Download - KATA SAMBUTAN WAKIL KETUA MAHKAMAH AGUNG RI BIDANG … pengarahan waka ma... · peradilan di bawah Mahkamah Agung2, yang berlangsung dari tanggal 28 s/d 30 Oktober 2012 di Manado.

Transcript

1

2

KATA SAMBUTAN

WAKIL KETUA MAHKAMAH AGUNG RI

BIDANG NON YUDISIAL

(Dr. H. Ahmad Kamil, SH., M.Hum)1

PEMANTAPAN SISTEM KAMAR

UNTUK MEWUJUDKAN KESATUAN HUKUM

MENINGKATKAN PROFESIONALISME HAKIM

A. Pendahuluan.

Tema Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Mahkamah Agung RI dengan 4

(empat) lingkungan peradilan di bawahnya, menempatkan tema ”PEMANTAPAN

SISTEM KAMAR UNTUK MEWUJUDKAN KESATUAN HUKUM DAN

MENINGKATKAN PROFESIONALISME HAKIM” yang diikuti oleh pimpinan

Mahkamah Agung, Hakim Agung, Hakim Ad Hoc pada Mahkamah Agung, pejabat

eselon I dan II serta Panitera Mahkamah Agung, Ketua dan Wakil Ketua serta

Panitera/Sekretaris pengadilan tingkat banding dari empat empat lingkungan

peradilan di bawah Mahkamah Agung2, yang berlangsung dari tanggal 28 s/d 30

Oktober 2012 di Manado.

Mengacu pada Rakernas tahun 2011 di Hotel Merceur Ancol satu tahun yang

lalu, Bapak Ketua Mahkamah Agung RI (Dr. Harifin A. Tumpa, SH., MH) saat itu

telah menyatakan bahwa mulai 1 Oktober 2011 Mahkamah Agung RI akan memulai

memberlakukan sistem3 kamar. Dasar hukum yang akan digunakan adalah Surat

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 142/KMA/SK/IX/2011 tentang

Pedoman Pelaksanaan sistem kamar pada Mahkamah Agung RI, tertanggal 19

September 20114.

SK. KMA 142 secara substantif mengatur tata cara dan detail implementasi

sistem kamar. Surat Keputusan 142 ini juga dilengkapi dengan dua instrumen hukum

lain, yaitu Surat Keputusan KMA tentang penunjukan Ketua Kamar, dan Surat

1 Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Bidang Non Yudisial.

2 SK. KMA. No.072/KMA/SK/VI/2012, tanggal 5 Juni 2012.

3 Seperangkat pengaturan unsur yang saling berhubungan sehingga membentuk satu kesatuan.

4 Dikutip dari laporan Rakernas tahun 2011. hal ini dinyatakan secara tegas pada saat Ketua Mahkamah Agung

membuka acara Rakernas tanggal 19 September 2011.

3

Keputusan KMA tentang Penunjukan Hakim Agung sebagai anggota kamar perkara

dalam Sistem Kamar pada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pada saat itu,

Ketua MA menegaskan bahwa dengan berlakunya SK 142/KMA/SK/IX/2011, maka

semua tata cara pembagian perkara, dan prosedur-prosedur lain yang mendukung

pelaksanaan sistem kamar sudah akan efektif mulai 1 Oktober 2011. Sementara itu

dalam masa-masa awal pemberlakuan SK KMA tersebut akan ada masa transisi dari

Sistem Tim ke Sistem Kamar. Penyesuaian selama satu tahun bagi sistem

administrasi pendukung untuk melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan,

seperti masalah register, pelaporan, koordinasi, dan lainnya5.

Tujuan yang hendak dicapai melalui sistem kamar, Pertama, Mengembangkan

kepakaran dan ketrampilan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Kedua,

meningkatkan produktivitas dalam memeriksa dan menutus perkara. Ketiga,

memudahkan pengawasan dan pembinaan hukum yurisprudensi dalam kerangka

menjaga kesatuan hukum nasional.

Sistem kamar yang diberlakukan Mahkamah Agung, merupakan salah satu di

antara agenda besar dalam proses pembaruan hukum dan teknis penyelesaian

perkara kasasi yang telah tertuang dalam buku cetak biru menuju peradilan yang

agung. Penting digaris bawahi, bahwa sejatinya pemberlakuan Sistem Kamar pada

Mahkamah Agung RI yang berlaku efektif 1 Oktober 2011 sebelumnya telah melalui

kajian akademis tim pembaruan, kajian kelompok kerja Mahkamah Agung, dan pula

telah melalui keputusan pleno seluruh hakim agung, yang kemudian dituangkan

dalam bentuk regulasi Keputusan Mahkamah Agung. Sistem kamar telah berjalan

satu tahun, maka pendekatan manajemen keorganisasian mengandaikan pentingnya

evaluasi koreksi menuju pemantapan sistem, karena setiap teori pada dasarnya siap

terbuka untuk diperbaiki. Tujuan sistem kamar sangat jelas yaitu untuk

meningkatkan kualitas kepakaran dan ketrampilan dalam memeriksa dan memutus

perkara.

Sistem kamar sebagai bagian dari agenda besar Mahkamah Agung menuju

terwujudnya peradilan agung 25 tahun ke depan, memerlukan dukungan pembinaan

organisasi, penyesuaian sistem administrasi, dan finansial. Saya sebagai salah satu

5 Laporan Rakernas 2011.

4

unsur pimpinan Mahkamah Agung yang membidangi Non-Yudisial mendukung

pemantapan sistem kamar tersebut melalui pendekatan pembinaan non-teknis namun

memiliki korelasi langsung dengan kwalitas pembinaan bidang yudisial.

