Fungsi Sekolah dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum
Oleh : Hayati, M.Ag1
Abstrak
Sekolah atau lembaga pendidikan bukan hanya sebagai sarana memperoleh ilmu, tetapi merupakan khazanah pengembangan peradaban, yang fungsinya mewariskan segala potensi kepada generasi muda. Di antaranya adalah: mengembangkan kecerdasan, melatih keterampilan, membina kepribadian yang sempurna, peka terhadap kehidupan sosial dan sebagai transmisi kebudayaan serta mengembangkan nilai-nilai esensial sebagai bekal hidup manusia yang merupakan abdi Allah dipermukaan bumi ini.Sekolah dapat berfungsi dengan baik apabila didukung oleh kurikulum yang memenuhi aspirasi masyarakat dan pihak pengguna.
Kata kunci : sekolah, kurikulum, skill.
1 Penulis adalah dosen IAIN AR-Raniry, DPK pada Fakultas Tarbiyah Universitas Serambi Mekkah. Saat ini penulis sedang melanjutkan program doktoralnya di pascasarjana IAIN Ar-Raniry Konsentrasi Kependidikan Islam.
Hayati, M.Ag
I. PENDAHULUAN Sekolah merupakan salah satu elemen pendidikan yang membantu dalam
pembentukan anak serta perbaikan pendidikan mereka. Ketika Sekolah memiliki
niat baik serta metode-metode yang benar, yang dikelola oleh badan pendidikan
yang sungguh-sungguh, akan menghasilkan generasi yang sadar yang meyakini
tujuan bangsa. Di sisi lain tatkala sekolah mengabaikan tugas dan tanggung
jawab mereka, maka nilai-nilai bangsa akan runtuh dan prilaku generasi
mendatang akan mudah terpengaruh hal-hal negatif.
Pendidikan di sekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha murid secara
individual atau berkat interaksi murid dan guru dalam proses belajar mengajar,
melainkan juga oleh interaksi murid dengan lingkungannya. Anak itu berbeda-
beda bukan hanya karena berbeda bakat atau pembawaannya akan tetapi mereka
berbeda karena membawa kebudayaan rumah tangganya, yang mempunyai
corak tertentu bergantung pada status sosial, agama nilai-nilai yang dijalankan
orang tuanya. Mengutip Pendapat Djohar, pendidikan harus berorientasi pada
pembangunan yang berwawasan kemanusiaan yang menekankan perhatian
terhadap manusia sebagai individu secara utuh, tidak hanya terbatas pada
dimensi psikologis, motorik atau pengetahuan saja, namun pada keutuhan
antropologis anak didik sebagai manusia, dalam arti, sebagai pribadi dengan
segala karakteristik fisik dan psikisnya serta karakter sosial budayanya. Fokus
pendidikan yang diarahkan pada pembangunan kemanusiaan meliputi cara
memperlakukan sasaran pendidikan, yaitu individu anak dalam proses
pendidikan yang manusiawi, sistem-sistem pendidikan yang dilaksanakan,
manajemen pendidikan, penyelenggaran pendidikan termasuk kegiatan belajar
mengajar yang dilaksanakan.
152 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Fungsi Sekolah dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 153
II. PEMBAHASAN 1. Konsep Sekolah
Sekolah menurut pengertiannya adalah lembaga penyelenggara kegiatan
belajar mengajar.2 suatu lembaga yang diselenggarakan untuk menciptakan
situasi dan kondisi yang sesuai untuk pelaksanaan proses belajar mengajar.
Proses belajar mengajar sendiri dalam pengertian umum sering disebut dengan
pendidikan.
Lembaga pendidikan yang paling refresentatif secara teoritis adalah
sekolah. Alasannya sederhana, di dalam lembaga sekolah segala sesuatu; baik
materi yang diajarkan, pengajar, siswa sistem dan metode pengajaran maupun
tempat pembelajaran itu sendiri direkayasa sedemikian rupa untuk tujuan
pendidikan. Dengan kata lain sekolah adalah lembaga yang sesungguhnya dari
pendidikan.
Perekayasaan tersebut disusun dalam bentuk; pengajar dan siswa,
kurikulum, perjenjangan, metode pengajaran, aturan dan tata tertib sekolah,
fasilitas pembelajaran sampai pada gedung tempat pembelajaran itu sendiri.
Semua direncanakan dan direkayasa sedemikin rupa dengan tujuan berhasilnya
proses pendidikan.
2. Pendidikan (sekolah) adalah Proses Pembudayaan Setiap bangsa, setiap individu pada umumnya menginginkan pendidikan,
pendidikan dimaksud di sini adalah pendidikan formal, semakin banyak dan
makin tinggi pendidikan makin baik kualitas bangsa. Bahkan diinginkan agar
setiap warga negara melanjutkan pendidikannya sepanjang hidup. Dalam setiap
kelompok, keluarga, sekolah, masyarakat terdapat cara cara berpikir dan
berbuat yang diterima dan diharapkan oleh setiap anggota kelompok atau
2W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN: Balai Pustaka,
1982),hal. 889.
