ETIKA MENUNTUT ILMU MENURUT AHMAD MAISUR SINDI
AT-THURSIDI DALAM KITAB TANBIH AL-MUTA’ALLIM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh :
MOHAMMAT IRFAN
111-13-058
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2019
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
Artinya : Dan Katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah
lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti
lenyap.(Q.S. Al-Isra‟ 17:81)
(Mustafa al-Ghalayaini, Idhotun Nasyiin, 1999:124)
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirabil‟alamin,dengan penuh ketulusan hati dan segenap rasa syukur,
skripsi ini penulis persembahkan kepada :
1. Kedua orang tuaku, Bapak Sutiyono dan Ibu Munifah yang senantiasa
telah memberikan semua kebutuhan anak-anaknya supaya kelak menjadi
anak-anak yangsholih dan solihah serta mampu menjadi tabungan kelak di
hari akhir.
2. Almagfurlah KH Zoemri RWS dan Ibu Ny.Hj. Latifah Zoemri selaku
pengasuh PPTI Al Falah Salatiga.
3. Keempat kakakku tersayang, Nur Salim, Sri Wahyuni, Puji Astuti dan
Laelatul Munawaroh yang selalu memberikan dukungan dan semangat
berjuang.
4. Sahabat-sahabat seperjuangan di Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al
Falah Salatiga yang telah memberikan bantuan dan dorongan selama
penyusunan skripsi ini
5. Teman-teman mahasiswa IAIN Salatiga angkatan 2013 .
6. Almamaterku tercinta IAIN Salatiga
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, Dzat yang memberikan
keutamaan ilmu dan amal kepada anak cucu Nabi Adam a.s melebihi seluruh
alam. Sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam
semoga tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW, Nabi Akhir zaman
pembawa risalah kebenaran dari Zaman kegelapan menuju zaman terangnya ilmu
pengetahuan.
Suatu kebanggan tersendiri jika sebuah tanggung jawab mampu
terselesaikan dengan baik. Bagi penulis, penyusunan skripsi ini merupakan
tanggung jawab besar guna memperoleh gelar sarjana kependidikan di IAIN
Salatiga. Terselesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak baik dari segi moril maupun materiil. Oleh karena itu dengan kerendahan
hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Salatiga.
3. Bapak Prof. Dr. Mansur, M.A. selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan secara ikhlas dan sabar mencurahkan pikirannya untuk
memberi bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Kajur Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Salatiga.
5. Bapak Dr. Abdul Syukur, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik
ix
6. Seluruh tim penguji skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk
menilai dan menguji kelayakan skripsi dalam rangka menyelesaikan
studi Pendidikan Agama Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN
Salatiga).
7. Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Program Studi
Pendidikan Agama Islam yang telah mendidik dan memberikan ilmu
pengetahuan kepada penulis.
Tidak ada kata yang paling pantas penulis ucapkan untuk mereka, kecuali
untaian do‟a “Semoga amal dan keikhlasan mereka mendapatkan balasan yang tak
terhingga dari Allah SWT”.
Akhirnya penulis sadar bahwa skrisi ini masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari kesempuranaan. Oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi sempurnannya skripsi ini. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya serta mampu memberikan sumbangan positif bagi pengetahuan dunia
pendidikan.
Salatiga, 22 Maret 2019
Penulis
Mohmmat Irfan
NIM 111 13 058
x
ABSTRAK
Irfan, Mohammat. 2018. Etika Menuntut Ilmu Menurut Ahmad Maisur Sindi At-
Thursidi Dalam Kitab Tanbih Al-Muta‟allim. Skripsi. Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama
Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof.
Dr. Mansur, M.A.
Kata Kunci : Etika Menuntut Ilmu Menurut at-Thursidi
Penelitian ini membahas tentang etika menuntut ilmu menurut Ahmad
Maisur Sindi at-Thursidi. Fokus Penelitian yang dikaji adalah: 1. Bagaimana etika
menuntut ilmu menurut at-Thursidi; 2. Bagaimana relevansi etika menuntut ilmu
menurut at-Thursidi dalam konteks masa kini.
Penelitian ini menggunakan metode library research yaitu suatu penelitian
kepustakaan murni yang objek penelitiannya dicari lewat beragam informasi
kepustakaan. Dengan demikian pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode dokumentasi yang objek penelitiannya mecari
menelaah dan mengkaji data mengenai hal-hal atau variabel-variabel yang berupa
catatan seperi buku, jurnal, dokumen, transkip, artikel, majalah, notulen harian,
rapat dan sebagianya. Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara
sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga
memperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian. Datayang terkumpul
dianalisa menggunakan metode Content Analisisi, metode Historis dan Metode
Deduktif-Iduktif. Dengan cara menemukan pola, tema tertentu dan mencari
hubungan yang logis antara pemikirantersebut. Kemudian mengklarifikasikan
pemikiran sang tokoh sehingga dapat dirumuskan dalam pendidikan karakter yang
sesuai.
Hasil penelitian menunjukan bahwa etika menuntut ilmu yang dibangun
oleh Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi dapat dilihat dari beberapa bab dalam kitab
Tanbih al-Mutta‟alim yaitu etika sebelum hadir ditempat belajar seperti peserta
didik harus berada dalam keadaan suci dan telah menyiapkan segala keperluan
belajar sebelum datang sekolah/madrasah, kemudian mengawalinya dengan
berdoa, menjaga kebersihan dan kebutuhannya dari barang yang haram,
mengulang pelajaran yang telah diajarkan, serta menghormati guru, orang tua dan
ilmu. Pemikiran-pemikiran at-Thursidi dalam kitab Tanbih al-Mutta‟alim sangat
relevan dengan pendidikan Islam masa sekarang (kekinian), dan memang sangat
penting untuk dikembangkan.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN BERLOGO ............................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN................................................... v
MOTTO....................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ....................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
ABSTRAK .................................................................................................. x
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................ 5
C. Tujuan Penelitian .......................................................... 6
D. Kegunan Penelitian....................................................... 6
E. Definisi Operasional ..................................................... 7
F. Metode Penelitian ......................................................... 9
G. Sistematika Penulisan ................................................... 13
BAB II BIOGRAFI AHMAD MAISUR SINDI AT-THURSIDI
A. Biografi Ahmad Maisur Sindi At-Thursidi .................. 15
B. Latar Belakang Kitab Tanbih al-Mutta‟allim ............... 21
C. Sistematika Kitab Tanbih al-Mutta‟allim..................... 23
xii
D. Corak Umum Kitab Tanbih al-Mutta‟allim ................. 24
E. Karakteristik Kitab Tanbih al-Mutta‟allim .................. 27
F. Sinopsisi Kitab Tanbih al-Mutta‟allim......................... 28
G. Karya-karya Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi ............. 30
BAB III DESKRIPSI DATA
A. Pengertian Etika Menuntut Ilmu .................................. 3
B. Etika Menuntut Ilmu Menurut at-Thursidi dalam Kitab Tanbih
al-Mutta‟allim .............................................................. 50
BAB IV RELEVANSI ETIKA MENUNTUT ILMU DALAM KITAB
TANBIH AL-MUTTA’ALIM PADA MASA KINI
A. Relevansi Etika Menuntut Ilmu Menurut at-Thursidi dalam
Kitab Tanbih al-Mutta‟allim ........................................ 64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................... 89
B. Saran .......................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 92
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orientasi pendidikan tidak hanya membentuk manusia yang cerdas,
namun harus memiliki ahlak yang baik sesuai Undang-Undang Nomer 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
Menurut Abdul Majid (2011:30) Socrates berpendapat bahwa tujuan
paling mendasar dari pendidikan adalah membuat seseorang menjadi good
and smart. Sedangkan menurut An- Nahlawi (1996:117) dalam Salahudin dan
Alkrienciehie (2013:105), pendidikan harus memiliki tujuan yang sama
dengan tujuan penciptaan manusia sebab bagaimanapun pendidikan islam
sarat dengan landasan dinul islam. Tujuan pendidikan islam adalah
merealisasikan penghambaan kepada Allah dalam kehidupan mnausia, baik
secara individual maupun secara sosial.
2
Perkembangan zaman dan peradaban semakin maju, secara otomatis
merombak perubahan tatanan kehidupan dan pola pikir manusia. Era baru
yang ditandai oleh penempatan teknologi informasi dan pengetahuan
intelektual sebagai modal utama dalam menjalani berbagai bidang kehidupan
termasuk dunia pendidikan, tidak hanya memberikan dampak positif. Namun
di sisi lain juga memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan dunia
pendidikan. Semakin hari degradasi moral, sikap, perilaku serta lunturnya
etika dalam proses menuntut ilmu semakin terasa di berbagai jenjang
pendidikan.
Degradasi moral ditandai oleh mundurnya sikap santun, ramah, serta
jiwa kebhinnekaan, kebersamaan, dan kegotongroyongan dalam diri peserta
didik. Di samping itu, perilaku anarkisme dan ketidak jujuran marak di
kalangan peserta didik. Di sisi lain banyak terjadi penyalahgunaan wewenang
oleh para pejabat negara sehingga korupsi semakin merajalela di hampir
semua instansi pemerintah. Perilaku seperti itu menunjukkan bahwa bangsa ini
telah terbelit oleh rendahnya moral, akhlak, atau karakter (Zuchdi, 2011:2).
Belakangan ini sering kita dengar berita miring terjadi pada dunia
pendidikan. Misalnya, tawuran antar pelajar, pergaulan bebas, prestasi belajar
yang rendah bahkan tadak sedikit tenaga pendidik yang lecehkan oleh peserta
didiknya sendiri dan lain sebagainya. Hal ini membuktikan bahwa beretika
yang baik merupakan kewajiban bagi seluruh manusia terlebih bagi mereka
yang sedang menuntut ilmu.
3
Ilmu menjadi sarana bagi setiap manusia untuk memperoleh
kesejahteraan dunia maupun akhirat, maka mencari ilmu hukumnya wajib.
Mengkaji ilmu merupakan pekerjaan mulia, karenanya banyak orang keluar
dari rumah untuk mencari ilmu dengan didasari iman kepada Allah SWT.
Mencari ilmu merupakan pekerjaan yang memerlukan perjuangan fisik, akal
dan mental, maka nabi pernah bersabda bahwa orang yang keluar untuk
mencari ilmu, ia akan mendapatkan pertolongan dari Allah, karena Allah suka
menolong orang yang mau bersusah payah dalam menjalankan kewajiban
agama (Anisa, 2013:12)
Allah SWT telah berfirman dalam Q.S Al-„Alaq 96:1-5
Artinya : (1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
(2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.(3)
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,(4) yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam,(5) Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ayat di atas telah mejelaskan bahwa kata membaca, mengajar, dan
mengetahui sangat erat sekali dengan ilmu pengetahuan. Selanjutnya ayat ini
datang bukan dalam bentuk peryataan, tetapi dalam bentuk perintah, tegasnya
perintah bagi setiap manusia muslim untuk mencari ilmu. Di dalam proses
menuntut ilmu terdapat sesuatu yang amat penting yang perlu diperhatikan,
yaitu etika dalam menuntut ilmu (Ali, 2010:44).
