LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROBIOLOGI INDUSTRI
ACARA 1
YOGHURT
Disusun Oleh:
KELOMPOK 12
1. Gladys Chandra S H3112038
2. Muhammad Sholeh N H3112063
3. Nadia Ajeng R H3112064
4. RatihWidya H H3112073
5. Tri SantosoWinasis H3112088
6. RizkyKhaerul I H3112098
7. YunantoFredi U H3112097
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA TEKNOLOGIHASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
8523-12-2014
ACARA I
YOGHURT
A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum acara I “Yoghurt” adalah :
1. Mahasiswa dapat menerapkan teknologi mikrobiologi industri dalam
pembuatan salah satu produk fermentasi susu secara sederhana.
2. Mahasiswa terampil melakukan tahapan proses pembuatan produk
fermentasi susu yaitu yoghurt.
3. Mahasiswa mengetahui perbedaan bahan baku susu dan kultur yang
digunakan terhadap pH, keasaman, dan organoleptik yoghurt.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Bahan
Susu adalah substansi cair yang disekresikan oleh kelenjar mamae
oleh semua mamalia. Bagian utamanya adalah air, lemak, protein, gula,
dan abu. Susu merupakan sumber kalsium, fosfor, vitamin B, dan protein
yang sangat baik. Mutu protein susu setara dengan protein daging dan
telur. Protein susu sangat kaya akan lisin, yaitu salah satu asam amino
esensial yang sangat dibutuhkan tubuh. Susu sapi segar adalah air susu
hasil pemerahan yang tidak dikurangi atau ditambah apapun. Ciri-cirinya
berwarna putih kekuning-kuningan, tidak tembus cahaya. Kekuning-
kuningan memiliki kandungan vitamin A yang tinggi (Ginting, 2005).
Yoghurt merupakan produk olahan susu melalui proses fermentasi
dengan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus.
Bahan baku yang sudah lazim digunakan dalam pembuatan yoghurt adalah
susu bubuk atau susu segar utuh (whole milk) atau susu skim. Akan tetapi
konsumen lebih menyukai yoghurt dari susu whole milk, karena lebih
menarik dari segi rasa, aroma maupun tekstur. Dalam rangka memenuhi
selera konsumen, maka perlu dibuat yoghurt yang kaya akan asam lemak
essensial. Salah satu cara yaitu pembuatan yoghurt dengan bahan dasar
susu bebas lemak (susu skim) kemudian ditambah asam-asam lemak
essensial dari ikan lemuru (Astuti, 2005).
Bakteri yang digunakan dalam pembuatan yoghurt adalah kelompok
Bakteri Asam Laktat (BAL) yaitu Streptococcus salivarus subsp.
thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus sebagai
starter dalam pembuatan yoghurt, serta Lactobacillus acidophilus,
Lactobacillus casei dan Bifidobacterium sebagai bakteri probiotik. Bakteri
Lactobacilus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus sebagai bakteri
starter dalam pembuatan yoghurt digunakan dengan perbandingan 1 : 1.
Kedua bakteri tersebut menguraikan laktosa susu menjadi asam laktat
dengan berbagai komponen aroma dan cita rasa. Lactobacilus bulgaricus
berperan dalam pembentukan aroma, sedangkan Streptococcus
thermophilus berperan dalam pembentukan cita rasa khas yoghurt
(Rusmiati, 2008).
Bakteri yoghurt akan melakukan fermentasi asam laktat. Bakteri
yoghurt yang di antaranya Streptococcus thermophillus, Lactobacillus
bulgaricus, atau Lactobacillus shiirota. Bibit bakteri dapat berasal dari
biakan murni atau dari yoghurt yang belum dipasteurisasi (dimatikan
bakterinya). Secara umum, yoghurt terbagi menjadi dua jenis, yaitu yang
belum dan sudah dipasteurisasi. Yoghurt yang belum dipasteurisasi
biasanya disimpan di lemari berpendingin (Dahana, 2010).
Susu skim (skimmed milk) adalah susu yang kadar lemaknya telah
dikurangi hingga berada di bawah batas minimal yang ditetapkan. Sering
juga disebut susu non fat. Pada proses pembuatan susu skim, bagian lemak
(krim) susu diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim kandungan
kalorinya lebih rendah dari susu segar (Ide, 2008).
2. Tinjauan Teori
Salah satu cara pengolahan dan pengawetan susu yang tertua di
dunia adalah metode pengasaman susu yang dilakukan melalui proses
fermentasi. Susu yang difermentasi dengan menggunakan biakan
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus, menghasilkan
bentuk atau konsistensi menyerupai pudding, yang dikenal dengan nama
yoghurt. Mengkonsumsi yoghurt amat bermanfaat bagi kecukupan dan
peningkatan gizi masyarakat (Rukmana, 2001).
Yoghurt (juga dieja yogourt atau yoghurt) adalah produk susu
fermentasi semi padat yang berasal berabad-abad yang lalu dan telah
berkembang dari banyak produk tradisional Eropa Timur. Yoghurt adalah
sumber yang kaya protein dan kalsium, dan proses fermentasi membuat
nutrisi lebih mudah menyerap. Mempertahankan suhu inkubasi moderat.
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus adalah bakteri
termofilik. Mereka menyukai suhu hangat, tapi mereka bisa mati pada
suhu di atas 130°F dan tidak akan tumbuh dengan baik di bawah 98°F.
Yoghurt dapat dibuat dari susu berbagai hewan, termasuk sapi, kambing
dan domba. Krim, utuh, rendah lemak, skim, tanpa lemak, atau susu kering
direhidrasi dapat digunakan (Cascio, 2011).
