan bahwa
tingginya dukungan sosial seperti dukungan instrumental yang diterima oleh
seorang individuidapat memberikan sumbangan pada kesehatanidan kesejahteraan.
Teori tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Hidayati (2012) yang menyatakan
dukungan sosial rekan kerja secara keseluruhan memberikan sumbangan efektif
sebesar 17,47% terhadap tingkat kesejahteraan subjektif karyawan. Mengacu dari
teori dan hasil penelitian di atas dukungan instrumental dapat memberikan
pengaruh terhadap kesejahteraan subjektif karyawan. Dukungan instrumental yang
rendah akan menurunkan tingkat kesejahteraan subjektif karyawan, dikarenakan
saat individu membutuhkan bantuan materi tidak ada yang dapat memberikan
bantuan sehingga individu tersebut merasakan berbagai hal negatif yang dapat
menurunkan kesejahteraannya.
Aspek ketiga menurut Sarafino (2006) adalah dukungan informatif yaitu
dukungan yang bersifat informasi, dukungan ini dapat berupa saran, pengarahan
dan umpan balik tentang bagaimana cara memecahkan persoalan. Rekan kerja yang
33
saling mendukung akan menciptakan situasi tolong menolong, bersahabat dan
bekerjasama yang akan menciptakan lingkungan kerja yangimenyenangkan serta
dapat menimbulkannkepuasan dalam bekerja (Hadipranata, 1999). Cohen dan
Shyme (1985) menyatakan bahwa pemberian dukungan informasi dapatimembantu
individu untuk merubah situasi dan merubah pemahaman dari situasi, sehingga
mempengaruhi penilaiannstresnya. Mengacu dari teori tersebut individu yang
mendapat bantuan informasi maka dapat mengatasi masalahnya dan mengurangi
keragu-raguan, hal tersebut dapat menurunkan tingkat stres, kecemasan, takut dan
kekhawatiran sehingga individu dapat lebih merasa bahagia dan sejahtera dalam
kehidupannya. Sesuai dengan pendapat Miner (1992) yang mengatakan dukungan
informasi bagi masing-masing individu dapat memberikannpengetahuan yang
dibutuhkan untuk mengerti atau mengatasi masalahmdan mengurangi
ketidakpastian.
Dukungan informasi yang di berikan dapat membantu seseorang dalam
menghadapi masalah dan menyelesaikan tantangan-tantangan dalamnpekerjaan
(Lambert, dkk., 2010). Menurut Jhonson, dkk., (2000) memberikan dukungan
sosial khususnya dukungan informasi dapatnmeningkatkan produktivitas serta
mengurangi tingkat stres yang dialami akibat berbagai tekanan. Berdasarkan
pemaparan di atas dampak negatif jika dukungan informasi tidak di berikan adalah
individu akan mudah putus asa, selain itu dapat menurunkan tingkat produktivitas
dan mudah terkena stress, berbagai hal tersebut akan mempengaruhi kesejahteraan
subjektif karyawan. Pernyataan di atas diperkuat dengan hasil penelitian lain yang
telah dilakukan Hartanti (2011) yang menunjukan bahwa dukungan sosial
34
khususnya dukungan informasi memiliki korelasi dengan kesejahteraan subjektif
sebesar 21,0%, tinggi rendahnya dukungan sosial yang diberikan akan
mempengaruhi tingkat kesejahteraan subjektif karyawan.
Aspek keempat menurut Sarafino (2006) adalah dukungan persahabatan,
yaitu ketersediaan orang lain untuk menghabiskan waktu bersama, dengan
memberikan perasaan keanggotaan dalam kelompok untuk berbagi ketertarikan dan
aktivitas sosial. Dukungan tersebut ditandai dengan perilaku tolong-menolong,
keakraban dan perilaku positif lainnya, serta rendahnya tingkat konflik, persaingan
dan perilaku negatif lainnya. Menurut Hartup, dkk., (dalam Rahmat, 2014) kualitas
persahabatan adalah hubungan persahabatan yangimemiliki aspek kualitatif seperti
pertemanan, saling mendukungibahkan suatu konflik. Kualitas persahabatan juga
memiliki pengaruh langsung terhadap sikap dan perilaku individu, karena dengan
memberikan kualitas persahabatan yang tinggi atau baik maka dapat mengurangi
rasa malu sertaiisolasi diri (Berndt, 2002). Argyle, dkk., (dalam Rahmat, 2014)
mengungkapkan bahwa dukunganipersahabatan meliputi orang-orang yang saling
menyukai, menyenangi kehadiran satu sama lain, memiliki kesamaan minat dan
kegiatan, saling membantu dan memahami, saling mempercayai, sehingga
menimbulkan rasa nyaman dan saling menyediakan dukungan emosional.
Strauss dan Sayless (dalam Fauziah, dkk., 1999) menambahkan bahwa
sumber dukungan sosial dapat berasal dari rekan kerja, interaksiiindividu dengan
rekan kerja bukan hanya sekedarikarena kedekatan secara fisik tetapi juga untuk
mengurangi dan memecahkan masalah, memudahkan koordinasi dan mencapai
suatu keseimbangan sosial. Menurut Cutrona, dkk., (1994) adanya dukungan
35
jaringan sosial akan membantu individu untuk mengurangi stres yang dialami
dengan cara memenuhi kebutuhan akan persahabatan dan kontakisosial dengan
orang lain, hal tersebut juga akan membantu individu untuk mengalihkan perhatian
dari perasaan khawatir terhadap masalah yang dihadapinya atau dengan
meningkatkan suasanaihati yang positif. Dengan memiliki suasana hati yang positif
maka seseorang akan merasa lebih bahagia dan sejahtera, hal ini dikarenakan
individu memaknai segala sesuatu dengan pikiran dan perasaan yang positif.
