HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN SIKAP TERHADAP
PERGAULAN BEBAS REMAJA DI KAMPUNG KALIGELIS
KELURAHAN LANGGAR DALEM KECAMATAN KOTA
KABUPATEN KUDUS
Diajukan Guna Mengikuti Beasiswa Akademik Stain Kudus
Oleh
Miftahul Falah
409026
FAKULTAS DAKWAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2011
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Untuk menghindari disinterprestasi (kesalahpahaman) dalam
memahami judul ini, maka penulis memandang perlu untuk memberikan
penegasan serta pembatasan lebih lanjut mengenai istilah-istilah dan maksud
yang ada pada judul ini. Dalam judul ada beberapa istilah yang perlu penulis
jelaskan dan dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Konsep Diri
Konsep diri menurut Hurlock dalam Catur merupakan pengertian
dan harapan seseorang mengenai bagaimana dirinya yang dicita-citakan
dan bagaimana dirinya dalam realita yang sesungguhnya, baik secara fisik
maupun psikologiknya.1 Konsep diri seseorang berkaitan dengan
kepribadiannya. Kalau kepribadian seseorang dapat diamati dari
perilakunya dalam berbagai situasi dari pola reaksinya maka konsep diri
tidak langsung dapat diamati seperti halnya perilaku ekspresi seseorang,
konsep diri terlihat dari pola reaksi seseorang dapat diamati dari reaksi
yang tetap yang mendasari pola perilakunya.
Dalam penelitian ini penulis menegaskan ada 2 macam konsep diri
yaitu konsep diri positif dan negatif. Seperti orang yang memiliki pola
perilaku optimis, tidak mudah menyerah dan selalu ingin mencoba
pengalaman yang baru yang dianggap berguna, pola perilaku tersebut
merupakan pencerminan konsep diri positif. Sebaliknya orang yang
menganggap kurang mampu, takut menghadapi hal-hal yang baru dan
takut tidak berhasil maka perihal tersebut merupakan pencerminan dari
konsep diri negatif.
1 Catur Budi Siswntik, Hubungan Antara Konsep Diri Dan Anomie Dengan Pergaulan Bebas Pada Mahasiswa Kos, Skripsi, tidak diterbitkan, (Solo: Fakultas Psikologi UMS,2000),hlm.17.
ii
2. Sikap
Sikap atau attitude adalah kecenderungan untuk memberikan
penilaian (menerima atau menolak) terhadap objek yang dihadapi.
Pergaulan bebas adalah pergaulan yang tidak mengenal batas norma dan
adat yang ada di lingkungannya. Sikap dikatakan sebagai respon evaluatif.
Respons hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu
stimulus yang menghendaki adanya reaksi yang dinyatakan sebagai sikap
tersebut, timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang
memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik- buruk,
positif- negatif, menyenangkan- tidak menyenangkan, yang kemudian
mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek sikap.2
Berdasarkan definisi di atas maka penelitian ini penulis
menekankan pada respons atau sikap remaja terhadap pergaulan bebas.
Sikap atau responsnya cenderung menerima atau menolak terhadap
pergaulan bebas.
3. Pergaulan Bebas
Menurut Sarwono dalam Catur pergaulan bebas adalah pergaulan
yang melibatkan pembauran antara laki-laki dan perempuan dengan tidak
mengindahkan norma dan adat yang ada dilingkungannya.
Dalam definisi di atas penulis menekankan pada pergaulan bebas
seperti pacaran di luar batas, kumpul kebo, seks di luar nikah dan lain-lain.
4. Remaja
Remaja merupakan masa transisi kehidupan antara masa kanak-
kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan-perubahan
fisik dan psikologisnya. Dalam penelitian ini penulis menekankan pada
remaja yang berusia 12 sampai 22 tahun.
2 Saifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1988),hlm.15.
iii
B. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam kehidupannya selalu membutuhkan orang sebagai
teman hidup, karena manusia tidak dapat hidup sendirian. Dalam
menjalani kehidupannya manusia menempati lingkungan tertentu,
sehingga manusia tersebut dapat melakukan peranannya dan dapat
memenuhi kebutuhannya, yang menyebabkan manusia berbuat dan
bertindak sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial selalu
membutuhkan pergaulan dengan orang lain, agar mencapai taraf tingkah
laku yang baik dalam hidupnya. Setiap individu bereaksi atau berinteraksi
satu dengan yang lainnya, baik kelompok maupun dalam masyarakat.
Dengan adanya interaksi ini akan menyebabkan adanya pergaulan antar
individu dalam kelompok ataupun dalam masyarakat.
Dalam interaksi sosial ini terjadi proses pengaruh mempengaruhi,
imitasi dan identifikasi, yang akhirnya akan terjadi perubahan sosial.
Perubahan sosial yang tidak disertai dengan kesiapan diri dan peningkatan
kehidupan spiritual menyebabkan mudah terjadinya pergaulan bebas
antara laki-laki dan perempuan.
Dengan kebutuhannya terhadap orang lain maka manusia harus
saling kenal mengenal agar dapat bergaul satu dengan yang lain seperti
Firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 13 yang artinya :
Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. (QS Al-Hujurat ayat 13)3
Pergaulan merupakan suatu hubungan antara manusia yang tidak
dapat dihindarkan akan tetapi pergaulan ini seringkali menimbulkan
persoalan, sehingga justru menimbulkan kesulitan bagi orang yang
bersangkutan. Pergaulan yang mengakibatkan timbulnya kesulitan, kurang 3 T.M. Hasbi Assidiqi dkk. Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : Yayasan penyelenggara
Penterjemah atau pentafsir Al-Qur’an. 1971). hlm.847.
iv
membantu kelancaran hidup bahkan menimbulkan kegoncangan jiwa dan
akan menghambat dan merugikan individu yang bersangkutan.
Menurut Simanjuntak dalam Catur, pergaulan yang dilakukan oleh
manusia akan mengakibatkan timbulnya persamaan dan perbedaan
kepentingan, kewajiban dan hak. Kalau hal ini tidak diatur akan timbul
kekacauan dan kerusakan. Pada hakikatnya pergaulan manusia harus
tertuju pada keamanan. Ketentraman dan keselamatan maka akan
menimbulkan suatu pergaulan yang hampir meremehkan moral, yang
dengan kata lain disebut pergaulan bebas.4
Masyarakat Indonesia sedang mengalami perubahan sosial yang
cepat akibat bertemunya berbagai kebudayaan dunia. Masyarakat
Indonesia cenderung untuk mengikuti cara berpakaian, gaya hidup
ataupun pergaulannya.
Masyarakat sebagai lingkungan yang terluas bagi remaja dan
sekaligus paling banyak menawarkan pilihan dari mulai gaya hidup, nilai-
nilai dan perilaku yang sebelumnya telah tertanam dalam diri remaja.
Secara fenomenal kebudayaan dalam era globalisasi mengarah
kepada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan
jiwa keagamaan, khususnya dikalangan generasi muda. Meskipun dalam
sisi-sisi tertentu kehidupan tradisi keagamaan tampak meningkat dalam
kesemarakannya, namun dalam kehidupan masyarakat global yang
cenderung sekuler barangkali akan ada pengaruhnya terhadap
pertumbuhan jiwa keagamaan pada generasi muda.
Dalam kehidupan remaja selalu datang kebudayaan yang belum
tentu positif pengaruhnya bagi kehidupan remaja. Remaja yang selektif
akan mempelajari dan menerima kebudayaan yang baru untuk menambah
wawasan bagi dirinya, dan sebaliknya remaja yang berkonsep diri negatif
akan mudah terbawa arus sehingga akan terjerumus dalam kebudayaan
yang merusak kepribadiannya dan remaja tersebut akan mengalami
4 Catur Budi Siswntik, Op. Cit., hlm.2.
v
keguncangan jiwa yang menjerumus kearah kenakalan remaja atau
pergaulan bebas yang tidak Islami.