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Hayati, M.Ag
154 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012
masyarakat. Pola kelakuan yang secara umum terdapat dalam suatu masyarakat
disebut kebudayaan.3 Kebudayaan meliputi keseluruhan pengetahuan,
kepercayaan, keterampilan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kebiasaan
manusia sebagai anggota masyarakat. H.A.R Tilaar4 mengatakan bahwa
pendidikan merupakan proses pembudayaan. Dengan kata Lain, pendidikan
antara satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan, ketika berbicara pendidikan,
maka kebudayaanpun ikut di dalamnya. Pendidikan memang bukan hanya
bertujuan menghasilkan manusia yang pintar dan terdidik, tetapi yang lebih
penting pendidikan mampu menciptakan manusia yang terdidik dan berbudaya
(education civilized human being). 5
Kebudayaan bukan hanya membentuk pribadi seseorang, tetapi juga
dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Dengan demikian jelaslah kiranya
bahwa pendidikan tidak lain dari proses pembudayaan. Tanpa pendidikan yang
inovatif dan kreatif maka kebudayaan akan hilang. Perkembangan kebudayaan,
penguasaan unsur-unsur baru, di dalam kebudayaan seperti kebudayaan global
hanya dapat terlaksana apabila pelaku-pelaku kebudayaan melalui pendidikan
adalah manusia-manusia yang inovatif dan produktif.
Pendidikan merupakan sebagian dari proses kebudayaan artinya apabila
pendidikan itu dilepaskan dari kebudayaan, maka tujuan pendidikan dapat
dimanipulasi ke arah yang kurang jelas atau bahkan ke arah yang salah dan
dapat direkayasa oleh kekuatan-kekuatan politik penguasa. Oleh karena itu
reformasi di bidang pendidikan di dukung oleh manusia-manusia yang berjiwa
reformasi yang berkesinambungan melalui pendidikan nasional yang didasarkan
kepada kebudayaan dengan nilai-nilai luhur yang ada di dalamnya.
3S.Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksaran, 1995), hal. 63.
4H.A.R Tilar, Pendidikan Baru, Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rinka Cipta, 2000), hal. 56. 5Syamsul Maarif, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hal. 71.
Syamsul Maarif, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hal. 71.
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Fungsi Sekolah dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 155
Menurut Moh. Yamin.6 Ada beberapa hal penting yang harus
diperhatikan dalam menata ulang konsep pendidikan: Pertama, harus
mewujudkan pendidikan demokratis. Pendidikan demokratis yang dimaksud
adalah sebagai pembebasan pendidikan manusia dari struktur dan sistem
perundangan yang mendudukkan manusia sebagai komponen. Pendidikan yang
demokratis juga merupakan pembebasan manusia dari depedensi atas realitas
objektif yang selalu menghambat dan mengganggu pengembangan diri untuk
beraktualisasi maju secara progresif.
Pendidikan demokratis tetap mempertahankan nilai-nilai lama yang
masih dapat dilestarikan untuk kepentingan masa depan selama tidak merusak
cita-cita masa depan pendidikan yang berkeadilan dan beradab. Lebih lanjut
Moh Yamin mengatakan ada lima tolok ukur bahwa pendidikan memberikan
peran kepada manusia:
a. Manusia merupakan makhluk sejarah. Dengan kata lain, manusia itu mampu
melakukan refleksi diri, mampu keluar dari dirinya, dan menengok
kebelakang, kemudian mengadakan penelitian dan perenungan yang
merupakan koreksi terhadap masa lalu dari sebuah kontruksi baru di masa
depan.
b. Manusia merupakan makhluk dengan segala individuaitasnya yang
memiliki ciri khas masing-masing dalam konteks lokalitas tertentu sehingga
merekapun bukan lagi berposisi sebagai objek dalam pendidikan, melainkan
subjek yang harus diperlakukan secara manusiawi dan mendapat
penghargaan selaku manusia yang bermartabat.
c. Manusia selalu membutuhkan sosialisasi guna menyatakan eksistensinya
dalam hubungan sosial.
d. Manusia hubungan dengan alam sekitarnya.
6 Moh Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia: Belajar dari Paulo Freire dan Kihajar Dewantara, (Jogjakarya: Ar-Ruzz Media, 2009), hal.203.
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Hayati, M.Ag
156 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012
Kedua, pendidikan merupakan wujud praksis perwujudan sebagai bangsa dan
manusia yang berbudaya. Dengan kata lain, pendidikan harus menghargai segala
budaya yang dimiliki oleh manusia dan bangsa tempat manusia itu tinggal.7
Sistem budaya organisasi sekolah yang diwariskan oleh sekolah kepada
anak didiknya akan berdampak besar pada cara pandang siswanya terhadap
sesuatu hal di masa depan. Kemudian secara nyata, akan berpegaruh kepada etos
kerja sekolah, di mana kepala sekolah, guru dan siswanya memiliki kesiapan
mental dan kekuatan moral untuk mencapai prestasi terbaik.
Sekolah yang memiliki budaya moral terbaik dapat ditandai dengan
beberapa ciri unik dalam tampilan sekolah, manajemen, guru dan siswanya.
Antara lain sebagai berkut:
1. Budaya Nilai. Tidak mungkin lahir sekolah yang berbudaya tanpa
menampilkan sistem nilai tertentu yang ditaati bersama.Misalnya sistem
nilai prilaku bermoral yang tercermin dalam segala tatanan budaya sekolah,
mulai cara brpikir, memandang permasalahn, dan mensikapi segala tindakan.
Semua persoalan senantiasa dilihat dari perspektif moral atau nilai yag
diyakininya.
2. Budaya kerja. Tidak ada ukuran yag begitu dihargai dalam budaya sekolah
kecuai menempatkan kualitas sebagai fokus di atas fokus.
3. Budaya belajar. Belajar bagi sekolah yang berbudaya, bukan saja dilakukan
untuk mencapai target prestasi belajar, tetapi untuk mengoptialkan proses
belajar prestasi.
4. Budaya Investasi. Tidak mungkin ada sekolah yang berprestasi, tanpa
adanya kesadaran bahwa segala tindakan yang dilakukan hanyalah sebagai
investasi bangsa.