4
Etika membantu manusia untuk merumuskan dan menentukan sikap
yang tepat dalam kehidupan sehari-hari, yang bisa dipertanggungjawabkan,
baik dalam hubungannya dengan dirinya sendiri maupun orang lain. Etika
berlaku bagi manusia yang sedang menjalankan peran di dunia pendidikan
atau ilmu pengetahuan. Manusia yang tidak menggunakan etika dalam
menjalani kehidupan sehari-harinya berarti tergolong manusia yang tidak bisa
menjadi pelaku sosial, politik, budaya, pendidikan, dan lainnya, yang patut
diperhitungkan (Muchsin, 2010:20-21).
Dengan demikian etika dalam menuntut ilmu sangat dibutuhkan guna
mencetak generasi yang berintelektual tinggi serta memiliki etika dalam
kehidupan sehari-hari. Buku Tanbih Al-Muta‟allim yang ditulis oleh ulama
Indonesia bernama Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi untuk membimbing para
generasi pelajar khususnya muslim dari lunturnya etika dan semangat
menuntut ilmu, yang isinya bukan hanya menawarkan sederetan nasihat-
nasihat ilmiah, melainkan juga arahan operasional yang lebih praktis cocok
untuk dikaji dan diamalkan di tengah-tengah kondisi zaman mulai berubah
dan etika dalam proses menuntut ilmu yang memprihatikan tersebut.
Di kalangan pesantren para ulama dan kyai selalu mengajarkan kitab
ini kepada santrinya, terlebih kitab ini berisi bait-bait yang sangat mudah
dihafalkan dan dipahami. Etika menuntut ilmu menurut Ahmad Maisur Sindi
at-Thursidi yang dituangkan dalam Kitab Tanbih Al-Muta‟allim terbitan Toha
Putra Semarang di antaranya :
5
ا فََؼَل ََ ٌٍ تَطٌَُّٖش َم ْديَِظ ِػيْ ٍَ ْٜ إَِرا َحَضَشا # ْْثَِغ َٝ ٌِ ىِطَاىِِة اْىِؼْي
اْعتَِٞا َٗ قَْذ طََُٖشْخ # تَطٌَُّٞة َٗ ْٞفٍَح َل ىُْثَظ ثَِٞاٍب َِّظ َُ قَْذ َخ َٗ ٌك َخا Artinya: “Sebelum masuk ke dalam tempat mencari ilmu (madrasah),
peserta didik di anjurkan bersuci / wudhu, memakai pakaian suci,
bersih serta mempai parfum dan ber siwak supaya sampai di tempat
belajar sudah dalam keadaan rapi”(at-Thursidi,1997:4).
Dari kutipan tersebut ada indikasi tentang etika menuntut ilmu yang
dituangkan oleh at-Thursidi yakni menjaga kersucian, kerapian dan kebersihan
sebelum kegiatan pembelajaran merupakan karakter yang harus di miliki
setiap peserta didik.
Oleh karena itu peneliti sangat tertarik untuk mengkaji lebih dalam
bagaimana etika menuntut ilmu yang ada dalam kitab Tanbih Al-Muta‟allim di
mana etika ini masih sangat relevan untuk dikaji dan di amalkan dalam dunia
pendidikan. Oleh sebab itu penulis akan meneliti dengan judul: “ETIKA
MENUNTUT ILMU MENURUT AHMAD MAISUR SINDI AT-
THURSIDI DALAM KITAB TANBIH AL-MUTA’ALLIM”.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, penulis mengemukakan rumusan masalah yang
akan dibahas lebih lanjut, pokok masalah dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana etika menuntut ilmu yang terkandung dalam kitab Tanbih Al-
Muta‟allim?
2. Bagaimana relevansi etika menuntut ilmu dalam kitab Tanbih Al-
Muta‟allim pada pengembangan Pendidikan Islam masa kini?
6
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan etika menuntut ilmu
yang digagas oleh Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi yang tertuang dalam kitab
Tanbih Al-Muta‟allim. Adapun tujuan umum tersebut dirinci menjadi tujuan
khusus sebagai berikut:
1. Mengetahui etika menuntut ilmu menurut Ahmad Maisur Sindi at-
Thursidi yang terkandung dalam kitab Tanbih Al-Muta‟allim.
2. Mengetahui relevansi etika menuntut ilmu menurut Ahmad Maisur Sindi
at-Thursidi yang terkandung dalam kitab Tanbih Al-Muta‟allim pada
Pendidikan Islam masa kini.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan atau manfaat penelitian yang inigin dicapai oleh
penulis dalam penulisan ini yaitu :
1. Manfaat akademis
a. Pengamat pendidikan sebagai masukan yang berguna, menambah
wawasan dan kajian pengetahuan mereka tentang keterkaitan antara
kitab Tanbih Al-Muta‟allim dengan etika menuntut ilmu.
b. Pendidikan ini ada relevansinya degan Ilmu Agama Islam khususnya
Program Studi Pendidikan Agama Islam, sehingga hasil
pembahasannya berguna untuk menambah literatur atau bacaan
tentang etika menuntut ilmu dalam kitab Tanbih Al-Muta‟allim.
c. Penelitian ini semoga dapat memberikan konstribusi positif bagi para
akademisi khususnya bagi penulis agar mengetahui lebih lanjut
7
tentang keterkaitan kitab Tanbih Al-Muta‟allim dengan etika
menuntut ilmu. Dengan ini diharapkan dapat memperluas
kepustakaan yang menjadi reverensi penelitian-penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat praktis
Memberikan kontribusi positif untuk dijadikan pertimbangan
berfikir dan bertindak. Secara khusus penelitian ini dapat dipergunakan
sebagai berikut :
a. Diharapkan skripsi ini dijadikan bahan acuan bagi peserta didik agar
memiliki pengetahuan tentang etika menuntut ilmu.
b. Diharapkan skripsi ini dijadikan bahan acuan bagi peserta didik agar
memiliki jiwa dan perilaku yang beretika dalam menuntut ilmu.
c. Dengan penelitian ini secara umum semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca dan khusunya bagi penulis. Amin.
E. Definisi Operasional
Untuk memudahkan atau menjaga agar tidak terjadi kesalah fahaman
serta langkah awal menyatukan presepsi terhadap pembahasan ini. Maka
perlu diberikan istilah dari judul-judul berikut sebagai penegas istilah dalam
penelitian ini dari judul-judul :
1. Etika
Ahmad Amin berpendapat bahwa etika adalah suatu ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukam oleh sebagian manusia kepada manusia yang lainnya,
8
menyatakan tujuan yang dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka
dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus di lakukan
(Amin, 1975:3).
Sedangkan menurut Franz Magnis Suseno seorang guru besar
filsafat soisal, ia mengemukakan bahwa etika adalah usaha manusia
untuk memakai akal daya fikirnya untuk memecahkan masalah
bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik (Suseno, 1987:17).
Lebih lanjut Soegarda Poerbakawatja mengartikan bahwa etika
sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang baik-buruk, serta berusaha
mempelajari nilai-nilai dan juga pengetahuan tentang nilai-nilai itu
sendiri. Sehingga dapat di tarik kesimpulan bahwa yang dinamakan
dengan etika ialah suatu perilaku baik buruk yang dimiliki oleh manusia.
2. Peserta didik
Peserta didik merupakan anak yang sedang tumbuh dan
berkembang, baik dari segi fisik maupun dari segi mental psikologis
(Jumali, 2004: 35).
3. Ilmu
Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang berasal dari pengamatan
panca indera, dari pengalaman yang disebut dengan pengetahuan
empirik. Ilmu juga dapat berawal dari cara berpikir manusia dengan
menggunakan rasio. Ilmu seperti ini disebut dengan pengetahuan rasional
(Beni dan Abdul, 2012: 17).
9
4. Kitab Tanbih Al-Muta‟allim karya Ahmad Maisur Sindi Al-Thursidi
Kitab Tanbih Al-Muta‟allim merupakan kitab berbahasa Arab dan
termasuk salah satu kitab karangan Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi. Di
dalam kitab ini dari segi isinya menggunakan metode Mau‟izah atau
pemberian nasehat dan arahan-arahan kepada peserta didik dalam
menuntut ilmu.
Kitab ini muncul karena inovasi Ahmad Maisur Sindi at-
Thursidi setelah mengkaji kitab “adabul„alim wal muta‟alim” karya KH
Hasyim Asy‟ari dengan meringkas dan membuat bait-bait nadzoman
untuk mempermudahkannya. Sehingga isi kitab Tanbih Al-Muta‟allim
merupakan perpaduan antara pemikiran Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi
yang berpengalaman sebagai seorang pendidik dengan pemikiran dari
gurunya yang bernama KH Hasyim Asy‟ari salah satu ulama besar
Indonesia.
Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi ketika kecil memiliki nama
Muhammad Syairozi. Dia adalah seorang santri, sastrawan arab, penyair,
orator, alih bahasa, politikus dan jurnalis, Beliau dilahirkan di
Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 18 Juni 1925 M dan wafat pada
tanggal 08 tahun 1997 M di kediamannya Kediri.
F. Metode penelitian
1. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan
(library research), yaitu suatu bentuk penelitian terhadap literature
10
dengan pengumpulan data atau informasi dengan bantuan buku-buku
karangan Ahmad Masiur Sindi Al-Thursidi yang berkaitan dengan
pemikirannya tentang etika menuntut ilmu, yang ada di perpustakaan dan
materi pustaka yang lainnya.
Sebagai bahan parameter analisis perbandingan yang dimaksud
dengan library research adalah penelaahan kepustakaan secara
pendekatan yang menghasilkan data deskriptif dengan berusaha mencari
teori-teori, konsep-konsep generalisasi yang dapat dijadikan sebagai
landasan teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan, dan semua bahan
diperoleh dari buku-buku dan jurnal penelitian.
Dalam hal ini Mukhtar menegaskan bahwa penelitian kepustakaan
yang dimaksud adalah penelitian kepustakaan yang mengandalkan data-
datanya hampir sepenuhnya dari perpustakaan yang bersifat teoritis dan
dokumentasi yang berada diperpustakaan. (Mukhtar,2013:4).
2. Sumber Data
a. Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data utama yang akan
dikaji dalam permasalahan. Karena sifat penilitian literer, maka
datanya bersumber dari literature. Adapun yang menjadi sumber data
primer dalam hal ini adalah kitab Tanbih Al-Muta‟allim dan
Terjemah Tanbih Al-Muta‟allim.