B. Pemantapan Sistem Kamar

Istilah ”Pemantapan” berakar dari kata ”Mantap” yang berarti ”tidak goyah,

tidak ada gangguan, kukuh”6. Memantapkan, mengandung pengertian ”menjadikan

stabil, menjadi tetap dan tidak tergoyahkan”7, sedangkan kata ”Pemantapan”

mengandung makna suatu proses, perbuatan, atau cara memantapkan8. Penggunaan

kata pemantapan, mengandung konsekwensi adanya aktifitas yang terencana,

terorganisir, dan terkontrol secara teguh taktergoyahkan atas objek yang dikerjakan

(sistem kamar).

Sistem kamar, sebagai sebuah pendekatan pelayanan peradilan terhadap

masyarakat pencari keadilan pada tingkat kasasi khususnya, dan semua tingkat

peradilan di bawah pada umumnya, akan bekerja dengan melibatkan berbagai unsur

yang saling ketergantungan satu dengan lainnya. Makna simantik dari kata ”Sistem”

itu sendiri merefleksikan ”Seperangkat pengaturan unsur yang saling berhubungan

sehingga membentuk satu kesatuan kekuatan” 9. Jadi dalam pemberlakuan sistem

kamar, dibutuhkan manajemen, organisasi, administrasi, dan keuangan yang

memiliki peran saling ketergantungan dalam membangun sukses.

Sistem kamar diresmikan pada 19 September 2011 melalui SK Ketua MA

Nomor 142/KMA/IX/2011 yang ditandatangani Harifin A. Tumpa. Sistem ini

diterapkan untuk mengurangi kesenjangan penanganan perkara dan penjatuhan

putusan oleh majelis hakim. Hal ini terjadi karena setelah pemberlakuan sistem

kamar, akan dilakukan penyesuaian administrasi, organisasi, keuangan dan

manajemen perkara.

Dalam sistem kamar, para hakim akan ditempatkan sesuai ranah keahlian,

sehingga keahlian di bidang hukum tertentu yang terasah secara terus menerus akan

6 Peter Salim, Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta, 1991:933

7 Ibid.

8 Ibid

9 Drs. Peter Salim, Kamus bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta, 1991: 1442.

5

membentuk karakter kepakaran yanga pada gilirannya akan melahirkan ketrampilan

tinggi di bidangnya sehingga trampil dan efektif dalam melayani masyarakat pencari

keadilan di tingkat kasasi. Ada lima kamar yang ditempati para hakim agung, yakni

pidana, perdata, tata usaha negara, agama, dan militer.Saat meresmikan, Harifin A.

Tumpa mengatakan ”Sistem ini bertujuan mengembangkan kepekaan dan keahlian

hakim dalam memeriksa dan memutus perkara, meningkatkan produktivitas

penanganan perkara, dan sistem penanganan perkara yang terklasifikasi”10

. Sistem

ini diyakini kalangan sebagai sistem keahlian yang akan menghindari terjadinya

disparitas putusan yang selama ini terjadi pada Mahkamah Agung, pada saat itu juga

akan berdampak pada penguatan sistem yurisprudensi sebagai pengisi dan

pembaharu hukum Indonesia.

Berdasarkan SK KMA Nomor 142/KMA/SK/IX/2011 tanggal 19 September

2011 tentang Pedoman Penerapan Sistem Kamar di Mahkamah Agung, disebutkan

pada point kedua bahwa sampai dengan bulan April 2014, atau selama masa transisi,

penerapan sistem kamar dilakukan dengan penyesuaian terhadap kondisi dan

struktur organisasi Mahkamah Agung saat ini. Sistem Kamar juga di klasifikasikan

menjadi 5 kamar, yaitu Kamar Pidana, Kamar Perdata , Kamar Tata Usaha Negara,

Kamar Agama dan Kamar Militer. Dalam sistem kamar membawa konsekwensi

penempatan hakim agung di masing-masing kamar yang kemudian ditentukan oleh

asal lingkungan peradilan bagi Hakim Agung yang berasal dari jalur karir;

berdasarkan Latar belakang pendidikan formal, khusus untuk Hakim Agung yang

berasal dari jalur non karir, dan berdasrkan pendidikan dan pelatihan yang pernah

dilalui11

.

Panitera Muda Tim (Panitera Muda Kamar) bertanggung jawab

mengumpulkan dan mendokumentasikan risalah putusan Majelis Hakim Agung di

10

http://www.tempo.co/read/news/2012/02/08/063382607/Hatta-Ali-Janji-Pertahankan-Sistem-Kamar

11 http://www.pa-tanjungbalai.net/index.php?option=com_content&view=article&id=369:penerapan-sistem-

kamar-dan-alur-perkara-

6

kamar masing-masing, baik dalam bentuk salinan keras (hard copy) maupun

elektronik, dan membantu Ketua Kamar mempublikasikannya.

C. Kesatuan Hukum Penegakan Hukum

Istilah ”Kesatuan Hukum” dalam literatur hukum dan praktik peradilan,

mengandaikan keterpaduan, kebersamaan, kesatuan pola pikir dan pola tindak para

aparatur penegak hukum (khususnya hakim) dalam konteks memeriksa dan

memutus perkara yang masuk di pengadilan12

, yang terefleksi pada setiap putusan

hakim dalam perkara yang sama atau identik. Disparitas dalam pemikiran hukum

tidak mungkin dihindari, namun kesatuan hukum merindukan realita jarak yang

dekat lagi mesra antara putusan yang satu dengan lainnya. Hakim sebagai pemilik

otoritas judge made law melekat asas “Res Judicate Pro Veritate

Hebetur”,artinya: apa yang diputus oleh Hakim itu benar walaupun

sesungguhnya tidak benar, sepanjang tidak dibatalkan oleh pengadilan lain yang

lebih tinggi derajatnya.

