K E K U A T A N H U K U M H A S I L P E M E R I K S A A N PUSAT
L A B O R A T O R I U M F O R E N S I K P O L R I T E R H A D A P B A R A N G
B U K T I T I N D A K PIDANA P S I K O T R O P I K A
S K R I P S I
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Menempuh Ujian Sarjana Hukum
Oleh
Y E P R I H E R L A M B A N G
50 2010 054
U N I V E R S I T A S M U H A M M A D I Y A H P A L E M B A N G
F A K U L T A S H U K U M
2014
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG FAKULTAS HUKUM
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
Jadul Skripsi KEKUATAN HUKUM HASIL PEMERIKSAAN PUSAT LABORATORIUM FORENSIK POLRI TERHADAP BARANG BUKTI TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA
Nama
NIM
Progrui Stadi
: YEPRI HERLAMBANG
: 50 2010 054
: D m Hakam
Program KekhassMB : Haloim Pidaoa
PembinlNag
LhU MakBMa.SH.MH
PalcmbaDg, April 2014
DISETUJUI OLEH TIM PENGUJI:
Kctua : Nar Hasai Emiboa, SB,, SpM^ MB
Anggota : 1. H. Samsulhadi, S a , MH
2. Rusaiati, SE^ SH^MH
DISAHKAN OLEH DEKAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITi^^^lUHAlHMADI9AaBALEMBANG
(DR. SRI SUATMUTl7Sa/M.Hnm> NBM/NIDN: 791548/00060460009
ii
" Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling
menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati dalam
kesabaran "
(Q.S. Al -Ashr :2 -3)
Ku persembahkan kepada :
• Ayahanda dan Ibunda tercinta
• Saudara-Saudaraku
• Seseorang yang kelak akan
mendampingiku.
• Sahabat-sahabal terbaiku
• Almamatcr ku
ill
JUDUL SKRIPSI : K E K U A T A N H U K U M HASIL PEMERIKSAAN PUSAT LABORATORIUM FORENSIK POLRI TERHADAP BARANG B U K T I T I N D A K PIDANA PSIKOTROPIKA
Penulis, Pembimbing
Yepri Herlambang Lui l Maknun, SH. M H
ABSTRAK
Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimanakah prosedur pemeriksaan yang dilakukan di pusat
laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana psikotropika ?
2. Bagaimanakah kekuatan hukum hasil pemeriksaan pusat laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana psikotropika ?
Selaras dengan tujuan yang bermaksud untuk mengetahui kekuatan hukum hasil pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana psikotropika dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana psikotropika, maka jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif (menggambarkan), oleh karenanya tidak bermaksud untuk menguji hipotesa.
Teknik penggumpulan data dititikberatkan kepada penelitian kepustakaan dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder yang telah diperoleh seianjutnya diolah secara kualilatif yang hasilnya disajikan secara deskriptif, pada tahap akhir akan dilakukan penarikan kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kekuatan hukum hasil pemeriksaan terhadap barang bukti yang
berhubungan dengan tindak pidana psikotropika sesuai dengan pasal 39 ayat I KUHAP dapat pula menjadi alat bukti. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 28 KUHAP dan pasal 29 KUHAP dapat disimpulkan bahwa Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti terhadap barang bukti tindak pidana psikotropika yang dikeluarkan oleh Pusat laboratorium Forensik POLRI dapat pula dikategorikan sebagai keterangan ahli dan dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan pasal 186 KUHAP.
iv
2. Unluk melakukan pemeriksaan barang bukti yang diduga sebagai psikotropika harus melalui prosedur sebagai berikut : Adanya surat permintaan dari penyidik kepada Kepala Pusat Laboratorium Forensik Polri dengan melampiri laporan polisi, setelah adanya permintaan tersebut maka Kepala Pusat Laboratorium Forensik Polri menunjuk pemeriksa yang akan meiaksanakan pemeriksaan terhadap barang bukti. setelah melakukan test tersebut maka hasil pemeriksaan dapat disimpulkan apakah barang bukti tersebut positif atau negatif mengandung psikotropika.
V
1
K A T A PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kchad;rat Allah SWT, serta
shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.
beserta kcluarganya dan para sahabat, sehingga penulis dapat
menyelesaikan sekripsi ini yang berjudul : " K E K U A T A N H U K U M HASIL
PEMERIKSAAN PUSAT L A B O R A T O R I U M FORENSIK POLRI
TERHADAP BARANG BUKTI T I N D A K PIDANA PSIKOTROPIKA".
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan.
kekeliruan dan kekhilatan semua ini karena penulis adalah sebagai
manusiabiasa yang tak lupul dari kesalahan dan b>nyak kakurangan. akan
tetapi berkat adanya bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai
pihak, akhirnya kesukaran dan kcsulitan tersebu: dapal dilampaui, oleh
karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih
kepada :
1. Bapak Dr. H .M. Idris, SE. M.Si selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2. Ibu Dr. Sri Suatmiati. SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang.
3. Bapak /Ibu Wakil Dekan I , I I , I I I . IV i-aku;:as Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang.
4. Ibu Luil Maknun, SH. M H . selaku Ketua Bag: an Hukum Pidana pada
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang, sekaligus
V I
selaku Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan pctunjuk-
petunjuk dan arahan-arahan dalam penulisan dan pcnyusunan skripsi ini .
5. Ibu Khalisah Hayatuddin, SH. M.Hum, selaku Pembimbing Akademik.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan dan karyawati Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang.
7. Ayahanda dan Ibunda serta seluruh keluarga yang telah banyak
memotivasi penulis untuk meraih gelar kesarjanaan ini.
8. Saudara-saudaraku yang memberikan semangat serta motifasi dalam
pcnyelesaian penulisan skripsi ini.
9. Teman-temanku yang telah banyak membantu dalam pcnyelesaian
skripsi ini .
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaai bagi semua pihak
yang membacanya, untuk itu penulis mohon kritik dan saran yang sifatnya
mcmbangun demi kesempurnaan di dalam penulisan skripsi ini sehingga
nantinya skripsi ini dapat bcrguna bagi semua pihak.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Palembang. 2014
Penulis
YEPRI HF:RLAMBANG
vii
DAFTAR ISI
H A L A M A N JUDUL i
H A L A M A N PERSETUJUAN D A N PENGESAHAN ii
H A L A M A N MOTTO D A N PERSEMBAHAN i i i
ABSTRAK iv
K A T A PENGANTAR vi
DAFTAR ISI ! vi i i
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Tatar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 9
C. Ruang Lingkup dan Tujuan 9
D. Metodologi Penelitian 10
E. Sistematika Penulisan 12 ;i 1
BAB I I T I N J A U A N PUSTAKA 13
A. Fungsi Pusat Laboratorium Forensik Polri 13
B. Pengertiarl Tindak Pidana 19
C. Unsur-unsur Tindak Pidana 21
D. Hubungan Antara Puslabfor Polri Dengan Proses Penyidikan Tindak
Pidana 23
BAB I I I PEMBAHASAN 40
A. Kekuatan Hukum Hasil Pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik
Polri Terhadap Barang Bukti Findak Pidana Psikotropika 40
B. Prosedur Pemeriksaan Yang Dilakukan di Pusat Laboratorium
Terhadap Barang Bukti Tindak Pidana Psikotropika 51
viii
B A B I V PENUTUP 54
A. Kesimpulan 54
B. Saran 55
DAFTAR PUSTAKA
L A M P I R A N
ix
BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang
Di Indonesia sejak 10 tahun terakhir ini baik di Media cetak
maupun elektronik semakin sering muncul berila mengenai
penyalahgunaan obalan-obatan tidak hanya narkotika akan tetapi
semakin luas dengan sering pula terjadi penyalahgunaan terhadap zat
atau obat-obatan alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaklif melalui pengaruh selektifpada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktifilas mental dan perilaku
yang dikenal sebagai psikotropika.
Dari berita-berita tersebut zat atau obat-obatan psikotropika yang
sering beredar secara gelap dan disaiahgunakan kebanyakan oleh
kalangan muda, sehingga mempengaruhi masa depan bangsa Indonesia.
Peredaran gelap zat atau obat-obatan psikotropika sekarang tidak hanya
beredar di kota-kota Indonesia namun juga telah masuk ke wilayah
pedesaan.
Di samping itu penyalahgunaan psikotropika ada pengaruhnya
terhadap perekonomian seperti contoh sering terjadi overdosis yang
memerlukan upaya pengobatan untuk menyembuhkan. Tidak saja itu
I
keamanan nasional dapal pula terganggu karena penyalahgunaan
psikotropika merupakan salah satu penyakit masyarakat yang dapat
memicu timbulnya masalah kriminalitas.
Pengaruh obat psikotropika alau psikoaklif terhadap otak dan
susunan saraf pusat sangat bermacam-macam. dari eforia. halusinasi.
stimulasi. sedative, hipnotik. konvulsi. depresi. koma, dan dapal fatal.
Fungsi obat ini dipergunakan untuk mengubah lingkah laku, lingkungan
mental dan pcnghayatan manusia. di samping banyak dipergunakan
untuk menghindarkan diri dari keresahan batin. seperti tidak bahagia.
kesepian. perasaan asing bagi dirinya. kctidakmampuan menyelesaikan
sengketa pribadinya. alau dengan lingkungannya.'