11
b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder yang diambil dalam penelitian ini adalah
buku-buku yang berisi tentang pendidikan etika pendidikan seperti
buku Etika Pendidikan Islam karya KH Hasyim Asy‟ari , Etika
Belajar Bagi Penuntut Ilmu karya Ma‟ruf Asrori, Filsafat Etika Islam
karya Muhammad Alfan dan buku-buku lainnya yang ada
relevansinya dengan objek pembahasan skripsi ini. Serta mengambil
dari internet sebagai wujud kemajuan teknologi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan
ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library research)
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membaca buku-buku sumber, baik primer maupun sekunder.
b. Mempelajari dan mengkaji serta memahami kajian yang terdepat
dalam buku-buku sumber.
c. Menganilisis untuk diteruskan identifikasi dan mengelompokkan
serta diklarifikasi sesuai dengan sifatnya masing-masing dalam
bentuk per bab.
4. Metode Analisis Data
Melihat objek penelitian ini adalah buku-buku atau literatur yang
termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan, maka penelitian ini
adalah penelitian library research. Data yang terkumpul selanjutnya akan
12
penulis analisa dengan menggunakan teknik analisa kualitatif dengan
cara :
a. Metode Content Analysis
Metode Content Analysis (analisis isi) menurut Weber
sebagaimana dikutip oleh Soejono yakni “metodologi penelitian
yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik
kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen
(Soejono,2005:13). Metode ini digunakan untuk memperoleh
pemahaman isi dan makna dari berbagai data dalam penelitian, yang
analisis ini menghendaki objektivitas, pendekatan sistematik, dan
generalisasi, baik yang mengarah pada isi maupun pada makna.
b. Metode analisia historis
Metode ini penulis bertujuan untuk menggambarkan sejarah
biografis Ahmad Maisur Sindi At-Thursidi meliputi riwayat hidup,
karir politik serta karya-karyannya. (Bekker.Zubair, 1990.70).
c. Deduktif
Metode deduktif digunakan untuk menganalisis suatu
permasalahan yang berasal dari generalisai yang bersifat umum
kemudian ditarik pada fakta yang bersifat khusus atau konkret terjadi
(Anton, 1984 : 56).
13
d. Induktif
Metode ini mengambil kesimpulan yang bertitik tolak dari
hal-hal yang bersifat khusus dan mengambil atau menarik
kesimpulan yang bersifat umum (Arifin 1986:41).
G. Sistematika penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh sehingga
pembaca nantinya dapat memahami tentang isi skripsi ini dengan mudah,
maka penulis berusaha memberikan sistematika penulisan dengan penjelasan
secara garis besar. Skripsi ini terdiri bagian awal dan bagian inti yang memuat
lima bab yang masing-masing saling berkesinambungan sebagai berikut :
1. Bagian Awal
Bagian awal skripsi mencakup tentang sampul, gambaran berlogo,
halaman judul, persetujuan pembimbing, pengesalahan kelulusan,
pernyataan keaslian tulisan, motto dan persembahan, kata pengantar,
abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran.
2. Bagian Inti
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menjabarkan pokok permasalahan yang
terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika
Penulisan.
14
BAB II BIOGRAFI
Dalam bab ini meliputi 1) Biografi (2) Latar Belakang Kitab
Tanbih Al-Muta‟allim (3) Sistematika (4) Corak Pemikiran (5)
Karakteristik (6) Karya-karya.
BAB III DISKRIPSI DATA
Dalam bab ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan teori
masalah yang menjadi fokus penelitian yaitu etika menuntut ilmu dan
relevansinya pada Pendidikan Islam masa kini
BAB IV RELEVANSI HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini mencakup kandungan etika menuntut ilmu dalam
Kitab Tanbih Al-Muta‟allim karya Ahmad Maisur Sindi Al-Thursidi dan
relevansinya pada konteks kekinian.
BAB V PENUTUP
Dalam bab terakhir ini berisi kesimpulan dan saran.
3. Bagian Akhir
Bagian akhir mencakup daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan
daftar riwayat hidup penulis.
15
BAB II
BIOGRAFI AHMAD MAISUR SINDI AT-THURSIDI
A. Biografi Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi
1. Riwayat Hidup Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi
Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi lahir pada tanggal 18 juni 1925 M
di desa Tursidi RT: 04, RW: 04, Kecamatan Pituruh, Kabupaten Purworejo,
Jawa Tengah.Semasa kecil at-Thursidi memiiki nama Muhammad Syairozi,
nama yang digunakannya ketika masih nyantri di Pondok Pesantren Lirap
Kebumen, Tebu Ireng Jombang, dan Jampesan Kediri. Kemudian setelah
pindah ke Pondok Pesantren Darul Hikam Bendo Kediri, Beliau mengganti
nama kecilnya dengan nama Ahmad Maisur Sindi at-Thurisidi sebagai
nisbat pada desanya Turisidi Lor (Kusuma, 2013:36)
At-Thursidi lahir dari nasab keluarga yang taat beragama dan
berahlakul karimah. Beliau hidup dalam lingkungan yang islami,
masyarakat sekitar yang mayoritas memeluk Islam mendorong beliau untuk
memperdalam ilmu agama. Ayahnya yang bernama Muhammad Tsarbini
bin Syafi‟i adalah seorang yang dikenal oleh masyarakat sebagai ulama‟
yang teguh dalam memperjuangkan agama dan bangsa terbukti dengan
semangat beliau melawan penjajah. Tsarbini muda juga pernah nyantri di
Pondok Ringinagung dibawah asuhan Kiai Imam Nawawi yang kelak at-
Thursidi akan menjadi tempat at-Thursidi nyantri dan memperjuangkan
agama Islam.
16
Kiai Tsarbini memiliki lima orang anak dari tiga istri. At-Thursidi
merupakan anak kedua dari istri pertama Kiai Tsarbini saudara kandungnya
bernama Nyai Maisaroh. Setelah Ibunda at-Thursidi wafat Kiai Tsarbani
menikah dan memiliki anak bernama Nyai Masithoh dan H Syaibani.
Kakeknya yaitu KH. Rofi‟i juga seorang ulama‟ yang wira‟i. Beliau
dibesarkan dalam keluarga yang berpegang teguh pada agama dan
mementingkan akhlak serta ilmu. Beliaulah yang pertama kali babat alas
membuka desa Tursidi Lor dan mendirikan masjid di desa Tursidi Lor.
(Kusuma, 2013:46)
At-Thursidi menikah dengan nyai Umahatun yang merupakan putri
dari Nyai Zanatun binti Nyai Syaafa‟atun binti Nyai Sapurah binti Kiai
Imam Nawawi Pendiri Pondok Pesantren Mahir Ae-Riyadl Ringinagung
Keling, Kepung Kediri. At-Thursidi dianugerahi empat orang anak yakni
Nyai Sri Ro‟fah, Kiai Munif Abdul Kafi, Kiai Munshif Abdul Haqqi dan
Kiai Abdul Hamid.
At-Thursidi wafat dalam usia 72 tahun pada hari sabtu menjelang
shalat „ashar tepatnya 08 Agustus tahun 1997 M/ bulan shafar 1416 H di
Kediaman beliau Pondok Pesantren Mahir al-Riyadl Ringinagung , Keling
Kepung, Kediri, Jawa Timur. Beliau dimakamkan di Komplek MAKAM
keluarga Pondok Pesantren Mahir al-Riyadl, sebuah pesantren yang
didirikan oleh Kiai Nawawi.
17
2. Pendidikan Ahmad Maisur Sindi At-Thursidi
Semasa kecil at-Thursidi tumbuh dan berkembang langsung dibawah
pengawasan dan didikan kedua orang tuanya. Semenjak kecil beliau sudah
menunjukkan kecerdasan dan kemampuannya berlajar ilmu agama sehingga
selama menerima pelajaran, beliau selalu mudah untuk memahaminya. Pada
tahun 1934 ketika usia beliau 9 tahun, Kiai Tsarbini mengirim At-Thursidi
ke beberapa pondok pesantren di Jawa Timur untuk memperoleh
gemblengan dan barokah dari beberapa Kiai khos waktu itu. Diantaranya :
a. Pondok pesantren Lirap Kebumen
Pondok pesantren lirap menjadi tempat at-Thursidi nyantri dan
hidup jauh dari keluarganya untuk pertama kali. Di pondok ini beliau
belajar dan memperdalam ilmu alat ,nahwu dan shorof langsung dari
pendiri pondok yakni Kiai Ibrahim Nuruddin selama kuarang lebih tiga
tahun.
b. Pondok pesantren Tebu Ireng Jombang
Usia yang masih terbilang muda, serta pengetahuan akan ilmu
agama yang dirasa sangatlah kurang mendorong beliau untuk
melanjutkan nyantri di pondok pesantren yang sangat terkenal di daerah
jombang baik dulu maupun sekarang yakni pondok pesantren tebu
ireng. Di pondok ini at-Thursidi belajar berbagai disiplin ilmu agama
yang diajarkan langsung oleh pendiri pondok Tebu Ireng yakni
Hadrotus Syaikh KH Hasyim Asya‟ri.
18
Ketulusan niat disertai rasa ikhlas dalam segala amal, beliau
buktikan pada saat mencari ilmu yang mana beliau berjalan kaki dari
rumahnya desa Tersidi, kecamatan Pituruh, kabupaten Purworejo
menuju Pondok Pesantren Tebu Ireng, Kediri, Jawa Timur. Pada waktu
itu beliau tidak membawa bekal apapun kecuali uang benggol dari
orang tuanya. Selama berminggu-minggu dalam perjalanan menuju
Pondok Pesantren Tebu Ireng, beliau hanya makan 1-2 kali, bahkan
hanya minum saja. Demikian itu berlanjut hingga beliau sering tirakat
dan puasa selama bermukim di Pondok Pesantren.
Ketika itu beliau juga mendapatkan pendidikan ahlak dan adab
bagi seseorang yang hendak belajar dari kitab klasik „adab alim
wamuta‟allim karangan Hadrotus Syaikh KH Hasyim Asya‟ri yang
akan menjadi cikal bakal lahirnya kitab Tanbih Al-Muta‟allim karya
Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi. Sehingga corak pemikiran kitab ini
sangat kental akan nasehat dan pola pikir dari Hadrotus Syaikh KH
Hasyim Asya‟ri.
Murid yang sejati akan memiliki cita-cita yang tinggi, sehingga
tidak akan merasa cukup dengan ilmu yang sedikit, karena kalau bisa
mencari ilmu sebanyak mungkin. Murid tidak boleh merasa cukup
hanya pada apa yang diwariskan oleh para Nabi, karena hanya sedikit,
sehingga murid tidak sombong dan bodoh. (Adabul „Alim, 48).
Nasehat KH Hasyim mendorong at-Thursidi untuk terus haus
akan ilmu sehingga setelah menghatamkan pendidikannya di Tebu
19
Ireng at-Thursidi melanjutkan perjalanan keilmuannya di Pondok Al-
Ihsan Jampes Kediri.
c. Pondok Pesantren Al-Ihsan Jampes Kediri
Setelah selesai menghatamkan pendidikannya di Tebu Ireng
Jombang di bawah asuhan Hadrotus Syaikh KH Hasyim Asya‟ri. At-
Thursidi merasa ilmunya masih belum cukup, sehingga beliau bertekat
untuk kembali nyantri di pondok Al-Ihsan Jampes Kediri.