Susu fermentasi merupakan hasil fermentasi susu segar atau susu
skim atau susu konsentrat yang telah dipasteurisasi atau disterilisasi
dengan menggunakan mikroba tertentu. Dasar fermentasi susu adalah
fermentasi asam laktat, di mana komponen gula-gula dalam susu terutama
laktosa difermentasi menjadi asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan
dapat menurunkan pH dan memperbaiki flavor (Andino, 2011).
Yoghurt adalah bentuk paling sederhana dari susu yang diawetkan,
mungkin setua memerah susu itu sendiri. Susu mengundang
pengawetannya sendiri. Susu segar mengental dengan cepat, khusunya saat
cuaca panas. Yoghurt dibuat atau lebih tepatnya terbentuk sendiri hanya
karena tidak adanya lemari es. Asal usul pasti yoghurt tidak diketahui,
tetapi mudah dibayangkan. Saat susu segar diletakkan pada temperature
sedang, bakteri local mulai memakan gulanya. Susu mengental dan
menjadi asam karena asam laktat. Tergantung pada bakterinya, hasilnya
adalah yoghurt, krim asam, atau produk susu awetan lainnya yang tetap
segar lebih lama ketimbang susu “manis” atau segar (Planck, 2007).
Yoghurt merupakan salah satu susu beraroma dan sehat yang sangat
populer menghasilkan produk melalui fermentasi laktat oleh Bakteri Asam
Laktat (BAL), termasuk Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus. Fermentasi laktosa oleh bakteri menghasilkan asam laktat,
yang bekerja pada protein susu untuk memberikan tekstur yoghurt dan rasa
yang khas. Namun, ada beberapa penelitian mencatat kelangsungan hidup
probiotik dalam produk susu. Probiotik dalam yogurt akan dikaitkan
dengan pH rendah, maka studi umur simpan yoghurt dan upaya untuk
mendirikan optimal kondisi lingkungan untuk pertumbuhan dan
penyimpanan kondisi pada kelangsungan hidup mikroba perlu disorot.
Prebiotik didefinisikan sebagai non dicerna tetapi difermentasi bahan
makanan yang memberikan manfaat kesehatan (Shima, 2012).
Syarat utama mengolah susu menjadi yoghurt adalah keadaan
sanitasi yang baik. Karena itu, semua peralatan yang dipakai harus dalam
keadaan bersih. Begitu juga, orang yang mengolahnya. Ada beberapa cara
membuat yoghurt baik skala besar maupun kecil. Prinsip pembuatan
yoghurt adalah menumbuhkan bakteri yoghurt ke dalam media susu
sehingga bakteri itu dapat tumbuh dan tidak terganggu atau terkontaminasi
oleh bakteri lain yang merugikan. Dengan tumbuhnya bakteri yoghurt
dalam susu tanpa adanya kontaminasi akan dihasilkan yoghurt dengan rasa
dan aroma yang khas dan kekentalannya yang kompak. Proses pembuatan
yoghurt akan menghasilkan yoghurt tawar. Dari yoghurt tawar dapat
dibuat berbagai jenis penyajian yoghurt sesuai dengan selera yang
dikehendaki (Surajudin, 2005).
Proses inkubasi atau fermentasi, setelah diinokulasi atau diberi
starter, masukkan susu ke dalam wadah kemudian tutup rapat. Simpan
wadah tersebut di inkubator bersuhu 40-45oC selama 5 jam. Setelah 5 jam,
yoghurt telah siap dikonsumsi. Inkubasi juga dapat berlangsung di suhu
ruang, tetapi memakan waktu lebih lama, sekitar 1-2 hari (Dahana, 2010).
Susu skim sebagai sumber energi bakteri Lactobacillus bulgaricus
dan Streptococcus thermophilus, di samping sumber protein, juga
mengandung gula laktosa pada saat proses fermentasi, diubah menjadi
asam laktat. Laktosa yang terdapat dalam susu skim akan digunakan oleh
bakteri sebagai sumber energi dan sumber karbon selama pertumbuhan
pada saat fermentasi. Semakin banyak yang dapat memproduksi asam
laktat, semakin tinggi asam laktat yang terbentuk. Proses tersebut mula-
mula laktosa dihidrolisis oleh biakan glukosa dan galaktose atau
galaktose-6- fosfat. Selanjutnya melalui rantai glikolisis dan piruvat
glukosa diubah menjadi asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan akan
mempengaruhi terhadap karakteristik yoghurt yang dihasilkan. Semakin
tinggi laktosa maka jumlah asam laktat yang dihasilkan akan semakin
tinggi juga. Penguraian laktosa menjadi asam laktat dipengaruhi oleh
banyaknya laktosa dan jumlah bakteri asam laktat yang ditambahkan.
Semakin tinggi susu skim yang ditambahkan semakin tinggi kadar
proteinnya karena susu skim sendiri merupakan sumber protein. Susu skim
digunakan untuk mencapai kandungan solid non fat dan sebagai sumber
protein jadi secara otomatis kadar protein semakin tinggi, sama halnya
dengan jumlah asam (asam laktat), karena susu skim sebagai media
pertumbuhan bakteri asam laktat (Triyono, 2010).