Oleh karena obat-obat atau zat tersebut sangat berbahaya apabila
digunakan secara sembarangan tanpa pengawasan tcnaga ahli yang
diberi wevvenang, maka sejak tahun 1971 badan dunia Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan "Convention on
Psychotropic Substances" yang menempatkan zal-zal ini di bawah
kontrol intemasional. setelah temyata Single Connveniion on Narcotic
Drug 1961, temyata tidak memadai untuk menghadapi bermacam-
macam obat-obat baru yang bermunculan."
Konvesi tenlang psikotoropika yang dikeluarkan Perserikatan
' Ors. H. Sumarmo Ma'sum ; Pcnanf^gulangan Bahaya Narkotika Keterganlun^an Obai. C V . Masagung, Jakarta, 1987. halaman 53
' Soedjono 1), SU; Falhologi Sosial. Alumni, Bandung. 1981, halaman 78
Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan perangkat hukum intemasional yang
mengatur kerja sama intemasional dalam pengendalian dan pengawasan
produksi, peredaran dan penggunaan psikotropika, serta pencegahan,
pemberantasan penyalahgunaannya dengan inembatasi penggunaan
hanya bagi kepenlingan pengobatan dan/atau ilmu pengetahuan.
Negara Indonesia sebagai salah satu anggola PBB telah
mengesahkan convention on Psychotropic Substances 1971 sebagai
Undang-undang Republik Indoensia sejak langgal 7 November 1996
yaitu Undang-Undang Republik Indoensia No. 8 Tahun 1996 Tentang
Pengesahan convention on Psychotropic substances 1971 (Konvensi
Psikotropika).
Memang zat alau obatan-obatan jenis psikotropika sangat
bermanfaat dan diperlukan untuk kepenlingan pelayanan kcsehatan dan
ilmu pengetahuan, namun penyalahangunaan psikotropika dapat
merugikan kehidupan manusia dan kehidupan bangsa, sehingga pada
gilirannya dapat mengancam ketahanan nasional.
Pada saat ini sedang berkembang jenis obat lerlarang yang
dikenal dengan sebutan "Designer drug" yaitu jenis obat-obatan yang
diracik dengan cara memodifikasi struklur kimiawi dari obat-obatan
yang ada, sehingga menghasilkan jenis obat baru yang memilik efek
farmakologi yang hampir sama, salah satu bentuk designer drugs yang
dibuat secara besar-besaran oleh sindikat pembuat dan penjual narkoba
adalah 3,4 mctihyendioxy methamphetamine ( M D M A ) yang dikenal
dengan sebulan Extasy, selain extasy adalah fantas, fantasia. M-25, 2-
CB, Bromo S I P, E-4Euh (Intelex).^
Fakta lain terungkap menyatakan extasy salah satu jenis
psikotropika sudah diproduksi di Laboratorium gelap dengan tingkat
kemampuan produksi meningkat pula. Mendeteksi Laboratorium gelap
tidak mudah. karena Laboralorium gelap tidak perlu adanya bangunan
yang besar dan peralatan canggih, sebagai contoh terungkapnya oleh
Polda MetroJaya adanya pabrik extasy di Jakarta yang dapat
memproduksi ribuan extasy hanya dilakukan di sebuah rumah.
Melihat perkembangan zat atau obat-obatan psikotropika
semakin hari semakin pesat dengan aneka jenisnya, maka sejak tanggal
1 Maret 1997 oleh pemerinlah telah disahkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, yang ruang
lingkupnya adalah pengaturan segala kegiatan yang berhubungan
dengan psikotropika yang mempunyai potensi mengakibalkan sindroma
ketergantungan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika tujuannya sebagaimana diatur dalam Pasal 3
adalah :
^ Drs. Edy Karsono, Mengenal Kecanduan Narkoba Minuman Keras, Yrama Widya. Jakarta. 2004. halaman 13-14
a. menjamin ketcrsedian psikotropika guna kepenlingan pelayanan
kcsehatan dan ilmu Pengetahuan.
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika,
c. Mcmberanlas peredaran gclap psikotropika.
Dari tuiuan yang telah digariskan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tenlang Psikotropika. terlihat adanya
upaya dari Negara unluk melakukan pembinaan. pengawasan sediaan
psikotropika hingga upaya pencegahan dan penindakan terhadap
penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 l ahun 1997 Tenlang Psikotropika telah
menyatakan bahwa pen>alahgunaan dan peredaran gelap adalah
merupakan Tindak Pidana. maka upaya penegakan hukum dan
penindakan terhadap Tindak pidana Psikotropika. maka berdasarkan
Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1997 Tentang Psikotropika proses penyidikan terhadap tindak pidana
psikotropika selain dilakukan penyidik Kepolisian Republik Indonesia
(POLRI), juga dilakukan oleh penyidik PNS (PPNS) tertentu yaitu
Pegawai Negeri Deparlemen Kcsehatan, Pegawai Negeri Departemen
Keuangan. dalam hal ini Direktorat Bea dan Cukai. dan Pegawai Negeri
Sipil Departemen terkait lainnya.
POLRI sebagai salah satu institusi pemerinlah melalui penyidik
polisi Negera Republik Indonesia bcrtugas melakukan pcnyelidikan dan
Penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana. Undang-Undang Kepolisian. serta Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 5 lahun 1997 1 entang
Psikotropika.
Kepolisian Republik Indonesia dalam melakukan tugas di bidang
proses Pidana berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia
berwenang untuk :
a. Melakukan penangkapan. penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b. Melarang setiap orang mcninggalkan atau memasuki tempat kcjadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa landa pengenal diri ;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan sural;
f. Memanggil orang unluk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghenlian penyidikan;
i . Menyerahkan berkas perkara kepada pcnuntut umum;
j . Mengajukan pennintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi
yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan
mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang
yang disangka melakukan tindak pidana:
k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai
negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai
negeri sipil unluk discrahkan kepada pcnuntut umum; dan
1. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang berlanggung jawab.
Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1997 Tentang Psikotropika menyatakan pcn\'idik polisi Republik
Indonesia dapat:
a. melakukan teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dan teknik
pembelian lerselubung ;
b. membuka alau memeriksa setiap barang kiriman melalui pos atau
alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan
dengan perkara yang menyangkul psikotropika yang sedang dalam
penyidikan ;
c. menyadap pembicaraan mclalui telepon dan/atau alat tclekomunikasi
elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang dicurigai alau
diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan dengan
tindak pidana psikotropika. Jangka waklu penyadapan berlangsung
untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Berdasarkan kcwenangan yang lelah diberikan oleh Undang-
Undang tersebut maka POLRI berhak melakukan penyidikan terhadap
tindak pidana psikotropika. Dalam mengungkap dan membuktikan telah
terjadinya tindak pidana psikotropika adalah adanya barang bukti berupa
zat atau obat-obatan psikotropika dan atau airseni yang di dapat dari
Pelaku tindak pidana Psikolroprka.
Kita ketahui zat atau obat-obatan psikotropika adalah merupakan
bahan-bahan kimia dan terdiri dari 4 (empat golongan) yaitu :
Psikotropika golongan 1, Psikotropika golongan 11. Psikotropika
golongan 111. Psikotropika golongan IV. yang terdiri dari 108 macam zai
alau obat-obatan psikotropika, maka diperlukan pemeriksaan secara
laboratoris, POLRI telah mengadakan Laboratorium forensik. Peranan
Laboratorium forensic POLRI sangatlah besar dalam menentukan suatu
zat atau obat-obatan yang didapat dari Pelaku yang diduga melakukan
Tindak Pidana Psikotropika merupakan psikotropika atau bukan, j ika
merupakan psikotropika. masuk dalam golongan apa psikotropika
tersebut dan apa nama zai tersebut. Pemeriksaan zat alau obat-obatan
yang diduga sebagai psikotropika oleh Laboratorium forensic sangatlah
diperlukan dalam suatu penyidikan tindak pidana psikotropika.
Terhadap beberapa permasalahan yang dikemukakan di atas,
maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih jauh dan mendalam
sehingga permasalahan ini dapat terjawab dengan jelas dan terperinci
9
dengan menuangkannya dalam suatu skripsi yang berjudul :
" K E K U A T A N H U K U M H A S I L P E M E R I K S A A N P U S A T
L A B O R A T O R I U M F O R E N S I K P O L R I T E R H A D A P B A R A N G
B U K T I T I N D A K PIDANA P S I K O T R O P I K A "
B. R U M U S A N M A S A L A H
Berdasarkan latar belakang di atas, di dalam pengkajian
penulisan skripsi ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kekuatan hukum hasil pemeriksaan Pusat
Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika ?
2. Bagaimanakah prosedur pemeriksaan yang dilakukan di Pusat
Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika ?
C . R U A N G L I N G K U P DAN T U J U A N
Adapun ruang lingkup penelitian dititik beratkan pada
pembahasan mengenai kekuatan hukum hasil pemeriksaan Pusat
Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
Psikotropika dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan di Pusat
Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika tanpa menutup kemungkinan menyinggung pula hal-hal
lain yang ada kaitannya dengan pokok pembahasan skripsi ini.