7A. Waidl, Pendidikan Yang Memahami Manusia, dalam A. Atmadi dan Y Seryaningsih,
Tansformasi Pendidkan, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hal. 23-23.
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Fungsi Sekolah dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 157
5. Budaya Pelayanan. Sekolah yang baik adalah sekolah yang menawarkan
pelayanan terbaik, customer satisfaction. Sekolah yang memiliki pelayanan
yang jelek akan ditinggalkan peminatnya, sekalipun murah. Akan tetapi
sekolah yang menawarkan pelayanan terbaik, sekalipun menawarkan jasa
imbalan yang tinggi, akan tetap menjadi rebutan orang yang menyadari
pendidikan sebagai investasi masa depan.
6. Budaya Produktif. Hingga hari ini, sekolah atau perguruan tinggi belum
banyak berpikir tentang apa karya yang bisa dihasilkan. Seberapa besar bisa
menghasilkan benefit atau profit. Hidup yang tidak produktif adalah hidup
yang tidk bermakna.
7. Budaya menghargai hal yang kecil. Keunikan bukanlah merujuk kepada
hal-hal yang besar, tetapi mengarahkan hal-hal yang kecil untuk menjadi
besar. Banyak hal kecil yang tidak mendapatkan penghargaan, kemudian
menjadi besar di tangan orang-orang yang berani menghargai yang kecil
dengan potensi yang besar.8
Tujuh ciri utama di atas cukup memberikan gambaran bahwa sekolah yang
berbudaya telah menjadi pilihan yang tepat untuk menempatkan sekolah
menjadi pilihan yang terpilih.
3. Tiga Pilar Fungsi Sekolah Lembaga pendidikan formal atau sekolah dikonsepsikan untuk
mengemban fungsi reproduksi, penyadaran dan mediasi secara simultan.
Fungsi-fungsi sekolah itu diwadahi melalui proses pendidikan dan pembelajaran
sebagai inti bisnisnya. Pada proses pendidikan dan pembelajaran itulah terjadi
aktivitas kemanusiaan dan pemanusian sejati. Tiga pilar fungsi sekolah dapat
dilihat dalam gambar berikut ini.
8Mursidin, Moral Sumber Pendidikan; sebuah Formula Pendidikan Budi Pekerti di
sekolah Madrasah, (Bogor; Ghalia Indonesia, 2011).hal. 22
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Hayati, M.Ag
FungsiPendidikanSebagai
Penyadaran
FungsiMediasiPendidikan
FungsiProgresifPendidikan
PendidikanDan
Pembelajar
Dari gambar di atas tampak bahwa sekolah hanyalah salah satu dari
subsistem pendidikan, karena lembaga pendidikan itu sesungguhnya identik
dengan jaringan kemasyarakatan.
1. Fungsi penyadaran atau disebut juga fungsi konservatif bermakna bahwa
sekolah bertanggung jawab untuk mempertahankan nilai-nilai budaya
masyarakat dan membentuk kesejatian diri sebagai manusia.9 Pendidikan
sebagai instrumen penyadaran bermakna bahwa sekolah berfungsi
membangun kesadaran untuk tetap berada pada tataran sopan satun, beradab
dan bermoral di mana hal ini menjadi tugas semua orang. Hal ini diperkuat
oleh pendapat Freire, bahwa sistem pendidikan sebaiknya harus menjadi
kekuatan penyadar dan pembebas umat manusia.10
Kesadaran individu atau kelompok terdiri dari beberapa tingkatan:
Pertama; kesadaran naif ciri khasnya dengan prilaku orang yang terlalu
menyederhanakan atau mensiplikasikan dan mereorientasisasikan realitas.
158 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012
9 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Upaya Mengaktifkan Pendidikan Agama di
Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal.34. 10Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke lembaga
Akademik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hal. 1. Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke lembaga Akademik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hal. 1.
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Fungsi Sekolah dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 159
Orang yang memiliki kesadaran naif berusaha mereformasi individu-individu
yang tidak adil dengan asumsi bahwa sistem yang mewadahinya bisa bekerja
secara cepat.11
Kedua kesadaran magis;12 merupakan sebuah tatanan prilaku di mana orang
mengadaptasi atau menyesuaikan diri secara fatalistik dengan sistem yang ada.
Contoh. Begitu gampang orang ikut demonstrasi tanpa tujuan yang jelas, hanya
karena dibayar beberapa rupiah.
Ketiga kesadaran kritis; adalah sebuah kesadaran dengan menggunakan nalar
atau prilaku selektif sebagai basis bertindak.
Keempat kesadaran emosional; adalah kesadaran yang bersumber dari kata hati
terdalam dengan mempertimbangkan dampak sosial dan psikologis ketika
tindakan itu dilakukan atau tidak dilakukan.
Kelima kesadaran spiritual; adalah sebuah kesadaran yang dibangun atas dasar
kemampuan intelegensi dan emosi serta spiritual itu sendiri, sehingga ditemukan
kesejatian sebagai makhluk tuhan yang cinta akan fitrah.
1. Fungsi Reproduksi atau disebut juga dengan fungsi progresif merujuk pada
eksistensi sekolah sebagai pembaharu atau pengubah kondisi masyarakat
kekinian ke sosok yang lebih maju.
2. Fungsi Mediasi
Fungsi sekolah akan lebih lengkap jika pendidikan juga melakukan
fungsi mediasi, yaitu menjembatani fungsi konservatif dan fungsi progresif. Hal
yang termasuk dalam kerangka fungsi mediasi adalah kehadiran institusi
pendidikan sebagai wahana sosialisasi, pembawa bendera moralitas, wahana
proses pemanusiaan dan kemanusiaan umum, serta pembinaan idealisme sebagai
manusia terpelajar.