Doktrin hukum tersebut, menempatkan Pengadilan sebagai titik sentral

konsep Negara hukum. Indonesia menganut konsep Negara hukum sebagaimana

tertuang dalam UUD 1945, bahwa Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechsstaat),

tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka(machtstaats). Sejalan dengan konsepsi

Negara hukum, peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman harus

memegang teguh azas “Rule of Law”. Untuk mengakkan Rule of Law para Hakim

dan Mahkamah Agung serta 4 lingkungan peradilan di bawahnya harus

memperhatikan Supremasi hukum, Equality Before

TheLaw,danHumanRights.Ketiga hal tersebut adalah konsekwensi logis dari

penegakan prinsip-prinsip kesatuan Negara hukum, yang terfokus pada

konsentrasi: Azas Legalitas (Principle of Legality), Azas perlindungan HAM

(Principle of Protection of Human Right), dan Azas Peradilan Bebas (Free Justice

Principle).

12

Pengertian yang sama dapat dibaca pada Pasl 18 ayat (3) UU.No.5/1991 tentang istilah kesatuan unsur

pimpinan, yang diartikan sebagai keterpaduan dan kebersamaan antara jaksa agung dan wakil jaksa agung

dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh jaksa agung.

7

Mendasarkan pada fungsi-fungsi peradilan di atas, maka perilaku jajaran

aparat penegak hukum, khususnya hakim adalah perilaku Hakim menjadi salah

satu barometer utama dari suatu Negara hukum untuk mengukur tegak tidaknya

hukum dan undang-undang. Aparat penegak hukum menjadi titik sentral dalam

proses penegakan kesatuan hukum (Law univied enforcement prosess) yang harus

memberikan keteladanan, konsisten-konsekwen dalam menjalankan hukum dan

undang-undang.

Kahadiran lembaga peradilan adalah menjadi sebuah syarat mutlak bagi

suatu Negara hukum yang dibentuk untuk mengawasi dan melaksanakan aturan

hukum dan undang-undang suatu Negara. Pengawasan dilakukan sebagai

“balance” terhadap pemerintah di dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara,

dan bagi rakyat dapat menjadi pedoman dalam hal-hal mana ia harus berbuat

sesuai dengan hak-hak dan kewajiban yang ada pada dirinya. Dengan kata lain,

lembaga peradilan tidak lain daripada sebuah badan pengawas, pelaksanan hukum

dan sekaligus sebagai benteng penegak hukum dan keadilan. Ini makna dan

hakikat dari azas peradilan yang bebas. Dengan demikian eksistensi peradialn

bebas dalam Negara hukum dan Negara demokrasi merupakan “Conditio Sine

Quanon” (harus tidak boleh tidak adanya).

Dalam praktik, prinsip-prinsip peradilan yang bebas tidak selalu konsisten

diterapkan dan dilaksanakan dalam kehidupan praktek peradilan.

Sering terjadi kesenjangan antara harapan dan realita kenyataan, sering juga

terjadi ketimpangan antara putusan dengan hukum acara dan hukum terapan,

sehingga bermunculan issue-issue yang menyudutkan lembaga peradilan. Issue-

issue negatif semacam itu tentu tidak akan muncul ketika dalam kenyataan

keadilan terwujud atau dengan kata lain issue-issue itu tidak akan muncul ketika

tidak terjadi ketidakadilan dalam proses peradilan.

Fenomena tersebut menjadi menarik untuk dikaji dan diteliti lebih mendalam

apa sebenarnya yang terjadi dalam proses peradilan dan apa sebenarnya yang

menjadi faktor-faktor penyebab sehingga terjadi perbedaaan dalam penjatuhan

sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana, atau terjadinya disparitas putusan

terhadap kasus yang sama. Muncul dibenak Komisi Yudisial mengapa sampai

8

begitu banyak putusan hakim yang bermasalah, jumlah tersebut adalah yang

terdeteksi, padahal masih banyak putusan-putusan bermasalah yang belum

terlaporkan atau terdeteksi. Salah satu penyebab timbulnya disparitas dalam

praktek peradilan adalah falsafah yang melatarbelakangi system hukum dan

perundang-undangan. Sebagaimana diketahui bahwa system hukum dan

perundang-undangan Indonesia berlatrbelakang Analytical Legal Positivism yang

berlandaskan falsafah liberalisme, indivisudlaisme dan rationalisme. Falsafah ini

bersumber dari falsafah Revolusi Industri Perancis abad XVIII yakni Liberty,

Egality dan Fraternity, sebuah sistem hukum berkarakter liberal-individual. Maka

substansi, doktrin, azas dan lain perlengkapan (konstruksi, sistematika dan

interprestasi) diberlakukan untuk mengamankan paradigma nilai liberal tersebut.

Dengan demikian tidak mengherankan apabila system hukum berkarakter liberal

ini dirancang terutama untuk memberikan perlindungan terhadap kemerdekaan

individu.

Indonesia yang menganut aliran positivesme dalam hukum pidananya yang

memberikan kebebasan hakim yang lebih luas sehingga besar kemungkinannya

untuk dapat terjadinya disparitas dalam menjatuhkan putusannya, sedangkan

Undang-undang hanya dipakai sebagai pedoman pemberian pidana yaitu pedoman

maksimal dan minimal saja. Disparitas penjatuhan sanksi pidana akan berakibat

buruk, bilamana dikaitkan dengan “correction administration”. Terpidana yang

telah memperbandingkan pidana kemudian merasa menjadi korban “the judicial

caprice”, akan menjadi terpidana yang tidak menghargai hukum, padahal

penghargaan terhadap hukum tersebut merupakan salah satu target dalam

pemidanaan.