Menurut Sarwono dalam Primaria pergaulan bebas merupakan
pergaulan yang tidak mengenal batas norma dan adat yang ada
dilingkungannya.5
Remaja dalam menghadapi tantangan hidupnya perlu
mendapatkan perhatian semua pihak. Namun demikian sebagai remaja
mereka harus menyadari bahwa masa depan mereka ada ditangan mereka
sendiri. Masa depan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan,
kebudayaan dan keluarga, akan tetapi faktor yang paling menentukan
masa depan bagi remaja adalah remaja itu sendiri.
Masalah yang dihadapi remaja sangat kompleks karena
pertumbuhan fisik dan mentalnya. Remaja harus menyesuaikan dari
terhadap tuntutan dirinya dan harapan lingkungan yang mengakibatkan
adanya perubahan pada kepribadiannya oleh karena itu remaja terkadang
merasa gelisah dan cemas. Lingkungan yang baru dan norma yang ada
pada lingkungan sering dirasa sebagai suatu keadaan yang menghambat
remaja di dalam menyatakan dirinya secara wajar. Kondisi remaja yang
seperti ini mengakibatkan kegagalan dalam menyesuaikan diri dan
pencapaian konsep diri yang mantap karena ketidakmampuan dirinya
berperilaku sebagai remaja yang bertanggungjawab.
Sikap dan pandangan individu terhadap seluruh keadaan dirinya
merupakan pengertian konsep diri. Seseorang yang memiliki konsep diri
yang baik akan mampu menghadapi tuntutan dari dalam diri maupun dari
luar dirinya. Sebaliknya seseorang yang memiliki konsep diri negatif
kurang mempunyai keyakinan diri, merasa kurang yakin dengan
kepuasannya sendiri dan cenderung mengandalkan opini dari orang lain
dalam memutuskan. Dan tiap orang memiliki konsep diri yang berbeda-
5 Primaria Yogiwulandari, Hubungan Antara Minat Menonton Film Barat di TV Dengan Sikap Remaja Terhadap Pergaulan Remaja Antar Jenis, Skripsi, tidak diterbitkan, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM,2000), hlm.29.
vi
beda, meskipun tidak ada yang orang yang betul-betul sepenuhnya
berkonsep diri positif atau negatif.
Konsep diri merupakan serangkaian pendapat individu mengenai
dirinya. Seseorang yang memiliki konsep diri positif akan mampu
menjalani kehidupannya berdasarkan al-Qur’an dan hadist, akan tetapi
remaja yang berkonsep diri negatif perilaku mereka tidak didasari oleh al-
Qur’an dan hadist sehingga mereka cenderung mempunyai perilaku dan
harapan yang rendah terhadap keberhasilannya.
Al-Qur’an ataupun hadist sangat menentukan dalam membentuk
konsep diri seseorang. Karena konsep diri berperan dalam menentukan
keberhasilan dan kegagalan remaja serta sangat mempengaruhi
kepribadiannya dalam masyarakat.6
Keadaan serba tidak tahu banyak terjadi di negara-negara yang
sedang berkembang seperti Indonesia. Dan ini sangat berbahaya pada
masyarakatnya dan akan menimbulkan kebingungan, sebab masyarakat
tidak tahu akan dirinya sendiri dan mereka harus berhadapan dengan pola
kehidupan masyarakat Barat yang tidak berdasarkan atas al-Qur’an dan
Hadist.
Dalam keadaan yang demikian remaja butuh suatu pegangan
dalam dirinya yaitu suatu kejelasan konsep yang dapat dijadikan sarana
untuk bertingkah laku dalam menghadapi segala masalah hidupnya.
C. Rumusan Masalah
1.Bagaimanakah konsep diri remaja?
2.Bagaimana sikap remaja terhadap pergaulan bebas?
3.Apakah ada hubungan antara konsep diri dengan sikap terhadap
pergaulan bebas remaja di kampung kaligelis kelurahan langgar dalem
kecamatan kota kabupaten kudus?
6 Rita L Atkinson dkk, Pengantar Psikologi, terj. Widjahja Kusuma, (Batam: Interaksara t.t.), hlm.194.
vii
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui konsep diri remaja.
2. Untuk mengetahui sikap remaja terhadap pergaulan bebas.
3. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konsep diri dengan sikap
terhadap pergaulan bebas remaja di Kampung Joyonegaran Kelurahan
Wirogunan Kecamatan Mergangsan Kota Yogyakarta.
E. Manfaat Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah:
1. Kegunaan Teoritis
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan
ilmu dakwah, khususnya dalam hal bimbingan konseling terhadap
remaja yang berkonsep diri negatif.
2. Kegunaan Praktis
Dapat memberikan tambahan wawasan pengetahuan bagi konselor untuk
menentukan suatu metode dalam melakukan konseling terhadap remaja
yang berkonsep diri negatif.
F. Kerangka Teori
1. Sikap
a. Pengertian Sikap
Sikap atau attitude adalah kecenderungan untuk memberikan
penilaian (menerima atau menolak) terhadap obyek yang dihadapi.7
Ajzen dan Fishbein dalam Alimatul mengemukakan sikap
merupakan perasaan yang mendalam seseorang terhadap suatu objek
sikap, perasaan tersebut dapat positif maupun negatif. Sedangkan
Trurstone dalam Alimatul mengatakan suatu tingkatan perasaan, baik
yang mendukung atau favorabel, atau yang tidak mendukung atau
unfavorabel terhadap objek sikap tersebut.8
7 Agus Sujanto dkk, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1984), hlm .97.8 Alimatul Qibtiyah, Sikap Para Tokoh Agama Islam Terhadap Masalah Gender Ditinjau
Dari Beberapa Ayat Al-Qur’an dan Hadits di Wilayah Yogyakarta, Tesis, tidak diterbitkan, (Yogyakarta: Program Psikologi Dengan Kekhususan Psikologi Sosial Jurusan Psikologi
viii
W.A Gerungan berpendapat bahwa attitude dapat diterjemahkan
dengan kata sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap
pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap mana disertai oleh
kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek. Jadi
attitude lebih tepat diartikan sebagai sikap dan kesediaan bereaksi
terhadap sesuatu hal.9
Sikap menurut Louis Thurstone, Rensis Linkert, Charles Osgood
adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.10 Menurut Berkowitz
sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau
memihak (favorabel) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak
memihak (unfavorabel) pada objek tersebut.11
Pengertian lain mengenai sikap dikemukakan oleh Secord dan
Backman sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),
pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang
terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.12
Artinya: Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu sendiri. (Al-
Maaidah:105)13
Menurut Cacioppo dan petty bahwa sikap merupakan evaluasi
atau penilaian seseorang terhadap objek sikap yang tercermin dalam
suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, mendukung atau tidak
mendukung sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap tersebut.14
b. Struktur Sikap
Sosial,2000), hlm.8.9 W.A Gerungan, Psikologi Sosial (Bandung: PT Eresco, 1983), hlm.151.10 Saifuddin Azwar, Sikap Manusia (Teori dan Pengukurannya), (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset, 1995), hlm. 4-5.11 Ibid., hlm.5.12 Ibid., hlm.5.13 T.M. Hasbi Assidiqi dkk. Op.Cit. hal. 18014 Ibid.,hlm.6.
