KEUTAMAAN MENGINGAT MATI DAN BERAMAL
SALEH
OLEH :
KELOMPOK 9A
SARINA WARDANIA
SRI HARDIANTI SYAM
ST. RAHMA
PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
2013
Keutamaan Mengingat Mati
Allah berfirman:
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati
mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka),
dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-
Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati
mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang
fasik. (Al-Hadid: 16)
Dari Abu Hurairah z, dari Nabi n, beliau berkata:
Perbanyaklah mengingat hal yang akan memutuskan berbagai kenikmatan. Yaitu
maut. (HR. Ashabus Sunan, dishahihkan Al-Albani dalam Al-Irwa)
Bahkan Rasulullah n melakukan ziarah kubur dan menganjurkannya, karena
ziarah kubur akan mengingatkan pada kematian. Dari Abu Hurairah z, dia berkata:
Rasulullah n bersabda:
Dahulu aku melarang kalian dari ziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah
kalian ke kubur. (HR. Muslim)
Dalam sebuah riwayat: Maka sesungguhnya ziarah kubur itu akan mengingatkan
kita kepada akhirat.
Di antara faedah yang akan didapatkan oleh orang-orang yang senantiasa
mengingat mati adalah:
1. Melembutkan hatinya untuk bersegera memohon ampun atas dosa-dosanya
dan bertaubat kepada Allah l. Allah l berfirman:
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu serta kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.
(Ali Imran: 133)
Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat
yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Rabb kamu akan menghapus kesalahan-
kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang
beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di
sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: Ya Rabb kami, sempurnakanlah
bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas
segala sesuatu. (At-Tahrim: 8)
Dari Ibnu Umar c, dari Nabi n, beliau bersabda:
Sesungguhnya Allah k akan menerima taubat seorang hamba selama ruhnya
belum sampai di tenggorokan. (HR. At-Tirmidzi)
Penyesalan setelah datangnya kematian tidaklah akan mendatangkan kebaikan
dan keberuntungan, karena Allah l berfirman:
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian
kepada seseorang dari mereka, dia berkata: Ya Rabbku, kembalikanlah aku (ke
dunia), agar aku berbuat amal yang shalih terhadap yang telah aku tinggalkan.
Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan
di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan. (Al-Muminun:
99-100)
Oleh karena itu, Allah l berfirman:
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung. (An-Nur: 31)
2. Membangkitkan semangatnya untuk beribadah sebagai bekal untuk
menghadapi kehidupan setelah kematian, dan itulah sebaik-baik perbekalan. Allah l
berfirman:
Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (Al-Hijr: 99)
Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh
(balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar
pahalanya. (Al-Muzzammil: 20)
Rasulullah n bersabda:
Bersemangatlah kamu untuk melakukan apa yang bermanfaat bagimu dan
mohonlah pertolongan kepada Allah, serta janganlah kamu malas. (HR. Muslim dari
Abu Hurairah z)
3. Menyebabkan hati memiliki sikap qanaah (merasa cukup) terhadap dunia.
Allah l berfirman:
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan
kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (Al-Ala: 16-17)
Rasulullah n bersabda:
Didatangkan orang yang paling nikmat hidupnya di dunia dari kalangan
penghuni neraka pada hari kiamat, kemudian dia dicelupkan ke dalam neraka sekali
celupan. Kemudian dia ditanya: Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat
kebaikan? Apakah pernah terlintas pada dirimu kenikmatan? Maka dia menjawab:
Tidak, demi Allah, wahai Rabbku.
Didatangkan pula orang yang paling susah hidupnya di dunia namun dia dari
kalangan penghuni surga, kemudian dicelupkan ke dalam surga sekali celupan.
Kemudian dia ditanya: Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesusahan?
Apakah pernah terlintas pada dirimu kesempitan hidup? Maka dia menjawab: Tidak,
demi Allah, wahai Rabbku. Tidak pernah terlintas padaku kesempitan dan aku tidak
pernah melihat kesusahan. (HR. Muslim)
Ad-Daqqaq t berkata: Barangsiapa banyak mengingat mati maka dia akan
dimuliakan dengan tiga perkara: segera bertaubat, hatinya qanaah terhadap dunia,
dan semangat beribadah. Sedangkan barangsiapa yang melupakan mati, dia akan
dibalas dengan tiga perkara: menunda-nunda taubat, hatinya tidak qanaah terhadap
dunia, dan malas beribadah. Maka ingat-ingatlah kematian, sakaratul maut, dan
susah serta sakitnya, wahai orang yang tertipu dengan dunia! (At-Tadzkirah, hal.
10)
4. Meringankan beban musibah yang menimpa dirinya, seperti penyakit,
kefakiran, kezaliman, dan kesempitan hidup yang lain di dunia.
Rasulullah n bersabda:
Tidaklah seseorang mengingat mati pada waktu lapang hidupnya, kecuali akan
menjadikan dia merasa sempit (umurnya terasa pendek dan semakin dekat ajalnya).
Dan tidaklah (dia mengingat mati) pada waktu sempit hidupnya (karena sakit, fakir,
dll) kecuali akan menjadikan dia merasa lapang (karena mengharapkan balasan dari
Allah l dengan sebab keikhlasan dan kesabaran ketika menghadapinya). (HR. Ibnu
Hibban, Asy-Syaikh Al-Albani t mengatakan dalam Al-Irwa [no. 682] bahwa
sanadnya hasan)
Seseorang tidaklah diperbolehkan mengharapkan kematian disebabkan musibah
yang menimpanya, kecuali karena takut terfitnah agamanya. Dari Abu Hurairah z,
bahwasanya Rasulullah n bersabda:
Janganlah salah seorang kalian mengharap-harapkan kematian. Karena mungkin
dirinya orang yang baik, maka mudah-mudahan bertambah kebaikannya. Atau
mungkin dirinya orang yang berbuat dosa, barangkali dia akan minta diberi
kesempatan (bertaubat). (Muttafaqun alaih, dan ini lafadz Al-Bukhari t)
Dari Anas bin Malik z, dia berkata: Rasulullah n bersabda:
Janganlah salah seorang kalian mengharap-harapkan kematian karena suatu
kesempitan hidup yang menimpanya. Namun apabila dia harus melakukannya,
hendaknya dia berdoa: Ya Allah, hidupkanlah aku selama kehidupan itu lebih baik
bagiku, dan wafatkanlah aku bila kematian itu lebih baik bagiku. (Muttafaqun alaih)
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin t berkata: Apabila seseorang ditimpa musibah, dia
tidak boleh mengharap-harapkan kematian, karena hal ini adalah kesalahan dan
kebodohan yang ada pada dirinya, serta kesesatan dalam agama. Karena, apabila dia
hidup, mungkin dia adalah orang yang baik sehingga akan bertambah kebaikannya.