Tujuan penclilian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan penerapan sanksi pidana
dibidang perpajakan.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan wewenang penyidik dalam
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana dibidang perpajakan.
Hasil penclilian diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan
infomiasi bagi ilmu pengetahuan. khususnya dibidang ilmu hukum
tentang kebijakan pidana. sekaligus merupakan sumbangan pikiran
yang dipersembahkan sebagai pcngabdian pada Almamatcr
D. M E T O D E P E N E L I T I A N
Selaras dengan tujuan yang bemiaksud untuk mengetahui
kekuatan hukum hasil pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik POLRI
terhadap barang bukti tindak pidana Psikotropika dan prosedur
pemeriksaan yang dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik POLRI
terhadap barang bukti tindak pidana psikotropika. maka jenis penelitian
ini adalah penelitian hukum nonnatif yang bersifat deskriptif
(menggambarkan). oleh karenanya tidak bermaksud untuk menguji
hipotesa.
• Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data skunder dititikberatkan kepada
penelitian kepustakaan {library research) dengan cara mengkaji :
a) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat
mengikat seperti Undang-undang. Peraturan Pemerinlah. dan
semua ketentuan peraturan yang berlaku.
b) Bahan skunder yailu bahan hukum seperti terori. hiotesa.
pendapat para ahli maupun penclilian lerdahulu yang scjalan
dengan permasalahan dalam skripsi ini .
e) Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang menjelaskan
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperli kamus
bahasa. ensiklopedi dan lain sebagainya.
Teknik pengolahan data
Setelah data lerkumpul, maka data tersebut diolah guna
mendapatkan data yang terbaik. Dalam pengolahan data tersebut.
penulis melakukan kegiatan editing yaitu data yang diperoleh
diperiksa dan diteliti lagi mengenai kelengkapan, kejeiasan dan
kebenarannya. sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.
Analisa data
Analisa data dilakukan secara kualilatif yang dipergunakan
untuk mengkaji aspek-aspek normatif atau yuridis melalui metode
yang bersifat deskriptif analitis yaitu menguraikan gambaran dari
data yang diperoleh dan mcnghubungkannya satu dengan yang lain
unluk mendapatkan suatu kesimpulan yang bersifat umum.
E. S I S T E M A T I K A PENULISAN
Rencana penulisan skripsi ini akan disusun secara keseluruhan
dalam 4 (empat) Bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I : Merupakan bab pcndahuluan \ang menguraikan latar
belakang. rumusan masalah. ruang lingkup dan tujuan dan
metode penelitian. serta sistematika penulisan.
BAB II : Merupakan tujuan pustaka yang berisi paparan tentang
Kerangka teori > ang erat kaitannya dengan perniasalahan
yang akan dibahas.
BAB HI : Merupakan pembahasan yang menggambarkan tentang
hasil penelitian. sehubungan dengan permasalahan hukum
yang diangkal.
BAB IV : Merupakan bagian penutup dari pembahasan yang di
format dalam kesimpulan dan saran.
B A B I I
T I N J A U A N P U S T A K A
A. Fungsi Pusat Laboratorium Forensik Polri
Dalam proses persidangan yang utama adalah mencari dar.
mendapatkan kebenaran materil {kebenaran yang selengkap-
lengkapnya), oleh karena itu untuk dapat menentukan apakah seseorang
yang diduga melakukan tindak pidana itu bersalah atau tidak diperlukaz
alat-alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP ialah :
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli,
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa:
Berdasarkan ketentuan KUHAP tersebut, maka dibutuhkan ilmu-
ilmu pengetahuan lain guna mendapatkan alat bukti yang sah guna,
mendapatkan kebenaran materiil suatu lindak pidana. Salah satu ilmu
yang terkait adalah kriminalistik.
Kriminalistik yaitu suatu pengetahuan yang berusaha unluu
menyelidiki kejahatan dalam arti seluas-luasnya, berdasarkan buktj-
bukti dan keterangan dengan mempergunakan hasil yang ditemukai:
13
oleh ilmu pengetahuan lainnya. Dalam bekerjanya ia didukung oleh
ilmu pengetahuan yang dikenal dengan ilmu forensic.''
Menurut S.S Krihan. Ph.D, dalam bukunya An Introduction to
Modern Criminal Investigation : Criminalistics or forensic science is
the scientific analysis of evidence material for law enforcement and
administration of Justice. Kriminalistik atau ilmu forensic adalah
analisis secara ilmiah dari bukti fisik untuk pelaksanaan penegakan
hukum dan administrasi peradilan."
M.J. Walls dalam bukunya I'orensic Science, menyatakan
forensic science means nothing more than sice which is issdued in the
law courts: that is. it is the science behind expert evidence an in
everything the forensic scientist does he must bear in mind that he may
have testify as an expert witness (forensic science berarti tidak lebih
dari ilmu yang dipergunakan dalam pengadilan. yang merupakan ilmu
pengetahuan di balik kesaksian ahli dan setiap kali ahli forensic bekerja
dia harus menaruh ke dalam pikirannya bahwa dia mungkin akan
memberikan kesaksian sebagai saksi ahli.''
Sedangkan menurut Ansorie Sabuan, SH dkk, ilmu forensic
adalah ilmu pengetahuan yang dapat memberikan keterangan atau
Ansorie Sabuan, SH dkk, Hukum Acara Pidana, PT. Angkasa, Jakarta, 1990, Hal. 69. ^ Heru Kusriyadi Wibawa, Pmfikasi Dokumen dan Tanda Tangan ; Pencegahan dan
Penindakan Kejahatan Perbankan dan Keuangan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 2002. Hal. 3.
^ Ibid. Hal. 4.
kesaksian bagi peradilan secara meyakinkan menurut kebenaran-
kebenaran ilmiah. yang dapat mendukung pengadilan dalam
menetapkan keputusannya.^
Berdasarkan pengertian di alas, maka dapat dilarik kesimpulan
bahwa forensic adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh ahli
terhadap bukti suatu tindak pidana sehingga menjadi alat bukti sah
dalam mengungkapkan kebenaran materiil sualu perkara tindak pidana.
Ilmu forensic yang merupakan salah satu ilmu yang termasuk dalam
kriminalistik adalah penerapan berbagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari bukti-bukti mali {physical evidence) dengan maksud agar
bukti-bukli mati tersebut dapat di analisis dan ditransfer menjadi alat
bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian dalam rangka pcnyelesaian
perkara pidana di pengadilan.
Berdasarkan hal tersebut temyata ilmu forensic adalah ilmu
terapan {appled science) antara lain :
a. Ilmu kedokleran forensic (Ilmu Kedokleran Kehakiman)
Ilmu Kedokleran Kehakiman ini mempelajari masalah manusia
dalam hubungannya dengan masalah lindak pidana. Meskipun berobjek
pada manusia, tetapi tujuannya adalah bukan menyembuhkan penyakit
yang diderita, Ilmu Kedokleran Kehakiman bertujuan untuk mencari
^ Ansorie Sabuan, SH, Op. Cil . Hal. 69. * 1 Nyoman Nurjaya, SH, Segenggam Masalah Aktual Tenlang Hukum Acara Tiiiana dan
Kriminoiogi. Blna Clpta, Jakarta, 1985, Hal. 73.
sebab-sebab yang menimbulkan luka alau kematian korban tindak
pidana antara lain : sebab-sebab kematian. idenlifikasi keadaan mayat
post mortem, luka yang diderita. abortus, perzinaan/perkosaan.
pemeriksaan noda darah.
b. Toksikologi forensic
Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang racun yang ada
hubungan dengan sualu tindak pidana dengan cara melakukan
pemeriksaan kimiawi terhadap berbagai benda mati. seperti isi lambung
yang diduga ada racunnya, jenis racun, dan kadar racun yang menjadi
sebab kematian korban tindak pidana.
c. Ilmu Kimia forensic
Ilmu yang memakai dasar ilmu kimia analilika sebagai sarana
utamanya untuk penyidikan yang menyangkut masalah narkotika.
pemalsuan barang yang berhubungan dengan zat kimia, noda-noda yang
tertinggal dalam berbagai tindak pidana.
d. Ilmu Alam forensic
Ilmu yang fungsinya memakai dasar-dasar ilmu pengetahuan
alam yang limbul dalam suatu tindak pidana, Ilmu yang termasuk dalam
Ilmu Alam Forensik adalah Balistik Kehakiman yang mempelajari
tentang senjala api yaitu untuk mengetahui jenis senjala api yang
dipergunakan, caliber senjala api, jenis peluru, jarak tembak dan
sebagainya. Dactyloscopic, yang mempelajari tentang sidik jari . apabila
dalam suatu tindak pidana terdapat sidik jar i . maka ilmu pengetahuan ini
dapat diusut sidik jari siapa yang tertinggal itu dan bagaimana
hubungannya dengan lindak pidana ilu sendiri. Orafologi yaitu ilmu
mengenai tulisan yang dipalsukan. uang palsu dan lain sebagainya.
POLRI berdasarkan pasal 13 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tentang Kepolisian Republik Indonesia mempunyai
tugas pokok sebagai berikut:
a. memclihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum, dan
e. memberikan pcrlindungan. pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat.