ix
Dari strukturnya sikap terdiri atas 3 komponen yang saling
menunjang, yaitu :
1) Komponen Kognitif (cognitive)
Komponen kognitif berisi persepsi kepercayaan seseorang
mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.15
Mann menjelaskan komponen kognitif berisi persepsi,
kepercayaan dan stereotype yang dimiliki individu mengenai
sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan
pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah isyu, atau
problem yang kontroversal.16
Krech dkk. dalam Alimatul, menyatakan komponen kognitif
terbentuk dari pengetahuan atau kepercayaan yang dimiliki
seseorang terhadap objek sikap, pengetahuan tersebut diperoleh dari
informasi mengenai objek sikap, dan informasi ini dapat melalui
pengalaman pribadi atau didapat dari orang lain, dari pengetahuan
ini terbentuk keyakinan seseorang mengenai objek sikap.17
2) Komponen Afektif
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif
seseorang terhadap suatu objek sikap secara umum komponen ini
disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
Mann berpendapat bahwa komponen afektif merupakan
perasaan individu terhadap objek sikap dan perasaan menyangkut
masalah emosional.18
Komponen afektif merupakan emosional subjektif
seseorang terhadap objek sikap yang berkaitan dengan perasaan
seseorang mendukung tidak mendukung, atau suka tidak suka
terhadap suatu objek sikap.19
3) Komponen Konatif
15 Ibid., hlm.24.16 Ibid., hlm.24.17 Alimatul Qibtiyah, Op. Cit.,hlm.11.18 Saifuddin Azwar, Sikap Manusia, (Yogyakarta, Liberty, 1988), hlm 18-1919 Alimatul Qibtiyah, Op. Cit.,hlm.11.
x
Komponen konatif atau konsep perilaku dalam struktur sikap
menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku
yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang
dihadapinya. Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukkan
bahwa komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya
dapat dilihat secara langsung saja, akan tetapi meliputi pula bentuk-
bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang
diucapkan seseorang.20
Brigham dan Azwar dalam Alimatul menyebut sebagai
behavior component yaitu kecenderungan untuk berperilaku yang
ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan objek sikap yang
dihadapi. Dengan demikian komponen konatif ini adalah
kecenderungan seseorang untuk bertindak, yaitu menjauhi, atau
mendekati terhadap suatu objek sikap.21
c. Ciri-ciri Sikap, yaitu :
1) Sikap tidak dibawa sejak lahir, karena sikap didapat melalui proses
belajar dan pengalaman.
2) Sikap selalu berhubungan dengan objek yang dipersepsi oleh
individu.
3) Sikap melibatkan perasaan dan motivasi.
4) Sikap dapat berlangsung sebentar, tetapi dapat menetap, tergantung
kuat tidaknya keyakinan seseorang terhadap objek sikap tersebut.22
d. Faktor-faktor Dalam Pembentukan Dan Perubahan Sikap
1) Faktor-faktor Pembentukan Sikap :
a) Pengalaman Pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap,
pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat,
karena sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman
pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi.
20 Saifuddin Azwar, Op. Cit., hlm.27.21 Alimatul Qibtiyah, Op. Cit.,hlm.11.22 Alimatul Qibtiyah, Op. Cit.,hlm.13.
xi
Penghayatan akan pengalaman akan lebih mudah mendalam dan
lebih lama berbekas.
Middlebrook menyatakan bahwa tidak adanya pengalaman
sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan
membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.23
b) Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting
Middlebrook pada masa anak-anak dan remaja, orang tua
biasanya menjadi figure yang paling berarti bagi anak. Interaksi
antara anak dan orang tua merupakan determinan utama sikap
anak. Sikap orang tua dan sikap anak cenderung untuk selalu
sama sepanjang hidup.24
Gerungan menambahkan bahwa dalam keluarga seseorang
merasakan adanya hubungan batin karena norma-norma
kebudayaan serta sikap-sikapnya terhadap berbagai hal adalah
sesuai dengan diri pribadinya. Dengan demikian dari keluarga
pula seseorang memperoleh norma-norma dasar dan sikap-sikap
pertama.25
c) Pengaruh Kebudayaan
Burrhus Frederic Skinner menekankan pengaruh lingkungan
termasuk kebudayaan dapat membentuk pribadi seseorang.
Kepribadian tidak lain dari pada perilaku yang konsisten yang
menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran)
yang kita alami.26
d) Media Massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa
seperti TV, radio, surat kabar, majalah dll mempunyai pengaruh
yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang
lain. Gerungan berpendapat bahwa media massa berpengaruh
23 Saifuddin Azwar, Op. Cit., hlm.31.24 Saifuddin Azwar, Op. Cit., hlm.32.25W.A Gerungan, Op. Cit., hlm.159. 26 Saifuddin Azwar, Op. Cit., hlm. 34.
xii
besar dalam membentuk dan merubah sikap. Radio, TV, surat
kabar, majalah dll relatif mudah membentuk sikap orang
banyak.27
e) Lembaga Pendidikan Dan Lembaga Agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena
keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam
diri individu. Pemahaman antara baik dan buruk, garis pemisah
antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh
dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-
ajarannya.
Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan
sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada
gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperan dalam
menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal.28
f) Pengaruh Faktor Emosional
Suatu bentuk sikap kadang-kadang didasari oleh emosi yang
berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat
merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu
frustasi hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang
lebih persisten dan tahan lama.29
Gerungan memberi istilah faktor ini dengan faktor intern atau
faktor individu itu sendiri, karena itu faktor ini justru menjadi
penentu, apakah objek sikap tertentu itu akan diterima, apakah
tidak. Adanya aksi dari luar akan diseleksi oleh subjek pemilik
sikap, apakah positif atau negatif, apakah cocok dengan hal yang
27 W.A Gerungan, Op. Cit., hlm. 166.28 Saifuddin Azwar, Op. Cit., hlm 3629 Saifuddin Azwar, Op. Cit. ,hlm.36.
xiii
telah diketahui sebelumnya ataukah tidak, apakah
menyenangkan atau menjerumuskan.30
2) Faktor-faktor Perubahan Sikap :
Kelman menyebutkan secara khusus tentang proses yang
mempengaruhi perubahan sikap adalah:
a) Kesediaan, dimana individu bersedia menerima pengaruh dari
orang lain atau dari kelompok lain untuk memperoleh reaksi
atau tanggapan positif dari orang lain.
b) Proses identifikasi, terjadi apabila individu meniru perilaku atau
sikap seseorang dikarenakan sikap tersebut sesuai yang
dipilihnya.
c) Proses imitasi, dimana proses ini terjadi apabila individu
menerima pengaruh dan bersedia bersikap menurut pengaruh
dari luar karena sikap tersebut sesuai dengan nilai yang
dianutnya.31
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah
suatu bentuk evaluatif atau reaksi perasaan seseorang terhadap objek
adalah mendukung (favorable) atau tidak mendukung (unfavorable). Dapat
dikatakan juga bahwa sikap merupakan suatu kesiapan mental dalam suatu
tingkah laku yang dinyatakan langsung maupun tidak langsung. Faktor-
faktor yang mempengaruhi perubahan sikap adalah faktor dari dalam dan
faktor dari luar. Adapun proses perubahan dan pembentukan sikap adalah
kesediaan, proses identifikasi serta proses internalisasi. Sikap juga
merupakan kecenderungan untuk bertingkah laku terhadap suatu objek,
objek sikap berupa orang, benda atau situasi tertentu.
2. Pengertian Pergaulan Bebas
Pergaulan merupakan suatu hubungan yang meliputi suatu
tingkah laku individu. Pergaulan antar sesama manusia harus bertujuan
30 W.A Gerungan, Op. Cit .,hlm.157.31 Saifuddin Azwar, Op. Cit.,hlm.61.
xiv
pada keamanan, ketentraman, kesenangan dan keselamatan. Apabila
dalam pergaulan khususnya remaja yang tidak bertujuan pada keamanan,
ketentraman, kesenangan dan keselamatan, maka akan menimbulkan suatu
pergaulan atau hubungan yang meremehkan moral.
Pergaulan bebas dan kenakalan remaja tidak dapat dilepaskan
dari konteks kondisi sosial budaya jamannya. Pergaulan bebas dan
kenakalan remaja berkaitan dengan kehidupan remaja yang pengaruh
sosial dan kebudayaannya memainkan peranan yang besar dalam
pembentukan dan pengkondisian tingkah laku.
