3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran
berdasarkan proses distribusi terhadap dua macam pelarut yang tidak saling
bercampur.
Ekstraksi pelarut umumnya digunakan untuk memisahkan sejumlah gugus
yang diinginkan dan mungkin merupakan gugs pengganggu dalam analisis secara
keseluruhan. Kadang-kadang gugus-gugus pengganggu ini diekstraksi secara selektif.
Teknik pengerjaan meliputi penambahan pelarut organik pada larutan air
yang mengandung gugus yang bersangkutan. Dalam pemilihan pelarut organik agar
kedua jenis pelarut (dalam hal ini pelarut organik dan air) tidak saling tercampur satu
sama lain. Selanjutnya proses pemisahan dilakukan dalam corong pisah dengan jalan
pengocokan beberapa kali.
Untuk memilih jenis pelarut yang sesuai harus diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut:
1. Harga konstanta distribusi tinggi untuk gugus yang bersangkutan dan konstanta
distribusi rendah untuk gugus pengotor lainnya.
2. Kelarutan pelarut organik rendah dalam air
3. Viskositas kecil dan tidak membentuk emulsi dengan air
4. Tidak mudah terbakar dan tidak bersifat racun
5. Mudah melepas kembali gugs yang terlarut didalamnya untuk keperluan analisa
lebih lanjut
Ekstraksi dapat dilakukan secara kontinu atau bertahap, ekstraksi bertahap
cukup dilakukan dengan corong pisah. Campuran dua pelarut dimasukkan dengan
corong pemisah, lapisan dengan berat jenis yang lebih ringan berada pada lapisan
atas.
Dengan jalan pengocokan proses ekstraksi berlangsung, mengingat bahwa
proses ekstraksi merupakan proses kesetimbangan maka pemisahan salah satu
lapisan pelarut dapat dilakukan setelah kedua jenis pelarut dalam keadaan diam.
Lapisan yang ada dibagian bawah dikeluarkan dari corong dengan jalan membuka
4
kran corong dan dijaga agar jangan sampai lapisan atas ikut mengalir keluar. Untuk
tujuan kuantitatif, sebaiknya ekstraksi dilakukan lebih dari satu kali.
Analisis lebih lanjut setelah proses ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai
metode seperti volumetri, spektrofotometri dan sebagainya. Jika sebagai metode
analisis digunakan metode spekttrofotometri, tidak perlu dilakukan pelepasan karena
konsentrasi gugus yang bersangkutan dapat ditentukan langsung dalam lapisan
organik. Metode spektrofotometri dapat digunakan untuk pelarut air maupun organik.
(Hopeless, 2010)
Berlawanan dengan proses rektifikasi, pada proses ekstraksi tidak terjadi
pemisahan segera dari bahan-bahan yang akan diperoleh (ekstrak), melainkan mula-
mula hanya terjadi pengumpulan ekstrak (dalam pelarut). Suatu proses ekstraksi
biasanya melibatkan tahap-tahap berikut :
1. Mencampurkan bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya saling
berkontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada
bidang antar muka bahan ekstraksi dan pelarut. Dengan demikian, terjadi
ekstraksi yang sebenarnya, yaitu pelarutan ekstrak.
2. Memisahkan larutan ekstrak dari rafinat. Rafinat merupakan bahan ekstraksi
setelah diambil ekstraknya (residu ekstraksi). Pemisahan larutan ekstrak dari
rafinat kebanyakan dilakukan dengan cara penjernihan (filtrasi).
3. Mengisolasi ekstrak dari larutan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut,
umumnya dilakukan dengan menguapkan pelarut. Dalam hal-hal tertentu,
larutan ekstrak dapat langsung diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipekatkan.
4. Sering kali juga diperlukan tahap-tahap lainnya. Pada ekstraksi padat-cair
misalnya dapat dilakukan pra-pengolahan (pengecilan) bahan ekstraksi atau
pengolahan lanjut dari rafinat (dengan tujuan mendapatkan kembali sisa-sisa
pelarut).