Disparitas yang mencolok dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap para

pelaku tindak pidana selain menimbulkan ketidakadilan dimata para pelaku tindak

pidana pada khususnya dan masyarakat pada umumnya juga akan menimbulkan

ketidakpuasan dikalangan para pelaku tindak pidana itu sendiri dan juga di

kalangan masyarakat. Konsekwensi logis dari system hukum berjiwa liberal

individual, system hukum memiliki karakter kelas (the class character of law)

9

system hukum adalah mekanisme yang secara langsung atau tidak langsung

melayani kepentingan-kepentingan kelas ekonomi dan kelas politik yang dominan.

Unger, mengkritik sistem teori hukum liberal individualism, bahwa hukum

liberal gagal menangani issue-issue seperti diskriminasi ras, gender, ketidakadilan,

kemiskinan, penindasan, peperangan dan seterusnya. Kebutuhan teori hukum

liberal mengandung apa yang mereka tuduhkan sebagai “incohenrent internally

inconsistent” dan “Self-contradictorry”.

Kritikan yang cukup tajam dari Unger di atas, kiranya cukup atau seringkali

mewarnai berbagai putusan Pengadilan. Dengan kata lain, berbagai putusan

pengadilan tidak lepas dari kritikan Unger di atas. Kegagalan hukum modern yang

notabene liberal kapitalistik ini dibuktikan dengan ketidakmampuan hukum

menjangkau kasus-kasus hukum yang melibatkan pejabat tinggi/elit politik, dan

dalam dunia peradilan juga gagal total dengan dibuktikan ketidakmampuan

pengadilan dalam menjalankan fungsinya sebagai peradilan yang bebas dan

mandiri.

D. Meningkatkan Profesionalisme Hakim

Profesionalisme, berarti ”Sifat profesional”13

, sedangkan kata ”Profesional”

mengandung makna ”Berhubungan dengan profesi, membutuhkan keahlian tertentu

dalam melakukan keahliannya”14

. Kata profesionalisme dan profesional, keduanya

mengandung energi bergerak, yaitu suatu proses atau cara menjadikan suatu badan

atau organisasi agar profesional15

. Profesionalisme mengandaikan keahlian dan

ketrampilan tertentu di bidang hukum tertentu. Keahlian berpusat pada wawasan

keilmuan di bidang hukum tertentu yang sifatnya masih abstrak, sedangkan

ketrampilan merupakan refleksi dari sebuah keahlian yang menjelma menjadi

gerakan fisik yang sangat efektif dan efesien. Lembaga peradilan sebagai subjek

hukum yang melayani masyarakat pencari keadilan mendambakan sifat dan sikat

yang profesioanl, cekatan dan ketepatan dalam melayani.

13

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1991: 453 14

Peter Salim, hal. 1192. 15

Ibid.

10

Apa yang dicita-citakan oleh lembaga profesionalisme tersebut bisa

terwujud, apabila para hakim dalam memeriksa dan memutus perkara ”memiliki

pengetahuan yang banyak tentang hal sedikit, atau tahu banyak tentang sedikit”,

bukan tahu sedikit tentang hal yang banyak atau tahu sedikit tentang hal yang

banyak”. Tahu sedikit tentang hal yang banyak, mencerminkan sifat an-profesional

karena pengetahuannya hanya sedikit terhadap hal yang dihadapi, akibatnya

keputusan-keputusannya tidak maksimal. Sistem kamar yang telah sedang bekerja

di Mahkamah Agung bertekad untuk membangun pribadi-pribadi hakim agung yang

ahli di bidangnya guna memperkecil kemungkinan terjadinya kekhilafan hakim yang

nyata dalam putusan, sehingga menjadi celah masuknya upaya hukum Peninjauan

Kembali (PK).

Pemantapan sistem kamar, yang menjadi tema besar Rapat Kerja Nasional

Mahkamah Agung RI di Manado, diharapkan membawa dampak terwujudnya

kesatuan hukum dan profesionalisme hakim dalam membangun hukum

yurisprudensi Mahkamah Agung. Penting disadari bahwa perubahan sistem

sebelumnya yang cenderung general ke sistem kamar yang lebih spesialis, dipastikan

akan membawa dampak perubahan organisasi, administrasi dan finansial sebagai

unsur supporting unit keorganisasian. Oleh karena itu model perencanaan

manajemenperkara pada tahun 2013 harus mulai berubah menyesuaian kebutuhan

sistem kamar.

E. Reword and Punishment dalam Pemantapan Sistem Kamar

Sistem kamar, sebagaimana telah diuraikan di atas mengandaikan terwujudnya

SDM hakim agung dan hakim di bawahnya memiliki keahlian yang handal di

bidangnya, profesional dan trampil dalam menjalankan tugas pokoknya. Sebagai

konsekwensi logis penting dipertimbangkan pendekatan Reword and Punishment.

Negara-negara maju seperti di Australia, Amerika, Jepang, pendekatan reword and

punisment menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam konteks pengembangan

manajemen badan pengawasan. Teori manajemen mengenal tiga bentuk reward,

yaitu:

11

1. Direct Financial Reward, seperti: peningkatan gaji, pemberian bonus, pemberian

insentif, dan lain sebagainya.

2. Career Advancement Reward, contoh: promosi jabatan, memperluas

kewenangan, memutasi ke tempat yang lebih baik, dan lain-lain.

3. Recognation Reward, contoh: pemberian sertifikat penghargaan, piagam

penghargaan, teropy penghargaan, berita di media, dan lain-lain.