Di bawah asuhan dan arahan Kiai Ihsan bin Dahlan (w. 1953)
beliau memperdalam Ilmu falak dan hisab selama kurang lebih empat
tahun. Di pondok ini pula at-Thursidi memperdalam dan
menghatamkan kitab klasik yang terkenal seantero dunia dengan
disiplin ilmu taswauf dengan mengikuti pengajian Ihya Ulumuddin
Karya al-Ghazali.Pada Akhir tahun 1945 setelah Indonesia merdeka
beliau melanjutkan penelusuran ilmu di Bendo Kediri.
d. Pondok Pesantren Darul Hikam Bendo Kediri.
Tahun 1946 disaat situasi bangsa Indonesia mengalami
kegentingan dan agresi militer oleh penjajah belanda. At-Thursidi tak
gentar untuk terus melanjutkan pengembaraan keilmuanya di pondok
pesantren Darul Hikam Bendo Kediri. Di bawah asuhan Kiai Hidayat
at-Thursidi mampu menyelesaikan beberapa bait-bait syair dan
menyusunnya dalam bentuk buku di antaranya adalah al-Ikmal dan
Nayl Al-Amal yang membahas ilmu Shorof. Selain itu beliau ikut andil
20
dan berperan penuh dalam mendirikan Madrasah Raudlotul Huda dan
terus aktif mengajar selama beliau berada di bendo kediri.
Pada tahun keempat keberadannya di pondok Bendo, at-Thursidi
mendapatkan musibah sakit mata yang tidak kunjung sembuh, sudah
dibawa kebeberapa tabib namun tak kunjung ada perubahan. Hingga
akhirnya beliau sowan kepada Kiai Hidayat untuk memberikan solusi
atas musibah yang beliau terima. Lantas Kiai Hidayat mengintruksikan
agar at-Thursidi melakukan Tirah (beristirahat) di pondok pesantren
Ringinagung.
Tidak menunggu lama at-Thursidi menjalankan apa yang
diperintahkan gurunya sekaligus memenuhi pesan ayahnya untuk
berziarah ke makam Kiai Imam Nawai pengasuh Pondok Pesantren
Ringinagung yang menjadi guru ayahnya.
e. Pondok Pesantren Ringinagung Kediri
Kedatangan at-Thursidi ke Pondok Ringinagung bertujuan
melakukan tirah karena sakit mata yang tidak kunjung sembuh sesuai
amanah gurunya. Tahun 1950 at-Thursidi memulai perjalanannya di
Pondok Ringinagung, ketika itu jumlah santrinya tidak lebih dari 50
santri. At-Thursidi pertama kali sowan kepada Nyai Syafa‟atun yang
merupakan pengasuh Pondok Pesantren Ringinagung. Sejenak setelah
menguraikan asal usul dan tujuan kedatangannya di Ringinagung, maka
Nyai Syafa‟atun yang mengerti bahwa at-Thursidi bukan sembarang
santri dan mengerti akan kiprah at-Thursidi di pondok pesantren Bendo.
21
Terlebih Pondok Pesantren Darul Hikam Bendo saat itu sangat terkenal
dengan santri-santrinya yang sudah pandai dam memiliki keilmuan
yang tinggi.
Akhirnya Nyai Syafa‟atun mempersilahkan at-Thursidi untuk
tirah di Ndalem. Mengetahui akan kealiman at-Thursidi yang telah
teruji, Nyai Syafa‟atun menjodohkan at-Thursidi dengan cucunya
bernama Nyai Umahatun dan meminta at-Thursidi untuk berperan
membantu keberlangsungan Pondok Pesantren Ringinagung.
At-Thursidi dengan modal keilmuannya yang tinggi mampu
mengubah Pondok Ringinagung dengan berbagai inovasi yang mampu
diterima Kiai sepuh maupun kalangan santri, diantaranya peraturan-
peraturan pondok pesantren Ringinagung ditata ulang, dan lahirnya
nama Pondok Pesantren Mahir Ar-Riyadl sebagai pelengkap nama
Ringinagung yang tidak memiliki nama dan simbol resmi selama
betahun-tahun sejak keberadaannya.
B. Latar Belakang Kitab Tanbih Al-Muta’allim
Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi adalah orang alim dan juga tawadhu‟
yang haus akan ilmu pengetahuan serta selalu berusaha untuk mengamalkan
ilmu yang beliau miliki. Salah satu bentuk amalan beliau adalah menyusun
kitab Tanbih Al-Muta‟allim ini yang isinya terdapat bait-bait nasehat bagi
sorang peserta didik yang sedang menuntut ilmu khususnya kaum Remaja yang
nantinya akan menjadi penerus bangsa berlandaskan dalil Al-qur‟an dan
Hadist.
22
Keutamaan akhlak sangatlah penting dalam kehidupan manusia baik
individu maupun masyarakat. At-Thursidi berharap kepada orang tua atau wali
murid dan para guru untuk memperhatikan akhlak anak didiknya, karena
menurut beliau memelihara akhlak peserta didik merupakan suatu kewajiban.
Dengan cara mengawasi dan memperhatikan tingkah laku putra-putri dan anak
didik yang menjadi tanggung jawab kita semua, menanamkan tingkah laku
yang baik di lubuk hati mereka dan menjauhkan mereka dari tingkah laku yang
tercela agar mereka menjadi orang yang terdidik dan beradab, yang berguna
bagi nusa dan bangsa.
Salah satu kitab yang memfokuskan terhadap hal tersebut adalah
Tanbih Al-Mutaallim, yang disusun oleh K.H. Ahmad Maisur Sindi At-
Thursidi. Beliau melihat kondisi kebutuhan pada dewasa ini dalam semua
kalangan, khususnya parapeserta didik, kemudian beliau mengarang kitab
Tanbih Al-Muta‟allim. Beliau mengarang kitab ini atas dukungan dari banyak
pihak terutama gurunya yaitu KH. Hasyim Asy‟ari, karena kebanyakan isi dari
kitab ini dinukil dari maqolah-nya KH. Hasyim Asy‟ari. Kitab yang berupa
antologi puisi Bahasa Arab ini merupakan kuliah akhlak guru beliau, Hadratus
Syaikh Hasyim Asy'ari, sebagaimana penjelasan dalam prolog. Kitab ini
menjadi pelengkap khazanah keislaman dalam ranah etika yang sebelumnya
pernah dirintis oleh al-Zarnuji dalam karyanya Ta'lim al-Mutaallim, juga Ibnu
Jama'ah Tadzkirah al-Sami wa al-Mutakallim, KH Hasyim Asy‟ari Adab al-
Alim wa alMutaallim dan Nazm al-Ta'lim Kiai Zaini, Solo.
23
Kitab Tanbih Al-Muta‟allim disusun atas ide dan pemikiran KH.
Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi untuk menyairkan tanbih (peringatan/nasehat)
KH. Hasyim Asy‟ari dalam setiap pengajian pengajian rutin yang disampaikan
oleh KH. Hasyim Asy‟ari kepada parasantri di Tebu ireng. Ide dan pemikiran
beliau dalam mewujudkan syair tersebut dimulai pada tahap akhir belajar al-
Jauhar al-Maknun. Tanbih KH. Hasyim Asy‟ari tersebut yang semula berupa
kalam natsar, oleh Kiai Maisur dicatat di buku. Catatan-catatan itu di kemudian
hari beliau kumpulkan kembali dan dirangkai menjadi bait-bait syair berbahar
Bashith. Seiring perjalanan waktu, muncul kembali dalam benak at-Thursidi
untuk menambahkan bait-bait syair tersebut dengan mengambil keterangan dari
lieratur kitab akhlak semisal kitab Tanbih Al-Muta‟allim. Tambahan bait
tersebut beliau beri kode “ziyadati.”
C. Sistematika Kitab Tanbih Al-Muta’allim
Kitab Tanbih Al-Muta‟allim karya Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi
memiliki sistematika hampir sama dengan kitab lainnya, dengan halaman
pertama judul, latar belakang, muqaddimah dan yang terakhir yaitu
pembahasan serta penutu atau doa. Lebih simpelnya, sistematika penulisan
kitab Tanbih Al-Muta‟allim dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu :
1. Halaman judul
Halaman pertama yaitu judul kitab Tanbih Al-Muta‟allim dan
diikuti dengan nama pengarangnya yaitu Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi.
24
2. Muqoddimah
Muqaddimah atau awalan berisi tentang motivasi untuk
mengamalkan kitab ini serta anjuran untuk berpegang teguh dan
mengamalkan nasihat-nasihat yang ada dalam kitab Ahmad Maisur Sindi
at-Thursidi . Di bagian tengah muqoddimah juga di sampaikan gambaran
beberapa topik yang akan dikaji di dalam kitab Ahmad Maisur Sindi at-
Thursidi .
3. Isi
Bagian ini memuat inti dari kitab Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi
tentang pembahasan materi yang berhubungan dengan Adab katau karakter
seorang peserta didik yang sedang menuntut ilmu dan budi pekerti luhur
yang diakhiri dengan do‟a. Penulisannya ditandai dengan bab-bab tertentu
yang sesuai dengan pembahasan masalah dan diawali menggunakan sub
judul yang bersangkutan.
D. Corak Umum Kitab Tanbih Al-Muta’allim
Karakteristik yang menonjol dalam kitab Tanbih Al-Muta‟allim karya
Ahmad Sindi at-Thursidi yaitu selain isinya yang berupa bait-bait dan nasehat-
nasehat yang terdiri dari berbagai bab juga terdapat arahan yang dilengkapi
dengan solusi dan langkah-langkah ke depan yang lebih baik. Untuk
memahami pemikiran seorang cendekiawan secara objektif, kita harus
memberikan perhatian pada situasi dan kondisi yang melingkupi realitas
zamanya. Karena kondisi itulah yang mendorong seorang cendekiawan untuk
mengartikulasi gagasan, pandangan, dan sikapnya.
25
Kondisi itulah yang mendorong untuk menentukan metode yang dia
tempuh untuk mengekspresikan segala ide-idenya. Bahkan, cendekiawan yang
berhasil adalah mereka yang mampu menjadikan dirinya cermin atas realitas
zamanya. Kemudian, dia juga berusaha menjadikan pemikirannya sebagai
solusi efektif untuk memecahkan tantangan realitas yang semakin maju. Dia
akan dianggap lebih berhasil, apabila dia sanggup mengubah sisi negatif bagi
perjalanan kehidupan ke depan, dan memanfaatkan perubahan yang ada demi
kemaslahatan masyarakat (Mu‟thi, 2000: 84).
Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa, beberapa faktor
yang mewarnai pemikiran seseorang diantaranya adalah :
1) Kebutuhan masyarakat dan penguasa akan sistem ajaran tertentu.