C. Metodologi
1. Alat
a. Aluminium foil
b. Baskom
c. Buret
d. Erlenmeyer
e. Gelas ukur 200 ml
f. Inkubator
g. Kapas
h. Laminar air flow
i. Lemari pendingin
j. Pembakar Bunsen
k. Pengaduk
l. Penjapit
m. pH meter
n. Pipet tetes
o. Pipet volume
p. Propipet
q. Statis
r. Waterbath
2. Bahan
a. Aquadest 200 ml
b. Ice Gel
c. Indikator PP
d. Kultur murni Lactobacillus bulgaricus
e. Kultur murni Streptococcus thermophilus
f. NaOH
g. Susu segar
h. Susu skim 20 gram
3. Cara Kerja
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan pH dan Keasaman Yoghurt
KelompokSampel
pHVol NaOH
(ml)% Asam LaktatSusu Mikroorganisme
1,2,7 Susu Segar ST 6,78 2,0 0,183,4 Susu Segar LB 6,86 1,7 0,1535,6 Susu Segar ST+LB 6,59 1,9 0,1718,9 Susu Skim ST 6,95 2,5 0,225
10,11 Susu Skim LB 6,78 2,5 0,22512,13,14 Susu Skim ST+LB 6,80 2,7 0,243
Sumber : Laporan SementaraKeterangan :ST = Streptococcus thermopillusLB = Lactobacillus BulgaricusST+LB = Streptococcus thermopillus dan Lactobacillus Bulgaricus
Dilarutkan dalam 200 ml aquadest
Susu skim 20 gram
Pasteurisasi dengan waterbath suhu 90oC selama 15 menit
Didinginkan pada suhu 40-45oC
Inokulasi
Inkubasi suhu 37oC selama 10 jam dalam inkubator
Diletakkan dalam lemari pendingin
Yoghurt
Starter 1,625
% (v/v)
Pengujian Organoleptik
Pembahasan
Definisi yoghurt menurut SNI 2981:2009 adalah produk yang diperoleh
dari fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dan atau bakteri
asam laktat lain yang sesuai, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan
lain dan bahan tambahan yang diizinkan. Bahan baku utamanya adalah susu
dan atau susu rekonstitusi; dengan atau tanpa lemak. Yogurt rendah lemak
adalah yogurt dengan bahan baku susu rendah lemak atau susu rendah lemak
rekonstitusi. Yogurt tanpa lemak produk yang diperoleh dari fermentasi susu
skim atau susu skim rekonstitusi. Sedangkan menurut Astuti (2005) yoghurt
merupakan produk olahan susu melalui proses fermentasi dengan bakteri
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Bahan baku yang
sudah lazim digunakan dalam pembuatan yoghurt adalah susu bubuk atau susu
segar utuh (whole milk) atau susu skim.
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus adalah starter
yang digunakan dalam fermentasi yoghurt. Streptococcus thermophillus
adalah bakteri asam laktat yang berbentuk bulat dan membentuk rantai.
Bakteri ini tergolong homofermentatif yaitu bakteri yang dalam proses
fermentasinya menghasilkan lebih dari 85% asam laktat, sedangkan suhu
optimum pertumbuhannya 37-42⁰C, dengan pH optimum 6,5, tidak tumbuh
pada 10⁰C tidak tahan pada konsentrasi garam. Pembentukan asam laktat dari
laktosa digunakan sebagai sumber energi dan karbon selama pertumbuhan
bakteri dalam proses fermentasi sehingga pH akan turun. Turunnya pH sangat
berpengaruh terhadap kasein sebagai bagian protein yang terbanyak dalam air
susu, yang menyebabkan kasein ini tidak stabil dan terkoagulasi (Helferich
and Westhoff, 1980). Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri asam laktat
yang termasuk golongan gram positif, berbentuk batang, berukuran 0,5-0,8 x
2-9 μm, bakteri fakultatif anaerob, dan tidak berspora (Holt et al., 1994).
Bakteri Lactobacillus bulgaricus tergolong bakteri mesofilik dengan kisaran
suhu optimum 35-45⁰C, pH 4-5,5, tidak tumbuh pada pH di atas 6. Bakteri ini
tergolong homofermentatif karena hanya mampu menghasilkan asam laktat
pada produk utama dari fermentasi glukosa. Fermentasi gula pentose oleh
Lactobacillus bulgaricusus akan menghasilkan asam laktat dan asam asetat.
Kelompok bakteri Lactobacillus bulgaricus memiliki enzim adolase, heksosa
isomerase, dan sedikit fosfoketolase, sehingga jalur metabolisme yang dipakai
oleh kelompok bakteri ini yaitu jalur Embden Meyerhoff Parnas (EMP) yang
menghasilkan dua molekul asam piruvat. Asam piruvat yang terbentuk dari
jalur EMP bertindak sebagai penerima hidrogen sehingga reduksi asam
piruvat oleh NADH menghasilkan dua asam laktat (Fardiaz, 1992), dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
2 CH3COCOOH + 2 NADH 2 CH3COHCOOH + 2 NAD+
Asam piruvat Asam laktat
Asam laktat ini akan meningkatkan keasaman air susu hingga mencapai
titik isoelektrik protein. Pada titik inilah terjadi perubahan kelarutan
(solubility) protein menjadi tidak larut (insolubility) melalui tahap proteolitik
pada air susu sapi. Keuntungan lain Lactobacillus bulgaricus menghasilkan
enzim yang mengubah glukosa atau laktosa selain membentuk asam laktat,
disamping itu aktivitas enzim proteolitiknya lebih tinggi dibandingkan dengan
bakteri asam laktat lainnya, sehingga produk yang dihasilkan dari fermentasi
oleh bakteri ini memiliki cita rasa dan nilai gizi yang tinggi
(Soeharsono, 2010).
Kedua jenis bakteri ini bekerja secara sinergi saat memfermentasi susu.