Tujuan pemberian reword dalam keorganisasian adalah untuk meningkatkan

hubungan emosional antara karyawan yang bersangkutan dengan organisasi,

memberikan kepuasan dan kebanggaan bagi karyawan terhadap pekerjaannya yang

pada gilirannya akan memacu motivasi kerja individu, juga meningkatkan harkat dan

martabat harga diri, kepercayaan diri karyawan di organisasi dan lingkungan.

Reword perlu direncanakan sesuai kebutuhan dan kemampuan organisasi.

Membangun progran reword, tidak semata-mata bersifat keilmuan, namun

diperlukan seni kepemimpinan dalam mencapai target yang diharapkan. Ada

beberapa metode reward yang biasa digunakan dalam manajemen keorganisasian,

yaitu: sallery, commission, incentive payment, salest contest, personal benefit.

Punishment, merupakan padanan keseimbangan lembaga reword. Azrim dan

Halz, memberikan definisi Punishment sebagai prosedur menurunkan derajat

kompetensi harga diri sebagai konsekwensi tindakan atau sikap tidak profesional

yang memperlemah prilaku tertentu16

. Skinner (1953), menggambarkan 3 (tiga) efek

utama hukuman yang mungkin secara tidak langsung mengakibatkan berkurangnya

probabilitas dari prilaku yang dihukum. Tiga aspek itu ialah sebuah stimulus

permusuhan dapat memperoleh respon yang tidak sesuai dengan tanggapan orang

yang diberi hukuman; prilaku menjadi sumber rangsangan yang membangkitkan

prilaku yang tidak kompatibel; prilaku yang mengurangi rangsangan permusuhan

terkondisi yang timbul dari prilaku itu sendiri atau dari keadaan bersama akan

diperkuat.

Pertimbangan punishment antara lain, harus mempertimbangkan prosedur yang

lebih efektif, yaitu hukuman yang menghasilkan penyelesaian cepat terhadap

persoalan organisasi, guna mencegah terjadinya prilaku yang tidak sesuai norma-

16

Manajemen kepemimpinan, Azrim dan Halz, tahun 1966.

12

norma organisasi. Alasan lain adalah ketika situasi dan kondisi sudah sangat

membahayakan organisasi.

Pertimbangan lain yang perlu dipikirkan oleh pimpinan saat akan menjatuhkan

punishment, yaitu menghukum dengan segera setelah prilaku negatif telah terjadi;

konsisten dalam memberikan hukuman. Setiap muncul prilaku negatif harus segera

diberikan hukuman dengan pertimbangan penguatan organisasi, juga harus

dikembangkan evaluasi terhadap dampak serta efektifitas hukuman yang dijatuhkan.

E. Beberapa Contoh Data Pengawasan, Kepegawaian dan Keuangan

Sebagai gambaran, perlu dideskripsikan kwantitas pengaduan publik,

institusi dan pengaduan online terhadap hakim selama 2011 tergambar sebagai

berikut:

1. pengaduan masyarakat : 2.833

2. pengaduan institusi : 258

3. dan pengaduan online : 141

Jumlah pengaduan tersebut, 38% pengaduan tidak layak proses, layak

proses 35 % , dan 6 % diproses melalui badan pengawasan..Selama 2011 tercatat

43 aparatur peradilan yang terkena hukuman disiplin berat, 22 hukuman sedang,

dan 62 terkena hukuman disiplin ringan. Total 130 aparatur peradilan yang terkena

sanksi tersebut, 38% diantaranya adalah hakim, staf pengadilan 19,6%, dan

panitera pengganti 11,8%.

53,85% melanggar peraturan disiplin, 20,77% unprofessional conduct, dan

13,85% melanggar kode etik. Hasil MKH menjatuhkan putusan 1 orang hakim

diberhentikan dengan tidak hormat, dan 1 orang diberhentikan dengan hormat

tidak atas permintaan sendiri. Survey tahun 2011 penilaian integritas empat

lingkungan peradilan, menunjukkan pengadilan agama pada level II memiliki nilai

tertinggi 29, dan pada survey kedua, pengadilan agama juga mendapat angka

tertinggi 32. Hal ini menunjukkan sinyal positif terhadap peningkatan kinerja

13

aparatur peradilan agama. Sebagai perbandingan surat pengaduan masyarakat,

pengaduan online, dan pengaduan institusi selama sembilan bulan dari Januari

sampai bulan September 2012 berjumlah 1611 pengaduan. Data tersebut

menunjukkan bahwa pengaduan yang berasal dari masyarakat pencari keadilan

tetap mendominasi. Berikut ini adalah data statistik yang menggambarkan

perbandingan pengaduan tahun 2011 dengan tahun berjalan dari Januari s-d

September 2012 dalam kontek manajemen pengawasan Badan Pengawasan

Mahkamah Agung RI.