2) Ortodoksi yakni paham yang dianut oleh mayoritas kaum muslimin yang
pembentukannya tidak lepas dari kepentingan-kepentingan keduniawian.
3) Sumber ajaran Islam, al-Qur‟an dan al-Hadist, yang tertuang dalam bahasa
Arab yang dipakai oleh orang-orang Arab pada tempat dan waktu tertentu
itu menimbulkan persoalan pemahaman bagi orang-orang yang masa
hidupnya jauh dari masa hidup Nabi Muhammad SAW.
4) Adanya kecenderungan manusia untuk bebas dari suatu pihak yang lain.
5) Adanya pertentangan kepentingan.
Demikian juga tingkat intelegensi, kecerendungan, latar belakang
kependidikan, perkembangan ilmu pengetahuan, kondisi sosial budaya, politik,
ekonomi, dan lain-lainya memberikan warna terhadap paradigma pemikirannya
(Maragustan, 2000: 43).
26
Pada bab di atas telah disinggung mengenai latar belakang kehidupan,
perjalanan menempuh pendidikan, serta pergulatannya dengan dunia karir
Ahamd Maisur Sindi at-Thursidi, walaupun tidak begitu lengkap dan
mendetail. Namun demikian, setidaknya dengan pemaparan di atas bisa
menjadi sebuah patokan tersendiri untuk menelusuri sejauh mungkin
paradigma berpikirnya at-Thursidi tentang etika menuntut ilmu menurut
akhlak, karakter dan sosialnya yang dituangkan dalam menulis kitab Thanbih
Al-Muta‟allim tersebut.
Sebab karya tersebut boleh dibilang bukan sebuah karya utuh dan
sistematis sebagai sebuah tulisan ilmiah berbentuk buku sebagaimana
karangan-karangan yang lain. Tulisan tersebut merupakan bait-bait bebas yang
beliau tulis dari kitab Adab Alim wa Mutta‟alim Karya gurunya KH Hasyim
Asya‟ri . Karena di saat itulah beliau mengalami proses pencerahan diri yang
sangat luar biasa berartinya, yakni penceraha secara intelektual dan spiritual di
Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang.
Baginya pesantren bukan merupakan tempat untuk belajar saja namun
di pesantren beliau bisa membuat kratifitas berpikir dan menulis gagasan-
gagasan aktual mengenai kondisi riil moralitas peserta didik / santri yang
hendak menuntut ilmu pada saat itu. Karena ketika adab atau karakter seorang
peserta didik tebentuk dengan baik maka ilmu akan masuk ke dalam hati serta
mampu diimplementasikan dalam dunia nyata. (Subairi,2005:36).
Lebih jauh at-Thursidi dalam sejarah kehidupan kaya akan pengalaman
bergumul dengan gejolak sosial dan politik yang sudah mengarah pada konsisi
27
anomie, kondisi masyarakat di mana agama, pemerintah dan moralitas telah
memudar keefektifannya, akibat keakutan dan krisis Psiko-sosial yang terjadi.
at-Thursidi dengan getol melakukan refleksi kritis dengan menggagas lahirnya
tata karakter seorang peserta didik yang normatif-etis. Dengan demikian,
kajian terhadap pemikirannya terutama terkait dengan akhlak yang belum
banyak disentuh, disatu sisi sebagai upaya untuk memberikan penemuan
problem masalah kontemporer dan di sisi lain sebagai upaya untuk
memperbanyak pemikiran teoritis khusus karakter dan pendidikan (Subairi,
2005: 36).
Dalam pandangan at-Thursidi fungsi akal merupakan sumber
keutamaan dan sumber moral (akhlak), akal tidak hanya sekedar berfungsi
untuk mengetahui sesuatu melainkan sebagai pemutus atau penentu baik dan
buruk. Dengan demikian maka perlu adanya pendidikan akal, sebab dengan
akal manusia mampu memahami taklif Allah dan bisa mengatur kehidupan di
dunia ini. Jadi menurut at-Thursidi bahwa pendidikan yang dikehendaki
adalah mampu menanamkan karakter yang utama, budi pekerti yang luhur serta
didikan yang mulia dalam jiwa anak-anak, sejak kecil sampai ia menjadi kuasa
untuk hidup dengan kemampuan usaha dan tenaganya sendiri.(Kusuma,
2013:78)
E. Karakteristik Kitab Tanbih Al-Muta’allim
Secara umum karakteristik pemikiran pendidikan islam yang
berkembang sejak awal kemunculan peradaban Islam hingga sekarang adalah
sangat variatif yang dipengaruhi oleh setting sosio kultural, politik dan
28
keagamaan yang selalu berkembang. Disamping itu pengalaman pribadi
seseorang juga turut andil dalam mempengaruhi pemikiran tersebut.
Karakteristik Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi dalam kitab Tanbih Al-
Muta‟allim kental dengan muatan karakter peserta didik di saat akan menuntut
ilmu seperti :persiapan sebelum belajar, mengormati guru hingga pelajaran-
pelajaran yang harus dipelajari. Untuk itu kitab Tanbih Al-Muta‟allim karangan
Ahmad Masiur Sindi at-Thursidi dapat dikategorikan menjadi 2 hal :
1. Hal-hal yang berupa pengembaraan seseorang dalam menjalani proses
pembelajaran di mana kemudian akan menemukan sebuah bentuk jati diri
yang sejati, tetapi hal tersebut harus ditunjang dengan karakter dan
perilaku yang baik tentunya. Karena dengan menemukan sebuah bentuk
jati dirinya ia akan berkembang menjadi kenal sesama maupun Tuhannya.
2. Hal-hal yang berbicara tentang karakter yang harus dimiliki seorang
peserta didik ketika mencari ilmu, melalui berbuat baik terhadap
sesamanya, diri sendiri, orang tua, guru dan ilmu yang di pelajarinya.
F. Sinopsis Kitab Tanbih Al-Muta’allim
Tanbih Al-Muta‟allim adalah salah satu kitab karangan at-Thursidi yang
paling terkenal dalam bidang etika . Kitab Tanbih Al-Muta‟allim merupakan
panduan bagi setiap peserta didik dalam beretika ditempat belajar/sekolah dan
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Melalui kitab ini at-Thurshidi ingin
memberi bimbingan kepada setiap peserta didik untuk menjadi individu yang
baik secara total dalam proses menuntut ilmu.
.
29
Secara garis besar kitab ini berisi tentang tuntunan bagi peserta didik
untuk berakhlak mulia. Pembahasan dalam kitab ini lebih menekankan
terhadap etika/akhlak. Kitab Tanbih Al-Muta‟allim ini secara keseluruhan
terdiri dari 1 jilid dan terdapat 32 halaman, serta keseluruhannya merupakan
suatu nadzom-nadzom atau syair-syair Arab yang kemudian disyarahi dengan
bahasa jawa atau Arab pegon disertai catatan kaki yang diterjemahkan dalam
bahasa jawa salaf, bait syair berjumlah 55 bait yang berisikan tentang etika
yang harus lakukan peserta didik dalam mencari Ilmu. Kitab ini terdiri dari
beberapa bab yaitu:
1. Etika Sebelum menghadiri tempat berlajar
2. Etika di tempat belajar
3. Etika setelah selesai belajar
4. Etika sopan santun terhadap kedua orang tua
5. Etika sopan santun terhadap guru
6. Etika sopan santun terhadap ilmu
7. Sempurnanya nikmat guru terhadap murid
8. Sempurnanya nikmat murid terhadap guru
9. Ilmu-ilmu yang harus dipelajari
Inilah gambaran singkat mengenai biografi dan perjalanan karir beserta
paradigma berpikirnya Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi. Diharapkan ke depan
kita dapat memanfaatkan ilmunya sehingga kita benar-benar menjadi insan
yang berkualitas dan berguna bagi diri sendiri, bangsa dan negara. Amin.
30
G. Karya-Karya Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi.
At-Thursidi adalah salah satu ulama nusantara yang aktif mendidik
santri-santrinya, beliau tercatat sebagai pengasuh Pondok Pesantren Mahir Ar-
Riyadl. Beliau juga sangat produktif dalam menyusun karya-karya ilmiah di
zamanya. Kemampuan tersebut ia dapatkan dari sang guru Hadrotus Syaikh
KH Hasyim Asya‟ri dan KH Ihsan Dalan kedua ulama kharismatik dan
memiliki segudang karya-karya yang luar biasa. at-Thursidi mahir dalam karya
Syair berupa bait-bait nadzoman yang mudah dihafalkan dan dipahami.
Adapun karya-karya beliau diantaranya :
1. Tanbih Al-Muta‟allim
Kitab Tanbih Al-Muta‟allim merupakan kitab berbahasa Arab dan
termasuk salah satu karangan Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi. Dari segi
isinya kitab ini menggunakan metode Mau‟izah atau pemberian nasehat
dan membeikan arahan-arahan kepada peserta didik dengan
menggunakan bait nadzoman yang mudah dihaflkan.
At-Thursidi sendiri merupakan sebagai seorang pendidik serta
pemikir dalam dunia pendidikan. Hal ini ia dapatkan dari gurunya yang
bernama KH Hasyim Asy‟ari salah satu ulama besar Indonesia. Kitab ini
muncul karena inovasi Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi setelah mengkaji
kitab “adabul„alim wal muta‟alim” karya KH Hasyim Asy‟ari dengan
meringkas dan membuat bait-bait nadzoman untuk mempermudahkannya
(Maisur, 1997. Semarang).
31
2. Nayl al-Amal fi Qawaid al-I‟lal
Kitab setebal 103 halaman ini sudah digunakan di Pondok
Pesanteen Ringinagung sejak tahun 1971 M. Kitab Nayl al-Amal fi
Qawaid al-I‟lal menjelaskan tentang ilmu shorof berupa kaidah-
kaidah I‟lāl. Kaidah I‟lāl adalah tatacara merubah bentuk kosa kata bahasa
arab untuk memperbaiki kata-kata tersebut yang semula berat agar menjadi
ringan dengan tanpa merubah arti kosa kata tersebut. Kitab ini memuat 35
kaidah penting dalam ilmu shorof dengan berbentuk kalam syair yang ber-
bahar thowīl sebanyak 102 bait nadzoman sekaligus diberi penjelasan
secara ringkas pada setiap bait-baitnya.
Sasaran Kitab Nayl al-Amal fi Qawaid al-I‟lal adalah madarasah-
madrasah diniyah pada tingkatan Ibtidaiyah (pemula) karena memiliki
aspek-aspek sebagai berikut :
a) Isinya yang ringkas, dapat memudahkan para peserta didik pemula
dalam menghafalkan lafazh-lafazh dan memahami arti-arti yang
terkandung di dalamnya.
b) Dilengkapi kaidah-kaidah beserta contoh-contohnya yang
diurutkan sesuai dengan masalah-masalah dalam kitab al-Amtsilah
at-Tashrifiyah karya kiai Ma‟shum Tebu Ireng, Jombang. Sehingga
memudahkan guru dalam mengajarkan kitab al-Amtsilah at-
Tashrīfiyah dan memberi pengetahuan kepada para peserta didik.