Streptococcus thermophilus mengawali pemecahan laktosa susu menjadi
glukosa dan galaktosa (monosakarida), sedangkan Lactobacillus bulgaricus
metabolisme sebagian monosakarida menjadi asam laktat. Mekanisme ini
terjadi karena Streptococcus thermophilus dapat bekerja aktif pada pH
mendekati netral (4-6) akan tetapi kemampuannya mensintesis asam laktat
rendah serta tidak toleran asam, sedangkan Lactobacillus bulgaricus kurang
aktif pada kondisi pH netral namun toleran asam dan mampu mesintesis
banyak asam laktat. Oleh karena itu, agar dihasilkan yoghurt dengan kadar
laktosa rendah dan keasaman yang dapat diterima konsumen, maka
penggunaan kedua bakteri tersebut harus proporsional (Shima, 2013).
Kelebihan penggunaan starter lebih dari satu macam bakteri pada pembuatan
yoghurt dapat menimbulkan protokooperasi. Protokooperasi menurut Odum
(1991), adalah interaksi antar dua atau lebih bakteri dalam kultur campuran,
yang akan menghasilkan kadar asam yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kultur masing-masing.
Selama proses fermentasi Lactobacillus bulgaricus memberikan rasa
asam sedangkan Streptococcus thermopillus memberikan keasaman dan flavor
(Frazier dan Westoff, 1978; Gomez dan Barraquuio, 1978). Oleh karena itu
perbandingan kedua bakteri tersebut akan mempengaruhi cita rasa yoghurt
yang dihasilkan. Menurut Helferich dan Westoff (1980) dalam pembuatan
yoghurt dengan kultur campuran sebaiknya digunakan bakteri tersebut dengan
perbandingan 1:1. Pada prinsipnya, pembuatan yoghurt adalah fermentasi susu
dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcos
thermophillus. Kedua macam bakteri tersebut akan menguraikan laktosa (gula
susu) menjadi asam laktat dan berbagai komponen aroma dan cita rasa.
Pada pembuatan yoghurt dari susu skim dengan starter Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus, perubahan yang terjadi selama
proses fermentasi menurut Triyono (2010) susu skim sebagai sumber energi
bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus, di samping
sumber protein, juga mengandung gula laktosa pada saat proses fermentasi,
diubah menjadi asam laktat. Laktosa yang terdapat dalam susu skim akan
digunakan oleh bakteri sebagai sumber energi dan sumber karbon selama
pertumbuhan pada saat fermentasi. Semakin banyak yang dapat memproduksi
asam laktat, semakin tinggi asam laktat yang terbentuk. Proses tersebut mula-
mula laktosa dihidrolisis oleh biakan glukosa dan galaktose atau galaktose-6-
fosfat. Selanjutnya melalui rantai glikolisis dan piruvat glukosa diubah
menjadi asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan akan mempengaruhi
terhadap karakteristik yoghurt yang dihasilkan. Semakin tinggi laktosa maka
jumlah asam laktat yang dihasilkan akan semakin tinggi juga. Penguraian
laktosa menjadi asam laktat dipengaruhi oleh banyaknya laktosa dan jumlah
bakteri asam laktat yang ditambahkan. Semakin tinggi susu skim yang
ditambahkan semakin tinggi jumlah asam laktat yang dihasilkan, karena susu
skim digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri asam laktat.
Keasaman yoghurt dapat ditunjukkan dengan derajat keasamannya
yaitu pH. Pada praktikum pembuatan yoghurt yang telah dilakukan, nilai pH
yoghurt yang diperoleh berkisar dari nilai 6,59-6,95. pH yang paling rendah
adalah yoghurt dari susu segar dengan starter Streptococcus thermophilus dan
Lactobacillus bulgaricus yaitu sebesar 6,59, sedangkan pH yang paling tinggi
adalah yoghurt dari susu skim dengan starter Streptococcus thermophilus yaitu
sebesar 6,95. Hasil praktikum ini menunjukkan pH yoghurt tidak sesuai
dengan teori Marshall (1987) terbentuknya asam laktat menyebabkan yoghurt
memiliki rasa asam dan pH antara 3,8-4,6 berbentuk semi solit. Besarnya pH
dipengaruhi oleh suhu, waktu inkubasi, jumlah starter serta jumlah prebiotik
sebagai bahan yang digunakan untuk fermentasi oleh bakteri asam laktat.