Atau mungkin dia adalah orang yang berbuat kejelekan sehingga dia sadar dan
bertaubat darinya kepada Allah l. Sedangkan bila dia mati dalam keadaan yang
paling jelek (kita berlindung kepada Allah l dari yang demikian). Oleh karena itulah
kita katakan: Janganlah engkau mengharap-harapkan kematian, karena hal ini
adalah sikap orang yang bodoh. Sikap yang demikian ini adalah sikap yang sesat
dalam agama, karena dia telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh Rasulullah
n dan mengharap-harapkan kematian adalah bukti ketidakridhaannya terhadap
ketentuan Allah l. Padahal seorang mukmin harus ridha terhadap takdir. (Syarh
Riyadhish Shalihin, 2/239-240)
Bagaimanapun keadaan seorang mukmin, baik dalam keadaan lapang maupun
sempit, senang maupun susah, sehat maupun sakit, bahkan tatkala dia telah
merasakan bahwa ajalnya telah dekat, dia wajib untuk tetap berbaik sangka kepada
Allah l. Karena Rasulullah n mewasiatkan:
Janganlah salah seorang kalian mati kecuali dalam keadaan dia berbaik sangka
kepada Allah l. (HR. Muslim)
Pada akhirnya, ya Allah hidupkanlah dan wafatkanlah kami di atas Islam dan As-
Sunnah. Allahumma taqabbal minna, innaka samiud dua.
Tiga Cara Mengingat Mati
INGAT mati termasuk salah satu akhlak terpuji dan perilaku luhur lagi mulia.
Bagaimana tidak, mengingat kematian bukan sekadar ingat dan tidak lupa, namun
lebih dari itu mengingat kematian berarti mempersiapkan bekal sebelum ajal
datang.
Diriwayatkan dari Kumail bin Yizad, bahwa ia keluar dengan Ali Abi Thalib
radhiyallahu`anhu (ra.). Dalam perjalanan itu Ali menoleh ke kuburan lalu berkata,
Wahai penghuni tempat yang menyeramkan, wahai penghuni tempat penuh bala`,
bagaimana kabar kalian saat ini? Maukah kalian kuberitahu kabar dari kami: harta-
harta kalian telah dibagi-bagi, anak-anak kalian telah menjadi yatim, dan istri kalian
telah dinikahi oleh orang lain. Kini, maukah kalian memberi tahu tentang kabar yang
kalian miliki?
Kemudian Ali menoleh pada Kumail dan berkata, Wahai Kumail, seandainya mereka
diizinkan menjawab mereka akan mengatakan, Sebaik-baik bekal adalah takwa.
Ali menangis. Lantas, kembali berkata, Wahai Kumail, kuburan itu adalah kotak
amal, dan di kala kematian, kabar dari isi kotak amal itu akan menghampirimu. (Al
Hasan bin Bisyr Al-Aamidiy, Kanzul `Ummaal, Juz III, hal.697, Maktabah Syamilah).
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dun-ya dengan sanad dari Anas bin Malik, Rasulullah
Shallahu `alaihi wa sallam (SAW) bersabda: Perbanyaklah mengingat kematian,
sebab ia mampu membersihkan dosa-dosa, dan menjauhkan diri dari kesenangan
duniawi.
Rasulullah SAW pernah ditanya oleh para sahabat tentang siapa orang-orang yang
beruntung. Maka Rasul menjawab, Orang yang paling banyak ingat mati, paling baik
dalam persiapan menyambut kematian. Merekalah orang-orang yang beruntung,
dimana mereka pergi (meninggal) dengan membawa kemuliaan di dunia dan
akhirat. (HR. Ibnu Majah (4259)
Sehebat apapun seseorang, segesit bagaimanapun ia berlari, tidak ada yang bisa
lepas dari jaring kematian. Di manapun, kapanpun, dan dalam keadaan
bagaimanapun, kematian itu pasti akan datang menyergap, baik dalam keadaan kita
siap atau tidak, baik dalam keadaan baik atau buruk, kematian adalah suatu
kepastian.
Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa ta`la (SWT) berfirman,
Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka
Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu. (QS. Al-Jumu`ah [62]: 08)
Cara Mengingat Mati
Ada banyak cara dan kiat untuk membuat kita selalu ingat mati. Beberapa di
antaranya:
Pertama, berusaha sekuat tenang untuk mengingat kematian yang menimpa orang
lain, entah itu saudara, keluarga, atau siapa saja di antara manusia yang telah
mendahului kita. Misalnya, saat kita berjalan kemudian berpapasan dengan
rombongan yang memanggul keranda jenazah, di saat itulah kita berusaha
mengingat kematian.
Atau saat tetangga kanan-kiri kita ada yang meninggal, kita juga berusaha
mengingat kematian dengan mengatakan dalam diri kita, Hari ini tetanggaku telah
meninggal, mungkin esok, lusa, atau beberapa hari lagi aku yang akan dipanggil oleh
Allah SWT.
Hal demikian jika kita lakukan dengan sungguh-sungguh, akan membuat kita
terhindar dari pembicaraan yang tidak berguna kala bertakziah kepada keluaraga
yang ditinggal mati kerabatnya seperti yang sering kita perhatikan atau bahkan kita
sendiri melakukannya.
Padahal Rasul pernah menegur beberapa orang yang berbicara tanpa guna.
Beliau mengatakan, Andaikata kalian banyak mengingat pemotong kenikmatan
niscaya kalian tidak banyak berbicara seperti ini, perbanyaklah mengingat
pemotong kenikmatan. (HR. Turmudzi (2648))
Kedua, setelah kita mengingat kematian itu sendiri, cobalah kita membayangkan
bagaimana sepi dan sunyinya alam kubur itu, tidak ada yang menemani di hari-hari
yang dilalui. Suami atau istri yang paling cinta sekalipun tidak ada yang sanggup
menemani jika kita telah wafat, terkubur dalam tumpukan debu dan tanah.
Diceritakan dari Abu Bakar Al-Isma`ili dengan sanandnya dari Usman bin Affan,
bahwa apabila mendengar cerita neraka, ia tidak menangis. Bila mendengar cerita
kiamat, ia tidak menangis. Namun, apabila mendengar cerita kubur, ia menangis.
Mengapa demikian, wahai Amirul Mukminin, tanya seseorang kepada beliau.
Usman menjawab, Apabila aku berada di neraka, aku tinggal bersama orang lain,
pada hari kiamat aku bersama orang lain, namun bila aku berada di kubur, aku
hanya seorang diri. (Syeikh Muhammad bin Abu Bakar Al-`Ushfuri, Syarh Al-
Mawaa`idz Al-`Ushfuuriyyah, Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, hal. 28)
Kesendirian dan sepi senyapnya alam kubur dapat berubah menjadi
kebahagiaan atau kesengsaraan, tergantung amal kita selama hidup di dunia.