(Maisur : Nail Al-Amāl Fī Qowāid Al-I‟lāl, (Kediri: Pondok
Pesantren Mahir Ar-Riyadl Ringinagung).
32
Kemudian disempurnakan dengan kitab Al-Ikmal fi bayan Qawaid
al-I‟lal berisikan bait-bait Nadzoman tentang I‟lāl secara lebih rinci.
3. Tamhid al-Bayan fi Tajwid As-Syibyan.
Tamhid al-Bayan fi Tajwid As-Syibyan merupakan kitab yang
berisi kajian ilmu tajwid terfokus pada bagian Makhorij al-Huruf dan sifat-
sifatnya. Untuk menjelaskan tentang tatacara atau metode mengajarkan
kitab Tamhīd al-Bayān, at-Thursidi membuat kitab rujukan yakni Tahdzib
al-Lisan fi Kafiyati Tadrisi al-Bayan yang berisi cara-cara untuk
mengantisipasi terjadinya lahn yang merusak arti lafaz-lafadz yang dituju.
Lahn adalah pengucapan huruf hijaiyah yang tidak sesuai dengan makhroj
atau sifatnya.(Maisur : Tamhid al-Bayan fi Tajwid As-Syibyan. Kediri:
Pondok Pesantren Mahir Ar-Riyadl Ringinagung).
4. Tadrib An-Nujaba fi ba‟di Isthilahat al-Fuqaha.
Kitab Tadrib An-Nujaba fi ba‟di Isthilahat al-Fuqaha merupakan
karya at-Thursidi dalam bidang fiqih khusunya pejelasan istilah-istilah
yang sering di gunakan para ahli fiqih seperti Fardhu, I‟adah, Qadha‟ dan
lain sebagainya. At-Thursidi mentashhihkan kitab Tadrib An-Nujaba fi
ba‟di Isthilahat al-Fuqaha kepada Kiai „Ali Mahrus Lirboyo. Kiai
Mahrus langsung menyatakan bahwa kitab ini dapat digunakan dan
percaya penuh kepada Kiai Maisur utamanya dalam hal keilmuan dan
penyusunan karya ilmiah.
Yang menarik dari kitab ini yakni adanya foot note pada lafazh-
lafazh yang perlu untuk diberi keterangan. Dilajutkan dengan lahirnya
33
Kitab Umdah al-Fudala Syarh „ala Tadrib An-Nujaba yang hadir sebagai
penjelasan dan membantu untuk memahami syair-syair dalam
kitab Tadrīb an-Nujabā‟. Seperti halnya kitab al-„Umdah, kitab ini hadir
sebagai sebagai penjelasan dan membantu untuk memahami syair-syair
dalam kitab Tadrīb an-Nujabā‟. Hanya saja kitab ini lebih ringkas dari
kitab „Umdah. Dan belum diterbitkan dan masih berupa tulisan tangan.
(Maisur : Tadrib An-Nujaba fi ba‟di Isthilahat al-Fuqaha. Kediri: Pondok
Pesantren Mahir Ar-Riyadl Ringinagung).
5. Al-Hawashi al-Munadirrat fi abniyyat al-Auqat wa al-Jihat
Kitab ini tersusun sistematis berbahasa arab dan Indonesia pegon
berupa kalam syair berbahar rojaz yang diberi keterangan dan disertai
rumus-rumus matematik. Kitab setebal 128 halaman ini membahas tentang
tata cara mencari arah qiblat, masuknya sholat lima waktu, volume dan
berat bumi, bulan dan matahari. Singkatnya, dalam kitab ini banyak
menerangkan hal-hal menarik mengenai seputar ilmu astronomi, namun
disayangkan kitab ini belum tercetak dan diterbitkan untuk umum.
(Maisur : Al-Hawashi al-Munadirrat fi abniyyat al-Auqat wa al-Jihat
Kediri: Pondok Pesantren Mahir Ar-Riyadl Ringinagung)
6. Al-Ibdā‟ al-Wāfī fī „Ilmayi al-„Arūdli wa al-Qowāfi.
Kitab setebal 132 halaman ini ditulis dengan kalam syair
berbahar rojaz disertai dengan keterangan berbahasa arab. Kiai Maisur
menegaskan bahwa ilmu syair adalah fan ilmu yang sangat penting, karena
dengan ilmu syair dapat seorang akan dapat menbedakan antara kalam
34
syair dan kalam bukan syair. (Maisur : Al-Ibdā‟ al-Wāfī fī „Ilmayi al-
„Arūdli wa al-Qowāfi. Kediri: Pondok Pesantren Mahir Ar-Riyadl
Ringinagung)
7. Risālah Tanbīh fī Nahdloh al-„Ulamā‟ (NU).
Risalah ini disusun sebagai respon atas hasil keputusan Nahlatul
Ulama‟ pada tahun 1987 M di Situbondo Pasuruan yang menghasilkan
keputusan untuk tidak melibatkan NU pada dunia politik prakstis yang
dikenal dengan khittoh NU. Secara pemikiran hal tersebut bersebrangan
dengan kiai Maisur yang menyatakan bahwa NU tahun 1926 M (era kiai
Hasyim Asy‟ari) itu berpolitik. Risālah Tanbīh fī Nahdloh al-„Ulamā‟
(NU) menjelaskan tentang sejarah berdirinya NU dan sikap politik NU
menurut pandangan kiai Maisur Sindi. (Maisur : Risālah Tanbīh fī
Nahdloh al-„Ulamā‟ (NU). Kediri: Pondok Pesantren Mahir Ar-Riyadl
Ringinagung, )
8. Risālah Ma‟mūm Muwāfiq lan Ma‟mūm Masbūq.
Kitab setebal 35 halaman ini adalah tarjamah nukilan dari kitab-
kitab fiqh yang mengulas tentang Ma‟mūm Muwāfiq dan Ma‟mūm
Masbūq. Kitab ini ditulis dengan bahasa jawa pegon disisipkan ibarat dari
kitab fiqh yang mudah dipahami oleh semua tingkatan peserta didik.
(Maisur : Risālah Ma‟mūm Muwāfiq lan Ma‟mūm Masbūq. Kediri:
Pondok Pesantren Mahir Ar-Riyadl Ringinagung).
35
9. At-Tamrīdl.
Kitab setebal 61 halaman ini ditulis dengan bahasa Indonesia.
Kitab At-Tamrīdl adalah karya terakhir kiai Maisur Sindi menjelang beliau
wafat. Kitab At-Tamrīdl membahas tentang tata cara merawat orang sakit
dan orang yang meninggal mulai dari peroses memandikan, mengkafani,
menyolati sampai menguburkannya. (Maisur : At-Tamrīdl.. Kediri: Pondok
Pesantren Mahir Ar-Riyadl Ringinagung)
36
BAB III
DESKRIPSI DATA
A. Etika Menuntut Ilmu
1. Pengertian Etika Menuntut Ilmu
a. Etika
Manusia sebagai makhluk yang diberikan akal dengan
sempurna pada dasarnya mengerti dan mampu membedakan apa yang
baik dan apa yang buruk. Pengetahuan manusia akan hal baik dan
buruk merupakan pembawaan yang telah ada setiap diri manusia.
Dalam hal ini Allah telah berfirman dalam Q.S al-Maidah ayat 100 :
Artinya : Katakanlah: "tidak sama yang buruk dengan yang baik,
meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu,
Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang
berakal, agar kamu mendapat keberuntungan."
Ayat tersebut secara implisit telah menunjukkan bahwa
manusia mempunyai tanggapan baik dan buruk sebelum menghadapi
kenyataan hidup didunia. Sehingga bisa dapat dikatakan bahwa
manusia telah memiliki pengetahuan tentang etika atau persoalan
mengenai baik dan buruk.
37
Etika yang dalam bahasa Arab disebut akhlaq, merupakan
jamak dari kata khuluq yang berarti adat kebiasaan, perangai, tabiat,
watak, adab dan agama.Sedangkan Sudarwan Danim (2010: 160)
Etika pada dasarnya berkaitan dengan dampak tindakan individu pada
orang lain (Sudarwan Danim, 2010: 160). Sedangkang menurut
Burhanudin Salam dalam Muhammad Alfan (2011:17) Istilah etika
berasal dari kata latin, yakni ethic sedangkan dalam bahasa Greek,
Ethikos yaitu a body of moral principle or value. Ethic, arti
sebenarnya ialah kebiasaan, habit. Jadi, dalam pengertian aslinya, apa
yang disebutkan baik itu adalah yang sesuai dengan kebiasaan
masyarakat (pada saat itu).
Lambat laun pengertian etika itu berubah dan berkembang
sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan manusia. Perkembangan
pengertian etika tidak lepas dari subtansinya bahwa etika adalah suatu
ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku
manusia, mana yang di nilai baik dan mana yang jahat. Istilah lain dari
etika, yaitu moral, susila, budi pekerti, akhlak. Etika merupakan ilmu
bukan sebuah ajaran.
Ahmad Amin mengartikan etika, adalah suatu ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
oleh manusia, menyatakan apa yang seharusnya dituju oleh manusia
dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan
apa yang seharusnya diperbuat.
38
Untuk memperkuat istilah etika di atas, Ki Hajar Dewantoro
memberikan batasan tentang etika, yaitu suatu ilmu yang mempelajari
soal kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia semuanya, yang
mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan
dan perasaan sampai mengenai tujuannya dari perbuatan tersebut (Nur
Hidayat, 2013: 9)
Sehingga dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
yang dinamakan dengan etika adalah suatu ilmu yang membahas
tentang perilaku baik dan buruk yang berkembang sesuai dengan
adat dan norma yang berlaku dalam lingkungan masyarakat. Ada pula
teori mengenai etika ini didasarkan pada etika agama. Ketika
semua teori di atas bersifat filosofis dan semata-mata rasional dan
tidak merujuk kepada keimanan atau keyakinanagama, maka teori
etika ini mengukur etika sebagai suatu perbuatan yang dilakukan
bertujuan untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Sesuatu yang
dikatakan beretika manakala tujuannya adalah untuk menggapai ridha
Allah, dan sebaliknya jika hanya untuk mengejar perhatian orang lain
dengan keegoannya itu tidak bisa dikatakan dengan etika (Manpan
Drajat dan Ridwan Effendi, 2014: 11-12).
Al-Qur‟an dan As-Sunnah menjadi rujukan etika dalam Islam.
Dua sumber ini merupakan sentral segala sumber yang membimbing
segala perilaku dalam menjalankan ibadah, perbuatan atau aktivitas
39
umat Islam yang benar-benar menjalankan ajaran Islam (Ali Mudlofir,
2012: 40).