11Paulo Ffreire, Politik Pendidikan: Kebudayaan Kekuasaan dan Pembebasan, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2007), hal. 186. 12 Paulo Ffreire, Politik Pendidikan, hal. 186
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Hayati, M.Ag
160 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012
Komisi Internasional bagi pendidikan abad 21 yang dibentuk oleh
UNESCO melaporkan bahwa di era globalisasi ini pendidikan dilaksanakan
dengan bersandar pada empat pilar pendidikan, yaitu learning to know, learning
to do, to be, dan learning to live together13.
Dalam learning to know peserta didik belajar pengetahuan yang penting
sesuai dengan jenjang pendidikan yang diikuti, dalam learning to do peserta
didik mengembangkan keterampilan dengan memadukan pengetahuan yang
dikuasai dengan latihan (law of practice), sehingga terbentuk suatu keterampilan
yang memungkinkan peserta didik memecahkan masalah dan tantangan
kehidupan. Dalam learning to be, peserta didik belajar menjadi individu yang
utuh, memahami arti hidup dan tahu apa yang terbaik dan baik dilakukan , agar
hidup dengan baik. Dalam learning to live together, peserta didik dapat
memahami arti hidup dengan orang lain, dengan jalan saling menghormati,
saling menghargai serta memahami tentang adanya saling ketergantungan
(interdependency). Dengan demikian melalui keempat pilar pendidikan ini
diharapkan peserta didik tumbuh menjadi individu yang utuh, yang menyadari
segala hak dan kewajiban, serta menguasai ilmu dan teknologi untuk bekal
hidupnya.
4. Fungsi dan Peranan Sekolah Di dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional
pada pasal 13 ayat 1 disebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan
formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya
satu sama lainnya.
Peranan sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan keluarga,
maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar, serta memperbaiki dan
13Paulo Ffreire, Politik Pendidikan, hal. 186
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Fungsi Sekolah dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 161
memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarganya. Sementara
itu, dalam perkembangan kepribadian anak didik, peranan sekolah dengan
melalui kurikulum, antara lain sebagai berikut:
a. Anak didik belajar bergaul sesama anak didik, antara guru dengan anak didik, dan antara anak didik dengan orang yang bukan guru (karyawan)
b. Anak didik belajar menaati peraturan-perturan sekolah. c. Mempersipkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang
berguna bagi agama, bangsa dan negara.14 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pembentukan
kecerdasan (pengertian), sikap dan minat sebagai bagian dari pembentukan
kepribadian, dilaksanakan oleh sekolah.
Fungsi sekolah sebagaimana dirinci oleh Suwarno15 dalam bukunya Pengantar
Umum Pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan.
Selain bertugas untuk mengembangkan pribadi anak didik secara menyeluruh,
fungsi sekolah yang lebih penting sebenarnya adalah menyampaikan
pengetahuan dan melaksanakan pendidikan kecerdasan. Fungsi sekolah
dalam pendidikan intelektual dapat disamakan dengan fungsi keluarga dalam
pendidikan moral.
b. Spesialisasi
Di antara ciri semakin meningkatnya masyarakat adalah semakin
bertambahnya diferensiasi dalam tugas kemasyarakatan dan lembaga sosial yang
melaksanakan tugas tersebut. Sekolah mempunyai fungsi sebagai lembaga sosial
yang spesialisasinya dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
14 Lihat, Danah Zohar, Ian Marshall, Spiritual Intellegnce (Great Britain: Bloomsbury, 2000), hal.109. 15 Arif Rohman dan teguh Wiyono, Education Policy in Decentralization Era, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 90.
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Hayati, M.Ag
162 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012
c. Efisiensi
Sekolah atau pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dalam masyarakat
menjadi lebih efisiensi dengan alasan sebagai beirkut:1) Seumpama sekolah
tidak ada, sedangkan pekerjaan mendidik hanya dipikul oleh keluarga, maka hal
ini tidak akan efisien, karena orang tua selalu sibuk dengan pekerjaannya, serta
banyak orang tua tidak mampu melaksanakan pendidikan dimaksud.2).
Pendidikan sekolah dilaksanakan dalam program yang tertentu dan sistematis. 3)
Di sekolah dapat dididik sejumlah besar anak secara sekaligus.
d. Sosialisasi
Sekolah mempunyai peranan yang penting di dalam proses sosialisasi
membantu perkembangan individu menjadi makhluk sosial, makhluk yang dapat
beradaptasi dengan baik di masyarakat. Sebab bagaimanapun pada akhirnya dia
berada di masyarakat.
e. Konservasi dan Transimisi Kultur.
Fungsi lain dari sekolah adalah memelihara warisan budaya yang hidup
dalam masyarakat dengan jalan menyampaikan warisan budaya tadi (transmisi
kultur) kepada generasi muda, dalam hal ini tentunya adalah anak didik.
f. Transisi dari rumah ke masyarakat
Ketika berada dalam keluarga, kehidupan anak serba menggantungkan diri
pada orang tua, maka memasuki sekolah di mana ia mendapat kesempatan untuk
melatih berdiri sendiri dan tanggung jawab sebagai persiapan sebelum ke
masyarakat.16
Menururt Suwarno, fungsi sekolah yang utama ialah pendidikan
intelektual, yakni mengisi Otak anak dengan berbagai macam pengetahuan.
Sekolah dalam kenyataannya masih mengutamakan latihan-latihan mental
16Dalam istilah pendidikan, antara mendidik dan mengajar dapat dibedakan pengertiannya. Mendidik tidak hanya berupa proses pemberian ilmu pengetahuan kepada anak didik, tetapi lebih jauh berupa pemberian nilai. Sedang mengajar hanya diartikan sebagai proses pemberian ilmu pengetahuan kepada anak didik, tidak menyangkut nilai.