Asam yang terkandung dalam yoghurt merupakan produk utama yang
menjadi ciri khas rasa yoghurt. Asam ini terbentuk dari hasil fermentasi
karbohidrat susu (laktosa) oleh bakteri biakan menjadi asam laktat. Bakteri
memanfaatkan laktosa sebagai sumber energi dan sumber karbon selama masa
pertumbuhan. Kelebihan penggunaan starter lebih dari satu macam bakteri
pada pembuatan yoghurt dapat menimbulkan protokooperasi. Protokooperasi
menurut Odum (1991), adalah interaksi antar dua atau lebih bakteri dalam
kultur campuran, yang akan menghasilkan kadar asam yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kultur masing-masing. Berdasarkan data hasil praktikum
pada Tabel 1.1, sampel yoghurt dari susu segar tidak sesuai dengan teori
karena penggunaan dua starter yaitu Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcuc thermophilus menghasilkan asam laktat yang lebih rendah
dibandingkan yoghurt yang hanya menggunakan starter Streptococcuc
thermophilus. Sedangkan pada sampel yoghurt dari susu skim sudah sesuai
dengan teori bahwa penggunaan dua starter yaitu Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcuc thermophilus menghasilkan asam laktat yang lebih tinggi
dibandingkan yoghurt yang hanya menggunakan starter Streptococcuc
thermophilus dan yang hanya menggunakan starter Lactobacillus bulgaricus
saja. Nilai total asam yoghurt yang diperoleh dari praktikum berkisar antara
0,153% - 0,243% (Tabel 1.1). Total asam yang diperoleh dari praktikum ini
tidak memenuhi persyaratan standar mutu yoghurt berdasarkan SNI 01-2981-
1992 pada Tabel 1.2 di bawah ini:
Tabel 1.2 Beberapa Syarat Mutu Yoghurt berdasarkan SNI 01-2981-1992No Kriteria Uji Persyaratan
12345678
Kadar proteinKadar lemakTotal padatanTotal asamPenampakanBau/aromaRasaKonsistensi
Minimal 3,5%Maksimal 3,8%Minimal 8,2%Minimal 0,5-2,0%Cairan kental semi padatNormal/khasAsam/khasHomogen
Sumber : SNI (1992)
Standar total asam yoghut menurut SNI 01-2981-1992 adalah minimal
0,5-2,0%. Nilai total asam yoghurt yang diperoleh dari praktikum jauh dari
standar yaitu berkisar antara 0,153% - 0,243%. Perbedaan hasil praktikum ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, lama inkubasi dan jumlah kultur
yang digunakan. Menurut Tamime and Deeth (1979) penggunaan starter
campuran yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus
akan menghasilkan asam yang lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan
starter secara sendiri-sendiri. Yoghurt dengan kualitas yang baik dihasilkan
ketika perbandingan Lactobacilli dan Streptococci pada produk akhir adalah
I:1. Menurut Oberman (1985) jika kedua bakteri asam laktat ini ditumbuhkan
pada suhu 42° C, pada awal inkubasi S. thermophillus akan tumbuh lebih dulu
dan akan memproduksi asam laktat, asam asetat, asetaldehida dan asam
format. Adanya asam tersebut mengakibatkan penurunan pH dan merangsang
pertumbuhan L. bulgaricus. Sebaliknya L. bulgaricus akan melepaskan asam
amino valin, histidin dan glisin yang dibutuhkan oleh S. thermophillus
(Helferich dan Westhoff, 1980). Di samping itu yoghurt harus memiliki
viskosits yang cukup tinggi, cukup padat dan kohesif ketika disendok serta
hanya sedikit wheying off (terpecahnya emulsi). Yoghurt yang bermutu baik
teksturnya halus, lembut dan tidak berbutir.
Perbedaan bakteri dan jenis susu yang digunakan dalam pembuatan
yoghurt juga berpengaruh pada yoghurt yang dihasilkan. Penggunaan bakteri
Lactobacillus bulgaricus dapat menghasilkan yoghurt dengan total asam 1,5-
2.0%. Bakteri ini menghasilkan enzim yang mengubah glukosa atau laktosa
selain membentuk asam laktat, disamping itu aktivitas enzim proteolitiknya
lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri asam laktat lainnya, sehingga produk
yang dihasilkan dari fermentasi oleh bakteri ini memiliki cita rasa dan nilai
gizi yang tinggi (Soeharsono, 2010). Sedangkan penggunaan bakteri
Streptococcus thermopilus hanya menghasilkan yoghurt dengan total asam
0.8-1.0%, menurut Goff (2003) Streptococcus thermophilus berkembang biak
lebih cepat dan menghasilkan baik asam maupun CO2. Bakteri ini tergolong
homofermentatif yaitu bakteri yang dalam proses fermentasinya menghasilkan
lebih dari 85% asam laktat, sedangkan suhu optimum pertumbuhannya 37-
42⁰C, dengan pH optimum 6,5, tidak tumbuh pada 10⁰C tidak tahan pada
konsentrasi garam. Pembentukan asam laktat dari laktosa digunakan sebagai
sumber energi dan karbon selama pertumbuhan bakteri dalam proses
fermentasi sehingga pH akan turun. Mikroorganisme ini sepenuhnya
bertanggung jawab atas pembentukan tekstur dan rasa yoghurt.
Perbedaan jenis susu juga berpengaruh pada yoghurt yang dihasilkan.
Pembuatan yoghurt dengan bahan dasar susu skim lebih disukai daripada susu
segar, karena susu skim mengandung lemak lebih rendah daripada susu segar.
Sehingga yoghurt dari susu skim akan terasa lebih enak dan tidak
mengakibatkan muak. Selain itu, kandungan lemak yang rendah pada susu
skim akan menghasilkan warna yoghurt yang lebih putih, sedangkan untuk
susu segar akan berwarna lebih kuning. Laktosa yang terdapat dalam susu
digunakan oleh bakteri sebagai sumber energi dan sumber karbon selama
pertumbuhan pada saat fermentasi untuk menghasilkan asam laktat. Asam
laktat yang dihasilkan akan mempengaruhi terhadap karakteristik yoghurt
yang dihasilkan. Semakin tinggi laktosa maka jumlah asam laktat yang
dihasilkan akan semakin tinggi juga. Laktosa yang terkandung dalam susu
skim lebih tinggi daripada segar yaitu 5,1%. Semakin tinggi susu skim yang
ditambahkan semakin tinggi jumlah asam asam laktat yang terbentuk.