Hal ini menunjukkan etika pada sudut pandang agama. Etika
dari sudut pandang filosofis lebih menitik beratkan kepada
penggunaan akal pikiran, istilah lainnya yang memiliki konotasi
makna dengan etika adalah moral. Kata moral dalam bahasa Indonesia
berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan.
Kata mores ini mempunyai sinonim mos, moris, manner mores, atau
manners, morals. Kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang
mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani
yangmenjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.
Sedangkan kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos
yang menjadi etika (Manpan Drajat dan Ridwan Effendi, 2014: 13).
Moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan
untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak,
pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar,
salah, baik atau buruk. Jika pengertian etika dan moral tersebut
dihubungkan satu dan lainnya kita dapat mengatakan bahwa antara
etika dan moral memiliki obyek yang sama, yaitu sama-sama
membahas tentang perbuatan manusia untuk selanjutnya ditentukan
posisinya apakah baik atau buruk.
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral
memiliki perbedaan. Pertama kalau dalam pembicaraan etika, untuk
40
menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan
tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaraan
moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang
tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan
demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam
dataran konsep-konsep, sedangkan moral berada dalam dataran
realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di
masyarakat.Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam
moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat-istiadat,
kebiasaan dan lainya yang berlaku di masyarakat (Abuddin Nata,
2003: 92-93).
Dengan demikian moral merupakan sikap atau perilaku yang
ada dalam masyarakat yang timbul karena kesadaran bukan timbul
karena paksaan, yang timbul karena kesadaran dari dalam diri yang
bersangkutan sehingga membentuk perilaku yang baik atau buruk,
benar atau salah. Selain itu pula istilah etika sering dikonotasikan
dengan istilah akhlak. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab
khuluq jamak dari akhlak. Menurut bahasa, akhlak adalah
perangai, tabiat, dan agama. Kata tersebut mengandung segi-segi
persesuaian dengan perkataan khalq yang berarti “kejadian”, serta
erat hubungannya dengan kata khaliq yang berarti “Pencipta” dan
makhluk yang berarti “yang diciptakan” (Rosihon Anwar, 2010:
11).
41
Sedangkan pengertian akhlak secara terminologis, menurut
Ibnu Maskawaih mengemukakan bahwa akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertibangan (A. Tafsir
dkk, 2004: 307- 308) Sedangkan menurut Imam Al-Ghozali:„Akhlaq
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-
perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan”(Yunahar Ilyas, 2000: 1-2).
Jadi, pada penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
akhlak adalah sikap, tabiat, watak seseorang yang telah tertanam
dalam jiwa sehingga tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan
sebelumnya sehingga perilaku yang dikerjakan benar-benar spontan
tanpa dibuat-buat dengan demikian akhlak adalah sifat yang dimiliki
oleh seseorang yang diaplikasikan dalam kehidupan sosial masyarakat
yang bersumber dari nilai-nilai agama. Dari ketiga istilah tersebut
ada yang mengatakan sama padahal dari ketiga istilah tersebut
selain memiliki persamaan terdapat pula perbedaan, berikut adalah
persamaan dan perbedaan dari akhlak, etika dan moral menurut
Rosihon Anwar (2010: 19-20) antara lain sebagai berikut: Ada
beberapa persamaan antara akhlak, etika dan moral, yaitu sebagai
berikut:
a. Akhlak, etika dan moral mengacu pada ajaran atau gambaran
tentang perbuatan, tingkah laku, sifat dan perangai yang baik.
42
b. Akhlak, etika, dan moral merupakan prinsip atau aturan hidup
manusia untuk mengukur martabat dan harkat kemanusiaannya.
Semakin tinggi kualitas akhlak, etika, moral, seseorang atau
sekelompok orang, semakin tinggi kualitas kemanusiaannya.
Sebaliknya, semakin rendah kualitas akhlak, etika, moral,
seseorang atau sekelompok orang, semakin rendah pula kualitas
kemanusiannya.
c. Akhlak, etika dan moral seseorang atau sekelompok orang
tidak semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat
tetap, statis, dan konstan, tetapi merupakan potensi positif
yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan dan aktualisasi
potensi positif tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan
keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat secara terus-menerus dengan
tingkat konsistensi yang tinggi.
Selain persamaan antara akhlak, etika, dan moral, sebagaimana
diuraikan di atas, terdapat pula beberapa segi perbedaan yang menjadi
ciri khas masing-masing. Pertama, Akhlak merupakan istilah yang
bersumber dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Nilai-nilai yang
menentukan baik dan buruk, layak atau tidak layak suatu perbuatan,
kelakuan, sifat, dan perangai dalam akhlak bersifat universal dan
bersumber dari ajaran Allah SWT.
43
Sementara itu, etika merupakan filsafat nilai, pengetahuan
tentang nilai-nilai dan kesusilaan tentang baik dan buruk.Jadi, etika
bersumber dari pemikiran yang mendalam dan renungan filosofis,
yang pada intinya bersumber dari akal sehat dan hati nurani.Etika
bersifat temporer, sangat bergantung pada aliran filosofis yang
menjadi pilihan orang-orang yang menganutnya. Dengan kata lain,
perbedaan di antara ketiga istilah itu adalah:
a. Akhlak tolak ukurnya adalah Al-Quran dan As-Sunnah;
b. Etika tolak ukurnya adalah pikiran atau akal;
c. Moral tolak ukurnya adalah norma yang hidup dalam
masyarakat (Abuddin Nata, 2003: 97-98).
Telah dijelaskan di atas mengenai perbedaan dan juga
persamaan yang terkandung dalam etika, moral dan juga akhlak.
Mungkin banyak orang yang mengira diantara ketiga istilah tersebut
memiliki istilah yang sama, sebenarnya ketiga istilah tersebut berbeda.
Etika adalah ilmu yang membahas tentang baik buruk seseorang yang
berkaitan dengan akal pikiran. Sedangkan moral adalah perilaku,
watak, perangai seseorang yang menyangkut baik dan buruk benar
atau salah yang berkembang sesuai dengan adat istiadat.
Yang terakhir adalah akhlak yaitu sifat atau tindakan
seseorang yang spontan dari orang itu sendiri tanpa dibuat-buat.selain
itu juga perbedaan yang terdapat dari ketiga istilah tersebut ialah,
44
antara dan moral bersumber dari pemikiran dan adat istiadat yang
berasal dari masyarakat sehingga sifatnya dinamis, sedangkan akhlak
bersumber dari ajaran agama yaitu al-Quran dan Sunnah sehingga
sifatnya universal. Meskipun ketiganya memiliki perbedaan tetapi
antara ketiga istilah tersebut memiliki kesinambungan dan saling
menggunakan satu sama lain.
b. Objek Etika
Menurut Al-Kindi, seorang filsuf muslim pertama di dunia
Islam, tujuan terakhir filsafat terletak pada moralitas, sedangkan
tujuan etika adalah untuk mengetahui kebenaran, kemudian berbuat
sesuai dengan kebenaran tersebut. Prinsip-prinsip utama etika
AlKindi bersifat Platonis dan Islami. Dengan demikian, kearifan,
perbuatan, dan renungan merupakan aspirasi tertinggi manusia yang
terpadu dalam diri manusia, tanpa menyamakan pengetahuan dan
kebajikan seperti yang dilakukan Socrates (Muhammd Alfan, 2011:
17-18).
Menurut Misieri dalam Muhammd Alfan (2011:34)
mengatakan, Setiap nilai termasuk pula nilai etis, tidak dapat berlaku
pada ketiadaan atau alam khayal. Untuk memberlakukan nilai,
diperlukan kejadian yang dapat diamati dan diteliti. Ia tidak
melayang-layang dalam ruang hampa, tetapi menuju pada sasaran
pengalaman.
45
Oleh karena itu, nilai etis ini tertuju pada perbuatan.
erbuatanlah yang dijadikan sebagai bahan tinjauan, tempat nilai etis
diterapkan. Dia akan menjadi objek, pada saat etika mencoba teori-
teori nilainya. Sehingga dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa
etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
Dengan demikian, objek dalam kajian etika adalah perbuatan
manusia.
Achmad Amin dalam Muhammad Alfan (2011: 35-36)
mengemukakan bahwa perbuatan yang dimaksud sebagai objek etika
ialah perbuatan sadar, baik oleh diri sendiri maupun oleh pengaruh
lain, yang dilandasi oleh kehendak bebas. Dengan demikian, objek
etika adalah perbuatan sadar bebas manusia, kemudian perbuatan itu
harus disertai niat dalam batin. Manusia di beri kebebasan, diberi hak
pilih untuk berbuat dan tidak berbuat. Akan tetapi, kebebasan di sini
bukanlah dalam arti tidak terbatas, melainkan kebebasan yang terkait
oleh norma yang berujung pada dua hal, yaitu yang membahagiakan
dan yang menyesatkan.
Tindakan mungkin juga di nilai sebagai baik atau buruk. Kalau
tindakan manusia dinilai atas baik-buruknya, tindakan itu seakan-akan
keluar dari manusia, dilakukan dengan sadar atas pilihan, dengan satu
perkataan: sengaja. Faktor kesengajaan ini mutlak untuk penilain
baik-buruk, yang disebut penilain etis atau moral (Poedjawiyatna,
1990: 13-14).
46
Poedjawiyatna (1990: 15-16) menambahkan, kalau tidak ada
kesengajaan, pada prinsipnya tidak akan ada penilain baik buruk.
Kesengajaan adanya pilihan dan pilihan berarti adanya penentuan dari
manusia sendiri untuk bertindak atau tidak bertindak. Penentuan
manusia bagi tindakannya itu disebut kehendak atau kemauan.
Sehingga sasaran pandangn etika khusus kepada tindakan tindakan
manusia yang dilakukan dengan sengaja.
Sehingga dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa objek
kajian etika adalah perbuatan sadar bebas manusia. Perbuatan sadar
bebas maksudnya bahwa perbuatan itu disengaja dan dikehendaki
untuk dilakukan oleh pelaku untuk mencapai tujuan yang
dinginkannya. Sedangkan bebas maksudnya, seseorang tersebut bebas
untuk berbuat dan tidak berbuat, tetapi kebebasan di sini bukanlah
bebas sebebas-bebasnya tanpa ada kendali tetapi kebebasan di sini
adalah kebebasan yang terikat oleh norma.
c. Tujuan Etika
Etika merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk
dikatakan baik dan buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan
para filosof barat mengenai perbuatan yang baik atau buruk dapat
dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil
berpikir. Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan
antrophocentris, yakni berdasarkan pada pemikiran manusia dan
47
diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau
pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia (Abuddin Nata,
2003: 92).
Tujuan etika adalah untuk menjelaskan norma-norma atau
keputusan-keputusan perbuatan manusia tentang nilai-nilai moral,
yang sering dianggap sebagai etika teoritis (Nur Hidayat, 2013:12).