Menurut Gunarsa dalam Catur menyatakan pergaulan bebas
adalah suatu pergaulan yang luas antara pemuda-pemudi pergaulan yang
terbatas antara muda mudi yang berarti adanya suatu kekhususan,
sehingga orang mengatakan bahwa kedua muda mudi tersebut
berpacaran.32
Pengalaman berpacaran berpengaruh terhadap pergaulan bebas
antara lawan jenis pada remaja. Hal ini disebabkan karena pacaran
merupakan proses yang secara pasti dan perlahan-lahan menuju kearah
keintiman yang lebih jauh sehingga berakibat semakin meningkatnya
keinginan-keinginan seksual.
Menurut Sarwono pergaulan bebas merupakan pergaulan yang
tidak mengenal batas norma dan adat yang ada dilingkungannya. Dalam
pergaulan bebas yakni bergaul dengan siapa saja tidak pandang laki-laki
ataupun perempuan.
a. Fakta-fakta Yang Mempengaruhi Pergaulan Bebas Pada Remaja
Menurut Gunarsa fakta-fakta yang mempengaruhi pergaulan bebas
, yaitu :
1) Waktu, dengan adanya waktu luang yang tidak bermanfaat akan
lebih mudah menimbulkan adanya pergaulan bebas. Dalam arti
remaja putra-putri yang mementingkan hura-hura dan berkumpul
dan bergadang akan lebih mudah terbawa arus pergaulan bebas.
32 Catur Budi Siswntik, Op. Cit., hlm.12.
xv
2) Kurangnya pelaksanaan ajaran agama secara konsekuen, terutama
sekali bagi remaja yang kurang melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya.
3) Kurangnya pengawasan terhadap remaja, orang tua terlalu ketat
dan tidak memberikan kebebasan serta orang tua terlalu sibuk di
luar rumah sehingga remaja kurang perhatian dan pengawasan.
4) Adanya faham seks sekuler, yang sudah membudaya dalam
pergaulan remaja dan masyarakat, misalnya :
a) Cara-cara berpakaian yang tidak langsung menutupi bagian
tubuh yang rahasia.
b) Sistem pacaran atau tunangan yang tidak mengenal batas lagi.
Dimana hubungan pria dan wanita sudah intim dan bebas
layaknya suami istri yang sah.
c) Pemilihan ratu-ratu kecantikan dan bermacam-macam kontes.
5) Pengaruh norma baru dari luar, kebanyakan anggota masyarakat
beranggapan bahwa setiap norma yang baru datang dari luar itulah
yang benar, sebagai contoh ialah norma yang datang dari barat,
baik melalui film, televisi, pergaulan sosial, model dan lain-lain.
Remaja dengan cepat menelan apa saja yang dilihat dari film
barat, contohnya pergaulan bebas.33
Akhir-akhir ini melalui berbagai alat komunikasi, baik melalui
bacaan maupun film di televisi, remaja banyak dijadikan objek
pembahasan. Pergaulan bebas pada layar televise maupun bioskop dapat
merangsang remaja untuk turut membaca dan melakukan pergaulan bebas
dan kenakalan remaja.
b. Bentuk-bentuk Pergaulan Bebas
1) Kumpul kebo yaitu pergaulan yang menjerumus ke arah seksual
antara jenis kelamin yang berbeda tanpa adanya ikatan perkawinan
atau hidup bersama sebelum menikah.
33 Wahyu Srihananto, Pengaruh Pergaulan Bebas Terhadap Perilaku seksual di Kalangan Remaja, Makalah, tidak diterbitkan, (Solo: Fakultas Psikologi UMS,2001), hlm.1.
xvi
2) Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan sehingga mudah
menimbulkan tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab
atau amoral dan asosial.
3) Ikut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan tujuan
kesulitan ekonomi maupun tujuan lain.
4) Keluyuran pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan, akan
menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
5) Pelecahan seksual (sexual harassment) berarti perilaku yang
menyangkut pernyataan seksual. Berbentuk komentar-komentar,
gerakan isyarat hingga kontak fisik yang dilakukan dengan sengaja
dan berulang-ulang yang tidak bisa diterima oleh penderita.
Ragam tindakan pelecehan ini dapat berupa siulan nakal, gurauan
dan olok-olokan seks, pernyataan mengenai tubuh atau
penampilan fisik, nyolek atau mencubit, memandang tubuh dari
atas hingga bawah, memegang tangan, meletakkan tangan di atas
paha, mencuri cium, memperlihatkan gambar porno ataupun
mencoba memperkosa.
6) Pacaran yang bukan sekedar berkumpul untuk belajar, akan tetapi
ada unsur rasa senang dan perasaan bergelora dengan disertai
peracikan bunga api cinta.34
Remaja yang terjerumus ke pergaulan bebas karena ketidak
mampuan remaja dalam memanfaatkan waktu luang dan tidak dapat
mengendalikan diri terhadap dorongan meniru dan kurangnya
pengetahuan tentang agama. Remaja yang terjerumus ke pergaulan
bebas mempunyai perilaku seperti melakukan hubungan seks di luar
nikah, minum-minuman keras, ataupun berjudi.
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap Remaja Terhadap Pergaulan
Bebas
1) Pribadi subjek
2) Lingkungan keluarga
34 Catur Budi Siswantik,Op. Cit., hlm.14.
xvii
3) Lingkungan sosial35
Faktor-faktor yang berpengaruh pada sikap remaja terhadap
pergaulan bebas antar jenis, dapat dilihat dari pribadi yang meliputi
faktor biologis, pengetahuan tentang seks yang dimiliki, pergaulan
pribadi, kebebasan, kesempatan, anggapan yang salah, umur, jenis
kelamin, pendidikan dan agama.36
Dalam pergaulan bebas yakni bergaul dengan siapa saja tanpa
pandang laki-laki ataupun perempuan atau sebaliknya. Pergaulan
bebas dapat diartikan sebagai suatu proses hubungan timbal balik
antara individu yang satu dengan individu yang lain, dimana kelakuan
individu yang satu mempengaruhi atau mengubah kelakuan individu
yang lain.
Faturrochman menyatakan meluasnya perilaku pergaulan
bebas remaja sekarang ini dikarenakan sekarang lebih bebas bertindak,
mengeluarkan pendapat serta bebas dalam memilih teman, sehingga
sedikit demi sedikit perilaku itu terbentuk.37
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pergaulan
bebas merupakan hubungan timbal balik antar individu yang satu
dengan individu yang lain tanpa memandang laki-laki ataupun
perempuan yang saling mempengaruhi atau mengubah kelakuan
individu yang lain tanpa mengindahkan batas norma agama dan adat
yang ada dilingkungannya.
3. Pengertian Sikap Terhadap Pergaulan Bebas Remaja
Kata remaja berasal dari istilah bahasa Inggris adolescence dan
dari bahasa latin adolescere, artinya tumbuh menjadi dewasa dengan
melalui masa peralihan yang disertai dengan perubahan-perubahan
fisiknya yaitu antara usia 12-22 tahun. Menurut Gunarsa dan Turner
35 Primaria Yogiwulandari,Op Cit., hlm.29.36 Ibid., hlm.29.37 Ibid., hlm.30.
xviii
Helms dalam Martha Yulia remaja merupakan masa transisi kehidupan
antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan
perubahan-perubahan fisik dan psikologis. Sarwono menggunakan batasan
usia 11 hingga 22 tahun merupakan mulainya perkembangan fisik, sosial
dan psikologik.38
Gunarsa menyatakan ada beberapa ciri khas pada remaja yaitu:
a. Ada perasaan canggung dan kaku dalam pergaulan, sehingga ada rasa
rendah diri.
b. Adanya ketidakseimbangan emosi, sehingga menyulitkan orang lain
untuk mengadakan pendekatan dengan dirinya.
c. Adanya perombakan pandangan dan pertunjuk hidup, menyebabkan
perasaan kosong di dalam diri remaja.
d. Sikap menentang orang tua atau orang dewasa lainnya.
e. Konflik yang ada pada diri remaja sering menjadi pangkal penyebab
timbulnya pertentangan dengan orang tua dan anggota keluarga
lainnya.
f. Kegelisahan dan keadaan yang tidak senang menguasai diri remaja.