Seianjutnya pasal 14 (1) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, maka Kepolisian
Negara Republik Indonesia bcrtugas :
a. meiaksanakan pengaturan, penjagaan. pengavvalan dan palroli
terhadap kegiatan masyarakat dan pemerinlah sesuai kcbutuhan;
b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
kesadaran hukum masyarakat serta kelaatan warga masyarakat
terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional:
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.
f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa:
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak
pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-
undangan lainnya,
h. menyelenggarakan identillkasi kepolisian. kedokleran kepolisian.
Laboratorium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan
kepolisian:
i . melindungi keselamatan jiwa raga. harta benda. masyarakat dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana
lermasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjutig
tinggi hak asasi manusia.
j . mclayani kepentingan warga masyarakat unluk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang:
k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta
1. meiaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
Dari pasal tersebut di atas menunjukkan perlunya Laboratorium
forensik bagi POLRI untuk meiaksanakan tugas pokoknya yang telah
digariskan undang-undang. Di samping itu dari pengertian forensic yang
telah dikemukakan di atas maka semakin jelas terlihat kepentingan
kepolisian yang sangat dominan untuk menyelenggarakan Laboratorium
forensic adalah sebagai salah satu badan yang turut meiaksanakan tugas
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya,
khususnya terhadap bukti-bukti suatu tindak pidana yang sedang disidik
oleh penyidik POLRI, di mana pemeriksaan bukti-bukti tidak dapat
dilakukan sendiri oleh penyidik POLRI tersebut karena membutuhkan
pemeriksaan secara laboratories.
Untuk itu Laboratorium Forensik sangat diperlukan oleh POLRI
untuk memeriksa bukti-bukti suatu tindak pidana secara laboratories dan
ditangani oleh ahli sesuai dengan bidang ilmunya dengan maksud agar
bukti-bukti mati tersebut dapat dianalisis dan ditransfer menjadi alat-alat
bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian, dalam rangka
pcnyelesaian perkara pidana di pengadilan.
B. Pengertian Tindak Pidana
Selain istilah tindak pidana, di dalam hukum Pidana Indoensia
berbcrapa ahli hukum menyebutnya sebagai perbuatan pidana, peristiwa
pidana dan perbuatan yang dapat / boleh dihukum yang berasal dari
terjcmahan "Het Strafhare feit". Beberapa ahli hukum tersebut antara
lain :
a. Perumusan SIMONS merumuskan bahwa Een strafbaar feit adalah
suatu handeling (tindakar/perbuatan) yang diancam dengan pidana
oleh undang-undang. bertenlangan dengan hukum (onrechtmaiig)
dilakukan dengan kesalahan (sculd) oleh seseorang yang mampu
bertanggung jawab.
b. Perumusan V A N H A M E L merumuskan strafbaar feit itu sama
dengan dirumuskan oleh SIMONS, hanya ditambahkannya dengan
kalimat "tindakan mana bersifat dapat dipidana"
c. Perumusan VOS merumuskan strafbaar feit adalah suatu kelakuan
(gedraging) manusia yang dilarang dan oleh undang-undang
diancam dengan pidana.
d. Perumusan Pompe merumuskan strafbaar feit adalah sualu
pelanggaran kaidah (penggangguan ketertiban hukum) terhadap
mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan adalah
wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan menjamin
kesejahteran umum.
e. Perumusan Prof. MOELJATNO merumuskan strafbaar feit sebagai
perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang dan diancam pidana
barang siapa melanggar larangan tersebut dan perbuatan itu harus
pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang
tak boleh atau menghambat akan tercapainya lata pergaulan
masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu.
f. Mr. R. TRESNA merumuskan Strafbaar feit sebagai Peristiwa I
pidana yaitu sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia,
yang bertcntangan dengan undang-undang atau pcraturan-pcraturan
lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. i'
Sesuatu perbuatan itu baru dapat dipandang sebagai peristiwa
pidana, apabila memenuhi segala syarat yang diperlukan.
g. Dr. WIRJONO PROJODIKORO merumuskan Strafbaar feit sebagai
Tindak Pidana yaitu suatu perbuatan yang pelakunya dapat
dikenakan hukuman pidana. Dan pelaku itu dapat dikatan merupakan
subject tindak pidana.^
Dari perumusan-perumusan tersebut temyata dalam hukum
Indonesia dikenal banyak kata selain kata tindak pidana, terlihat pula
temyata perumusan oleh ahli hukum tersebut saling melengkapi.
C . Unsur-unsur Tindak Pidana
E.Y. Kanter, SH dan S.R Sianturi dalam bukunya Asas-asas
Hukum Pidana di Indonasia dan Penerapannya menyatakan bahwa
unsur-unsur dari tindak Pidana, yaitu :
^ E . Y . Kanter, SH dan S.R.Sianturi, SH, Asas-asas Hukum Pidana di Indonasia dan Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta, 2007, Hai 204-209.
1. Subjek
2. Kesalahan
3. Bersifat melawan hukum (dari tindakan)
4. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-
undang/perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan
pidana
5. Waktu. tempat dan keadaan.'"
Dari unsur-unsur tindak pidana tersebut. maka unsur pokoknya
dapat kita golongkan menjadi 2 (dua) yaitu .
a. Unsur Subyeklif yaitu adanya Pelaku yang melakukan tindak
pidana
b. Unsur Obyektif yaitu adanya aturan yang mengatur bahwa tindak
pidana itu adalah sah dan bersifat melawan hokum.
Seianjutnya merumuskan pengertian dari tindak pidana sebagai :
Suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang dilarang
(atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang.
bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan dilakukan oleh
seseorang (yang mampu bertanggung jawab)."
Ibid, Hal. 21! " Ibid, Hal. 211
23
D. Hubungan Antara Puslabfor Polri Dengan Proses Penyidikan
Tindak Pidana
Menurut pasal 4 KUHAP setiap Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia adalah Penyelidik perkara pidana. Di dalam tugas
penyelidikan anggota POLRI mempunyai wewenang seperti diatur
dalam Pasal 5 KUHAP sebagaimana berikut:
1. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana;
2. mencari keterangan dan barang bukli;
3. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memcriksa tanda
pengenal diri tersangka;
4. Mengadakan tindakan Iain menurut hukum yang bertanggung jawab I;
Kemudian atas perintah penyidik. penyelidik dapat melakukan :
1. penangkapan, larangan mcninggalkan tempat, penggeledahan dan
penyitaan;
2. pemeriksaan dan penyitaan surat;
3. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
4. membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik;
5. membuat dan menyampaikan laporan hasil penyelidikan pada
penyidik,
Berdasarkan pasal 7 ayat (1) KUHAP dan Pasal 16 Undang-
undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 Tenlang Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Penyidik Polri mempunyai wewenang
sebagai berikut.
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak Pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka.
d. Melakukan penangkapan, penahanan. penggclsdahan dan pen"tilaan.
e. Melakrrkan pemeriksaan dan penyitaan surat,
r. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi,
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalanr hubungannya
dengan pemeriksaan Perkara.
i . Mengadakan pcnghcntian penyidikan,
J. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dalam meiaksanakan wewenangnya seorang penyidik senantiasa
bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama.
kesopan. kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi, hal mana diatur
dalam Pasal 19 ayat (1) 16 Undang-Undang Republik Indonesia No.2
Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
POLRI dalam meiaksanakan fungsi dan kewenangan penyidikan.
harus berpatokan dan berpegang pada ketentuan khusus {special rule)
yang diatur dalam hukum acara pidana {criminal procedure) dalam hal
ini KUHAP (Undang-Undang No.8 Tahun 1981).'"
Penyelidikan atau penyidikan merupakan tindakan pcrtama-tama
yang dapat dan harus segera dilakukan oleh penyelidik atau pen> idik
untuk mengetahui jika terjadi atau limbul persangkaan telah terjadi suatu
tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah dilakukan sualu kejahatan
atau pelanggaran maka harus segera diusahakan apakah hal tersebut
sesuai dengan kenyataan. Maka dilakukan proses pcnydidikan dan
penyidikan untuk membuktikan tindak pidana tersebut dan siapa
tersangka pelaku tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana.
Saat telah terjadinya suatu tindak pidana dapat digolongkan 2
(dua) macam :
a. kedapatan tertangkap tangan {ontdekking op heterdaad) :
- tertangkapnya seorang pada waklu sedang melakukan lindak
pidana, atau
- dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan,
atau
M. Yahya Harahap, S H . Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan Penuntutan), Sinar Grafika, Jakarta, 2000, Hal. 95.
- sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang
yang melakukannya, atau
- apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga
keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan
atau membantu tindak pidana itu.
Dalam hal tertangkap tangan. maka aparat POLRI dapat
menggunakan wewenangnya untuk menangkap pelaku tindak pidana
dan segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka
penyidikan tindak pidana terhadap pelakunya.
b. diluar tertangkap tangan (huitan ontdekking op heterdaad) :
Adanya tindak pidana diketahui oleh penyelidik atau penyidik
berdasarkan :
Laporan {aangifte) yaitu pemberitahuan yang disampaikan oleh
seorang karena hak atau kewajibannya berdasarkan undang-
undang kepada pejabat yang benwenang tentang telah atau
sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
- pengaduan {Klacht) yaitu pemberitahuan disertai permintaan oleh
pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang
untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan
tindak pidana aduan yang merugikannya.