Kuburan dapat menjadi lumbung kebahagiaan atau menjadi sumber siksa dan
sengsara. Kubur itu bisa merupakan salah satu kebun surga atau salah satu parit
neraka, sabda Nabi SAW. (HR. Turmudzi (2460))
Ketiga, termasuk hal sangat dianjurkan dalam upaya kita mengingat mati adalah
berziarah ke kubur. Ziara kubur merupakah perkara yang disunnahkan dan sangat
direkomendasikan oleh rasul.
Lewat kegiatan ziarah, kita mengambil pelajaran dan hikmah tentang keadaan
alam kubur, dan apa yang terjadi di dalamnya, serta kehidupan yang akan dilewati
usai dari alam kubur nantinya.
Dalam sebuah hadits, nabi berpesan, Aku pernah melarang kalian untuk
berziarah kubur, namun sekarang berziaralah sebab ia dapat mengingatkan akan
kehidupan akhirat dan menjauhi kemewahan dunia. (HR. Muslim (977))
Saat ini, musibah terjadi di mana-mana setiap saat. Sementara di sisi lain, banyak
manusia tidak sadar bahwa detak jantung, denyut nadi mereka bisa saja berhentik
berdetak sewaktu-waktu. Entah karena tabrakan, karena kecelakaan, karena banjir,
tsunami atau bahkanya saat mereka sedang bersendau gurau dengan sana-keluarga.
Sesungguhnya kematian merupakan langkah yang sudah pasti, kita hanyalah
menunggu gilirannya.
Dan ketika nyawa telah dicabut bahkan ketika kita sedang bergembira sekalipun
apa yang telah kita siapkan untuk menghadap Nya?
Ingat Mati
Kematian merupakan persinggahan pertama manusia di alam akhirat. Al
Qurthubiy berkata dalam At Tadzkirah, Kematian ialah terputusnya hubungan
antara ruh dengan badan, berpisahnya kaitan antara keduanya, bergantinya kondisi,
dan berpindah dari satu negeri ke negeri lainnya. Yang dimaksud dengan kematian
dalam pembahasan berikut ini adalah al maut al kubra, sedangkan al maut ash
shughra sebagaimana dimaksud oleh para ulama, ialah tidur. Allah Taala berfirman
yang artinya, Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa
(orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah
Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang
ditentukan. (QS. Az Zumar : 42)[1]
Orang yang Cerdas
Orang yang cerdas adalah orang yang tahu persis tujuan hidupnya. Kemudian
mempersiapkan diri sebaik-baiknya demi tujuan tersebut. Maka, jika akhir
kesempatan bagi manusia untuk beramal adalah kematian, mengapa orang-orang
yang cerdas tidak mempersiapkannya?
Ibnu Umar radhiyallaahu anhuma berkata, Suatu hari aku duduk bersama
Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang lelaki dari
kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu alaihi
wa sallam dan bertanya, Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling
utama? Rasulullah menjawab, Yang paling baik akhlaqnya. Kemudian ia bertanya
lagi, Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?. Beliau menjawab, Yang paling
banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan
kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas. (HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan
Al Haitsamiy. Syaikh Al Albaniy dalam Shahih Ibnu Majah 2/419 berkata : hadits
hasan)[2]
Pemutus Segala Kelezatan
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu anhu beliau berkata, Rasulullah shallallaahu
alaihi wa sallam bersabda, Perbanyaklah mengingat pemutus segala kelezatan, yaitu
kematian. (HR. At Tirmidzi, Syaikh Al Albaniy dalam Shahih An Nasaiy 2/393
berkata : hadits hasan shahih)
Syaikh Salim bin Ied Al Hilaly hafizhahullah menjelaskan perihal hadits di atas,
Dianjurkan bagi setiap muslim, baik yang sehat maupun yang sedang sakit, untuk
mengingat kematian dengan hati dan lisannya. Kemudian memperbanyak hal
tersebut, karena dzikrul maut (mengingat mati) dapat menghalangi dari berbuat
maksiat, dan mendorong untuk berbuat ketaatan. Hal ini dikarenakan kematian
merupakan pemutus kelezatan. Mengingat kematian juga akan melapangkan hati di
kala sempit, dan mempersempit hati di kala lapang. Oleh karena itu, dianjurkan
untuk senantiasa dan terus menerus mengingat kematian.[3]
Dan Merekapun Ingin Kembali
Sebaliknya orang-orang yang semasa hidupnya sangat sedikit mengingat mati,
dari kalangan orang-orang kafir dan mereka yang tidak menaati seruan para Rasul,
akan meminta tangguh dan udzur ketika bertemu dengan Rabb mereka kelak di
akhirat. Inilah penyesalan yang paling mendalam bagi manusia yang tidak
mengingat kematian.
Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu)
datang adzab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang dzalim: Ya Rabb
kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu
yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-
rasul. (Kepada mereka dikatakan): Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di
dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa? (QS. Ibrahim : 44)
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu
sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata:
Wahai Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu
yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan termasuk orang-orang
yang shaleh? Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang
apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS. Al Munafiqun : 10-11)
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian
kepada seseorang dari mereka, dia berkata: Wahai Rabb-ku kembalikanlah aku (ke
dunia). Agar aku berbuat amal shaleh terhadap apa yang telah aku tinggalkan.
Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. (QS.
Al Muminun : 99-100)[4]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sadiy berkata mengenai ayat dalam Surat Al
Muminun, Allah Taala mengabarkan keadaan orang-orang yang berhadapan dengan
kematian, dari kalangan mufrithin (orang-orang yang bersikap meremehkan
perintah Allah -pent) dan orang-orang yang zhalim. Mereka menyesal dengan
kondisinya ketika melihat harta mereka, buruknya amalan mereka, hingga mereka
meminta untuk kembali ke dunia. Bukan untuk bersenang-senang dengan
kelezatannya, atau memenuhi syahwat mereka. Akan tetapi mereka berkata, Agar
aku berbuat amal shaleh terhadap apa yang telah aku tinggalkan. Beliau kembali
menjelaskan, Apa yang mereka perbuat tidaklah bermanfaat sama sekali, melainkan
hanya ada kerugian dan penyesalan. Pun perkataan mereka bukanlah perkataan
yang jujur, jika seandainya mereka dikembalikan lagi ke dunia, niscaya mereka akan
kembali melanggar perintah Allah.[5]
Pendekkan Angan-Anganmu!
Sikap panjang angan-angan akan membuat seseorang malas beramal, mengira
hidup dan umur mereka panjang sehingga menunda-nunda dalam beramal shalih.
Dari Ibnu Masud radhiyallaahu anhu beliau berkata, Nabi shallallaahu alaihi wa
sallam membuat segi empat, kemudian membuat garis panjang hingga keluar dari
persegi tersebut, dan membuat garis-garis kecil dari samping menuju ke tengah.