Sedangkan menurut Manpan Drajat dan Ridwan Effendi (2014: 11-
12), etika sebagai suatu perbuatan yang dilakukan bertujuan untuk
mendapatkan ridha Allah SWT. Sesuatu yang dikatakan beretika
manakala tujuannya adalah untuk menggapai ridha Allah, dan
sebaliknya jika hanya untuk mengejar perhatian orang lain dengan
keegoannya itu tidak bisa dikatakan dengan etika.
Dari penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa,
etika ialah sebagai penilai dan penentu atau sebagai standar atau
pedoman bagi individu atau kelompok tentang perbuatan manusia
dikatakan baik atau buruk. Sehingga adanya etika bertujuan untuk
membentuk manusia memiliki perilaku baik, berbudi pekerti,
bertingkah laku, dan beristiadat yang baik sesuai dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat dan sesuai juga dengan ajaran agama.
d. Etika Menuntut Ilmu
Ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang berasal dari
pengamatan panca indera, dari pengalaman yang disebut dengan
pengetahuan empirik. Ilmu juga dapat berawal dari cara berpikir
48
manusia dengan menggunakan rasio. Ilmu seperti ini disebut dengan
pengetahuan rasional.
Al-ghazali dalam kitab Ihya‟ Ulumuddin membagi Ilmu
menjadi 3 bagian yakni ilmu hissiyah yaitu ilmu yang diperoleh
manusia melalui penginderaan atau alat indra, ilmu aqliyah diperoleh
melalui kgiatan berfikir (akal) dan ilmu ladunni yang diperoleh
langsung dari Allah SWT tanpa proses pengindraan dan pemikiran
melainkan melalui hati dalam bentuk ilham.
Jadi etika menuntut ilmu adalah tingkah laku manusia yang
mengakumulasikan pengetahuan yang berasal dari hasil pola pikir
manusia baik terwujud dari sikap, perbuatan, atau perilaku sesuai
dengan norma yang ada.
2. Peserta Didik
a. Pengertian Peserta Didik
Peserta didik merupakan anak yang sedang tumbuh dan
berkembang, baik dari segi fisik maupun dari segi mental psikologis
(Jumali, 2004: 35). Dalam pengelolaan belajar mengajar, guru dan
murid memiliki peranan yang penting. Peserta didik adalah pribadi
yang unik, yang mempunyai potensi dan dan mengalami proses
perkembangan. Dalam proses berkembang itu peserta didik
membutuhkan bantuan yang sifat dan coraknya tidak ditentukan
oleh guru tetapi oleh peserta didik itu sendiri,dalam suatu kehidupan
bersama dengan individu-individu lain.
49
Dalam interaksi belajar peserta didik berfungsi sebagai
subyek dan obyek. Sebagai subyek, karena peserta didik yang
menentukan hasil sendiri sesuai dengan kemampuanya sendiri
dalam rangka mencapai hasil belajar dan sebagai obyek, karena
peserta didik yang menerima pelajaran dari guru, murid menerima
pelajaran, bimbingan dan berbagai tugas dan perintah dari guru
(Zakiah Daradjat,1984 : 210-211).
Pengertian peserta didik menurut ketentuan umum Undang
Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi
diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik adalah orang yang
mempunyai pilihan untuk menempuh ilmu sesuai dengan cita-cita
dan harapan masa depan (Muhamad Mustari, 2014: 108).
b. Kewajiban Peserta Didik
Peserta didik tidak akan mendapat kesuksesan ilmu
pengetahuan dan tidak akan mendapat kemanfaatan dari pengetahuan
yang dimilikinya, jika tidak mengagungkan ilmu pengetahuan itu
sendiri, menghormati ahli ilmu dan mengagungkan guru.
Diterangkan, bahwa seseorang akan mencapai sesuatu kesuksesan
kalau dia sendiri mengagungkan sesuatu yang dicarinya, demikian
pula kegagalan seseorang lantaran tidak mau mengagungkan sesuatu
yang sedang di carinya. (Mudjab Muhali, 1984: 281).
50
Ibnu Qoyyim dalam Maragustam (2012: 143-144) membagi
etika peserta didik menjadi tiga bagian yakni etika yang berkaitan
dengan kepribadian, etika yang berkaitan dengan ilmu yang sedang
dicarinya dan etika yang berhubungan dengan murabbi
(pendidiknya). Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Ahmad Maisur
Sindi at-Thursidi dalam kitab Tanbih al-Mut‟allim yang menyatakan
bahwa peserta didik harus memiliki etika sebelum berada di
madrasah sampai sesudah selesai pembelajaran, dan etika terhadap
guru, diri sendiri, orang tua dan ilmu yang dipelajarinya.
B. Etika Menuntut Ilmu Menurut Ahmad Masiur Sindi At-Thursidi dalam
Kitab Tanbih Al-Muta’allim
Etika menuntut ilmu dalam kitab Tanbih Al-Muta‟allim sudah bisa
terdeteksi pada nama kitabnya yang berarti “peringatan bagi peserta didik”.
Disini At-Thursidi mulai mengukir buah karyanya dengan terlebih dahulu
membaca basmallah dan memanjatkan pujian kepada Allah Swt sebagai sang
Pencipta, dilanjutkan kemudian membaca shalawat kepada Rasullullah Saw,
para keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Hal ini menunjukkan kecintaan at-Thursidi terhadap Allah dan Rasul-
Nya yang termanifestasi dalam awal karangannya. Tanbih Al-Muta‟allim
secara keseluruhan terdiri dari 9 bab, penulis menganalisis ada 7 bab yang
mengandung etika menuntut ilmu, berikut akan dipaparkan secara ringkas:
1. Al-Adab qoblal hudlur (etika sebelum hadir di tempat belajar)
ا فََؼَل ََ ٌٍ تَطٌَُّٖش َم ْديَِظ ِػْي ٍَ ْٜ إَِرا َحَضَشا # ْْثَِغ َٝ ٌِ ىِطَاىِِة اْىِؼْي
51
قَ َٗ اْعتَِٞاٌك َخا َٗ قَْذ طََُٖشْخ # تَطٌَُّٞة َٗ ْٞفٍَح َل ىُْثَظ ثَِٞاٍب َِّظ َُ ْذ َخ
Artinya: “Orang yang menuntut ilmu itu harus memiliki beberapa
adab yang bersifat syar‟i. Antara lain: Sebelum masuk ke dalam
tempat mencari ilmu (madrasah), disunnahkan untuk bersuci dengan
wudlu‟, memakai pakaian yang bersih dan suci serta memakai
parfum, dan menggunakan siwak. Supaya sampai di madrasah sudah
dalam keadaan rapi” (at-Thursidi,1997:4).
Melihat nadzom at-Thursidi di atas, tercermin nilai pendidikan
etika yaitu etika untuk menjaga kebersihan dan menjaga kesucian
merupakan hal yang sangat dianjurkan apabila hendak menjkaji atau
mencari ilmu mengingat diterangkan bahwa ilmu adalah Nur Allah,
maka bila hendak mencapainya harus suci jasmani dan rohani dengan
demikian diharapkan ilmunya bermanfaat dan membawa berkah dan
dapat diraihnya. Selain itu Al-Quran dalam berberapa firman-Nya
seperti dalam Q.S Al-Baqaraah : 222 dan Al-Muddasir : 4-5
menganjurkan untuk bresuci dan menjaga kebersihan sebagai berikut:
Artinya : Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat
dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
Artinya: dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa
tinggalkanlah.
Dari ayat di atas bisa dipastikan bahwa Allah sangat menyukai
mencintai orang-orang yang selalu menjaga kesuciannya dan
memerintahkan manusia untuk menjaga kebersiahan pakaian. Seorang
peserta didik ilmu juga diharapakan memakai wangi-wangian karena
52
hal tersebut merpakan sunnah dari Nabi Muhammad SAW seperti
dalam haditsnya dari Ibni Abbas ra berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda :
“Hari ini (Jumat) adalah hari besar yang dijadikan Allah untuk
muslimin. Siapa di antara kamu yang datang shalat Jumat hendaklah
mandi dan bila punya parfum hendaklah dipakainya. Dan hendaklah
kalian bersiwak”.
Hal ini menunjukan bahwa seorang peserta didik dituntut agar
selalu berpenampilan rapi. Dalam lanjutan nadzamnya At-Thursidi
menambahkan :
َل َُ ُُ َحاِضًشا َم ْ٘ ْٜ َُٝن ٌٍ َم ِٔ ىََذٙ # تََؼيُّ ْٞ ْحتَاٌج إِىَ ٍُ َ٘ ا ُٕ ٍَ ُِٝؼذَّ
Artinya: “Menyiapkan peralatan yang akan dibawa ketika belajar,
supaya ketika hadir di madrasah sudah tidak perlu kembali lagi
karena ada yang masih kurang” (at-Thursidi,1997:5).
Inti dari Nadzom di atas yakni setiap peserta didik diharapkan
ketika datang ke madrsah sudah dalam keadaan siap menerima ilmu
dari gurunya. Artinya peralatan yang dibutuhkan sudah disiapkan
sebelumnya.
2. Al-Adab fii majlisi al-ta‟allumi (karakter di tempat belajar)
ٍُ تَاِسٍص ََلئٍِق َْٝؼتَاُد قَْذ قَثَِل َنا # ََ ْٞثٍَح تِ قَاٍس َٕ َٗ ِْ فِٚ ْىَْٞدِيَغ َٗ
Artinya: “Peserta didik dianjurkan duduk yang tenang, menghormati
guru dan ilmu di tempat yang sesuai dengan adab, maksudnya tidak
terlalu dekat, tetap (istiqomah), serta menghadap ke guru dan arah
kiblat” (at-Thursidi,1997:5).
Kelas yang mendukung pembelajaran adalah kelas yang
kondusif, tenang dan nyaman baik bagi peserta didik maupun seorang
53
guru. Hal ini bisa diwujudkan dengan banyak hal mulai dari peraturan
kelas, tata letak kursi dan meja pesertadidik dan lain sebagainya.
ْٞقَُٔ فِ ْ٘ ِّٜ تَ ٌَّ َصَلِج اىَّْثِ َذىٍَح # ثُ َْ ْديًِغا تَِح ٍَ ٌُ َعؤَََل َْٝفتَُح َْٝختِ
Artinya: “Kemudian ia memulai belajar dengan mengucapkan
basmallah, hamdallah, dan shalawat untuk Nabi Muhammad SAW.
sekeluarga dan para sahabat. Begitu pula ketika mengahiri juga
mengucap hamdallah” (At-Thursidi,1997:6).
Berdoa adalah adalah pengharapan seseorang kepada Allah
SWT agar di kabulkan sesuatu yang di inginkan baik keinginan
duniawi maupun akhirat. Dalam firman-Nya Q.S Al-Mu‟min 40:60
sebagai berikut :
Artinya: Dan Tuhanmu berfirman:"Berdoalah kepada-Ku,niscaya
akanKuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahannam dal
Top Related