REKAPITULASI SURAT PENGADUAN MASYARAKAT JANUARI S/D SEPTEMBER 2012

Jenis Surat Jumlah Jenis Pengaduan

Pengaduan Masyarakat

Pengaduan Online

Pengaduan Instansi

Ditelaah 507 423 30 54

Diperiksa Tim Bawas 84 78 1 5

Dijawab dengan Surat 230 191 0 39

Delegasi ke Tingkat Banding 210 173 23 14

Delegasi ke Tingkat Pertama 68 68 - -

Delegasi Internal 33 20 9 4

Masih proses penyelesaian 49 34 - 15

Surat Layak Proses/sdh ditindaklanjuti

1181 987 63 131

Surat tidak layak proses/Arsip 592 430 41 121

Jumlah pengaduan mask 1773 1417 104 252

Sumber data: Badan Pengawasan tanggal 16 Oktober 2012

REKAPITULASI SURAT PENGADUAN MASYARAKAT

TAHUN 2011

Jenis Surat

Jumlah

Jenis Pengaduan

Masyarakat Online Instansi

Ditelaah 188 188 - -

Diperiksa Tim Bawas 127 122 - 5

14

Dijawab dengan Surat 700 497 46 157

Delegasi ke Tingkat Banding 323 291 23 9

Delegasi ke Tingkat Pertama 129 109 0 20

Delegasi Internal 64 51 11 2

Masih proses penyelesaian 488 488 - -

Surat Layak Proses/sdh ditindaklanjuti

2019 1746 80 193

Surat tidak layak proses/Arsip 1213 1087 61 65

Jumlah pengaduan masuk 3232 2833 141 258

Sumber data: Badan Pengawasan tanggal 16 Oktober 2012

REKAPITULASI HUKUMAN DISIPLIN YANG DIJATUHKAN BADAN PENGAWASAN MAHKAMAH AGUNG RI TAHUN 2011 S/D SEPTEMBER 2012

No JABATAN TAHUN 2011 JANUARI S/D SEPTEMBER 2012

JUMLAH

JENIS HUKUMAN DISIPLIN JENIS HUKUMAN DISIPLIN

Berat Sedang Ringan Berat Sedang Ringan

1

Hakim 12 12 29 19 8 33 113

Hakim Ad Hoc - - - 6 0 2 8

Hakim Militer 2 1 2 0 0 1 6

2 Panitera/Sekretaris 2 - 2 6 2 4 16

3 Wakil Sekretaris - - 1 2 0 0 3

4 Wakil Panitera 4 - 7 2 0 4 17

5 Panitera Muda 2 - 4 0 0 9 15

6 Pejabat Struktural/Fungsional

3 2 10 3 2 1 21

7 Panitera Pengganti 4 1 4 6 0 3 18

8 Staf 13 6 6 12 3 7 47

9 Juru Sita 1 - - 4 0 4 9

10 Juru Sita Pengganti - - - 2 1 0 3

JUMLAH 43 22 65 62 16 68 276

130 146

Sumber data: Badan Pengawasan tanggal 16 Oktober 2012

15

REKAPITULASI MAJELIS KEHORMATAN HAKIM TAHUN 2009 S/D SEPTEMBER 2012

NO JENIS HUKUMAN

TAHUN

JUMLAH 2009 2010 2011 s/d Sep 2012

1 Diberhentikan tidak dengan hormat

1 4 1 - 6

2 Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri

- -

1 2 3

3 Non Palu, Dimutasikan dan Diturunkan Pangkat

2 - - - 2

4 Non Palu, Dimutasikan dan Ditunda kenaikan pangkat

- 1

- - 1

5 Non Palu dan Dimutasikan

- - 1 1 2

6 Teguran tertulis - - 1 0 1

TOTAL 3 5 4 3 15

Sumber data: Badan Pengawasan tanggal 16 Oktober 2012 Keterangan : Rekomendasi dari Mahkamah Agung :7orang Rekomendasi dari Komisi Yudisial : 8 orang

REKAPITULASI PEMERIKSAAN KASUS, REGULER, MONITORING, REVIU, AUDIT KINERJA/AUDIT INTEGRITAS

TAHUN 2011 S/D SEPTEMBER 2012

PEMERIKSAAN TAHUN 2011 TAHUN 2012 JUMLAH

WILAYAH WILAYAH

1 II III IV 1 II III IV

Kasus 28 66 17 16 21 71 19 13 251

Reguler 16 20 14 11 25 18 16 16 136

Monitoring 3 15 8 7 1 5 4 2 45

16

Reviu 8 10 10 5 7 5 4 2 51

Audit Kinerja/Integritas

18 55 20 12 10 41 18 7 181

TOTAL 73 166 69 51 64 140 61 40 664

Sumber data: Badan Pengawasan tanggal 16 Oktober 2012

DATA PEMBINAAN KORDINASI DAN KONSULTASI PENGAWASAN SERTA TINDAK LANJUT

HASIL PEMERIKSAAN KEUANGAN TAHUN 2011

NO WILAYAH PESERTA JUMLAH

PESERTA

1

Banda Aceh Wakil Ketua, Hakim Tinggi, Pan/Sek, Panitera

pengganti dan Jurusita

205

2

Jayapura

Wakil Ketua, Hakim Tinggi, Pan/Sek, Panitera

pengganti dan Jurusita

130

3 PT Mataram Wakil Ketua, Hakim, Pan/Sek, Panitera

Pengganti Pengadilan Tingkat Banding dan

Tingkat Pertama serta Jurusita Pengadilan

Tingkat Pertama

93

4 PT Babel Wakil Ketua, Hakim, Pan/Sek, Panitera

Pengganti Pengadilan Tingkat Banding dan

Tingkat Pertama

66

5 PT Yogyakarta Wakil Ketua, Hakim, Pan/Sek, Panitera

Pengganti Pengadilan Tingkat Banding dan

Tingkat Pertama

106

TOTAL PESERTA 600

Sumber data: Badan Pengawasan tanggal 16 Oktober 2012

17

DATA RAPAT KOORDINASI TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKASAN PENANGANAN PENGADUAN DALAM RANGKA PENINGKATAN