Kemudian beliau berkata, Inilah manusia, dan garis yang mengelilingi ini adalah
ajalnya, dan garis yang keluar ini adalah angan-angannya. Garis-garis kecil ini
adalah musibah dalam hidupnya, jika ia lolos dari ini, ia akan ditimpa dengan ini,
jika ia lolos dari ini, ia akan ditimpa dengan ini. (HR. Bukhari, lihat Fathul Bari
I/236-235)
Dari Anas beliau berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Setiap anak Adam akan menjadi tua dan hanya tersisa darinya dua hal: ambisi dan
angan-angannya[6]
Oleh karena itu, di antara bentuk dzikrul maut adalah memperpendek angan-angan,
dan tidak menunda-nunda dalam beramal shalih.
Dari Ibnu Umar radliyallaahu anhuma ia berkata : Rasulullah shallallaahu alaihi
wa sallam pernah memegang pundak kedua pundakku seraya bersabda : Jadilah
engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara . Ibnu Umar berkata :
Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi
hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat)
sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu. (HR. Al-Bukhari, lihat Al Fath I/233)
Faktor-Faktor yang Dapat Mengingatkan Kematian
[1] Ziarah kubur, Nabi shallallaahu alaihi wa sallam bersabda, Berziarah
kuburlah kalian sesungguhnya itu akan mengingatkan kalian pada akhirat (HR.
Ahmad dan Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani)[7]
[2] mengunjungi mayit ketika dimandikan dan melihat proses pemandiannya
[3] menyaksikan proses sakaratul maut dan membantu mentalqin
[4] mengantar jenazah, menyolatkan, dan ikut menguburkannya
[5] membaca Al Quran, terutama ayat-ayat yang mengingatkan kepada kematian
dan sakaratul maut. Seperti firman Allah Taala yang artinya, Dan datanglah
sakaratul maut dengan sebenar-benarnya (QS. Qaaf : 19)
[6] merenungkan uban dan penyakit yang diderita, karena keduanya merupakan
utusan malaikat maut kepada seorang hamba
[7] merenungkan ayat-ayat kauniyah yang telah disebutkan Allah Taala sebagai
pengingat bagi hamba-hambaNya kepada kematian. Seperti gempa bumi, letusan
gunung berapi, banjir, tanah longsor, badai, dan sebagainya
[8] menelaah kisah-kisah orang maupun kaum terdahulu ketika menghadapi
kematian, dan kaum yang didatangkan bala atas mereka
Faidah Mengingat Kematian
Di antara faidah mengingat kematian adalah : [1] memotivasi untuk
mempersiapkan diri sebelum terjadinya kematian; [2] memendekkan angan-angan,
karena panjang angan-angan merupakan sebab utama kelalaian; [3] menjadikan
sikap zuhud terhadap dunia, dan ridha dengan bagian dunia yang telah diraih
walaupun sedikit; [4] sebagai motivasi berbuat ketaatan; [5] sebagai penghibur
seorang hamba tatkala memperoleh musibah dunia; [6] mencegah dari berlebih-
lebihan dan melampaui batas dalam menikmati kelezatan dunia; [7] memotivasi
untuk segera bertaubat dan memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat; [8]
melembutkan hati dan mengalirkan air mata, mendorong semangat untuk
beragama, dan mengekang hawa nafsu; [9] menjadikan diri tawadhu dan
menjauhkan dari sikap sombong dan zhalim dan; [10] memotivasi untuk saling
memaafkan dan menerima udzur saudaranya.[8]
Kematian yang kembali menyadarkan kita.
Belia, muda, maupun tua tidak ada yang tahu, mereka pun bisa merasakan
kematian. Setahun yang silam, kita barangkali melihat saudara kita dalam keadaan
sehat bugar, ia pun masih muda dan kuat. Namun hari ini ternyata ia telah pergi
meninggalkan kita. Kita pun tahu, kita tidak tahu kapan maut menjemput kita. Entah
besok, entah lusa, entah kapan. Namun kematian sobat kita, itu sudah cukup sebagai
pengingat, penyadar dari kelalaian kita. Bahwa kita pun akan sama dengannya, akan
kembali pada Allah. Dunia akan kita tinggalkan di belakang. Dunia hanya sebagai
lahan mencari bekal. Alam akhiratlah tempat akhir kita.
Sungguh kematian dari orang sekeliling kita banyak menyadarkan kita. Oleh
karenanya, kita diperingatkan untuk banyak-banyak mengingat mati. Dan
faedahnya amat banyak. Kami mengutarakan beberapa di antaranya kali ini.
Dianjurkan untuk mengingat mati dan mempersiapkan diri menghadap
kematian
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan (HR. An Nasai no. 1824, Tirmidzi
no. 2307 dan Ibnu Majah no. 4258 dan Ahmad 2: 292. Hadits ini hasan shahih
menurut Syaikh Al Albani). Yang dimaksud adalah kematian. Kematian disebut
haadzim (pemutus) karena ia menjadi pemutus kelezatan dunia.
Dari Ibnu Umar, ia berkata, Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya,
Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik? Beliau bersabda, Yang paling
baik akhlaknya. Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?, ia kembali bertanya.
Beliau bersabda, Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik
dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling
cerdas. (HR. Ibnu Majah no. 4259. Hasan kata Syaikh Al Albani).
Wahai diri ini yang lalai akan kematian, ingatlah faedah mengingat kematian
[1] Mengingat kematian adalah termasuk ibadah tersendiri, dengan mengingatnya
saja seseorang telah mendapatkan ganjaran karena inilah yang diperintahkan oleh
suri tauladan kita, Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
[2] Mengingat kematian membantu kita dalam khusyu dalam shalat. Nabi
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Ingatlah kematian dalam shalatmu karena jika seseorang mengingat mati dalam
shalatnya, maka ia akan memperbagus shalatnya. Shalatlah seperti shalat orang
yang tidak menyangka bahwa ia masih punya kesempatan melakukan shalat yang
lainnya. Hati-hatilah dengan perkara yang kelak malah engkau meminta udzur
(meralatnya) (karena tidak bisa memenuhinya). (HR. Ad Dailami dalam musnad Al
Firdaus. Hadits ini hasan sebagaimana kata Syaikh Al Albani)
[3] Mengingat kematian menjadikan seseorang semakin mempersiapkan diri
untuk berjumpa dengan Allah. Karena barangsiapa mengetahui bahwa ia akan
menjadi mayit kelak, ia pasti akan berjumpa dengan Allah. Jika tahu bahwa ia akan
berjumpa Allah kelak padahal ia akan ditanya tentang amalnya didunia, maka ia
pasti akan mempersiapkan jawaban.
[4] Mengingat kematian akan membuat seseorang memperbaiki hidupnya. Nabi
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Perbanyaklah banyak mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian) karena
jika seseorang mengingatnya saat kehidupannya sempit, maka ia akan merasa
lapang dan jika seseorang mengingatnya saat kehiupannya lapang, maka ia tidak
akan tertipu dengan dunia (sehingga lalai akan akhirat). (HR. Ibnu Hibban dan Al
Baihaqi, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani).