Tabel 1.2 Hasil Uji Organoleptik YoghurtKode Sampel Warna Aroma Rasa Tekstur Overall
215 2.50a 2.90a 1.90a 2.35a 2.35a
387 2.90ab 3.05a 2.20ab 2.45ab 2.60ab
471 3.15bc 2.85a 3.00c 3.00c 3.00bc
568 3.45c 3.20a 2.65bc 2.90bc 3.25c
592 2.50a 3.00a 2.00a 2.35a 2.45a
942 3.30bc 3.20a 2.95c 3.00c 3.15c
Sumber : Laporan SementaraKeterangan Kode Sampel :215 : Yoghurt dari susu segar dengan starter S. thermophilus387 : Yoghurt dari susu segar dengan starter L. bulgaricus471 : Yoghurt dari susu segar dengan starter S. thermophilus dan L. bulgaricus568 : Yoghurt dari susu skim dengan starter S. thermophilus592 : Yoghurt dari susu skim dengan starter S. thermophilus dan L. bulgaricus942 : Yoghurt dari susu skim dengan starter L. bulgaricusKeterangan Skor :1 : sangat tidak suka2 : tidak suka3 : netral4 : suka5 : sangat sukaPembahasan
Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat hasil uji organoleptik yoghurt dari
hasil praktikum yang telah dilakukan. Terdapat enam kode sampel yang
disajikan kepada panelis dengan menggunakan formulasi susu dan starter yang
berbeda. Sampel 215 menggunakan susu segar dengan starter Streptococcus
thermophilus, sampel 387 menggunakan susu segar dengan starter
Lactobacillus bulgaricus, sampel 471 menggunakan susu segar dengan starter
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Sedangkan untuk
sampel 568 menggunakan susu skim dengan starter Streptococcus
thermophilus, sampel 592 menggunakan susu skim dengan starter
Lactobacillus bulgaricus dan sampel 942 menggunakan bahan baku susu skim
dengan starter Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus.
Dengan perbedaan formulasi susu dan starter yang digunakan maka yoghurt
yang dihasilkan juga mempunyai perbedaan mulai dari warna, rasa, aroma,
tekstur dan overall.
Pada uji organoleptik yang telah dilakukan, panelis diminta untuk
menilai lima parameter mutu dari yoghurt yaitu warna, rasa, aroma, tekstur
dan overall. Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan, menyatakan bahwa
untuk parameter rasa, warna, tekstur dan overall terdapat beda nyata yang
signifikan, sedangkan pada parameter aroma tidak ada beda nyata yang
signifikan. Berdasarkan data pada Tabel 1.2 menunjukkan bahwa adanya beda
nyata pada parameter warna, rasa, tekstur dan overall dapat dilihat antar
sampel. Untuk parameter warna yang paling disukai adalah 568 yaitu sampel
yoghurt dari susu skim dengan starter Streptococcus thermophilus, sedangkan
warna yang paling tidak disukai adalah 215 dan 592 yaitu sampel yoghurt dari
susu segar dengan starter Streptococcus thermophilus dan sampel yoghurt dari
susu skim dengan starter Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus
bulgaricus. Urutan warna dari yang paling disukai sampai tidak disukai adalah
sampel 568, 942, 471, 387, 215 dan 592. Warna yoghurt ternyata dipengaruhi
kandungan lemak pada susu, semakin tinggi kadar lemak susu maka semakin
berwarna atau makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Makanan hijauan adalah
sumber yang baik bagi beta karoten di mana warna kuning pada karoten
tersebut akan terdapat dalam lemak air susu. Hal ini yang menyebabkan
mengapa yoghurt dari susu skim warnanya cenderung lebih putih karena
kandungan lemaknya rendah, sementara karoten yang menyumbangkan warna
kuning tersebut berasal dari lemak susu.
Pada parameter rasa yang paling disukai adalah 471 yaitu sampel
yoghurt dari susu segar dengan starter Streptococcus thermophilus dan
Lactobacillus bulgaricus, sedangkan rasa yang paling tidak disukai adalah 215
yaitu sampel yoghurt dari susu segar dengan starter Streptococcus
thermophilus. Urutan rasa dari yang paling disukai sampai tidak disukai
adalah sampel 471, 942, 568, 387, 592 dan 215. Untuk parameter tekstur yang
paling disukai ada dua sampel yaitu 471 dan 942, masing-masing adalah
sampel yoghurt dari susu segar dengan starter Streptococcus thermophilus dan
Lactobacillus bulgaricus; dan sampel yoghurt dari susu skim dengan starter
Lactobacillus bulgaricus. Sedangkan tekstur yang paling tidak disukai juga
ada dua sampel, masing-masing adalah 215 yaitu sampel yoghurt dari susu
segar dengan starter Streptococcus thermophilus dan 592 yaitu sampel yoghurt
dari susu skim dengan starter Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus
bulgaricus. Urutan tekstur dari yang paling disukai sampai tidak disukai
adalah sampel 471, 942, 568, 387, 215 dan 592. Untuk overall yang paling
disukai adalah 568 yaitu sampel yoghurt dari susu skim dengan starter
Streptococcus thermophilus, sedangkan yang paling tidak disukai adalah 215
yaitu sampel yoghurt dari susu segar dengan starter Streptococcus
thermophilus. Urutan overall dari yang paling disukai sampai tidak disukai
adalah 568, 942, 471, 387, 592 dan 215. Sedangkan untuk parameter aroma
tidak ada beda nyata yang signifikan antar sampelnya. Akan tetapi, aroma
yang paling disukai ada dua sampel yaitu 568 sampel yoghurt dari susu skim
dengan starter Streptococcus thermophilus dan sampel 942 yaitu yoghurt
sampel dari susu skim dengan starter Lactobacillus bulgaricus, sedangkan
aroma yang paling tidak disukai adalah 471 yaitu sampel yoghurt dari susu
segar dengan starter Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus.
Dari hasil praktikum menurut masing-masing parameter uji berdasarkan uji
organoleptik, dapat disimpulkan bahwa sampel 568 yaitu sampel yoghurt dari
susu skim dengan starter Streptococcus thermophilus adalah sampel yoghurt
yang paling disukai. Sedangkan sampel 215 yaitu sampel yoghurt dari susu
segar dengan starter Streptococcus thermophilus adalah sampel yoghurt yang
paling tidak disukai.