- Pengetahuan sendiri oleh penyelidik atau penyidik dapat
dipersamakan dengan tertangkap tangan sehingga karena dan
demi hukum penyidik berwenang melakukan tindakan hukum.
Dalam taraf penyidikan. penyidik POLRi melakukan
pemeriksaan apakah telah terjadi tindak pidana dan j ika demikian. siapa
pelakunya serta dalam keadaan bagaimana tindak pidana itu dilakukan
dengan mengumpulkan alat-alat bukli yang dapat dipakai sebagai bahan
pembuktian.
Memang titik pangkal pemeriksaan di hadapan penyidik ialah
tersangka. Dari dialah diperoleh keterangan tentang peristiwa pidana
yang sedang diperiksa. Akan tetapi. sekalipun tersangka yang menjadi
titik tolak pemeriksaan, terhadapnya harus diberlakukan asas akusatur.
Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki
harkat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek. bukan sebagai objek.
Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan lindak pidana yang
dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan. Ke arah tindak
pidana yang dilakukan pemeriksaan ditujukan. Tersangka harus
dianggap tak bersalah, sesuai dengan prinsip hukum praduga tak
bersalah {presumption of innocent) sampai diperoleh pulusan pengadilan
yang lelah berkekualan hukum tetap. Di samping itu pada pemeriksaan
lindak pidana, tidak selamanya hanya tersangka saja yang harus
diperiksa. Adakalanya pemeriksaan saksi atau ahli. demi hukum untuk
terang dan jelasnya peristiwa pidana yang disangkakan.
Dari pemeriksaan terhadap tersangka, saksi maupun ahli
diharapkan didapat alat bukti sah yang dapat dipergunakan dalam proses
pemeriksaan di siding pengadilan atas sualu tindak pidana.
Adapun alat bukti yang sah menurut undang-undang sesuai
dengan apa yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1) adalah :
- keterangan saksi adalah salah satu bukti dalam perkara pidana
berupa keterangan dari saksi mengenai suatu perkara yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
- keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang
yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan.
- Surat. menurut Pasal 187 KUHAP adalah suatu alat bukti tulisan
yang dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah
yang antara lain :
a. berita acara dan sural lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang alau yang dibuat dihadapannya,
yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang
didengar, dilihal atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas tentang kcterangannya itu;
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang
termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya
dan yang diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal atau sesuatu
keadaan.
c. Sural keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
- petunjuk menurut Pasal 188 ayat (1) adalah perbuatan, kejadian atau
keadaan karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang
lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa
telah terjadi tindak pidana dan siapa pelakunya.
- keterangan terdakwa menurut pasal 189 KUHAP adalah apa yang
terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau
yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
Alat-alat bukti tersebut dibutuhkan untuk membuktikan
kesalahan pelaku tindak pidana selaku terdakwa dalam sidang
pcrkaranya. Namun untuk membuktikan kesalahan pelaku tindak, maka
Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah. ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya.
Untuk mendapatkan alat bukti yang sah dan cukup sesuai yang
disyaratkan oleh hukum acara. Berdasarkan Pasal 120 ayat (1) dan (2)
KUHAP penyidik POLRI dapat meminta pendapat orang ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus yang mengangkat sumpah atau
mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akan memberi
keterangan menurut pcngelahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila
disebabkan karena harkat serta martabat. pekerjaan atau jabatannya yang
mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan
keterangan yang diminta.
Salah satu ahli yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan unluk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan adalah ahli forensik seperti Dokter Ahli
Forensik, Ahli kimai forensik, Ahl i Balistik dan Iain-lain yang
berhubungan dengan dunia forensik.
Biasanya ahli forensic dibutuhkan untuk memeriksa barang bukti
yang berhubungan dengan tindak pidana yang diperoleh dari hasil
penyilaan yang dilakukan oleh Penyidik dalam proses penyidikan suatu
tindak pidana. Adapun tenlang barang-barang apa yang dapat dikenakan
penyitaan. Pasal 39 ayat (1) KUHAP menetapkan :
a. Benda alau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau
sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil
dari tindak pidana.
b. Benda yang lelah dipergunakan secara langsung unluk melakukan
tindak pidana atau unluk mempersiapkannya.
c. Benda yang dipergunakan unluk menghalang-halangi penyidikan
lindak pidana.
d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak
pidana.
e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan lindak
pidana yang dilakukan.
Pemeriksaan terhadap benda yang merupakan barang bukti suatu
tindak pidana tidak hanya bersifat pemeriksaan fisik saja, akan tetapi
tidak jarang harus dilakukan dengan pemeriksaan oleh tcnaga ahlinya
seperti pemeriksaan mayat, pemeriksaan tanda tangan dalam perkara
pemalsuan, pemeriksaan proyektil peluru (balistik), pemeriksaan bahan
dasar, bubuk atau tepung , krislal, maupun berbcntuk pil (obat) yang
termasuk psikotropika. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan
oleh ahli tersebut dituangkan dalam bentuk laporan yang berisikan
keterangan dari ahli tersebut yang dapat diiadikan sebagai alat bukti
keterangan ahli.
Di dalam bab X I V Undang-Undang No. 5 l ahun 1997 tentang
Psil:otropika mengatur tindak pidana yang berhubungan dengan
Psikotropika yaitu :
Pasal 59 :
(1) Barang siapa :
a. menggunakan psikotropika golongan I selain dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) atau
b. memproduksi dan atau menggunakan dalam proses produksi
psikotropika golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
atau
c. mengedarkan psikotropika golongan 1 tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), atau
d. mengimpor psikotropika golongan 1 selain untuk kepentingan
ilmu pengetahuan. atau
e. secara tanpa hak memiliki. menyimpan dan/atau membawa
psikotropika golongan I .
Dipidana dengan pidana penjara paling singkal 4 (empat) tahun.
paling lama 15 (lima belas) tahun dan dipidana denda paling sedikil
Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah), dan paling
banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara terorganisasi dipidana dengan pidana mati atau pidan penjara
seumur hidup atau pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda sebesar Rp. 750.000.000.00 (tujuh ratus lima puluh
juta rupiah)
(3) Jika tindak pidana dalam pasal ini dilakukan oleh korporasi, maka di
samping dipidananya pelaku lindak pidana, kepada korporasi
dikenakan pidana denda sebesar Rp. 5.000. 000. 000.00 (lima milyar
rupiah).
Pasal 60 :
(1) Barang siapa :
a. memproduksi psikotropika selain yang ditetapkan dalam
ketentuan Pasal 5. atau
b. memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat
yang lidak memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 7, atau
c. memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat
yang tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di
bidang kcsehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat ( 1 ),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana dcnda paling banyak Rp. 200.000.000,-(dua ratus juta
rupiah)
34
(2) Barang siapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan
dalam pasal 12 ayat (2) dipidana dengan penjara paling lama 5
(lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
(3) Barang siapa menerima penyaluran psikotropika selain yang
ditelapkan dalam pasal 12 (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda pidana denda paling
banyak Rp. 60.000.000.00 (enam puluh juta rupiah).
(4) Barang siapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan
dalam Pasal 14 ayat (1). pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah).
(5) Barang siapa menerima penyerahan psikotropika selain yang
ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000.00 (enam
puluh juta rupiah). Apabila yang menerima penyerahan itu
pengguna, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) bulan.
Pasal 61 :
(1) Barang siapa :
a. mengekspor alau mengimpor psikotropika selain yang
ditentukan dalam Pasal 16. atau
b. mengekspor alau mengimpor psikotropika tanpa surat
persetujuan ekspor atau surat persetujuan impor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17, atau
c. meiaksanakan pengangkutan ekspor atau irnpor psikotropika
tanpa dilengkapi surat persetujuan ekspor atau surat persetujuan
impor sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (3) alau pasal
22 ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) lahun dan
pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta
rupiah)
(2) Barangsiapa tidak menyerahkan surat persetujuan ekspor kepada
orang yang bertanggung jawab atau pengangkutan ekspor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) atau Pasal 22 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah)
Pasal 62 :
Barangsiapa Secara tanpa hak, memiliki. menyimpan dan/atau
membawa psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
36
(lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah)
Pasal 63 :
(1) Barang siapa:
a. melakukan pengangkutan psikotropika tanpa dilengkapi dokumen
pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, atau
b. melakukan perubahan Negara tujuan ekspor yang lidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
c. melakukan pengemasan kembali psikotropika tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)
(2) Barang siapa :
a. tidak mencantum label sebagaimana dimaksud dalam pasal 29; atau
b. mencantum tulisan berupa keterangan dalan label yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat
(1); atau
c. mengiklankan psikotropika selain yang ditentukan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 31 ayat (1); atau
d. melakukan pemusnahan psikotropika tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 ayat (2) atau pasal 53 ayat
(3);
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
Pasal 64 :
Barang siapa :
a. menghalang-halangi penderita sindroma ketergantungan untuk
menjalani pengobatan dan/atau perawalan pada fasilitas rehabilitasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 37. atau
b. menyelenggarakan fasilitas rehabilitasi yang tidak memiliki izin
sebagaimana dimaksud pasal 39 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 20.000.000.00 (dua puluh juta rupiah).