[5] Mengingat kematian membuat kita tidak berlaku zholim. Allah Taala
berfirman,
Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan
dibangkitkan. (QS. Al Muthoffifin: 4). Ayat ini dimaksudkan untuk orang-orang yang
berlaku zholim dengan berbuat curang ketika menakar. Seandainya mereka tahu
bahwa besok ada hari berbangkit dan akan dihisab satu per satu, tentu mereka tidak
akan berbuat zholim seperti itu.
Nasehat ulama .
Abu Darda berkata, Jika mengingat mati, maka anggaplah dirimu akan seperti
orang-orang yang telah meninggalkanmu.
Yang menakjubkan pula dari Ar Robi bin Khutsaim
Ia pernah menggali kubur di rumahnya. Jika dirinya dalam kotor (penuh dosa),
ia bergegas memasuki lubang tersebut, berbaring dan berdiam di sana. Lalu ia
membaca firman Allah Taala,
(Ketika datang kematian pada seseorang, lalu ia berkata): Ya Tuhanku
kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah
aku tinggalkan. (QS. Al Muminuun: 99-100). Ia pun terus mengulanginya dan ia
berkata pada dirinya, Wahai Robi, mungkinkah engkau kembali (jika telah mati)!
Beramallah
Tersadarkan diri ini setelah mendengar kematian sobat kami (Hangga Harsa)
yang juga merupakan kakak tertua dari sahabat kami yang meninggal dunia di hari
Jumat hari penuh barokah, 5 Dzulqodah 1433 H.
Semoga keadaan mati beliau adalah mati yang husnul khotimah karena
diwafatkan pada hari yang penuh barokah yaitu hari Jumat. Semoga Allah
mengampuni dosa-dosanya, merahmatinya, melindunginya, memaafkan segala
kesalahannya, memuliakan tempat kembalinya, meluaskan alam kuburnya,
membersihkan ia dengan air, salju, dan air yang sejuk, semoga Allah membersihkan
ia dari segala kesalahan sebagaimana Dia telah membersihkan pakaian putih dari
kotoran, semoga Allah mengganti rumahnya -di dunia- dengan rumah yang lebih
baik -di akhirat- serta mengganti keluarganya -di dunia- dengan keluarga yang lebih
baik, dan istri di dunia dengan istri yang lebih baik, semoga Allah memasukkan ia ke
dalam surga-Nya dan melindungi ia dari siksa kubur dan siksa api neraka.
Sumber bacaan: Ahkamul Janaiz Fiqhu Tajhizul Mayyit, Kholid Hannuw, terbitan Dar
Al Alamiyah, cetakan pertama, 1432 H, hal. 9-13
Manfaat Mengingat Kematian
Ketahuilah wahai penguasa dunia, bahwa manusia itu terdiri dari dua golongan:
satu golongan yang memandang perkara dunia dan berangan-angan memiliki umur
panjang. Golongan kedua adalah golongan orang-orang berakal yang menjadikan
kematian sebagai cermin untuk melihat kemana tempat mereka kembali, bagaimana
keluar dari dunia dengan keimanan yang tetap selamat. Mereka juga memikirkan
apa yang akan
mereka bawa dari dunia untuk bekal alam kubur mereka. Mereka juga
memikirkan apa yang akan mereka tinggalkan untuk musuh-musuh mereka
bencana dan siksaan.
Pemikiran ini wajib dimiliki oleh manusia, lebih-lebih lagi bagi para penguasa
dan pemilik dunia, karena mereka paling banyak membuat cemas hati manusia.
Mereka memberikan budak-budak mereka kepada orang lain dengan cara yang
jahat. Mereka membuat khawatir manusia dan membuat takut hati manusia.
Sesungguhnya disisi Allah SWT terdapat seorang pengawal yang namanya Izra’il.
Tidak ada tempat sembunyi bagi siapapun bagi kedatangannya. Semua pembantu
kerajaan meminta upah berupa emas, perak, dan makanan, sedangkan pembantu
yang ini (Izra’il) tidak meminta upah kecuali nyawa. Semua wakil Sultan
memerlukan syafaat, sedangkan wakil ini (Izra’il) tidak memerlukan syafaat. Semua
wakil suka menangguh-nangguhkan tugasnya mungkin sehari, semalam, atau sejam,
sedangkan wakil ini tidak pernah menangguhkan tugasnya satu hembusan
nafaspun.
Ketahuilah, bahwa orang-orang yang lalai dan tertipu tidak suka mendengarkan
cerita-cerita tentang kematian karena mereka tidak ingin kehilangan perasaan cinta
dunia dan kelezatan makanan dan minuman mereka . Terdapat sebuah riwayat yang
menyatakan bahwa orang yang banyak mengingat mati dan gelapnya liang lahat,
maka kuburnya seperti salah satu taman dari taman-taman surga. Sedangkan orang
yang melupakan kematian dan lalai dari mengingatnya, maka kuburnya seperti
salah satu jurang dari jurang-jurang neraka.
Pada suatu hari Rasulullah sedang membahas pahala orang-orang yang mati
syahid dan orang-orang yang berbahagia, yaitu orang-orang yang terbunuh dalam
medan perang melawan orang-orang kafir. Kemudian Aisyah berkata, “Wahai
Rasulullah, apakah pahala mati syahid akan diperoleh oleh orang-orang yang tidak
mati syahid?” Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang mengingat kematian dua
puluh kali setiap hari, maka paha dan derajatnya sama dengan orang-orang yang
mati syahid.”
Rasulullah SAW bersabda, “Perbanyaklah mengingat mati karena hal itu akan
menghapus dosa dan menghilangkan perasaan cinta dunia dalam hatimu.”
Rasulullah SAW pernah ditanya, “Siapakah manusia yang paling berakal dan paling
bijaksana?”
Rasulullah SAW menjawab, “Orang yang paling berakal adalah orang yang paling
banyak mengingat kematian. Sementara orang yang paling bijaksana adalah orang
yang paling baik persiapannya. Dia akan mendapat kemuliaan di dunia dan akhirat.”
Siapa saja yang mengenal dunia sebagaimana yang telah kami uraikan dan
senantiasa mengingat kematian dalam hatinya, maka urusan dunianya akan menjadi
mudah. Hal itu juga akan menguatkan fondasi keimanannya, menumbuhkan dan
menambahkan keimanan dalam hatinya, serta menumbuhkan cabang pohon
keimanan yang ada padanya. Dia akan menemui Allah dengan keimanan yang
kokoh. Allah Yang Maha Sempurna Kekuasaan-Nya dan Maha Tinggi Perkataan-Nya,
akan menerangi pandangan para penguasa dunia sehingga ia akan melihat hakikat
segal;a sesuatu, bersungguh-sungguh dalam menggapai kehidupan akhirat, dan
berbuat baik kepada hamba-hamba Allah serta makhluk-Nya.