REFORMASI BIROKRASI TAHUN 2012

NO WILAYAH PESERTA JUMLAH

PESERTA

1 Surabaya Wakil Ketua, Hakim Tinggi, Pan/Sek, Panmud

Hukum, Operator Sakpa dan Simak BMN

318

2 Padang Wakil Ketua, Hakim Tinggi, Pan/Sek, Panmud

Hukum, Operator Sakpa dan Simak BMN

164

3 Banjarmasin Wakil Ketua, Hakim Tinggi, Pan/Sek, Panmud

Hukum, Operator Sakpa dan Simak BMN

153

4 Kupang Wakil Ketua, Hakim Tinggi, Pan/Sek, Panmud

Hukum, Operator Sakpa dan Simak BMN

178

TOTAL PESERTA RAKOR 813

Sumber data: Badan Pengawasan tanggal 16 Oktober 2012

DATA KEPEGAWAIAN

PENCAPAIAN PROGRAM DAN KENDALA BIRO KEPEGAWAIAN

SAMPAI DENGAN BULAN OKTBER 2012

NO PROGRAM WILAYAH PESERTA KENDALA

1 Pelaksanaan Rekrutmen CPNS Tahun Anggaran 2012

14 Wilayah Tingkat Banding (Banda Aceh, Pekanbaru, Palembang, Bengkulu, Jakarta, Banjarmasin, Pontianak, Samarinda, Makassar, Manado, Kendari, Kupang, Ternate dan Jayapura)

6190 orang • Pembaharuan sistem rekrutmen dari MENPAN yang masih perlu banyak dipelajari.

Pembukaan Blokir Anggaran CPNS memakan waktu yang cukup lama.

18

2

Pelaksanaan Rekrutmen Calon Hakim Ad Hoc Tipikor Tahun Anggaran 2012

Seluruh Indonesia 382 orang Waktu pelaksanaan yang sangat mepet .

3

Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Fungsional Arsiparis Mahkamah Agung RI

Jakarta 20 orang

4

Pelaksanaan Pembinaan Kepegawaian Untuk Peradilan Tingkat Banding dan Pertama

2 Wilayah Tingkat Banding (Bandung dan Medan)

102 orang

5

Pelaksanaan Pembinaan Aplikasi Kepegawaian Untuk Peradilan Tingkat Banding dan Pertama

3 Wilayah Tingkat Banding (Medan, Bajarmasin dan Bandung)

60 orang

6

Pelakasanaan Ujian Dinas Tingkat I, II, dan Penyesuaian Ijazah

7 Wilayah Tingkat Banding (Bengkulu, Pontianak, Lampung, Ambon, Yogyakarta, Denpasar, Mataram)

667 orang

7

Pelaksanaan Baperjakat dan Pendataan Pegawai

Jakarta dan Bogor 67 orang

8

Pelaksanaan Penyusunan Daftar Urut Kepangkatan

Bogor 38 orang

9

Pelaksanaan Evaluasi Jabatan Fungsional Untuk Peradilan Tingkat Banding

Mataram 35 orang

10

Pelaksanaan Laporan Persiapan dan Penyusunan Usul Kenaikan Pangkat dan Kenaikan Gaji Berkala

Bogor dan Bandung 40 orang

11

Pelaksanaan Penyampaian Tanda Penghargaan Satya

Seluruh Indonesia 17 orang

19

Lencana Untuk Pegawai Mahkamah Agung RI

Sumber data: Biro Kepegawaian tanggal 16 Oktober 2012

CAPAIAN PROGRAM DAN KENDALA

PADA BIRO KEPEGAWAIAN TAHUN ANGGARAN 2011

NO PROGRAM WILAYAH PESERTA KENDALA

1 Pegawai yang Direkrut :

• Calon Pegawai Negeri Sipil dan

Calon Hakim Tahun Anggaran

2011

• Di Tahun

Anggaran 2011

Tidak Ada

Penerimaan CAKIM

dan CPNS 2011

2 Pegawai yang Direkrut :

• Calon Hakim Ad Hoc Tipikor

Tahun Anggaran 201 1

Seluruh

Indonesia

457 orang • Tidak Tepatnya

Waktu Pencairan

Sehingga Jadwal

Kegiatan Yang

telah Ditentukan

Tidak Sesuai

3 Pegawai yang Mengikuti

Pembinaan Bidang Kepegawaian :

• Aparatur yang Mengikuti

Kegiatan Pembinaan

2 Wilayah

Tingkat

Banding

(Surabaya dan

Makassar)

102 orang

4 Pegawai yang Mengikuti

Pembinaan Bidang Kepegawaian :

• Aparatur yang Mengikuti

Kegiatan Pembinaan Aplikasi

Kepegawaian

3 Wilayah

Tingkat

Banding

(Denpasar,

Vlanado dan

Mataram)

79 orang

5 Pegawai yang Mengikuti

Pembinaan Bidang Kepegawaian :

• Aparatur yang Mengikuti Ujian

Dinas Tingkat I, II dan

Penyesuaian Ijazah

7 Wilayah

Tingkat

Banding

(Makassar,

Surabaya,

Jambi, Kendari,

Banjarmasin,

Bogor dan

747 orang

20

Bandung)

6 Pegawai yang Mengikuti

Pembinaan Bidang Kepegawaian :

• Pejabat Fungsional yang

Mengikuti Pengelolaan

Pelaksanaan Penetapan Angka

Kredit

Bogor 26 Orang

7 Laporan Kepegawaian :

• Dokumentasi Kepegawaian dan

Pola Karier (Baperjakat dan

Pendataan Pegawai)

Jakarta dan

Bogor

109 orang

8 Laporan Kepegawaian :

• Penyusunan Daftar Urut

Kepangkatan (DUK)

Bogor 15 orang

9 Laporan Kepegawaian :

• Laporan Aparatur yang

Mendapatkan Tanda

Penghargaan (Satya Lencana)

Seluruh

Indonesia

22 Orang

10 Laporan Kepegawaian :

>> Laporan Jabatan Fungsional

yang Dievaluasi

• Perumusan dan Pengembangan

Jabatan Fungsional Pranata

Peradilan

• Evaluasi Jabatan Fungsional

Denpasar dan

Bogor

56 Orang

Sumber data: dari Biro Kepegawaian tanggal 16 Oktober 2012-10-20

21

BIRO KEUANGAN

LAPORAN REALISASI PENYERAPAN ANGGARAN TAHUN 2012 MENURUT UNIT ESELON I

JANUARI SAMPAI DENGAN 9 OKTOBER 2012

NO UNIT ESELON I

PAGU (Rp)

REALISASI (Rp)

% REALISASI

SISA ANGGARAN (Rp)

% SISA

1.