Pasal 65 :
Barangsiapa tidak melaporkan adanya penyalahgunaan dan/atau
pemilikan psikotropika secara tidak sah sebagaimana dimaksud pasal 54
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp.20.000 000,00 (dua puluh juta rupiah).
Pasal 66 :
Saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara psikotropika
yang sedang dalam pemeriksaan di sidang pengadilan yang
menyebutkan nama, alamat atau hal-hal yang dapat terungkapnya
idcntitas pelapor scbagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satur) tahun.
Berdasarkan Pasal 68 semua tindak pidana tersebut Undang-
Undang No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika adalah kejahatan. Di
dalam Pasal 2 ayat (2) dan (3) Undang-undang Psikotropika, maka
Psikotropika dibagi menjadi 4 (empat) golongan yaitu :
a. Psikotropika golongan I . menurut lampiran Undang-Undang No.5
Tahun 1997 tentang Psikotropika terdiri dari 26 jenis.
b. Psikotropika golongan I I . menurut lampiran Undang-Undang No.5
Tahun 1997 tentang Psikotropika terdiri dari 14 jenis
c. Psikotropika golongan 111, menurut lampiran Undang-Undang No.5
Tahun 1997 tentang Psikotropika terdiri dari 9 jenis
d. Psikotropika golongan I V . menurut lampiran Undang-Undang No.5
Tahun 1997 tentang Psikotropika terdiri dari 59 jenis
Oleh karena psikotropika berbeda dengan Narkotika dan adan\ a
penggolongan terhadap psikotropika, serta jenis psikotropika, maka
dalam sualu proses penyidikan terhadap lindak pidana yang diduga
berhubungan dengan psikotropika penyidik POLRI berdasarkan Pasal
56 ayat (2) huruf d, dapat meminta bantuan ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang psikotropika.
Bantuan ahli tersebut adalah untuk menentukan barang bukti yang
diduga psikotropika adalah benar merupakan psikotropika alau tidak.
Menurut Gatot Supramono, SH dalam bukunya Hukum Narkoba
Indonesia menyatakan dalam praktek kctika perkara masih dalam proses
penyidikan, penyidik tidak memanggil ahli untuk diminlai
kcterangannya untuk menentukan barang bukti termasuk psikotropika
atau tidak, akan tetapi penyidik mengirim barang bukti ke Pusat
Laboratorium Forensik POLRI. "
Dari hal tersebut di atas, maka Laboratorium Forensik POLRI
berperan dalam proses penyidikan tindak pidana Psikotropika yaitu
sebagai ahli yang diminlai bantuannya untuk menentukan barang bukli
perkara psikotropika adalah benar psikotropika atau tidak.
Gatot Supramono, SH, Hukum Narkoba Indonesia. Djambatan, Jakarta, 2004, Hal. 104
B A B i n
P E M B A H A S A N
A. Kekuatan Hukum Hasil Pemeriksaan Pusat Laboratorium
Forensik Polri Terhadap Barang Bukti Tindak Pidana
Psikotropika
Berdasarkan pasal 7 ayat (1) KUHAP dan Pasal 16 Undang-
Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, maka POLRI diberikan kewenangan
untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak
pidana. i
Perbuatan penyalahgunaan psikotropika di bidang
psikotropika atau perbuatan lain yang berhubungan dengan
psikotropika yang bertcntangan dengan Undang-Undang No. 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika juga merupakan tindak pidana,
oleh karena itu POLRI berwenang pula untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap penyalahgunaan psikotropika.
Dalam melakukan penyelidikan terhadap lindak pidana
psikotropika, maka selain ketentuan yang ada dalam KUHAP,
40
menurut ketentuan Pasal 55 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997
tentang Psikotropika penyidik POLRI dapat :
a. melakukan teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dan
teknik Pembelian lerselubung ;
b. membuka atau memeriksa setiap barang kiriman mclalui pos
atau alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai
hubungan dengan perkara yang menyangkut psikotropika yang
sedang dalam penyidikan;
c. menyadap pembicaraan melalui telepon dan/atau alat
tclekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang
yang dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang
berhubungan dengan tindak pidana psikotropika. Jangka waktu
penyadapan berlangsung untuk paling lama 30 (tiga puluh)
hariY
Kemudian dalam penjelasan Pasal 55 menyebutkan bahwa
pelaksanaan teknik pembelian terselebung serta penyadapan
pembicaraan melalui telepon dan/atau alat-alat tclekomunikasi
lainnya hanya dapat dilakukan atas perintah Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia atau pejabat yang dilunjuknya.
Kesekretarlatan Negara RI , Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, Sinar Grafika, Jakarta. 1998, Hal. 33.
Selaku Penyidik menurut Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang
No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Penyidik POLRI
berwenang :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan
tenlang lindak pidana di bidang psikotropika,
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan
tindak pidana di bidang Psikotropika;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan
hokum sehubungan dengan tindak pidana psikotropika;
d. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan alau barang bukti
dalam perkara tindak pidana di bidang psikotropika;
e. melakukan penyimpanan dan pengamanan terhadap barang bukti
yang disita dalam perkara tindak pidana di bidang psikotropika;
f. melakukan pemeriksaan atas surat dan atau dokumen lain tentang
tindak pidana di bidang Psikotropika;
g. membuka atau memeriksa setiap barang kiriman melalui pos atau
alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan
dengan perkara yang menyangkut psikotropika yang sedang
dalam penyidikan;
h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang Psikotropika;
43
i . menetapkan saat dimulainya dan dihentikannya penyidikan
Berdasarkan Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang No.5 Tahun
1997 tentang psikotropika di atas, maka wewenang Penyidik POLRI
berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap orang dan barang
bukti yang berhubungan dengan tindak pidana psikotropika.
Pemeriksaan terhadap barang bukli yang berhubungan dengan
tindak pidana psikotropika sesuai Pasal 39 ayat (1) KUHAP dapat
pula menjadi alat bukti untuk mengungkap tindak pidana
psikotropika tersebut. Barang bukti yang utama dalam perkara
psikotropika biasanya adalah barang-barang yang berhubungan
dengan pemeriksaan bahan dasar, bubuk atau tepung, kristal, maupun
berbcntuk pil (obat) yang termasuk Psikotropika.
Untuk membuktikan bahwa barang bukli tersebut adalah
benar merupakan psikotropika penyidik dapat meminta bantuan ahli
dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
psikotropika sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 186
KUHAP dan Pasal 56 ayat (2) huruf i Undang-undang No. 5 Tahun
1997 tentang Psikotropika. Dalam praktek biasa penyidik
memeriksakan bahan dasar, bubuk atau tepung, krislal, maupun
" Ibid, Hal. 34.
berbcntuk pil (obat) yang diduga psikotropika ke Pusat Laboratorium
Forensik POLRI.
Terhadap barang bukli yang diduga psikotropika yang
merupakan sitaan baik dalam proses pcnyelidikan maupun
penyidikan, untuk membuktikan barang bukti tersebut merupakan
psikotropika maka dilakukan proses pemeriksaan secara kimiawi.
Untuk itu Penyidik berdasarkan Pasal 7 ayat (1) K U I lAP huruf h dan
Pasal 16 ayat (1) g, Undang-undang Republik Indonesia No.2 Tahun
2002 Tentang Kepolisian. dapat mendatang orang ahli yang
diperlukan dalam hubungan dengan perkara. Sehubungan dengan
ahli yang didatangkan oleh Penyidik untuk membuat terang suatu
lindak pidana, maka Pasal 179 KUHAP menentukan setiap orang
yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokleran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan'^ dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan
yang sebenamya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Terhadap tindak pidana psikotropika, maka diperlukannya
keterangan ahli biasanya berhubungan dengan pemeriksaan terhadap
barang bukti yang diduga psikotropika. Hal ini dikarenakan untuk
DR. Andi Hamzah, SH. KUHP dan KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, Ha. 303.
menentukan barang bukti tersebut adalah psikotropika diperlukan
pemeriksaan oleh ahli yang khusus mengingat psikotropika adalah
zat atau bahan kimia tertentu yang tidak semua orang dapat
mcngetahuinya apabila lidak mempunyai keahlian khusus pula.
Suatu permohonan pemeriksaan terhadap barang bukti yang
diduga psikotropika dilakukan atas permintaan tertulis dari penyidik
dengan serta mengirim barang bukti tersebut dalam sebuah amplop
berlak segel Ike Pusat Laboratorium Forensik POLRI yang ada.
Seianjutnya atas permintaan dari penyidik tersebut maka Pusat
Laboralorium Forensik akan melakukan pemeriksaan terhadap
barang bukti yang diduga psikotropika dan bila selesai pemeriksaan
Pusat Laboratorium Forensik POLRI akan mengeluarkan berita acara
pemeriksaan laboratories kriminalistik atas barang bukti tersebut.
