ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN TETANUS
A. KONSEP DASAR
I. Pengertian
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium
tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti
kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester
dan otot rangka.
II. Etiologi
Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang
berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin
yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan
kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya teteanus ini terutama oleh
clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan
yang salah.
III. patofisiologi
Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat disebabkan
berbagai keadaan antara lain :
a. luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau,
cangkul dan lain-lain.
b. Luka karena kecelakaan kerja (kena parang0, kecelakaan lalu lintas.
c. Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.
Cara kerja toksin
Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke
sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen ,
sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi
dinetralkan oleh toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah
dinetrakan oleh antitoksin spesifik.
IV. Faktor predisposisi
a. Umur tua atau anak-anak
b. Luka yang dalam dan kotor
c. Belum terimunisasi
V. Tanda dan gejala
a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
b. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
c. Kesukaran membuka mulut (trismus)
d. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
e. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus
VII. Gambaran umum yang khas pada tetanus
a. Badan kaku dengan epistotonus
b. Tungkai dalam ekstensi
c. Lengan kaku dan tangan mengepal
d. Biasanya keasadaran tetap baik
e. Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
1. Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan
2. Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur
vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat
kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia
dan sulit menelan.
VIII. Prognosa
Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala.
IX. Pemeriksaan diagnostik
a. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan
otot rahang.
b. Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit
c. Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
x. Penatalaksanaan
a. Umum
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus
segera diberikan :
1. Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar
luka 9tidak boleh diberikan IV)
2. Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip;
Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6
jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.
3. Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam,
dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk
dewasa.
4. Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2
mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk
pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.
5. Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi
rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang.
6. Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti dengan
tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif.
7. Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
8. Diit tKTP melalui oral/ sounde/parenteral
9. Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.
10. Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
11. Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi optot
dan ambulasi selama penyembuhan.
b. Pembedahan
1. Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu;
intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
2. Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.
Gambaran Patofisiologi
Individu terkena
Ekssotoksin
(masa inkubasi 2-21 hari)
Neurotoksi
Absorbsi melalui ujung saraf sensorik dan motrik
Faktor penyebab :Kuman anaerob (Closteridium tetani)
Lain-lain :
Faktor predisposisi :- luka tusuk dalam- luka karena kecelakaan kerja- luka ringan seperti luka gores, lesi pada
mata, telinga dan tonsil
Masuk pembulu arah dan sumbu limbik ke
Susunan Saraf Pusat (SSP) pada intraaaaksonal samapai ganglia/
Simpul saraf
Hilangnya ketidakseimbangan tonus otot
Kekakuan otot
Lokal Generalisata
-trismus
- opistotonus
-risus sardonikud
- kekakuan otot
dinding perut
- ekstremitas
(ekstremitas atas
fleksi dan ekstremitas
bawah ekstensi)
Sistem
pencernaan
Gangguan
metabolik dan
proses
pencernaan
- Proses
eliminasi BAB
Sistem pernafasan
kekakuan otot pernafasan
Status konvulsi
(kejang yang berlangsung lama
lebih dari 10 menit)
hipoksia
Susunan Saraf
Pusat
Tekanan intra
kranial meningkat
Kerusakan satu
atau beberapa
saraf pusat.
supuratif :
- Tindakan A,B dan C
- Atur posisi semi
prone
- Hentikan kejang
- cari penyebab
- atasi penyulit
- debridemment
- Netralisis tetani
- Nutiris dan cairan
-
terganggu
- Gangguan
pemenuhan
nutrisi
gagal nafas
diperlukan alat bantu nafas
(Ventilator
Mekanik/Respirator)
Masalah keperawatan :
- ketidak efektifan jalan nafas,
gangguan pertukaran gas dan
gangguan pola nafas
- Hipertermia, gangguan
komunikasi verbal, risiko
ketidakseimbangan cairan dan
elktrolit
- Pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan,
keluampuhan
KEPUSTAKAAN
Soeparman; 1990; Ilmu Penyakit Dalam; Universitas Indonesia Press; Jakarta
Deanna etc.: 1991; Infectious Diseases; St. Louis Mosby Year Book.
Theodore R.; 1993; Ilmu Bedah; EGC; Jakarta
Marlyn Doengoes; 1993; Nursing Care Plan; Edisi III, Philadelpia
Top Related