BADAN URUSAN ADMINISTRASI 4,676,043,208,000 3,181,034,481,135 68%

1,495,008,726,865

32%

- ESELON I PUSAT 1,368,640,088,000 811,791,400,746 59% 556,848,687,254

41%

- DAERAH 3,307,403,120,000 2,369,243,080,389 72% 938,160,039,611

28%

2. KEPANITERAAN 71,973,600,000 49,268,331,259 68% 22,705,268,741

32%

3. DITJEN BADAN PERADILAN UMUM 124,677,500,000 59,851,115,567 48% 64,826,384,433

52%

- ESELON I PUSAT 54,142,534,000 28,328,328,845 52% 25,814,205,155

48%

- DAERAH 70,534,966,000 31,522,786,722 45% 39,012,179,278

55%

4. DITJEN BADAN PERADILAN AGAMA 63,584,900,000 37,269,908,288 59% 26,314,991,712

41%

- ESELON I PUSAT 44,586,390,000 23,366,478,555 52% 21,219,911,445

48%

- DAERAH 18,998,510,000 13,903,429,733 73% 5,095,080,267

27%

5. DITJEN BADAN PERADILAN MILITER DAN TUN 20,300,000,000 13,570,476,074 67% 6,729,523,926

33%

- ESELON I PUSAT 14,349,362,000 10,212,100,617 71% 4,137,261,383

29%

22

- DAERAH 5,950,638,000 3,358,375,457 56% 2,592,262,543

44%

6. BADAN LITBANG DIKLAT KUMDIL 77,473,800,000 41,328,576,456 53% 36,145,223,544

47%

7. BADAN PENGAWASAN 23,579,600,000 14,994,294,263 64% 8,585,305,737

36%

JUMLAH 5,057,632,608,000 3,397,317,183,042 67%

1,660,315,424,958

33%

Sumber data: Kepala Biro Keuangan tanggal 16 Oktober 2012.

LAPORAN REALISASI PENYERAPAN ANGGARAN TAHUN 2012 PER JENIS BELANJA

JANUARI SAMPAI DENGAN 9 OKTOBER 2012

NO

UNIT ESELON I

PAGU (Rp)

REALISASI (Rp)

% REALISA

SI

SISA ANGGARAN

(Rp)

% SA

1 BELANJA

PEGAWAI 3,138,947,073,000 2,439,653,796,342 78% 699,293,276,65

8 22%

2 BELANJA BARANG 979,806,872,000 567,643,799,089 58%

415,163,072,911

42%

3 BELANJA MODAL 939,878,663,000 389,719,587,611 42%

549,159,075,389

58%

JUMLAH

5,057,632,608,000 3,397,017,183,042 67% 1,660,615,424,9

58 33%

Sumber data: Kepala Biro Keuangan tanggal 16 Oktober 2012.

LAPORAN REALISASI PENYERAPAN ANGGARAN TAHUN 2012

PER PROGRAM JANUARI SAMPAI DENGAN 9 OKTOBER 2012

NO

UNIT ESELON I

PAGU (Rp)

REALISASI (Rp)

% REALIS

SISA ANGGARAN (Rp)

% SA

1 DUKUNGAN

MANAJEME

N DAN 3,743,113,178,000 2,793,764,229,034 75% 949,348,948,966

25%

23

PELAKSANA

AN TUGAS

TEKNIS

LAINNYA

2 PENINGKATAN SARANA DAN PRASARANA 932,930,030,000 387,270,252,101

42% 545,659,777,899

58%

3 PENYELESAIAN PERKARA MA-RI 71,973,600,000 49,268,331,259

68% 22,705,268,741

32%

4 PENINGKATAN MANAJEMEN PERADILAN UMUM 124,677,500,000 59,851,115,567

48% 64,826,384,433

52%

5 PENINGKATAN MANAJEMEN PERADILAN AGAMA 63,584,900,000 37,269,908,288

59% 26,314,991,712

41%

6 PENINGKATAN MANAJEMEN PERADILAN MILTUN 20,300,000,000 13,570,476,074

67% 6,729,523,926

33%

7 PEDIDIKAN DAN PELATIHAN APARATUR MA 77,473,800,000 41,328,576,456

53% 36,145,223,544

47%

8 PENGAWAS

AN DAN

PENINGKAT

AN

AKUNTABILJ

TAS

APARATUR

MA-RI 23,579,600,000 14,994,294,263 64% 8,585,305,737

36%

JUMLAH 5,057,632,608,000 3,397,317,183,042

67% 1,660,315,424,958

33%

Sumber data: Kepala Biro Keuangan tanggal 16 Oktober 2012.

J

a

k

a

r

24

t

a

O

k

t

o

b

e

r

2012 Kepala Biro Keuangan SUTISNA

2 Kepa

25

la Biro Keuangan SUTISNA Jakarta, 10 Oktober 2012

26

Kepala Bro Keuangan

27