Pada pembuatan yoghurt dilakukan proses fermentasi dengan
memanfaatkan bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcuc thermophilus. Spesifik bakteri yang digunakan pada proses,
akan menghasilkan aroma dan kualitas yang beragam, misalnya:
Streptococcuc thermophilus, yang memfermentasi laktosa menjadi asam
laktat, mengurangi potensial redoks, dan menguraikan protein susu melalui
kerja enzim protease. Menurut Goff (2003) Streptococcus thermophilus
berkembang biak lebih cepat dan menghasilkan baik asam maupun CO2. Asam
dan CO2 yang dihasilkan tersebut kemudian merangsang pertumbuhan dari
Lactobacillus bulgaricus. Di sisi lain, aktivitas proteolitik dari Lactobacillus
bulgaricus memproduksi peptida penstimulasi dan asam amino untuk dapat
dipakai oleh Sreptococcus thermophilus. Mikroorganisme ini sepenuhnya
bertanggung jawab atas pembentukan tekstur dan rasa yoghurt.
Lactobacillus bulgaricus lebih berperan pada pembentukan aroma,
sedangkan Streptococcos thermophillus lebih berperan pada pembentukan
pada cita rasa. Menurut Lampert (1970), bahwa dalam menghasilkan asam
Streptococcus thermopilus hanya mencapai keasaman 0.8-1.0% dan
Lactobacillus bulgaricus dapat mencapai keasaman 1,5-2.0%. Bila kedua
starter diinokulasikan ke dalam medium fermentasi maka Streptococcus
thermopilus mula-mula akan tumbuh dengan cepat, kemudian pada tingkat
keasaman tertentu di mana bakteri tersebut tidak dapat aktif maka
Lactobacillus thermopilus akan tumbuh dengan baik (Pederson, 1971).
Disebutkan juga bahwa penggunaan starter campuran akan menghasilkan
asam yang lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan starter secara
sendiri-sendiri. Pada saat fermentasi berlangsung Lactobacillus bulgaricus
melepaskan asam-asam amino valin, histidin dan glisin yang diperlukan oleh
Streptococcus thermopillus, sebaliknya Streptococcus thermopillus membantu
menurunkan pH dan menghasilkan asam format yang dapat menstimulir
pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus (Tamime and Deeth, 1979).
Uji organoleptik dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesukaan dan
penerimaan panelis terhadap beberapa sampel yoghurt. Perbedaan hasil pada
masing-masing parameter uji adalah sebagai berikut: perbedaan warna
disebabkan kandungan lemak pada susu berbeda, semakin tinggi kadar lemak
susu maka semakin berwarna atau mungkin juga karena proses pengolahannya
yang kurang tepat. Aroma dan rasa yoghurt dipengaruhi oleh karena adanya
senyawa tertentu dalam yoghurt seperti senyawa asetaldehida, diasetil, asam
asetat dan asam-asam lain yang jumlahnya sangat sedikit. Senyawa ini
dibentuk oleh bakteri Streptococcus thermophillis dari laktosa susu,
diproduksi juga oleh beberapa strain bakteri Lactobacillus bulgaricus (Friend
dkk, 1985). Kekentalan yoghurt dipengaruhi oleh waktu penyimpanan
yoghurt, makin lama waktu penyimpanan akan semakin kental.
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan terhadap beberapa sampel
yoghurt, hasil pengujian organoleptik sangat dipengaruhi oleh tingkat
kesukaan panelis terhadap yoghurt. Yoghurt dengan bahan dasar susu skim
lebih disukai daripada susu segar, karena susu skim mengandung lemak lebih
sedikit sehingga warnanya cenderung lebih putih. Sedangkan untuk susu segar
berwarna lebih kuning karena kandungan lemaknya lebih tinggi. Asam laktat
yang dihasilkan oleh bakteri akan berpengaruh terhadap karakteristik yoghurt
yang dihasilkan. Semakin tinggi laktosa maka jumlah asam laktat yang
dihasilkan akan semakin tinggi juga. Penguraian laktosa menjadi asam laktat
dipengaruhi oleh banyaknya laktosa dan jumlah bakteri asam laktat yang
ditambahkan.
E. Kesimpulan
Dari praktikum pembuatan yoghurt dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Definisi yoghurt menurut SNI 2981:2009 adalah produk yang diperoleh
dari fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan
bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dan atau
bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan atau tanpa penambahan bahan
pangan lain dan bahan tambahan yang diizinkan.
2. Streptococcus thermophillus adalah bakteri asam laktat yang berbentuk
bulat dan membentuk rantai, tergolong homofermentatif, menghasilkan
lebih dari 85% asam laktat, suhu optimum pertumbuhannya 37-42⁰C,
dengan pH optimum 6,5, tidak tumbuh pada 10⁰C tidak tahan pada
konsentrasi garam.
3. Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri asam laktat yang termasuk
golongan gram positif, berbentuk batang, berukuran 0,5-0,8 x 2-9 μm,
bakteri fakultatif anaerob, tidak berspora, tergolong bakteri mesofilik
dengan kisaran suhu optimum 35-45⁰C, pH 4-5,5, tidak tumbuh pada pH
di atas 6.
4. Selama proses fermentasi Lactobacillus bulgaricus memberikan rasa asam
sedangkan Streptococcus thermopillus memberikan keasaman dan flavor
5. Untuk parameter warna yang paling disukai adalah 568 yaitu sampel
yoghurt dari susu skim dengan starter Streptococcus thermophilus dan
warna yang paling tidak disukai adalah 215 dan 592 yaitu sampel yoghurt
dari susu segar dengan starter Streptococcus thermophilus dan sampel
yoghurt dari susu skim dengan starter Streptococcus thermophilus dan
Lactobacillus bulgaricus.