Menumt Pasal 1 angka 28 KUHAP Pengertian keterangan ahli
adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki
keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang
suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Seianjutnya
Pasal 186 KUHAP menyatakan bahwa keterangan ahli ialah apa
yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan, kemudian
penjelasan Pasal 186 KUHAP menyebutkan bahwa :
1. keterangan ahli ini dapat diberikan pada waktu pemeriksaan
oleh penyidik atau pcnuntut umum yang dituangkan dalam
sualu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di
waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.
2. Jika hal itu tidak diberikan pada waklu pemeriksaan oleh
penyidik atau pcnuntut umum, maka pemeriksaan di sidang,
diminta unluk memberikan keterangan dan dicatat dalam
berita acara pemeriksaan."
Dari penjelasan Pasal 186 KUHAP terlihat bahwa keterangan
ahli yang diminta oleh penyidik untuk membuat terang suatu tindak
pidana dapat diminta pada waktu pemeriksaan oleh penyidik alau
pcnuntut umum, namun dapat pula diminta di luar pemeriksaan
penyidikan.
Dalam perkara tindak pidana psikotropika, maka dalam
penentuan apakah barang bukti yang terkait dalam tindak pidana
tersebut adalah psikotropika alau bukan serta menentukan jenisnya
dalam kaitan dengan golongannya. Maka sangat diperlukan
keterangan ahli untuk memeriksa dan menentukan bahwa barang
bukti dalam perkara tindak pidana psikotropika adalah bcnar
merupakan psikotropika, sehingga dugaan adanya tindak pidana
'Hbid, Hal. 307-308.
47
psikotropika menjadi jelas dan dapat dilerima secara hukum. Barang
bukti dalam perkara tindak pidana psikotropika dapat berupa cairan
tubuh (Bocty fluict) berupa darah/serum, cairan atau bahan baku
(raw material) berupa tumbuhan/bahan kimia (padat, cair, zat kental)
yang diduga psikotropika dan peralatan seperti bong untuk
menghisap sabu-sabu.
Terhadap pemeriksaan barang bukti yang diduga psikotropika
tersebut, maka Penyidik POLRI mengajukan surat permohonan
pemeriksaan barang bukti tersebut ke Pusat Laboratorium forensik
dengan dilampiri :
1. Laporan Polisi.
2. Berita Acara Sita/Penerimaan Barang bukti.
3. Berita Acara Pembungkusan dan Penyegelan Barang Bukti.
4. Berita Acara sisih apabila Barang Bukti tidak dikirim semua.
5. Laporan Kemajuan/Resume.
Pusat Laboratorium forensik melalui satuan narkotika forensik
seianjutnya melakukan pemeriksan terhadap barang bukti tersebut
dan setelah melakukan pemeriksaan barang bukti yang diduga
psikotropika akan mengeluarkan Berita Acara yang disebut Berila
Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti (dengan
Gatot Supramono, SH, Hukum Narkoba Indonesia, Djambatan Jakarta, 2004, Hal. 123.
48
menyebutkan wujud barang bukti berupa misalnya tablet, kristal dan
sebagainya) dan di bawah judul tersebut ditulis nomor sesuai dengan
urutan pemeriksaan, bulan dan tahun.
Adapun isi dari berita acara tersebut pada pokoknya memuat
hal-hal sebagai berikut:
1. Pelugas Laboratorium yang melakukan pemeriksaan.
Yaitu pencantuman idenlilas pelugas Laboratorium yang
melakukan pemeriksaan memang penting, karena untuk
mengetahui siapa yang bertanggung jawab dalam pemeriksaan
tersebut dan bertanggung jawab atas berita acara yang dibuatnya.
Disitu juga dapat dilihat apakah pelugas yang melakukan
pemeriksaan berwenang untuk itu, tampak pada pangkat dan
jabatannya.
2. Barang bukti yang dilerima.
Mengenai barang bukti yang dilerima biasanya berupa bungkusan
atau amplop yang isinya terdiri dari satu atau beberapa bungkus
obat, disitu disebutkan bungkusannya terbuat dari apa. kertas atau
plastik dan isinya disebutkan berapa jumlahnya dan juga wama
barangnya. Setiap bungkus diberi nomor dan harus ditulis satu
persatu dalam berita acara. yang jumlahnya harus sama dengan
foto barang bukti yang terlampir pada halaman belakang.
3. Maksud pemeriksaan.
maksud pemeriksaan adalah sesuai dengan permintaan pengirim
barang bukti (penyidik) bahwa barang bukti itu mengandung
senyawa apa.
4. Pemeriksaan.
Yaitu cara pemeriksaan yang dilakukan secara kimia dan
bagaimana hasil pemeriksaannya apakah positif atau negatif.
5. Kesimpulan.
Yailu bagian yang menentukan hasil pemeriksaan barang bukti.
dengan menyebutkan barang bukti berupa psikotropika jenis apa
atau bukan psikotropika dan hasil pemeriksaan positif merupakan
psikotropika atau negatif.
6. Pembungkusan barang bukti.
Yaitu pembungkusan kembali barang bukti setelah pemeriksaan
selesai dilakukan terhadap sisa barang bukti yang dikirim.
Dengan menyebutkan berapa jumlah barang bukti yang dipakai,
sisa barang bukti yang ada. Pembungkusan barang bukti disertai
dengan segel supaya aman dan diikat dengan label yang
menyangkut identitas barang bukti. Pada bagian akhir ditutup
dengan tanda tangan para pemeriksa dan diketahui oleh Kepala
Laboratorium Forensik di mana dilakukan pemeriksaan.
7. Foto barang bukti.
Yaitu foto barang bukti sebelum dibuka dan foto barang bukti
setelah dibuka. Kedua foto tersebut dibubuhi cap atau stempel
Kepala Laboratorium merupakan foto resmi dibuat oleh
pemeriksa. Fungsi foto yang memperlihatkan barang bukti yang
dikirim masih utuh dan setelah dibuka isinya maupun jumlahnya
tidak berkurang seperti yang terpampang dalam foto.
Apabila berdasarkan pemeriksaan terhadap barang bukti oleh
Pusat Laboratorium Forensik yang diminta oleh penyidik POLRI
dan seianjutnya dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan
Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti menyatakan barang bukti
tersebut positif merupakan psikotropika. maka perkara lindak
pidana psikotropika yang disidik oleh penyidik POLRI menjadi
lebih terang sehingga dapat dilanjutkan ke proses persidangan di
Pengadilan.
Oleh karena maksud dan tujuan pemeriksaan terhadap
barang bukti psikotropika oleh Pusat Laboratorium Forensik yang
diminta oleh penyidik POLRI untuk membuat terang suatu tindak
pidana psikotropika yang sedang disidik oleh penyidik POLRI.
Maka Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Barang
Bukti yang menerangkan suatu pemeriksaan terhadap barang bukti
yang diduga berhubungan dengan tindak pidana psikotropika dan
seianjutnya menyatakan barang bukti itu positif adalah psikotropika
dapat dikategorikan sebagai keterangan ahli sebagaimana
ditentukan oleh Pasal I angka 28 KUHAP dan Pasal 179 KUHAP.
Berdasarkan ketentuan Pasal I angka 28 KUHAP dan Pasal
179 KUHP dapat disimpulkan bahwa Berita Acara Pemeriksaan
Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti terhadap barang bukti
tindak pidana psikotropika yang dikeluarkan oleh Pusat
Laboratorium Forensik POLRI dapat pula dikategorikan sebagai
keterangan ahli.
Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Barang
bukti tersebut sebagai keterangan ahli oleh karena ilu dapal
digunakan sebagai alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan Pasal
186 KUHAP. '
Prosedur Pemeriksaan Yang Dilakukan di Pusat Laboratorium
Terhadap Barang Bukti Tindak Pidana Psikotropika
Dalam melakukan pemeriksaan barang bukti yang diduga
merupakan psikotropika, harus melalui prosedur sebagai berikut :
I . Adanya surat permintaan dari penyidik yang melakukan
penyidikan terhadap suatu tindak pidana psikotropika yang
ditujukan kepada Kepala Pusat Laboratorium Forensik POLRI
dengan melampirkan Laporan Polisi, Berita Acara Sita/
penerimaan barang bukti, Berita acara pembungkusan dan
penyegelan barang bukti, Berita Acara sisih apabila barang bukti
tidak dikirim semua, dan laporan Kemajuan/Resume proses
penyidikan berikut barang bukti yang diminta pemeriksa.
2. Setelah adanya permintaan dari Penyidik tersebut maka Kepala
Pusat Laboratorium Forensik POLRI menunjuk pemeriksa yang
akan meiaksanakan pemeriksaan terhadap barang bukti tersebut.
3. Berdasarkan surat perintah Kepala Pusat Laboralorium Forensik
POLRI, maka pemeriksa seianjutnya melakukan pemeriksaan
terhadap barang bukti tersebut, pemeriksaan tersebut berupa :
- Marguis Test
- Simon Test
- Galat Test
- H2S04 Tes
- KLT Scanner
4. Setelah melakukan tes tersebut maka, hasil pemeriksaan dapat
disimpulkan apakah barang bukti tersebut positif atau negatif
psikotropika.
Setelah selesai seluruh proses pemeriksaan terhadap barang bukli
yang dimintakan pemeriksaan oleh penyidik maka dibuatlah
Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik dan
seianjutnya baik sisa barang bukti dan Berita Acara Pemeriksaan
Laboratorium Kriminalistik di kir im kembali kepada penyidik
yang bersangkutan.