Banyak hal yang diinginkan remaja tetapi tidak semua sanggup
dipenuhinya.
g. Remaja mempunyai keinginan besar yang mendorongnya suka
melakukan segala kegiatan orang dewasa.
h. Eksplorasi (keinginan untuk menjelajahi lingkungan alam sekitar).
i. Banyaknya fantasi, khayalan dan bualan merupakan ciri khas remaja.
j. Kecenderungan membentuk kelompok dan melakukan kegiatan
berkelompok.39
38 Martha Yulia WS, Dukungan Orang Tua Terhadap Keputusan Karir Remaja dan Status Keputusan Karir Remaja, Makalah, tidak diterbitkan, ( Solo: Fakultas Psikologi UMS , 1999), hlm. 21.
39 Martha Yulia WS, Op. Cit.,hlm.21-22.
xix
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan apa yang ada
pada suatu kaum, hingga lebih dahulu mereka merubah apa yang
ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Ra’d:11)
Perubahan pokok dalam moralitas selama masa remaja terdiri dari
mengganti konsep-konsep moral, khususnya dengan konsep-konsep moral
tentang benar dan salah yang bersifat umum, membangun kode moral
berdasarkan pada prinsip-prinsip moral individu dan mengendalikan
perilaku melalui perkembangan hati nurani.40
Tugas perkembangan remaja adalah yang berhubungan dengan
penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis
dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus
menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan
sekolah.41
Kadang-kadang remaja bersikap atau berperilaku di luar kebiasaan
yang berlaku dalam masyarakat, dengan tujuan ingin memperlihatkan
kemampuannya kepada orang lain ataupun orang tuanya. Kenyataan ini
terlihat dalam perilaku seksual yang berhubungan dengan pergaulan sosial
remaja, seperti mendekati lawan jenisnya. Remaja pria mulai terdorong
untuk mendekati remaja putri dan remaja putri mulai terdorong untuk
mendekati remaja pria. Hal ini disebabkan remaja bersikap positif
terhadap pergaulan bebas antar jenis kelamin, dimana pergaulan bebas
sudah menjadi bagian dari kehidupannya. Akibatnya hamil di luar nikah
merupakan fenomena yang dapat terjadi dimana-mana, baik di kota, di
desa ataupun di lingkungan sekolah.
4. Konsep Diri
a. Pengertian Konsep Diri
40 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan), (Jakarta: PT Erlangga,1999), hlm.24.
41 Ibid,.hlm.213.
xx
Konsep dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai
pengertian, pendapat (faham), rancangan (cita-cita) yang telah ada
dalam pikiran.42
Secara umum konsep diri (self-concept) merupakan cara
keseluruhan informasi yang kompleks, yang secara keseluruhan
membentuk diri seseorang.43
William mendifinisikan konsep diri sebagai pandangan dan
perasaan kita tentang diri kita.44
Rahmad menyatakan konsep diri bukan hanya sekedar
gambaran deskriptif saja, tetapi juga penilaian individu terhadap
dirinya. Jadi konsep diri meliputi apa saja yang dipikirkan dan apa
yang dirasakan tentang individu sendiri.
Ada dua komponen konsep diri, yaitu :
1) Komponen kognitif disebut citra diri (self image)
2) Komponen afektif disebut harga diri (self esteem)45
Komponen kognitif merupakan pengetahuan individu,
gambaran diri tersebut akan membentuk citra diri. Sedangkan
komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap dirinya
sendiri.
Mowen mendifinisikan konsep diri sebagai cerminan totalitas
pemikiran dan perasaan individu yang merujuk pada diri sendiri
sebagai sebuah objek.46
Mowen juga membagi tipe konsep diri menjadi delapan,
yaitu : ideal self, social self, ideal social self, expected self, situasional
self, extended self dan possible self.
42 W.J.S. Purwodarminto, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1983),hlm.520.
43 Urip Mokoginta dkk, Pengembangan Kualitas SDM Dari Perspektif PIO, (Depok: Bagian PIO Fakultas Psikologi Universitas Indonesia,2001),hlm.536.
44 Jalaluddin Rahmad, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rodaskarya,2003),hlm.99.
45Jalaluddin Rahmad, Op. Cit.,hlm.100. 46 Urip Mokoginta, Op. Cit.,hlm.537-538.
xxi
Sementara Atwater membedakan konsep diri menjadi empat,
yaitu :
1) Subjective self (diri subjektif) yaitu cara seseorang memandang
dirinya sendiri.
2) Body image (citra tubuh) yaitu cara seseorang memandang
tubuhnya.
3) Ideal self (diri ideal) yaitu diri yang diinginkan seseorang,
termaksud aspirasi, moral ideal dan nilai.
4) Social self yaitu persepsi diri berkaitan dengan pengaruh sosial
yang ada.47
Menurut Carl Rogers dalam Yuni menyatakan konsep diri
seseorang dalam kehidupan secara bertahap berkembang. Seseorang
berusaha menjadi dirinya sendiri (diri aktual atau real self) dengan
patokan yang disebut ideal self, yaitu diri ideal yang ingin dicapai
seseorang. Keseimbangan atau ketidakseimbangan antara diri aktual
dan diri ideal inilah yang menentukan kedewasaan (motority)
penyesuaian (adjustment) dan kesehatan mental seseorang.48
Calhoun dalam Yuni menyatakan bahwa konsep diri terdiri
dari tiga dimensi, yaitu:
1) Pengetahuan terhadap diri sendiri.
2) Harapan terhadap diri sendiri.
3) Evaluasi terhadap diri sendiri.49
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri
adalah persepsi individu terhadap dirinya sendiri. Persepsi terhadap
diri sendiri itu bukan hanya penilaian terhadap diri sendiri melainkan
juga penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu
yang bersangkutan. Persepsi terhadap diri sendiri ini dibentuk oleh
pengalaman-pengalaman dan pendapat dari lingkungan yang
47 Ibid.,hlm.538.48 Yuni Dwi Astuti, Konsep Diri dan Sikap pada Siswa SMU “14” I di Yogyakarta, Skripsi,
tidak diterbitkan, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1996),hlm.23.49 Ibid.,hlm.24.
xxii
dipengaruhi oleh penguatan, penilaian orang lain dan pribadi individu
bagi tingkah lakunya, baik segi fisik, psikis dan sosial yang akan
membentuk sikap, kepercayaan dan nilai diri individu. Oleh karena itu
konsep diri mempunyai pengaruh besar terhadap tingkah lakunya.
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dan Pembentuk Konsep Diri
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri remaja :
a) Usia Kematangan
Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti
orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang
menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik.
Remaja yang matang terlambat yang diperlakukan seperti
anak-anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik
sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan
diri.
b) Penampilan Diri
Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah
diri meskipun perbedaan yang akan menambah daya tarik
fisik.
c) Kepatutan Seks
Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat dan perilaku
membantu remaja mencapai konsep diri yang baik.
Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar diri dan hal ini
memberi akibat buruk pada perilakunya.
d) Nama dan Julukan
Remaja peka dan merasa malu bila teman-temannya
sekelompok menilai namanya buruk atau bila mereka memberi
nama julukan yang bernada cemoohan.
xxiii
e) Hubungan Keluarga
Seorang remaja mempunyai hubungan yang erat dengan
seorang anggota keluarga, akan mendefinisikan diri dengan
orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang
sama.
f) Teman Sebaya
Seman sebaya mempengaruhi pola keperibadian remaja dalam
dua cara, yaitu konsep diri remaja merupakan cerminan dari
anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya dan ia
berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri
kepribadian yang diakui oleh kelompok.
g) Kreativitas
Remaja di masa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam
bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan
perasaan individualitas dan identitas yang memberi pengaruh
yang baik pada konsep dirinya. Sebailiknya remaja yang sejak
awal masa kanak-kanak didorong untuk mengikuti pola yang
sudah diakui akan kurang mempunyai perasaan identitas dan
individualitas.
h) Cita
Remaja yang mempunyai cita-cita yang tidak realistik, ia akan
mengalami kegagalan. Dan remaja yang realistik tentang
kemampuannya lebih banyak mengalami keberhasilan
daripada kegagalan. Ini akan menimbulkan kepercayaan diri
dan kepuasaan diri yang lebih besar yang memberikan konsep
diri yang lebih baik.50
Menurut Argyle dalam Catur faktor-faktor yang
mempengaruhi konsep diri meliputi 4 faktor :
a) Reaksi dari orang lain. Konsep diri terbentuk dalam waktu
yang lama dan pembentukan ini tidak dapat diartikan bahwa
50 Elizabeth B. Hurlock, Op. Cit., hlm.235.
xxiv
adanya reaksi yang tidak biasa dari seseorang akan dapat
mengubah konsep diri. Namun demikian reaksi yang sangat
sering terjadi atau bila reaksi muncul dari orang lain yang
mempunyai arti yaitu orang-orang yang dinilai, seperti orang
tua, teman dekat dan lain-lain, maka reaksi ini mungkin
berpengaruh terhadap konsep diri.
b) Perbandingan dengan orang lain. Konsep diri juga sangat
tergantung dengan bagaimana cara individu membandingkan
dengan orang lain. Individu biasanya lebih suka
membandingkan dirinya dengan orang lain yang serupa
dengan dirinya.
c) Peranan seseorang, terutama orang itu mempunyai arti penting
bagi individu dan dianggap individu seseorang itu mempunyai
kuasa untuk mempengaruhi konsep diri seseorang.
d) Identifikasi terhadap orang lain, individu memiliki harga diri
yang tinggi biasanya memiliki orang tua yang juga memiliki
harga diri yang tinggi. Biasanya salah satu cara bagaimana
individu menerima peran kelompoknya di dalam
mengembangkan konsep dirinya ialah dengan identifikasi
terhadap orang tua yang berjenis kelamin sama.51
2) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Konsep Diri
a) Orang Lain
Harry Stack Sullivan menjelaskan bahwa jika kita diterima
orang lain, dihormati, disenangi karena keadaan kita, kita akan
cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita, bila
orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan
menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyenangi diri
kita.
b) Kelompok Rujukan (reference group)
51 Catur Budi Siswantik, Op. Cit, hlm.20.
xxv
Dalam pergaulan bermasyarakat, kita pasti menjadi anggota
berbagai kelompok. Misalnya remaja masjid. Setiap kelompok
mempunyai norma-norma tertentu yang berpengaruh pada
emosional kita dan menjadi pembentuk konsep diri kita.52
c. Konsep Diri Positif Dan Negatif
Setiap individu pasti memiliki konsep diri, baik konsep diri
positif maupun konsep diri negatif. Dalam kenyataannya tidak ada
individu yang sepenuhnya memiliki konsep diri yang positif atau
sepenuhnya negatif. Seperti Hamachek dalam Catur memberikan
karakteristik individu yang memiliki konsep diri positif antara lain :
1) Konsep Diri Positif
Hamachek dalam Catur Budi Siswantik memberikan karakteristik
individu yang memiliki konsep diri positif antara lain :
a) Ia meyakini betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta
bersedia mempertahankannya walaupun menghadapi pendapat
kelompok yang kuat.
b) Mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa
merasa bersalah yang berlebihan atau menyesali tindakannya
jika orang lain tidak setuju dengan tindakannya.
c) Tidak menghabiskan waktu untuk hal yang tidak perlu.
d) Merasa sama dengan orang lain.
e) Memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi
persoalannya.
f) Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan
bernilai bagi orang lain.
g) Dapat menerima pujian tanpa pura-pura rendah hati.
h) Cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.
i) Sanggup mengaku pada orang lain bahwa ia mampu
merasakan berbagai dorongan dan keinginan.
52 Jalaluddin Rakhmad, Op. Cit.,hlm.100-104.
xxvi
j) Mampu menikmati dirinya secara utuh, dalam berbagai
kegiatan meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang
kreatif, persahabatan atau sekedar mengisi waktu.53
Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert individu
yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal, yaitu :
a) Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah.
b) Ia merasa setara dengan orang lain.
c) Ia menerima pujian tanpa rasa malu.
d) Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai
perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak sepenuhnya
disetujui masyarakat.
e) Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup
mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi
dan berusaha mengubahnya.54
Ciri khas individu yang berkonsep diri positif adalah
pengetahuan tentang dirinya sendiri yang luas dan bervariasi,
harapan-harapan yang realistik dan harga diri yang tinggi. Individu
yang berkonsep diri positif juga mempunyai pengetahuan yang
seksama tentang dirinya sendiri dan ini menjadikan individu
mempunyai penerimaan diri.
Remaja yang berkonsep diri positif menetapkan tujuan-
tujuannya secara masuk akal. Dia dapat mengukur kemampuannya
secara objektif dalam meraih tujuan yang hendak dicapainya.
Remaja berkonsep diri positif mempunyai kemampuan mentalnya,
hal ini menyebabkan evaluasi remaja terhadap dirinya sendiri
sebagaimana adanya.
Individu yang berkonsep diri positif akan mampu untuk
bertindak mandiri, mampu bertanggung jawab, merasa bangga
akan prestasi yang dicapainya dan mampu mempengaruhi orang
lain.53 Ibid., hlm.20.54 Jalaluddin Rakhmad, Op. Cit.,hlm.105.
xxvii
Artinya: Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amalan yang sholeh. (Al-Maaidah:93)55
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri
positif akan membawa kepribadian yang mantap, penerimaan diri
sebagai seseorang yang sama berharga dengan orang lain,
memberi kepuasan dalam kehidupannya dengan dunia sekitarnya
tanpa harus menimbulkan gangguan mentalnya.
2) Konsep Diri Negatif
Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert ada lima
tanda individu yang memiliki konsep diri negatif, yaitu :
a) Ia peka pada kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang
diterimanya, dan mudah marah dan naik pitam.
b) Orang yang memiliki konsep diri negatif, responsif sekali
terhadap pujian, ia tidak dapat menyembunyikan
antusiasmenya pada waktu menerima pujian.
c) Memiliki sikap hiperkritis terhadap orang lain. Ia selalu
mengeluh, mencela atau meremehkan apapun dan siapapun.
Mereka tidak mampu mengungkapkan penghargaan atau
pengakuan pada kelebihan orang lain.
d) Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tidak
diperhatikan, dan ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh
sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban
persahabatan.
e) Bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti ia enggan untuk
bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia
menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang
merugikan dirinya.56
55 T.M. Hasbi Assidiqi dkk. Op.Cit. hal. 17756Ibid.,hlm.105.
xxviii
Ciri khas individu yang berkonsep diri negatif adalah
ketidakakuratan pengetahuan tentang dirinya sendiri. Harapan-harapan
yang tidak masuk akal dan harga diri yang rendah menyebabkan
remaja kurang percaya diri akan kemampuannya.
Individu yang mempunyai pemahaman atau pengetahuan yang
kurang atau sedikit tentang dirinya, ia tidak sungguh-sungguh
mengetahui siapa dia, apa kelebihan dan kekurangannya. Bagi remaja
yang berkonsep diri negatif, evaluasi diri yang dimilikinya juga
meliputi penilaian yang negatif terhadap dirinya. Remaja merasa tidak
pernah cukup, baik dengan apa yang dirasakannya dan selalu
membandingkan apa yang akan dicapai dengan yang dicapai orang
lain.