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Fungsi Sekolah dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 163
formal, yaitu suatu tugas yang pada umumnya tidak dapat dipenuhi oleh
keluarga atau lembaga lain. Oleh sebab memerlukan tenaga khusus
dipersiapkan untuk itu, yakni guru. Dalam pendidikan Formal yang biasanya
memegang peranan utama ialah guru dengan mengontrol reaksi dan respon
murid. Anak-anak biasanya belajar di bawah tekanan dan bila perlu paksaan
tertentu dan kelakuannya dikuasai serta diatur dengan berbagai aturan.
Kurikulum pada umumnya juga ditentukan oleh petugas pendidikan, guru atau
orang dewasa lainnya akan tetapi bukan oleh murid sendiri. Tidak selalu bahan
itu menarik minat anak atau fungsional dalam kehidupan anak itu. Maka guru
berusaha menarik minat anak, menggunakan paksaan atau macam-macam
motivasi ektrinsik.17
Sedangkan fungsi sekolah yang dikemukakan oleh S. Nasution:
a. Sekolah mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan
Anak yang telah menamatkan sekolah diharapkan sanggup melakukan
pekerjaan sebagai mata pencaharian atau setidaknya mempunyai dasar untuk
mencari nafkah. Makin tinggi pendidikan, makin besar harapan memperoleh
pekerjaan yang baik. Ijazah masih tetap dijadikan syarat penting untuk suatu
jabatan.walaupun ijazah itu sendiri tidak menjamin kesiapan sesorang untuk
melakukan pekerjaan tertentu. Akan tetapi dengan ijazah yang tinggi
seorang dapat memahami dan menguasi pekerjaan kepemimpinannya atau
tugas lain yang dapat dipercayakan kepadanya. Memiliki ijazah perguruan
tinggi merupakan bukti akan kesanggupan intelektuanya untuk
menyelesaikan studinya yang tidak mungin dicapai oleh orang yang rendah
kemampuannya.
17 Zahara Idris, Dasar-Dasar Kependidikan, (Bandung: Angkasa, 1981), hal. 69.
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Hayati, M.Ag
164 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012
b. Sekolah memberikan keterampilan dasar
Orang yang sekolah setidak-tidaknya pandai membaca, berhitung, menulis,
yang diperlukan untuk menghadapi masyarakat yang sekmakin modern.
Selain itu dipereh juga sejumlah pengetahuan seperti sejarah, geografi,
kesehatan, kewarganegaraan, fisika, kimia, bahasa dan lain-lain yang
membekali anak untuk melanjutkan pelajarannya, atau memperluas
pandangan dan pemahamanannya tentang masalah-masalah dunia.
c. Sekolah membuka kesempatan memperbaiki nasib
Sekolah sering dipandang sebagai jalan mobilitas sosial. Melalui pendidikan
orang dari golongan rendah dapat meningkat ke golongan yang lebih tinggi.
Orang tua mengharapkan anak-anaknya mempunyai nasib yang lebih baik
dan karena itu berusaha untuk menyekolahkan anaknya jika mungkin sampai
memperoleh gelar dari suatu perguruan tinggi. Gelar akademis sangat
membantu untuk menduduki tempat terhormat dalam dunia pekerjaan.
Mereka yang telah menduduki tempat yang tinggi memandang pendidikan
tinggi sebagai syarat mutlak untuk mempertahankan status sosialnya.
d. Sekolah menyediakan tenaga pembangunan
Bagi negara-negara yang sedang berkembang pendidikan dipandang sebagai
alat yang paling ampuh untuk menyiapkan tenaga yang terampil dan ahli
dalam segala sektor pembangunan. Kekayaan alam hanya mengandung arti
bila didukung oleh keahlian. Maka karena itu manusia merupakan sumber
utama bagi pembangunan negara.
e. Sekolah membantu memecahkan-masalah-masalah sosial
Masalah-masalah sosial diharapkan dapat diatasi dengan mendidik generasi
muda untuk mengelakkan atau mencegah penyakit-penyakit sosial seperti
kejahaatan, pertumbuhan penduduk yang melewati batas, pengrusakan
lingkungan, kecelakaan lalu lintas, narkotika dan sebagainya.
f. Sekolah Transmisi Kebudayaan
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Fungsi Sekolah dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 165
Demi kelangsungan hidup bangsa dan negara, kepada generasi muda
disampaikan nilai-nilai yang dijujung tinggi oleh bangsa itu. Setiap warga
negara diharapkan menghormati pahlawannya, menjunjung tinggi nilai-nilai
luhur yang diwariskan nenek moyang dan dengan demikian meresapkan rasa
kesatuan dan persatuan bangsa.
g. Sekolah membentuk manusia yang sosial
Pendidikan diharapkan membentuk manusia sosial, yang dapat bergaul
dengan sesama manusia sekalipun berbeda agama, suku-suku bangsa
pendirian, dan sebagainya. Ia juga harus dapat menyesuaikan diri dalam
situasi sosial yang berbeda.
h. Sekolah merupakan alat transformasi kebudayaan
Sekolah terutama perguruan tinggi diharapkan menambah pengetahuan
dengan mengadakan penemuan-penemuan baru yang dapat membawa
perubahan masyarakat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
membawa perubahan yang besar di dunia ini. Sekolah dapat digunakan
untuk merekonstruksi masyarakat bahkan dapat mengontrol perubahan
perubahan itu dengan cara sosial engineering.
i. Sekolah sebagai tempat penitipan anak
Sekolah juga dipandnag sebagai tempat penitipan anak khususnya anak
pra sekolah. Seperti PAUD, Play Group dan taman kanak-kanak.
j. Sekolah merupakan sarana memilih jodoh
Sambil menunggu waktunya sampai umur untuk dapat dinikahkan.18
Dalam kaitanya dengan pengembangan kurikulum, Peran dan tanggung jawab
sekolah dalam mengembangkan kurikulum adalah sebagai berikut:
a. Berkolaborasi dengan sekolah lain untuk membentuk tim pengembang
SKKD tingkat kecamatan dan mengembagkan SKKD sesuai dengan kondisi
18 Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, (Jakarta: Aksara, 1985), hal. 70.