Sesungguhnya ditengah-tengah makhluk terdapat berjuta-juta rakyat jika
diperlakukan dengan adil maka mereka akan memberikan syafaat. Siapa saja dari
kalangan orang-orang yang beriman, yang mendapatkan syafaat dari seluruh
makhluk, maka pada Hari Kiamat dia akan selamat dari azab. Tetapi, jika dia
menzalimi mereka, maka mereka semua akan memusuhinya. Urusannya akan
hancur berantakkan. Jika pemberi syafaat
menjadi musuhnya, maka urusannya akan menjadi tidak menentu.
Keutamaan Amal-amal Shaleh Yang Pahalanya Terus Mengalir
الرحيم الرحمن الله بسم
�ه� س�ول� الل �ن� ر� ة� : أ �ر� ي �ى ه�ر� ب� � م�ن� ع�ن� أ �ال �ه� إ �ه� ع�م�ل �ق�ط�ع� ع�ن ان� ان �س� �ن �ذ�ا م�ات� اإل : » إ ق�ال�
�ه� « رواه مسلم �د�ع�و ل �ح2 ي �د2 ص�ال و� و�ل� �ه� أ �ف�ع� ب �ت �ن 2 ي �م ل و� ع�
� �ة2 أ ار�ي � م�ن� ص�د�ق�ة2 ج� �ال �ة2؛ إ �ث �ال .ث
Dari Abu Hurairah bahwa sungguh Rasulullah telah bersabda: “Jika seorang
manusia mati maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah
yang terus mengalir (pahalanya karena diwakafkan), ilmu yang terus diambil
manfaatnya (diamalkan sepeninggalnya), dan anak shaleh yang selalu
mendoakannya”[1].
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan mengusahakan amal-
amal shaleh tersebut karena di samping keutamaannya sendiri yang besar, juga
pahalanya yang terus mengalir meskipun orang yang mengusahakannya telah
meninggal dunia. Imam an-Nawawi mencantumkan hadits ini dalam bab: Pahala
yang (terus) didapatkan oleh seorang manusia (meskipun) dia telah meninggal
dunia[2].
Hadits ini juga merupakan penjabaran dari firman Allah:
{ ه�م� �ار� �ث �ب� م�ا ق�د�م�وا و�آ �ت �ك �ى و�ن �م�و�ت �ي ال ي �ح� �ح�ن� ن �ا ن �ن {إ
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami mencatat amal
yang telah mereka kerjakan (di dnia) serta bekas-bekas (yang) mereka (tinggalkan)”
(QS Yaasiin: 12).
Artinya: Kami akan menulis amal-amal yang mereka kerjakan sendiri dan jejak-
jejak yang mereka tinggalkan, karena mereka yang mengusahakan sebab
terwujudnya amal-amal tersebut, baik amal yang shaleh maupun amal yang
buruk[3].
Beberapa pelajaran penting yang dapat kita petik dari hadits ini:
- Seorang manusia yang telah meninggal dunia, maka terhentilah amal
perbuatannya dan terputuslah aliran pahala untuknya, kecuali amal-amal yang
diusahakannya selama hidupnya di dunia. Allah berfirman:
�ال م�ا س�ع�ى} ان� إ �س� �إلن �س� ل �ي �ن� ل ى. و�أ �خ�ر� ر� أ ةI و�ز� �ز�ر� و�از�ر� � ت ال� {أ
“(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.
Dan bahwasanya seorang manusia tidak akan memperoleh selain apa yang
diusahakannya” (QS an-Najm: 38-39).
Ketika menafsirkan ayat ini, imam Ibnu Katsir berkata: “Artinya: Sebagaimana
seorang manusia itu tidak dibebankan padanya dosa orang lain, maka demikian pula
dia tidak akan mendapatkan pahala kecuali (dari) amal yang pernah dilakukannya
sendiri. Dari ayat yang mulia inilah, imam asy-Syafi’i – semoga Allah merahmati
beliau – dan para ulama yang mengikuti pendapat beliau, (mereka) menyimpulkan
bahwa pahala bacaan al-Qur’an yang dihadiahkan kepada orang yang telah mati
tidak akan sampai (kepadanya), karena itu bukan amal perbuatannya sendiri dan
juga bukan (terwujud dengan) usahanya. Oleh karena itu, Rasulullah tidak pernah
menganjurkan atau mengarahkan umat beliau untuk melakukan perbuatan ini, baik
dengan pertanyaan maupun isyarat. (sebagaimana) hal ini juga tidak pernah dinukil
dari (keterangan/perbuatan) salah seorang shahabat, padahal kalau sekiranya
perbuatan tersebut baik maka pasti mereka akan mendahului kita dalam perbuatan
tersebut. Dan masalah (amal ibadah untuk) mendekatkan diri kepada Allah (sumber
pensyariatannya) hanya terbatas pada dalil-dalil (dari al-Qur’an dan hadits
Rasulullah ), tidak boleh ditetapkan dengan menggunakan qiyas (analogi) ataupun
pikiran (semata-mata)”[4].
- Anjuran untuk selalu mempersiapkan diri menghadapi datangnya kematian
yang pasti terjadi, dengan memperbanyak amal-amal shaleh. Allah berfirman:
{K م�ال� �رI أ ي K و�خ� �و�ابا Mك� ث ب �د� ر� ن �رI ع� ي �ح�ات� خ� �ات� الص�ال �اق�ي �ب �ا و�ال �ي �اة� الدPن ي �ح� �ة� ال �ون� ز�ين �ن �ب �م�ال� و�ال {ال
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan
yang kekal dan shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik
untuk menjadi harapan” (QS al-Kahfi: 46).
- Anjuran mewakafkan harta untuk amal-amal kebaikan, seperti pembangunan
mesjid, sekolah agama Islam, penyediaan mushaf al-Qur’an, penggalian sumur untuk
kebutuhan kaum muslimin, dan lain-lain[5].
- Anjuran menyebarluaskan ilmu yang benar dan bermanfaat dengan cara
mengajarkannya dan menulis tulisan yang bermanfaat bagi manusia[6].
- Anjuran mengusahakan pendidikan yang baik untuk anak-anak agar mereka
menjadi anak yang shaleh[7].
- Dalam hadits ini juga terdapat anjuran untuk menikah dengan tujuan
mendapatkan keturunan yang shaleh dan bermanfaat bagi orang tuanya
sepeninggal mereka[8].
- Hadits ini juga menunjukkan bahwa mengirim pahala bacaan al-Qur’an, shalat
dan amal-amal lainnya, tidak diperbolehkan dan tidak akan sampai kepada orang
yang telah mati, karena bukan termasuk usahanya. Inilah pendapat imam asy-Syafi’i
dan mayoritas ulama, sebagaimana penjelasan imam an-Nawawi[9].