Seperti Firman Allah :
Artinya : Tidak sama orang yang tahu dengan orang yang tidak tahu
(Az-Zumar :9)57
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri
negatif akan cenderung membuat individu bersikap tidak efektif, ini
akan terlihat dari kemampuan interpersonal dan penguasaan
lingkungan dalam masyarakat.
G. Hipotesis
Hipotesis menurut Winarno Surachmad adalah perumusan jawaban
sementara terhadap suatu soal, yang dimaksudkan sebagai tuntunan sementara
dalam penyelidikan untuk mencari jawaban yang sebenarnya.58
Untuk kepentingan uji statistik diperlukan sesuatu untuk
membandingkan hipotesa kerja, maka hipotesa kerja (HK) di atas diubah
menjadi hipotesa nihil (HO) sebagai berikut :
57. T.M. Hasbi Ash-shiddiq, dkk. Op.Cit. hlm. 747.58Winarno surachmat, Dasar dan Tehnik Research, (Bandung: Tarsito,1987),hlm.38.
xxix
Ha : Ada hubungan antara konsep diri dengan sikap terhadap
pergaulan bebas remaja di Kampung Joyonegaran Kelurahan
Mergangsan Kota Yogyakarta.
Ho : Tidak ada hubungan antara konsep diri dengan sikap terhadap
pergaulan bebas remaja di Kampung Joyonegaran Kelurahan
Mergangsan Kota Yogyakarta.
Agar peneliti tidak memiliki prasarangka dan dapat bersikap jujur,
tidak terpengaruh terhadap pernyataan hipotesa kerja (HK), kemudian
hipotesa nihil (HO) dikembalikan lagi ke hipotesa kerja (HK) pada rumusan
akhir pengetasan hipotesa.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara yang dilakukan untuk
menemukan atau menggali sesuatu yang telah ada, kemudian diuji
kebenarannya yang masih diragukan.
1. Subyek dan Obyek Penelitian.
a. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah semua pihak yang dapat memberikan
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Yang menjadi subyek
penelitian ini adalah remaja yang tinggal di Kampung Joyonegaran
Kelurahan Wirogunan Kecamatan Mergangsan Kota Yogyakarta.
Berdasarkan jumlahnya remaja di Kampung Joyonegaran
Kelurahan Wirogunan Kecamatan Mergangsan Kota Yogyakarta
sebanyak 160 orang. Karena berjumlah 160 orang maka penulis
menggunakan penelitian populasi. Populasi atau universe adalah
jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga.59
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang tinggal baik
warga asli maupun yang hanya kost di Kampung Joyonegaran
Kelurahan Wirogunan Kecamatan Mergangsan Kota Yogyakarta.59Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES,1989),
hlm.152.
xxx
Karakteristik populasi dalam penelitian ini berdasarkan tingkat
pendidikan subjek.
Tabel. 1
Penentuan populasi
No Klasifikasi Populasi
1. Remaja pelajar SMP 30
2. Remaja pelajar SMU 40
3. Mahasiswa 90
Jumlah 160
b. Obyek Penelitian
Obyek kajian dalam penelitian ini adalah hubungan antara
konsep diri dengan sikap terhadap pergaulan bebas remaja.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dipakai oleh
peneliti untuk memperoleh data yang akan diselidiki. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :
a. Metode Angket atau Kuesioner.
Metode angket atau kuesioner adalah suatu cara atau metode
penelitian berupa daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh subyek.
Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkapkan data
tentang variabel yang akan diteliti dan angket ini digunakan sebagai
xxxi
metode pokok dikarenakan metode ini digunakan untuk
mengungkapkan data-data primer dalam penelitian60
Bentuk pertanyaan dalam angket ini bersifat tertutup artinya
subyek memilih satu di antara beberapa alternatif jawaban yang telah
disediakan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua macam
angket, yaitu angket konsep diri dan angket sikap terhadap pergaulan
bebas remaja.
1) Angket Konsep Diri
Angket ini berbentuk pilihan, yaitu subyek diminta untuk
memilih satu jawaban yang dianggap sesuai dari empat pilihan
yang disediakan.
Angket konsep diri yang disusun berdasarkan 5 aspek
konsep diri yang dikemukakan oleh Fitts, yaitu :
a) Diri Fisik (physical self), menggambarkan bagaimana individu
memandang tubuh, keadaan kesehatan, penampilan fisik,
keahlian dan seksualitasnya.
b) Diri Pribadi (personal self), mencerminkan perasaan mampu
dan evaluasi terhadap kepribadian terlepas dari fisik atau
hubungannya dengan orang lain.
c) Diri Moral-etik (moral-ethical self), mencerminkan diri dalam
konteks moral-etik, arti dan nilai moral, hubungan dengan
Tuhan, perasaan menjadi orang yang baik atau jelek serta
kepuasan dan ketidakpuasan terhadap agama yang dianutnya.
d) Diri Keluarga (family self), mencerminkan perasaan mampu,
berharga, dan berarti sebagai anggota keluarga.
e) Diri Sosial (social self), mencerminkan perasaan mampu
dalam berinteraksi dengan orang lain secara umum.61
60 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,1993),hlm.140.
61 Fris Winayoga, Hubungan Konsep Diri Dengan Kenakalan Remaja dalam Pembinaan BAPAS, Skripsi, tidak diterbitkan (Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM,1999),hlm.29.
xxxii
Dalam penelitian ini jawaban pada setiap pertanyaan dalam
angket yang bersifat favorabel dan unfavorabel.
Favorabel yang mengandung skor sebagai berikut : Sangat
Setuju (SS) diberi skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak
Setuju (TS) diberi skor 2, Sangat Tidak Setuju (STS) diberi
skor 1.
Unfavorabel yang mengandung skor sebagai berikut : Sangat
Setuju (SS) diberi skor 1, Setuju (S) diberi skor 2, Tidak
Setuju (TS) diberi skor 3, Sangat Tidak Setuju (STS) diberi
skor 4
2) Angket Sikap Terhadap Pergaulan Bebas
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui atau mengungkap
sejauhmana sikap terhadap pergaulan bebas pada remaja digunakan
angket sikap terhadap pergaulan bebas.
Angket sikap terhadap pergaulan bebas berdasarkan aspek-
aspek sebagai berikut:
a) Aspek Kognitif, akan menjawab pertanyaan apa yang
dipikirkan atau dipersepsikan tentang obyek. Obyek yang
dimaksud seperti pakaian seksi, pacaran, pulang larut malam
dll.
b) Aspek Afektif, menjawab pertanyaan tentang apa yang
dirasakan senang atau tidak senang terhadap obyek. Obyek
yang dimaksud seperti ciuman, bergandengan tangan, bergaul
dengan lawan jenis dll.
c) Aspek Konatif, akan menjawab pertanyaan apa dan bagaimana
kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap suatu obyek.
Obyek yang dimaksud seperti berganti-ganti pasangan,
kumpul kebo, seks di luar nikah dll.
xxxiii
Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengandung sikap yang
favorabel dan unfavorabel.
Dalam penelitian ini, jawaban pada setiap pertanyaan dalam
angket yang favorabel mengandung skor sebagai berikut :
Sangat Setuju (SS) diberi skor 4, Setuju (S) diberi skor 3,
Tidak Setuju (TS) diberi skor 2, Sangat Tidak Setuju (STS)
diberi skor 1.