Namun dukungan persahabatan yang tidak muncul antar sesama karyawan
juga akan mempengaruhi kesejahteraan subjektifnya. Menurut Jurgensen (Blum,
dkk., 1986) bila seorang karyawan mempunyai rekan kerja yangisaling menghargai,
dapat bekerjasama, mempunyai sikap yang sama atau sepaham dan mampu
memberikanirasa tenang atau persahabatan, maka karyawan akan semangat dalam
bekerja. Berdasarkan pemaparan di atas jika dukungan sosial khususnya dukungan
persahabatan tidak muncul dalam suatu lingkungan kerja, maka akan menimbulkan
dampak negatif seperti bersikap malas atau tidak semangat dalam bekerja sehingga
hal tersebut akan mempengaruhi kesejahteraan subjektif karyawan. Pernyataan di
atas diperkuat dengan hasil penelitian lain yang telah dilakukan oleh Putri (2014)
menunjukkan bahwa dukungan sosial mampu meningkatkan hubungan antara
kecerdasan emosi dengan kesejahteraan subjektif sebesar 66,7%. Hasil penelitian
tersebut menunjukan bahawa tinggi rendahnya dukungan sosial yang diberikan
dapat memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan subjektif.
Berbagai uraian di atas menunjukan bahwa dukungan sosial rekan kerja,
yang pada setiap aspeknya yaitu emosional, instrumental, informasi dan
36
persahabatan memiliki hubungan yang dapat mempengaruhi kesejahteraan
subjektif pada karyawan di kehidupan sehari-hari maupun di lingkungan kerja.
Maka kesejahteraan subjektif dan relasi sosial yang positif akan tercapai jika adanya
dukungan sosial dari rekan kerja. Dukungan sosial akan membuat individu mampu
mengembangkan harga diri, meminimalkan masalah-masalah psikologis,
kemampuan pemecahan masalah yang adaptif, dan membuat individu menjadi
sehat secara fisik (Ariati, 2010).
Menurut Serason, dkk., (1983) individu dengan dukungan sosial yang
positif selama hidupnya akan membantu terbentuknyaiharga diri dan cenderung
memandang segala sesuatusecara positif dan optimistikidalam kehidupannya. Dush
dan Amato (dalam Utami, 2009) mengatakan bahwa kesejahteraan secarairelatif
merupakan atribut yang stabil yang merefleksikan seberapa tingkatan individu
mengalami afek positif dan pandanganmterhadap kehidupannya yang
menyenangkan. Menurut teori tersebut individu yang mendapatkan dukungan
sosial dari rekan kerja akan memiliki kesejahteraan yang stabil dalam kehidupan
dan pekerjaannya.
Siedlecki, dkk., (2013) mengatakan bahwa orang yang mempunyai
kepuasan dalam berelasiisosial menyatakan tingkat perasaan bahagianya lebih
banyak dan tingkat perasaan sedihnya yang rendah, dan menyatakan kepuasan
dalam hidupnya dari pada individu yang tidak puas dengan hubungan sosial. Ketika
seseorang mendapat dukungan dari orang lain, maka akan menimbulkan rasa
nyaman dan memberi kontribusi untuk perasaan sejahtera. Dukungan sosial yang
diterima individu pada saat yang tepat, dapatimemberikan motivasi dan semangat
37
bagi individu dalam menjalani hidupnya karena dirinya merasa diperhatikan,
didukung, dan diakuiikeberadaanya (Desiningrum, 2014). Senada dengan pendapat
Hodson (1997) mengatakan bahwa dukungan sosial di tempat kerja dapat
memberikan suatu kontribusinterutama padanproduktivitas dan kesejahteraan
karyawan. Jika individu atau seorang karyawan mengalami perasaan-perasaan
positif tersebut maka akan menimbulkan kesejahteraan subjektif dalam dirinya.
Begitu sebaliknya jika individu tidak mendapat dukungan sosial maka akan
mengalami perasaan negatif yang membuat individu merasa tidak sejahtera dalam
dirinya. Pendapat tersebut sesuai dengan Baker, dkk., (2009) mengemukakan
bahwa dukungannsosial memberikan efek yang positif dan negatif terhadap
kesehatan dan kesejahteraan.
Oleh karena itu bagi karyawan yang mempunyai beban tanggung jawab dan
tuntutan kerja yang cukup banyak diharapkan dukungan sosial yang diberikan oleh
rekan kerja dapat memberikan dampak psikologis yang positif. Karena ketika
karyawan sedang mengalami suatu masalah yang perlu diselesaikan, terdapat
dukungan dari lingkungan kerja dan rekan kerja yang dapat memberikan solusi dan
masukan bagi pemecahan masalah tersebut. Sehingga beban tanggung jawab dan
tuntutan kerja lebih terasa ringan, dengan tercapainya hal tersebut maka dukungan
sosial rekan kerja dapat membantu karyawan untuk mencapai kesejahteraan
subjektifnya.
38
D. Hipotesis
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas dapat diambil hipotesis terdapat
hubungan positif antara dukungan sosial rekan kerja dengan kesejahteraan subjektif
pada karyawan PR. Berkah Nalami. Artinya semakin tinggi dukungan sosial rekan
kerja, maka semakin tinggi pula kesejahteraan subjektif yang dimiliki karyawan,
sebaliknya semakin rendah dukungan sosial rekan kerja maka semakin rendah pula
kesejahteraan subjektif yang dimiliki karyawan.
Top Related