-Adabeberapa amal shaleh yang bisa bermanfaat bagi orang yang telah mati
meskipun amal tersebut bukan dari usahanya, ini merupakan pengecualian karena
disebutkan dalam dalil-dalil yang shahih, tapi tidak boleh disamakan dengan amal-
amal shaleh lainnya, karena bertentangan dengan dalil-dalil yang kami sebutkan di
atas. Di antara amal-amal tersebut:
- Doa orang muslim bagi orang yang telah mati, jika terpenuhi padanya syarat-
syarat dikabulkannya doa
- Puasa nazar yang belum dilakukannya kemudian ditunaikan oleh salah seorang
walinya
- Tanggungan utangnya yang kemudian dilunasi oleh orang lain[10].
وصلى الله وسلم وبارك و أنعم على عبده ورسوله نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين
Pengertian
Amal Saleh artinya perbuatan yang baik. Beramal shaleh artinya
melakukan hal-hal positif secara kreatif. Amal diartikan sebuah proses.
Amal saleh diartikan sebuah proses yang baik sehingga menghasilkan
sesuatu yang baik. Memperbanyak amal saleh berarti banyak jalan/cara
yang baik (halal) untuk memperoleh sesuatu yang baik. Misalnya si Adnan
rajin belajar dengan menciptakan cara-cara (berbagai cara) belajar yang
kreatif, hasilnya dia memperoleh nilai maksimal dalam ujiannya. Rajin
belajar dengan berbagai cara kreatif adalah amal saleh. Ukuran kesalehan
adalah berdasarkan al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. yang prinsipnya
antara lain sebagai berikut:
- Niat yang tulus
Dalam Islam, niat adalah salah satu faktor penentu apakah amal sesorang
dikatakan shaleh atau bukan. Sebelum seseorang berbuat hendaklah
luruskan dulu niat dan tujuannya , yaitu hanya semata-mata mencari ridha
Allah. Sebagai contoh, menyapu kelas yang kotor adalah amal shaleh,
tetapi jika dilakukan terpaksa atau karena ingin dipuji oleh guru, maka
pertbuatan tersebut tidak termasuk amal shaleh karena tidak punya nilai
di hadapan Allah.
o Ada manfa’atnya
Artinya perbuatan yang hendak dilakukan benar-benar bermanfa’at baik
bagi dirinya maupun bagi orang lain; Baik untuk di dunia ataupun untuk di
akhirat. Islam mengajarkan bahwa perbuatan yang tak mengandung
manfa’at tidak boleh dilakukan, karena termasuk perbuatan sia-sia
(tabzir)
o Prosesnya benar
Perbuatan dipandang benar atau termasuk amal shaleh apabila prosesnya
tidak bertentangan dengan norma-norma agama dan akhlaq mulia.
Sebagai contoh, seseorang berjualan atau dagang dengan tujuan untuk
mencari rizki agar bisa menafkahi keluarganya, tetapi dengan cara-cara
yang tidak halal, misalnya dengan cara menipu atau mengurangi
timbangan dan sebagainya. Maka perbuatan dagang tersebut menjadi
tercela, tidak termasuk amal shaleh.
Bentuk-bentuk amal saleh
Saleh secara ilahiyah dan saleh secara sosial. Kesalehan haruslah memiliki
dua dimensi sekaligus. Jika dimata Allah dianggap saleh, maka dimata
manusiapun haruslah mendapatkan pengakuan yang sama. Karena
kesalehan dihadapan Allah haruslah diperoleh manfaatnya oleh masyarakat
manusia sekitarnya. Perhatikan hadis berikut yang artinya :
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata
yang baik-baik, kalau ia tidak sanggup melakukannya, hendaklah ia diam”.
Sabdanya lagi :
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia
menghormati tetangganya”.
Sabdanya lagi :
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia
menghormat tamunya”.
Sabdanya lagi :
“Iman itu ada 70 cabang, dan malu termasuk cabang iman”.
Dari hadis-hadis tersebut, bahwa buah dari keimanan kepada Allah dan hari
akhir adalah kesalehan sosial.
a) Cara memelihara kesalehan, adalah bergaul dengan orang-orang yang
saleh
Perhatikan kisah-kisah berikut !
Suatu hari, Syafiq al-Balkhi (seorang dokter ahli jiwa) berkata kepada
muridnya Hatim al-Asham.”Apa yang kau pelajari selama tinggal bersamaku
(30 tahun). Hatim al-Asham menjawab, ada enam perkara yang dapat
kuambil :
Pertama, Aku melihat orang-orang selalu ragu dalam mensikapi masalah
ketentuan rizki. Tidak satupun dari mereka kecuali bersikap kikir terhadap
harta yang dimilikinya, dan tamak dalam memperolehnya. Namun aku
bertawakal kepada Allah karena firmanNya dalam Q.S. Hud (11) ayat 6 : “Dan
tidak ada satu binatang melatapun di bumi ini melainkan Allahlah yang
menjamin rizkinya”. Oleh karena aku termasuk binatang melata, maka hatiku
tidak merisaukan sesuatu yang sudah dijamin Allah Yang Maha Perkasa dan
Maha Kuat”. Sang guru baru berkata, “Bagus”.
Kedua, Aku melihat setiap orang mempunyai teman untuk mencurahkan
rahasia dan mengadukan permasalahannya kepadanya, namun teman
mereka itu tidak dapat menyimpan rahasia dan tidak mau saling menolong.
Maka aku menjadikan amal salehku sebagai teman, supaya dapat
menolongku saat hari perhitungan (hisab), meneguhkan diriku dihadapan
Allah dan menemaniku saat meniti shirat. Sang guru berkata : “Bagus”.
Ketiga, Aku melihat setiap orang mempunyai musuh dan saat kucermati
diriku, ternyata musuhku bukanlah orang yang menggunjingku. Tidak pula
orang yang menzalimiku dan menyakitiku, tetapi musuhku adalah orang
yang ketika aku sedang taat kepada Allah ia menggodaku dengan perbuatan
maksiatnya. Aku melihat bahwa yang berbuat demikian itu adalah iblis, jiwa
dunia dan hawa nafsu. Aku menjadikan semua itu sebagai musuh, aku
menjaga diri dari mereka dan aku mempersiapkan diri untuk memerangi
mereka. Aku tidak akan membiarkan salah satupun dari mereka
mendekatiku. Sang guru berkata : “Bagus”.
Keempat, Aku melihat bahwa setiap makhluk hidup senantiasa dibuntuti.
Dan yang membuntuti adalah malaikat maut. Maka aku mempersiapkan
diriku untuk menemuinya hingga bila dia datang, aku pergi bersamanya
tanpa halangan. Sang guru berkata : “Bagus”.
Kelima, Aku melihat orang-orang saling mencinta dan membenci dan aku
melihat orang mencintai tidak memiliki sesuatu untuk kekasihnya. Aku
merenungkan sebab percintaan dan kebencian mereka, maka aku tahu
penyebabnya adalah fisik (jasad). Aku menafikan (sebab fisik) dengan
menafikan hubungan-hubungan antar jiwa dan jasadku, yaitu hubungan
syahwat. Maka aku mencintai semua orang, aku tidak merelakan sesuatu atas
mereka kecuali apa yang aku ridhai untuk diriku. Sang guru berkata :
“Bagus”.