Unfavorabel yang mengandung skor sebagai berikut : Sangat
Setuju (SS) diberi skor 1, Setuju (S) diberi skor 2, Tidak
Setuju (TS) diberi skor 3, Sangat Tidak Setuju (STS) diberi
skor 4.
b. Metode Observasi
Metode observasi merupakan salah satu metode penelitian
dengan cara mengamati dan melakukan pengamatan, pencatatan
sistematis terhadap fenomena yang diselidiki.62
Metode observasi dalam penelitian ini digunakan untuk
mengumpulkan data-data yang berupa kenyataan atau bahan-bahan
keterangan tentang kondisi dari obyek penelitian. Dan metode
penelitian yang penulis pakai adalah metode observasi nonpartisipan,
karena penulis bukan merupakan bagian dari subyek penelitian.
3. Uji Coba
Uji coba angket dilakukan pada 30 orang subyek uji coba angket
terpakai. Adapun pelaksanaan uji coba angket dengan menyebar angket
kepada seluruh subjek uji coba. Adapun pelaksanaan uji coba angket
dengan cara menyebar angket kepada mahasiswa Sarjanawiyata. Setelah
angket diisi oleh subyek kemudian dikembalikan kembali pada peneliti.
Dari angket yang terkumpul tersebut di dapat skor angka kasar yang
kemudian diuji dengan validitas dan relibialitas.
62 Suharsimi Arikunto, Op. Cit. ,hlm.107.
xxxiv
4. Validitas dan Reliabilitas
Setelah angket diuji cobakan kepada mahasiswa universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa untuk selanjutnya dilakukan uji validitas dan
relibialitas. Validitas dan reliabilitas merupakan dua hal yang saling
berkaitan dan menentukan alat ukur. Dengan alat ukur yang kualitasnya
tinggi maka hasil dari suatu penelitian akan menghaasilkan kesimpulan
yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian suatu alat ukur
penelitian sebelum digunakan haruslah memenuhi persyaratan valid dan
reliabel sehingga alat-alat ukur tersebut tidak menyesuaikan hasil
pengukuran dan kesimpulan.
a. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti
sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dapat dikatakan validitas yang
tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut.63
b. Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan.
5. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang ditetapkan pada penelitian ini adalah
metode analisis statistik, dengan uji korelasi product moment dari person, 63 Saifuddin Azwar, Reliabilitas dan Validitas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset,1997),hlm.5.
xxxv
alasannya adalah bahwa statistik merupakan cara ilmiah yang
dipersiapkan untuk mengumpulkan, menyusun, menyajikan dan
menganalisis data penelitian yang berwujud angka-angka. Lebih dari itu
statistik diharapkan dapat menyediakan dasar-dasar yang dapat
dipertanggung jawabkan untuk menarik kesimpulan yang benar dan
mengambil keputusan yang baik.
Analisis dilaksanakan dengan bantuan komputerisasi dari SPS
2000 Edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, Versi IBM/IN, Hak Cipta tahun 2001 Dilindungi
Undang-undang.
6. Variabel Penelitian
Menurut Winarno Surachmat variabel dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Variabel bebas atau variabel eksperimen yaitu variabel yang diselidiki
sepenuhnya.
b. Variabel terikat atau variabel ramalan yaitu variabel yang diramalkan
akan timbul dalam hubungan yang fungsional atau sebagai pengaruh
dalam variabel bebas.64
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu :
a. Variabel bebas (x) : Konsep diri
b. Variabel terikat (y) : Sikap terhadap pergaulan bebas remaja
7. Definisi Operasional
a. Konsep Diri
Konsep diri adalah gambaran seseorang tentang dirinya sendiri
secara keseluruhan, yang merupakan hasil pengenalan diri yang
diperoleh melalui serangkaian proses pemikiran, perasaan, persepsi,
dan evaluasi tentang dirinya sendiri, yang di dapatkan dari interaksi
dengan orang lain, sebagai satu kesatuan bertindak dan bereaksi.
Angket konsep diri diungkap melalui:
64 Winarno Surachmat, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung : Tarsito,1990),hlm.80.
xxxvi
1) Diri Fisik
2) Diri Pribadi
3) Diri Moral-etik
4) Diri Keluarga
5) Diri Sosial
b. Sikap Terhadap Pergaulan Bebas Remaja
Sikap terhadap pergaulan bebas adalah kecenderungan untuk
bertingkah laku terhadap obyek. Obyek yang dimaksud adalah
individu melakukan hubungan timbal balik antara yang satu dengan
yang lain tanpa pandang laki-laki atau perempuan yang saling
mempengaruhi atau mengubah perilaku individu tanpa mengindahkan
batas norma yang ada. Untuk mengetahui sikap terhadap pergaulan
bebas maka diungkap dengan alat ukur sikap terhadap pergaulan bebas
yang berupa angket. Angket sikap terhadap pergaulan bebas diungkap
melalui :
1) Aspek Kognitif
2) Aspek Afektif
3) Aspek Konatif
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sujanto dkk, Psikologi Kepribadian, Jakarta: Bumi Akasara, 1984.
Alimatul Qibtiyah, Sikap Para Tokoh Agama Islam Terhadap Masalah Gender
Ditinjau dari Beberapa Ayat Al-Qur’an dan Hadits di Wilayah
Yogyakarta, Tesis, tidak diterbitkan, Yogyakarta: Program Psikologi
dengan Kekhususan Psikologi Sosial Jurusan Psikologi Sosial, 2000.
xxxvii
Catur budi Siswantik, Hubungan Antara Konsep Diri dan Anomie Dengan
Pergaulan Bebas Pada Mahasiswa Kos, Skripsi, tidak diterbitkan, Solo:
Fakultas Psikologi, UMS,2000.
Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan), Jakarta: Penerbit Erlangga,1999.
Fris Winayoga, Hubungan Konsep Diri Dengan Kenakalan Remaja Dalam
Pembinaan BAPAS, Skripsi, Tidak Diterbitkan, Yogyakarta: Fakultas
Psikologi UGM,1999.
Jalaluddin Rahmad, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rodaskarya,
2003.
Martha Yulia WS, Dukungan Orang Tua Terhadap Keputusan Karir Remaja dan
Status Keputusan Karir Remaja, Makalah, tidak diterbitkan, Solo: Fakultas
Psikologi, UMS, 1999.
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta:
LP3ES,1989.
Primaria Yogiwulandari, Hubungan Antara Minat Menonton Film Barat di TV
Dengan Sikap Remaja Terhadap Remaja Antar Jenis. Skripsi, tidak
diterbitkan, Yogyakarta; Fakultas Psikologi UGM 2000.
Rita L. Atkinson dkk, Pengantar Psikologi, Terjemahan Widjahja Kusuma,
Batam: Interaksara, t.t.
Saifuddin Azwar, Sikap Manusia, Yogyakarta: Liberty, 1988.
xxxviii
Saifuddin Azwar, Sikap Manusia, (Teori dan Pengukurannya), Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset, 1995.
Saifuddin Azwar, Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,
1997.
Sudjana, Metode Statistika, Bandung: PT Tarsito, 1989.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta, 1993.
Syamsudin, Bimbingan Konseling Kelompok, Yogyakarta: UD Rama, 1988.
T.M Hasbi Assidiqi dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penterjemah atau Pentafsir Al-Qur’an, 1971.
Urip A. Mokoginta, dkk., Pengembangan Kualitas SDM dari Perspektif PIO,
Depok: Bagian PIO Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001.
Wahyu Srihananto, Pengaruh Pergaulan Bebas Terhadap Perilaku Seksual di
Kalangan Remaja, Makalah, tidak diterbitkan, Solo: Fakultas Psikologi
UMS, 2001.
Winarno Surachmat, Dasar Tehnik Research, Bandung: Tarsito, 1987.
Winarno Surachmat, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito, 1990.
WJ.S, Purwodarminto, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1983.
W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, Bandung: PT. Eresco, 1983.
xxxix
Yuni Dwi Astuti, Konsep Diri dan Sikap Pada Siswa SMU “14” I di Yogyakarta,
Skripsi, tidak diterbitkan, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM,1996.
xl
Top Related