Pemilihan pelarut bagi suatu proses ekstraksi pada umumnya dipengaruhi
oleh faktor-faktor berikut :
1. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-
komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada ekstraksi bahan-
bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut dibebaskan
5
bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu, larutan ekstrak
tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya diekstraksi lagi dengan
menggunakan pelarut kedua.
2. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar
(kebutuhan pelarut lebih sedikit).
3. Kemampuan tidak saling bercampur
Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh (hanya secara terbatas) larut dalam
bahan ekstraksi.
4. Kerapatan.
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan
kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan agar
kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran
(pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatannya kecil, seringkali pemisahan
harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam ekstraktor
sentrifugal).
5. Reaktivitas.
Pada umumnya, pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen-komponen bahan ekstraksi. Sebaliknya, dalam hal-hal tertentu, diperlukan
adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk mendapatkan selektivitas
yang tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan reaksi kimia. Dalam hal ini,
bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk larutan.
6. Titik Didih
Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan,
destilasi, atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat,
dan keduanya tidak membentuk azeotrop. Ditinjau dari segi ekonomi, akan
menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak terlalu tinggi
(seperti juga panas penguapan yang rendah).
Beberapa pelarut yang terpenting adalah air, asam-asam oganik dan
anorganik, hidrokarbon jenuh, toluena, karbon disulfit, eter, aseton, hidrokarbon
yang mengandung klor, iso-propanol, etanol (Kurnia, 2010).
6
2.2 Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): solute dipisahkan
dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan solven
ini adalah heterogen ( immiscible, tidak saling campur), jika dipisahkan terdapat 2
fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak). Fase rafinat adalah fase
residu, berisi diluen dan sisa solut. Fase ekstrak adalah fase yang berisi solut dan
solven.
Berdasarkan sifat diluen dan solven, sistem ekstraksi dibagi menjadi 2
sistem:
1. immiscible extraction, solven (S) dan diluen (D) tidak saling larut.
2. partially miscible, solven (S) sedikit larut dalam diluen (D) dan sebaliknya,
meskipun demikian, campuran ini heterogen, jika dipisahkan akan terdapat fase
diluen dan fase solven.
Di dalam merancang alat ekstraksi, seseorang harus mengetahui dan
menentukan :
1. kondisi bahan yang akan dipisahkan (umpan), yaitu kecepatan arus fluida umpan,
komposisi.
2. banyak solut yang harus dipisahkan,
3. jenis solven yang akan digunakan,
4. suhu dan tekanan alat,
5. kecepatan arus solven minimum dan kecepatan arus solven operasi,
6. Diameter menara,
7. Jenis alat kontak,
8. Jumlah stage ideal, aktual, dan tinggi menara,
9. Pengaruh panas. (Sperisa, 2009)
Ekstraksi solvent atau yang lebih dikenal dengan ekstraksi cair-cair
merupakan proses pemisahan fasa cair yang memanfaatkan perbedaan kelarutan zat
yang akan dipisahkan antara larutan asal dan pelarut pengekstrak (solvent). Prinsip
dasar dari ekstraksi cair-cair ini melibatkan pengontakan suatu larutan dengan pelarut
lain yang tidak saling melarut (immisible) dengan pelarut asal yang mempunyai
densitas yang berbeda sehingga akan terbentuk dua fasa beberapa saat setelah
7
penambahan pelarut. Hal ini menyebabkan terjadinya perpindahan massa dari pelarut
asal ke pelarut pengekstrak. Proses pemisahan zat yang ada dalam larutan asal ke
dalam pelarut merupakan proses perpindahan massa yang memerlukan luas
permukaan kontak yang besar, oleh sebab itu pelarut didispersikan dalam bentuk
tetesan-tetesan kecil ke dalam larutan asal, atau sebaliknya larutan asal yang
didispersikan ke dalam pelarut. Dengan demikian dalam proses ekstraksi cair-cair
dikenal dua fasa saling kontak yaitu fasa dispersi yang merupakan cairan yang
didispersikan dan fasa yang merupakan cairan yang bertindak sebagai medium
dispersi.