B A B I V
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian pada bab-bab terdahuiu, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa:
1. Kekuatan hukum hasil pemeriksaan terhadap barang bukti yang
berhubungan dengan tindak pidana psikotropika sesuai dengan pasal
39 ayat 1 KUHAP dapat pula menjadi alat bukti. Berdasarkan
ketentuan pasal 1 angka 28 KUHAP dan pasal 29 KUHAP dapat
disimpulkan bahwa Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris
Kriminalistik Barang Bukti terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika yang dikeluarkan oleh Pusat laboratorium Forensik
POLRI dapat pula dikategorikan sebagai keterangan ahli dan dapat
digunakan sebagai alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan pasal
186 KUHAP.
2. Untuk melakukan pemeriksaan barang bukti yang diduga sebagai
psikotropika harus melalui prosedur sebagai berikut:
a. Adanya surat permintaan dari penyidik kepada Kepala Pusat
Laboratorium Forensik Polri dengan melampiri laporan polisi.
55
b. Setelah adanya permintaan tersebut maka Kepala Pusat
Laboratorium Forensik Polri menunjuk pemeriksa yang akan
meiaksanakan pemeriksaan terhadap barang bukti.
c. Setelah melakukan test tersebut maka hasil pemeriksaan dapat
disimpulkan apakah barang bukti tersebut positif atau negatif
mengandung psikotropika
Saran
1. Dalam pemeriksaan barang bukti yang diduga psikotropika >ang
dilakukan oleh Pusat Laboratorium Forensik atas permintaan
penyidik POLRI sebaiknya juga dihadiri oleh Tersangka alau
Penasihat Hukumnya agar ada keterbukaan, sehingga Berita Acara
Pemeriksaan Labolatoris Kriminalistik tidak terbanlahkan dalam
proses persidangan nanti.
2. Perlunya peningkatan kualitas dan kuantitas pemeriksa \ang
berwenang memeriksa barang bukti psikotropika di Pusat
Laboratorium Forensik karena adanya kecenderungan makin
meningkatnya tindak pidana psikotropika di Indonesia.
56
D A F T A R P U S T A K A
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta, 2003.
Ansorie Sabuan, dkk, Hukum Acara Pidana, PT. Angkasa, Jakarta, 1990.
Edy Karsono, Mengenai Kecanduan Narkoba & Minuman Keras, Yrama Widya, Jakarta, 2004.
Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2004.
Heru Kusriyadi Wibawa, Verifikasi dokumen dan Tanda Tangan Pencegahan dan Penindakan Kejahatan Perbankan dan Keuangan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 2002.
1 Nyoman Nurjaya, S.H, Segenggam masalah aktual tentang Hukum Acara Pidana dan Kriminoiogi, Bina Cipta, Jakarta. 1985.
Kanter, E.Y. dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia Dan penerapannya, Storia Grafika, Jakarta. 2002.
Kesekretariatan Negara RI , Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Sinar, Grafika, Jakarta, 1998.
Soedjono D, Pathologi Sosial, Alumni, hmdung 1981.
Sumarmo Ma'sum, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat, CV. Masagung. Jakarta, 1987.
Yahya Harahap, M , Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan Penuntutan), Sinar Grafika, Jakarta, 2000.
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG FAKULTAS HUKUM
KARTU AKTIVITAS BIMBINGAN SKRIPSI
NAMAMAHASISWA
NOMOR POKOK
JURUSAN
PROG. KEKHUSUSAN
Y E P R I HERLAMBANG PEMBIMBING SKRIPSI
50 2010 054 L U I L MAKNUN, SH. MH
ILMU HUKUM
HUKUM PIDANA
JUDUL SKRIPSI : KEKUATAN HUKUM HASIL PEMERIKSAAN PUSAT LABORATORIUM FORENSIK POLRI TERHADAP BARANG BUKTI TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA.
KONSULTASI K E - MATERI YANG DIBIMBING PARAF
PEMBIMBING K E T
I.
\P1dIh^h^ AD Utt^L
KONSULTASI K E - MATERI YANG DIBIMBING
PARAF PEMBIMBING
K E T
3-
if-
//•
/4.
(Ac i?7lu3 TV
A^ uiij.
C A T A T A N : MOHON DIBERI WAKTU MENYELESAIKAN S K R I P S I . . . BLN SEJAK T G L D I K E L U A R K A N / DITETAPKAN
D I K E L U A R K A N DI PADATANGGAL K E T U A BAGIAN HUKUM PIDANA
: PALEMBANG : IPS' OS - o20Iy
12-L U I L MAKNUN, SH. Mff
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG FAKULTAS HUKUM
Lampiran : Outline Skripsi Perihal : Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi Kepada :Yth.
Pembimbing Akademik Fakultas Hukum UMP Di Palembang
Assalammu'alaikum Wr.Wb. Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama Y E P R I H E R L A M B A N G N I M :50.20I0.054 Program Studi : I L M U H U K U M Program Kekhususan : H U K U M PIDANA
Pada semester V I I (ganjil) tahun 2013 2014 sudah menyelesaikan program studi yang meliputi ; M P K . M K K , M K B . M P B , M B B ( 137 SKS).
Dengan ini mengajukan pennohonan untuk Penulisan Skripsi denganjudul: KEKUATAN HUKUM HASIL PEMERIKSA VN PUSAT LABORATORIUM FORENSIK POLRI lERHADAP BARANG BUKTI TINDAK PIDANA PSIKO I ROPIKA
Demikianlah disampaikan untuk dipertimbangkanuuas perkenan ibu diucapkan terimakasih.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb
Palembang, September 2013 Pemohon,
YEPRI H E R L A M B A N G Rekomendasi P.A. Ybs :
(fu^r^ z ^
Pembimbing Akademik
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG FAKULTAS HUKUM
REKOMENDASI DAN PEMBIMBING SKRIPSI
Nama : YEPRI HERLMBNG N I M ; 50.2010.054 Program Studi : Ilmu Hukum Program kekhususan : Hukum Pidana Judul : KEKUATAN HUKUM HASIL PEMERIKSAAN PUSAT
LABORATORIUM FORENSIK POLRI TERHADAP BARANG BUKTI TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA
[.Rekomendasi Ketua Bagian: Hukum Pidana^ ,^ A . n a. Rekomendasi : . . . . ' W ^ . . . . ' ^ ^ b. Usui pembimbing ; I . .y.]^vJ^..<\MJLy^^ "
2.
Palembang.^^eptember 2013 Ketua Bagian Hukum Pidana
LULL MAKNUN,SH.,MH
Il.Penetapan Pembimbing Skripsi oleh Wakil Dekan I
2. fer; :'':~:^:.^:s:::4^// -.y
Palembang, September 2013 Wakil Dekan I ,
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama YEPRI HERLAMBANG
Nim 50 2010 054
Program Studi Ilmu Hukum
Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Benar skripsi yang saya buat dengan judul. Kekuatan Hukum Hasil
Pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik Polri Terhadap Barang Bukli
Tindak Pidana Psikotropika, merupakan hasil karya orisinil saya sendiri
dan bukan hasil tulisan lain dan belum pemah dipublikasikan baik
dalam lingkungan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Palembang maupun pada perguruan tinggi atau lembaga lain.
2. Benar skripsi yang saya buat sesuai dengan arahan alau bimbingan yang
diberikan oleh pembimbing saya.
3. Apabila terbukti dikemudian hari pemyataan pada angka 1 dan 2 tidak
benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa
pencabutan gelar yang telah diperoleh karena skripsi ini , serta sanksi
lainnya yang berlaku di Perguruan Tinggi Universitas Muhammadiyah
Palembang.
Palembang, 2014
Yang menyatakan, M E T E R A I T E M P E E %W
YEPRI HI -RLAMBANG
OUTLINE SKRIPSI
JUDUL : KEKUATAN HUKUM HASIL PEMERIKSAAN PUSAT LABORATORIUM FORENSIK POLRI TERHADAP BARANG BUKTI TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA.
Permasalahan :
1. Bagaimanakah Kekuatan Hukum Hasil Pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik POLRI Terhadap Barang Bukti Tindak Pidana Psikotropika ?
2. Bagaimana Prosedur Pemeriksaan yang dilakukan diPusat Laboratorium Forensik POLRI Terhadap Barang Bukti Tindak Pidana Psikotropika ?
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang. B. Permasalahan C. Ruang Lingkup dan Tujuan D. Metode Penclilian E. Sistematika Penelitian
B A B I I TINJAUAN PUSTAKA
A. Fungsi Pusat Laboratorium Forensik POLRI B. Pengertian Tindak Pidana C. Unsur-unsur Tindak Pidana D. Hubungan Antara PUSLABFOR POLRI dengan Proses Penyidikan
Tindak Pidana.
B A B I I I PEMBAHASAN
A. Kekuatan Hukum Hasil Pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik POLRI Terhadap Barang Bukti Tindak Pidana Psikotropika.
B. Prosedur Pemeriksaan yang dilakukan diPusat Laboratorium Forensik POLRI Terhadap Barang Bukti Tindak Pidana Psikotropika..
B A B I V PENUTUP
A. Kesimpulan. B. Saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Top Related