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Hayati, M.Ag
166 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012
dan kebutuhan daerah. Hal ini dapat dilakukan dalam kelompok kerja guru
(KKG) atau musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) Kecamatan.
b. Membentuk tim pengembang SKKD tingkat sekolah bagi yang mampu
melakukannya.
c. Mengembangkan SKKD sendiri bagi yang mampu dan memenuhi kriteria
untuk melakukannya.
d. Mengidentifikasi kompetensi sesuai dengan perkembangan peserta didik dan
kebutuhan daerah yang perlu dikembangkan ke dalam kurikulum.
e. Memohon bantuan dinas kabupaten dan kota dalam proses penyusunan
kurikulum.
f. Menguji kelayakan kurikulum Prosedur Pengembangan SSKD di yang
diimplementasikan di sekolahnya, melalui analisis kualitas isi, analisis
kompetensi dalam kaitannya dengan peningkatan prestasi belajar peserta
didik.
g. Memberikan masukan kepada dinas pendidikan kabupaten dan kota, dinas
pendidikan provinsi, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dan pusat
kurikulum depatemen pendidikan nasional, berkaitan dengan efektifitas dan
efisiensi kurikulum, berdasarkan kondisi aktual di lapangan.
h. Menerapkan kurikulum (melaksanakan pembelajaran sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan sekolah baik bantuan sendiri maupun yang
disusun oleh sekolah lain.
i. Memperbaiki, dan meningkatkan kualitas kurikulum dan kualitas
pembelajaran secara terus menerus dan berkesinambungan.19
Untuk memberi kemudahan kepada guru dan kepala sekolah dalam
melakukan pengembangan SKKD di sekolah, perlu dipahami prosedurnya, baik
yang mencakup perencanaaan, pelaksanaan, evaluasi maupun revisi.
19 Suwarno, Pengantar Umum, hal. 70.
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Fungsi Sekolah dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 167
Perubahan kurikulum merupakan salah satu upaya pemerintah untuk
meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan agar dapat mencapai
keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi seperti
yang digariskan dalam haluan negara. Dengan demikian perubahan kurikulum
diharapkan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang dihadapi
oleh dunia pendidikan dewasa ini. Terutama dalam memasuki era globalisasi
yang penuh dengan berbagai macam tantangan. Lebih dari itu perubahan dan
penyempurnaan kurikulum diharapkan mampu membawa bangsa dan negara ke
luar dari krisis multidensional, terutama krisis mental dan moral. Hal ini
dimunginkan karena salah satu kelebihan kurikulum yang disempurnakan
adalah memberikan kesempatan yang lebih luas terhadap sekolah dan daerah
dalam pengembangan SSKD. Sekolah dan daerah yang mempunyai
kemampuan mandiri dapat menyusun kurikulum dan mengembangkan SKKD
yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
5. Implikasi Sekolah (Pendidikan) dalam Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan acuan mengajar dan sekaligus landasan
pembentukan kepribadian dan karakter anak didik. Kurikulum merupakan inti
sebuah sekolah. Menurut (Doll, 1964: 15) menegaskan bahwa kurikulum itu
adalah perencanaan yang ditawarkan, bukan yang diberikan, karena
pengalaman. Menurut Westmeyer menekankan bahwa pengembangan
kurikulum itu harus didasarkan pada hasil analisis terhadap berbagai kebutuhan
siswa. (Westmeyer, 1981: 39) .Kurikulum menurut Sukmadinata memiliki
beberapa karakteristik (Sukmadinata,1997: 27), yaitu:
1. Kurikulum sebagai suatu substansi, yakni bahwa kurikulum adalah sebuah
rencana kegiatan belajar para siswa di sekolah, yang mencakup rumusan-
rumusan tujuan, bahan ajar, proses kegiatan pembelajaran, jadwal evaluasi
hasil belajar.
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Hayati, M.Ag
2. Kurikulum sebagai sebuah sistem, yakni kurikulum merupakan rangkaian
konsep tentang berbagai kegiatan pembelajaran yang masing-masing
memiliki keterkaitan dengan yang lain.
3. Kurikulum merupakan sebuah konsep yang dinamis, yakni kurikulum
merupakan konsep yang terbuka dengan berbagai perubahan dan terbukaan.
Allan A. Glatthorn menjelaskan tiga variabel penting dalam pengelolaan
dan pengembangan sekolah dan menjadi bagian integral dari hidden
curriulum (Glatthorn: 1987: 22):
a. Variabel organisasi, yaitu kebijakan penguasaan guru dan pengelompokan siswa untuk proses pembelajaran; team teaching, promosi kenaikan kelas, kemampuan, dan pemfokusan kurikulum.
b. Variabel sistem sosial, yakni suasana sekolah yang tergambar dari pola-pola hubungan semua komponen sekolah.
c. Variabel budaya, yakni dimensi sosial yang terkait dengan sistem kepercayaan nilai-nilai, dan struktur kognitif. Faktor yang penting dikembangkan dalam budaya ini adalah: rumusan tujuan sekolah yang jelas, pengelolaan administrasi yang tinggi, penguatan pelayanan kepada siswa dan pemberian hadiah kepada siswa yang berprestasi.
Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
kurikulum (Westmeyer; 1981. 4). hal ini dapat dilihat sebagai berikut:
MasyarakatLokal
Budaya
MasyarakatLuas
Harapan
Disiplin
Kurikulum
Siswa
168 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Fungsi Sekolah dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 169
Menurut Abdurrahman Shaleh, kurikulum adalah perangkat standar
program pendidikan yang dapat mengantarkan siswa untuk menjadi kompeten
dalam berbagai bidang kehidupan yang dipelajarinya. (Shaleh, 2003: 23).
Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan sangat berperan dalam
mengantarkan pada tujuan pendidikan yang diharapkan. Untuk itu kurikulum
merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk proses
pembelajaran. Kesalahan dalam penyusunan kurikulum akan menyebabkan
kegagalan suatu pendidikan dan penzoliman terhadap peserta didik. Dalam
pendidikan Islam ada upaya-upaya untuk mentransfer dan menanamkan nilai-
nilai agama (ilahiah) sebagai titik sentral tujuan dan proses pendidikan Islam.
Oleh karena itu, al-Syaibany20 memberikan kerangka dasar yang jelas tentang
kurikulum Islam, yaitu:
1. Kurikulum harus memuat nilai-nilai agama, karena nilai agama ini menjadi target tertinggi, karena bersumber dari Al-Quran dan hadits.
2. Memiliki dasar Falsafah. Falsafah ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan Islam secara filosofis, sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari segi ontologi, epistimologi, maupun aksiologi.
3. Dasar Psikologis. Dasar ini memberikan landasan dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya, memperhatikan kecakapan pemikiran dan perbedaan perorangan antara satu peserta didik dengan lainnya. Banyak sinyal al-Quran tentang bentuk kurikulum pendidikan islam, diantaranya muatan materi yang mampu menyesuaikan perkembangan zaman. Muatan filosofis materi mampu memprediksi apa yang akan terjadi, muatan materi sistematis, mudah dicerna dan dilaksanakan muatannya menyentuh seluruh aspek kemanusiaan (jasmani, akal dan al-qalb) dan lain sebagainya.
4. Dasar sosial. Dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan Islam yang tercermin pada dasar sosial yang mengandung ciri-ciri masyarakat Islam dan kebudayaannnya, baik dari segi pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berpikir dan adat kebiasaan, seni dan sebagainya.
20 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksaran 1995),hal. 14.
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Hayati, M.Ag
170 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012
Dalam rangka menyusun kurikulum al-Abrasyi mengatakan perlu
memperhatikan prinsip-prinsip, diantaranya : 1) Bermanfaat bagi pendidikan
jiwa dan kehidupan manusia pada umumnya; 2) Sesuai dengan perkembangan
siswa; 3) Fungsi ilmu untuk ilmu; 4) Kejuruan dan keterampilan untuk mencari
penghidupan; 5) Bermanfaat untuk membuka jalan untuk mencari ilmu-ilmu
lain. 21
Sedangkan prinsip-prisipnya asy-Syaibani adalah 1) Agamis (bermuatan
agama) untuk pembentukan akhlak dan spiritual; 2) Universal dan seimbang
(pembinaan pribadi manusia dalam segala aspeknya secara seimbang; 3) Sesuai
dengan bakat, minat, kemampuan serta keperluan siswa dan masyarakat; 4)
Sejalan dengan perkembangan dan perubahan zaman; 5) Saling keterkaitan
antara satu mata pelajaran dengan lainnya.22
Kewenangan Sekolah
Sejalan dengan desentralisasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah
yang sedang bergulir, dalam penerapan kurikulum sekolah diberi kewenangan
yang sangat leluasa terutama dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Menyusun dan mengembangkan kurikulum, khususnya program
pembelajaran dan proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar
pesera didik bersama-sama dengan komite sekolah dan dewan pendidikan.
Penyusunan program pembelajaran memperhatikan standar nasional, baik
isi, kompetensi, maupun standar lulusan yang dikeluarkan oleh Badan
Standar nasional Pendidikan (BSNP)
2. Managemen sekolah menggambarkan kadar otonomi sekolah desentralisasi
pendidikan. Dalam hal ini sekolah dapat memilih diantara tiga kemungkinan,
20 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, hal. 17. 23 Al-Abrasyi , at-Tarbiyah..,hal. 164 24 Asy-Syaibani, Falsafah at-Tarbiyah hal.352 25 Mulyasa, Kurikulum Yang Disempurnakan, Pengembangan Standar Kompetensi dan
Kompetensi dasar, (Bandung: Rosdakarya, 2006), hal. 109. 22Mulyasa, Kurikulum Yang Disempurnakan, Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar, (Bandung: Rosdakarya, 2006), hal. 132.
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Fungsi Sekolah dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 171
yaitu (1) mandiri, 2) bergabung dengan sekolah lain, 3) menggunakan
SKKD yang dikembagkan oleh BNSP Depdiknas.
3. Membuat perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban; penerapan
kurikulum tidak lepas dari accountability yang dapat dilihat dari
perencanaan sekolah dan pencapaiannya.23
Dari uraian di atas dapat disimpulkan pendesainan kurikulum pendidikan
perlu memperhatikan tingkat satuan pendidikan serta geografis keberadaan suatu
satuan pendidikan. Hal ini disebabkan, bila melihat pada tujuan pendidikan
adalah untuk membentuk anak didik atau hasil lulusan dari satuan pendidikan
mampu bekerja di wilayah mereka masing-masing. Maka pendesaian kurikulum
harus melihat pada tingkat dan tataran peserta didik.