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu kajian tentang perilaku dan
distribusi ukuran tetesan sepanjang kolom isian dan tanpa isian serta faktor-faktor
yang mempengaruhinya antara lain: laju alir masing-masing fasa, jenis isian, dan
sifat fisik dari system ekstraksi cair-cair yang digunakan.
Umumnya proses ekstraksi terjadi dalam tiga tahapan, yaitu pertama
merupakan tahap pencampuran larutan umpan dengan pelarut, kedua adalah
pemisahan antara larutan ekstrak dengan rafinat dan ketiga merupakan pemulihan
(recovery) pelarut dari larutan ekstrak. Proses perpindahan massa terjadi di tahap
pencampuran dimana solut meninggalkan pelarut umpan dan pindah ke pelarut
pengekstrak. Besarnya luas permukaan kontak antara kedua fasa sangat
mempengaruhi besarnya laju perpindahan massa, sedangkan luas permukaan kontak
sangat dipengaruhi oleh diameter tetesan yang terdispersi serta dinamikanya.
(Mirwan, 2009)
2.3 Kesetimbangan Cair – Cair
Sistem Kesetimbangan Cair-Cair merupakan salah satu jenis kesetimbangan
kesetimbangan tiga komponen dengan fasa tunggal, yaitu: zat cair. Suatu
kesetimbangan thermodinamika sistem tiga komponen yang berada dalam fase
tunggal terdapat empat derajat kebebasan.
F = C – P + 2
= 3 – 1 + 2
= 4 (tekanan, temperatur, susunan 2 atau 3 komponen).
8
Untuk menggambarkan grafik demikian sukar, karena itu sistem tiga
komponen biasanya diselidiki pada tekanan tetap dan temperatur tetap. Dengan ini
dapat digambarkan diagram fase, yang menyatakan susunan dua komponen. Diagram
ini digambarkan sebagai segitiga sama sisi.
G
E
D
F
Gambar 2.1 Diagram Fase Sistem Tiga Komponen
(Sukardjo, 2002)
Sudut-sudut A, B, C menyatakan susunan komponen murni. Campuran antara
A dan B, A dan C, serta B dan C, terletak pada sisi-sisi segitiga. Campuran antara A,
B, dan C terletak dalam segitiga. Suatu campuran berisi 30% A, 20% B, dan 50% C
terletak pada titik D.
Campuran A dan D, misalnya G tersusun dari A dan D dengan perbandingan
berat/mol seperti GD : GA.
Dalam sistem tiga komponen pada fase cair, dimana terjadi pembentukan
sepasang zat cair yang bercampur sebagian, jika zat cair itu B dan C, dan B
bercampur sebagian dengan C, maka campuran antara B dan C pada temperatur dan
tekanan tertentu membentuk dua lapisan :
I. Larutan C dalam B
II. Larutan B dalam C.
% A% B
% C
A
B C
10
10
10 90
90
90
80
80
80
70
70
70
60
60
60
50
50 50
40
40
40
30
30
3020
20
20
9
Penambahan A pada campuran B dan C akan memperbesar daya larut
keduanya. C adalah susunan keseluruhan antara B dan C. Pada penambahan A,
susunan keseluruhan bergerak sepanjang cA. Susunan masing-masing lapisan
dinyatakan oleh garis kesetimbangan a1b1, a2b2 dan seterusnya. Pada titik b4 kedua
lapisan hilang dan terbentuk lapisan tunggal. Hilangnya kedua lapisan tidak
bersamaan. Kedua lapisan dapat menjadi identik hanya pada satu susunan d, titik D
disebut sebagai titik isothermal kritis atau plait point.
Semua campuran yang terdapat di daerah a D b selalu terbagi ke dalam dua
lapisan. Grafik a D b disebut kurva binodal, hanya plat point yang tidak berhimpit
dengan maksimal grafik binodal.
Contoh : Asam Asetat – Kloroform – Air
(A) (B) (C)
Aseton – Kloroform – Air
(A) (B) (C)
Dalam ekstraksi zat cair dengan zat cair, seperti halnya dalam absorbsi dan
destilasi, kita harus membuat kontak yang lebih baik antara dua fasa untuk
memungkinkan terjadinya perpindahan massa, dan setelah itu baru dipisahkan.