Keenam, Aku melihat bahwa setiap orang akan meninggalkan tempat
tinggalnya dan nasib setiap orang akan kembali ke liang kubur. Maka aku
mempersiapkan semua amal perbuatan yang mampu kulakukan dan yang
akan membahagiakanku ditempat yang baru itu, yang tidak ada satupun
dibaliknya, kecuali surga dan neraka.
Sang guru Syafiq al-Balkhi menimpali :”cukup dan laksanakanlah enam
perkara itu sampai mati”.
Dari kisah tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalehan akan terpelihara
dengan baik apabila kita bergaul dengan orang-orang saleh juga.
b) Amal saleh dapat menolong saat kesulitan
Amal-amal saleh ternyata dapat menolong si pemiliknya dalam kesulitan,
sebagaimana dikisahkan oleh rasulullah berikut !
“Ada tiga orang dari umat sebelum kalian melakukan perjalanan hingga
malam menjelang. Merekapun bermalam di sebuah gua. Ketika mereka
masuk di bagian dalam, tiba-tiba sebuah batu besar jatuh dari atas bukit dan
menyumbat mulut gua. Mereka berkata kepada diri mereka masing-masing.
Tidak akan bisa menyelamatkan diri, kecuali bila memohon kepada Allah
dengan perbuatan saleh pernah dilakukan”.
Seorang dari mereka berdo’a : “Ya Allah hamba dulu mempunyai bapak dan
ibu yang sudah tua renta. Hamba senantiasa memberi minum kedua orang
tua hamba sebelum memberi minum keluarga dan anak-anak hamba. Pada
suatu hari karena pekerjaan hamba mencari kayu membuat hamba pergi
terlampau jauh hingga tidak bisa pulang dan merekapun tertidur menunggu
kedatangan hamba. Sampai di rumah hamba langsung memerah susu untuk
keduanya, tapi mereka sudah pulas. Hamba merasa segan untuk
membangunkan mereka dan hambapun tidak mau memberi minum keluarga
dan anak-anak hamba sebelum mereka minum terlebih dahulu. Maka
hambapun memutuskan untuk tetap menunggu dengan periuk di tangan
hingga fajar mulai menerangi dan anak-anak hamba merintih kelaparan,
merajuk di kaki hamba. Tak lama kedua orang tua hamba bangun dan
mereka bisa minum minuman yang telah hamba sediakan. “Ya Allah, Jika
menurutMu hamba melakukan hal itu demi mendapat keridhaanMu, maka
lepaskanlah kami dari musibah batu yang menimpa kami”. Dan tiba-tiba batu
penyumbat mulut gua itu bergeser, tetapi belum cukup untuk bisa keluar.
Salah seorang dari mereka memohon lagi : Hamba dulu mempunyai saudara
sepupu perempuan dan dia adalah orang yang paling hamba cintai. Hamba
terus berusaha membujuknya, namun ia menolak hasrat cinta hamba. Hingga
akhirnya datang musim kemarau yang panjang, iapun datang menemui
hamba, hamba memberinya 120 dinar dengan syarat ia mau melayani
keinginan hamba, maka ia menyanggupinya. Ketika hamba hendak
menjamahnya, ia berkata, “takutlah kepada Allah dan janganlah engkau
gunakan cincin ini kecuali sesuai haknya”. Mendengar kata-kata itu
hambapun pergi meninggalkannya, dan dia tetap orang yang paling hamba
cintai. Hamba tinggalkan emas yang telah hamba berikan padanya. Ya Allah
jika hamba melakukan perbuatan itu karena mengharap keridhaanMu, maka
lepaskanlah kami dari apa yang menimpa kami. Seketika itu batu mulai
terkuak lagi namun belum cukup untuk keluar dari gua itu.
Lelaki ketiga ganti memohon, “Ya Allah, hamba dulu sering menyewa pekerja
dan senantiasa memberikan mereka upah, kecuali seorang dari mereka
pergi, tidak memberitahukan kemana perginya. Hambapun memutuskan
untuk menginvestasikan upah orang itu hingga berkembang menjadi banyak.
Suatu ketika si pekerja itu datang kepada hamba dan berkata, “Wahai hamba
Allah, berikan padaku upah kerjaku”. Hamba berkata kepadanya, “Semua
yang kamu lihat, unta, sapi, kambing dan budak-budak ini adalah upah
kerjamu. Orang itu berkata, “Wahai hamba Allah, janganlah bergurau
denganku”. Hamba menjawab, “Aku tidak bergurau”. Maka orang itu
mengambil semua hartanya dan tidak menyisakan sedikitpun dari harta itu.
“Ya Allah, jika hamba melakukan semua itu demi mengharap ridhaMu, maka
lepaskanlah kami dari musibah yang menimpa kami”. Maka terbukalah batu
yang menyumbat mulut gua itu, dan mereka bertiga keluar dari gua dengan
selamat. (H.R.Al-Bukhari dan Muslim)
Melihat kisah tersebut maka perbanyaklah sadaqah dan amal saleh karena
sadaqah dan amal saleh bisa menjadi tolak balak dan akan menjadi penolong
dari kesulitan dalam kehidupan.
KESIMPULAN
Belia, muda, maupun tua tidak ada yang tahu, mereka pun bisa merasakan
kematian. Setahun yang silam, kita barangkali melihat saudara kita dalam keadaan
sehat bugar, ia pun masih muda dan kuat. Namun hari ini ternyata ia telah pergi
meninggalkan kita. Kita pun tahu, kita tidak tahu kapan maut menjemput kita. Entah
besok, entah lusa, entah kapan. Namun kematian sobat kita, itu sudah cukup sebagai
pengingat, penyadar dari kelalaian kita. Bahwa kita pun akan sama dengannya, akan
kembali pada Allah. Dunia akan kita tinggalkan di belakang. Dunia hanya sebagai
lahan mencari bekal. Alam akhiratlah tempat akhir kita.
Sungguh kematian dari orang sekeliling kita banyak menyadarkan kita. Oleh
karenanya, kita diperingatkan untuk banyak-banyak mengingat mati. Dan
faedahnya amat banyak. Kami mengutarakan beberapa di antaranya kali ini.
Dianjurkan untuk mengingat mati dan mempersiapkan diri menghadap
kematian
Amal Saleh artinya perbuatan yang baik. Beramal shaleh artinya melakukan hal-hal
positif secara kreatif. Amal diartikan sebuah proses. Amal saleh diartikan sebuah
proses yang baik sehingga menghasilkan sesuatu yang baik. Memperbanyak amal
saleh berarti banyak jalan/cara yang baik (halal) untuk memperoleh sesuatu yang
baik. Misalnya si Adnan rajin belajar dengan menciptakan cara-cara (berbagai cara)
belajar yang kreatif, hasilnya dia memperoleh nilai maksimal dalam ujiannya. Rajin
Top Related