6. Pada parameter rasa yang paling disukai adalah 471 yaitu sampel yoghurt
dari susu segar dengan starter Streptococcus thermophilus dan
Lactobacillus bulgaricus, sedangkan rasa yang paling tidak disukai adalah
215 yaitu sampel yoghurt dari susu segar dengan starter Streptococcus
thermophilus.
7. Untuk parameter tekstur yang paling disukai ada dua sampel yaitu 471 dan
942, masing-masing adalah sampel yoghurt dari susu segar dengan starter
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus; dan sampel
yoghurt dari susu skim dengan starter Lactobacillus bulgaricus, sedangkan
tekstur yang paling tidak disukai juga ada dua sampel, masing-masing
adalah 215 yaitu sampel yoghurt dari susu segar dengan starter
Streptococcus thermophilus dan 592 yaitu sampel yoghurt dari susu skim
dengan starter Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus.
8. Untuk overall yang paling disukai adalah 568 yaitu sampel yoghurt dari
susu skim dengan starter Streptococcus thermophilus, sedangkan yang
paling tidak disukai adalah 215 yaitu sampel yoghurt dari susu segar
dengan starter Streptococcus thermophilus.
9. Untuk parameter aroma yang paling disukai ada dua sampel yaitu 568
sampel yoghurt dari susu skim dengan starter Streptococcus thermophilus
dan sampel 942 yaitu yoghurt sampel dari susu skim dengan starter
Lactobacillus bulgaricus, sedangkan aroma yang paling tidak disukai
adalah 471 yaitu sampel yoghurt dari susu segar dengan starter
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus.
10. Sampel 568 yaitu sampel yoghurt dari susu skim dengan starter
Streptococcus thermophilus adalah sampel yoghurt yang paling disukai.
11. Sampel 215 yaitu sampel yoghurt dari susu segar dengan starter
Streptococcus thermophilus adalah sampel yoghurt yang paling tidak
disukai.
12. pH yang paling rendah adalah yoghurt dari susu segar dengan starter
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus.
13. Besarnya pH bisa dipengaruhi oleh suhu, waktu inkubasi, jumlah starter
serta jumlah prebiotik sebagai bahan yang digunakan untuk fermentasi
oleh bakteri asam laktat.
14. Yoghurt dengan bahan dasar susu skim lebih disukai daripada susu segar,
karena susu skim mengandung lemak lebih sedikit sehingga warnanya
cenderung lebih putih. Sedangkan untuk susu segar berwarna lebih kuning
karena kandungan lemaknya lebih tinggi.
15. Asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri akan berpengaruh terhadap
karakteristik yoghurt yang dihasilkan.
16. Semakin tinggi laktosa maka jumlah asam laktat yang dihasilkan akan
semakin tinggi juga.
17. Semakin tinggi susu skim yang ditambahkan semakin tinggi jumlah asam
asam laktat, karena susu skim sebagai media pertumbuhan bakteri asam
laktat.
18. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil yoghurt yaitu suhu,
lama inkubasi dan jumlah kultur yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Andino, Jose Daniel Estrada. 2011. Production And Processing Of A Functional Yogurt Fortified With Microencapsulated Omega-3 And Vitamin E. B.S., Zamorano University, Honduras.
Astuti, T. Yuni dan T. Setyawardani. 2005. Penggunaan Susu Skim dan Asam Lemak Essensial sebagai Alternatif Cara Memperbaiki Kualitas Nutrisi Yoghurt. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Cascio, Julie and Roxie, R. D. 2011. Making Yogurt at Home. Published by the University of Alaska Fairbanks Cooperative Extension Service in cooperation with the United States Department of Agriculture. University of Alaska Fairbanks. Alaska.
Dahana, Kres dan Warisno. 2010. Meraup Untung dari Olahan Kedelai. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Ginting, Nurzainah dan Elsegustri Pasaribu. 2005. Pengaruh Temperatur dalam Pembuatan Yoghurt dari Berbagai Jenis Susu dengan Menggunakan Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus. Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.2.
Ide, Pangkalan. 2008. Health Secret of Kefir Menguak Keajaiban Susu Asam untuk Penyembuhan Berbagai Penyakit. Penerbit PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Planck, Nina. 2007. Real Food Hidup Bebas Pneyakit dengan Makanan Alami. Penerbit PT Bentang Pustaka. Yogyakarta.
Rukmana, Rahmat H. 2001. Yoghurt dan Karamel Susu. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Rusmiati, D., Sulistyaningsih., Milanda, T. dan Sri Agung Fitri Kusuma. 2008. Penyuluhan Pentingnya Konsumsi Yoghurt dan Metode Pembuatannya dengan Cara Sederhana dalam Rangka Peningkatan Derajat Kesehatan dan Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Sukaluyu Kota Bandung. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Shima, Rinani A.R., Salina, H. Farah, Masniza, M. dan A Hanis Atiqah. 2012. Viability of Lactic Acid Bacteria in Home Made Yogurt Containing Sago Starch Oligosaccharides. International Journal of Basic & Applied Sciences IJBAS-IJENS Vol: 12 No: 01.
Surajudin, Fauzi R. Kusuma dan Dwi Purnomo. 2005. Yoghurt Susu Fermentasi yang Menyehatkan. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Triyono, Agus. 2010. Mempelajari Pengaruh Maltodekstrin dan Susu Skim terhadap Karakteristik Yoghurt Kacang Hijau (Phaseolus radiates L.). Seminar Rekayasa Kimia dan Proses, 4-5 Agustus 2010 ISSN : 1411-4216.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
% Asam Laktat = V NaOH x N NaOH x BM x 100%Vol sampel x 1000
= 2,7 x 0,1 x 90 x 100% 10 x 1000
= 0,243 %