Dalam absorbsi dan destilasi, pencampuran dan pemisahan itu mudah dan cepat.
Sebaliknya pada ekstraksi, kedua fasa itu mempunyai densitas yang hampir sama,
sehingga energi yang tersedia untuk pencampuran dan pemisahan jika kita
menggunakan gravitasi kecil saja dan lebih kecil bila satu fase adalah zat cair dan
satu lagi gas. Kedua fase ini biasanya sukar dicampurkan dan lebih sukar lagi
dipisahkan. Viskositas kedua fasa itu pun relatif tinggi pula, dan kecepatan linier di
dalam kebanyakan peralatan ekstraksi rendah. Oleh karena itu, energi pencampuran
dan pemisahan dimasukkan secara mekanik.
Hubungan kesetimbangan dalam ekstraksi zat cair pada umumnya lebih rumit
daripada dalam hal pemisahan operasi lain, karena di sini terdapat tiga komponen
atau lebih dan semua komponen itu terdapat dalam setiap fasa masing – masing
dalam jumlah tertentu. Dalam kesetimbangan, biasanya digambarkan dalam diagram
segitiga seperti Gambar 2.1 (Sukardjo, 2002).
10
2.4 Aplikasi Kesetimbangan Cair-Cair dalam Industri “Pengukuran dan
Perhitungan Kesetimbangan Cair-cair Sistem Minyak Nabati-Asam
Lemak Bebas-Metanol”
Minyak nabati, seperti minyak sawit mentah, merupakan bahan dasar
pembuatan bahan kimia oleo (oleochemicals) yang dapat menggantikan peran bahan
kimia petro (petrochemicals) di masa mendatang. Salah satu jembatan penghubung
industri minyak nabati dan oleokimia adalah konversi minyak nabati menjadi metil
ester asam lemak. Akan tetapi, proses konversi tersebut sangat terganggu oleh
keberadaan asam lemak bebas dalam minyak nabati. Salah satu cara untuk
menyingkirkan asam lemak bebas dari minyak nabati adalah dengan ekstraksi
menggunakan metanol sebagai pelarut. Cara ini tidak saja dapat mengurangi kadar
asam lemak bebas dalam minyak nabati tetapi juga dapat meningkatkan produksi
metil ester asam lemak melalui esterifikasi dari ekstrak yang diperoleh. Penelitian ini
bertujuan menghasilkan data kesetimbangan cair-cair sistem minyak nabati-asam
lemak-metanol. Data kesetimbangan diperoleh melalui pengukuran menggunakan sel
Smith-Bonner pada temperatur 40 - 50 °C dan tekanan atmosfer. Sebagai tambahan,
perhitungan data komposisi kesetimbangan melibatkan metode UNIFAC juga &
dilakukan untuk mengkaji kemampuan UNIFAC dalam memprediksi kelakuan cair-
car sistem minyak nabati-asam lemak bebas-metanol. Kurva binodal yang diperoleh
menunjukkan bahwa dengan adanya kenaikan temperatur maka luas daerah dua fasa
semakin sempit. Koefisien distribusi asam lemak bebas berkisar antara 0,06 - 0,4
pada temperatur 40 dan 45 °C, sedangkan pada temperatur 50 °C berkisar antara 1,1 -
2,7. Perhitungan komposisi kesetimbangan cair-cair menggunakan metode UNIFAC
dengan parameter VLE dan LLE masing-masing menghasilkan kesalahan yang
besar, yaitu: 57% dan 52%.Perhitungan ekstraksi secara grafik menunjukkan bahwa
jumiah tahap yang diperlukan untuk mencapai kadar 0,5% berat asam lemak bebas
berkisar antara 2 - 6, tergantung pada rasio umpan terhadap pelarut dan temperatur.
(Silviana, 2001)
11
Gambar 2.2 Flowsheet Ekstraksi Asam Lemak Bebas pada Minyak Nabati
(Anonim, 2009)
Top Related