III. PENUTUP Sekolah menjadi jalan utama kemajuan dan perkembangan umat
manusia, sekolah merupakan sumber pencerahan ideologi dan kematangan
intlektual, selain itu sekolah adalah pokok paling signifikan dalam penyelamatan
orang-orang dari kebodohan serta keburukan. Sekolah (Pendidikan) Juga
memanusiakan manusia.
Pendidikan diprogram atau direncanakan dalam suatu bentuk yang
disebut dengan kurikulum. Secara garis besar kurikulum mengandung unsur-
unsur: 1) ketauhidan, 2) keagamaan, 3) pengembangan manusia, 4)
pengembangan hubungan sosial dan 5) pengembangan diri sebagai individu.
Pendidikan membentuk manusia menjadi berkualitas baik secara fisik,
moral, personal maupun sosial. Hal ini tidak cukup hanya dengan
mengembangkan dimensi kecerdasannya (IQ) saja, melainkan harus juga
disertai dengan pengembangan emosionalnya yang muthmainnah dan
23Oemar Muhammad al-Taomy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Falsafah Pendidikan Islam,terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 485.
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Hayati, M.Ag
172 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012
kecerdasan spiritual (SQ). Inilah konsep pendidikan yang cepat dalam upaya
membangun manusia dan masyarakat berkualitas, integritas, dinamis, kreatif dan
mampu menghadapi perkembangan kemajuan dan perubahan ke arah
konfigurasi kehidupan yang harmonis dan bermartabat sebagai makhluk tuhan,
makhluk hidup sesama manusia dan makhluk alam semesta dan membangun
budaya terbaik bagi kehidupan. Ada tiga pilat Fungsi pendidikan; Fungsi
penyadaran, fungsi progresif, dan fungsi mediasi. Selain sekolah juga berfungsi
sebagai mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan,
spesialisasi, efisiensi, transformasi budaya,sosial, transmisi kultur dan transmisi
dari rumah ke sekolah. Di samping itu sekolah juga sebagai sarana memperbaiki
nasib, memperoleh keterampilan dasar, pengembangan nilai-nilai budaya.
Komisi Internasional bagi pendidikan abad 21 yang dibentuk oleh
UNESCO melaporkan bahwa di era globalisasi ini pendidikan dilaksanakan
dengan bersandar pada empat pilar pendidikan, yaitu learning to know, learning
to do, to be, dan learning to live together.
Dalam learning to know peserta didik belajar pengetahuan yang penting
sesuai dengan jenjang pendidikan yang diikuti, dalam learning to do peserta
didik mengembangkan keterampilan dengan memadukan pengetahuan yang
dikuasai dengan latihan (law of practice), sehingga terbentuk suatu keterampilan
yang memungkinkan peserta didik memecahkan masalah dan tantangan
kehidupan. Dalam learning to be, peserta didik belajar menjadi individu yang
utuh, memahami arti hidup dan tahu apa yang terbaik dan baik dilakukan , agar
hidup dengan baik. Dalam learning to live together, peserta didik dapat
memahami arti hidup dengan orang lain, dengan jalan saling menghormati,
saling menghargai serta memahami tentang adanya saling ketergantungan
(interdependency).
Untuk mewujudkan sebuah sekolah atau pendidikan yang bermartabat,
hendaknya melihat kepada karakter budaya bangsa itu sendiri, tidak mungkin
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Fungsi Sekolah dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012 173
suatu pendidikan dipaksakan sebagaimana budaya atau karakter bangsa lain. Hal
ini menimbulkan kepura-puraan dan kepalsuan dalam pendidikan. Pendidikan
akan berhasil apabila dilandasi nilai-nilai budaya setempat.
Referensi
A. Waidl, Pendidikan Yang Memahami Manusia, dalam A. Atmadi dan Y
Seryaningsih, Tansformasi Pendidkan, Yogyakarta: Kanisius, 2000.
Arif Rohman dan teguh Wiyono, Education Policy in Decentralization Era,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Danah Zohar, Ian Marshall, Spiritual Intellegnce, Great Britain: Bloomsbury,
2000.
H.A.R Tilar, Pendidikan Baru, Pendidikan Nasional, Jakarta: Rinka Cipta,
2000.
Moh Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia: Belajar dari Paulo Freire dan
Kihajar Dewantara, Jogjakarya: Ar-Ruzz Media, 2009.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Upaya Mengaktifkan Pendidikan
Agama di Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.
Mulyasa, Kurikulum Yang Disempurnakan, Pengembangan Standar Kompetensi
dan Kompetensi dasar, Bandung: Rosdakarya, 2006.
Mursidin, Moral Sumber Pendidikan; sebuah Formula Pendidikan Budi Pekerti
di sekolah Madrasah, Bogor; Ghalia Indonesia, 2011.
Oemar Muhammad al-Taomy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Falsafah
Pendidikan islam, terj. Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Paulo Ffreire, Politik Pendidikan: Kebudayaan Kekuasaan dan
Pembebasan,Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2007.
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksaran 1995.
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
Hayati, M.Ag
174 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Juli-Desember 2012
Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke
lembaga Akademik, Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta: Aksara, 1985.
Syamsul Maarif, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN: Balai
Pustaka, 1982.
Zahara Idris, Dasar-Dasar Kependidikan, Bandung: Angkasa, 1981.
Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2013
islamic studies jurnal vol 1 2013_157.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_158.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_159.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_160.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_161.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_162.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_163.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_164.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_165.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_166.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_167.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_168.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_169.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_170.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_171.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_172.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_173.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_174.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_175.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_176.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_177.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_178.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_179.pdfislamic studies jurnal vol 1 2013_180.pdf
Top Related